diagnosis fraktur

12
2.4 Diagnosis Gejala klasik fraktur adalah adanya riwayat trauma, rasa nyeri dan bengkak di bagian tulang yang patah, deformitas (angulasi, rotasi, diskrepansi), gangguan fungsi muskuloskeletal akibat nyeri, putusnya kontinuitas tulang, dan gangguan neurovaskuler. Apabila gejala klasik tersebut ada, secara klinis diagnose fraktur dapat ditegakkan walaupun jenis konfigurasinya belum dapat ditentukan. Berikut merupakan tahap-tahap untuk mendiagnosis adanya fraktur femur(Kristiyanto, 2014). a. Anamnesis Anamnesis dilakukan baik secara autoanamnesis maupun heteroanamnesis(pada pasien bayi/anak-anak). Anamnesis yang dilakukan adalah untuk menggali riwayat mekanisme cedera (posisi kejadian) dan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan cedera tersebut. riwayat cedera atau fraktur sebelumnya, riwayat sosial ekonomi, pekerjaan, obat-obatan yang dia konsumsi, merokok, riwayat alergi dan riwayat osteoporosis serta penyakit lain. Secara garis beras anamnesis meliputi: - Riwayat penyakit sekarang Yang perlu diketahui adalah keluhan utama yang membuat pasien datang ke rumah sakit, onset terjadinya keluhan, lokasi keluhan, Mechanism of Injury atau kronologis terjadinya keluhan/trauma tersebut, kuantitas/frekuensi(i.e. nyeri menetap/hilang timbul?),

description

Diagnosis fraktur femur pada manusia

Transcript of diagnosis fraktur

Page 1: diagnosis fraktur

2.4 Diagnosis

Gejala klasik fraktur adalah adanya riwayat trauma, rasa nyeri dan bengkak di

bagian tulang yang patah, deformitas (angulasi, rotasi, diskrepansi), gangguan

fungsi muskuloskeletal akibat nyeri, putusnya kontinuitas tulang, dan gangguan

neurovaskuler. Apabila gejala klasik tersebut ada, secara klinis diagnose fraktur

dapat ditegakkan walaupun jenis konfigurasinya belum dapat ditentukan. Berikut

merupakan tahap-tahap untuk mendiagnosis adanya fraktur femur(Kristiyanto,

2014).

a. Anamnesis

Anamnesis dilakukan baik secara autoanamnesis maupun heteroanamnesis(pada

pasien bayi/anak-anak). Anamnesis yang dilakukan adalah untuk menggali

riwayat mekanisme cedera (posisi kejadian) dan kejadian-kejadian yang

berhubungan dengan cedera tersebut. riwayat cedera atau fraktur sebelumnya,

riwayat sosial ekonomi, pekerjaan, obat-obatan yang dia konsumsi, merokok,

riwayat alergi dan riwayat osteoporosis serta penyakit lain. Secara garis beras

anamnesis meliputi:

- Riwayat penyakit sekarang

Yang perlu diketahui adalah keluhan utama yang membuat pasien datang ke

rumah sakit, onset terjadinya keluhan, lokasi keluhan, Mechanism of Injury atau

kronologis terjadinya keluhan/trauma tersebut, kuantitas/frekuensi(i.e. nyeri

menetap/hilang timbul?), kualitas(i.e seberapa nyeri?), faktor yang

memperingan/memperberat keluhan tersebut, dan keluhan penyerta yang lain

seperti adanya rasa kesemutan, tebal, demam, dan lain sebagainya. Keluhan pada

fraktur femur bisa berupa:

Nyeri: dinilai bisa dengan menggunakan visual analog score 1-10, minta pasien

untuk menunjuk bagian yang nyeri, adakah referred pain atau tidak.

Bengkak: semakin membesar/progresif atau menetap.

Kelainan bentuk: terjadi di bagian mana? Apakah sejak dulu atau baru terjadi

setelah trauma?

- Riwayat penyakit terdahulu

Adakah kelainan musculoskeletal semasa anak-anak, cedera lain yang dulu

pernah dialami, riwayat operasi, penggunaan obat-obatan

Page 2: diagnosis fraktur

- Riwayat penyakit keluarga

Curiga ada infeksi pada tulang/sendi: bisa ditanyakan kepada keluarga apakah

ada yang menderita penyakit menular, menanyakan riwayat musculoskeletal

disorder pada keluarga

- Riwayat sosial

Kebiasaan mengonsumsi alkohol dan merokok

b. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik dilakukan tiga hal penting, yakni:

- inspeksi / look: deformitas (angulasi, rotasi, pemendekan, pemanjangan),

bengkak.

- Palpasi / feel (nyeri tekan, krepitasi). Status neurologis dan vaskuler di bagian

distalnya perlu diperiksa. Lakukan palpasi pada daerah ekstremitas tempat fraktur

tersebut, meliputi persendian diatas dan dibawah cedera, daerah yang mengalami

nyeri, efusi, dan krepitasi. Neurovaskularisasi bagian distal fraktur meliputi :

pulsasi aretri, warna kulit, pengembalian cairan kapler, sensasi.

- Pemeriksaan gerakan / moving

dinilai apakah adanya keterbatasan pada pergerakan sendi yang berdekatan

dengan lokasi fraktur. Meliputi active movement atau gerakan sendiri oleh pasien,

passive movement atau sendi digerakan oleh pemeriksa, dan false movement atau

sendi dapat bergerak di luar normal movement.

Pemeriksaan trauma di tempat lain meliputi kepala, toraks, abdomen, pelvis.

Pemeriksaan neurologis juga penting untuk dilakukan. Sedangkan pada pasien

dengan politrauma, pemeriksaan awal dilakukan menurut protokol ATLS.

Langkah pertama adalah menilai airway, breathing, dan circulation. Perlindungan

pada vertebra dilakukan sampai cedera vertebra dapat disingkirkan dengan

pemeriksaan klinis dan radiologis(Auckerman, 2015).

c. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan antara lain laboratorium meliputi

darah rutin, faktor pembekuan darah, golongan darah, cross-test, dan urinalisa.

Page 3: diagnosis fraktur

d. Pemeriksaan radiologis untuk lokasi fraktur harus menurut rule of two: two

views: memuat 2 gambaran yaitu anteroposterior (AP) dan lateral, two joints:

memuat dua sendi di proksimal dan distal fraktur, two limbs: memuat gambaran

foto dua ekstremitas, yaitu ekstremitas yang cedera dan yang tidak terkena cedera

(pada anak) dan two occassions: yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan

(Weissleder, 2007)

2.5 Penatalaksanaan

Tujuan utama dalam penanganan awal fraktur adalah untuk mempertahankan

kehidupan pasien dan yang kedua adalah mempertahankan baik anatomi maupun

fungsi ekstrimitas seperti semula. Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan

dalam penanganan fraktur yang tepat adalah: (1) survey primer yang meliputi

Airway, Breathing, Circulation, (2) meminimalisir rasa nyeri (3) mencegah cedera

iskemia-reperfusi, (4) menghilangkan dan mencegah sumber- sumber potensial

kontaminasi. Ketika semua hal diatas telah tercapai maka fraktur dapat direduksi

dan reposisi sehingga dapat mengoptimalisasi kondisi tulang untuk proses

persambungan tulang dan meminimilisasi komplikasi lebih lanjut (Parahita,

2012).

(1) Survey Primer

Setelah pasien sampai di UGD yang pertama kali harus dilakukan adalah

mengamankan dan mengaplikasikan prinsip ABCDE (Airway, Breathing,

Circulation, Disability, Limitation, Exposure). Pemeriksaan tambahan pada pasien

dengan trauma muskuloskeletal seperti fraktur adalah imobilisasi patah tulang dan

pemeriksaan radiologi. Tujuan Imobilisasi fraktur adalah meluruskan ekstrimitas

yang cedera dalam posisi seanatomis mungkin dan mencegah gerakan yang

berlebihan pada daerah fraktur. Hal ini akan tercapai dengan melakukan traksi

untuk meluruskan ekstrimitas dan dipertahankan dengan alat imobilisasi.

pemakaian bidai yang benar akan membantu menghentikan pendarahan,

mengurangi nyeri, dan mencegah kerusakan jaringan lunak lebih lanjut.

Imobilisasi harus mencakup sendi diatas dan di bawah fraktur.

Page 4: diagnosis fraktur

Fraktur femur dilakukan imobilisasi sementara dengan traction splint. Traction

splint menarik bagian distal dari pergelangan kaki atau melalui kulit. Di proksimal

traction splint didorong ke pangkal paha melalui ring yang menekan bokong,

perineum dan pangkal paha. Cara paling sederhana dalam membidai tungkai yang

trauma adalah dengan tungkai sebelahnya. pada cedera lutut pemakaian long leg

splint atau gips dapat membantu kenyamanan dan stabilitas. Tungkai tidak boleh

dilakukan imobilisasi dalam ekstensi penuh (Parahita, 2012)

(2) Survey Sekunder

Bagian dari survey sekunder pada pasien cedera muskuloskeletal adalah

anamnesis dan pemeriksaan fisik. tujuan dari survey sekunder adalah mencari

cedera cedera lain yang mungkin terjadi pada pasien sehingga tidak satupun

terlewatkan dan tidak terobati. Tujuan penanganan fraktur selanjutnya adalah

mencegah sumber – sumber yang berpotensi berkontaminasi pada luka fraktur.

Adapun beberapa cara yang dapat dilakukan adalah mengirigasi luka dengan

saline dan menyelimuti luka fraktur dengan ghas steril lembab atau juga bisa

diberikan betadine pada ghas. Berikan vaksinasi tetanus dan juga antibiotik

sebagai profilaksis infeksi. Dalam strategi meredakan nyeri akut yang sekiranya

berat dalam patah tulang digunakan srategi “Three Step Analgesic Ladder” dari

WHO. Pada nyeri akut, sebaiknya di awal diberikan analgesik kuat seperti Opioid

kuat. Ketorolak juga dapat digunakan sebagai salah satu dari obat anti inflamasi

non steroid (NSAID), yang biasa digunakan untuk analgesik, antipiretik dan anti

inflamasi(Parahita, 2012).

Secara umum, penatalaksanaan fraktur tertutup meliputi proteksi tanpa reposisi

dan imobilisasi, Imobilisasi dengan fiksasi, Reposisi dengan cara manipulasi

diikuti dengan imobilisasi, Reposisi dengan traksi, Reposisi diikuti dengan

imobilisasi dengan fiksasi luar, Reposisi secara nonoperatif diikuti dengan

pemasangan fiksasi dalam pada tulang secara operatif, Reposisi secara operatif

dikuti dengan fiksasi patahan tulang dengan pemasangan fiksasi interna, serta

Eksisi fragmen fraktur dan menggantinya dengan prosthesis.

Page 5: diagnosis fraktur

Opsi terapi untuk fraktur femur sangat bergantung terhadap keparahan dari cidera

yang terjadi. Namun. secara garis besar terdapat dua jenis kategori terapi yaitu

terapi konservatif/non operatif dan terapi operatif. Baik terapi konservatif dan

operatif, keduanya mengikuti prinsip dasar pengobatan penyakit lain yang

berpedoman kepada hukum penyembuhan (law of nature), sifat penyembuhan,

serta sifat manusia pada umumnya. Disamping pemahaman tentang prinsip dasar

pengobatan yang rasional, metode pengobatan disesuaikan pula secara individu

terhadap setiap penderita. Pengobatan yang diberikan juga harus berdasarkan

alasan mengapa tindakan ini dilakukan serta kemungkinan prognosisnya5. Secara

umum prinsip tata laksana fraktur adalah sebagai berikut: (1) Jangan membuat

keadaan lebih buruk bagi penderita (Iatrogenik); (2) Pengobatan berdasarkan pada

diagnosis dan prognosis yang tepat; (3) Pilih jenis pengobatan yang sesuai dengan

keadaan penyakit penderita; (4) Ciptakan kerja sama yang baik tanpa melupakan

hukum penyembuhan alami; (5) Pengobatan yang praktis dan logis; (6) Pilih

pengobatan secara individu; (7) Jangan melakukan pengobatan yang tidak perlu5.

Life saving dan life limb adalah tindakan prioritas utama pada penderita trauma

multipel, mungkin keadaan pasien tidak menguntungkan untuk dilakukan

pembiusan tapi demi kehidupan penderita tindakan operasi tetapi dijalankan demi

life saving seperti perdarahan intra abdominal massive karena ruptur lien dan

sebagainya. Tindakan pembebasan jalan nafas seperti yang diterangkan

sebelumnya perlu dilakukan terhadap gangguan jalan nafas. Demikian juga

penanganan sok karena perdarahan dengan mengontrol perdarahan secara balut

menekan dan resusitasi cairan kristalloid maupun tranfusi.

Setelah tindakan life saving dan life limb diatasi, tindakan awal untuk menangani

fraktur dapat dilakukan. Tindakan awal yang dapat dilakukan adalah dengan

memberikan pembidaian sementara untuk imobilisasi fraktur, selain itu dapat

mengurangi rasa nyeri dan mengurangi perdarahan. Adanya deformitas yang

hebat perlu dikoreksi secara perlahan-lahan dengan menarik bagian distal secara

lembut. Pada fraktur femur terbuka, perlu dilakukan debridement dan irigasi

Page 6: diagnosis fraktur

cairan fisiologis kemudian luka ditutup dengan kasa steril untuk kemudian

dilakukan pemeriksaan foto rongent.

1. Terapi konservatif

Terapi konservatif fraktur femur antara lain meliputi tindakan imobilisasi dengan

bidai eksterna tanpa reduksi dan reduksi tertutup dan imobilisasi dengan fiksasi

kutaneus. Tindakan ini biasanya dilakukan jika fraktur terjadi pada daerah

proksimal, suprakondilar, dan corpus femoris dengan menggunakan, Buck

Extension, Weber Extensionsapparat, Well-leg traction, atau traksi 90/90 femoral.

2. Terapi Operatif

Terapi operatif dilakukan bila terapi konservatif gagal, maupun karena kondisi

tertentu, misalnya pada fraktur terbuka, fraktur multipel, adanya interposisi

jaringan di antara fragmen, fraktur pada collum femoris yang membutuhkan

fiksasi yang rigit dan beresiko terjadinya nekrosis avaskuler, dan adanya

kontraindikasi pada imobilisasi eksterna sedangkan diperlukan mobilisasi yang

cepat, misalnya fraktur femur pada lansia.

Untuk kasus-kasus tertentu, misalnya pada fraktur collum femoris pada

orang tua karena terjadi nekrosis avaskuler dari fragmen, maupun non union,

dilakukan pemasangan protesis, yaitu alat dengan komposisi metal tertentu untuk

menggantikan jaringan tulang yang nekrosis.

2.6 Komplikasi

Komplikasi dari fraktur femur cukup beragam tergantung lokasi dan

tingkat keparahan fraktur. Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi antara

lain(Weissleder, 2007):

1. Infeksi

Pada kasus fraktur terbuka, dimana tulang merobek jaringan kulit, ada

kemungkinan resiko infeksi. Resiko infeksi ini dapat berkurang dengan pemberian

antibiotik.

2. Permasalahan dalam penyembuhan tulang

Jika pada proses penyembuhan angulasi tulang tidak baik serta timbul

iritasi pada bagian tulang yang patah akibat terjadinya infeksi, proses

Page 7: diagnosis fraktur

penyembuhan tulang dapat terhambat bahkan membutuhkan terapi operatif lebih

lanjut.

3. Kerusakan saraf

Kerusakan saraf paska fraktur femur terbilang jarang, namun kerusakan

saraf pada fraktur femur dapat menyebabkan mati rasa serta kelemahan yang

persisten.

4. Sindrom kompartemen

Sindrom kompartemen jarang terjadi pada fraktur femur, namun ini dapat

terjadi sehingga resiko terjadinya sindrom kompartemen harus selalu diantisipasi.

Sindrom kompartemen teradi akibat kompresi nervus, pembuluh darah, dan otot di

dalam spatium tertutup atau kompartemen di dalam tubuh. Sindrom kompartemen

terjadi pada tungkai yang mengalami inflamasi dan perdarahan selama trauma

yang sering diasosiasikan dengan fraktur. Jika sindrom kompartemen terjadi,

maka dibutuhkan tindakan bedah segera (Kristiyanto, 2014).

Berikut adalah hal yang perlu diperhatikan untuk identifikasi dini

terjadinya sindrom kompartemen:

a. Sindroma kompartemen dapat timbul perlahan dan berakibat berat

b. Dapat timbul pada ekstremitas karena kompresi atau remuk dan tanpa

cedera luar atau fraktur yang jelas

c. Reevaluasi yang sering sangat penting

d. Penderita dengan hipotensi atau tidak sadar meningkatkan resiko

terjadinya kejadian sindrom kompartemen

e. Nyeri merupakan tanda awal dimulainya iskemia kompartemen, terutama

nyeri pada tarikan otot pasif

f. Hilangnya pulsasi dan tanda iskemia lain merupakan gejala lanjut, setelah

kerusakan yang menetap terjadi

5. Komplikasi operatif

Komplikasi operatif biasanya terjadi karena kegagalan plate atau piranti

keras untuk menstabilisasi tulang, atau bagian piranti keras yang menonjol

mengakibatkan iritasi dan nyeri.

Komplikasi yang spesifik pada fraktur femur antara lain:

Page 8: diagnosis fraktur

1. Fraktur femur distal

Karena lokasi tipe fraktur ini, lutut dapat ikut terpengaruh. Seringkali

muncul kekakuan pada lutut yang secara perlahan akan berkurang namun tidak

dapat hilang sama sekali. Selain kekakuan pada lutut, fraktur pada femur distal

menjadi faktor presdiposisi terjadinya osteoarthritis. Terutama pada fraktur yang

melewati atikulasio genu, yang mengganggu lapisan kartilago yang melapisi

sendi.

2. Fraktur corpus femoris

Jenis fraktur ini juga dapat mempengaruhi lutut, tetapi dengan cara yang

berbeda. Karena pergerakan femur ketika terjadi fraktur, seringkali merusak

ligament pada lutut yang membutuhkan tindakan operatif untuk memperbaiki

kerusakan yang terjadi. Fraktur corpus femoris yang terjadi pada anak-anak dan

remaja yang masih dalam masa pertumbuhan beresiko mengalami perbedaan

panjang tulang di satu tungkai dibandingkan yang lainnya. Hal ini disebabkan

karena patah tulang tumbuh terlalu banyak, atau justru kurang tumbuh setelah

fraktur (Kristiyanto, 2014).