Demensia

34
BAB I PENDAHULUAN Gangguan kesehatan pada golongan lansia terkait erat dengan proses degenerasi yang tidak dapat dihindari. Seluruh sistem, cepat atau lambat akan mengalami degenerasi. Manifestasi klinik, laboratorik dan radiologik bergantung pada organ dan/atau sistem yang terkena. Perubahan yang normal dalam bentuk dan fungsi otak yang sudah tua harus dibedakan dari perubahan yang disebabkan oleh penyakit yang secara abnormal mengintensifkan sejumlah proses penuaan. Salah satu manifestasi klinik yang khas adalah timbulnya demensia. Penyakit semacam ini sering dicirikan sebagai pelemahan fungsi kognitif atau sebagai demensia. Memang, demensia dapat terjadi pada umur berapa saja, bergantung pada faktor penyebabnya, namun demikian demensia sering terjadi pada lansia. Demensia merupakan sindroma yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi kognitif tanpa gangguan kesadaran. Fungsi kognitif yang dapat dipengaruhi pada demensia adalah inteligensia umum, belajar dan ingatan, bahasa, memecahkan masalah, orientasi, persepsi, perhatian, konsentrasi, pertimbangan dan kemampuan sosial. Disamping itu, suatu diagnosis demensia menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSM-IV) mengharuskan bahwa gejala menyebabkan gangguan fungsi sosial atau pekerjaan yang berat dan merupakan suatu penurunan dari tingkat fungsi sebelumnya. 1

description

a

Transcript of Demensia

BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan kesehatan pada golongan lansia terkait erat dengan proses degenerasi yang tidak

dapat dihindari. Seluruh sistem, cepat atau lambat akan mengalami degenerasi. Manifestasi

klinik, laboratorik dan radiologik bergantung pada organ dan/atau sistem yang terkena.

Perubahan yang normal dalam bentuk dan fungsi otak yang sudah tua harus dibedakan dari

perubahan yang disebabkan oleh penyakit yang secara abnormal mengintensifkan sejumlah

proses penuaan. Salah satu manifestasi klinik yang khas adalah timbulnya demensia. Penyakit

semacam ini sering dicirikan sebagai pelemahan fungsi kognitif atau sebagai demensia.

Memang, demensia dapat terjadi pada umur berapa saja, bergantung pada faktor penyebabnya,

namun demikian demensia sering terjadi pada lansia.

Demensia merupakan sindroma yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi kognitif

tanpa gangguan kesadaran. Fungsi kognitif yang dapat dipengaruhi pada demensia adalah

inteligensia umum, belajar dan ingatan, bahasa, memecahkan masalah, orientasi, persepsi,

perhatian, konsentrasi, pertimbangan dan kemampuan sosial. Disamping itu, suatu diagnosis

demensia menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSM-

IV) mengharuskan bahwa gejala menyebabkan gangguan fungsi sosial atau pekerjaan yang berat

dan merupakan suatu penurunan dari tingkat fungsi sebelumnya.

Dari aspek medik, demensia merupakan masalah yang tak kalah rumitnya dengan masalah

yang terdapat pada penyakit kronis lainnya (stroke, diabetes mellitus, hipertensi, keganasan).

Ilmu kedokteran dan kesehatan mengemban misi untuk meningkatkan kualitas hidup manusia.

Seseorang yang mengalami demensia pasti akan mengalami penurunan kualitas hidup.

Keberadaannya dalam lingkungan keluarga dan masyarakat menjadi beban bagi lingkungannya,

tidak dapat mandiri lagi.

Keberhasilan pembangunan kesehatan dalam upaya menurunkan angka kematian umum

dan bayi, sangatlah membantu peningkatan umur harapan hidup (UHH). Pada tahun 2000 umur

harapan hidup antara 65-70 tahun meningkat menjadi 9,37 persen dari tahun sebelumnya. Dalam

istilah demografi, penduduk Indonesia sedang bergerak kearah struktur penduduk yang semakin

menua (ageing population). Peningkatan umur harapan hidup akan menambah jumlah lansia

1

yang akan berdampak pada pergeseran pola penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit

degeneratif atau neoplasma. Peningkatan ini juga akan menambah populasi penderita demensia.

Diantara orang Amerika yang berusia 65 tahun, kira-kira lima persen menderita demensia

berat dan 15 persen menderita demensia ringan. Diantara yang berusia 80 tahun, kira-kira 20

persen menderita demensia berat. Dari semua pasien dengan demensia, 50 sampai 60 persen

menderita demensia Alzheimer, yang merupakan tipe demensia paling sering. Kira-kira lima

persen dari semua orang yang mencapai usia 65 tahun menderita demensia Alzheimer,

dibandingkan dengan 15 sampai 25 persen dari semua orang yang berusia 85 tahun atau lebih.

Faktor risiko untuk perkembangan demensia tipe Alzheimer adalah wanita, mempunyai sanak

saudara tingkat pertama dengan gangguan tersebut, dan mempunyai riwayat cedera kepala.1

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Di dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat

(DSM-IV) demensia dicirikan oleh adanya defisit kognitif multipleks (termasuk gangguan

memori) yang menyebabkan gangguan fungsi sosial atau pekerjaan yang berat dan

merupakan suatu penurunan dari tingkat fungsi sebelumnya. Demensia secara langsung

disebabkan oleh gangguan kondisi medik secara umum, bahan-bahan tertentu (obat,

narkotika, toksin), atau berbagai faktor etiologi.1

2.2. KLASIFIKASI

Demensia berhubungan dengan beberapa jenis penyakit.

a. Penyakit yang berhubungan dengan Sindrom Medik. Contohnya ialah pada pasien

dengan hipotiroidisme, penyakit Cushing, defisiensi nutrisi, dan kompleks demensia

dalam kondisi AIDS.

b. Penyakit yang berhubungan dengan Sindrom Neurologi misalnya: korea Huntington,

penyakit Schilder; penyakit Creutzfeldt-Jakob; tumor otak; trauma otak; infeksi otak

dan meningen.

c. Penyakit dengan demensia sebagai satu-satunya tanda atau tanda yang mencolok:

Penyakit Alzheimer dan penyakit Pick adalah termasuk dalam kategori ini.

Demensia dari segi anatomi dibedakan antara demensia kortikal dan demensia

subkortikal (Tabel 1). Dari etiologi dan perjalanan penyakit dibedakan antara demensia

yang reversibel dan irreversibel.2-4

Tabel 1. Perbedaan demensia kortikal dan subkortikal3

Ciri Demensia Kortikal Demensia Subkortikal

Penampilan Siaga, sehat Abnormal, lemah

Aktivitas Normal Lamban

Sikap Lurus, tegak Bongkok, distonik

Cara berjalan Normal Ataksia, festinasi, seolah

3

berdansa

Gerakan Normal Tremor, khorea, diskinesia

Output verbal Normal Disatria, hipofonik, volum suara

lemah

Berbahasa Abnormal, parafasia,

anomia

Normal

Kognisi Abnormal (tidak mampu

memanipulasi

pengetahuan)

Tak terpelihara (dilapidated)

Memori Abnormal (gangguan

belajar)

Pelupa (gangguan retrieval)

Kemampuan visuo-

spasial

Abnormal (gangguan

konstruksi)

Tidak cekatan (gangguan

gerakan)

Keadaan emosi Abnormal (tak

memperdulikan, tak

menyadari)

Abnormal (kurang dorongan

drive)

Contoh Penyakit Alzheimer, Pick Progressive Supranuclear Palsy,

Parkinson, Penyakit Wilson,

Huntington.

Tabel 2. Beberapa penyebab demensia pada dewasa yang belum dapat diobati/

irreversibel.3

Primer degenerative

- Penyakit Alzheimer

- Penyakit Pick

- Penyakit Huntington

- Penyakit Parkinson

- Degenerasi olivopontocerebellar

- Progressive Supranuclear Palsy

- Degenerasi cortical-basal ganglionic

Infeksi

- Penyakit Creutzfeldt-Jakob

4

- Sub-acute sclerosing panencephalitis

- Progressive multifocal leukoencephalopathy

Metabolik

- Metachromatic leukodyntrophy

- Penyakit Kuf

- Gangliosidoses

Tabel 3. Beberapa penyebab demensia yang dapat diobati/ reversibel.3

Obat-obatan anti-kolinergik (mis. Atropin dan sejenisnya); anti-konvulsan (mis.

Phenytoin, Barbiturat); anti-hipertensi (Clonidine, Methyldopa,

Propanolol); psikotropik (Haloperidol, Phenothiazine); dll (mis.

Quinidine, Bromide, Disulfiram).

Metabolik-gangguan sistemik gangguan elektrolit atau asam-basa; hipo-hiperglikemia; anemia berat;

polisitemia vera; hiperlipidemia; gagal hepar; uremia; insufisiensi

pulmonal; hypopituitarism; disfungsi tiroid, adrenal, atau paratiroid;

disfungsi kardiak; degenerasi hepatolenticular.

Gangguan intrakranial insufisiensi cerebrovascular; meningitis atau encephalitis chronic,

neurosyphilis, epilepsy, tumor, abscess, hematoma subdural, multiple

sclerosis, normal pressure hydrocephalus.

Keadaan defisiensi vitamin B12, defisiensi folat, pellagra (niacin).

Gangguan collagen-vascular systemic lupus erythematosus, temporal arteritis, sarcoidosis,

syndrome Behcet.

Intoksikasi eksogen alcohol, carbon monoxide, organophosphates, toluene,

trichloroethylene, carbon disulfide, timbal, mercury, arsenic, thallium,

manganese, nitrobenzene, anilines, bromide, hydrocarbons.

2.3. ETIOLOGI

Demensia mempunyai banyak penyebab, tetapi demensia tipe Alzheimer dan

demensia vaskular memiliki prevalensi paling banyak dari semua kasus. Penyebab

demensia lainnya yang disebutkan dalam DSM-IV adalah penyakit Pick, penyakit

5

Creutzfeldt-Jakob, penyakit Parkinson, Human Immunodeficiency Virus (HIV), dan trauma

kepala.

2.4. DEMENSIA TIPE ALZHEIMER

Alois Alzheimer pertama kali menggambarkan suatu kondisi yang selanjutnya

diberi nama dengan namanya dalam tahun 1907, saat ia menggambarkan seorang wanita

berusia 51 tahun dengan perjalanan demensia progresif selama empat setengah tahun.

Diagnosis akhir penyakit Alzheimer didasarkan pada pemeriksaan neuropatologi otak;

namun demikian, demensia tipe Alzheimer biasanya didiagnosis dalam lingkungan klinis

setelah penyebab demensia lainnya telah disingkirkan dari pertimbangan diagnostik.

Penyakit Alzheimer adalah suatu jenis demensia umum yang tidak diketahui

penyebabnya. Penelitian otopsi mengungkapkan bahwa lebih dari setengah penderita yang

meninggal karena demensia senil mengalami penyakit jenis Alzheimer ini. Pada

kebanyakan penderita, berat kasar otak pada saat otopsi jauh lebih rendah dan ventrikel dan

sulkus jauh lebih besar dibandingkan yang normal untuk seukuran usia tersebut.

Demielinasi dan peningkatan kandungan air pada jaringan otak ditemukan berdekatan

dengan ventrikel lateral dan dalam beberapa daerah lain di bagian dalam hemisfer

serebrum pada penderita manula, khususnya mereka yang menderita penyakit Alzheimer.

Pada penderita dengan demensia senil jenis Alzheimer terdapat peningkatan dramatis

(dibandingkan dengan penderita manula normal) dalam jumlah kekusutan neurofibril dan

plak neuritik dan juga penurunan 60-90 persen dalam kadar kolin asetiltransferase (enzim

yang menghasilkan sintesis asetilkolin) di korteks.4

Neuropatologi. Observasi makroskopis neuro-anatomik klasik pada otak dari seorang

pasien dengan penyakit Alzheimer adalah atrofi difus dengan pendataran sulkus kortikal

dan pembesaran ventrikel serebral. Temuan mikroskopis klasik dan patognomonik adalah

bercak-bercak senilis, kekusutan neurofibriler, hilangnya neuronal (kemungkinan sebanyak

50 persen di korteks), dan degenerasi granulovaskular pada neuron. Kekusutan

neurofibriler bercampur dengan elemen sitoskeletal, terutama protein berfosforilasi,

walaupun protein sitoskeletal lainnya juga ditemukan. Kekusutan neurofibriler adalah tidak

6

unik pada penyakit Alzheimer, karena keadaan tersebut juga ditemukan pada sindroma

Down, demensia pugilistic (punch-drunk syndrome), kompleks demensia Parkinson dari

Guam, penyakit Hallervorden-Spatz, dan otak orang lanjut usia yang normal. Kekacauan

neurofibriler biasanya ditemukan di korteks, hipokampus, substansia nigra, dan lokus

sereleus.

Plak senilis juga dikenal sebagai plak amiloid, adalah jauh lebih indikatif untuk

penyakit Alzheimer, walaupun keadaan tersebut juga ditemukan pada sindroma Down dan

sampai derajat tertentu, pada penuaan normal.

Protein prekursor amiloid. Gen untuk protein prekursor amiloid adalah pada lengan

panjang kromosom 21. Melalui proses penyambungan diferensial, sesungguhnya terdapat

empat bentuk protein prekursor amiloid. Protein beta/A4, yang merupakan kandungan

utama dari plak senilis, adalah suatu peptida dengan 42 asam amino yang merupakan

produk penghancuran protein prekursor amiloid. Pada sindroma Down (trisomi 21),

terdapat tiga cetakan protein prekursor amiloid, dan pada penyakit dimana terjadi mutasi

pada kodon 717 dalam gen protein prekursor amiloid, suatu proses patologis menghasilkan

deposisi protein beta/A4 yang berlebihan. Pertanyaan apakah proses pada protein prekursor

amiloid yang abnormal adalah penyebab utama yang penting pada penyakit Alzheimer

masih belum terjawab. Tetapi, banyak kelompok peneliti secara aktif mempelajari proses

metabolik normal dari protein prekursor amiloid dan prosesnya pada pasien dengan

demensia tipe Alzheimer dalam usaha untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Kelainan neurotransmiter. Neurotransmiter yang paling berperan dalam patofisiologis

adalah asetilkolin dan norepinefrin, keduanya dihipotesiskan menjadi hipoaktif pada

penyakit Alzheimer. Beberapa penelitian telah melaporkan data yang konsisten dengan

hipotesis bahwa suatu degenerasi spesifik pada neuron kolinergik ditemukan pada nukleus

basalis Meynerti pada pasien dengan penyakit Alzheimer. Data lain yang mendukung

adanya defisit kolinergik pada penyakit Alzheimer adalah penurunan konsentrasi

asetilkolin dan kolin asetiltransferase di dalam otak. Kolin asetiltransferase adalah enzim

kunci untuk sintesis asetilkolin, dan penurunan konsentrasi kolin asetiltransferase

7

menyatakan penurunan jumlah neuron kolinergik yang ada. Dukungan tambahan untuk

hipotesis defisit kolinergik berasal dari observasi bahwa antagonis kolinergik, seperti

skopolamin dan atropin mengganggu kemampuan kognitif, sedangkan agonis kolinergik,

seperti physostigmin dan arecolin, telah dilaporkan meningkatkan kemampuan kognitif.

Penuaian aktivitas norepinefrin pada penyakit Alzheimer diperkirakan dari penurunan

neuron yang mengandung norepinefrin didalam lokus sareleus yang telah ditemukan pada

beberapa pemeriksaan patologis otak dari pasien dengan penyakit Alzheimer. Dua

neurotransmiter lain yang berperan dalam patofisiologi penyakit Alzheimer adalah dua

peptida neuroaktif, somatostatin dan kortikotropin, keduanya telah dilaporkan menurun

pada penyakit Alzheimer.

Penyebab potensial lainnya. Teori kausatif lainnya telah diajukan untuk menjelaskan

perkembangan penyakit Alzheimer. Satu teori adalah bahwa kelainan dalam pengaturan

metabolisme fosfolipid membran menyebabkan membran yang kekurangan cairan yaitu

lebih kaku dibandingkan normal. Beberapa peneliti telah menggunakan pencitraan

spektroskopik resonansi molekular (molecular resonance spectroscopic: MRS) untuk

memeriksa hipotesis tersebut pada pasien dengan demensia tipe Alzheimer. Toksisitas

aluminium juga telah dihipotesiskan sebagai faktor kausatif, karena kadar aluminium yang

tinggi telah ditemukan dalam otak beberapa pasien dengan penyakit Alzheimer.

Suatu gen (E4) telah dihubungkan dalam etiologi penyakit Alzheimer. Orang dengan

satu salinan gen menderita penyakit Alzheimer tiga kali lebih sering daripada orang tanpa

gen E4. Orang dengan dua gen E4 mempunyai kemungkinan menderita penyakit delapan

kali lebih sering daripada orang tanpa gen E4.5

2.5. DEMENSIA VASKULAR

Penyebab utama dari demensia vaskular dianggap adalah penyakit vaskular serebral

yang multipel, yang menyebabkan suatu pola gejala demensia. Gangguan dulu disebut

sebagai demensia multi-infark dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental

Disorders edisi ketiga yang di revisi (DSM-III-R). Demensia vaskular paling sering pada

laki-laki, khususnya pada mereka dengan hipertensi yang telah ada sebelumnya atau faktor

8

risiko kardiovaskular lainnya. Gangguan terutama mengenai pembuluh darah serebral

berukuran kecil dan sedang, yang mengalami infark menghasilkan lesi parenkim multipel

yang menyebar pada daerah otak yang luas. Penyebab infark mungkin termasuk oklusi

pembuluh darah oleh plak arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat asal yang jauh

(sebagai contohnya katup jantung). Suatu pemeriksaan pasien dapat menemukan bruit

karotis, kelainan funduskopi, atau pembesaran kamar jantung.

2.6. PENYAKIT PICK

Berbeda dengan distribusi patologi parietal-temporal pada penyakit Alzheimer,

penyakit Pick ditandai oleh atrofi yang lebih banyak dalam daerah frontotemporal. Daerah

tersebut juga mengalami kehilangan neuronal, gliosis, dan adanya badan Pick neuronal

yang merupakan massa elemen sitoskeletal. Badan Pick ditemukan pada beberapa

spesimen postmortem tetapi tidak diperlukan untuk diagnosis. Penyebab penyakit Pick

tidak diketahui. Penyakit Pick berjumlah kira-kira lima persen dari semua demensia yang

irreversibel. Penyakit ini paling sering terjadi pada laki-laki, khususnya mereka yang

mempunyai sanak saudara derajat pertama dengan kondisi tersebut. Penyakit Pick sulit

dibedakan dari demensia tipe Alzheimer, walaupun stadium awal penyakit Pick lebih

sering ditandai oleh perubahan kepribadian dan perilaku, dengan fungsi kognitif lain yang

relatif bertahan. Gambaran sindroma Kluver-Bucy (sebagai contohnya, hiperseksualitas,

plasiditas, hiperoralitas) adalah jauh lebih sering pada penyakit Pick dibandingkan pada

penyakit Alzheimer.

2.7. PENYAKIT CREUTZFELDT-JAKOB

Penyakit Creutzfeldt-Jakob adalah penyakit degeneratif otak yang jarang, yang

disebabkan oleh agen yang progresif secara lambat, dan dapat ditransmisikan (yaitu, agen

infektif), paling mungkin suatu prion, yang merupakan agen proteinaseus yang tidak

mengandung DNA atau RNA. Penyakit-penyakit lain yang berhubungan dengan prion

adalah scrapie (penyakit pada domba), kuru (suatu gangguan degeneratif sistem saraf pusat

yang fatal pada suku di dataran tinggi Guinea dimana prion ditransmisikan melalui

kanibalisme ritual), dan sindroma Gesrtman-Straussler (suatu demensia progresif, familial,

9

dan sangat jarang). Semua gangguan yang yang berhubungan dengan prion menyebabkan

degenerasi berbentuk spongiosa pada otak, yang ditandai dengan tidak adanya respon imun

inflamasi.

Bukti-bukti menunjukkan bahwa pada manusia penyakit Creutzfeldt-Jakob dapat

ditransmisikan secara iatrogenik, melalui transplantasi kornea atau instrumen bedah yang

terinfeksi. Tetapi, sebagian besar penyakit, tampaknya sporadik, mengenai individual

dalam usia 50-an. Terdapat bukti bahwa periode inkubasi mungkin relatif singkat (satu

sampai dua tahun) atau relatif lama (delapan sampai 16 tahun). Onset penyakit ditandai

oleh perkembangan tremor, ataksia gaya berjalan, mioklonus, dan demensia. Penyakit

biasanya secara cepat progresif menyebabkan demensia yang berat dan kematian dalam 6

sampai 12 tahun. Pemeriksaan cairan serebrospinal biasanya tidak mengungkapkan

kelainan, dan pemeriksaan tomografi komputer dan MRI mungkin normal sampai

perjalanan gangguan yang lanjut. Penyakit ditandai oleh adanya pola elektroensefalogram

(EEG) yang tidak biasa, yang terdiri dari lonjakan gelombang lambat dengan tegangan

tinggi.

2.8. PENYAKIT BINSWANGER

Penyakit Binswanger juga dikenal sebagai ensefalopati arteriosklerotik kortikal.

Penyakit ini ditandai dengan adanya banyak infark-infark kecil pada substansia alba, jadi

menyerang daerah kortikal. Walaupun penyakit Binswanger sebelumnya dianggap sebagai

kondisi yang jarang, kemajuan teknik pencitraan yang canggih dan kuat, seperti pencitraan

resonansi magnetik (magnetic resonance imaging: MRI), telah menemukan bahwa kondisi

tersebut adalah lebih sering daripada yang sebelumnya dipikirkan.

2.9. PENYAKIT HUNTINGTON

Penyakit Huntington biasanya disertai dengan perkembangan demensia. Demensia

yang terlihat pada penyakit Huntington adalah tipe demensia subkortikal, yang ditandai

oleh kelainan motorik yang lebih banyak dan kelainan bicara yang lebih sedikit

dibandingkan tipe demensia kortikal (tabel 1). Demensia pada penyakit Huntington

ditandai oleh perlambatan psikomotor dan kesulitan melakukan tugas yang kompleks,

10

tetapi ingatan, bahasa, dan tilikan tetap relatif utuh pada stadium awal dan menengah dari

penyakit. Tetapi, saat penyakit berkembang, demensia menjadi lengkap dan ciri yang

membedakan penyakit ini dari demensia tipe Alzheimer adalah tingginya insidensi depresi

dan psikosis, disamping gangguan pergerakan koreoatetoid yang klasik.

2.10. PENYAKIT PARKINSON

Seperti penyakit Huntington, parkinsonisme adalah suatu penyakit pada ganglia

basalis yang sering disertai dengan demensia dan depresi. Diperkirakan 20 sampai 30

persen pasien dengan penyakit Parkinson menderita demensia, dan tambahan 30 sampai 40

persen mempunyai gangguan kemampuan kognitif yang dapat diukur. Pergerakan yang

lambat pada pasien dengan penyakit Parkinson adalah disertai dengan berpikir yang lambat

pada beberapa pasien yang terkena, suatu ciri yang disebut oleh beberapa dokter sebagai

bradifenia (bradyphenia).

2.11. DEMENSIA YANG BERHUBUNGAN DENGAN HIV

Infeksi dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) seringkali menyebabkan

demensia dan gejala psikiatrik lainnya. Pasien yang terinfeksi dengan HIV mengalami

demensia dengan angka tahunan kira-kira 14 persen. Diperkirakan 75 persen pasien dengan

sindroma immunodefisiensi didapat (AIDS) mempunyai keterlibatan sistem saraf pusat

saat otopsi. Perkembangan demensia pada pasien yang terinfeksi HIV seringkali disertai

oleh tampaknya kelainan parenkimal pada pemeriksaan MRI.

2.12. DEMENSIA YANG BERHUBUNGAN DENGAN TRAUMA KEPALA

Demensia dapat merupakan suatu sekuela dari trauma kepala, demikian juga

berbagai sindroma neuropsikiatrik.

2.13. GAMBARAN KLINIK DEMENSIA

Gambaran utama demensia adalah munculnya defisit kognitif multipleks, termasuk

gangguan memori, setidak-tidaknya satu di antara gangguan gangguan kognitif berikut ini:

afasia, apraksia, agnosia, atau gangguan dalam hal fungsi eksekutif. Defisit kognitif harus

11

sedemikian rupa sehingga mengganggu fungsi sosial atau okupasional (pergi ke sekolah,

bekerja, berbelanja, berpakaian, mandi, mengurus uang, dan kehidupan sehari-hari lainnya)

serta harus menggambarkan menurunnya fungsi luhur sebelumnya.

1. Gangguan memori

Dalam bentuk ketidakmampuannya untuk belajar tentang hal-hal baru, atau

lupa akan hal-hal yang baru saja dikenal, dikerjakan atau dipelajari. Sebagian

penderita demensia mengalami kedua jenis gangguan memori tadi. Penderita

seringkali kehilangan dompet dan kunci, lupa bahwa sedang meninggalkan bahan

masakan di kompor yang menyala, dan merasa asing terhadap tetangganya. Pada

demensia tahap lanjut, gangguan memori menjadi sedemikian berat sehingga

penderita lupa akan pekerjaan, sekolah, tanggal lahir, anggota keluarga, dan bahkan

terhadap namanya sendiri.1

2. Gangguan orientasi

Karena daya ingat adalah penting untuk orientasi terhadap orang, tempat, dan

waktu. Orientasi dapat terganggu secara progresif selama perjalanan penyakit

demensia. Sebagai contohnya, pasien dengan demensia mungkin lupa bagaimana

kembali ke ruangannya setelah pergi ke kamar mandi. Tetapi, tidak masalah

bagaimana beratnya disorientasi, pasien tidak menunjukkan gangguan pada tingkat

kesadaran.

3. Afasia

Dapat dalam bentuk kesulitan menyebut nama orang atau benda. Penderita

afasia berbicara secara samar-samar atau terkesan hampa, dengan ungkapan kata-kata

yang panjang, dan menggunakan istilah-istilah yang tak menentu misalnya “anu”,

“itu”, “apa itu”. Bahasa lisan dan tertulis dapat pula terganggu. Pada tahap lanjut,

penderita dapat menjadi bisu atau mengalami gangguan pola bicara yang dicirikan

oleh ekolalia (menirukan apa yang dia dengar) atau palilalia yang berarti mengulang

suara atau kata terus-menerus.

4. Apraksia

Adalah ketidakmampuan untuk melakukan gerakan meskipun kemampuan

motorik, fungsi sensorik dan pengertian yang diperlukan tetap baik. Penderita dapat

12

mengalami kesulitan dalam menggunakan benda tertentu (menyisir rambut) atau

melakukan gerakan yang telah dikenali (melambaikan tangan). Apraksia dapat

mengganggu keterampilan memasak, mengenakan pakaian, menggambar.

5. Agnosia

Adalah ketidakmampuan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda

maupun fungsi sensoriknya utuh. Sebagai contoh, penderita tak dapat mengenali

kursi, pena, meskipun visusnya baik. Akhirnya, penderita tak mengenal lagi anggota

keluarganya dan bahkan dirinya sendiri yang tampak pada cermin. Demikian pula,

walaupun sensasi taktilnya utuh, penderita tak mampu mengenali benda yang

diletakkan di tangannya atau yang disentuhnya misalnya kunci atau uang logam.

6. Gangguan fungsi eksekutif

Yaitu merupakan gejala yang sering dijumpai pada demensia. Gangguan ini

mempunyai kaitan dengan gangguan di lobus frontalis atau jaras-jaras subkortikal

yang berhubungan dengan lobus frontalis. Fungsi eksekutif melibatkan kemampuan

berpikir abstrak, merencanakan, mengambil inisiatif, membuat urutan, memantau,

dan menghentikan kegiatan yang kompleks. Gangguan dalam berpikir abstrak dapat

muncul sebagai kesulitan dalam menguasai tugas/ide baru serta menghindari situasi

yang memerlukan pengolahan informasi baru atau kompleks.

7. Perubahan Kepribadian

Perubahan kepribadian pasien demensia merupakan gambaran yang paling

mengganggu bagi keluarga pasien yang terkena. Sifat kepribadian sebelumnya

mungkin diperkuat selama perkembangan demensia. Pasien dengan demensia juga

mungkin menjadi introvert dan tampaknya kurang memperhatikan tentang efek

perilaku mereka terhadap orang lain. Pasien demensia yang mempunyai waham

paranoid biasanya bersikap bermusuhan terhadap anggota keluarga dan pengasuhnya.

Pasien dengan gangguan frontal dan temporal kemungkinan mengalami perubahan

kepribadian yang jelas dan mungkin mudah marah dan meledak-ledak.

8. Gangguan Lain

Psikiatri. Disamping psikosis dan perubahan kepribadian, depresi dan

kecemasan adalah gejala utama pada kira-kira 40 sampai 50 persen pasien demensia,

13

walaupun sindroma gangguan depresif yang sepenuhnya mungkin hanya ditemukan

pada 10 sampai 20 persen pasien demensia. Pasien dengan demensia juga

menunjukkan tertawa atau menangis yang patologis, yaitu emosi yang ekstrim tanpa

provokasi yang terlihat.

Neurologis. Disamping afasia pada pasien demensia, apraksia dan agnosia

adalah sering, dan keberadaannya dimasukkan sebagai kriteria diagnostik potensial

dalam DSM-IV. Tanda neurologis lain yang dapat berhubungan dengan demensia

adalah kejang, yang terlihat pada kira-kira 10 persen pasien dengan demensia tipe

Alzheimer dan 20 persen pasien dengan demensia vaskular, dan presentasi

neurologis yang atipikal, seperti sindroma lobus parietalis nondominan. Refleks

primitif-seperti refleks menggenggam, moncong, mengisap, kaki-tonik, dan

palmomental-mungkin ditemukan pada pemeriksaan neurologis, dan jerks mioklonik

ditemukan pada lima sampai sepuluh persen pasien.

Pasien dengan demensia vaskular mungkin mempunyai gejala neurologis

tambahan-seperti nyeri kepala, pusing, pingsan, kelemahan, tanda neurologis fokal,

dan gangguan tidur-mungkin menunjukkan lokasi penyakit serebrovaskular. Palsi

serebrobulbar, disartria, dan disfagia juga lebih sering pada demensia vaskular

dibandingkan demensia lain.

Reaksi katastropik. Pasien demensia juga menunjukkan penurunan

kemampuan untuk menerapkan apa yang disebut oleh Kurt Goldstein sebagai

perilaku abstrak. Pasien mempunyai kesulitan dalam generalisasi dari suatu contoh

tunggal, dalam membentuk konsep, dan dalam mengambil perbedaan dan persamaan

di antara konsep-konsep. Selanjutnya, kemampuan untuk memecahkan masalah,

untuk memberikan alasan secara logis, dan untuk membuat pertimbangan yang sehat

adalah terganggu. Goldstein juga menggambarkan suatu reaksi katastropik, yang

ditandai oleh agitasi sekunder karena kesadaran subjektif tentang defisit

intelektualnya di bawah keadaan yang menegangkan. Pasien biasanya berusaha untuk

mengkompensasi defek tersebut dengan menggunakan strategi untuk menghindari

terlihatnya kegagalan dalam daya intelektual, seperti mengubah subjek, membuat

lelucon, atau mengalihkan pewawancara dengan cara lain. Tidak adanya

14

pertimbangan atau control impuls yang buruk sering ditemukan, khususnya pada

demensia yang terutama mempengaruhi lobus frontalis. Contoh dari gangguan

tersebut adalah bahasa yang kasar, humor yang tidak sesuai, pengabaian penampilan

dan higiene pribadi, dan mengabaikan aturan konvensional tingkah laku sosial.

Sindroma Sundowner. Sindroma ini ditandai oleh mengantuk, konfusi,

ataksia, dan terjatuh secara tidak disengaja. Keadaan ini terjadi pada pasien lanjut

usia yang mengalami sedasi berat dan pada pasien demensia yang bereaksi secara

menyimpang bahkan terhadap dosis kecil obat psikoaktif. Sindroma juga terjadi pada

pasien demensia jika stimuli eksternal, seperti cahaya dan isyarat yang menyatakan

interpersonal, adalah menghilang.

Pemeriksaan neurologis dasar tidak menemukan sesuatu yang abnormal. Hasil

dari semua pemeriksaan laboratorium adalah normal, termasuk B12, folat, T4 dan

serologi; tetapi pemeriksaan tomografi komputer menunjukkan atrofi kortikal yang

nyata.2-4

2.14. DIAGNOSIS

Diagnosis demensia didasarkan pada pemeriksaan klinis pasien, termasuk

pemeriksaan suatu mental, dan pada informasi dari anggota keluarga, teman-teman, dan

perusahaan. Keluhan perubahan kepribadian pada seorang pasien yang berusia lebih dari

40 tahun menyatakan bahwa suatu diagnosis demensia harus dipertimbangkan dengan

cermat.

Keluhan dari pasien tentang gangguan intelektual dan menjadi pelupa harus

diperhatikan, demikian juga tiap bukti pengelakan, penyangkalan, atau rasionalisasi yang

ditujukan untuk menyembunyikan defisit kognitif. Keteraturan yang berlebihan, penarikan

sosial atau kecenderungan untuk menghubungkan peristiwa-peristiwa dalam perincian

yang kecil-kecil dapat merupakan karakteristik. Ledakan kemarahan yang tiba-tiba atau

sarkasme dapat terjadi. Penampilan dan perilaku pasien harus diperhatikan. Labilitas

emosional, dandanan yang kotor, ucapan yang tidak tertahan, gurauan yang bodoh, atau

ekspresi wajah atau gaya yang bodoh, apatik atau kosong menyatakan adanya demensia,

terutama jika disertai dengan gangguan ingatan.

15

1. Demensia tipe Alzheimer

Kriteria diagnostik DSM-IV untuk demensia tipe Alzheimer menekankan

adanya gangguan ingatan dan disertai terdapatnya sekurang-kurangnya satu gejala

lain dari penurunan kognitif (afasia, apraksia, agnosia, atau fungsi eksekutif yang

abnormal). Kriteria diagnostik juga memerlukan suatu penurunan yang terus menerus

dan bertahap pada fungsi, gangguan fungsi sosial atau pekerjaan, dan menyingkirkan

penyebab demensia lainnya. DSM-IV menyatakan bahwa usia dari onset dapat

digolongkan sebagai awal (pada usia 65 tahun atau kurang) atau lambat (setelah usia

65 tahun) dan gejala perilaku yang predominan dapat diberi kode dengan diagnosis,

jika sesuai.

2. Demensia Vaskular

Gejala umum dari demensia vaskular adalah sama dengan gejala untuk

demensia tipe Alzheimer, tetapi diagnosis demensia vaskular memerlukan bukti

klinis maupun laboratoris yang mendukung penyebab vaskular dari demensia.

3. Demensia karena kondisi medis lainnya

DSM-IV menuliskan enam penyebab spesifik demensia yang dapat diberi kode

secara langsung: penyakit HIV, trauma kepala, penyakit Parkinson, penyakit

Huntington, penyakit Pick, dan penyakit Creutz-feldt-Jakob. Suatu kategori ketujuh

memungkinkan dokter menspesifikasi kondisi medis nonpsikiatrik lainnya yang

berhubungan dengan demensia.

4. Demensia menetap akibat zat

Alasan utama bahwa kategori DSM-IV ini dituliskan dengan demensia dan

gangguan yang berhubungan dengan zat adalah untuk mempermudah dokter berpikir

tentang diagnosis banding. Zat spesifik yang merupakan referensi silang DSM-IV

adalah alkohol, inhalan, sedatif, hipnotik, atau ansiolitik, dan zat lain atau yang tidak

diketahui.

2.15. DIAGNOSIS BANDING

Perbaikan yang terus menerus dalam teknik pencitraan otak, khususnya MRI, telah

membuat perbedaan antara demensia, terutama demensia tipe Alzheimer dan demensia

16

vaskular agak lebih cepat dibandingkan di masa lalu pada beberapa kasus. Suatu bidang

penelitian yang sedang giat dilakukan adalah menggunakan tomografi komputer emisi

foton tunggal (single photon emission computed tomography; SPECT) untuk mendeteksi

pola metabolisme otak dalam berbagai jenis demensia; dan tidak lama lagi, penggunaan

pencitraan SPECT dapat membantu dalam diagnosis banding klinis penyakit demensia.

a. Demensia tipe Alzheimer versus demensia vaskular

Biasanya demensia vaskular telah dibedakan dari demensia tipe Alzheimer

dengan pemburukan yang mungkin menyertai penyakit serebrovaskular selama satu

periode waktu. Walaupun pemburukan yang jelas dan bertahap mungkin tidak

ditemukan pada semua kasus, gejala neurologis fokal adalah lebih sering pada

demensia vaskular dibandingkan pada demensia tipe Alzheimer, demikian juga

faktor risiko standar untuk penyakit serebrovaskular.

b. Demensia vaskular versus Serangan Iskemik Transien

Serangan iskemik transien (transient ischemic attacks/ TIA) adalah episode

singkat disfungsi neurologis fokal yang berlangsung kurang dari 24 jam (biasanya

lima sampai 15 menit). Walaupun terdapat berbagai mekanisme yang mungkin

bertanggung jawab, episode seringkali disebabkan oleh mikroembolisasi dari suatu

lesi intrakranial proksimal yang menyebabkan iskemia otak transien, dan episode

biasanya menghilang tanpa perubahan patologis yang bermakna pada jaringan

parenkim. Kira-kira sepertiga pasien dengan serangan iskemik transien yang tidak

diobati selanjutnya mengalami suatu infark otak; dengan demikian, pengenalan

serangan iskemik transien adalah suatu strategi klinis yang penting untuk mencegah

infark otak.

c. Delirium

Gangguan memori terjadi baik pada delirium maupun pada demensia. Delirium

juga dicirikan oleh menurunnya kemampuan untuk mempertahankan dan

memindahkan perhatian secara wajar. Gejala delirium bersifat fluktuatif, sementara

demensia menunjukkan gejala yang relatif stabil. Gangguan kognitif yang bertahan

tanpa perubahan selama beberapa bulan lebih mengarah kepada demensia daripada

17

delirium. Delirium dapat menutupi dejala demensia. Dalam keadaan sulit untuk

membedakan apakah terjadi delirium atau demensia, maka dianjurkan untuk memilih

demensia sebagai diagnosa sementara, dan mengamati penderita lebih lanjut secara

cermat untuk menentukan jenis gangguan yang sebenarnya.

d. Depresi

Depresi yang berat dapat disertai keluhan tentang gangguan memori, sulit

berpikir dan berkonsentrasi, dan menurunnya kemampuan intelektual secara

menyeluruh. Kadang-kadang penderita menunjukkan penampilan yang buruk pada

pemeriksaan status mental dan neuropsikologi. Terutama pada lanjut usia, sering kali

sulit untuk menentukan apakah gejala gangguan kognitif merupakan gejala demensia

atau depresi. Kesulitan ini dapat dipecahkan melalui pemeriksaan medik yang

menyeluruh dan evaluasi awitan gangguan yang ada, urutan munculnya gejala

depresi dan gangguan kognitif, perjalanan penyakit, riwayat keluarga, serta hasil

pengobatan. Apabila dapat dipastikan bahwa terdapat demensia bersama-sama

dengan depresi, dengan etiologi yang berbeda, kedua diagnosis dapat ditegakkan

bersama-sama.

e. Amnesia

Amnesia dicirikan oleh gangguan memori yang berat tanpa gangguan fungsi

kognitif lainnya (afasia, apraksia, agnosia, dan gangguan eksekutif/daya abstraksi).

f. Retardasi mental

Retardasi mental dicirikan oleh fungsi intelektual di bawah rata-rata, yang

diiringi oleh gangguan dalam penyesuaian diri, yang awitannya di bawah 18 tahun.

Apabila demensia tampak pada usia di bawah 18 tahun, diagnosis demensia dan

retardasi mental dapat ditegakkan bersama-sama asal kriterianya terpenuhi.

g. Skizofrenia

Pada skizofrenia mungkin terjadi gangguan kognitif multipleks, tetapi

skizofrenia muncul pada usia lebih muda; disamping itu dicirikan oleh pola gejala

yang khas tanpa disertai etiologi yang spesifik. Yang khas, gangguan kognitif pada

skizofrenia jauh lebih berat daripada gangguan kognitif pada demensia.1

18

2.16. TERAPI

Beberapa kasus demensia dianggap dapat diobati karena jaringan otak yang

disfungsional dapat menahan kemampuan untuk pemulihan jika pengobatan dilakukan

tepat pada waktunya. Riwayat medis yang lengkap, pemeriksaan fisik, dan tes

laboratorium, termasuk pencitraan otak yang tepat, harus dilakukan segera setelah

diagnosis dicurigai. Jika pasien menderita akibat suatu penyebab demensia yang dapat

diobati, terapi diarahkan untuk mengobati gangguan dasar.

Pendekatan pengobatan umum pada pasien demensia adalah untuk memberikan

perawatan medis suportif, bantuan emosional untuk pasien dan keluarganya, dan

pengobatan farmakologis untuk gejala spesifik, termasuk gejala perilaku yang

mengganggu. Pemeliharaan kesehatan fisik pasien, lingkungan yang mendukung, dan

pengobatan farmakologis simptomatik diindikasikan dalam pengobatan sebagian besar

jenis demensia. Pengobatan simptomatik termasuk pemeliharaan diet gizi, latihan yang

tepat, terapi rekreasi dan aktivitas, perhatian terhadap masalah visual dan audiotoris, dan

pengobatan masalah medis yang menyertai, seperti infeksi saluran kemih, ulkus dekubitus,

dan disfungsi kardiopulmonal. Perhatian khusus karena diberikan pada pengasuh atau

anggota keluarga yang menghadapi frustasi, kesedihan, dan masalah psikologis saat

mereka merawat pasien selama periode waktu yang lama.

Jika diagnosis demensia vaskular dibuat, faktor risiko yang berperan pada penyakit

kardiovaskular harus diidentifikasi dan ditanggulangi secara terapetik. Faktor-faktor

tersebut adalah hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, penyakit jantung, diabetes dan

ketergantungan alkohol. Pasien dengan merokok harus diminta untuk berhenti, karena

penghentian merokok disertai dengan perbaikan perfusi serebral dan fungsi kognitif.

Terdapat lima hambatan utama sehubungan dengan terapi demensia:

1. Kompleksitas biologi dan biokimia otak; interaksi dan ketergantungan antar

komponen belum diketahui secara jelas

2. Kesulitan dalam hal menentukan diagnosis etiologik dari sindrom psiko-organik

3. Tiadanya korelasi antara perilaku, gejala neurologik atau neuropsikologik, dan

perubahan metabolik yang ada

19

4. Belum diketahuinya batas-batas biologik gangguan yang ada, sehubungan dengan

aspek farmakologik

5. Kesulitan dalam hal metodologi untuk mengevaluasi efek terapetik, terutama dalam

menginterpretasi hasil kelompok-kelompok penelitian

Untuk demensia tidak ada terapi spesifik atau drug of choice. Terapi demensia bukan

sekedar pemberian obat-obatan. Pihak keluarga harus diberi penyuluhan tentang situasi

demensia; dengan demikian keluarga dapat merawat penderita di rumah dengan tepat.

Obat untuk demensia

a. Cholinergic-enhancing agents

Untuk terapi demensia jenis Alzheimer, telah banyak dilakukan penelitian.

Pemberian cholinergic-enhancing agents menunjukkan hasil yang lumayan pada

beberapa penderita; namun demikian secara keseluruhan tidak menunjukkan

keberhasilan sama sekali. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa demensia

alzheimerntidak semata-mata disebabkan oleh defisiensi kolinergik; demensia ini

juga disebabkan oleh defisiensi neurotransmitter lainnya. Sementara itu, kombinasi

kolinergik dan noradrenergic ternyata bersifat kompleks; pemberian obat kombinasi

ini harus hati-hati karena dapat terjadi interaksi yang mengganggu sistem

kardiovaskular.

b. Choline dan lecithin

Defisit asetilkolin di korteks dan hipokampus pada demensia Alzheimer dan

hipotesis tentang sebab dan hubungannya dengan memori mendorong peneliti untuk

mengarahkan perhatiannya pada neurotransmitter. Pemberian prekursor, choline dan

lecithin merupakan salah satu pilihan dan memberi hasil lumayan, namun demikian

tidak memperlihatkan hal yang istimewa. Dengan choline ada sedikit perbaikan

terutama dalam fungsi verbal dan visual. Dengan lecithin hasilnya cenderung negatif,

walaupun dengan dosis yang berlebih sehingga kadar dalam serum mencapai 120

persen dan dalam cairan serebrospinal naik sampai 58 persen.

20

c. Neuropeptide, vasopressin dan ACTH

Pemberian neuropetida, vasopressin dan ACTH perlu memperoleh perhatian.

Neuropeptida dapat memperbaiki daya ingat semantik yang berkaitan dengan

informasi dan kata-kata. Pada lansia tanpa gangguan psiko-organik, pemberian

ACTH dapat memperbaiki daya konsentrasi dan memperbaiki keadaan umum.

d. Nootropic agents

Dari golongan nootropic substances ada dua jenis obat yang sering digunakan

dalam terapi demensia, ialah nicergoline dan co-dergocrine mesylate. Keduanya

berpengaruh terhadap katekolamin. Co-dergocrine mesylate memperbaiki perfusi

serebral dengan cara mengurangi tahanan vaskular dan meningkatkan konsumsi

oksigen otak. Obat ini memperbaiki perilaku, aktivitas, dan mengurangi bingung,

serta memperbaiki kognisi. Disisi lain, nicergoline tampak bermanfaat untuk

memperbaiki perasaan hati dan perilaku.

e. Dihydropyridine

Pada lansia dengan perubahan mikrovaskular dan neuronal, L-type calcium

channels menunjukkan pengaruh yang kuat. Lipophilic dihydropyridine bermanfaat

untuk mengatasi kerusakan susunan saraf pusat pada lansia. Nimodipin bermanfaat

untuk mengembalikan fungsi kognitif yang menurun pada lansia dan demensia jenis

Alzheimer. Nimodipin memelihara sel-sel endothelial/kondisi mikrovaskular tanpa

dampak hipotensif; dengan demikian sangat dianjurkan sebagai terapi alternatif

untuk lansia terutama yang mengidap hipertensi esensial.5

21

DAFTAR PUSTAKA

1. Ropper AH, Brown RH, editors. Adams and Victors principles of neurology. 8th ed. New

York: Mc Graw Hill; 2005. p.355-66.

2. Greenberg DA. Aminoff MJ, Simon RP. Clinical neurology. 5 th ed. New York: Lange; 2002.

p.8-60.

3. Rohkamm R. Color atlas of neurology. New York: Thieme; 2008. p.70-89.

4. Baehr M, Fotscher M. Diagnosis topic neurologi Duus: anatomi, tanda, gejala. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2010. h.286..

5. Noback CR, Strominger NL, Demarest RJ, Ruggiero DA. The human nervous system

structure and function. 6th ed. New Jersey: Humana Press; 205. p.460-70.

22