Diagnosis Anemia

16
BAB I PENDAHULUAN Anemia merupakan masalah medik yang paling sering dijumpai di klinik di seluruh dunia, terutama di negara berkembang. Diperkirakan lebih dari 30% jumlah penduduk dunia atau 1500 juta orang menderita anemia. Kelainan ini mempunyai dampak besar terhadap kesejahteraan sosial dan ekonomi serta kesehatan fisik. Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri, tetapi merupakan gejala dari berbagai macam penyakit dasar. Oleh karena itu penentuan penyakit dasar juga penting dalam pengelolaan kasus anemia, karena tanpa mengetahui penyebab yang mendasari, anemia tidak dapat diberikan terapi yang tuntas. Berdasarkan standar kompetensi dokter Indonesia yang dibuat oleh Divisi Standar Pendidikan Kolegium Dokter Indonesia, dokter umum diharapkan dapat menegakkan diagnosis anemia (defisiensi besi, megaloblastik, aplastik, hemolitik) berdasarkan 1

description

aa

Transcript of Diagnosis Anemia

BAB IPENDAHULUAN

Anemia merupakan masalah medik yang paling sering dijumpai di klinik di seluruh dunia, terutama di negara berkembang. Diperkirakan lebih dari 30% jumlah penduduk dunia atau 1500 juta orang menderita anemia. Kelainan ini mempunyai dampak besar terhadap kesejahteraan sosial dan ekonomi serta kesehatan fisik. Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri, tetapi merupakan gejala dari berbagai macam penyakit dasar. Oleh karena itu penentuan penyakit dasar juga penting dalam pengelolaan kasus anemia, karena tanpa mengetahui penyebab yang mendasari, anemia tidak dapat diberikan terapi yang tuntas. Berdasarkan standar kompetensi dokter Indonesia yang dibuat oleh Divisi Standar Pendidikan Kolegium Dokter Indonesia, dokter umum diharapkan dapat menegakkan diagnosis anemia (defisiensi besi, megaloblastik, aplastik, hemolitik) berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium. Untuk anemia defisiensi besi, dokter umum harus mampu melakukan penanganan. Untuk anemia megaloblastik, aplastik, hemolitik, dokter umum hanya sampai tahap merujuk serta mengetahui komplikasi penyakit tersebut. Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan komponen darah, elemen tak adekuat atau kurangnya nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah, yang mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkut oksigen darahAnemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai rendahnya kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit). Fungsi darah adalah membawa makanan dan oksigen ke seluruh organ tubuh. Jika suplai ini kurang, maka asupan oksigen pun akan kurang. Akibatnya dapat menghambat kerja organ-organ penting.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANEMIA2.1.1 DefinisiAnemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer.Parameter yang paling umum untuk menunjukkan penurunan massa eritrosit adalah kadar hemoglobin, disusul oleh hematokrit dan hitung eritrosit. Harga normal hemoglobin sangat bervariasi secara fisiologis tergantung jenis kelamin, usia, kehamilan dan ketinggian tempat tinggal.

2.1.2 KlasifikasiAnemia dapat diklasifikasikan berdasarkan morfologi dan etiologi. Klasifikasi morfologi didasarkan pada ukuran dan kandungan hemoglobin.Menurut morfologinya klasifikasi anemia dapat dibagi dalam tiga golongan yaitu:1. Anemia mikrositik, hipokrom misalnya : anemia defesiensi besi, dan talasemia.2. Anemia normositik, normokrom misalnya : setelah kehilangan darah akut, anemia hemolitik dan anemia sekunder, kegagalan sumsum tulang.3. Anemia makrositik, misalnya anemia megaloblastik.Menurut etiologinya, anemia dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu gangguan produksi sel darah merah pada sumsum tulang (hipoproliferasi), gangguan pematangan sel darah merah (eritropoiesis yang tidak efektif), dan penurunan waktu hidup sel darah merah (kehilangan darah atau hemolisis).

1. Hipoproliferatif Hipoproliferatif merupakan penyebab anemia yang terbanyak. Anemia hipoproliferatif ini dapat disebabkan karena: a. Kerusakan sumsum tulang Keadaan ini dapat disebabkan oleh obat-obatan, penyakit infiltratif (contohnya: leukemia, limfoma), dan aplasia sumsum tulang. b. Defisiensi besi c. Stimulasi eritropoietin (EPO) yang inadekuatKeadaan ini terjadi pada gangguan fungsi ginjald. Supresi produksi EPO yang disebabkan oleh sitokin inflamasi (misalnya: interleukin 1) e. Penurunan kebutuhan jaringan terhadap oksigen (misalnya pada keadaan hipotiroid) Pada jenis ini biasanya ditemukan eritrosit yang normokrom normositer, namun dapat pula ditemukan gambaran eritrosit yang hipokrom mikrositer, yaitu pada defisiensi besi ringan hingga sedang dan penyakit inflamasi. Kedua keadaan tersebut dapat dibedakan melalui pemeriksaan persediaan dan penyimpanan zat besi.

2. Gangguan pematanganPada keadaan anemia jenis ini biasanya ditemukan kadar retikulosit yang rendah, gangguan morfologi sel (makrositik atau mikrositik), dan indeks eritrosit yang abnormal. Gangguan pematangan dapat dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu: a. Gangguan pematangan inti Pada keadaan ini biasanya ditmukan kelainan morfologi berupa makrositik. Penyebab dari gangguan pematangan inti adalah defisiensi asam folat, defisiensi vitamin B12, obat-obatan yang mempengaruhi metabolisme DNA (seperti metotreksat, alkylating agent), dan myelodisplasia. Alkohol juga dapat menyebabkan gangguan pematangan inti, namun keadaan ini lebih disebabkan oleh defisiensi asam folat.

b. Gangguan pematangan sitoplasma Pada keadaan ini biasanya ditmukan kelainan morfologi berupa mikrositik dan hipokromik. Penyebab dari gangguan pematangan sitoplasma adalah defisiensi besi yang berat, gangguan sintesa globin (misalnya pada thalasemia), dan gangguan sintesa heme (misalnya pada anemia sideroblastik).

3. Penurunan waktu hidup sel darah merah Anemia jenis ini dapat disebabkan oleh kehilangan darah atau hemolisis. Pada kedua keadaan ini akan didapatkan peningkatan jumlah retikulosit. Kehilangan darah dapat terjadi secara akut maupun kronis. Pada fase akut, belum ditemukan peningkatan retikulosit yang bermakna karena diperlukan waktu untuk terjadinya peningkatan eritropoietin dan proliferasi sel dari sumsum tulang. Sedangkan pada fase kronis gambarannya akan menyerupai anemia defisiensi besi. Gambaran dari anemia hemolitik dapat bermacam-macam, dapat akut maupun kronis. Pada anemia hemolisis kronis, seperti pada sferositosis herediter, pasien datang bukan karena keadaan anemia itu sendiri, melainkan karena komplikasi yang ditimbulkan oleh pemecahan sel darah merah dalam jangka waktu lama, seperti splenomegali, krisis aplastik, dan batu empedu. Pada keadaan yang disebabkan karena autoimun, hemolisis dapat terjadi secara episodik (self limiting).

2.1.3 Gejala Klinis dan Diagnosis pada AnemiaGejala yang umumnya dialami oleh pasien anemia yaitu biasanya sesak napas (khususnya ketika latihan fisik), kelemahan, letargi (mengantuk), palpitasi dan sakit kepala. Pada orang yang lebih tua gejala payah jantung, angina pektoris, kaludikasio intermitten, dan kebingungan dapat ada. Gangguan penglihatan yang disebabkan perdarahan retina dapat menjadi komplikasi anemia yang sangat berat, khususnya yang timbul cepat (rapid onset).Gejala klinis yang muncul merefleksikan gangguan fungsi dariberbagai sistem dalam tubuh antara lain penurunan kinerja fisik, gangguanneurologik (syaraf) yang dimanifestasikan dalam perubahan perilaku,anorexia (badan kurus kerempeng), pica, serta perkembangan kognitif yangabnormal pada anak. Sering pula terjadi abnormalitas pertumbuhan,gangguan fungsi epitel, dan berkurangnya keasaman lambung. Gejala lain adalah munculnya warna pucat pada bagian kelopak mata bawah.

Pemeriksaaan Laboratorium1. Pemeriksaan Complete Blood Count (CBC) Kriteria apakah seseorang menderita anemia dapat dilihat dari kadar hemoglobin dan hematokritnya. Selain itu, indeks eritrosit dapat digunakan untuk menilai abnormalitas ukuran eritrosit dan defek sintesa hemoglobin. Bila MCV < 80, maka disebut mikrositosis dan bila > 100 dapat disebut sebagai makrositosis. Sedangkan MCH dan MCHC dapat menilai adanya defek dalam sintesa hemoglobin (hipokromia).

2. Sediaan Apus Darah Tepi (SADT) SADT akan memberikan informasi yang penting apakah ada gangguan atau defek pada produksi sel darah merah. Istilah anisositosis menunjukkan ukuran eritrosit yang bervariasi, sedangkan poikilositosis menunjukkan adanya bentuk dari eritrosit yang beraneka ragam.

3. Hitung Retikulosit Pemeriksaan ini merupakan skrining awal untuk membedakan etiologi anemia. Normalnya, retikulosit adalah sel darah merah yang baru dilepas dari sumsum tulang. Retikulosit mengandung residual RNA yang akan dimetabolisme dalam waktu 24-36 jam (waktu hidup retikulosit dalam sirkulasi). Kadar normal retikulosit 1-2% yang menunjukkan penggantian harian sekitar 0,8-1% dari jumlah sel darah merah di sirkulasi. Indeks retikulosit merupakan perhitungan dari produksi sel darah merah. Nilai retikulosit akan disesuaikan dengan kadar hemoglobin dan hematokrit pasien berdasarkan usia, gender, sarta koreksi lain bila ditemukan pelepasan retikulosit prematur (polikromasia). Hal ini disebabkan karena waktu hidup dari retikulosit prematur lebih panjang sehingga dapat menghasilkan nilai retikulosit yang seolah-olah tinggi.

4. Persediaan dan Penyimpanan Zat Besi Saturasi transferin didapatkan dari pembagian kadar Fe serum dengan TIBC dikali 100 (N: 25-50%). Pada pengukuran kadar Fe plasma dan persen saturasi transferin, terdapat suatu variasi diurnal dengan puncaknya pada pk 09.00 dan pk. 10.00. Serum feritin digunakan untuk menilai cadangan total besi tubuh. Namun, feritin juga merupakan suatu reaktan fase akut, dan pada keadaan inflamasi baik akut maupun kronis, kadarnya dapat meningkat.

5. Pemeriksaan Sumsum Tulang Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk menilai apakah ada gangguan pada sumsum tulang misalnya myelofibrosis, gangguan pematangan, atau penyakit infiltratif. Peningkatan atau penurunan perbandingan dari suatu kelompok sel (myeloid atau eritroid) dapat ditemukan dari hitung jenis sel-sel berinti pada suumsum tulang (ratio eritroid dan granuloid).

BAB IIIKESIMPULAN

Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer. Parameter yang paling umum untuk menunjukkan penurunan massa eritrosit adalah kadar hemoglobin, disusul oleh hematokrit dan hitung eritrosit. Harga normal hemoglobin sangat bervariasi secara fisiologis tergantung jenis kelamin, usia, kehamilan dan ketinggian tempat tinggal.Menurut morfologinya klasifikasi anemia dapat dibagi dalam tiga golongan yaitu: (1) Anemia mikrositik, hipokrom misalnya : anemia defesiensi besi, dan talasemia. (2) Anemia normositik, normokrom misalnya : setelah kehilangan darah akut, anemia hemolitik dan anemia sekunder, kegagalan sumsum tulang. (3) Anemia makrositik, misalnya anemia megaloblastik.

DAFTAR PUSTAKA

Adamson WJ et al, 2005. Anemia and Polycythemia in Harrisons Principles of Internal Medicine 16th edition; NewYork : McGraw Hill. Adamson, John W, 2005. Iron Deficiency and Other Hypoproliferative Anemias in Harrisons Principles of Internal Medicine 16th edition; NewYork: McGraw Hill. Bakta I Made, dkk, 2006. Anemia dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II edisi IV ; Jakarta : FKUI. Cotran et al, 1999. Red Cell and Bleeding Disorders in Robbins Pathologic Basis Of Disease 6th edition ; USA : Saunders. Guyton and Hall, 1997. Sel-Sel Darah Merah, Anemia dan Polisitemia dalam Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi IX, Jakarta : EGC. Mansen T J et al, 2006. Alteration of Erythrocyte function in Pathophysiology The Biologic Basis for Disease in Adults and Children 5th edition ;USA: Mosby. Marks, Dawn B. Biokimia Kedokteran Dasar, Sebuah Pendekatan Klinis. Jakarta: EGC; 2000. Murray, Robert K. Biokimia Harper, 24ed. Jakarta: EGC; 1999.

1