Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein...

50
ANALISIS KADAR, DAYA CERNA DAN KARAKTERISTIK PROTEIN DAGING AYAM KAMPUNG DAN HASIL OLAHANNYA SKRIPSI IWAN RIYANTO PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Transcript of Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein...

Page 1: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

ANALISIS KADAR, DAYA CERNA DAN KARAKTERISTIK PROTEIN DAGING AYAM KAMPUNG

DAN HASIL OLAHANNYA

SKRIPSI

IWAN RIYANTO

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Page 2: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

RINGKASAN

IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein Daging Ayam Kampung dan Hasil Olahannya. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Tuti Suryati, S.Pt., M.Si. Pembimbing Anggota : Ir. Niken Ulupi, MS Protein merupakan salah satu nutrien penting yang dibutuhkan oleh tubuh. Daging ayam kampung adalah sumber protein hewani. Daging akan mengalami proses pengolahan sebelum dikonsumsi. Pengolahan daging bertujuan untuk memperpanjang masa simpan, meningkatkan nilai gizi dan nilai tambah, meningkatkan penerimaan terhadap produk dan menganekaragamkan produk olahan daging. Pengolahan daging menjadi bakso, sosis, abon, dendeng dan daging panggang diduga dapat mengubah kadar dan daya cerna protein yang dikandungnya. Selain itu, kerusakan protein juga dapat terjadi akibat proses pengolahan daging. Penelitian bertujuan untuk mempelajari pengaruh pengolahan daging ayam kampung terhadap kadar, daya cerna dan kerusakan protein. Penelitian dilakukan selama lima bulan. Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak dan bagian Ruminansia Besar Fakultas Peternakan, Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, serta Laboratorium Biokimia Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bahan utama adalah daging ayam kampung bagian dada sebanyak 4,75 kg. Bahan tambahan yang digunakan merupakan bahan-bahan dalam pembuatan bakso, sosis, abon, dendeng dan daging panggang. Selain itu, bahan yang digunakan untuk analisis kadar, daya cerna dan karakteristik protein juga termasuk dalam bahan tambahan. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan perlakuan cara pengolahan yang berbeda (bakso, sosis, abon, dendeng dan daging panggang). Ulangan dilakukan sebanyak tiga kali. Peubah yang diamati adalah kadar protein (mikro Kjeldahl), daya cerna protein (secara in-vitro) dan karakteristik protein (elektroforesis). Analisis kimia pada tiap perlakuan dilakukan secara komposit yang diambil dari tiga ulangan secara acak. Data hasil analisis kimia dibahas secara deskriptif. Hasil analisis kadar protein daging ayam kampung sebesar 22,17%. Kadar protein bakso, sosis, abon, dendeng dan daging panggang berdasarkan berat basah berturut-turut adalah 12,59%; 14,12%; 37,20%; 32,96% dan 29,70%. Bakso merupakan produk olahan daging ayam kampung yang mempunyai kadar protein terendah. Produk olahan yang memiliki kadar protein tertinggi adalah abon. Perubahan kadar protein dapat disebabkan oleh perubahan kadar air, penambahan bahan tambahan dan proses pengolahan. Daya cerna protein daging ayam kampung adalah 85,46%. Bakso, sosis, abon, dendeng dan daging panggang mempunyai daya cerna protein berturut-turut adalah 93,20%; 80,80%; 60,77%; 53,97% dan 71,53%. Perubahan daya cerna protein dapat diakibatkan oleh reaksi-reaksi yang terjadi selama proses pengolahan. Reaksi yang dapat terjadi antara lain denaturasi, reaksi rasemisasi dan reaksi Maillard. Daging ayam kampung mempunyai nilai protein tercerna sebesar 18,95%. Nilai protein bakso, sosis, abon, dendeng dan daging

Page 3: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

panggang adalah 11,73%; 11,41%; 22,61%; 17,79% dan 21,24%. Abon merupakan produk olahan yang mempunyai protein tercerna terbesar. Nilai protein tercerna dipengaruhi oleh kadar dan daya cerna protein. Kerusakan protein terbesar terjadi akibat proses pengolahan daging menjadi bakso. Bakso mempunyai jenis protein sebanyak enam buah. Proses pembuatan sosis merupakan proses pengolahan yang dapat meminimalkan kerusakan protein yang dikandungnya. Kata-kata kunci: daging ayam kampung, kadar, daya cena, protein

Page 4: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

ABSTRACT

Analysis of Quantity, Digestibility and Characteristic of Protein Domestic Chicken Meat and Products

Riyanto, I., T. Suryati and N. Ulupi

Meat would be processed before consumed. Meat could be processed to be bakso (meat ball), sausage, abon, dendeng and roasted meat. Processing may be changes about quantity, digestibility and characteristic of protein. This research was studied about quantity, digestibility and characteristic of protein domestic chicken meat and products. This research used breast meat of domestic chicken. Breast meat processed to be bakso (meat ball), sausage, abon, dendeng and roasted meat. This research was conducted by using completely randomized design with three replicates. The data was analyzed by descriptive. The treatments were processing methods of breast meat of domestic chicken. Quantity of protein meat, bakso, sausage, abon, dendeng and roasted meat each were 22,17%; 12,59%; 14,12%; 37,20%; 32,96% and 29,70%. Quantity protein bakso was smallest than the other. Analysis digestibility used in vitro method. This method used pepsin and pancreatin enzyme. Value of digestibility meat, bakso, sausage, abon, dendeng and roasted meat each were 85,46%; 93,20%; 80,80%; 60,77%; 53,97% and 71,53%. Changes of digestibility after processing may be caused by denaturation, racemization and Maillard reactions. The bakso’s protein was bigest damage protein than the other. Sausage process was method which could pressurized damage protein. Keywords: domestic chicken meat, quantity, digestibility, characretistic, protein

Page 5: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

ANALISIS KADAR, DAYA CERNA DAN KARAKTERISTIK PROTEIN DAGING AYAM KAMPUNG

DAN HASIL OLAHANNYA

IWAN RIYANTO

D14202054

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Page 6: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

ANALISIS KADAR, DAYA CERNA DAN KARAKTERISTIK PROTEIN DAGING AYAM KAMPUNG

DAN HASIL OLAHANNYA

Oleh:

IWAN RIYANTO

D14202054

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Sidang pada tanggal 8 Juni 2006

Pembimbing Utama Tuti Suryati, S.Pt., M.Si. NIP. 132 159 706

Pembimbing Anggota Ir. Niken Ulupi, MS NIP. 131 284 604

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, Mrur. Sc. NIP. 131 624 188

Page 7: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

RIWAYAT HIDUP

Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara yang merupakan putra dari ibu

Sugiarti dan bapak Suwarno. Penulis dilahirkan di Wonogiri pada tanggal 3

Desember 1984. Pendidikan dasar diselesaikan selama sembilan tahun di SD Negeri

Pule II dan SLTP Negeri II Selogiri yang berada di Wonogiri. Pendidikan menengah

atas juga diselesaikan di kota yang sama, tepatnya di SMU Negeri I Wonogiri dan

lulus pada tahun 2002. Tanggal 15 Agustus tahun 2002, penulis diterima sebagai

mahasiswa Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dengan program studi

Teknologi Hasil Ternak. Penulis menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui

jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) yang diikutinya di Surakarta.

Selama mengenyam pendidikan di Fakultas Peternakan Institut Pertanian

Bogor, penulis juga aktif dalam beberapa organisasi kemahasiswaan. Badan

Eksekutif Mahasiswa Fakultas Peternakan dan KSR PMI Unit I IPB merupakan

kedua organisasi kemahasiswaan yang digeluti penulis. Penulis juga menjadi panitia

beberapa kegiatan kemahasiswaan baik pada tingkat fakultas, institusi maupun

nasional. Penulis mendapatkan bantuan pendidikan dari Yayasan Al Munawarroh

dan Perhimpunan Orang Tua Mahasiswa Institut Pertanian Bogor.

Page 8: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

KATA PENGANTAR

Skripsi ini merupakan salah satu upaya dalam mengetahui kadar, daya cerna

dan kerusakan protein daging ayam kampung dan hasil olahannya. Pengolahan

daging menjadi bakso, sosis, abon, dendeng dan dagng panggang merupakan proses

pengolahan yang banyak dilakukan oleh masyarakat. Pengolahan diduga dapat

merubah kadar, daya cerna maupun tingkat kerusakan protein daging ayam

kampung.

Skripsi ini membahas mengenai pengaruh pengolahan daging ayam kampung

terhadap kadar, daya cerna dan kerusakan protein yang dikandungnya. Proses

pengolahan dapat mengakibatkan peningkatan atau bahkan penurunan protein, baik

dari segi kadar, daya cerna maupun tingkat kerusakannya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Semoga karya

ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Dramaga, Juni 2006

Penulis

Page 9: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN .............................................................................................. i

ABSTRACT ................................................................................................. iii

RIWAYAT HIDUP ..................................................................................... vi

KATA PENGANTAR ................................................................................. vii

DAFTAR ISI ................................................................................................ viii

DAFTAR TABEL ........................................................................................ x

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xii

PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

Latar Belakang ................................................................................. 1 Tujuan .............................................................................................. 2

TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 3

Daging Ayam Kampung .................................................................. 3 Protein Daging ................................................................................. 3 Denaturasi Protein Daging ................................................... 4 Reaksi Maillard .................................................................... 4 Produk Olahan Daging ..................................................................... 5 Bakso ................................................................................... 5 Sosis ..................................................................................... 6 Abon ..................................................................................... 6 Dendeng ............................................................................... 7 Analisis Protein ................................................................................ 8 Metode Kjeldhal .................................................................. 8 Daya Cerna Protein (In-Vitro) .............................................. 8 Elektroforesis ........................................................................ 9

METODE ..................................................................................................... 10

Lokasi dan Waktu ............................................................................ 10 Materi ............................................................................................... 10 Rancangan ........................................................................................ 11 Prosedur ........................................................................................... 11

Preparasi Sampel .................................................................. 11 Pembuatan Bakso (Modifikasi Subarnas, 2004) ................... 12 Pembuatan Sosis (Modifikasi Hamdani, 2005) .................... 12 Pembuatan Abon (Modifikasi Ariyanti, 2003) ...................... 12 Pembuatan Dendeng (Modifikasi Ghozali, 2005) ................. 13 Pembuatan Daging Panggang .............................................. 13 Analisis Kadar Protein (Mikro Kjehdahl) ............................ 14 Daya Cerna Protein secara In-Vitro (Sounders et al., 1973) . 14

Page 10: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

Elektroforesis (Laemmli, 1970) ............................................ 15

HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 17

Kadar Protein ................................................................................... 17 Bakso dan Sosis ................................................................... 18 Abon, Dendeng dan Daging Panggang ................................ 18 Daya Cerna Protein .......................................................................... 19 Bakso dan Sosis ................................................................... 20 Abon, Dendeng dan Daging Panggang ................................ 21 Protein Tercerna ............................................................................... 22 Bakso dan Sosis ................................................................... 23 Abon, Dendeng dan Daging Panggang ................................ 23 Karakteristik Protein dengan Menggunakan Elektroforesis ............ 24 Bakso dan Sosis ................................................................... 25 Abon, Dendeng dan Daging Panggang ................................ 26

KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 28

Kesimpulan ...................................................................................... 28 Saran ................................................................................................ 28

UCAPAN TERIMAKASIH ........................................................................ 29

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 30

LAMPIRAN ................................................................................................. 34

Page 11: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Persentase Protein pada Bagian Dada, Paha dan Kulit Ayam Ras dan Ayam Buras ................................................................................. 3

2. Persentase Kadar dan Daya Cerna Protein serta Protein Tercerna Daging Ayam Kampung dan Hasil Olahannya .................................. 17

Page 12: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Perubahan Stuktur Molekul Protein Saat Terjadi Denaturasi ............. 4

2. Hasil Elektroforesis (SDS-PAGE) Daging Ayam Kampung dan Hasil Olahannya ................................................................................. 25

Page 13: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kadar Air Daging Ayam Kampung dan Hasil Olahannya ................. 35

2. Syarat Mutu Abon .............................................................................. 35

3. Syarat Mutu Bakso Daging ................................................................ 35

4. Syarat Mutu Sosis Daging ................................................................. 35

5. Komposisi dan Berat Molekul Protein Marker (low molecule wight) ................................................................................................. 36

6. Kurva Standar Penentuan Berat Molekul Protein Bakso ................... 36

7. Kurva Standar Penentuan Berat Molekul Protein Sosis .................... 36

8. Kurva Standar Penentuan Berat Molekul Protein Abon, Dendeng dan Daging Panggang ........................................................................ 37

9. Kurva Standar Penentuan Berat Molekul Protein Daging Ayam Kampung ............................................................................................ 37

Page 14: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Nilai gizi bahan pangan tidak hanya ditentukan dari segi kuantitas (jumlah),

namun juga dientukan oleh kualitas gizi yang dikandungnya. Zat gizi merupakan

nutrien-nutrien yang terkandung dalam bahan pangan. Nutrien yang membentuk

bahan pangan dapat berupa protein, karbohidrat, lemak, mineral maupun vitamin.

Protein sebagai salah satu nutrien bahan pangan dapat berfungsi sebagai

pengganti komponen tubuh yang rusak maupun sebagai sumber energi. Tingginya

nilai protein dalam makanan dapat ditentukan dengan melihat kandungan asam

amino pembentuk dan daya cerna protein. Daya cerna protein dapat menentukan

ketersediaan asam-asam amino secara biologis. Asam amino terbagi menjadi dua

kelompok, yaitu asam amino esensial dan non-esensial. Asam amino esensial

merupakan asam amino yang tidak dapat dibentuk oleh tubuh sehingga diperlukan

asupan dari luar. Asam amino non-esensial dapat dibentuk oleh tubuh. Sumber

protein yang diperlukan oleh tubuh berasal dari hewani, nabati dan protein non

konvensional. Protein hewani dapat berasal dari daging maupun telur yang dihasilkan

oleh ternak.

Daging sebagai sumber protein, akan mengalami proses pengolahan sebelum

dikonsumsi. Tujuan pengolahan bahan pangan disamping meningkatkan nilai tambah

juga dapat memperpanjang masa simpan, meningkatkan penerimaan terhadap produk

dan menganekaragamkan produk olahan pangan. Proses pengolahan selain dapat

meningkatkan daya cerna protein, juga dapat menurunkan nilai gizinya. Peningkatan

daya cerna protein pada proses pemasakan dapat terjadi akibat terdenaturasinya

protein dan terhentinya aktivitas senyawa-senyawa anti nutrisi. Penurunan nilai gizi

protein daging dapat disebabkan oleh perlakuan suhu yang tidak terkontrol yang

dapat merusak asam-asam amino protein daging. Oleh karena itu, perlu perlakuan

yang tepat dalam pengolahan daging, mengingat daging merupakan bahan pangan

sumber protein. Daging merupakan bahan pangan yang relatif lebih mahal jika

dibandingkan dengan sumber protein yang lain.

Daging ayam kampung merupakan salah satu jenis daging yang dapat diolah

menjadi bakso, sosis, abon, dendeng maupun daging panggang. Pengolahan daging

ayam kampung dengan berbagai cara, diduga dapat meningkatklan atau bahkan

Page 15: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

menurunkan nilai gizi protein yang dikandungnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan

pengkajian mengenai nilai gizi protein baik secara kuantitas maupun kualitas pada

daging ayam kampung dan hasil olahannya.

Tujuan

Penelitian ini mempunyai beberapa tujuan, antara lain:

1. Mempelajari pengaruh pengolahan terhadap kadar protein daging ayam

kampung.

2. Mempelajari pengaruh pengolahan terhadap daya cerna dan kerusakan protein

daging ayam kampung.

Page 16: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

TINJAUAN PUSTAKA

Daging Ayam Kampung

Ayam kampung merupakan salah satu dari keluarga ayam buras yang dapat

dimanfaatkan baik telur maupun dagingnya. Ayam kampung berukuran kecil dan

mempunyai bentuk agak ramping. Ayam ini mempunyai warna bulu putih, hitam,

coklat, kuning kemerahan, kuning ataupun kombinasi dari warna-warna tersebut

(Cahyono, 2002).

Ayam kampung mempunyai bobot hidup rata-rata 205,21 gram pada umur

tiga minggu (Nurmawan, 2003). Bobot ayam kampung mencapai 865 gram pada

umur sembilan minggu (Santosa, 2004).

Protein Daging

Otot mengandung protein sekitar 19% dengan kisaran 16%-22% (Forrest et

al., 1975). Persentase bagian dada ayam buras berdasarkan berat karkas adalah

25,45%, sedangkan daging dada berjumlah 14,51% dari bobot bagian dada

(Triyantini et al., 1997). Persentase protein daging dada, paha dan kulit ayam ras dan

buras dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Persentase Protein pada Bagian Dada, Paha dan Kulit Ayam Ras dan Ayam Buras

Jenis Ayam Protein

Dada Paha Kulit

----------------------------(%)--------------------------

Ras 23,05 19,27 11,46

Buras 22,70 19,01 13,59

Sumber : Triyantini et al., (1997)

Persentase protein daging dada ayam ras maupun ayam buras mempunyai

nilai tertinggi, sedangkan pada bagian kulit menggandung persentase protein paling

rendah. Persentase protein daging dada lebih tinggi dibandingkan dengan persentase

protein bagian paha maupun kulit. Lawrie (1995) menyebutkan bahwa protein daging

terdiri atas miofibrilar, sarkoplasmik, mitokondria dan jaringan ikat.

Page 17: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

Denaturasi Protein Daging

Purnomo (1997) menyatakan bahwa pengolahan daging dengan

menggunakan suhu tinggi akan menyebabkan denaturasi protein sehingga terjadi

koagulasi dan menurunkan solubilitas atau daya kemampuan larutnya. Davidek et al.

(1990) menyebutkan bahwa denaturasi merupakan perubahan konformasi dasar

semua bagian molekul protein yang menyebabkan kehilangan aktivitas biologi dan

fungsi alaminya secara sempurna. Lehninger (1998a) menyebutkan bahwa jika suatu

protein terdenaturasi, susunan tiga dimensi khas dari rantai polipeptida terganggu dan

molekul ini terbuka menjadi struktur acak tanpa adanya kerusakan pada struktur

kerangka kovalen. Gambar perubahan struktur molekul protein saat terjadi denaturasi

dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Perubahan Struktur Molekul Protein Saat Terjadi Denaturasi Sumber: Lehninger, 1998a

Selama proses pengolahan daging, denaturasi mungkin terjadi pada beberapa

tahap antara lain selama pemanasan, pemanasan berlebih saat penggilingan (Davidek

et al., 1990) dan perlakuan mekanik (Winarno, 1991). Rentang suhu denaturasi

sebagian besar protein berkisar antara 55-75°C (DeMan, 1997). Denaturasi yang

pertama terjadi pada suhu 45°C yaitu denaturasi miosin dengan adanya pemendekan

otot. Aktomiosin terjadi denaturasi maksimal pada suhu 50-55°C dan protein

sarkoplasma pada 55-65°C. Selama penggilingan dengan menggunakan partikel

kasar akan menyebabkan peningkatan panas setinggi suhu denaturasi (Davidek et al.,

1990).

Protein asli Protein terdenaturasi

Page 18: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

Reaksi Maillard

Pemanasan kolagen pada suhu 60-70°C selama 20-25 menit akan

menyebabkan reaksi non-enzimatis secara terus-menerus (Davidek et al., 1990).

Salah satu reaksi pencoklatan non-enzimatis adalah reaksi Maillard. Reaksi Maillard

adalah reaksi antara protein dengan gula pereduksi (Muchtadi et al., 1993). Reaksi

ini berlangsung antara gula-gula pereduksi dengan gugus amino dari asam-asam

amino atau protein terutama ε-amino dari lisin dan α-amino dari asam amino N-

terminal (Belitz dan Grosch, 1999). Gugus amino diperoleh dari hasil pemecahan

protein yang ada. Gugus amino protein akan bereaksi dengan gugus aldehid atau

keton dari gula pereduksi sehingga menghasilkan warna coklat (Subagio et al.,

2002). Saat reaksi Maillard berlangsung, terjadi pembentukan ikatan silang

bermacam-macam asam amino yang menghasilkan produk reaksi Maillard. Produk

ini tahan terhadap enzim pencernaan sehingga dapat menurunkan ketersediaan asam

amino secara biologis (Valle-Riestra dan Barnes, 1970). Ketersediaan asam amino

secara biologis akan berpengaruh pada daya cerna asam amino esensial yang

akhirnya menentukan nilai gizi protein yang dikandungnya. Reaksi Maillard dapat

menurunkan nilai gizi protein selama pengolahan (Muchtadi et al., 1993).

Produk Olahan Daging

Daging dapat diolah dengan cara dimasak, digoreng, dipanggang, disate,

diasap atau diolah menjadi produk lain. Produk olahan daging antara lain kornet,

sosis, dendeng, bakso dan abon (Soeparno, 1992).

Bakso

Bakso sangat popular di Indonesia, karena harga dan macam bakso yang

sangat bervariasi mampu memenuhi selera dan daya beli berbagai lapisan masyarakat

(Hermanianto dan Andayani, 2002). Bakso daging adalah produk makanan berbentuk

bulat atau lain, yang diperoleh dari campuran daging ternak (kadar daging minimal

50%) dan pati atau serealia dengan atau tanpa penambahan bahan makanan yang

diizinkan. Kadar protein bakso minimal 9% (Badan Standadisasi Nasional, 1995b).

Kadar protein bakso dipengaruhi oleh jumlah penambahan tepung. Semakin tinggi

penambahan tepung maka kadar protein bakso semakin menurun (Octaviani, 2002).

Page 19: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

Proses pembuatan bakso menurut Subarnas (2004) yaitu daging dipotong

kecil-kecil, kemudian dihancurkan selama tiga menit dengan penambahan 0,3%

STPP, 20% es batu dan 3% garam. Adonan selanjutnya dicampur dengan 20%

tapioka, 0,3% merica, 0,3% bawang putih dan digiling kembali selama tiga menit.

Adonan bakso yang terbentuk disimpan selama 30 menit. Setelah disimpan, adonan

kemudian dicetak dan dimasukkan ke dalam air panas. Bakso kemudian direbus

hingga pengapung.

Sosis

Sosis berasal dari bahsa latin salsus yang berarti daging yang disiapkan

dengan penggaraman, karena pada awalnya sosis dibuat melalui proses penggaraman

dan pengeringan (Rust, 1987). Sosis daging adalah produk makanan yang diperoleh

dari campuran daging halus (kandungan daging minimal 75%) dengan tepung atau

pati dan dengan atau tanpa penambahan bumbu dan bahan tambahan makanan lain

yang diizinkan dan dimasukkan ke dalam selubung sosis. Kadar protein (% b/b) sosis

minimal sebesar 13% (Badan Standardisasi Nasional, 1995c).

Sosis dibuat dengan beberapa macam bahan tambahan. Hamdani (2005)

membuat sosis dengan bahan tambahan 30% minyak, 30% es batu, 5% tepung

tapioka, 10% susu skim, 0,5% bawang putih, 0,3% STPP, 2,5% garam, 0,5%

ketumbar, 2% gula pasir, 0,5% merica, 0,5% jahe dan 0,5%pala. Proses pembuatan

sosis dimulai dengan menggiling daging besama minyak dan 15% es batu selama 30

detik. Penggilingan ke dua dilakukan selama 90 detik dengan ditabahkan 15% es

batu, tepung tapioka, susu skim, bawang putih, STPP, garam, ketumbar, gula pasir,

merica, jahe dan pala. Adonan yang telah terbentuk kemudian diisikan ke dalam

selongsong. Sosis kemudian direbus pada suhu 60-65˚C selama 45 menit.

Abon

Abon adalah suatu jenis makanan kering berbentuk khas, dibuat dari daging,

disayat-sayat, dibumbui, digoreng dan dipres dengan standar kandungan protein

minimal 15% per berat basah (Badan Standadisasi Nasional, 1995a). Proses

pembuatan abon dimulai dengan perebusan daging yang sudah bersih, kemudian

diremah. Daging yang telah diremah kemudian ditambah gula, garam serta berbagai

bumbu yang telah dihaluskan. Selanjutnya dilakukan pemasakan dan penggorengan

Page 20: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

hingga terbentuk warna kuning kecoklatan (Yernina, 1995). Daging yang diolah

menjadi abon, secara nyata daya cerna proteinnya menurun dari 78,3% untuk daging

mentah menjadi 31,2% untuk abon yang digoreng dalam minyak goreng dan 22,8%

untuk abon yang digoreng dalam santan (Muchtadi, 1989a).

Ariyanti (2003) menggunakan satu kilogram daging ayam untuk membuat

abon. Pembuatan abon yang dilakukan Ariyanti (2003) menggunakan bumbu antara

lain 50 g bawang merah, 30 g bawang putih, dua sendok teh ketumbar, 40 g gula

pasir, 20 g garam, 20 g laos, daun salam dan satu batang sereh. Daging yang telah

dibersihkan dari lemak, dikukus selama satu jam. Daging kemudian ditumbuk dan

disuir-suir. Bumbu dihaluskan dan dicampur dengan daging, kemudian dimasak

sambil diaduk. Setelah daging diangkat dan ditiriskan, daging kemudian digoreng

selama kurang lebih 15 menit dengan api kecil pada suhu ± 150˚C. Setelah

penggorengan selesai, daging diangkat dan dipres. Daging yang telah dipres

kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 130˚C selama ± 15 menit.

Dendeng

Dendeng adalah suatu produk hasil olahan pengawetan daging secara

tradisional yang telah banyak dilakukan masyarakat Indonesia sejak dulu (Muchtadi,

1989a). Secara tradisional, dendeng dibuat dengan pengeringan daging di bawah

sinar matahari dengan disertai penambahan bumbu untuk meningkatkan cita rasa.

Kadar air akan semakin menurun akibat pemanasan. Kadar protein akan meningkat

sejalan dengan penurunan kadar air bahan pangan. Kerusakan secara kimia pada

dendeng yang banyak terjadi adalah oksidasi lemak dan pencoklatan non-enzimatis.

Kedua macam kerusakan tersebut dapat berperan pada penurunan nilai gizi, cita rasa

maupun kenampakan dendeng (Purnomo, 1997). Secara umum warna dendeng yang

dihasilkan cenderung kecoklatan atau kehitaman. Hal ini disebabkan terjadinya

reaksi pencoklatan Maillard yang berlangsung selama dendeng dikeringkan dan

karamelisasi selama dendeng digoreng (Legowo et al., 2002).

Proses pembuatan dendeng dimulai dengan pembuangan jaringan ikat dan

lemak pada daging. Daging kemudian digiling dan ditambahkan bumbu yang telah

dihaluskan. Bumbu-bumbu yang digunakan yaitu gula merah, 1% bawang putih,

1,5% bawang merah, 2% garam, 1,5% ketumbar, 0,5% jahe, 2,5% laos dan 3% asam

jawa. Campuran daging dan bumbu disimpan (curring) selama 24 jam. Daging

Page 21: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

kemudian dicetak dalam loyang dengan ketebalan tiga milimeter. Pengeringan

kemudian dilakukan dengan menggunakan sinar matahari selama tiga sampai empat

jam per hari selama tiga hari. Dendeng didapatkan setelah daging dikeringkan

(Gozali, 2005).

Analisis Protein

Berbagai macam metode evaluasi nilai gizi protein dapat dilakukan, tetapi

secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu metode in-vitro

(secara kimia, mikrobiologis atau enzimatis) dan in-vivo (secara biologis

menggunakan hewan percobaan termasuk manusia). Beberapa metode in-vitro dapat

mengevaluasi komposisi asam amino esensial suatu protein, ketersediaan asam

amino, daya cerna serta nilai PER (Muchtadi, 1993). Selain itu, terdapat beberapa

metode untuk menduga kadar protein, antara lain metode Kjeldahl, metode destilasi

langsung, metode hembusan panas, titrasi formol, metode spektroskopi dan metode

dye-binding (James, 1999).

Metode Kjeldahl

Protein kasar adalah semua zat yang mengandung unsur nitrogen. Metode

yang sering digunakan dalam analisa protein adalah metode Kjeldahl yang melalui

proses destruksi, destilasi, titrasi dan perhitungan. Metode Kjeldahl menganalisis

unsur nitrogen dalam bahan makanan, sehingga untuk memperoleh nilai protein

kasar, hasil analisa harus dikalikan dengan faktor proteinnya (Sofyan et al., 2000).

Prinsip metode ini adalah estimasi total nitrogen yang dikandung oleh makanan dan

konfersi persentase nitrogen menjadi protein, dengan asumsi bahwa semua nitrogen

dalam makanan adalah protein (James, 1999). Metode Kjeldahl dapat dilakukan

dalam skala makro dan semi-mikro. Prosedur makro Kjeldahl digunakan untuk

bahan-bahan yang sulit untuk dihomogenisasi dan ukuran sampelnya harus berkisar

antara 1-3 g, sedangkan semi-mikro Kjeldahl digunakan untuk sampel berukuran

kecil (kurang dari 300 mg) serta mudah dihomogenkan. Prosedur ini digunakan

untuk bahan pangan secara umum dengan asumsi bahwa nitrogen yang terkandung

tidak terdapat dalam bentuk nitrat atau ikatan N-N atau N-O dalam jumlah besar

(Muchtadi, 1993).

Page 22: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

Daya Cerna Protein (In-Vitro)

Daya cerna protein adalah jumlah fraksi nitrogen dari bahan makanan yang

dapat diserap oleh tubuh (Winarno, 1991). Muchtadi (1989b) menyebutkan bahwa

terdapat beberapa macam enzim pencernaan yang dapat digunakan dalam

menentukan kecernaan protein yaitu pepsin-pankreatin, tripsin, kimotripsin,

peptidase, atau campuran dari beberapa macam enzim tersebut (multi enzim).

Soedarmo (1989) menyebutkan bahwa pepsin dihasilkan oleh sel-sel dinding mukosa

lambung. Pepsin atau kimotripsin akan menguraikan pada tempat residu fenilalanin,

tirosin dan triptofan, yang artinya pada asam-asam amino aromatik. Wijaya et al.

(1992) melaporkan bahwa daya cerna protein daging ayam adalah 59,62% – 81,16%.

Elektroforesis

Nur dan Adijuwana (1987) menyebutkan bahwa elektroforesis adalah

perpindahan partikel-partikel bermuatan karena pengaruh medan listrik. Prinsip

metode elektroforesis dalam memisahkan molekul-molekul dengan muatan yang

berbeda adalah molekul-molekul biologis yang bermuatan listrik, yang besarnya

tergantung pada jenis molekul, pH, dan komponen medium pelarutnya dalam larutan

akan bergerak ke arah elektroda yang polaritasnya berlawanan dengan muatan

molekul. Manfaat elektroforesis adalah untuk menentukan berat molekul (estimasi),

mendeteksi terjadinya pemalsuan bahan, mendeteksi terjadinya kerusakan bahan

seperti protein dalam pengolahan dan penyimpanan, memisahkan spesies-spesies

yang berbeda secara kualitatif, yang selanjutnya masing-masing spesies dapat

dianalisis dan menetapkan titik isoelektrik protein.

SDS-PAGE (sodium dedocyl sulphate polyacrylamide gel electrophoresis)

adalah salah satu metode elektroforesis. Metode ini terutama dilakukan untuk

mengetahui jenis suatu protein. Protein dapat berupa monomerik atau oligomerik.

Berat molekul dan jumlah rantai polipetida sebagai sub unit atau monomer juga

dapat ditetapkan dengan SDS-PAGE. Metode SDS-PAGE dilakukan pada pH sekitar

netral. SDS merupakan anionic detergent yang bersama dengan betamerkaptoetanol

dan pemanasan menyebabkan rusaknya struktur tiga dimensi protein menjadi

konfigurasi random coil. Hal ini disebabkan oleh terpecahnya ikatan sulfida yang

selanjutnya tereduksi menjadi gugus-gugus sulfihidril (Nur dan Adijuwana, 1987).

Page 23: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan di Bagian Teknologi Hasil Ternak dan Bagian

Ruminansia Besar Fakultas Peternakan, Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia

Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, serta Laboratorium Biokimia

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan mulai

bulan Agustus sampai Desember 2005.

Materi

Bahan utama yang digunakan adalah daging bagian dada ayam kampung

sebanyak 4,75 Kg. Daging tersebut diperoleh dari 54 ekor ayam dengan berat hidup

rata-rata 900 g dan berumur sekitar empat bulan. Ayam diperoleh dari Pieca Chicks

Farm. Daging dada dibersihkan dari lemak dan kulit sebelum diolah dan dianalisa.

Bahan tambahan merupakan bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan bakso,

sosis, abon, dendeng dan daging panggang. Bahan tambahan tersebut antara lain

tapioka, susu skim, garam, bawang putih, merica, pala, minyak goreng, es batu,

bawang merah, gula pasir, santan, jeruk nipis, STPP, air kelapa, serai, lengkuas, gula

merah, gula pasir, asam jawa, kecap manis, ketumbar, kunyit, jahe dan kemiri.

Bahan yang digunakan untuk analisis laboratorium meliputi katalis (1,9 + 0,1

g K2SO4, 40 + 10 mg HgO dan 2,0 + 0,1 ml H2SO4), HCL 0,01 N atau 0,02 N,

aquades, larutan H3BO3, indikator (campuran 2 bagian metil merah 0,2% dalam

alkohol dan 1 bagian metilen blue 0,2% dalam alkohol), HCL 0,043664 N (0,382%)

dan NaOH (untuk analisa mikro Kjeldahl), HCl 0,1 N, enzim pepsin, NaOH 0,5 N,

larutan buffer fosfat 0,2 M (pH 8), natrium azida 0,005 M, enzim pankreatin (untuk

analisa daya cerna protein), buffer elektroforesis (glisin 192 mM, SDS 0,1 % dan tris

base 24,8 mM), buffer sampel (SDS, gliserol 50%, bromphenol blue 0,1%, tris base,

HCL 1 M dan aquades), larutan pewarna (50% methanol, 10% asam asetat dan

0,06% comassie blue R-250) dan larutan peluntur (5% methanol dan 7,5% asam

asetat), larutan fiksasi (25% metanol dan 12% asam asetat), larutan en hancer (0,1 g

N2S2O3.5H2O dan 500 ml aquabides), perak nitrat (0,4 g AgNO3, 70 µl formaldehida

dan 12 ml aquabides) dan larutan (15 g Na2CO3 dan 120 µl formaldehida) dan etanol

(untuk analisa elektroforesis dengan SDS PAGE).

Page 24: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

Alat yang digunakan meliputi peralatan untuk pengolahan bakso, sosis, abon,

dendeng dan daging panggang yaitu pisau, alat penggiling daging (food processor),

timbangan, kompor gas, panci, saringan, termometer bimetal, alat pengukur waktu,

gelas ukur, talenan, loyang, plastik HDPE, oven, refrigerator, stuffer, garpu dan alat

pengepres abon. Selain itu digunakan pula alat-alat analisis laboratorium yang

meliputi peralatan analisis kadar protein metode Kjeldahl, kecernaan protein secara

in vitro dan elektroforesis (SDS-PAGE). Alat-alat tersebut antara lain neraca analitik,

labu Kjeldahl 30 ml, pemanas Kjeldahl lengkap yang dihubungkan dengan penghisap

uap melalui aspirator, alat destilasi, labu Erlenmeyer 50 ml dan 125 ml, kondensor,

shaker waterbath, kertas saring Whatman 41, pH meter, alat titrasi, perangkat alat

elektroforesis, tabung eppendorf, mikropipet, stirer, gelas piala, labu takar, gelas

ukur, cawan porselin dan sudip.

Rancangan

Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan perlakuan

cara pengolahan yang berbeda (bakso, sosis, abon, dendeng, dan daging panggang).

Ulangan dilakukan sebanyak tiga kali pada setiap perlakuan. Peubah yang diamati

adalah kadar protein (mikro Kjeldahl), daya cerna protein (secara in-vitro) dan

perkiraan berat molekul protein (SDS PAGE).

Analisis kimia pada tiap perlakuan dilakukan secara komposit yang diambil

dari tiga ulangan secara acak. Data hasil analisis kimia dibahas secara deskriptif.

Prosedur

Preparasi Sampel

Daging dada ayam kapung yang telah dibersihkan dari lemak dan kulit,

kemudian dibagi menjadi dua bagian yaitu dada bagian kanan dan bagian kiri. Kedua

bagian tersebut masing-masing dibagi menjadi tiga bagian yang sama. Potongan-

potongan daging tersebut kemudian diambil secara acak dan ditimbang sesuai

dengan kebutuhan pengolahan. Daging dada selanjutnya diolah menjadi bakso, sosis,

abon, dendeng dan daging panggang. Produk olahan dan daging dada ayam kampung

kemudian dianalisis secara kimia untuk mengetahui kadar, daya cerna dan

karakteristik proteinnya.

Page 25: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

Pembuatan Bakso (Modifikasi Subarnas, 2004)

Daging dada ayam kampung yang telah dibersihkan dari lemak dan jaringan

ikat, dipotong menjadi ukuran yang lebih kecil. Daging dimasukkan ke dalam alat

penggiling (food processor) dengan ditambahkan 3% garam, 30% es batu dan 0,5%

STPP, kemudian digiling selama 1,5 menit. Setelah itu, ke dalam adonan

ditambahkan 30% tepung tapioka, 0,5% merica dan 2,5% bawang putih kemudian

digiling kembali selama 1,5 menit. Persentase penggunaan bahan tambahan

ditentukan dari berat daging. Adonan yang terbentuk dicetak bulat-bulat dengan

diameter kurang lebih 2 cm. Adonan yang berbentuk bulat kemudian di rendam

dalam air panas dengan suhu antara 68–70°C. Bulatan-bulatan bakso kemudian

direbus dalam air mendidih hingga mengapung, kemudian diangkat dan ditiriskan.

Pembuatan Sosis (Modifikasi Hamdani, 2005)

Daging dipotong menjadi ukuran yang lebih kecil. Potongan-potongan daging

kemudian dimasukkan ke dalam alat penggiling (food processor) dengan

ditambahkan 3% garam, 8% susu skim dan sepertiga bagian es batu. Daging digiling

selama 1,5 menit. Adonan kemudian ditambahkan 10% minyak goreng, 1,5%

bawang putih yang telah dipotong-potong, 1% merica, 0,5% pala dan sepertiga

bagian es batu. Adonan digiling kembali selama 1,5 menit. Setelah itu, 12% tepung

tapioka dan sisa es batu dimasukkan ke dalam adonan. Adonan digiling kembali

selama 2 menit. Total es batu yang digunakan sebanyak 35%. Persentase bahan

tambahan dihitung berdasarkan berat daging yang digunakan. Adonan kemudian

diisikan ke dalam selongsong sosis (cassing) dengan menggunakan stuffer. Setelah

adonan dimasukkan ke dalam selongsong, kemudian dikukus selama 45 menit

dengan suhu antara 60-70°C.

Pembuatan Abon (Modifikasi Ariyanti, 2003)

Daging dibersihkan dari lemak dan dikukus selama 60 menit, kemudian

disuir-suir menggunakan food processor hingga semua daging menjadi berbentuk

serat. Bumbu yang digunakan terdiri atas 5% bawang merah, 2,5% bawang putih, 7%

gula pasir, 25% santan, 1% garam dan 10% air jeruk nipis. Persentase bumbu dan

minyak goreng yang digunakan dihitung berdasarkan berat daging. Semua bumbu

dihaluskan. Daging yang telah disuir-suir kemudian dimasak bersama bumbu sambil

Page 26: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

diaduk selama 12 menit 10 detik. Setelah bumbu meresap, daging diangkat dan

ditiriskan, kemudian digoreng dengan minyak sebanyak 180% selama 15 menit

dengan api kecil (suhu 150°C). Daging kemudian diangkat dan dipres dengan alat

pengepres abon. Abon dikeringkan dengan oven pada suhu 130°C selama 15 menit..

Pembuatan Dendeng (Modifikasi Ghozali, 2005)

Daging dada ayam kampung yang telah dihilangkan lemak dan jaringan

ikatnya, digiling dengan menggunakan food processor selama 30 detik. Bumbu yang

digunakan terdiri dari 30% gula merah, 1% asam, 3% garam, 2% ketumbar, 2,5%

lengkuas, 2,5% bawang merah, 2,5% bawang putih dan 0,2% merica. Gula merah

dan asam dilarutkan dalam air, sedangkan bumbu yang lain dihaluskan. Bumbu yang

telah dihaluskan, gula merah dan asam dicampurkan dengan daging yang telah

digiling. Daging yang telah dicampur dengan bumbu kemudian disimpan dalam

refrigerator selama 15 menit. Setelah itu, daging dituangkan ke dalam loyang yang

telah dilapisi plastik HDPE dengan ketebalan daging 6 mm. Daging kemudian

dikeringkan dalam oven dengan suhu 70°C selama 8 jam. Dendeng kemudian

dipotong-potong dengan ukuran ± 5x5 cm dan kemudian digoreng pada suhu 120°C

selama 2 menit 30 detik.

Pembuatan Daging Panggang

Daging yang telah dibersihkan dari lemak, kemudian di-curring dengan

metode curring kering. Metode ini menggunakan 2,5% garam halus yang

dicampurkan ke dalam potongan-potongan daging selama 15 menit. Setelah daging

di-curring, kemudian dicuci dengan air hingga garam yang tertinggal larut. Bumbu

yang digunakan antara lain 1,4% garam, 11,2% bawang merah, 4,3% bawang putih,

0,5% ketumbar, 0,7% kunyit, 0,7% jahe, 4,3% kemiri, 2,6% lengkuas dan satu

batang serai. Daging kemudian dimasak bersama bumbu yang telah dihaluskan dan

dicampur dengan 5,4% kecap manis, 4,2% gula merah, 0,1% gula pasir dan 0,3%

asam jawa yang telah dicampur dengan satu sendok makan air. Setelah bumbu

meresap kemudian ditambahkan 83,3% air kelapa dan dimasak kembali hingga air

kepala habis. Persentase bahan tambahan yang digunakan dihitung berdasarkan berat

daging yang digunakan. Daging kemudian diletakkan dalam loyang dan dipanggang

dalam oven dengan suhu 120°C selama 30 menit.

Page 27: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

Analisis Kadar Protein (Mikro Kjeldahl)

Sampel ditimbang sebanyak 0,05-0,1 g, kemudian dimasukkan ke dalam labu

Kjeldahl 30 ml. Katalis dan 3-10 ml HCL 0,01 N atau 0,02 N ditambahkan ke dalam

labu Kjeldahl, kemudian dididihkan di dalam pemanas Kjeldahl lengkap yang

dihubungkan dengan penghisap uap melalui aspirator hingga cairan menjadi jernih.

Labu didinginkan dan isinya dipindahkan ke dalam alat destilasi. Labu dicuci dan

dibilas 5-6 kali dengan 1-2 ml air dan air cucian ini dimasukkan juga ke dalam alat

destilasi.

Labu Erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2-4 tetes

indikator diletakkan di bawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam di

dalam larutan H3BO3. Larutan NaOH sebanyak 2-3 ml ditambahkan, kemudian

dilakukan destilasi sampai tertampung 50 ml larutan destilat (berwarna hijau) di

dalam labu Erlenmeyer. Tabung kondensor dibilas dengan air. Air bilasan ditampung

di dalam Erlenmeyer yang sama.

Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCL 0,04 N (0,38%) pada hasil

destilasi hingga terjadi perubahan warna menjadi ungu (warna semula) dan dilakukan

penetapan blanko. Penggunaan HCL 0,04 N (0,38%) pada saat titrasi dicatat untuk

perhitungan kadar protein. Perhitungan kadar protein kasar dilakukan dengan rumus :

(a-b) x 0,014 x N HCL x c

bobot sampel

Keterangan: a : ml titer b : ml blanko (0,1 ml) c : faktor konversi daging (6,25)

N HCl : 0,043664

Daya Cerna Protein secara in vitro (Sounders et al., 1973)

Pengukuran daya cerna protein secara in vitro dilakukan dengan

menggunakan 250 mg sampel. Sampel dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 50 ml

kemudian ditambahkan 15 ml HCL 0,1 N yang mengandung 1,5 mg enzim pepsin.

Selanjutnya campuran dalam labu Erlenmeyer dikocok dengan menggunakan shaker

waterbath dengan kecepatan 50 rpm dan suhu 37°C selama 3 jam. Larutan

dinetralkan (pH 7) dengan NaOH 0,5 N yang diukur dengan pH meter kemudian

x 100%% N =

Page 28: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

ditambahkan 7,5 ml larutan buffer fosfat 0,2 M (pH 8) yang mengandung natrium

azida 0,005 M dan 4 mg enzim pankreatin.

Larutan selanjutnya dikocok pada shaker waterbath dengan kecepatan 50 rpm

dengan suhu 37oC selama 24 jam. Padatan yang diperoleh dari ahkir penyaringan,

disaring dengan kertas saring Whatman 41 (sebelumnya bobot kertas saring sudah

dicatat) yang dihubungkan dengan alat penghisap uap. Berat padatan ditimbang,

kemudian dianalisis kadar proteinnya (% protein sisa) dengan menggunakan metode

mikro Kjeldahl. Perhitungan daya cerna protein dilakukan dengan rumus:

Protein Kasar – Protein Sisa

Protein Kasar

Elektroforesis (Laemmli, 1970)

Teknik pemisahan protein dengan elektroforesis dilakukan dalam tiga tahap.

Tiga tahap tersebut adalah ekstraksi protein dari sampel, pembuatan gel dengan

menggunakan sodium dodecyl sulfat-polyacrilamide gel electrophoresis (SDS-

PAGE) dan pemisahan protein dengan teknik elektroforesis yang dilanjutkan dengan

pendeteksian pita-pita protein yang terbentuk. Gel yang digunakan adalah gel yang

telah terpolimerisasi secara sempurna. Gel yang didapat kemudian dipasang, buffer

elektroforesis dimasukkan dan alat elektroforesis dirangkai. Sebelum dimasukkan ke

dalam sumur, marker dan sampel ditambahkan buffer sampel (1:1) dan diinkubasi

pada air mendidih selama 1 menit. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam sumur

dengan menggunakan mikro pipet sebanyak 10-20 μl, tergantung tebal tipisnya pita

protein yang diinginkan. Perangkat elektroforesis dijalankan pada suhu rendah

dengan tegangan 100 volt dan arus 125 mA selama 1-1,5 jam hingga bromphenol

blue mencapai 1 cm dari batas bawah gel. Comassie brilian blue dituang ke dalam

gel tersebut, kemudian dimasukkan ke dalam shaker waterbath dan dijalankan

selama 24 jam. Kelebihan warna dibuang dengan merendam gel dalam larutan

peluntur sampai diperoleh pita-pita protein yang berwarna biru dengan latar belakang

jernih.

Apabila pita pada gel tidak tampak dengan jelas maka diwarnai dengan silver

staining. Gel difiksasi selama satu jam dengan larutan fiksasi, kemudian dikocok

dalam shaker waterbath. Setelah satu jam larutan fiksasi dibuang. Gel selanjutnya

x 100%% Daya cerna protein =

Page 29: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

ditambahkan dengan larutan 50% etanol dan dikocok kembali selama 20 menit dalam

shaker waterbath. Setelah itu larutan etanol 50% dibuang. Etanol 30% ditambahkan

sebanyak dua kali selama 20 menit selanjutnya dikocok dan dibuang kembali. Gel

ditambahkan larutan en hancer, dikocok selama satu menit, lalu larutan dibuang. Gel

tersebut dicuci dengan menggunakan aquabides sebanyak tiga kali selama 20 detik,

lalu aquabides dibuang. Gel kemudian ditambahkan perak nitrat selama 30 menit,

lalu dibilas dengan aquabides sebanyak dua kali selama 20 menit. Gel kemudian

dicelupkan dalam larutan antara 15 g Na2CO3 dan 120 µl formaldehid. Setelah itu,

dikocok sampai terlihat pita, kemudian reaksi dihentikan dengan larutan fiksasi.

Setelah pita-pita protein terlihat jelas, perhitungan dapat dilakukan dengan

mengukur jarak migrasi protein dan tracking dye. Berat molekul protein sampel

dapat dihitung dari persamaan regresi antara mobilitas relatif protein marker

(penanda protein) dengan log dari berat molekul marker yang telah diketahui.

Mobilitas relatif protein dihitung dengan membandingkan jarak migrasi protein yang

diukur dari garis awal separating gel sampai ujung pita protein dengan jarak migrasi

tracking dye. Marker yang digunakan adalah LMW atau Low Molecule Wight yang

terdiri atas enam protein yaitu phosphorilase b (BM: 97 kD), albumin (BM: 66 kD),

ovalbumin (BM: 45 kD), carbonic anhydrase (BM: 30 kD), trypsin inhibitor (BM:

20,1 kD) dan α-lactalbumin (BM: 14,4 kD) (Biodirectory, 2002). Mobilitas relatif

protein dapat dirumuskan sebagai berikut:

Band (cm) Run (cm)

Keterangan: Rf = mobilitas relatif protein Band (cm) = jarak migrasi protein Run (cm) = jarak migrasi tracking dye BM = berat molekul (Dalton)

a = intersep (persamaan regresi) b = gradien (persamaan regresi)

Rf = BM = 10 x (a x Rf + b)

Page 30: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

HASIL DAN PEMBAHASAN

Nilai gizi protein dapat dilihat dari jumlah protein dan daya cerna yang

dikandungnya. Hasil analisis kadar dan daya cerna protein serta protein tercerna pada

daging ayam kampung dan hasil olahannya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Persentase Kadar dan Daya Cerna Protein serta Protein Tercerna Daging Ayam Kampung dan Hasil Olahannya

Sampel Kadar Protein Daya Cerna Protein Tercerna

BB BK

........................................ % .....................................................

Daging 22,17 ± 0,12 47,21 85,46 ± 4,08 18,95

Bakso 12,59 ± 0,38 35,26 93,20 ± 0,11 11,73

Sosis 14,12 ± 0,25 37,19 80,80 ± 0,98 11,41

Abon 37,20 ± 0,42 38,42 60,77 ± 0,96 22,61

Dendeng 32,96 ± 0,52 46,09 53,97 ± 1,27 17,79

Daging Panggang 29,70 ± 0,93 58,08 71,53 ± 0,64 21,24 Keterangan : BB = Berat basah BK = Berat kering

Kadar Protein

Kadar protein dalam makanan biasanya diukur dengan melihat banyaknya

nitrogen yang terkandung di dalamnya. Metode mikro Kjeldahl dapat menentukan

kadar protein makanan, dengan asumsi bahwa nitrogen yang dikandungnya, tidak

banyak dalam bentuk nitrat atau ikatan N-N atau N-O (Muchtadi, 1993).

Kadar protein dalam daging ayam kampung hasil analisis sebesar 22,17%.

Nilai tersebut sedikit berbeda dengan hasil penelitian Triyantini et al. (1997). Kadar

protein daging dada ayam buras hasil penelitian Triyantini et al. (1997) adalah

22,70%. Perbedaan kadar protein daging dada ini, dapat disebabkan oleh perbedaan

umur ayam yang digunakan. Triyantini et al. (1997) menggunakan ayam dengan

umur delapan minggu, sedangkan penelitian ini menggunakan ayam yang berumur

empat bulan (16 minggu). Produk olahan yang mempunyai kadar protein tertinggi

adalah abon. Kadar protein abon mencapai 37,20%. Bakso mempunyai kadar protein

paling rendah yang hanya mencapai 12,58%.

Page 31: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

Bakso dan Sosis

Kadar protein bakso hasil analisis menunjukkan nilai 12,58%. Nilai ini sesuai

dengan Standar Nasional Indonesia yang menyebutkan kadar protein bakso minimal

9% (Badan Standardisasi Nasional, 1995b). Kadar protein bakso mengalami

perubahan jika dibandingkan dengan kadar protein daging. Perubahan yang terjadi

adalah penurunan kadar protein. Penurunan kadar protein selama pembuatan bakso

mencapai 10%. Penurunan ini dapat disebabkan oleh penambahan bahan tambahan

selama proses pembuatan bakso. Salah satu bahan tambahan yang digunakan selama

proses pembuatan bakso adalah tepung tapioka. Gaffar (1998) melaporkan bahwa

semakin tinggi penggunaan tepung mengakibatkan kadar protein bakso semakin

menurun. Peningkatan kadar air selama perebusan juga dapat menurunkan kadar

protein bakso. Kadar protein bakso dalam berat kering mempunyai nilai yang lebih

rendah dibandingkan dengan kadar protein daging.

Sosis yang dibuat mempunyai kadar protein 14,12%. Nilai ini sesuai dengan

Standar Nasional Indonesia yang menyebutkan bahwa kadar protein sosis minimal

13% (Badan Standardisasi Nasional, 1995c). Kadar protein daging mengalami

penurunan sebesar 8% setelah diolah menjadi sosis. Hal ini dapat terjadi akibat

penambahan bahan tambahan. Penggunaan tepung tapioka yang mencapai 12% dapat

mengakibatkan penurunan kadar protein sosis. Seperti pada bakso, sosis juga

mempunyai kadar protein yang lebih rendah dari pada daging jika dilihat dalam

bahan kering.

Abon, Dendeng dan Daging Panggang

Proses pengolahan daging ayam menjadi abon dapat mengakibatkan

peningkatan kadar protein hingga mencapai 15%. Kadar protein abon hasil analisis

adalah 37,20%. Peningkatan kadar protein dapat disebabkan oleh proses pembuatan

abon. Selama proses pembuatan abon, daging melalui tahap penggorengan dan

pemanasan. Suhu penggorengan yang digunakan mencapai 150°C selama 15 menit.

Pemanasan abon dilakukan dalam oven dengan suhu 130°C selama 15 menit. Ranken

(2000) menyebutkan bahwa produk akan kehilangan air selama pemanasan dengan

suhu 50-60°C. Kehilangan air pada rentang suhu ini dapat mencapai 80%. Penurunan

kadar air dapat terjadi selama proses pembuatan abon. Hasil analisis kadar air abon

hanya mencapai 3,17% (Lampiran 1). Kadar air abon yang rendah mengakibatkan

Page 32: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

peningkatan kadar protein abon. Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan

abon juga relatif sedikit, sehingga kadar proteinnya pun relatif tinggi. Namun

demikian jika dilihat berdasarkan berat kering, kadar protein abon lebih rendah

dibandingkan dengan daging.

Begitu juga dengan dendeng yang dibuat mempunyai kadar protein lebih

rendah jika didasarkan pada berat kering. Kadar protein dendeng berdasarkan berat

kering hanya mencapai 46,09%. Akan tetapi, kadar protein dendeng mengalami

peningkatan hingga mencapai 32,95% jika dihitung dari berta basah. Selama proses

pembuatan dendeng, daging melalui tahap pemanasan dalam oven. Pemanasan

dilakukan selama 8 jam dengan suhu 70°C. Luas permukaan saat pemanasanpun

relatif besar. Pemanasan ini mengakibatkan kehilangan air pada produk. Semakin

banyak air yang hilang dari produk maka kadar protein dendeng semakin meningkat.

Kadar protein dendeng jika dilihat berdasarkan berat basah lebih rendah dari

abon. Hal ini dapat terjadi akibat suhu dan lama pemanasan yang digunakan berbeda.

Ranken (2000) menyebutkan bahwa pemanasan dengan suhu yang tinggi dan waktu

yang lebih cepat akan mengakibatkan kehilangan air yang lebih tinggi. Pemanasan

yang lebih lambat dengan suhu yang rendah mengakibatkan kehilangan air yang

lebih rendah. Perbedaan jumlah air yang hilang inilah yang mengakibatkan

perbedaan kadar protein.

Peningkatan kadar protein juga terjadi setelah daging diolah menjadi daging

panggang. Kadar protein daging panggang mencapai 29,71% atau lebih tinggi 7%

dari kadar protein daging. Proses pemanggangan yang dilakukan pada suhu 120°C

selama 30 menit, mengakibatkan kehilangan air pada daging. Kadar air daging

panggang lebih rendah dari pada kadar air daging. Penurunan kadar air selama proses

pemanggangan dapat meningkatkan kadar protein pada daging panggang. Kadar

protein daging panggang berdasarkan berat kering juga semakin meningkat hingga

mencapai 58,08%.

Daya Cerna Protein

Nilai gizi protein bahan pangan tidak hanya dilihat dari segi kuantitas saja,

akan tetapi segi kualitas juga perlu diperhatikan (Muchtadi, 1993). Kualitas protein

dapat ditentukan oleh daya cerna protein dan bioavailabilitas asam amino yang

Page 33: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

dikandungnya (Gilani dan Sepehr, 2003). Daya cerna protein dapat diketahui dengan

cara in vivo maupun in vitro.

Daya cerna protein adalah jumlah protein yang dapat didegradasi oleh enzim

pencernaan sehingga dapat diserap usus. Daya cerna protein daging ayam kampung

digunakan sebagai pembanding. Daya cerna protein daging ayam kampung dan hasil

olahannya dapat dilihat pada Tabel 2.

Daya cerna daging ayam kampung hasil analisis menunjukkan nilai 85,46%.

Nilai ini lebih tinggi dari pada hasil penelitian Wijaya et al. (1992) yang

menyebutkan bahwa daya cerna protein daging ayam berkisar anrata 59,62%-

81,46%. Nilai hasil analisis tidak jauh berbeda dengan kisaran yang disebutkan oleh

Wijaya et al. (1992). Daya cerna protein tertinggi dari seluruh hasil olahan daging

ayam kampung yang dianalisis dimiliki oleh bakso. Bakso mempunyai daya cerna

protein sebesar 93,20%. Nilai daya cerna protein dendeng sebesar 53,97%,

menunjukkan bahwa dendeng mempunyai daya cerna protein paling rendah. Daya

cerna protein bahan pangan dapat dipengaruhi oleh komponen penyusunnya maupun

reaksi yang terjadi selama proses pengolahan.

Bakso dan Sosis

Daya cerna protein daging mengalami peningkatan setelah diolah menjadi

bakso. Daya cerna bakso yang mencapai 93,20% menunjukkan bahwa 93,20% dari

seluruh protein yang dikandungnya dapat dicerna secera in vitro. Daya cerna protein

bakso yang tinggi ini dapat terjadi akibat reaksi selama proses pembuatan bakso.

Reaksi yang diduga dapat terjadi selama proses pembuatan bakso adalah denaturasi.

Proses pembuatan bakso yang dapat menyebabkan denaturasi antara lain

penggilingan dan perebusan. Suhu 55-75°C menyebabkan sebagian besar protein

terdenaturasi (DeMan, 1997). Denaturasi protein mengakibatkan terbukanya susunan

tiga dimensi molekul protein menjadi struktur yang acak (Lehninger, 1998). Susunan

molekul protein yang terbuka ini diduga dapat mempermudah enzim pepsin

menguraikan residu fenilalanin, tirosin dan triptopan. Hal ini dapat menyebabkan

peningkatan daya cerna protein.

Daya cerna protein sosis sebesar 80,80%. Nilai ini lebih rendah jika

dibandingkan dengan daya cerna protein daging. Penurunan daya cerna protein dapat

disebabkan oleh reaksi perubahan protein selama proses pembuatan sosis.

Page 34: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

Penambahan minyak saat pembuatan sosis diduga dapat mengakibatkan reaksi

rasemisasi. Wong (1989) menyatakan bahwa rasemisasi terjadi akibat adanya lipid,

gula pereduksi, suasana asam dan proses roasting. Rasemisasi adalah reaksi

perubahan bentuk asam amino L menjadi bentuk D.

Perubahan bentuk asam amino L menjadi D diduga menyebabkan enzim

pencernaan menjadi tidak reaktif (Wong, 1989). Asam amino bentuk D tidak dapat

dimanfaatkan oleh tubuh. Demikian pula ikatan peptida L-D, D-L atau D-D tidak

dapat diserang oleh enzim proteolitik sehingga daya cerna protein menurun

(Muchtadi, 1993). Hal ini dapat terjadi karena enzim pencernaan mempunyai substrat

yang spesifik. Reaksi rasemisasi yang mungkin terjadi pada sosis menyebabkan

penurunan daya cerna protein.

Abon, Dendeng dan Daging Panggang

Berbeda dengan produk lain, dendeng mempunyai daya cerna protein yang

relatif paling rendah, yaitu 53,97%. Reaksi yang terjadi selama pembuatan dendeng

dapat menyebabkan turunnya daya cerna protein jika dibandingkan dengan daya

cerna protein daging ayam kampung. Proses pembuatan dendeng dengan

pemanggangan pada suhu 70°C selama 8 jam, dapat mengakibatkan reaksi

pencoklatan non enzimatis. Reaksi Maillard merupakan reaksi pencoklatan non

enzimatis. Reaksi ini dapat terjadi akibat adanya gula yang ditambahkan selama

proses pembuatan dendeng.

Kandungan protein daging yang mencapai 22% dan dengan adanya gula

merah saat pembuatan dendeng dapat mengakibatkan reaksi Maillard. Reaksi

Maillard dapat terjadi akibat adanya protein, gula pereduksi dan panas. Komposisi

terbesar gula merah yang digunakan dalam pembuatan dendeng adalah sukrosa yang

mencapai 85,27% (Santoso, 1995). Sukrosa merupakan gula non pereduksi. Saat

pembuatan dendeng, gula merah dilarutkan kemudian dicampur dengan daging yang

telah digiling. Campuran ini kemudian dipanaskan dalam oven, sehingga sukrosa

yang terkandung dalam gula merah dapat terpecah menjadi glukosa dan fruktosa.

Glukosa dan fruktosa adalah gula pereduksi yang dapat mengakibatkan reaksi

Maillard. Reaksi Maillard adalah reaksi pencoklatan non-enzimatis yang terjadi

antara protein dan gula pereduksi (Muchtadi et al., 1993). Gugus amino protein akan

bereaksi dengan gugus aldehid atau keton dari gula pereduksi sehingga menghasilkan

Page 35: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

warna coklat (Subagio et al., 2002). Warna coklat pada dendeng diduga terjadi akibat

reaksi Maillard.

Reaksi Maillard juga dapat mengakibatkan terbentuknya ikatan silang antara

bermacam-macam asam amino yang menghasilkan produk yang tahan terhadap

serangan enzim pencernaan. Hal ini mengakibatkan ketersediaan asam amino secara

biologis menurun. Ketersediaan asam amino secara biologis yang semakin menurun

akan berakibat pada menurunnya daya cerna protein yang dikandungnya.

Kondisi yang hampir sama juga terjadi pada abon dan daging panggang.

Kenampakan kedua produk ini berwarna coklat. Reaksi Maillard pada abon mungkin

terjadi saat penggorengan, sedangkan pada daging panggang reaksi terjadi pada saat

pemanggangan. Penambahan gula pasir pada proses pembatan abon mempunyai

peranan dalam menyediakan gula pereduksi. Gula pasir yang ditambahkan akan

bereaksi dengan protein daging sehingga dapat menyebabkan reaksi Maillard.

Selama proses pembuatan daging panggang, gula merah yang ditambahkan juga

dapat menyebabkan reaksi Maillard.

Reaksi berubahnya bentuk asam amino L menjadi D juga dapat terjadi pada

pembuatan abon, dendeng dan daging panggang. Proses pembuatan abon, dendeng

dan daging panggang dengan penambahan gula dan proses roasting dapat

menyebabkan reaksi ini. Selain itu, pada proses pembuatan abon ditambahkan jeruk

nipis yang mempunyai sifat asam. Penambahan jeruk nipis diduga dapat

menyebabkan reaksi rasemisasi. Reaksi rasemisasi pada akhirnya dapat

mengakibatkan daya cerna protein semakin menurun.

Protein Tercerna

Jumlah protein tercerna menunjukkan banyaknya protein yang dapat diserap

oleh tubuh. Nilai protein tercerna dipengaruhi oleh kadar protein dan daya cerna

protein yang dikandung oleh suatu produk pangan. Persentase protein tercerna

daging ayam kampung dan hasil olahannya dapat dilihat pada Tabel 2.

Jumlah protein tercerna terbesar dimiliki oleh abon. Protein tercerna abon

daging ayam kampung sebesar 22,16%. Proses pengolahan daging ayam kampung

menjadi abon dan daging panggang merupakan proses pengolahan yang dapat

meningkatkan protein tercerna daging. Bakso, sosis dan dendeng merupakan produk

olahan yang mempunyai protein tercerna lebih rendah dari pada daging. Proses

Page 36: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

pembuatan sosis menyebabkan penurunan persentase protein tercerna paling besar.

Persentase protein tercerna sosis hanya mencapai 11,41%.

Bakso dan Sosis

Bakso dan sosis mempunyai nilai protein tercerna yang lebih rendah

dibandingkan dengan produk olahan lainnya. Hal ini dapat terjadi akibat kadar

protein yang dikandungnya pun relatif sedikit. Daya cerna protein bakso dan sosis

yang tinggi tidak dapat meningkatkan nilai protein tercernanya. Daya cerna yang

tinggi dapat diakibatkan oleh semakin mudahnya enzim pencernaan mendegradasi

protein menjadi asam-asam amino. Enzim pencernaan yang digunakan dalam analisis

adalah pepsin dan pankreatin. Montgomery et al. (1993) menyebutkan bahwa pepsin

akan menghidrolisis protein menjadi polipeptida. Lehninger (1998b) menambahkan

bahwa polipeptida hasil hidrolisis pepsin akan dihidrolisis lebih lanjut dalam usus

oleh tripsin dan kimotripsin menjadi peptida-peptida yang lebih kecil.

Montgomery et al. (1993) juga menyebutkan bahwa enzim pankreatin berasal

dari getah pankreas yang berisi beberapa macam enzim. Pankreatin mengandung

tripsin, kimotripsin dan karboksipeptidase. Tripsin bekerja terutama pada ikatan

arginin dan lisin, kimotripsin pada ikatan fenilalanin, tirosin dan triptofan, sedangkan

karboksipeptidase pada asam amino ujung C. Bakso dan sosis diduga masih

mengandung banyak protein yang mempunyai ikatan arginin, lisin, fenilalanin,

tirosin dan triptofan yang tidak rusak, sehingga pepsin dan pankreatin mampu

menghidrolisis protein tersebut dalam jumlah banyak. Semakin banyak protein

terhidrolisis, maka daya cerna protein akan semakin meningkat. Akan tetapi, karena

kadar proteinnya rendah sehingga nilai protein tercerna bakso dan sosis menjadi

rendah.

Abon, Dendeng dan Daging Panggang

Proses pengolahan daging menjadi abon dan daging panggang dapat

meningkatkan protein tercerna daging. Protein tercerna abon dan daging panggang

yaitu 22,61% dan 21,24%. Nilai protein tercerna yang lebih tinggi ini dapat

diakibatkan oleh kadar protein yang lebih tinggi.

Proses pembuatan dendeng dapat mengakibatkan penurunan protein tercerna

daging. Nilai protein tercerna dendeng adalah 17,79%. Penurunan nilai protein

Page 37: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

tercerna ini dapat dipengaruhi oleh daya cerna protein yang rendah. Daya cerna

protein dendeng merupakan nilai terendah dibandingkan dengan produk olahan yang

lain. Daya cerna protein yang rendah diduga terjadi akibat dendeng mempunyai

ikatan arginin, lisin, fenilalanin, tirosin dan triptofan yang sudah rusak, sehingga

pepsin dan pankreatin sulit untuk menghidrolisis protein yang dikandungnya. Reaksi

Maillard yang terjadi juga dapat menghambat kerja enzim yang pada akhirnya dapat

menurunkan daya cerna protein. Kadar protein dendeng yang mencapai 32,96% tidak

dapat mendukung peningkatan nilai protein tercerna, karena daya cerna protein

dendeng yang relatif rendah.

Karakteristik Protein dengan Menggunakan Elektroforesis

Perubahan karakteristik protein dapat diakibatkan oleh proses pengolahan.

Perubahan ini dapat menyebabkan kerusakan protein dalam produk. Kerusakan

protein dapat diketahui dengan elektroforesis (SDS PAGE). Kerusakan yang terjadi

akibat proses pengolahan merupakan kerusakan fungsional protein. Semakin banyak

kerusakan protein yang terjadi maka jumlah pita protein yang terbentuk semakin

sedikit. Pita-pita protein hasil elektroforesis dapat menentukan berat molekul protein

yang dikandungnya. Hasil elektroforesis (SDS PAGE) daging ayam kampung dan

hasil olahannya dapat dilihat pada Gambar 2.

Pita-pita protein yang terbentuk merupakan monomer-monomer yang dapat

ditentukan berat molekulnya (Nur dan Adijuana, 1989). Monomer yang terbentuk ini

terjadi akibat denaturasi. Denaturasi protein terjadi akibat perubahan kondisi yang

tajam misalnya panas, adanya agen pereduksi dan penambahan detergen (Copeland,

1994) serta adanya β-merkaptoetanol dapat membantu denaturasi protein dengan

mereduksi ikatan disulfida (Boyer, 1993). Penentuan berat molekul sampel dihitung

dengan menggunakan persamaan garis yang diperoleh dari kurva standar. Kurva

standar didapat dari hubungan antara mobilitas relatif (Rf) dengan logaritma berat

molekul (Log BM). Persamaan garis pada kurva standar dapat dilihat pada Lampiran

6, 7, 8 dan 9. Nilai berat molekul sampel diperoleh dengan memasukkan nilai Rf

pada pesamaan regresi setiap sampel. Perhitungan Rf dilakukan dengan mengukur

jarak pergerakan sampel kemudian dibandingkan dengan jarak tracking dye.

Page 38: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

Gambar 2. Hasil Elektroforesis (SDS-PAGE) Daging Ayam Kampung dan Hasil

Olahanya Hasil elektroforesis daging ayam kampung menunjukkan bahwa terdapat

pita-pita protein yang secara fungsional masih dalam keadaan alami. Hasil

pengukuran ini merupakan standar bagi penentuan kerusakan proten produk

olahannya. Hasil penelitian Krishnamurthy et al. (1996) menunjukkan bahwa daging

dada ayam yang diuji dengan SDS PAGE mempunyai pita-pita peptida yang lebih

banyak dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Kemungkinan bagian-bagian yang

lebih banyak ini adalah protein sarkoplasma. Selain itu, beberapa protein berubah

pada pH tinggi dan tidak pada pH rendah atau berubah pada kadar protein yang lebih

besar dengan pH tinggi.

Bakso dan Sosis

Kerusakan protein terbesar akibat pengolahan terjadi proses pembuatan

bakso. Pita-pita protein yang terbentuk pada bakso mempunyai berat molekul 50,44

kD; 45,32 kD; 31,17 kD; 18,26 kD; 16,41 kD dan 15,65 kD. Kerusakan protein ini

dapat terjadi selama pemasakan. Berat molekul yang relatif kecil (15,65 kD) dapat

terbentuk akibat pemanasan. Pemanasan diduga dapat menurunkan ketebalan pita

protein dengan molekul besar dan meningkatkan jumlah bagian-bagian protein yang

tertinggal dalam pemisahan protein (de la Fuente et al., 2004).

106,60 kD 101,05 kD 95,78 kD

77,33 kD 73,30 kD

59,18 kD

53,17 kD 47,77 kD

40,69 kD

34,65 kD 32,84 kD

27,98 kD 26,52 kD 23,83 kD 21,41 kD

19,24 kD

15,53 kD

Sosis

50,44 kD

45,32 kD

31,17 kD

18,26 kD 16,41 kD 15,56 kD

Bakso

114,55 kD

98,37 kD 93,50 kD

76,32 kD

65,54 kD

56,28 kD 53,49 kD

48,33 kD 43,66kD

39,45 kD

35,64 kD

30,61 kD 27,65 kD

Dendeng

15,82 kD

Abon

98,37 kD

72,54 kD

65,54 kD

56,28 kD

53,49 kD 48,33 kD 43,66 kD

30,61 kD 29,09 kD 27,65 kD

23,74 kD

15,82 kD

Panggang

114,55 kD 108,88 kD

93,50 kD

84,74 kD

72,54 kD 65,54 kD

56,28 kD

48,33 kD

41,50 kD

29,09 kD

114,55 kD 108,88 kD 98,37 kD 93,50 kD

68,95 kD 67,23 kD 63,90 kD 59,21 kD

45,94 kD

37,50 kD 35,64 kD

32,20 kD

29,09 kD 27,65 kD 26,28 kD 23,74 kD 22,57 kD

20,39 kD 18,42 kD

Daging

Page 39: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

Jumlah pita protein yang relatif sedikit dapat disebabkan oleh kadar protein

dalam bakso yang rendah. Pemasakan daging dapat mengakibatkan daging

mengeluarkan cairan yang membawa peptida, vitamin, air dan garam larut air

(Gamman dan Sherington, 1992). Protein-protein daging yang larut air dapat keluar

dari bakso selama perebusan, sehingga protein-protein yang terdeteksi setelah

elektroforesis relatif sedikit. Pita-pita protein yang hilang pada bakso kemungkinan

berubah menjadi polipeptida yang lebih pendek. Perubahan ini dapat mengakibatkan

enzim pencernaan semakin mudah dalam menghidrolisis protein yang ada sehingga

meningkatkan daya cerna protein.

Proses pengolahan sosis adalah proses yang dapat menghambat kerusakan

protein terbesar. Pita protein yang terbentuk lebih banyak jika dibandingkan dengan

produk olahan lainnya. Pita protein yang terbentuk pada sosis dapat terjadi akibat

penambahan bahan tambahan yang mengandung banyak protein. Susu skim yang

ditambahkan dalam pembuatan sosis dapat berpengaruh pada pembentukan pita

protein yang semakin banyak.

Abon, Dendeng dan Daging Panggang

Proses pengolahan daging menjadi abon juga dapat menghambat kerusakan

protein. Namun demikian, jumlah pita protein yang terbentuk lebih rendah dari pada

sosis. Hal ini dapat terjadi akibat protein larut air yang ada dalam daging terlarut

pada saat pengukusan daging. Pengukusan daging dapat menyebabkan pengerutan

otot. Pengerutan otot selama pemasakan menyebabkan cairan dari daging keluar.

Cairan ini membawa peptida, vitamin, air dan garam larut air (Gamman dan

Sherington, 1992). Peptida-peptida yang lepas selama pengukusan dapat

menyebabkan pita protein yang terbentuk semakin sedikit.

Pembuatan dendeng dapat meminimalkan kerusakan protein yang terkandung

di dalamnya. Pita-pita protein baru terbentuk pada dendeng. Pita ini dapat terbentuk

akibat reaksi perubahan protein selama pengolahan. Selain itu, bahan tambahan yang

digunakan juga dapat menyumbangkan protein-protein baru. Proses pengolahan

dendeng tanpa perebusan diduga dapat menghambat hilangnya protein-protein larut

air yang terdapat di dalamnya.

Daging panggang yang dibuat mempunyai pita protein sebanyak sepuluh

buah. Jumlah pita protein yang lebih sedikit ini dapat disebabkan oleh protein dalam

Page 40: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

daging panggang keluar selama proses pengolahannya. Widati et al. (2000)

mengatakan bahwa penyertaan bumbu selama proses pengolahan daging akan

menyebabkan terjadinya perbedaan tekanan osmosis antara daging dan larutan.

Perbedaan tekanan osmosis ini menyebabkan protein daging yang terlarut dalam air

akan mengalir keluar. Protein yang telah keluar tidak akan terdeteksi oleh

elektroforesis.

Page 41: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pengolahan daging ayam kampung menjadi abon merupakan proses

pengolahan yang dapat meningkatkan kadar protein daging. Proses pengolahan bakso

ternyata dapat menurunkan kadar protein terbesar. Jika dilihat dari daya cerna

proteinnya, proses pembuatan bakso dapat meningkatkan daya cerna protein hingga

mencapai 93,20%. Dendeng daging ayam kampung merupakan produk olahan yang

mempunyai daya cerna protein paling rendah. Tinggi rendahnya daya cerna protein

produk olahan daging dapat disebabkan oleh proses pengolahan, bahan tambahan dan

reaksi yang terjadi selama pengolahan. Protein tercerna terbesar dimiliki oleh abon

dengan nilai 22,61%, sedangkan produk olahan daging ayam kampung yang

mempunyai protein tercerna terendah adalah sosis.

Proses pengolahan daging ayam kampung yang menyebabkan perubahan

karakteristik protein terbesar adalah bakso. Sosis ayam kampung merupakan produk

olahan yang dapat meminimalkan perubahan karakteristik protein daging ayam

kampung.

Saran

Perlu pengujian lebih lanjut mengenai komposisi asam amino dan uji daya

cerna protein secara in vivo sehingga dapat memastikan hasil yang diperoleh. Perlu

pengujian produk olahan daging ayam kampung yang umum berada di pasaran,

sehingga dapat diterapkan secara optimal.

Page 42: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Allah, karena hanya

dengan nikmat dan karunia-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Nikmat sempat dan

sehat yang Dia curahkan tak dapat dihitung dengan apapun.

Penulis mengucapkan banyak terimaksih kepada kedua orang tua yang telah

menyayangi dengan tanpa henti. Selain itu, curahan motivasi, materi dan perhatian

yang diberikan juga sangat membantu penulis. Ucapan terima kasih juga penulis

sampaikan kepada Tuti Suryati, S.Pt., M.Si. dan Ir. Niken Ulupi, MS yang telah

memberikan bimbingan dalam menyelesaikan tugas akhir ini, serta kepada Ir.

Rukmiasih, MS sebagai pembimbing akademik. Terimakasih penulis ucapkan pula

kepada Ir. B. N. Polii, SU. dan Dr. Ir. Ibnu Katsir Amrullah, MS yang telah bersedia

menguji dan memberikan sumbangan pemikiran dalam penulisan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Yayasan Al Munawarrah dan

Perhimpunan Orangtua Mahasiswa yang telah memberikan beasiswa selama masa

studi. Kepada seluruh tim Hibah Kompetitif A2 yang telah memberikan kesempatan

penulis dalam menyelesaikan skripsi. Kepada rekan-rekan satu tim penelitian penulis

ucapkan terimakasih atas semua suka duka. Terimakasih penulis persembahkan

kepada rekan-rekan THT angkatan 39 yang telah memberikan kehangatan dan kasih

sayangnya.

Terakhir, penulis ucapkan terimakasih kepada seluruh civitas akademika

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, yang tidak dapat disebutkan satu per

satu. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.

Bogor, Juni 2006

Penulis

Page 43: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

DAFTAR PUSTAKA

Ariyanti, N. D. 2003. Sifat fisik, kimia, mikrobiologi dan organoleptik abon ayam kampung dengan penambahan kunyit selama penyimpanan. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Badan Standardisasi Nasional. 1995a. SNI 01-3707-1995. Abon. Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta.

Badan Standardisasi Nasional. 1995b. SNI 01-3818-1995. Bakso Daging. Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta.

Badan Standardisasi Nasional. 1995c. SNI 01-3820-1995. Sosis Daging. Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta.

Belitz dan Grosch. 1999. Food Chemistry. Springer-Verlag, Berlin.

Biodirectory. 2002. Amersham Biosciences Electrophoresis System, Standards and Reagent. PT Sentra Biosains Dinamika, Jakarta.

Boyer, R. F. 1993. Modern Experimental Biochemistry. Second ed. The Benjamin Cumming Pub. Co. Inc, California.

Cahyono, B. 2002. Ayam Buras Pedaging. PT Penebar Swadaya, Jakarta.

Copeland, R. A. 1994. Methods for Protein Analysis: A Practical Guide Laboratory Protocol. 3rd ed. Chapman and Hall, New York.

Davidek, J., J. Valisek dan J. Pokorny. 1990. Chemical Changes During Food Processing. Departemen of Food Chemistry and Analysis. Institut Chemical Technology, New York.

de la Fuente, M. A., Y. Hemar dan H. Singh. 2004. Influence of к-carrageenan on the aggregation behaviour of proteins in heated whey protein isolate solutions. J. Food Chemistry. 86: 1-9.

DeMan, J. M. 1997. Kimia Pangan. Edisi Kedua. Terjemahan: Kosasih Padmawinata. Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Forrest, J. C., Aberle, E. D., Hedrick, H. B., Judge, M. D. dan Merkel, R. A. 1975. Principles of Meat Science. W. H. Freeman and Company, San Fransisco.

Gaffar, R. 1998. Sifat fisik dan palatabilitas bakso daging ayam dengan bahan pengisi tepung sagu dan tepung tapioka. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Gamman, F. M. dan K. B. Sherington. 1992. Ilmu Pangan: Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Edisi Kedua. Terjemahan: M. Gardjito, S. Nakuri, A. Murdiati dan Sardjono. UGM Press, Yogyakarta.

Ghozali, L. 2005. Sifat fisik, organoleptik dan kimia dendeng daging itik dengan perbedaan tingkat konsentrasi gula merah. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Gilani, G. S. dan E. Sepehr. 2003. Protein digestibility and quality in product containing antinutritial factors are adversely affected by old age in rats. J. Nutr. 133: 220-225.

Page 44: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

Hamdani, D. 2005. Sifat fisik dan kimia sosis ayam yang menggunakan minyak jagung sebagai subtitusi lemak ayam. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Hermanianto, J. dan R. Y. Andayani. 2002. Studi perilaku konsumen dan identifikasi parameter bakso sapi berdasarkan preferensi di wilayah DKI Jakarta. J. Teknologi dan Industri Pangan. 13: 1-10.

James, C. S. 1999. Analytical Chemistry of Foods. Aspen Publisher, Inc. Gaithersburg, Maryland.

Krishnamurthy, G., H. S. Chang, H. O. Hultin, Y. Feng, S. Srinivasan dan S. D. Kelleher. 1996. Solubility of chiken breast muscle proteins in solutions of low ionic strength. J. Agric. Food Chem. 44: 408-415.

Laemmli, U. K. 1970. Cleavage on structural proteins during the assembly of the head of bacteriopage T4. Nature 227: 680-685.

Lawrie, R.A. 1995. Ilmu Daging. Terjemahan: P. Aminuddin. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Legowo, A. M., Soepardie, R. Miranda, I. S. N. Anisa dan Y. Rodiyah. 2002. Pengaruh perendaman daging pra kyuring dalam jus daun sirih terhadap ketengikan dan sifat organoleptik dendeng sapi selama penyimpanan. J. Teknologi dan Industri Pangan. 13: 64-69.

Lehninger, A. L. 1998a. Dasar-dasar Biokimia Jilid 1. Terjemahan: M. Thenawidjaja. Erlangga, Jakarta.

Lehninger, A. L. 1998b. Dasar-dasar Biokimia Jilid 3. Terjemahan: M. Thenawidjaja. Erlangga, Jakarta.

Montgomery, R., R. L. Dryer, T. W. Conway dan A. A. Spector. 1993. Biokimia Suatu Pendekatan Berorientasi Kasus Jilid 2. Terjemahan: M. Ismadi. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Muchtadi, D. 1989a. Protein : Sumber dan Teknologi. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Muctadi, D. 1989b. Petunjuk Laboratorium Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Muchtadi, D. 1993. Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Muchtadi, D., N. S. Palupi dan M. Astawan. 1993. Metabolisme Zat Gizi 1 : Sumber, Fungsi dan Kebutuhan bagi Tubuh Manusia. Pustaka Sinar Harapan bekerja sama dengan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Nur, M. dan H. Adijuwana.1987. Teknik Separasi dalam Analisis Pangan. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Nurmawan, S. T. 2003. Respon ayam kampung terhadap pemberian pakan mengandung 25% Bungkil Inti Sawai (BIS) dan enzim. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Page 45: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

Octaviani, Y. 2002. Kandungan gizi dan palatabilitas bakso campuran daging dan jantung sapi . Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Purnomo, H. 1997. Studi tentang stabilitas protein daging kering dan dendeng selama penyimpanan. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya, Malang.

Ranken, M. D. 2000. Handbook of Meat Product Technology. Blackwell Science Ltd, Oxford.

Rust, R. E. 1987. Sausage Product. Dalam: J. F. Prince dan B. S. Schweigert (Editor). The Science of Meat and Meat Product. Food and Nutrition Press, Inc., Conecticus.

Santosa, D. H. 2004. Persentase karkas dan potongan komersial ayam kampung dengan pemberian pakan menggandung bungkil inti sawit dan enzim. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Santoso, H. B. 1995. Pembuatan Gula Kelapa. Kanisius, Jakarta.

Saunders, R. M., M. A. Connor, A. N. Booth, E. M. Bickoff dan G. O. Kholer. 1973. Connor, measuremen of digestibility of alfafa protein concentrates by in vivo and in vitro methods. J. Nutr. 103: 530-535.

Soedarmo, D. 1989. Biokimia Umum II. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Sofyan, L. A., L. A. Aboenawan., E. B. Laconi., A. Djamil., N. Ramli., M. Ridla dan A. D. Lubis. 2000. Diktat Pengetahuan Bahan Makanan Ternak. Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Subagio, A., S. Hartanti, W. S. Windrati, Unus, M. Fauzi dan B. Herry. 2002. Kajian sifat fisiko kimia dan organoleptik hidrolisat tempe hasil hidrolisis protease. J. Teknologi dan Industri Pangan. 13: 204-210.

Subarnas, M. 2004. Evaluasi sifat fisik dan palatabilitas bakso ayam dengan subtitusi STPP oleh khitosan. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Triyantini, A. Bakar, I.A.K Bintang dan T. Antawidjaja. 1997. Studi komparatif preferensi, mutu dan gizi beberapa jenis daging unggas. J. Ilmu Ternak dan Veteriner. 2(3): 157-163.

Valle-Riestra, J dan R.H. Barnes. 1970. Digestion of head-damaged egg albumen by the rat. J. Nutr. 100:873.

Widati, A. S., H. Purnomo dan A. Luxiawan. 2000. Kualitas empal daging sapi ditinjau dari kadar protein, aktivitas air, dan mutu organoleptik pada sistem pemasakan dan lama perebusan yang berbeda. J. Makanan tradisional Indonesia. 10 (3): 28-34.

Page 46: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

Wijaya, C. H., N. Andarwulan dan S. Koswara. 1992. Perubahan Mutu Fisiko Kimia Produk dan Medium pada Proses Penggorengan. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Winarno, F. G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Wong, D. W. S. 1989. Mechanism and Theory In Food Chemistry. Van Nostrand Reinhold, New York.

Yernina, N. 1995. Nilai gizi protein abon daging sapi yang dievaluasi dengan menggunakan tikus percobaan dan faktor sosial ekonomi yang berhubungan dengan konsumsi abon di masyarakat. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Page 47: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

LAMPIRAN

Page 48: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

Lampiran 1. Kadar Air Daging Ayam Kampung dan Hasil Olahannya

Sampel Kadar Air (%)

Daging 53,04 ± 0,06

Bakso 64,30 ± 0,83

Sosis 62,04 ± 0,20

Abon 3,17 ± 0,13

Dendeng 28,49 ± 0,87

Daging Panggang 48,86 ± 0,89

Lampiran 2. Syarat Mutu Abon

Jenis Mutu (% b/b)

Kadar air dan abu (maks) 7,0

Kadar abu tidak larut dalam asam (maks) 0,1

Kadar lemak dan gula (maks) 30,0

Kadar protein (min) 15,0

Kadar serat kasar (maks) 1,0

Sumber : Badan Standardisasi Nasional, 1995a

Lampiran 3. Syarat Mutu Bakso Daging

Jenis Mutu (% b/b)

Kadar air (maks) 70,0

Kadar abu (maks) 3,0

Kadar lemak (maks) 2,0

Kadar protein (min) 9,0

Sumber : Badan Standardisasi Nasional, 1995b

Lampiran 4. Syarat Mutu Sosis Daging

Jenis Mutu (% b/b)

Kadar air (maks) 67,0

Kadar abu (maks) 3,0

Kadar lemak (maks) 25,0

Kadar protein (min) 13,0

Kadar karbohidrat (maks) 8,0

Sumber : Badan Standardisasi Nasional, 1995c

Page 49: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

Lampiran 5. Komposisi dan Berat Molekul Protein Marker (low molecule wight)

Jenis Protein Berat Molekul (kD)

Phosphorilase b 97,0

Albumin 66,0

Ovalbumin 45,0

Carbonic anhydrase 30,0

Trypsin inhibitor 20,1

α-lactalbumin 14,4

Sumber : Biodirectory, 2002

Lampiran 6. Kurva Standar Penentuan Berat Molekul Protein Bakso Lampiran 7. Kurva Standar Penentuan Berat Molekul Protein Sosis

Kurva Standar LMWy = -1.068x + 5.051

R2 = 0.9737

44.2

4.44.6

4.85

5.2

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

Rf

Log

BM Series1

Linear (Series1)

Kurva Standar LMW

y = -1.0225x + 5.051R2 = 0.9737

44.24.44.64.8

55.2

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

Rf

Log

BM Series1

Linear (Series1)

Page 50: Analisis Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32688/D06iri.pdf · RINGKASAN IWAN RIYANTO. D14202054. 2006. Analisis Kadar,

Lampiran 8. Kurva Standar Penentuan Berat Molekul Protein Abon, Dendeng dan Daging Panggang

Lampiran 9. Kurva Standar Penentuan Berat Molekul Protein Daging Ayam Kampung

Kurva Standar LMW

y = -0.9921x + 5.1031R2 = 0.994

44.24.44.64.8

55.2

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

Rf

Log

BM Series1

Linear (Series1)

Kurva Standar LMW

y = -0.97x + 5.1031R2 = 0.994

44.2

4.44.64.8

55.2

0 0.5 1 1.5

Rf

Log

BM Series1

Linear (Series1)