d. Cerna Protein

20
Protein (Gizi) BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Protein adalah zat gizi makro yang berfungsi sebagai zat pembangun, zat pengatur dan penghasil energ. Sebagai zat pembangun tubuh, protein berperan dalam banyak proses biokimia, seperti proses pembelahan sel, yang membangun jaringan tubuh dalam proses pertumbuhan. Selain itu, protein seperti enzim dan hormone yang dibangun dari banyak molekul asam amino, berperan penting dalam proses regulasi, antara lain regulasi metabolism dan pengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh, dan keseimbangan elektrolit darah. Protein akan dioksidasi menghasilkan energy apabila karbohidrat dan lemak tidak mencukupi kebutuhan energy tubuh. Proses pengolahan dapat menyebabkan perubahan mutu gizi protein . proses pengolahan yang menggunakan suhu tinggi berakibat pada denaturasi protein yang meningkatkan daya cerna protein. Sebaliknya, reaksi pencoklatan yang terjadi akibat pemanasan menyebabkan penurunan nilai gizi protein. Untuk menentukan kualitas protein suatu pangan dapat dilihat dari seberapa banyak protein tersebut dapat dicerna dan diserap oleh tubuh. Suatu protein yang mudah dicerna menunjukan bahwa jumlah asam amino yang dapat diserap dan digunakan tubuh, karena sebagian besar akan dibuang oleh tubuh bersama feses ( Muchtadi, 1989 ). Oleh sebab itu perlu diadakan analisis lebih lanjut mengenai daya cerna protein

description

protein

Transcript of d. Cerna Protein

Page 1: d. Cerna Protein

Protein (Gizi)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Protein adalah zat gizi makro yang berfungsi sebagai zat pembangun, zat pengatur

dan penghasil energ. Sebagai zat pembangun tubuh, protein berperan dalam banyak proses

biokimia, seperti proses pembelahan sel, yang membangun jaringan tubuh dalam proses

pertumbuhan. Selain itu, protein seperti enzim  dan hormone yang dibangun dari banyak

molekul asam amino, berperan penting dalam proses regulasi, antara lain regulasi metabolism

dan pengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh, dan keseimbangan elektrolit darah.

Protein akan dioksidasi menghasilkan energy apabila karbohidrat dan lemak tidak mencukupi

kebutuhan energy tubuh.

Proses pengolahan dapat menyebabkan perubahan mutu gizi protein . proses pengolahan

yang menggunakan suhu tinggi berakibat pada denaturasi protein yang meningkatkan daya

cerna protein. Sebaliknya, reaksi pencoklatan yang terjadi akibat pemanasan menyebabkan

penurunan nilai gizi protein.

Untuk menentukan kualitas protein suatu pangan dapat dilihat dari

seberapa banyak protein tersebut dapat dicerna dan diserap oleh tubuh.

Suatu protein yang mudah dicerna menunjukan bahwa jumlah asam

amino yang dapat diserap dan digunakan tubuh, karena sebagian besar

akan dibuang oleh tubuh bersama feses ( Muchtadi, 1989 ). Oleh sebab

itu perlu diadakan analisis lebih lanjut mengenai daya cerna protein dari

suatu bahan pangan. Pengukuran daya cerna protein ini menggunakan

hamster, karena diasumsikan bahwa hamster putih memiliki kesamaan

fisiologis dengan manusia. Dalam praktikum ini, ransum sumber protein

yang diberikan kepada hamster adalah ransum rebon, tempe, casein, dan

ransum non protein.

1.2  Tujuan

Menentukan proses pengolahan yang mempengaruhi nilai gizi protein. Selain itu,

menentukan kondisi pengolahan yang menurunkan nilai gizi protein minimal. Tujuan lainnya

Page 2: d. Cerna Protein

yaitu menentukan mutu protein pada system in vivo menggunakan hewan uji dan parameter

protein efficiency ratio (PER), dan menentukan daya cerna protein secara kualitatif dan

enzimatis.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Protein merupakan zat yang paling penting dan dibutuhkan oleh

semua organisme. Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan

merupakan bagian tubuh terbesar setelah air. Protein tersusun atas

beberapa unit zat yang dinamakan “ asam amino” (Almatsier,Sunita.

2003). Mulai abad 20, mulai dilakukan evaluasi terhadap nilai protein

dan komposisi asam amino esensial dalam protein yang dilakukan melalui

evaluasi Nilai Gizi Protein menggunakan hamster percobaan ini

dilakukan secara in vivo percobaan pada hamster (Nasoetion,Amini)

Protein mempunyai peranan penting bagi tubuh sebagai enzim, pertahanan tubuh,

pembentukan dan pertumbuhan tubuh serta sebagai bahan bakar dalam tubuh. Protein

membentuk jaringan – jaringan baru yang selalu terjadi di tubuh pada masa pertumbuhan

juga pada masa kehamilan. Protein sangat berperan penting dalam membentuk jaringan janin

dan pertumbuhan embrio. Jaringan tubuh yang rusak diganti oleh protein sedangkan dalam

bahan bakar tubuh protein mengganti keperluan energi apabila karbohidrat dan lemak tidak

Page 3: d. Cerna Protein

terpenuhi dalam tubuh. Keseimbangan cairan dalam jaringan dan pembuluh darah dapat

menimbulkan tekanan osmotik koloid yang dapat menarik cairan dari jaringan ke dalam

pembuluh darah. Sifat amfoter protein yang dapat bereaksi dengan mengatur keseimbangan

asam basa dalam tubuh. Molekul protein mengandung fosfor, belerang dan unsur – unsur

logam seperti besi dan tembaga dalam pembentukan anti bodi dan pembentukan kompleks

dipengaruhi oleh enzim yang bertindak sebagai plasma ( albumin ) yang sangat berperan

penting bagi tubuh dalam proses daya tahan tubuh terhadap kekebalan penyakit. Didalam

tubuh manusia terdapat komponen – komponen yang lebih kecil yaitu asam amino dan

peptida.

Mutu protein dapat dinilai berdasarkan beberapa parameter mutu protein seperti daya

cerna protein, dan PER ( Protein Efisiensi Ratio). Daya cerna protein merupakan salah satu

parameter mutu protein yang menjelaskan tentang kemudahan protein untuk dihidrolisis

menjadi asam amino pembentuknya. Daya cerna protein dapat dinilai secara invitro dengan

menggunakan berbagai jenis enzim, baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif dan

secara in vitro(Anonim,2007).

Protein bermutu tinggi memiliki daya cerna yang tinggi pula. Daya cerna protein

adalah ukuran jumlah asam amino yang diserap dari asupan protein tertentu. Daya cerna

protein menunjukkan tingkat kemudahan protein untuk dipecah menjadi asam amino atau

komponen pembentuknya sehingga mudah diserap tubuh. Nilai kimia tidak menjelaskan

secara tepat cara tubuh memanfaatkan protein, karena protein memiliki daya cerna berbeda.

Jika protein tidak dicerna menjadi bagian lebih kecil seperti asam amino, dipeptida dan

tripeptida, maka asam amino tidak dapt melewati dinding usus halus ke darah, melainkan

dibuang ke feses (Tedjasari, 2005).

Protein yang terdapat dalam bahan pangan mudah mengalami perubahan-perubahan,

antara lain:

1.      Dapat terdenaturasi oleh perlakuan pemanasan.

2.      Dapat terkoagulasi atau mengendap oleh perlakuan pengasaman.

3.      Dapat mengalami dekomposisi atau pemecahan oleh enzim-enzim proteolitik.

4.      Dapat bereaksi dengan gula reduksi, sehingga menyebabkan terjadinya warna coklat.

Denaturasi protein dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhdap struktur

sekunder, tersier dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan

kovalen. Karena itu denaturasi dapat diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hidrogen,

interaksi hidrofobik, ikatan garam dan terbukanya lipatan atau wiru molekul protein.

(Winarno, 1992).

Page 4: d. Cerna Protein

Protein bermutu tinggi memiliki daya cerna yang tinggi pula. Daya cerna protein

adalah ukuran jumlah asam amino yang diserap dari asupan protein tertentu. Daya cerna

protein menunjukkan tingkat kemudahan protein untuk dipecah menjadi asam amino atau

komponen pembentuknya sehingga mudah diserap tubuh. Nilai kimia tidak menjelaskan

secara tepat cara tubuh memanfaatkan protein, karena protein memiliki daya cerna berbeda.

Jika protein tidak dicerna menjadi bagian lebih kecil seperti asam amino, dipeptida dan

tripeptida, maka asam amino tidak dapt melewati dinding usus halus ke darah, melainkan

dibuang ke feses (Tedjasari, 2005).

Kemampuan suatu protein untuk dihidrolisis menjadi asam amino

oleh enzim pencernaan ( protease ) dikenal dengan istilah daya cerna

protein (digestibility). Di dalam tubuh organisme sudah terdapat protein

yang disebut protein endogen yang berasal dari hormone yang

dikeluarkan oleh tubuh kita, namun belum cukup untuk memenuhi

kebutuhan tubuh, oleh sebab itu untuk meningkatkan protein tubuh

dibutuhkan konsumsi pangan sumber protein yang cukup ,baik pangan

nabati maupun hewani. Hampir semua bahan pangan hewani seperti

susu, telur, daging, ikan merupakan sumber protein yang baik.

Sedangkan bahan makanan sumber protein nabati terdapat pada kacang

– kacangan terutama kedele dan kacang hijau serta olahannya seperti

tempe dan tahu ( Auliana, 1999 ).

Untuk menentukan kualitas protein suatu pangan dapat dilihat dari seberapa banyak

protein tersebut dapat dicerna dan diserap oleh tubuh. Suatu protein yang mudah dicerna

menunjukan bahwa jumlah asam amino yang dapat diserap dan digunakan tubuh, karena

sebagian besar akan dibuang oleh tubuh bersama feses ( Muchtadi, 1989 ). Oleh sebab itu

perlu diadakan analisis lebih lanjut mengenai daya cerna protein dari suatu bahan pangan.

Pengukuran daya cerna protein ini menggunakan hamster, karena diasumsikan bahwa

hamster putih memiliki kesamaan fisiologis dengan manusia. Dalam praktikum ini, ransum

sumber protein yang diberikan kepada hamster adalah ransum rebon, tempe, casein, dan

ransum non protein.

PER adalah rasio efisiensi protein yang menunjukkan tingkat kemanfaatan protein

pangan yang dikonsumsi. PER pada system in vitro, Nisbah efisiensi protein menunjukkan

tingkat kemanfaatan protein pangan yang dikonsumsi. Ukuran PER dapat dinilai secara

perhitungan, seperti C-PER (Computed Protein efficiency Ratio). Penentuan C-PER

Page 5: d. Cerna Protein

dilakukan untuk pangan yang memiliki nilai PER antara 0.67-3.22. Cara penentuan  C-PER,

yaitu 1) tentukan daya cerna in vitro sampel dan kasein baku dengan multi enzim, 2)

menentukan kadar AAE sampel dan kasein baku (g AAE/100 gr protein), 3) menentukan

persentase masing-masing AAE terhadap pola acuan FAO/WHO  dengan rumus sebagai

berikut:

% AAE =     x daya cerna

Bila perhitungan (3) lebih kecil atau sama dengan 100%, maka dilanjutkan ke 5) untuk

menentukan nilai bobot masing-masing AAE.

 5) menghitung nilai X dan Y dengan rumus X = jumlah    notasi Y

sebagai jumlah bobot.

 6) Menentukan skor AAE contoh dan kasein baku dengan cara Y dibagi X.

7) menentukan SPC =    

8) menentukan nilai C-PER dengan rumus :

C-PER= -2.1074 + 7.1312 (SPC) – 2. 5188 (SPC)2

Sedangkan pengukuran PER secara in vivo dapat dihitung dengan rumus sebagai

berikut :  PER = 

Penentuan PER menggunakan tikus uji memerlukan waktu yang lama. Penilaian mutu protein

dengan ukuran PER in vivo dapat dilakukan pada hewan uji tikus. Tidak seperti C-PER,

penentuan PER in vivo menggunakan tikus uji memerlukan waktu lebih lama, yaitu sekitar

28 hari. Namun ukuran PER in vivo dapat menjelasknan pengaruh protein terhadap

pertambahan bobot badan. (Tejasari; 2005)

Pemberian pakan secara ad libitum maksudnya adalah memberikan makanan kepada

hamster sampai pada saat dimana hewan dalam kondisi kenyang dan enggan lagi makan

meski makanan disekitarnya masih ada. Metode pemberian pakan seperti ini biasa diterapkan

pada tahap hewan yang masih kecil atau benih. Namun perlu diperhatikan bahwa pakan

tersisa yang tidak dimakan ini bisa berubah menjadi racun dan mencemari. Apalagi jika

jumlahnya terlalu banyak. Jika demikian, tidak mustahil, hewan akan keracunan dan akhirnya

pada mati semua.

Untuk kandungan nutrisi pelet, yaitu Protein 16-19 %, Serat kasar 10

%,  Air  12%, Lemak  5%,  Ca 1%,  Phosfor  0.7%, vitamin B compleks, C dan

Page 6: d. Cerna Protein

mineral. Tempe merupakan sumber vitamin B yang sangat potensial. Jenis vitamin yang

terkandung dalam tempe antara lain vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), asam pantotenat,

asam nikotinat (niasin), vitamin B6 (piridoksin), dan B12 (sianokobalamin). Nilai Kandungan

gizi Wortel per 100 g (3.5 oz), yaitu Energi 173 kJ (41 kcal), Karbohidrat 9 g, Gula 5 g, Diet

serat 3 g, Lemak 0,2 g, Protein 1 g, Vitamin A equiv. 835 mg (93%), Beta-karoten 8285 mg

(77%), Thiamine (Vit. B1) 0.04 mg (3%), Riboflavin (Vit. B2) 0,05 mg (3%), Niacin, (Vit.

B3) 1.2 mg (8%), Vitamin B6 0,1 mg (8%), Folat (Vit. B9) 19 mg (5%), Vitamin C 7 mg

(12%), Kalsium 33 mg (3%), Besi 0,66 mg (5%), Magnesium 18 mg (5%), Fosfor 35 mg

(5%), Kalium 240 mg (5%), Sodium 2,4 mg (0%)

Berikut adalah kandungan gizi pada kecambah per 100 gram, yaitu Energi 50,00 kal,

Protein 5,70 gram, Lemak 0,10 gram, Karbohidrat 10 gram, Kalsium 32 mg, Potasium 235

mg, Seng 960 mg, Asam folat 160 mg, Fosfor 96 mg, Kalium 125 mg, Zat besi 1,10 mg,

Vitamin A 13.00 RE, Vitamin B 10.13 mg, Vitamin B 20,15 mg, Vitamin C 20,00 mg, Niacin

1,00 mg, Serat 0,70 gram.

Pada kwaci atau biji bunga matahari, kandungan gizinya yaitu :

Zat Gizi Biji bunga matahari

Energi (kkal) 570

Protein (g) 22,78

Lemak (g) 49,57

Lemak jenuh (g) 5,20

Lemak tidak jenuh tunggal

(g)

9,46

Lemak tidak jenuh ganda

(g)

32,73

Karbohidrat (g) 18,76

Kalsium (mg) 116

Fosfor (mg) 705

Besi (mg) 6,77

Kalium (mg) 689

Natrium (mg) 3

Page 7: d. Cerna Protein

Tembaga (mg) 1,75

Vitamin C (mg) 1,4

Sumber: www.nutritionanalyzer.com

BAB 3. PROSEDUR ANALISIS

3.1  Tujuan Praktikum

            Tujuan dari praktikum ini adalah menetukan proses pengolahan yang mempengaruhi

nilai gizi protein. Selain itu, menentukan kondisi pengolahan yang menurunkan nilai gizi

protein minimal. Tujuan lainnya yaitu menentukan mutu protein pada system in

vivo menggunakn hewan uji dan parameter protein efficiency ratio (PER), dan menentukan

daya cerna protein secara kualitatif enzimatis.

3.2  Alat dan Bahan

3.2.1     Alat

     Peralatan yang digunakan diantaranya yaitu neraca analitik, bak, kandang hamster, tempat

makan dan minum.

3.2.2     Bahan

Adapun bahan-bahan yng digunakan yaitu pakan bermutu protein tinggi (wortel, kuaci,

toge dan tempe) dan hewan uji (hamster).

Page 8: d. Cerna Protein

3.3  Prosedur Analisa

Protein sempurna, protein yang mengandung asam amino esensial secara cukup dan

lengkap, sangat diperlukan untuk pembentukan jaringan. Konsumsi pangan sumber protein

sempurna akan berdampak pada peningkatan berat badan, yang menunjukkan kemanfaatan

protein bagi pertumbuhan. Nisbah pertambahan berat badan hewan uji akibat sejumlah

protein yang dikonsumsinya ditentukan sebagai nilai PER.

BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

4.1 Hasil Pengamatan

Tanggal Kandang X (gr) Y (gr) Berat Hanster (gr)

Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3

31 Okt A - 19,056 - - -

B - 30,077 - - -

C - 36,106 - - -

01 Nop A 2,18 20,180 92,8 92,4 92,7

B 4,36 34,360 111,9 111,8 111,5

C 2,167 38,167 113,3 113,2 112,8

02 Nop A 30,739 3,215 - - -

B 51,526 5,640 - - -

C 38,609 1,161 - - -

03 Nop A 8,165 36,000 98,9 99,8 98,7

B 12,164 60,000 121,6 121,7 121,5

C 5,348 72,000 124,2 124.1 124,2

04 Nop A 12,097 36,052 - - -

B 17,274 60,119 - - -

C 0,298 72,077 - - -

05 Nop A 11,870 18,357 97,5 97,6 97,6

B 17,754 45,499 125,3 125,3 125,3

Page 9: d. Cerna Protein

C 11,997 60,615 130,1 130,1 130,1

06 Nop A 25,131 36,047 - - -

B 12,850 60,352 - - -

C 20,053 72,260 - - -

07 Nop A 25,216 36,010 103,41 103,43 103,39

B 13,820 60,024 132,89 132,83 132,95

C 20,053 72,046 135,42 135,01 135,52

08 Nop A 12,814 18,022 - - -

B 11,226 30,316 - - -

C 11,230 36,094 - - -

09 Nop A 7,395 36,152 111,2 111,5 111,8

B 10,932 60,401 141,8 141,3 141,7

C 16,933 72,940 138,3 157,9 138,5

10 Nop A 19,370 36,104 - - -

B 18,330 60,085 - - -

C 12,171 72,105 - - -

11 Nop A 17,8274 36,048 120,548 120,624 120,71

B 1,54314 60,153 136,323 146,272 146,56

C 8,5643 72,197 129,123 129,532 129,244

12 Nop A 20,220 36,020 - - -

B 13,470 60,156 - - -

C 7,370 72,197 - - -

13 Nop

A 18,357 36,080 123,4 132,2 132,2

B 15,010 60,730 155,6 156 155,28

C 13,880 72,250 132,5 132,3 132,2

4.2 Hasil Perhitungan

BAB 5. PEMBAHASAN

Page 10: d. Cerna Protein

Penentuan nilai PER dilakukan dalam 4 tahap, yaitu persiapan hewan uji, persiapan

pakan hewan uji, penimbangan berat badan hewan uji, dan perhitungan PER. Pada perlakuan

persiapan hewan uji, hewan yang digunakan adalah hamster. Sebelum dilakukan percobaan,

hamster tersebut diadaptasi terlebih dahulu diruangan yang telah ditentukan. Pada masa

adaptasi dilakukan selama 2 hari, hamster diberi pakan yang disiapkan yaitu pellet, tempe,

wortel dan toge sebagai sumber protein nabati.

Pada persiapan pakan hewan uji. Data kadar zat gizi tersebut digunakan dalam

perhitungan pakan hewan uji.

Pada penimbangan berat badan hewan uji, berat badan hewan uji ditimbang setiap 2

hari sekali. Sedangkan banyaknya pakan yang dikonsumsi ditimbang setiap hari. Pakan dan

minuman diberikan secara ad libitum,

Data perubahan berat badan, dan jumlah pakan yang dikonsumsi digunakan untuk

menetapkan nilai PER pakan yang dianalisis mutu proteinnya. Perhitungan nilai PER

dihitung untuk setiap kelompok hewan uji, dengan rumus:

PER = pertambahan berat badan (gram) : Jumlah protein yang dikonsumsi (gram)

PROTEIN

 A.            Protein

          Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Tidak seperti bahan

makronutrien lainnya (karbohidrat, lemak), protein ini berperan lebih penting dalam

pembentukan biomolekul daripada sumber energi. Namun demikian apabila organisme

sedang kekurangan energi, maka protein ini dapat juga di pakai sebagai sumber energi.

Keistimewaan lain dari protein adalah strukturnya yang selain mengandung N, C, H, O,

kadang mengandung S, P, dan F

B.            Metode Evaluasi Gizi Protein

1.     Analisa protein dengan secara in vivo

          Protein adalah bagian dari semua dari sel hidup dan merupakan bagian terbesar

tubuh setelah air. Semua enzim, zat pembawa dalam darah, matriks, intraseluler dan

sebagian besar hormone tersusun atas protein. Dalam membentuk protein jaringan

dibutuhkan sejumlah asam amino dan tergantung pada macam asam amino sesuai

dengan jaringan yang akan dibentuk. Asam amino ini didapat dari makanan sesudah

Page 11: d. Cerna Protein

diserap melalui darah dan sebagian disintesa dalam tubuh atau merupakan hasil

katabolisme atau perombakan dari protein jaringan yang sudah rusak ( Auliana, R. 1999

). Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu

membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh.

Untuk menentukan kualitas protein suatu pangan dapat dilihat dari seberapa

banyak protein tersebut dapat dicerna dan diserap oleh tubuh. Suatu protein yang

mudah dicerna menunjukan bahwa jumlah asam amino yang dapat diserap dan

digunakan tubuh, karena sebagian besar akan dibuang oleh tubuh bersama feses

( Muchtadi, 1989 ). Oleh sebab itu perlu diadakan analisis lebih lanjut mengenai daya

cerna protein dari suatu bahan pangan. Pengukuran daya cerna protein ini

menggunakan tikus, karena diasumsikan bahwa tikus putih memiliki kesamaan

fisiologis dengan manusia. Dalam praktikum ini, ransum sumber protein yang diberikan

kepada tikus adalah ransum rebon, tempe, casein, dan ransum non protein.

Evaluasi Nilai Gizi Protein in vivo dilakukan dengan cara biologis pada hewan uji

(tikus putih, mencit, ayam dan manusia). Parameter nilai gizi protein yang dihitung

secara in vivo adalah nisbah efisiensi protein, nisbi protein akhir, pemanfaatan protein

bersih, nilai protein akhir, nisbi protein akhir dan nilai biologis protein.

Evaluasi menggunakan Tikus Percobaan. Terdapat lima macam “Basic Stock” tikus

putih ( Albino Normay rat, Rattus Norvegicus ) yang biasa digunakan sebagai hewan

percobaan di laboratorium, yaitu Long evans, Osborne Mendel, Shermen, Sprague

Dewley dan Wistar.

Beberapa sifat karakteristik tikus percobaan adalah:

1. Noctural, berarti aktif pada malam hari, tidur pada siang hari

2. Tidak mempunyai kantung empedu ( gall bladder )

3. Tidak dapat mengeluarkan isi perutnya ( muntah )

4. Tidak pernah berhenti tumbuh, walaupun kecepatannya menurun setelah berumur

100 hari

          Zat – zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tikus hampir sama dengan

manusia, yaitu karbohidrat yang terdiri dari pati, gula, dan selulosa. Lemak esensial

( terutama linoleat dan linolenat karena karbohidrat dapat disintesis dalam tubuhnya

dari linoleat ). Bila kekurangan asam lemak esensial kulitnya bersisik, pertumbuhannya

terhambat dan pada kasus berat dapat menimbulkan kematian ( Muchtadi.1989 ).

Page 12: d. Cerna Protein

Protein asam amino esensial bagi tikus ada 10 macam, yaitu: lisin, histidin,

triptofan, fenilalanin, leusin, isoleusin, treonin, methionin, valin dan arginin. Arginin

sesungguhnya dapat disintesis dalam tubuh tikus, tetapi hanya cukup untuk

pemeliharaan dan tidak cukup untuk pertumbuhan maksimum. Mineral atau elemen

organik, terdiri dari makro elemen kalsium, fosfor, magnesium, kalium, natrium, chlor

dan belerang. Sedangkan mikro elemen terdiri dari besi, tembaga, kobalt, mangan,

selenium, iod, seng dan molibdenum (Muchtadi.1989).

Kandang tikus harus berlokasi pada tempat yang bebas dari suara ribut, dan

terjaga dari asap industri atau polutan lainnya. Suhu optimum ruangan untuk tikus

adalah 22 – 240 C dan kelembaban udara 50 – 60 %, dengan ventilasi yang cukup

( jangan ada jendela terbuka ). Cahaya harus diusahakan agar terdapat keadaan 12 jam

gelap dan 12 jam terang (di daerah tropis seperti di Indonesia, hal ini tidak merupakan

masalah). Ukuran kandang yang standar adalah 7×9, 5×7 inci, yaitu untuk 1 ekor tikus.

Kandang harus terbuat dari bahan yang tidak mudah berkarat. Tempat makanan harus

dibuat cukup besar untuk “ad litum feeding”. Demikian juga tempat minum, harus

mudah dicapai oleh tikus; botol tempat air minum harus dibersihkan setiap 1 minggu

sekali ( Muchtadi.1989 ).

Dalam penggunaan tikus sebagai hewan percobaan, harus diperhatikan

penanganannya, tikus tidak boleh ditangani dengan meggunakan alat, artinya harus

dipegang dengan tangan dan jangan dipegang dengan ekornya. Tikus harus dipegang

dengan cara menempatkan telapak tangan pada punggungnya, ibu jari serta telapak

tangan untuk memegang kaki – kaki depan dibawah lehernya ( Muchtadi. 1989 ).

Umumya yang digunakan adalah tikus – tikus yang baru disapih (umur ± 21 hari ).

Sebelum percobaan dimulai harus dilakukan masa adaptasi selama 4 – 5 hari untuk

membiaskan tikus pada lingkungan laboratorium. Selain itu, pada masa adaptasi ini

dapat digunakan pengamatan apakah tikus dapat terus digunakan dalam percobaan

( tidak sakit ) ( Muchtadi. 1989 ).

Pada masa adaptasi ini biasanya diberikan “ semi syntetic diet “ atau ransum yang

digunakan sebagai kontrol, yaitu kasein atau laktalbumin sebagai sumber proteinnya,

dicampur dengan bahan – bahan lain (karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral).Bahan –

bahan makanan tersebut hanya boleh dicampurkan apabila akan digunakan dan untuk

menjaga agar tidak terjadi perubahan akibat pengaruh fisik, kimia atau mikrobiologis.

Page 13: d. Cerna Protein

Sebaiknya bahan –bahan tersebut disimpan pada suhu 4o C didalam refrigerator

(Muchtadi.1989).

  Penentuan PER ( Protein Efficiency Ratio ) dan NPR ( Net Protein Ratio )

PER yang dikembangkan oleh Osborne, Mendel, dan Ferry pada tahun 1919 adalah

prosedur evaluasi nilai gizi protein yang paling banyak digunakan. Bahkan juga telah

diterima sebagai metode resmi FDA ( Food and Drug Administration, USA ) dalam

penentuan mutu protein untuk tujuan “Nutrition Labelling”. Prosedur yang digunakan

untuk penetuan PER adalah metode yang terdapat dalam AOAC ( 1984 ).

          PER adalah suatu pengujian 28 hari dengan kasein ANRC ( Animal Nutrition

Research Council ) sebagai protein reverensi. Berat tikus dan konsumsi ransum harus

diukur secara berkala ( umumnya berat badan tikus tiap 2 hari, sedangkan konsumsi

ransum diukur tiap hari ). Tikus harus diberi kandang masing – masing ( 1 ekor dalam 1

kandang ) dan diberi ransum serta air minum ad libitum yang berarti tikus – tikus

tersebut diberi keleluasaan kapan saja mereka mau makan dan minum serta jumlahnya

tidak dibatasi.

Perhitungan PER dilakukan dengan menggunakan rumus :

      Pertambahan Jumlah BB

      Jumlah Protein yang Dikonsumsi

          Prosedur PER yang ditetapkan oleh AOAC ini mempunyai beberapa masalah,

antara lain adalah komposisi ransum. Dimana hal ini banyak dimodifikasi disesuaikan

dengan ketersediaan bahan – bahan ditempat si peneliti. Telah diteliti bahwa yang

paling berpengaruh terhadap nilai PER adalah kadar protein dalam ransum. Oleh

karena keseragaman ditetapkan bahwa kadar protein ransum adalah 100 %.

          NPR ( Net Protein Ratio ) dikembangkan oleh Bender dan Doel pada tahun 1957

dengan tujuan untuk memecahkan masalah – masalah teoritis yang terdapat pada PER.

Dalam penentuan NPR, baik ransum maupun persyaratan tikus yang digunakan sama

dengan yang terdapat pada penentuan PER. Bedanya adalah pada NPR ditambahkan 1

grup tikus yang diberi ransum non protein dan percobaan hanya dilakukan selama 10

hari.

           NPR dihitung dengan menggunakan rumus :

Page 14: d. Cerna Protein

          

          Konsumsi protein uji

          Penurunan berat dihitung sebagai angka rata – rata penurunan berat badan dari grup tikus yang menerima

ransum non protein. NPR dihitung untuk tiap – tiap ekor tikus dan nilai rata – ratanya dihitung untuk tiap grup.

Selanjutnya nilai NPR rata – rata tersebut dinyatakan sebagai persentase dari nilai NPR kasein sebagai grup kontrol.

1.   Analisa protein dengan secara in vitro

Analisa protein secara in vitro dilakukan secara kimiawi, mikrobiologis dan

enzimatis. Analisis kimia dilakukan untuk mengetahui kadar protein, dan komposisi

asam amino esensial (skor kimia). Analisis biokimia dilakukan untuk mengukur

ketersediaan lisin, daya cerna, nisbah efesiensi protein (PER). Nilai kimia protein

pangan ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

          Daya cerna protein menentukan mutu protein karena menunjukan kemudahan

protein untuk dihidrolisis menjadi asam amino pembentuknya. Daya cerna dapat dinilai

secara in vitro dengan mnggunakan berbagai jenis enzim, baik secara kualitatif maupun

kuantitatif