Diagnosis keratitis bakterialis

9
Diagnosis Keratitis Bakteria Keratitis bakteri adalah gangguan penglihatan yang mengancam. Oleh karena itu amat penting untuk mengetahui cara mendiagnosis penyakit ini. a. Anamnesis Mendapatkan informasi dan riwayat penyakit yang tepat dan cukup adalah sangat penting dalam mengevaluasi pasien dengan keratitis bakteri. Pasien dengan keratitis bakteri biasanya akan mengeluh sakit pada mata yang terinfeksi, penglihatan silau, kemerahan, berair, adanya sekret dan penglihatannya yang menjadi kabur. Melalui anamnesis juga dapat ditanyakan tentang faktor- faktor predisposisi seperti apakah pasien pernah menggunakan lensa kontak, berenang, berendam di air panas sambil memakai lensa kontak, riwayat keratitis bakteri sebelumnya, riwayat operasi mata sebelumnya, riwayat trauma pada mata sebelumnya dan kondisi atau penyakit yang sedang dialami pasien sekarang. b. Pemeriksaan eksternal Biasanya dapat ditemukan blefarospasme, hiperemi perikornea, edema kornea dan infiltrasi kornea. Tes Sensibilitas kornea bisa menurun atau normal. Fluorescein test pada kornea biasanya dilakukan dan dapat memberikan tambahan informasi, seperti kehadiran dendrit, pseudodendrit, dan kerusakan epitel.

Transcript of Diagnosis keratitis bakterialis

Page 1: Diagnosis keratitis bakterialis

Diagnosis Keratitis Bakteria

Keratitis bakteri adalah gangguan penglihatan yang mengancam. Oleh karena itu amat penting

untuk mengetahui cara mendiagnosis penyakit ini.

a. Anamnesis

Mendapatkan informasi dan riwayat penyakit yang tepat dan cukup adalah sangat penting

dalam mengevaluasi pasien dengan keratitis bakteri. Pasien dengan keratitis bakteri biasanya

akan mengeluh sakit pada mata yang terinfeksi, penglihatan silau, kemerahan, berair, adanya

sekret dan penglihatannya yang menjadi kabur.

Melalui anamnesis juga dapat ditanyakan tentang faktor-faktor predisposisi seperti

apakah pasien pernah menggunakan lensa kontak, berenang, berendam di air panas sambil

memakai lensa kontak, riwayat keratitis bakteri sebelumnya, riwayat operasi mata

sebelumnya, riwayat trauma pada mata sebelumnya dan kondisi atau penyakit yang sedang

dialami pasien sekarang.

b. Pemeriksaan eksternal

Biasanya dapat ditemukan blefarospasme, hiperemi perikornea, edema kornea dan infiltrasi

kornea. Tes Sensibilitas kornea bisa menurun atau normal. Fluorescein test pada kornea

biasanya dilakukan dan dapat memberikan tambahan informasi, seperti kehadiran dendrit,

pseudodendrit, dan kerusakan epitel.

c. Pemeriksaan Slit Lamp

Pemeriksaan Slit Lamp untuk keratitis bakteri harus mencakupi evaluasi dari:

Palpebra : Inflamasi, ulserasi, kelainan bulu mata termasuk trichiasis,

Konjungtiva : Sekret, peradangan, perubahan morfologis (misalnya, folikel,

papila, sikatriks, keratinisasi, ulserasi atau bekas operasi

sebelumnya), iskemia, benda asing

Page 2: Diagnosis keratitis bakterialis

Sklera : Tanda-tanda peradangan, ulserasi, jaringan parut, nodul, tanda

iskemia

Kornea : Edema, ulserasi, penipisan, perforasi, dan infiltrat, tanda-tanda

distrofi membran dan peradangan sebelumnya, nekrosis

Anterior chamber: Kedalaman, peradangan, flare, hipopion, fibrin, hifema

Anterior vitreous: Adanya peradangan

Gambaran klinis sugestif dari keratitis bakteri termasuk infiltrat stroma supuratif (Terutama

yang lebih besar dari 1 mm dalam ukuran) dengan pinggiran tidak jelas, edema, dan infiltrasi

sel darah putih di sekitar stroma.

Pemeriksaan Penunjang

a. Kultur dan hapusan

Mayoritas kasus keratitis bakteri pada komunitas diselesaikan dengan terapi empiris dan

dikelola tanpa hapusan atau kultur.Hapusan dan kultur sering membantu dalam kasus dengan

riwayat penyakit yang tidak jelas. Hipopion yang terjadi di mata dengan keratitis bakteri

biasanya steril, dan pungsi akuos atau vitreous tidak perlu dilakukan kecuali ada kecurigaan

yang tinggi oleh mikroba endophthalmitis.

Kultur adalah cara untuk mengidentifikasi organisme kausatif dan satu-satunya cara

untuk menentukan kepekaan terhadap antibiotik. Kultur sangat membantu sebagai panduan

modifikasi terapi pada pasien dengan respon klinis yang tidak bagus dan untuk mengurangi

toksisitas dengan mengelakkan obat-obatan yang tidak perlu. Dalam perawatan mata secara

empiris tanpa kultur dimana respon klinisnya tidak bagus, kultur dapat membantu meskipun

keterlambatan dalam pemulihan patogen dapat terjadi.

Jika hasil kutur negatif, dokter mata dapat mempertimbangkan untuk menghentikan

pengobatan antibiotik selama 12 sampai 24 jam dan kemudian dilakukan kultur ulang.

Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Teknik Immunodiagnostik mungkin berguna namun

saat ini tidak tersedia secara luas.

Page 3: Diagnosis keratitis bakterialis

Sampel kornea diperoleh dengan memakai agen anestesi topikal dan menggunakan

instrumen steril untuk mendapatkan atau mengorek sampel dari daerah yang terinfeksi pada

kornea. Kapas steril juga dapat digunakan untuk mendapatkan sampel. Ini paling mudah

dilakukan dengan perbesaran Slit Lamp.

b. Biopsi kornea

Biopsi kornea dapat diindikasikan jika terjadi respon yang minimal terhadap pengobatan atau

jika kultur telah negatif lebih dari satu kali dengan gambaran klinis yang sangat mendukung

suatu proses infeksi. Hal ini juga dapat diindikasikan jika infiltrat terletak di pertengahan atau

dalam stroma dengan jaringan atasnya tidak terlibat.

Pada pasien kooperatif, biopsi kornea dapat dilakukan dengan bantuan Slit Lamp atau

mikroskop operasi. Setelah anestesi topikal, gunakan sebuah pisau untuk mengambil

sepotong kecil jaringan stroma, yang cukup besar untuk memungkinkan pembelahan

sehingga satu porsi dapat dikirim untuk kultur dan yang lainnya untuk histopatologi.

Spesimen biopsi harus disampaikanke laboratorium secara tepat waktu.

Diagnosis Banding

Diagnosis banding keratitis bakteri meliputi penyebab infeksiosus dan non-infeksiosus. Patogen

kornea non-bakteri, termasuk jamur dan parasit (termasuk protozoa seperti Acanthamoeba), dan

nematoda dapat menyebabkan keratitis infiltratif. Virus termasuk herpes simpleks, varicella

zoster, dan virus Epstein-Barr dapat memproduksi infiltrat kornea yang dimediasi oleh proses

immunogis yang menyerupai keratitis supuratif. Infiltrasi stroma non-infeksious mungkin

berhubungan dengan pemakaian lensa kontak (lensa kontak yang diperpanjang-pakai) atau

antigen dari infeksi bakteri lokal dan sistemik. Penyebab lainnya adalah gangguan alergi seperti

keratokonjungtivitis vernal dan keratokonjungtivitis atopik. Trauma kornea, termasuk kimia dan

cedera termal, dan benda asing kornea, juga dapat menyebabkan keratitis infiltrasi.

Page 4: Diagnosis keratitis bakterialis

Terapi Keratitis Bakteri

a. Terapi antibiotika

Tetes mata antibiotik mampu mencapai tingkat jaringan yang tinggi dan merupakan metode yang

banyak dipakai dalam pengobatan banyak kasus. Salep pada mata berguna sewaktu tidur pada

kasus yang kurang berat dan juga berguna sebagai terapi tambahan. Antibiotik subkonjungtiva

dapat membantu pada keadaan ada penyebaran segera ke sclera atau perforasi atau dalam kasus

di mana kepatuhan terhadap rejimen pengobatan diragukan. Terapi sistemik mungkin berguna

dalam kasus yang sudah melibatkan sclera atau infeksi intraokular dan infeksi sistemik seperti

gonore. Lensa kontak yang direndam dalam antibiotik kadang-kadang digunakan dan dapat

meningkatkan penghantaran obat, tetapi modalitas ini belum sepenuhnya dievaluasi dalam hal

potensi risiko toksisitas obat.

Antibiotik topikal spektrum luas empiris digunakan pada pengobatan awal dari keratitis

bakteri. Untuk keratitis yang parah (melibatan stroma atau dengan defek yang lebih besar dari 2

mm dengan nanah yang luas), diberikan dosis loading setiap 5 sampai 15 menit untuk jam

pertama, diikuti oleh aplikasi setiap 15 menit sampai 1 jam pada jam berikutnya. Pada keratitis

yang kurang parah, rejimen terapi dengan dosis yang kurang frekuen terbukti efektif. Agen

Cycloplegic dapat digunakan untuk mengurangi pembentukan sinekhia dan untuk mengurangi

nyeri pada kasus yang lebih parah pada keratitis bakteri dan ketika adanya peradangan bilik

anterior mata.

Terapi single-drug dengan menggunakan fluoroquinolone (misalnya ciprofloksasin,

ofloksasin) menunjukkan efektiftivitas yang sama seperti terapi kombinasi. Tetapi beberapa

patogen (misalnya Streptococcus, anaerob) dilaporkan mempunyai kerentanan bervariasi

terhadap golongan fluoroquinolone dan prevalensi resistensi terhadap golongan fluoroquinolones

tampaknya semakin meningkat. Gatifloksasin dan moksifloksasin (generasi keempat

fluoroquinolone) telah dilaporkan memiliki cakupan yang lebih baik terhadap bakteri gram-

positif dari fluoroquinolone generasi sebelumnya pada uji in-vitro. Namun, fluoroquinolone

generasi keempat belum disetujui FDA untuk pengobatan keratitis bakteri.

Terapi kombinasi antibiotika digunakan dalam kasus infeksi berat dan mata yang tidak

responsif terhadap pengobatan. Pengobatan dengan lebih dari satu agen mungkin diperlukan

Page 5: Diagnosis keratitis bakterialis

untuk kasus-kasus penyebab mikobakteri non-tuberkulos. Antibiotik sistemik jarang dibutuhkan,

tetapi dapat diipertimbangkan pada kasus-kasus yang parah di mana proses infeksi telah meluas

ke jaringan sekitarnya (misalnya, sclera) atau ketika adanya ancaman perforasi dari kornea.

Terapi sistemik juga diperlukan dalam kasus-kasus keratitis gonokokal.

b. Terapi kortikosteroid

Terapi topikal kortikosteroid memiliki peran bermanfaat dalam mengobati beberapa kasus

menular keratitis. Keuntungan potensial adalah penekanan peradangan dan pengurangan

pembentukan jaringan parut pada kornea, yang dapat menyebabkan kehilangan penglihatan.

Antara kerugiannya pula termasuk timbulnya aktivitas infeksi baru, imunosupresi lokal,

penghambatan sintesis kolagen dan peningkatan tekanan intraokular. Meskipun berisiko, banyak

ahli percaya bahwa penggunaan kortikosteroid topikal dalam pengobatan keratitis bakteri dapat

mengurangi morbiditas. Terapi kortikosteroid pada pasien yang sedang diobati dengan

kortikosteroid topikal pada saat adanya curiganya keratitis bakteri hendaklah diberhentikan

dahulu sampai infeksi telah dikendalikan.

Prinsip pada terapi kortikosteroid topikal adalah menggunakan dosis minimal

kortikosteroid yang bisa memberikan efek kontrol peradangan. Keberhasilan pengobatan

membutuhkan perkiraan yang optimal, regulasi dosis secara teratur, penggunaan obat antibiotika

yang memadai secara bersamaan, dan follow-up. Kepatuhan dari pasien sangat penting, dan

tekanan intraokular harus sering dipantau. Pasien harus diperiksa dalam 1 sampai 2 hari setelah

terapi kortikosteroid topikal dimulai.

Terapi untuk Kasus dengan komplikasi

Pengobatan tambahan diperlukan dalam kasus dimana integritas mata terganggu, seperti

permukaan kornea yang sangat tipis, atau ancaman perforasi, atau di mana ada progresivitas

yang tinggi atau endophthalmitis. Aplikasi perekat jaringan, lamellar keratoplasty, dan

penetrating keratoplasty adalah di antara pilihan pengobatan tambahan. Dilakukan juga flap

konjungtiva atau amnion graft jika komplikasi berupa ulkus kornea.

Page 6: Diagnosis keratitis bakterialis

Komplikasi

Komplikasi yang paling ditakuti dari keratitis bakteri ini adalah penipisan kornea, dan akhirnya

perforasi kornea yang dapat mengakibatkan endophthalmitis dan hilangnya penglihatan.

Prognosis

Prognosis visual tergantung pada beberapa faktor, seperti diuraikan di bawah ini, dan dapat

mengakibatkan penurunan visus derajat ringan sampai berat.

- Virulensi organisme yang bertanggung jawab atas keratitis

- Luas dan lokasi ulkus kornea

- Hasil vaskularisasi dan / atau deposisi kolagen