Demensia

46
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan, dan teknologi, sekarang ini juga banyak sekali masalah-masalah kesehatan yang bermunculan di masyarakat. Dari hari ke hari semakin banyak muncul berbagai macam penyakit infeksi ataupun penyakit lainnya, salah satunya adalah penyakit demensia yang terjadi pada orang yang telah berusia lanjut. Demensia adalah sindrom karena penyakit otak, bersifat kronis atau progresif dimana terdapat banyak gangguan fungsi kortikal yang lebih tinggi, termasuk memori, berpikir, orientasi, pemahaman, perhitungan, belajar, kemampuan, bahasa, dan penilaian kesadaran tidak terganggu. Gangguan fungsi kognitif yang biasanya disertai, kadang-kadang didahului oleh kemerosotan dalam pengendalian emosi, perilaku sosial, atau motivasi. Gejala awal gangguan ini adalah lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi, tetapi bisa juga bermula sebagai depresi, ketakutan, kecemasan, penurunan emosi atau perubahan kepribadian lainnya. Terjadi perubahan ringan dalam pola berbicara, penderita menggunakan kata-kata yang lebih sederhana, 1

Transcript of Demensia

Page 1: Demensia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan, dan teknologi,

sekarang ini juga banyak sekali masalah-masalah kesehatan yang bermunculan di

masyarakat. Dari hari ke hari semakin banyak muncul berbagai macam penyakit

infeksi ataupun penyakit lainnya, salah satunya adalah penyakit demensia yang

terjadi pada orang yang telah berusia lanjut.

Demensia adalah sindrom karena penyakit otak, bersifat kronis atau

progresif dimana terdapat banyak gangguan fungsi kortikal yang lebih tinggi,

termasuk memori, berpikir, orientasi, pemahaman, perhitungan, belajar,

kemampuan, bahasa, dan penilaian kesadaran tidak terganggu. Gangguan fungsi

kognitif yang biasanya disertai, kadang-kadang didahului oleh kemerosotan dalam

pengendalian emosi, perilaku sosial, atau motivasi.

Gejala awal gangguan ini adalah lupa akan peristiwa yang baru saja

terjadi, tetapi bisa juga bermula sebagai depresi, ketakutan, kecemasan, penurunan

emosi atau perubahan kepribadian lainnya. Terjadi perubahan ringan dalam pola

berbicara, penderita menggunakan kata-kata yang lebih sederhana, menggunakan

kata-kata yang tidak tepat atau tidak mampu menemukan kata-kata yang tepat.

Pada akhirnya penderita tidak dapat menjalankan fungsi sosialnya.

Berdasarkan sejumlah hasil penelitian diperoleh data bahwa dimensia

seringkali terjadi pada usia lanjut yang telah berumur kurang lebih 60 tahun.

Dimensia tersebut dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu: 1) Dimensia Senilis (60

tahun), 2) Demensia Pra Senilis (60 tahun). Sekitar 56,8% lansia mengalami

demensia dalam bentuk Demensia Alzheimer (4% dialami lansia yang telah

berusia 75 tahun, 16% pada usia 85 tahun, dan 32% pada usia 90 tahun). Sampai

saat ini diperkirakan +/- 30 juta penduduk dunia mengalami Demensia dengan

berbagai sebab (Oelly Mardi Santoso, 2002).

Mengingat bahwa masalah demensia merupakan masalah masa depan

yang mau tidak mau akan dihadapi orang Indonesia dan memerlukan pendekatan

1

Page 2: Demensia

holistik karena umumnya lanjut usia (lansia) mengalami gangguan berbagai

fungsi organ dan mental, maka masalah demensia sangat menarik untuk dikaji

serta perlu diketahui bagaimana asuhan keperawatannya.

1.2 Rumusan masalah

1.2.1 Apakah definisi demensia?

1.2.2 Bagaimanakah anatomi fisiologinya?

1.2.3 Apa sajakah klasifikasi demensia?

1.2.4 Apakah etiologi demensia?

1.2.5 Apakah manifestasi klinis demensia?

1.2.6 Bagaimanakah patofisiologi demensia?

1.2.7 Bagaimanakah woc (web of cause) demensia?

1.2.8 Apa sajakah komplikasi demensia?

1.2.9 Bagaimanakah penatalaksanaan demensia?

1.2.10 Apa sajakah pemeriksaan penunjang untuk demensia?

1.2.11 Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien demensia?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Mengetahui definisi demensia

1.3.2 Mengetahui anatomi fisiologinya

1.3.3 Mengetahui klasifikasi demensia

1.3.4 Mengetahui etiologi demensia

1.3.5 Mengetahui manifestasi klinis demensia

1.3.6 Mengetahui dan memahami patofisiologi demensia

1.3.7 Memahami woc (web of cause) demensia

1.3.8 Mengetahui komplikasi demensia

1.3.9 Mengetahui dan memahami penatalaksanaan demensia

1.3.10 Mengetahui pemeriksaan penunjang untuk demensia

1.3.11 Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada pasien demensia

2

Page 3: Demensia

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Demensia

Ada sejumlah definisi tentang demensia, tetapi semuanya harus

mengandung tiga hal pokok, yaitu gangguan kognitif, gangguan tadi harus

melibatkan berbagai aspek fungsi kognitif dan bukannya sekedar

penjelasan defisit neuropsikologik, dan pada penderita tidak terdapat

gangguan kesadaran, demikian pula derilium yang merupakan gambaran

yang menonjol.

Definisi lain mengenai demensia adalah hilangnya fungsi

intelektual seperti daya ingat, pembelajaran, penalaran, pemecahan

masalah, dan pemikiran abstrak, sedangkan fungsi vegetatif (diluar

kemauan) masih tetap utuh.

Demensia merupakan suatu deficit yang didapat dalam fungsi

intelektual, termasuk gangguan bahasa, kognisi (perhitungan,

pertimbangan, dan abstraksi), kepribadian (termasuk alam perasaan dan

perilaku ), keterampilan visuospasial dan ingatan. Awitan dapat mendadak

tetapi lebih sering berangsur-angsur, perjalanan waktunya berlarut-larut

(secara karakteristik diukur dalam bulan atau tahun), dan hasilnya adalah

sementara atau menetap.

Demensia adalah sindroma klinis yang meliputi hilangnya fungsi

intelektual dan memori yang sedemikian berat sehingga menyebabkan

disfungsi hidup sehari - hari. Demensia merupakan keadaan ketika

seseorang mengalami penurunan daya ingat dan daya pikir lain yang

secara nyata mengganggu aktivitas kehidupan sehari- hari (Nugroho,

2008). Sementara itu menurut umbantobing (1995) demensia adalah

himpunan gejala penurunan fungsi intelektual, umumnya ditandai

terganggunya minimal empat fungsi yakni bahasa, memori, visuospasial,

dan emosional.

3

Page 4: Demensia

2.2 Anatomi dan Fisiologi

Susunan saraf pusat

Prinsip kegiatan sistem saraf ditampilkan dalam bentuk kegiatan

refleks. Dengan adanya kegiatan refleks dimungkinkan terjadinya kerja

yang baik dan tepat antara berbagai organ dari individu dan hubungan

individu dengan sekelilingnya. Refleks merupakan reaksi organisme

terhadap perubahan lingkungan baik di dalam maupun di luar organisme.

Tubuh manusia mempunyai berbagai jenis refleks mulai dari yang

sederhana sampai dengan yang rumit. Refleks ini dapat melibatkan 1 buah

sinaps atau lebih, serta melibatkan neuron pada satu bagian saraf pusat

(monosinaps) atau melibatkan lebih dari satu bagian saraf pusat

(polisinaps).

1. Otak

Suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat

komputer dari semua alat tubuh. Jaringan otak dibungkus oleh selaput

otak dan tulang tengkorak yang kuat yaitu terletak dalam kavum

kranii. Berat otak orang dewasa kira-kira 1.400 gram. Jaringan otak

dibungkus oleh tiga selaput otak (meninges) yang dilindungi oleh

tulang tengkorak dan mengapung dalam suatu cairan yang berfungsi

menunjang otak yang lembek dan halus sebagai penyerap goncangan

akibat pukulan dari luar terhadap kepala.

Otak terdiri atas otak besar atau serebrum (cerebrum), otak kecil

atau serebelum (cerebellum) dan batang otak.

Otak Besar (Serebrum)

Mempunyai dua belahan yaitu hemisfer kiri dan hemisfer kanan

yang dihubungi oleh massa substansi alba (subtantia alba) yang disebut

korpus kalosum (corpus callosum). Tiap-tiap hemisfer meluas dari os

frontal sampai ke os oksipital. Di atas fossa kranii anterior, media dan

posterior hemisfer dipisahkan oleh celah yang besar disebut fisura

longitudinalis serebri.

4

Page 5: Demensia

Serebrum (telencepalon) terdiri atas : korteks serebri, basal ganglia

(korpora striate) dan sistem limbik ( rhinencephalon)

Korteks Serebri

Lapisan permukaanhemisfer disusun oleh substansi grisea

(subtantia grisea). Korteks serebri yang berlipat-lipat disebut

girus, sedangkan celah di anatara dua lekuk disebut sulkus

(fisura). Beberapa daerah tertentu dari korteks serebri telah

diketahui memiliki fungsi spesifik. Pada tahun 1909,

Brodmann seorang neuropsikiater bangsa Jerman membagi

korteks serebri menjadi 47 area berdasarkan struktur selular.

Telah dilakukan banyak usaha untuk menjelaskan berbagai

makna fungsional tertentu dari area-area tersebut. Peta

Brodmann merupakan petunjuk umum yang sangat berguna

bagi pembahasan korteks. Hemisfer otak dibagi dalam

beberapa lobus atau daerah sesuai dengan kranium.

Lapisan korteks terdiri atas bagian-bagian berikut ini.

1. Lamina molekularis : mengandung sedikit sel, berjalan

secara horizontal dengan pencabangan akhir dendrit dari

lapisan lebih dalam yang terdapat pada permukaan korteks.

2. Lamina granularis eksterna : lapisan yang mengandung sel

neuron berbentuk segitiga yang jumlahnya memadati

lapisan ini.

3. Lamina paramidalis : lapisan ini mengandung sel berbentuk

piramid, dianatara sel piramid terdapat sel-sel granular

dengan akson yang berjalan naik ke arah lapisan superfisial.

4. Lamina granularis interna : terdiri atas sel neuron berbentuk

bintang berukuran kecil dengan akson pendek yang

mencapai lapisan superfisial.

5. Lamian ganglionaris : sel neuron granular sel neuron yang

naik mencapai lamina molekularis akson dari sel ini

memasuki substansi alba.

5

Page 6: Demensia

6. Lamina multiformis : sel-selnya berbentuk kumparan

dengan sumbu panjang tegak lurus terhadap permukaan

korteks. Aksonnya mencapai substansi alba sebagai serat

proyeksi aferen dan asosiasi.

Bagian-bagian dari korteks menurut Brodmann.

1. Lobus frontalis

Area 4 : area motorik primer. Sebagaian besar girus

presentralis dan bagian anterior lobus parasentralis.

Area 6 : bagian sirkuit traktus piramidalisn(area

premotorik) berfungsi mengatur gerakan motorik

dan premotorik.

Area 8 : gerak mata dan perubahan pupil.

Area 9,10,11 dan 12 : area asosiasi frontalis.

Terletak didepan serebrum, bagian belakang dibatasi

oleh sulkus sentralis Rolandi, bagian lateral berbagi

dalam girus frontalis superior, girus frontalis media dan

girus frontalis inferior. Pada bagian basal lobus frontalis

terdapat girus orbitalis sebelah lateral dan girus rektus

sebelah medial.

2. Lobus Parientalis

Area 3, 1, dan 2 : area sensorik primer (area post

sentral). Meliputi girus sentralis dan meluas ke arah

anterior sampai mencapai dasar sulkus sentralis.

Area 5 dan 7 : area asosiasi somatosensorik.

Meliputi sebagian permukaan medial hemisfer

serebri.

Permukaan bagian atas dan lateral terdiri atas girus

parietal posterior, girus parietal superior girus supra

marginalis, girus angularis dan bagian medial lobus

parasentralis.

6

Page 7: Demensia

3. Lobus Oksipitalis

Area 17 : korteks visual primer. Permukaan medial

lobus oksipitalis sepanjang bibir superior dan

inferior sulkus kalkanius.

Area 18 dan 19 : area asosiasi visual. Sejajar dengan

area 17 meluas sampai meliputi permukaan lateral

lobus oksipitalis.

Bagian lateral terdiri atas girus oksipitalis lateral bagian

medial dan girus lingualis bagian basal, di antara kuneus

(cuneus) dan girus linugalis terdapat fisura kalkarina (fisura

kalkalina)

4. Lobus Temporalis

Area 41: korteks auditorik primer. Meliputi girus

temporalis superior meluas sampai permukaan

lateral girus temporalis.

Area 42 : area asosiasi auditorik. Area korteks

sedikit meluas sampai permukaan girus temporalis

superior.

Area 38, 40, 20, 21 dan 22 : area asosiasi.

Permukaan lateral dibagi menjadi girus temporalis superior,

girus temporalis media, dan girus temporalis inferior. Pada

bagian basal terdapat girus fusiformis.

5. Area borca (area bicara motorik) : terletak di sulkus

lateralis berfungsi mengatur gerakan berbicara.

6. Area visualis : terdapat pada lobus posterior dan aspek

medial hemisfer serebri di daerah sulkus kalkaneus yang

merupakan daerah penerima visual. Gangguan dalam

ingatan untuk peristiwa yang belum lama.

7. Insula of reil : bagian serebrum yang membentuk dasar

fisura silvii yang terdapat di antara lobus frontalis, lobus

7

Page 8: Demensia

parietalis dan lobus oksipitalis. Bagian otak ini ditutupi

oleh girus temporalis dan girus frontalis inferior.

8. Girus singuli : bagian medial hemisfer, terletak di atas

korpus kolosum.

Basal ganglia

Terdiri latas bebrapa kumpulan substansia grisea padat

yang terbentuk dalam hubungan yang erat dengan dasar

ventrikulus lateralis.ganglia basalis merupakan nuklei

subkortikalis yang berasal dari telensefalon. Pada otak

manusia, ganglia basalis terdiri atas bebrapa elemen saraf

sebagai berikut.

1. Nukleus kaudatus dan putamen.

2. Globus pallidus.

3. Korpus amigdaloideum.

Sistem Limbik ( Rhinencephalon)

Merupakan bagian otak yang terdiri atas jaringan

allokorteks yang melingkar di sekeliling hilus hemisfer serebri

serta berbagai struktur lain yang lebih dalam

2.3 Klasifikasi

Demensia berhubungan dengan beberapa jenis penyakit.

a. Penyakit yang berhubungan dengan sindrom medik : hal ini

meliputi hipotiroidisme, penyakit Cushing, defisiensi nutrisi,

kompleks demensia AIDS dan sebagainya.

b. Penyakit yang berhubungan dengan sindrom neurologi :

kelompok ini meliputi korea Huntington, penyakit Schilder dan

proses demielinasi lainnya : penyakit Creutzfeldt-Jakob, tumor

otak, infeksi otak dan meningeal dan sejenisnya.

c. Penyakit dengan demensia sebagai satu-satunya tanda atau

tanda yang mencolok : penyakit Alzheimer dan penyakit Pick

termasuk dalam kategori ini.

8

Page 9: Demensia

2.4 Etiologi

Demensia mempunyai banyak penyebab, tetapi tipe Alzheimer dan

demensia vaskuler sama-sama berjumlah 75 % dari semua kasus.

Penyebab demensia lainnya yang disebut dalam DSM-IV adalah penyakit

Pick, penyakit Creutzfeldt-Jakob, penyakit parkinson, HIV dan trauma

kepala.

a. Demensia tipe Alzheimer

Alois Alzheimer pertama kali menggambarkan suatu kondisi yang

selanjutnya diberi nama dengan namanya dalam tahun 1907, saat ia

menggambarkan seorang wanita berusia 51 tahun dengan perjalanan

demensia progresif selama empat setengah tahun. Diagnosis akhir

penyakit alzheimer didasarkan pada pemeriksaan neuropati otak ;

namun demikian, demensia tipe Alzheimer biasanya didiagnosis dalam

lingkungan klinis setelah penyebab demensia lainnya telah

disingkirkan dari pertimbangan diagnostik.

Penyakit Alzheimer adalah suatu jenis demensia umum yang tidak

diketahui penyebabnya. Penelitian otopsi mengungkapkan bahwa lebih

dari setengah penderita yang meninggal karena Alzheimer senil

mengalami penyakit jenis Alzheimer ini. Pada kebanyakan penderita,

berat kasar otak pada saat otopsi jauh lebih rendah dan ventrikel dan

sulkus jauh lebih besar dibandingkan yang normal untuk seukuran usia

tersebut. Demielinasi dan peningkatan kandungan air pada jaringan

otak ditemukan berdekatan dengan ventrikel lateral dan dalam

beberapa daerah lain di bagian dalam hemisfer serebrum pada

penderita manula, khususnya mereka yang menderita penyakit

Alzheimer.

Pada penderita dengan demensia senil jenis alzheimer terdapat

peningkatan dramatis (dibandingkan dengan penderita manula normal)

dalam jumlah kekusutan neurofibril , plak neuritik dan juga penurunan

60-90 persen dalam kadar kolin asetiltransferase (enzim yang

menghasilkan sintesis asetilkolin) di korteks.

9

Page 10: Demensia

Neuropatologi. Observasi makroskopis neuro-anatomik klasik

pada otak dari seorang pasien dengan penyakit Alzheimer adalah atrofi

difus dengan pendataran sulkus kortikal dan pembesaran ventrikel

serebral. Temuan mikroskopis klasik dan patogomonik adalah bercak-

bercak senilis, kekusutan neurofibriler, hilangnya neuronal

(kemungkinan sebanyak 50% di korteks), dan degenerasi

granulovaskuler pada neuron. Kekusutan neurofibriler bercampur

dengan elemen sitoskeletal, terutama protein berfosforilasi, walaupun

protein sitoskeletal lainnya juga ditemukan. Kekusutan neurofibriler

adalah tidak unik pada penyakit Alzheimer, karena keadaan tersebut

juga ditemukan pada sindroma Down, demensia pugilistic, kompleks

demensia parkinson dari Guam, penyakit Hallervorden-Spatz, dan otak

orang lanjut usia yang normal. Kekacauan neurofibriler biasanya

ditemukan di korteks, hipokampus, substansia nigra, dan lokus

sereleus.

Plak senilis juga dikenal sebagai plak amiloid, adalah jauh lebih

indikatif untuk penyakit Alzheimer, walaupun keadaan tersebut juga

ditemukan pada sindroma Down dan sampai derajat tertentu pada

penuan normal.

Protein prekursor amiloid. Gen untuk protein prekursor amiloid adalah

pada lengan panjang kromosom 21. Melalui proses penyambungan

diferensial, sesungguhnya terdapat empat bentuk protein prekursor

amiloid. Protein beta/A4 yang merupakan kandungan utama dari plak

senilis, adalah suatu peptida dengan 42 asam amino yang merupakan

produk penghancuran protein prekursor amiloid. Pada sindroma Down

terdapat tiga cetekan protein prekursor amiloid, dan pada penyakit

dimana terjadi mutasi pada kodon 717 dalam gen protein prekursor

amiloid, suatu proses patologis menghasilkan deposisi protein beta/A4

yang berlebihan. Pertanyaan apakah proses pada protein prekursor

amiloid yang abnormal adalah penyebab utama yang penting pada

penyakit Alzheimer masih belum terjawab. Tetapi, banyak kelompok

peneliti secara aktif mempelajari proses metabolik normal dari protein

10

Page 11: Demensia

prekursor amiloid dan prosesnya pada pasien dengan demensia tipe

Alzheimer dalam usaha untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Kelainan neurotransmiter. Neurotransmiter yang paling berperan

dalam patofisiologis adalah asetilkolin dan norepinefrin, keduanya

dihipotesiskan menjadi hipoaktif pada penyakit Alzheimer. Beberapa

penelitian telah melaporkan data yang konsisten dengan hipotesis

bahwa suatu degenerasispesifik pada neuron kolinergik ditemukan

pada nukleus basalis Meynerti pada pasien dengan penyakit Alzheimer

adalah penurunan konsentrasi asetilkolin dan kolin asetilkolin, dan

penurunan konsentrasi kolin asetiltransferase adalah enzim kunci untuk

sintesis asetilkolin, dan penurunan konsentrasi kolin asetiltransferase

menyatakan penurunan jumlah neuron kolinergik yang ada. Dukungan

tambahan untuk hipotesis defisit kolinergik berasal dari observasi

bahwa antagonis kolinergik, seperti skopolamin dan antropin

mengganggu kemampuan kognitif, sedangkan agonis kolinergik,

seperti physostigmin dan arecolin, telah dilaporkan meningkat

kemampuan kognitif. Penuaian aktivitas norepinefrin pada penyakit

Alzheimer diperkirakan dari penurunan neuron yang mengandung

norepinefrin didalam lokus sareleus yang telah ditemukan pada

beberapa pemeriksaan patologis otak dari pasien dengan penyakit

Alzheimer adaalh dua peptida neuroaktif, somatostatin dan

kortikotropin, keduanya telah dilaporkan menurun pada penyakit

Alzheimer.

Penyebab potensial lainnya. Teori kausatif lainnya telah diajukan

untuk menjelaskan perkembangan penyakit Alzheimer. Satu teori

adalah bahwa kelainan dalam pengaturan metabolisme fosfolipid

membran menyebabkan membran yang kekurangan cairan yaitu lebih

kaku dibandingkan normal. Beberapa peneliti telah menggunakan

pencitraan spektroskopik resonansi mokular untuk memriksa hipotesis

tersebut pada pasien dengan demensia kausatif, karena kadar

aluminium yang tinggi telah ditemukan dalam otak beberapa pasien

dengan penyakit Alzheimer.

11

Page 12: Demensia

Suatu gen (E4) telah dihubungkan dalam etiologi penyakit

Alzheimer. Orang dengan satu salinan gen menderita penyakit

Alzheimer tiga kali lebih sering daripada orang tanpa gen E4. Orang

dengan dua gen E4 mempunyai kemungkinan menderita penyakit

delapan kali lebih sering daripada orang tanpa gen E4.

Demensia vaskular

Penyebab utama dari demensia vaskular danggap adalah penyakit

serebral yang multipel, yang menyebabkan suatu pola gejala demensia.

Demensia vaskular lebih sering menyerang laki-laki, khususnya pada

mereka dengan hipertensi yang telah ada sebelumnya atau faktor resiko

kardiovaskuler lainnya. Gangguan terutama mengenai pembuluh darah

serebral berukuran kecil dan sedang, yang mengalami infark

menghasilkan lesi parenkim multipel yang menyebar pada daerah otak

yang luas. Penyebab infark mungkin termasuk oklusi pembuluh darah

oleh plak arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat asal yang

jauh. Suatu pemeriksaan pasien dapat menemukan bruit karotis,

kelainan funduskopi, atau pembesaran kamar jantung.

Penyakit Pick

Berbeda dengan distribusi patologi parietal-temporal pada penyakit

Alzheimer, penyakit Pick ditandai oleh atrofi yang lebih banyak dalam

daerah frontotemporal. Daerah tersebut juga mengalami kehilangan

neuronal. Gliosis dan adanya Pick neuronal yang merupakan massa

elemen sitoskeletal. Badan Pick ditemukan pada beberapa spesimen

postmortem tetapi tidak diperlukan untuk diagnosis. Penyebab

penyakit Picktidak diketahui. Penyakit Pick sulit dibedakan dari

demensia tipe Alzheimer.

Penyakit Creutzfeldt-Jakob

Penyakit Creutzfeldt-Jakob adalah penyakit degeneratif otak yang

jarang terjadi, disebabkan oleh agen yang progresif secara lambat dan

dapat ditransmisikan. Bukti menunjukkan bahwa pada manusia

12

Page 13: Demensia

penyakit Creutzfeldt-Jakob dapat ditransmisikan secara iatrogenik,

melalui transplantasi komea atau instrumen bedah yang terinfeksi.

Tetapi, sebagian besar penyakit, tampaknya sporadik, mengenai

individual dalam usia 50-an. Terdapat bukti bahwa inkubasi mungkin

relatif singkat (satu atau dua tahun) atau relatif lama (delapan sampai

16 tahun).

Penyakit perkinson

Parkinsonisme adalah suatu penyakit pada ganglia basalis yang sering

disertai dengan demensia dan depresi. Diperkirakan 20 sampai 30

persen pasien dengan penyakit parkinson menderita demensia.

Demensia yang berhubungan dengan HIV

Infeksi dengan HIV seringkali menyebabkan demensia dan gejala

psikiatrik lainnya. Pasien yang terinfeksi HIV mengalami demensia

dengan angka tahunan kira-kira 14 persen. Diperkirakan 75 persen

pasien dengan AIDS mempunyai keterlibatan sistem saraf pusat saat

otopsi. Perkembangan demensia pada pasien yang terinfeksi HIV

seringkali disertai oleh tampaknya kelainan parenkimal pada

pemeriksaan MRI.

Demensia yang berhubungan dengan Trauma Kepala

Demensia dapat merupakan suatu dampak dari trauma kepala,

demikian juga berbagai sindroma neuropsikiatrik.

2.5 Manifestasi Klinis

Demensia berbeda dengan gangguan afasik atau gangguan kognitif

lainnya, seperti amnesia, dan melalui keterlibatan dari beberapa daerah

fungsi mental. Selanjutnya, secara khas demensia progresif melalui

stadium klinis peningkatan beratnya penyakit.

13

Page 14: Demensia

Stadium dini. Gambaran dapat sangat bervariasi. Pasien dapat

memperlihatkan perhatian yang agak kurang terhadap penampilan fisik

atau sikap social. Mereka dapat memperlihatkan sifat pelupa yang samar

atau keasyikan terhadap stress rutin dengan reaksi yang tampaknya tak

khas. Di samping itu, tugas rutin menjadi lebih sukar, dan pasien lebih

mengandalkan jadwal dan daftar untuk mengikuti aktivitas kehidupannya.

Beberapa pasien dapat memperlihatkan perubahan kepribadian yang

dilaporkan secara kabur, seperti suatu penurunan kepribadian terhadap

orang lain, atau kecurigaan yang tak khas.

Stadium menengah. Lazimnya pada stadium inilah pasien,

keluarganya dan dokternya sadar akan kerusakan kognitif nyata yang

melibatkan beberapa bidang. Gangguan memori secara khusus mencolok.

Ingatan jangka pendek atau baru paling jelas terganggu, dengan defisit

seperti ini menimbulkan kesukaran orientasi. Dapat juga dampak defisit

ingatan jangka panjang, biasanya terbukti dengan hilangnya perincian

ketika mengingat kembali peristiwa di masa lalu. Korban dalam stadium

pertengahan atau kedua dari demensia memperlihatkan gangguan dalam

perhitungan, kemampuan dalam abstraksi, dan pertimbangan. Selanjutnya,

sumber pengetahuan informasi menjadi semakin berkurang. Kesukaran

afasik dan gangguan proses berpikir, termasuk tangensialitas,

sirkumstansialitas, dan perseverasi menjadi manifes.

Stadium akhir. Terdapat gangguan yang mendalam dari memori,

sering menimbulkan disorientasi dan salah identifikasi terhadap keluarga

atau pengasuh. Ingatan yang segera, yang sebelumnya dipertahankan,

sekarang mengalami gangguan. Kepribadian pasien hilang dengan

kesurigaan yang secara khas diganti oleh waham paranoid tak

tersistematisasi. Pasien seperti ini juga memperlihatkan bradikinesia,

perilaku stereotipi, dan inkontinensi tinja dan urin. Akhirnya timbul postur

terfiksasi dengan kekakuan. Bicara spontan mengalami permiskinan

dengan keluaran lisan sering terbatas pada ekolalia, palilalia dan kadang-

kadang mutisme. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas

14

Page 15: Demensia

yang dapat dilakukan secara spontan, atas perintah) agnosia (ketidak

mampuan untuk mengindentifikasikan benda atau orang yang dikenal),

dan afasia menyebabkan menyebabkan pasien demensia stadium lanjut

tidak mampu untuk mengikuti aktivitas kehidupan harian yang paling

mendasar. Kematian dari pasien demensia stadium akhir sering merupakan

akibat aspirasi pneumonia atau infeksi traktus urinarius yang menimbulkan

sepsis. Pasien seperti ini juga secara khas meninggal karena penyakit

jantung yang ada sebelumnya.

2.6 Patofisiologi

Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang

dijumpai pada penyakit demensia Alzheimer. Serabut neuron yang kusut

(masa kusut neuron yang tidak berfungsi) dan plak senile atau neuritis

(deposit pritein beta-amiloid, bagian dari suatu protein besar, protein

precusor amiloid (APP)). Kerusakan neuron tersebut terjadi secara primer

pada korteks serebri dan mengakibatkan rusaknya ukuran otak. Perubahan

serupa juga dijumpai pada tonjolan kecil jaringan otak normal lansia. Sel

utama yang terkena penyakit ini adalah menggunakan neurotransmitter

asetilkolin. Secar biokomia, produksi asetilkolion yang mempengaruhi

aktivitas menurun. Asetilkolin terutan terlibat dalam proses ingatan.

Kerusakan serebri terjadi bila pasokan darah keotak terganggu. Infark,

kematian jaringan otak, terjadi dengan kecepatan yang luar biasa. Infark

serebri kecil-kecil multiple-infark. Pada penyakit Alzeimer terjafi

penurunan yang progresif, sebaliknya progresi demensia multi-infark tidak

beraturan. Setiap infark yang kecil diikuti penyembuhan dan masa stabil

sampai terjadi infark kemudian. Biasanya pasien mempunyai riwayat

penyakit kardiovaskuler atau serebrovaskuler. Pusing, sakit kepala dan

penurunan kekuatan fisik dan mental adalah tanda-tanda awal penyakit.

Pada lebih dari setengah kasus, penyakit ini muncul sebagai kebingungan

yang mendadak. Kemudian diikuuti kehilangan ingatan yang mendadak.

Kemudian diikuti kehilangan ingatan bertahap. Pasien bisa mengalami

15

Page 16: Demensia

halusinasi dan menunjukkan tanda-tanda delirium, bisa terjadi gangguan

bicara. 

2.7 WOC

Terlampir

2.8 Komplikasi

a. Peningkatan risiko infeksi di seluruh bagian tubuh :

Ulkus Dekubitus

Infeksi saluran kencing

Pneumonia

b. Thromboemboli, infark miokardium.

c. Kejang

d. Kontraktur sendi

e. Kehilangan kemampuan untuk merawat diri

f. Malnutrisi dan dehidrasi akibat nafsu makan kurang dan kesulitan

menggunakan peralatan

g. Kehilangan kemampuan berinteraksi

h. Harapan hidup berkurang

2.9 Penatalaksanaan

Seorang penderita demensia perlu mendapat pertolongan medis

agar mendapat perawatan yang semestinya. Jangan sampai dibiarkan saja

karena dianggap wajar sebagai bagian dari proses menua.

Pengobatan demensia tergantung kepada penyebabnya, beberapa

kondisi dapat pulih namun kebanyakan tidak dapat pulih kembali seperti

sedia kala. Meskipun demikian, proses kemunduran mental ini dapat

ditunda dan dipertahankan pada kondisi optimal ketika demensia

didiagnosa dan diterapi. Pemberian terapi pada penderita demensia lebih

ditujukan pada peningkatan daya ingat dan konsentrasi untuk mengurangi

gangguan psikologi, seperti depresi, ansietas, agitasi, delusi, halusinasi,

dan insomnia. Selain itu juga, pemberian terapi dapat membantu

mempertahankan kualitas hidup penderita demensia dengan memanfaatkan

16

Page 17: Demensia

kemampuan yang masih ada seoptimal mungkin. Saat ini telah tersedia

obat-obatan maupun sarana penunjang perawatan pasien demensia seperti

klinik neurorehabilitasi kognitif, rumah perawatan lansia, Asosiasi

Alzheimer dll.

Dalam merawat pasien dengan demensia sangat penting peranan

dari perawat. Apakah ia anggota keluarga atau tenaga yang diupah, ia

harus mempunyai pengetahuan yang memadai tentang demensia dan mau

belajar terus untuk mendapatkan cara-cara efektif dalam mengasuh pasien.

Perawat perlu berdiskusi dan berkonsultasi dengan dokter yang merawat

pasien sehingga dapat dibuat suatu program pengobatan yang tepat.

Pemberian obat anti demensia pada fase demensia dini akan lebih

jelas manfaatnya dibandingkan demensia fase berat. Karenanya semakin

cepat didiagnosa adalah semakin baik hasil terapinya. Kadang-kadang

orang takut mengetahui kondisi yang sebenarnya, lalu menunda mencari

pertolongan dokter. Pemeriksaan kondisi mental dan evaluasi kognitif

yang rutin (6 bulan sekali) sangat dianjurkan bagi orang yang berusia

sekitar 60 tahun supaya dapat segera diketahui jika ada kemunduran

kognitif yang mengarah pada demensia, dan dapat segera dilakukan

intervensi guna mencegah kondisi yang lebih parah.

Penatalaksanaan demensia dilakukan melalui terapi non-

farmakologi dan terapi farmakologi ( Saya tidak membahas terapi

farmakologis dengan obat-obatan pada tulisan ini ).  Terapi non-

farmakologi yaitu terapi rehabilitasi dimana penderita dimampukan dalam

mengurus kebutuhan dasarnya dengan mengoptimalkan kemampuan yang

masih ada. Sedangkan terapi farmakologi bertujuan memperlambat

progresivitas penyakit dalam memperbaiki fungsi berpikir dan kontrol

prilaku dengan obat-obatan.

Terapi non farmakologis  dimulai dengan konsultasi  dokter saraf

yang menangani demensia untuk  menganalisa masalah yang ada,

kemudian ditentukan tujuan apa yang ingin dicapai. Hal ini bergantung

dari jenis gangguan, berat gangguan, dan proses penyakitnya .  

17

Page 18: Demensia

Tindakan rehabilitasi yang kurang bermakna, jangan dianjurkan.

Banyak kelompok yang menawarkan jasa, namun tidak dilakukan dengan

baik. Dalam hal ini peran dari keluarga sangat penting dalam membantu

memperlambat progresivitas penyakit ini.

 Tindakan-tindakan rehabilitasi disesuaikan dengan tujuan yang

ingin dicapai. Tujuan tersebut adalah :

Mengoptimalkan kemampuan yang masih ada

Berupaya mengatasi masalah prilaku

Membantu keluarga atau orang yang merawat dengan

memberikan  informasi yang tepat

Memberikan dukungan melalui lingkungan sekitarnya

2.10 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium rutin

Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis

demensia ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia

khususnya pada demensia reversible, walaupun 50% penyandang

demensia adalah demensia Alzheimer dengan hasil laboratorium

normal, pemeriksaan laboratorium rutin sebaiknya dilakukan.

Pemeriksaan laboratorium yang rutin dikerjakan antara lain:

pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium darah,

ureum, fungsi hati, hormone tiroid, kadar asam folat.

b. Imaging

Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance

Imaging)

telah menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan demensia

walaupun

hasilnya masih dipertanyakan.

c. Pemeriksaan EEG

Electroencephalogram (EEG) tidak memberikan gambaran spesifik dan

pada

18

Page 19: Demensia

sebagian besar EEG adalah normal. Pada Alzheimer stadium lanjut

dapat

memberi gambaran perlambatan difus dan kompleks periodik.

d. Pemeriksaan cairan otak

Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia

akut,

penyandang dengan imunosupresan, dijumpai rangsangan meningen

dan panas,

demensia presentasi atipikal, hidrosefalus normotensif, tes sifilis (+),

penyengatan meningeal pada CT scan.

e. Pemeriksaan genetika

Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein pengangkut lipid

polimorfik yang memiliki 3 allel yaitu epsilon 2, epsilon 3, dan epsilon

4. setiap allel mengkode bentuk APOE yang berbeda. Meningkatnya

frekuensi epsilon 4 diantara penyandang demensia Alzheimer tipe

awitan lambat atau tipe sporadik menyebabkan pemakaian genotif

APOE epsilon 4 sebagai penanda semakin meningkat.

19

Page 20: Demensia

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Contoh Kasus

Ibu Ani (75 tahun) masuk rumah sakit tanggal 15 November 2013 jam 9;00

dengan keluhan pasien beberapa minggu ini bingung sendiri dan cemas karena

sulit mengingat kejadian-kejadian yang telah lampau dan merasa kehilangan

karena tidak dapat melihat cucunya yang baru lahir, pasien memanggil nama

cucunya setiap saat, walaupun si cucu sedang berada di dekat pasien, namun

pasien tidak menyadarinya. Ibu Ani yang terpaksa tinggal bersama anaknya yang

ke-2 karena setelah kepergian suaminya 3 tahun lalu merasa kesepian, dan 3 tahun

lalu cucu dari anak beiau yang terakhir lahir dan datang pada saat pemakaman

suaminya. Namun anak yg ke-3 ini harus mengikuti suaminya bekerja diluar kota

dan sudah menjadi pegawai tetap diluar kota .

Keluarga mengatakan pasien sering terbangun pada malam hari dan panic

karena tidak mengetahui ia berada dimana, berteriak-teriak, dan sulit untuk

ditenangkan. Bahkan, ibu Ani sempat menyalakan kompor dan pergi ke keluar

rumah tanpa mematikan kompornya kembali. Setelah kejadian itu ibu Ani di

kurung dirumah oleh anaknya. Anak ibu Ani (Ana )juga mengeluhkan ibunya

yang terlalu sering bertanya dengan hal-hal yang sama, anak-anak ibu Ana

menjadi terganggu akibat neneknya yang selalu bikin bising.

Ibu Ana juga menuturkan ibunya sering mengutarakan bahasa yang sulit

dimengerti, kadang-kadang ibunya buang air kecil di tengah rumah, bahkan

suaminya enggan di rumah karena ibunya yang berperilaku seperti itu.

Berat badan pasien 40 kg, RR 24 x/menit, suhu 37,5OC , nadi 110x/menit,

tekanan darah 150/70 mmHg. Ibu Ana mengatakan ibunya sering mengalami

hipertensi sewaktu berumur 50-an. Hasil diagnose medis yaitu Dimensia

Alzheimer.

20

Page 21: Demensia

1. Pengkajian

Tanggal pengkajian : 17 November 2013

Diagnose medis : Dimensia Alzheimer

a. Identitas Pasien

Nama : Ani

Umur : 75 tahun

Jenis kelamin : perempuan

Tanggal masuk RS : 15 November 2013

Alamat : jln. Jenderal Sudirman No. 40, Kecamatan

Pauh, Padang

Suku / bangsa : Minang/ Indonesia

Agama : Islam

Status : Janda

Pekerjaan : -

Jam MRS : 9:00 WIB

Nomor register : 565789

2. Riwayat kesehatan

1. Keluhan utama

Klien masuk rumah sakit dengan keluhan beberapa minggu ini

bingung sendiri dan cemas karena sulit mengingat kejadian-kejadian

yang telah lampau dan merasa kehilangan atas cucunya yang baru

lahir karena tidak melihatnya lagi.

2. Riwayat kesehatan sekarang

Klien masuk rumah sakit tanggal 15 November 2013 jam 9:00

wib dengan keluhan susahnya mengingat sesuatu hal baru, dan susah

berbicara, dan kadang mengucapkan kata-kata yang tidak

dimengerti.

Keluarga juga mengeluhkan bahwa klien sering mengalami

tingkah laku yang aneh dan kacau serta sering keluar rumah sendiri

tanpa mengatakan pada anggota keluarga yang lain sehingga sangat

meresahkan anggota keluarga yang menjaga klien.

21

Page 22: Demensia

Pada tahap lanjut dari penyakit, keluarga sering mengeluhkan

bahwa klien menjadi tidak dapat mengatur buang air, dan tidak dapat

mengurus keperluan dasar sehari-hari, dan mengenali anggota

keluarga

3. Riwayat kesehatan dahulu

Klien beberapa tahun dulu pernah mengidap hipertensi.

4. Riwayat kesehatan dahulu

Pasien mengatakan bahwa ibunya dulu meninggal karena

terserang serangan jantung.

3. Pola fungsional Gordon

a. Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan

Anak klien mengatakan bahwa klien sering bertanya hal-hal yang sama,

mengutarakan bahasa yang sulit dimengerti. Anak klien juga mengatakan

bahwa klien mengalami keluhan ini semenjak 3 minggu yang lalu.

b. Pola Nutrisi dan Metabolisme

Klien tidak nafsu makan karena merasa kesepian.

c. Pola Eliminasi

Klien tidak mampu untuk melakukan eliminasi di tempat yang semestinya.

Klien terkadang buang air di tengah-tengah rumah.

d. Pola Aktifitas dan Latihan

a. Kemampuan perawatan diri :

b. 0 = Mandiri

c. 1 = Dengan alat bantu

d. 2 = Bantuan dari orang lain

e. 3 = Bantuan peralatan dari orang lain

f. 4 = Tergantung/ tidak mampu

Aktivitas 0 1 2 3 4

22

Page 23: Demensia

Makan V

Mandi V

Toileting V

Mobilitas di tempat ruangan V

Berpindah V

Berjalan V

Menaiki tangga V

e. Pola Istirahat dan Tidur

Klien sering terbangun pada malam hari dan tidak mengetahui ia sedang

berada dimana.

f. Pola Kognitif – persepsi

Klien tidak mengalami kekurangan pada pendengaran, penglihatan, dan

pengucapan, namun mengalami gangguan dalam mengingat.

g. Pola Persepsi diri - konsep diri

Klien merasa cemas dan bingung sendiri karena sulit mengingat kejadian

di masa lampau.

h. Pola Peran Hubungan

Klien merupakan ibu dari 3 orang anak, dan baru saja ditinggalkan oleh

suaminya sejak klien menunjukkan gejala aneh dari penyakitnya.

i. Pola Seksual

Klien tidak pernah melakukan hubungan seks lagi semenjak menderita

penyakit ini.

23

Page 24: Demensia

j. Koping – Toleransi Stres

Klien sering berteriak-teriak dan sulit untuk ditenangkan .

k. Nilai Kepercayaan

Ibu Ani jarang melaksanakan sholat 5 waktu dikarenakan kondisinya yang

dalam keadaan tidak normal seperti sedia kala.

24

Page 25: Demensia

4. Aplikasi NANDA, NOC, NIC

No NANDA NOC NIC

1. Perubahan Pola Pikir

b.d sel syaraf pada otak

mati sehingga

membuat signal dari

otak tidak dapat di

transmisikan

sebagaimana mestinya

DO :

Pasien terlihat

kebingungan

Pasien sering

bertingkah yang

aneh

DS :

Pasien bingung

sedang berada

dimana

Merasa kehilangan

Indikator :kesadaran

Komunikasi lancar untuk semua orang

Komunikasi tepat untuk semua orang

Maksud stuasi yang komprehensif

Konsentrasi

Perhatian

Orientasi kognitif

Memori dahulu

Proses informasi

Pertimbangan alternative ketika

membuat keputusan

Kemampuan perhitungan yang

kompleks

Restruktur kesadaran :

Menolong pasien mnerima fakta bahwa perkiraan diri

sebagai penengah dalam membangun emosi

Menolong pasien mengerti ketidakmampuan untuk

mencapai kebiasaan yang diinginkan

Bantu pasien merubah perkiraan diri yang tidak logis

ke yang logis

Bantu pasien mengungkapkan perasaan sakit ( ex :

marah, cemas, pengharapan )

Bantu pasien mengidentifikasi yang membuat dia

stress ( ex : orang, kejadian, interaksi antar orang )

Bantu pasien mengubah persepsi yang salah dengan

persepsi yang lebih baik

Buat pernyataan / pertanyaan yang mengubah persepsi

pasien

Buat pernyataan yang mengubah jalan alternative

dalam melihat stuasi

25

Page 26: Demensia

dengan cucu Perangsangan kesadaran :

Berkonsutasi dengan keluarga untuk menetapkan

kesadaran dasar pasien sebelum jedera

Menghadirkan perubahan secara perlahan-lahan

Menstimulasi memori dengan mengulang pemikiran

pasien yang baru saja diungkapkan

Orientasikan tempat, waktu, dan orang sekitar

Berbicara dengan pasien

Mengembangkan rangsangan sensori

Gunakan tv, radio, atau music sebagai bagia dari

program perangsangan memori

Izinkan untuk jangka istirahat

Berikan informasi kecil yang konkret

Minta pasien mengulang informasi

Gunakan terapi perabaan

Kembangkan instruksi lisan dan tulisan

26

Page 27: Demensia

2. Gangguan komunikasi

verbal b.d gangguan

membentuk kata-kata

DO :

Pasien sering

mengatakan hal

yang tidak jelas

DS : pasien

Indicator : komunikasi

Menggunakan bahas tulis

Menggunakan bahasa lisan

Menggunakan gambar

Menggunakan bahasa isyarat

Menggunakan bahasa non-verbal

Meenjawab pertanyaan

Persepsi yang akurat tentang perintah

yang diterima

Perbaikan komunikasi :

Mengumpulkan keluarga dalam memahami

pembicaraan pasien dengan tepat

Use kata sederhana dan kalimat pendek yang tepat

Menahan diri untuk berteriak-teriak dengan pasien yang

gangguan komunikasi

Berdiri di depan pasien saat dia berbicara

Dengarkan pasien dengan seksama

Gunakan gerak tangan dengan tepat

Ytampilkan bahasa lisan yang perspektif selama

berinteraksi dengan pasien

Dorong pasien untuk mengulang kata-kata

3. Resiko cedera b.d

tingkah laku tidak

teratur

DS :

Keluarga mengatakan

pasien menghidupkan

kompor kemudian pergi

dari rumah

Indikator :

Pengetahuan keamanan pribadi

Status neurologis

Kontrol resiko

Perilaku keamanan : pencegahan

jatuh

Perilaku keamanan : lingkungan

fisik rumah

Pengetahuan keamanan pribadi

Status neurologis

Kontrol resiko

Perilaku keamanan : pencegahan jatuh

Perilaku keamanan : lingkungan fisik rumah

Perilaku keamanan : pribadi

Status keamanan : kejadian jatuh

27

Page 28: Demensia

DO :

Pasien terlihat

kebingungan

Perilaku keamanan : pribadi

Status keamanan : kejadian jatuh

Status keamanan : cedera fisik

Kontrol gejala

Status keamanan : cedera fisik

Kontrol gejala

4. Gangguan personal diri

b.d perasaan sendiri dan

merasa kehilangan

DS :

Pasien dikurung di

rumah oleh anaknya

DO :

Pasien buang air kecil

di tengah rumah

Indicator : identitas diri

Kelancaran kemampuan verbal dari diri

Pembedaan diri dalam lingkungan

Pembedan bentuk diri dari yang lain

Menunjukkan kemampuan social

Menukar keyakinan salah tentang diri

Kepercayaan kemampuan verbal diri

Kontrol diri :

Mengenali halusinasi atau delusi yang

terjadi

Menahan diri dari halusinasi dan

delusi

Bertanya tetang realita yang

sebenarnya

Orientasi kenyataan :

Ingatkan psien nama ketika awal berinteraksi

Dekatkan pasien ketika berinteraksi dengan lambat dan

di depan pasien

Berbicara dengan jelas dengan langkah, volume yang

tepat

Hindari pasien frustasi dengan perintah yang banyak

Ulangi perassaan pasien terakhir dengan tepat

Beri petunjuk sederhana sewaktu-waktu

Gunakan isyarat atau gambar yang mendorong

komunikasi verbal

Mencegah stuasi yang tidak biasa jika memungkinkan

Memuji pasien jika mengungkapkan perasaan sesuai

dengan yang dibutuhkan

Kembangkan perhatian keluarga kepada pasien

28

Page 29: Demensia

Berinteraksi dengan yang lain degan

tepat

Memahami lingkungan yang

sebenarnya

Dorong keluarga berpartisipasi berdasarkan

kemampuan, kebutuhan pasien

Kembangkan akses dengan keluarga jika

memungkinkan

29

Page 30: Demensia

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Demensia adalah hilangnya fungsi intelektual seperti daya ingat, pembelajaran, penalaran, pemecahan masalah, dan pemikiran abstrak,

sedangkan fungsi vegetatif (diluar kemauan) masih tetap utuh.

Demensia merupakan suatu deficit yang didapat dalam fungsi intelektual, termasuk gangguan bahasa, kognisi (perhitungan,

pertimbangan, dan abstraksi), kepribadian (termasuk alam perasaan dan perilaku ), keterampilan visuospasial dan ingatan. Awitan dapat

mendadak tetapi lebih sering berangsur-angsur, perjalanan waktunya berlarut-larut (secara karakteristik diukur dalam bulan atau tahun), dan

hasilnya adalah sementara atau menetap.

Demensia dapat diklasifikasikan demensia berhubungan dengan beberapa jenis penyakit, yaitu penyakit yang berhubungan dengan

sindrom medik, penyakit yang berhubungan dengan sindrom neurologik, penyakit dengan demensia sebagai satu-satunya tanda atau tanda yang

mencolok.

30

Page 31: Demensia

Demensia mempunyai banyak penyebab, tetapi tipe Alzheimer dan demensia vaskuler sama-sama berjumlah 75 % dari semua kasus.

Penyebab demensia lainnya yang disebut dalam DSM-IV adalah penyakit Pick, penyakit Creutzfeldt-Jakob, penyakit parkinson, HIV dan trauma

kepala.

4.2 Saran

Diharapkan setelah membaca makalah ini hendaknya perawat maupun mahasiswa keperawatan dapat memahami tentang demensia pada

usia lanjut dengan mengenali gejala-gejala maupun etiologinya sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan yang benar dan tepat nantinya.

31