Demensia
-
Upload
khairani-latifa -
Category
Documents
-
view
47 -
download
2
Transcript of Demensia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan, dan teknologi,
sekarang ini juga banyak sekali masalah-masalah kesehatan yang bermunculan di
masyarakat. Dari hari ke hari semakin banyak muncul berbagai macam penyakit
infeksi ataupun penyakit lainnya, salah satunya adalah penyakit demensia yang
terjadi pada orang yang telah berusia lanjut.
Demensia adalah sindrom karena penyakit otak, bersifat kronis atau
progresif dimana terdapat banyak gangguan fungsi kortikal yang lebih tinggi,
termasuk memori, berpikir, orientasi, pemahaman, perhitungan, belajar,
kemampuan, bahasa, dan penilaian kesadaran tidak terganggu. Gangguan fungsi
kognitif yang biasanya disertai, kadang-kadang didahului oleh kemerosotan dalam
pengendalian emosi, perilaku sosial, atau motivasi.
Gejala awal gangguan ini adalah lupa akan peristiwa yang baru saja
terjadi, tetapi bisa juga bermula sebagai depresi, ketakutan, kecemasan, penurunan
emosi atau perubahan kepribadian lainnya. Terjadi perubahan ringan dalam pola
berbicara, penderita menggunakan kata-kata yang lebih sederhana, menggunakan
kata-kata yang tidak tepat atau tidak mampu menemukan kata-kata yang tepat.
Pada akhirnya penderita tidak dapat menjalankan fungsi sosialnya.
Berdasarkan sejumlah hasil penelitian diperoleh data bahwa dimensia
seringkali terjadi pada usia lanjut yang telah berumur kurang lebih 60 tahun.
Dimensia tersebut dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu: 1) Dimensia Senilis (60
tahun), 2) Demensia Pra Senilis (60 tahun). Sekitar 56,8% lansia mengalami
demensia dalam bentuk Demensia Alzheimer (4% dialami lansia yang telah
berusia 75 tahun, 16% pada usia 85 tahun, dan 32% pada usia 90 tahun). Sampai
saat ini diperkirakan +/- 30 juta penduduk dunia mengalami Demensia dengan
berbagai sebab (Oelly Mardi Santoso, 2002).
Mengingat bahwa masalah demensia merupakan masalah masa depan
yang mau tidak mau akan dihadapi orang Indonesia dan memerlukan pendekatan
1
holistik karena umumnya lanjut usia (lansia) mengalami gangguan berbagai
fungsi organ dan mental, maka masalah demensia sangat menarik untuk dikaji
serta perlu diketahui bagaimana asuhan keperawatannya.
1.2 Rumusan masalah
1.2.1 Apakah definisi demensia?
1.2.2 Bagaimanakah anatomi fisiologinya?
1.2.3 Apa sajakah klasifikasi demensia?
1.2.4 Apakah etiologi demensia?
1.2.5 Apakah manifestasi klinis demensia?
1.2.6 Bagaimanakah patofisiologi demensia?
1.2.7 Bagaimanakah woc (web of cause) demensia?
1.2.8 Apa sajakah komplikasi demensia?
1.2.9 Bagaimanakah penatalaksanaan demensia?
1.2.10 Apa sajakah pemeriksaan penunjang untuk demensia?
1.2.11 Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien demensia?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Mengetahui definisi demensia
1.3.2 Mengetahui anatomi fisiologinya
1.3.3 Mengetahui klasifikasi demensia
1.3.4 Mengetahui etiologi demensia
1.3.5 Mengetahui manifestasi klinis demensia
1.3.6 Mengetahui dan memahami patofisiologi demensia
1.3.7 Memahami woc (web of cause) demensia
1.3.8 Mengetahui komplikasi demensia
1.3.9 Mengetahui dan memahami penatalaksanaan demensia
1.3.10 Mengetahui pemeriksaan penunjang untuk demensia
1.3.11 Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada pasien demensia
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Demensia
Ada sejumlah definisi tentang demensia, tetapi semuanya harus
mengandung tiga hal pokok, yaitu gangguan kognitif, gangguan tadi harus
melibatkan berbagai aspek fungsi kognitif dan bukannya sekedar
penjelasan defisit neuropsikologik, dan pada penderita tidak terdapat
gangguan kesadaran, demikian pula derilium yang merupakan gambaran
yang menonjol.
Definisi lain mengenai demensia adalah hilangnya fungsi
intelektual seperti daya ingat, pembelajaran, penalaran, pemecahan
masalah, dan pemikiran abstrak, sedangkan fungsi vegetatif (diluar
kemauan) masih tetap utuh.
Demensia merupakan suatu deficit yang didapat dalam fungsi
intelektual, termasuk gangguan bahasa, kognisi (perhitungan,
pertimbangan, dan abstraksi), kepribadian (termasuk alam perasaan dan
perilaku ), keterampilan visuospasial dan ingatan. Awitan dapat mendadak
tetapi lebih sering berangsur-angsur, perjalanan waktunya berlarut-larut
(secara karakteristik diukur dalam bulan atau tahun), dan hasilnya adalah
sementara atau menetap.
Demensia adalah sindroma klinis yang meliputi hilangnya fungsi
intelektual dan memori yang sedemikian berat sehingga menyebabkan
disfungsi hidup sehari - hari. Demensia merupakan keadaan ketika
seseorang mengalami penurunan daya ingat dan daya pikir lain yang
secara nyata mengganggu aktivitas kehidupan sehari- hari (Nugroho,
2008). Sementara itu menurut umbantobing (1995) demensia adalah
himpunan gejala penurunan fungsi intelektual, umumnya ditandai
terganggunya minimal empat fungsi yakni bahasa, memori, visuospasial,
dan emosional.
3
2.2 Anatomi dan Fisiologi
Susunan saraf pusat
Prinsip kegiatan sistem saraf ditampilkan dalam bentuk kegiatan
refleks. Dengan adanya kegiatan refleks dimungkinkan terjadinya kerja
yang baik dan tepat antara berbagai organ dari individu dan hubungan
individu dengan sekelilingnya. Refleks merupakan reaksi organisme
terhadap perubahan lingkungan baik di dalam maupun di luar organisme.
Tubuh manusia mempunyai berbagai jenis refleks mulai dari yang
sederhana sampai dengan yang rumit. Refleks ini dapat melibatkan 1 buah
sinaps atau lebih, serta melibatkan neuron pada satu bagian saraf pusat
(monosinaps) atau melibatkan lebih dari satu bagian saraf pusat
(polisinaps).
1. Otak
Suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat
komputer dari semua alat tubuh. Jaringan otak dibungkus oleh selaput
otak dan tulang tengkorak yang kuat yaitu terletak dalam kavum
kranii. Berat otak orang dewasa kira-kira 1.400 gram. Jaringan otak
dibungkus oleh tiga selaput otak (meninges) yang dilindungi oleh
tulang tengkorak dan mengapung dalam suatu cairan yang berfungsi
menunjang otak yang lembek dan halus sebagai penyerap goncangan
akibat pukulan dari luar terhadap kepala.
Otak terdiri atas otak besar atau serebrum (cerebrum), otak kecil
atau serebelum (cerebellum) dan batang otak.
Otak Besar (Serebrum)
Mempunyai dua belahan yaitu hemisfer kiri dan hemisfer kanan
yang dihubungi oleh massa substansi alba (subtantia alba) yang disebut
korpus kalosum (corpus callosum). Tiap-tiap hemisfer meluas dari os
frontal sampai ke os oksipital. Di atas fossa kranii anterior, media dan
posterior hemisfer dipisahkan oleh celah yang besar disebut fisura
longitudinalis serebri.
4
Serebrum (telencepalon) terdiri atas : korteks serebri, basal ganglia
(korpora striate) dan sistem limbik ( rhinencephalon)
Korteks Serebri
Lapisan permukaanhemisfer disusun oleh substansi grisea
(subtantia grisea). Korteks serebri yang berlipat-lipat disebut
girus, sedangkan celah di anatara dua lekuk disebut sulkus
(fisura). Beberapa daerah tertentu dari korteks serebri telah
diketahui memiliki fungsi spesifik. Pada tahun 1909,
Brodmann seorang neuropsikiater bangsa Jerman membagi
korteks serebri menjadi 47 area berdasarkan struktur selular.
Telah dilakukan banyak usaha untuk menjelaskan berbagai
makna fungsional tertentu dari area-area tersebut. Peta
Brodmann merupakan petunjuk umum yang sangat berguna
bagi pembahasan korteks. Hemisfer otak dibagi dalam
beberapa lobus atau daerah sesuai dengan kranium.
Lapisan korteks terdiri atas bagian-bagian berikut ini.
1. Lamina molekularis : mengandung sedikit sel, berjalan
secara horizontal dengan pencabangan akhir dendrit dari
lapisan lebih dalam yang terdapat pada permukaan korteks.
2. Lamina granularis eksterna : lapisan yang mengandung sel
neuron berbentuk segitiga yang jumlahnya memadati
lapisan ini.
3. Lamina paramidalis : lapisan ini mengandung sel berbentuk
piramid, dianatara sel piramid terdapat sel-sel granular
dengan akson yang berjalan naik ke arah lapisan superfisial.
4. Lamina granularis interna : terdiri atas sel neuron berbentuk
bintang berukuran kecil dengan akson pendek yang
mencapai lapisan superfisial.
5. Lamian ganglionaris : sel neuron granular sel neuron yang
naik mencapai lamina molekularis akson dari sel ini
memasuki substansi alba.
5
6. Lamina multiformis : sel-selnya berbentuk kumparan
dengan sumbu panjang tegak lurus terhadap permukaan
korteks. Aksonnya mencapai substansi alba sebagai serat
proyeksi aferen dan asosiasi.
Bagian-bagian dari korteks menurut Brodmann.
1. Lobus frontalis
Area 4 : area motorik primer. Sebagaian besar girus
presentralis dan bagian anterior lobus parasentralis.
Area 6 : bagian sirkuit traktus piramidalisn(area
premotorik) berfungsi mengatur gerakan motorik
dan premotorik.
Area 8 : gerak mata dan perubahan pupil.
Area 9,10,11 dan 12 : area asosiasi frontalis.
Terletak didepan serebrum, bagian belakang dibatasi
oleh sulkus sentralis Rolandi, bagian lateral berbagi
dalam girus frontalis superior, girus frontalis media dan
girus frontalis inferior. Pada bagian basal lobus frontalis
terdapat girus orbitalis sebelah lateral dan girus rektus
sebelah medial.
2. Lobus Parientalis
Area 3, 1, dan 2 : area sensorik primer (area post
sentral). Meliputi girus sentralis dan meluas ke arah
anterior sampai mencapai dasar sulkus sentralis.
Area 5 dan 7 : area asosiasi somatosensorik.
Meliputi sebagian permukaan medial hemisfer
serebri.
Permukaan bagian atas dan lateral terdiri atas girus
parietal posterior, girus parietal superior girus supra
marginalis, girus angularis dan bagian medial lobus
parasentralis.
6
3. Lobus Oksipitalis
Area 17 : korteks visual primer. Permukaan medial
lobus oksipitalis sepanjang bibir superior dan
inferior sulkus kalkanius.
Area 18 dan 19 : area asosiasi visual. Sejajar dengan
area 17 meluas sampai meliputi permukaan lateral
lobus oksipitalis.
Bagian lateral terdiri atas girus oksipitalis lateral bagian
medial dan girus lingualis bagian basal, di antara kuneus
(cuneus) dan girus linugalis terdapat fisura kalkarina (fisura
kalkalina)
4. Lobus Temporalis
Area 41: korteks auditorik primer. Meliputi girus
temporalis superior meluas sampai permukaan
lateral girus temporalis.
Area 42 : area asosiasi auditorik. Area korteks
sedikit meluas sampai permukaan girus temporalis
superior.
Area 38, 40, 20, 21 dan 22 : area asosiasi.
Permukaan lateral dibagi menjadi girus temporalis superior,
girus temporalis media, dan girus temporalis inferior. Pada
bagian basal terdapat girus fusiformis.
5. Area borca (area bicara motorik) : terletak di sulkus
lateralis berfungsi mengatur gerakan berbicara.
6. Area visualis : terdapat pada lobus posterior dan aspek
medial hemisfer serebri di daerah sulkus kalkaneus yang
merupakan daerah penerima visual. Gangguan dalam
ingatan untuk peristiwa yang belum lama.
7. Insula of reil : bagian serebrum yang membentuk dasar
fisura silvii yang terdapat di antara lobus frontalis, lobus
7
parietalis dan lobus oksipitalis. Bagian otak ini ditutupi
oleh girus temporalis dan girus frontalis inferior.
8. Girus singuli : bagian medial hemisfer, terletak di atas
korpus kolosum.
Basal ganglia
Terdiri latas bebrapa kumpulan substansia grisea padat
yang terbentuk dalam hubungan yang erat dengan dasar
ventrikulus lateralis.ganglia basalis merupakan nuklei
subkortikalis yang berasal dari telensefalon. Pada otak
manusia, ganglia basalis terdiri atas bebrapa elemen saraf
sebagai berikut.
1. Nukleus kaudatus dan putamen.
2. Globus pallidus.
3. Korpus amigdaloideum.
Sistem Limbik ( Rhinencephalon)
Merupakan bagian otak yang terdiri atas jaringan
allokorteks yang melingkar di sekeliling hilus hemisfer serebri
serta berbagai struktur lain yang lebih dalam
2.3 Klasifikasi
Demensia berhubungan dengan beberapa jenis penyakit.
a. Penyakit yang berhubungan dengan sindrom medik : hal ini
meliputi hipotiroidisme, penyakit Cushing, defisiensi nutrisi,
kompleks demensia AIDS dan sebagainya.
b. Penyakit yang berhubungan dengan sindrom neurologi :
kelompok ini meliputi korea Huntington, penyakit Schilder dan
proses demielinasi lainnya : penyakit Creutzfeldt-Jakob, tumor
otak, infeksi otak dan meningeal dan sejenisnya.
c. Penyakit dengan demensia sebagai satu-satunya tanda atau
tanda yang mencolok : penyakit Alzheimer dan penyakit Pick
termasuk dalam kategori ini.
8
2.4 Etiologi
Demensia mempunyai banyak penyebab, tetapi tipe Alzheimer dan
demensia vaskuler sama-sama berjumlah 75 % dari semua kasus.
Penyebab demensia lainnya yang disebut dalam DSM-IV adalah penyakit
Pick, penyakit Creutzfeldt-Jakob, penyakit parkinson, HIV dan trauma
kepala.
a. Demensia tipe Alzheimer
Alois Alzheimer pertama kali menggambarkan suatu kondisi yang
selanjutnya diberi nama dengan namanya dalam tahun 1907, saat ia
menggambarkan seorang wanita berusia 51 tahun dengan perjalanan
demensia progresif selama empat setengah tahun. Diagnosis akhir
penyakit alzheimer didasarkan pada pemeriksaan neuropati otak ;
namun demikian, demensia tipe Alzheimer biasanya didiagnosis dalam
lingkungan klinis setelah penyebab demensia lainnya telah
disingkirkan dari pertimbangan diagnostik.
Penyakit Alzheimer adalah suatu jenis demensia umum yang tidak
diketahui penyebabnya. Penelitian otopsi mengungkapkan bahwa lebih
dari setengah penderita yang meninggal karena Alzheimer senil
mengalami penyakit jenis Alzheimer ini. Pada kebanyakan penderita,
berat kasar otak pada saat otopsi jauh lebih rendah dan ventrikel dan
sulkus jauh lebih besar dibandingkan yang normal untuk seukuran usia
tersebut. Demielinasi dan peningkatan kandungan air pada jaringan
otak ditemukan berdekatan dengan ventrikel lateral dan dalam
beberapa daerah lain di bagian dalam hemisfer serebrum pada
penderita manula, khususnya mereka yang menderita penyakit
Alzheimer.
Pada penderita dengan demensia senil jenis alzheimer terdapat
peningkatan dramatis (dibandingkan dengan penderita manula normal)
dalam jumlah kekusutan neurofibril , plak neuritik dan juga penurunan
60-90 persen dalam kadar kolin asetiltransferase (enzim yang
menghasilkan sintesis asetilkolin) di korteks.
9
Neuropatologi. Observasi makroskopis neuro-anatomik klasik
pada otak dari seorang pasien dengan penyakit Alzheimer adalah atrofi
difus dengan pendataran sulkus kortikal dan pembesaran ventrikel
serebral. Temuan mikroskopis klasik dan patogomonik adalah bercak-
bercak senilis, kekusutan neurofibriler, hilangnya neuronal
(kemungkinan sebanyak 50% di korteks), dan degenerasi
granulovaskuler pada neuron. Kekusutan neurofibriler bercampur
dengan elemen sitoskeletal, terutama protein berfosforilasi, walaupun
protein sitoskeletal lainnya juga ditemukan. Kekusutan neurofibriler
adalah tidak unik pada penyakit Alzheimer, karena keadaan tersebut
juga ditemukan pada sindroma Down, demensia pugilistic, kompleks
demensia parkinson dari Guam, penyakit Hallervorden-Spatz, dan otak
orang lanjut usia yang normal. Kekacauan neurofibriler biasanya
ditemukan di korteks, hipokampus, substansia nigra, dan lokus
sereleus.
Plak senilis juga dikenal sebagai plak amiloid, adalah jauh lebih
indikatif untuk penyakit Alzheimer, walaupun keadaan tersebut juga
ditemukan pada sindroma Down dan sampai derajat tertentu pada
penuan normal.
Protein prekursor amiloid. Gen untuk protein prekursor amiloid adalah
pada lengan panjang kromosom 21. Melalui proses penyambungan
diferensial, sesungguhnya terdapat empat bentuk protein prekursor
amiloid. Protein beta/A4 yang merupakan kandungan utama dari plak
senilis, adalah suatu peptida dengan 42 asam amino yang merupakan
produk penghancuran protein prekursor amiloid. Pada sindroma Down
terdapat tiga cetekan protein prekursor amiloid, dan pada penyakit
dimana terjadi mutasi pada kodon 717 dalam gen protein prekursor
amiloid, suatu proses patologis menghasilkan deposisi protein beta/A4
yang berlebihan. Pertanyaan apakah proses pada protein prekursor
amiloid yang abnormal adalah penyebab utama yang penting pada
penyakit Alzheimer masih belum terjawab. Tetapi, banyak kelompok
peneliti secara aktif mempelajari proses metabolik normal dari protein
10
prekursor amiloid dan prosesnya pada pasien dengan demensia tipe
Alzheimer dalam usaha untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Kelainan neurotransmiter. Neurotransmiter yang paling berperan
dalam patofisiologis adalah asetilkolin dan norepinefrin, keduanya
dihipotesiskan menjadi hipoaktif pada penyakit Alzheimer. Beberapa
penelitian telah melaporkan data yang konsisten dengan hipotesis
bahwa suatu degenerasispesifik pada neuron kolinergik ditemukan
pada nukleus basalis Meynerti pada pasien dengan penyakit Alzheimer
adalah penurunan konsentrasi asetilkolin dan kolin asetilkolin, dan
penurunan konsentrasi kolin asetiltransferase adalah enzim kunci untuk
sintesis asetilkolin, dan penurunan konsentrasi kolin asetiltransferase
menyatakan penurunan jumlah neuron kolinergik yang ada. Dukungan
tambahan untuk hipotesis defisit kolinergik berasal dari observasi
bahwa antagonis kolinergik, seperti skopolamin dan antropin
mengganggu kemampuan kognitif, sedangkan agonis kolinergik,
seperti physostigmin dan arecolin, telah dilaporkan meningkat
kemampuan kognitif. Penuaian aktivitas norepinefrin pada penyakit
Alzheimer diperkirakan dari penurunan neuron yang mengandung
norepinefrin didalam lokus sareleus yang telah ditemukan pada
beberapa pemeriksaan patologis otak dari pasien dengan penyakit
Alzheimer adaalh dua peptida neuroaktif, somatostatin dan
kortikotropin, keduanya telah dilaporkan menurun pada penyakit
Alzheimer.
Penyebab potensial lainnya. Teori kausatif lainnya telah diajukan
untuk menjelaskan perkembangan penyakit Alzheimer. Satu teori
adalah bahwa kelainan dalam pengaturan metabolisme fosfolipid
membran menyebabkan membran yang kekurangan cairan yaitu lebih
kaku dibandingkan normal. Beberapa peneliti telah menggunakan
pencitraan spektroskopik resonansi mokular untuk memriksa hipotesis
tersebut pada pasien dengan demensia kausatif, karena kadar
aluminium yang tinggi telah ditemukan dalam otak beberapa pasien
dengan penyakit Alzheimer.
11
Suatu gen (E4) telah dihubungkan dalam etiologi penyakit
Alzheimer. Orang dengan satu salinan gen menderita penyakit
Alzheimer tiga kali lebih sering daripada orang tanpa gen E4. Orang
dengan dua gen E4 mempunyai kemungkinan menderita penyakit
delapan kali lebih sering daripada orang tanpa gen E4.
Demensia vaskular
Penyebab utama dari demensia vaskular danggap adalah penyakit
serebral yang multipel, yang menyebabkan suatu pola gejala demensia.
Demensia vaskular lebih sering menyerang laki-laki, khususnya pada
mereka dengan hipertensi yang telah ada sebelumnya atau faktor resiko
kardiovaskuler lainnya. Gangguan terutama mengenai pembuluh darah
serebral berukuran kecil dan sedang, yang mengalami infark
menghasilkan lesi parenkim multipel yang menyebar pada daerah otak
yang luas. Penyebab infark mungkin termasuk oklusi pembuluh darah
oleh plak arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat asal yang
jauh. Suatu pemeriksaan pasien dapat menemukan bruit karotis,
kelainan funduskopi, atau pembesaran kamar jantung.
Penyakit Pick
Berbeda dengan distribusi patologi parietal-temporal pada penyakit
Alzheimer, penyakit Pick ditandai oleh atrofi yang lebih banyak dalam
daerah frontotemporal. Daerah tersebut juga mengalami kehilangan
neuronal. Gliosis dan adanya Pick neuronal yang merupakan massa
elemen sitoskeletal. Badan Pick ditemukan pada beberapa spesimen
postmortem tetapi tidak diperlukan untuk diagnosis. Penyebab
penyakit Picktidak diketahui. Penyakit Pick sulit dibedakan dari
demensia tipe Alzheimer.
Penyakit Creutzfeldt-Jakob
Penyakit Creutzfeldt-Jakob adalah penyakit degeneratif otak yang
jarang terjadi, disebabkan oleh agen yang progresif secara lambat dan
dapat ditransmisikan. Bukti menunjukkan bahwa pada manusia
12
penyakit Creutzfeldt-Jakob dapat ditransmisikan secara iatrogenik,
melalui transplantasi komea atau instrumen bedah yang terinfeksi.
Tetapi, sebagian besar penyakit, tampaknya sporadik, mengenai
individual dalam usia 50-an. Terdapat bukti bahwa inkubasi mungkin
relatif singkat (satu atau dua tahun) atau relatif lama (delapan sampai
16 tahun).
Penyakit perkinson
Parkinsonisme adalah suatu penyakit pada ganglia basalis yang sering
disertai dengan demensia dan depresi. Diperkirakan 20 sampai 30
persen pasien dengan penyakit parkinson menderita demensia.
Demensia yang berhubungan dengan HIV
Infeksi dengan HIV seringkali menyebabkan demensia dan gejala
psikiatrik lainnya. Pasien yang terinfeksi HIV mengalami demensia
dengan angka tahunan kira-kira 14 persen. Diperkirakan 75 persen
pasien dengan AIDS mempunyai keterlibatan sistem saraf pusat saat
otopsi. Perkembangan demensia pada pasien yang terinfeksi HIV
seringkali disertai oleh tampaknya kelainan parenkimal pada
pemeriksaan MRI.
Demensia yang berhubungan dengan Trauma Kepala
Demensia dapat merupakan suatu dampak dari trauma kepala,
demikian juga berbagai sindroma neuropsikiatrik.
2.5 Manifestasi Klinis
Demensia berbeda dengan gangguan afasik atau gangguan kognitif
lainnya, seperti amnesia, dan melalui keterlibatan dari beberapa daerah
fungsi mental. Selanjutnya, secara khas demensia progresif melalui
stadium klinis peningkatan beratnya penyakit.
13
Stadium dini. Gambaran dapat sangat bervariasi. Pasien dapat
memperlihatkan perhatian yang agak kurang terhadap penampilan fisik
atau sikap social. Mereka dapat memperlihatkan sifat pelupa yang samar
atau keasyikan terhadap stress rutin dengan reaksi yang tampaknya tak
khas. Di samping itu, tugas rutin menjadi lebih sukar, dan pasien lebih
mengandalkan jadwal dan daftar untuk mengikuti aktivitas kehidupannya.
Beberapa pasien dapat memperlihatkan perubahan kepribadian yang
dilaporkan secara kabur, seperti suatu penurunan kepribadian terhadap
orang lain, atau kecurigaan yang tak khas.
Stadium menengah. Lazimnya pada stadium inilah pasien,
keluarganya dan dokternya sadar akan kerusakan kognitif nyata yang
melibatkan beberapa bidang. Gangguan memori secara khusus mencolok.
Ingatan jangka pendek atau baru paling jelas terganggu, dengan defisit
seperti ini menimbulkan kesukaran orientasi. Dapat juga dampak defisit
ingatan jangka panjang, biasanya terbukti dengan hilangnya perincian
ketika mengingat kembali peristiwa di masa lalu. Korban dalam stadium
pertengahan atau kedua dari demensia memperlihatkan gangguan dalam
perhitungan, kemampuan dalam abstraksi, dan pertimbangan. Selanjutnya,
sumber pengetahuan informasi menjadi semakin berkurang. Kesukaran
afasik dan gangguan proses berpikir, termasuk tangensialitas,
sirkumstansialitas, dan perseverasi menjadi manifes.
Stadium akhir. Terdapat gangguan yang mendalam dari memori,
sering menimbulkan disorientasi dan salah identifikasi terhadap keluarga
atau pengasuh. Ingatan yang segera, yang sebelumnya dipertahankan,
sekarang mengalami gangguan. Kepribadian pasien hilang dengan
kesurigaan yang secara khas diganti oleh waham paranoid tak
tersistematisasi. Pasien seperti ini juga memperlihatkan bradikinesia,
perilaku stereotipi, dan inkontinensi tinja dan urin. Akhirnya timbul postur
terfiksasi dengan kekakuan. Bicara spontan mengalami permiskinan
dengan keluaran lisan sering terbatas pada ekolalia, palilalia dan kadang-
kadang mutisme. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
14
yang dapat dilakukan secara spontan, atas perintah) agnosia (ketidak
mampuan untuk mengindentifikasikan benda atau orang yang dikenal),
dan afasia menyebabkan menyebabkan pasien demensia stadium lanjut
tidak mampu untuk mengikuti aktivitas kehidupan harian yang paling
mendasar. Kematian dari pasien demensia stadium akhir sering merupakan
akibat aspirasi pneumonia atau infeksi traktus urinarius yang menimbulkan
sepsis. Pasien seperti ini juga secara khas meninggal karena penyakit
jantung yang ada sebelumnya.
2.6 Patofisiologi
Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang
dijumpai pada penyakit demensia Alzheimer. Serabut neuron yang kusut
(masa kusut neuron yang tidak berfungsi) dan plak senile atau neuritis
(deposit pritein beta-amiloid, bagian dari suatu protein besar, protein
precusor amiloid (APP)). Kerusakan neuron tersebut terjadi secara primer
pada korteks serebri dan mengakibatkan rusaknya ukuran otak. Perubahan
serupa juga dijumpai pada tonjolan kecil jaringan otak normal lansia. Sel
utama yang terkena penyakit ini adalah menggunakan neurotransmitter
asetilkolin. Secar biokomia, produksi asetilkolion yang mempengaruhi
aktivitas menurun. Asetilkolin terutan terlibat dalam proses ingatan.
Kerusakan serebri terjadi bila pasokan darah keotak terganggu. Infark,
kematian jaringan otak, terjadi dengan kecepatan yang luar biasa. Infark
serebri kecil-kecil multiple-infark. Pada penyakit Alzeimer terjafi
penurunan yang progresif, sebaliknya progresi demensia multi-infark tidak
beraturan. Setiap infark yang kecil diikuti penyembuhan dan masa stabil
sampai terjadi infark kemudian. Biasanya pasien mempunyai riwayat
penyakit kardiovaskuler atau serebrovaskuler. Pusing, sakit kepala dan
penurunan kekuatan fisik dan mental adalah tanda-tanda awal penyakit.
Pada lebih dari setengah kasus, penyakit ini muncul sebagai kebingungan
yang mendadak. Kemudian diikuuti kehilangan ingatan yang mendadak.
Kemudian diikuti kehilangan ingatan bertahap. Pasien bisa mengalami
15
halusinasi dan menunjukkan tanda-tanda delirium, bisa terjadi gangguan
bicara.
2.7 WOC
Terlampir
2.8 Komplikasi
a. Peningkatan risiko infeksi di seluruh bagian tubuh :
Ulkus Dekubitus
Infeksi saluran kencing
Pneumonia
b. Thromboemboli, infark miokardium.
c. Kejang
d. Kontraktur sendi
e. Kehilangan kemampuan untuk merawat diri
f. Malnutrisi dan dehidrasi akibat nafsu makan kurang dan kesulitan
menggunakan peralatan
g. Kehilangan kemampuan berinteraksi
h. Harapan hidup berkurang
2.9 Penatalaksanaan
Seorang penderita demensia perlu mendapat pertolongan medis
agar mendapat perawatan yang semestinya. Jangan sampai dibiarkan saja
karena dianggap wajar sebagai bagian dari proses menua.
Pengobatan demensia tergantung kepada penyebabnya, beberapa
kondisi dapat pulih namun kebanyakan tidak dapat pulih kembali seperti
sedia kala. Meskipun demikian, proses kemunduran mental ini dapat
ditunda dan dipertahankan pada kondisi optimal ketika demensia
didiagnosa dan diterapi. Pemberian terapi pada penderita demensia lebih
ditujukan pada peningkatan daya ingat dan konsentrasi untuk mengurangi
gangguan psikologi, seperti depresi, ansietas, agitasi, delusi, halusinasi,
dan insomnia. Selain itu juga, pemberian terapi dapat membantu
mempertahankan kualitas hidup penderita demensia dengan memanfaatkan
16
kemampuan yang masih ada seoptimal mungkin. Saat ini telah tersedia
obat-obatan maupun sarana penunjang perawatan pasien demensia seperti
klinik neurorehabilitasi kognitif, rumah perawatan lansia, Asosiasi
Alzheimer dll.
Dalam merawat pasien dengan demensia sangat penting peranan
dari perawat. Apakah ia anggota keluarga atau tenaga yang diupah, ia
harus mempunyai pengetahuan yang memadai tentang demensia dan mau
belajar terus untuk mendapatkan cara-cara efektif dalam mengasuh pasien.
Perawat perlu berdiskusi dan berkonsultasi dengan dokter yang merawat
pasien sehingga dapat dibuat suatu program pengobatan yang tepat.
Pemberian obat anti demensia pada fase demensia dini akan lebih
jelas manfaatnya dibandingkan demensia fase berat. Karenanya semakin
cepat didiagnosa adalah semakin baik hasil terapinya. Kadang-kadang
orang takut mengetahui kondisi yang sebenarnya, lalu menunda mencari
pertolongan dokter. Pemeriksaan kondisi mental dan evaluasi kognitif
yang rutin (6 bulan sekali) sangat dianjurkan bagi orang yang berusia
sekitar 60 tahun supaya dapat segera diketahui jika ada kemunduran
kognitif yang mengarah pada demensia, dan dapat segera dilakukan
intervensi guna mencegah kondisi yang lebih parah.
Penatalaksanaan demensia dilakukan melalui terapi non-
farmakologi dan terapi farmakologi ( Saya tidak membahas terapi
farmakologis dengan obat-obatan pada tulisan ini ). Terapi non-
farmakologi yaitu terapi rehabilitasi dimana penderita dimampukan dalam
mengurus kebutuhan dasarnya dengan mengoptimalkan kemampuan yang
masih ada. Sedangkan terapi farmakologi bertujuan memperlambat
progresivitas penyakit dalam memperbaiki fungsi berpikir dan kontrol
prilaku dengan obat-obatan.
Terapi non farmakologis dimulai dengan konsultasi dokter saraf
yang menangani demensia untuk menganalisa masalah yang ada,
kemudian ditentukan tujuan apa yang ingin dicapai. Hal ini bergantung
dari jenis gangguan, berat gangguan, dan proses penyakitnya .
17
Tindakan rehabilitasi yang kurang bermakna, jangan dianjurkan.
Banyak kelompok yang menawarkan jasa, namun tidak dilakukan dengan
baik. Dalam hal ini peran dari keluarga sangat penting dalam membantu
memperlambat progresivitas penyakit ini.
Tindakan-tindakan rehabilitasi disesuaikan dengan tujuan yang
ingin dicapai. Tujuan tersebut adalah :
Mengoptimalkan kemampuan yang masih ada
Berupaya mengatasi masalah prilaku
Membantu keluarga atau orang yang merawat dengan
memberikan informasi yang tepat
Memberikan dukungan melalui lingkungan sekitarnya
2.10 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium rutin
Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis
demensia ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia
khususnya pada demensia reversible, walaupun 50% penyandang
demensia adalah demensia Alzheimer dengan hasil laboratorium
normal, pemeriksaan laboratorium rutin sebaiknya dilakukan.
Pemeriksaan laboratorium yang rutin dikerjakan antara lain:
pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium darah,
ureum, fungsi hati, hormone tiroid, kadar asam folat.
b. Imaging
Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance
Imaging)
telah menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan demensia
walaupun
hasilnya masih dipertanyakan.
c. Pemeriksaan EEG
Electroencephalogram (EEG) tidak memberikan gambaran spesifik dan
pada
18
sebagian besar EEG adalah normal. Pada Alzheimer stadium lanjut
dapat
memberi gambaran perlambatan difus dan kompleks periodik.
d. Pemeriksaan cairan otak
Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia
akut,
penyandang dengan imunosupresan, dijumpai rangsangan meningen
dan panas,
demensia presentasi atipikal, hidrosefalus normotensif, tes sifilis (+),
penyengatan meningeal pada CT scan.
e. Pemeriksaan genetika
Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein pengangkut lipid
polimorfik yang memiliki 3 allel yaitu epsilon 2, epsilon 3, dan epsilon
4. setiap allel mengkode bentuk APOE yang berbeda. Meningkatnya
frekuensi epsilon 4 diantara penyandang demensia Alzheimer tipe
awitan lambat atau tipe sporadik menyebabkan pemakaian genotif
APOE epsilon 4 sebagai penanda semakin meningkat.
19
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Contoh Kasus
Ibu Ani (75 tahun) masuk rumah sakit tanggal 15 November 2013 jam 9;00
dengan keluhan pasien beberapa minggu ini bingung sendiri dan cemas karena
sulit mengingat kejadian-kejadian yang telah lampau dan merasa kehilangan
karena tidak dapat melihat cucunya yang baru lahir, pasien memanggil nama
cucunya setiap saat, walaupun si cucu sedang berada di dekat pasien, namun
pasien tidak menyadarinya. Ibu Ani yang terpaksa tinggal bersama anaknya yang
ke-2 karena setelah kepergian suaminya 3 tahun lalu merasa kesepian, dan 3 tahun
lalu cucu dari anak beiau yang terakhir lahir dan datang pada saat pemakaman
suaminya. Namun anak yg ke-3 ini harus mengikuti suaminya bekerja diluar kota
dan sudah menjadi pegawai tetap diluar kota .
Keluarga mengatakan pasien sering terbangun pada malam hari dan panic
karena tidak mengetahui ia berada dimana, berteriak-teriak, dan sulit untuk
ditenangkan. Bahkan, ibu Ani sempat menyalakan kompor dan pergi ke keluar
rumah tanpa mematikan kompornya kembali. Setelah kejadian itu ibu Ani di
kurung dirumah oleh anaknya. Anak ibu Ani (Ana )juga mengeluhkan ibunya
yang terlalu sering bertanya dengan hal-hal yang sama, anak-anak ibu Ana
menjadi terganggu akibat neneknya yang selalu bikin bising.
Ibu Ana juga menuturkan ibunya sering mengutarakan bahasa yang sulit
dimengerti, kadang-kadang ibunya buang air kecil di tengah rumah, bahkan
suaminya enggan di rumah karena ibunya yang berperilaku seperti itu.
Berat badan pasien 40 kg, RR 24 x/menit, suhu 37,5OC , nadi 110x/menit,
tekanan darah 150/70 mmHg. Ibu Ana mengatakan ibunya sering mengalami
hipertensi sewaktu berumur 50-an. Hasil diagnose medis yaitu Dimensia
Alzheimer.
20
1. Pengkajian
Tanggal pengkajian : 17 November 2013
Diagnose medis : Dimensia Alzheimer
a. Identitas Pasien
Nama : Ani
Umur : 75 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Tanggal masuk RS : 15 November 2013
Alamat : jln. Jenderal Sudirman No. 40, Kecamatan
Pauh, Padang
Suku / bangsa : Minang/ Indonesia
Agama : Islam
Status : Janda
Pekerjaan : -
Jam MRS : 9:00 WIB
Nomor register : 565789
2. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama
Klien masuk rumah sakit dengan keluhan beberapa minggu ini
bingung sendiri dan cemas karena sulit mengingat kejadian-kejadian
yang telah lampau dan merasa kehilangan atas cucunya yang baru
lahir karena tidak melihatnya lagi.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Klien masuk rumah sakit tanggal 15 November 2013 jam 9:00
wib dengan keluhan susahnya mengingat sesuatu hal baru, dan susah
berbicara, dan kadang mengucapkan kata-kata yang tidak
dimengerti.
Keluarga juga mengeluhkan bahwa klien sering mengalami
tingkah laku yang aneh dan kacau serta sering keluar rumah sendiri
tanpa mengatakan pada anggota keluarga yang lain sehingga sangat
meresahkan anggota keluarga yang menjaga klien.
21
Pada tahap lanjut dari penyakit, keluarga sering mengeluhkan
bahwa klien menjadi tidak dapat mengatur buang air, dan tidak dapat
mengurus keperluan dasar sehari-hari, dan mengenali anggota
keluarga
3. Riwayat kesehatan dahulu
Klien beberapa tahun dulu pernah mengidap hipertensi.
4. Riwayat kesehatan dahulu
Pasien mengatakan bahwa ibunya dulu meninggal karena
terserang serangan jantung.
3. Pola fungsional Gordon
a. Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan
Anak klien mengatakan bahwa klien sering bertanya hal-hal yang sama,
mengutarakan bahasa yang sulit dimengerti. Anak klien juga mengatakan
bahwa klien mengalami keluhan ini semenjak 3 minggu yang lalu.
b. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Klien tidak nafsu makan karena merasa kesepian.
c. Pola Eliminasi
Klien tidak mampu untuk melakukan eliminasi di tempat yang semestinya.
Klien terkadang buang air di tengah-tengah rumah.
d. Pola Aktifitas dan Latihan
a. Kemampuan perawatan diri :
b. 0 = Mandiri
c. 1 = Dengan alat bantu
d. 2 = Bantuan dari orang lain
e. 3 = Bantuan peralatan dari orang lain
f. 4 = Tergantung/ tidak mampu
Aktivitas 0 1 2 3 4
22
Makan V
Mandi V
Toileting V
Mobilitas di tempat ruangan V
Berpindah V
Berjalan V
Menaiki tangga V
e. Pola Istirahat dan Tidur
Klien sering terbangun pada malam hari dan tidak mengetahui ia sedang
berada dimana.
f. Pola Kognitif – persepsi
Klien tidak mengalami kekurangan pada pendengaran, penglihatan, dan
pengucapan, namun mengalami gangguan dalam mengingat.
g. Pola Persepsi diri - konsep diri
Klien merasa cemas dan bingung sendiri karena sulit mengingat kejadian
di masa lampau.
h. Pola Peran Hubungan
Klien merupakan ibu dari 3 orang anak, dan baru saja ditinggalkan oleh
suaminya sejak klien menunjukkan gejala aneh dari penyakitnya.
i. Pola Seksual
Klien tidak pernah melakukan hubungan seks lagi semenjak menderita
penyakit ini.
23
j. Koping – Toleransi Stres
Klien sering berteriak-teriak dan sulit untuk ditenangkan .
k. Nilai Kepercayaan
Ibu Ani jarang melaksanakan sholat 5 waktu dikarenakan kondisinya yang
dalam keadaan tidak normal seperti sedia kala.
24
4. Aplikasi NANDA, NOC, NIC
No NANDA NOC NIC
1. Perubahan Pola Pikir
b.d sel syaraf pada otak
mati sehingga
membuat signal dari
otak tidak dapat di
transmisikan
sebagaimana mestinya
DO :
Pasien terlihat
kebingungan
Pasien sering
bertingkah yang
aneh
DS :
Pasien bingung
sedang berada
dimana
Merasa kehilangan
Indikator :kesadaran
Komunikasi lancar untuk semua orang
Komunikasi tepat untuk semua orang
Maksud stuasi yang komprehensif
Konsentrasi
Perhatian
Orientasi kognitif
Memori dahulu
Proses informasi
Pertimbangan alternative ketika
membuat keputusan
Kemampuan perhitungan yang
kompleks
Restruktur kesadaran :
Menolong pasien mnerima fakta bahwa perkiraan diri
sebagai penengah dalam membangun emosi
Menolong pasien mengerti ketidakmampuan untuk
mencapai kebiasaan yang diinginkan
Bantu pasien merubah perkiraan diri yang tidak logis
ke yang logis
Bantu pasien mengungkapkan perasaan sakit ( ex :
marah, cemas, pengharapan )
Bantu pasien mengidentifikasi yang membuat dia
stress ( ex : orang, kejadian, interaksi antar orang )
Bantu pasien mengubah persepsi yang salah dengan
persepsi yang lebih baik
Buat pernyataan / pertanyaan yang mengubah persepsi
pasien
Buat pernyataan yang mengubah jalan alternative
dalam melihat stuasi
25
dengan cucu Perangsangan kesadaran :
Berkonsutasi dengan keluarga untuk menetapkan
kesadaran dasar pasien sebelum jedera
Menghadirkan perubahan secara perlahan-lahan
Menstimulasi memori dengan mengulang pemikiran
pasien yang baru saja diungkapkan
Orientasikan tempat, waktu, dan orang sekitar
Berbicara dengan pasien
Mengembangkan rangsangan sensori
Gunakan tv, radio, atau music sebagai bagia dari
program perangsangan memori
Izinkan untuk jangka istirahat
Berikan informasi kecil yang konkret
Minta pasien mengulang informasi
Gunakan terapi perabaan
Kembangkan instruksi lisan dan tulisan
26
2. Gangguan komunikasi
verbal b.d gangguan
membentuk kata-kata
DO :
Pasien sering
mengatakan hal
yang tidak jelas
DS : pasien
Indicator : komunikasi
Menggunakan bahas tulis
Menggunakan bahasa lisan
Menggunakan gambar
Menggunakan bahasa isyarat
Menggunakan bahasa non-verbal
Meenjawab pertanyaan
Persepsi yang akurat tentang perintah
yang diterima
Perbaikan komunikasi :
Mengumpulkan keluarga dalam memahami
pembicaraan pasien dengan tepat
Use kata sederhana dan kalimat pendek yang tepat
Menahan diri untuk berteriak-teriak dengan pasien yang
gangguan komunikasi
Berdiri di depan pasien saat dia berbicara
Dengarkan pasien dengan seksama
Gunakan gerak tangan dengan tepat
Ytampilkan bahasa lisan yang perspektif selama
berinteraksi dengan pasien
Dorong pasien untuk mengulang kata-kata
3. Resiko cedera b.d
tingkah laku tidak
teratur
DS :
Keluarga mengatakan
pasien menghidupkan
kompor kemudian pergi
dari rumah
Indikator :
Pengetahuan keamanan pribadi
Status neurologis
Kontrol resiko
Perilaku keamanan : pencegahan
jatuh
Perilaku keamanan : lingkungan
fisik rumah
Pengetahuan keamanan pribadi
Status neurologis
Kontrol resiko
Perilaku keamanan : pencegahan jatuh
Perilaku keamanan : lingkungan fisik rumah
Perilaku keamanan : pribadi
Status keamanan : kejadian jatuh
27
DO :
Pasien terlihat
kebingungan
Perilaku keamanan : pribadi
Status keamanan : kejadian jatuh
Status keamanan : cedera fisik
Kontrol gejala
Status keamanan : cedera fisik
Kontrol gejala
4. Gangguan personal diri
b.d perasaan sendiri dan
merasa kehilangan
DS :
Pasien dikurung di
rumah oleh anaknya
DO :
Pasien buang air kecil
di tengah rumah
Indicator : identitas diri
Kelancaran kemampuan verbal dari diri
Pembedaan diri dalam lingkungan
Pembedan bentuk diri dari yang lain
Menunjukkan kemampuan social
Menukar keyakinan salah tentang diri
Kepercayaan kemampuan verbal diri
Kontrol diri :
Mengenali halusinasi atau delusi yang
terjadi
Menahan diri dari halusinasi dan
delusi
Bertanya tetang realita yang
sebenarnya
Orientasi kenyataan :
Ingatkan psien nama ketika awal berinteraksi
Dekatkan pasien ketika berinteraksi dengan lambat dan
di depan pasien
Berbicara dengan jelas dengan langkah, volume yang
tepat
Hindari pasien frustasi dengan perintah yang banyak
Ulangi perassaan pasien terakhir dengan tepat
Beri petunjuk sederhana sewaktu-waktu
Gunakan isyarat atau gambar yang mendorong
komunikasi verbal
Mencegah stuasi yang tidak biasa jika memungkinkan
Memuji pasien jika mengungkapkan perasaan sesuai
dengan yang dibutuhkan
Kembangkan perhatian keluarga kepada pasien
28
Berinteraksi dengan yang lain degan
tepat
Memahami lingkungan yang
sebenarnya
Dorong keluarga berpartisipasi berdasarkan
kemampuan, kebutuhan pasien
Kembangkan akses dengan keluarga jika
memungkinkan
29
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Demensia adalah hilangnya fungsi intelektual seperti daya ingat, pembelajaran, penalaran, pemecahan masalah, dan pemikiran abstrak,
sedangkan fungsi vegetatif (diluar kemauan) masih tetap utuh.
Demensia merupakan suatu deficit yang didapat dalam fungsi intelektual, termasuk gangguan bahasa, kognisi (perhitungan,
pertimbangan, dan abstraksi), kepribadian (termasuk alam perasaan dan perilaku ), keterampilan visuospasial dan ingatan. Awitan dapat
mendadak tetapi lebih sering berangsur-angsur, perjalanan waktunya berlarut-larut (secara karakteristik diukur dalam bulan atau tahun), dan
hasilnya adalah sementara atau menetap.
Demensia dapat diklasifikasikan demensia berhubungan dengan beberapa jenis penyakit, yaitu penyakit yang berhubungan dengan
sindrom medik, penyakit yang berhubungan dengan sindrom neurologik, penyakit dengan demensia sebagai satu-satunya tanda atau tanda yang
mencolok.
30
Demensia mempunyai banyak penyebab, tetapi tipe Alzheimer dan demensia vaskuler sama-sama berjumlah 75 % dari semua kasus.
Penyebab demensia lainnya yang disebut dalam DSM-IV adalah penyakit Pick, penyakit Creutzfeldt-Jakob, penyakit parkinson, HIV dan trauma
kepala.
4.2 Saran
Diharapkan setelah membaca makalah ini hendaknya perawat maupun mahasiswa keperawatan dapat memahami tentang demensia pada
usia lanjut dengan mengenali gejala-gejala maupun etiologinya sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan yang benar dan tepat nantinya.
31