PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

48
PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS (ALB) DARI INTI SAWIT PRODUKSI PTPN IV MEDAN LAPORAN TUGAS AKHIR NUR KHOLIDA DAULAY 152401039 PROGRAM STUDI D-3 KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Transcript of PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

Page 1: PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR

ASAM LEMAK BEBAS (ALB) DARI INTI SAWIT

PRODUKSI PTPN IV MEDAN

LAPORAN TUGAS AKHIR

NUR KHOLIDA DAULAY

152401039

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 2: PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR

ASAM LEMAK BEBAS (ALB) DARI INTI SAWIT

PRODUKSI PTPN IV MEDAN

LAPORAN TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar

Ahli Madya

NUR KHOLIDA DAULAY

152401039

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 3: PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

PERNYATAAN

PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR

ASAM LEMAK BEBAS (ALB) DARI INTI SAWIT

PRODUKSI PTPN IV MEDAN

LAPORAN TUGAS AKHIR

Saya menyatakan bahwa lapora tugas akhir ini adalah hasil karya sendiri, kecuali

beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Mei 2018

Nur Kholida Daulay

152401039

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 4: PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 5: PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR

ASAM LEMAK BEBAS (ALB) DARI INTI SAWIT

PRODUKSI PTPN IV MEDAN

ABSTRAK

Penentuan kadar air, kadar kotoran, dan kadar asam lemak bebas dari inti sawit yang di

produksi oleh PT. Perkebunan Nusantara IV sudah dilakukan. Tujuan penelitian ini

adalah untuk mengetahui apakah kadar air, kadar kotoran, dan kadar asam lemak bebas

telah memenuhi standar mutu inti sawit yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia

(SNI). Analisis kadar air dan kadar kotoran dilakukan dengan metode gravimetri

sedangkan analisis kadar asam lemak bebas dilakukan dengan cara titrasi alkalimetri,

yaitu dengan menggunakan larutan KOH 0,1 N sebagai pentiter, phenolftalein sebagai

indikator dan campuran n-heksan dan etanol sebagai pelarutnya. Dari hasil pengamatan

diperoleh kadar air yang berasal dari PKS kode 06 adalah 4,45%, PKS kode 01 adalah

4,89%, PKS kode 12 adalah 5,56%, dan PKS kode 16 adalah 6,58%. Kadar kotoran

yang berasal dari PKS kode 06 adalah 11,34%, PKS kode 01 adalah 14,44%, PKS kode

12adalah 7,29%, dan PKS kode 16 adalah 9,88%. Sedangkan kadar asam lemak bebas

(ALB) yang berasal dari PKS kode 06 adalah 2,98%, PKS kode 01 adalah 3,73%, PKS

kode 12 adalah3,88%, dan PKS kode 16 adalah 3,92%. Dengan demikian kadar air,

kadar kotoran, kadar asam lemak bebas pada inti sawit dari masing-masing PKS telah

memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) di PTPN IV Medan.

Kata kunci: analisa mutu, kadar air, kadar asam lemak bebas, kadar kotoran.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 6: PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

DETERMINATION OF WATER CONTENT, DIRT CONTENT, AND FREE

FATTY ACID CONTENT (FFA) FROM PALM KERNEL OF

PRODUCTION PTPN IV MEDAN

ABSTRACT

Determination of water content, dirt content, and free fatty acid content (ALB) of palm

kernel produced by PT. Perkebunan Nusantara IV has been done. The purpose of this

research is to know whether water content, impurity content, and free fatty acid have

fulfilled palm kernel standard quality determined by Indonesian National Standard

(SNI). Analysis of moisture content and dirt content was done by gravimetric method

while free fatty acid content analysis was performed by titration of alkalimetry, using

0,1 N KOH solution as pentiter, phenolphthalein as indicator and mixture of n-hexane

and ethanol as solvent. From the observation results obtained water content derived

from PKS code 06 is 4,45 %, PKS code 01 is 4,89%, PKS code 12 is 5,56%, PKS code

16 is 6,58%. Dirt content derived from PKS code 06 is 11,34%, PKS code 01 is 14,44%,

PKS code 12 is 7,29%, PKS code 16 is9,88%. While the free fatty acid content (ALB)

derived from PKS code 06 is 2,98%, PKS code 01 is 3,73%, PKS code 12 is 3,88%, PKS

code 16 is 3,92%. Thus the water content, impurity content, and free fatty acid content in

the palm kernel from each PKS has met the Indonesian National Standard (SNI) in

PTPN IV Medan.

Keywords: Quality Analysis, Water Content, Dirt Content, Free Fatty Acid Content

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 7: PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

PENGHARGAAN

Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT dengan

limpah karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan tugas akhir ini

tepat pada waktunya. Laporan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk meraih

gelar Ahli Madya pada program studi Kimia Diploma III di Fakultas Matematika Dan

Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara.

Penyusunan laporan tugas akhir ini dilakukan berdasarkan pengamatan penulis

selama menjalani Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Laboratorium Kantor Pusat PTPN

IV Medan dari tanggal 22 Januari sampai dengan 22 Februari 2018 dengan judul

“PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM

LEMAK BEBAS (ALB) DARI INTI SAWIT PRODUKSI PTPN IV MEDAN”.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih atas segala bimbingan

dan fasilitas yang telah diberikan baik sebelum atau sesudah PKL dilaksanakan, kepada:

1. Kedua orang tua tercinta yang telah membantu banyak bersusah payah dan

berbuat baik demi kemajuan anak-anaknya serta seluruh keluarga yang telah

memberikan dukungan.

2. Bapak Dr. Darwin Yunus, MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak

memberikan arahan dan bimbingan untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.

3. Bapak Dr. Minto Supeno, MS selaku ketua Program Studi D-3 Kimia FMIPA

USU.

4. Pimpinan Staf Kantor Pusat PTPN IV Medan yang telah memberikan untuk

melaksanakan Praktek Kerja Lapangan.

5. Bapak Amran selaku Kepala Laboratorium di Kantor Pusat PTPN IV Medan

6. Seluruh Staf Dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Universitas Sumatera Utara yang telah membantu dan mendidik penulis selama

perkuliahan berlangsung.

7. Sahabat saya Ayu, Febri, Zafira yang selalu memberikan semangat, doa dan

motivasi dari kejauhan saya dapat menyelesaikan Karya Ilmiah ini.

8. Untuk teman-teman satu kelas saya di D-3 Kimia Kelas A 2015 FMIPA USU.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 8: PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih banyak

kekurangan dan ketidakmampuan. Oleh karena itu, penulis dengan rendah hati

mengharapkan segala kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan tugas

akhir ini.

Akhir kata penulis berharap semoga Laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi

penulis serta dari semua pihak yang membaca dalam meningkatkan wawasan

pengetahuan di bidang Ilmu Kimia.

Medan, Mei 2018

Penulis

Nur Kholida Daulay

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 9: PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

DAFTAR ISI

Halaman

PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR i

ABSTRAK ii

ABSTRACT iii

PENGHARGAAN v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN x

DAFTAR SINGKATAN xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 2

1.3. Tujuan 2

1.4. Manfaat 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3

2.1. Sejarah Kelapa Sawit 3

2.2. Klasifikasi dan Morfologi Kelapa Sawit 5

2.3. Pengolahan Kelapa Sawit 8

2.3.1. Pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS) ke pabrik 8

2.3.2. Perebusan TBS 8

2.3.3. Perontokan dan pelumatan buah 9

2.3.4. Pemerasan atau ekstraksi minyak sawit 9

2.3.5. Pemurnian atau penjernihan minyak sawit 10

2.3.6. Pengeringan dan pemecahan biji 11

2.3.7. Pemisahan inti sawit dari tempurung 11

2.4. Inti Sawit 11

2.4.1. Pengolahan inti kelapa sawit 12

2.4.2. Penimbunan inti sawit 14

2.4.3. Mutu inti sawit 15

2.5. Minyak Kelapa Sawit 15

2.5.1. Minyak inti kelapa sawit 16

2.6. Standar mutu minyak sawit 16

2.6.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu minyak sawit 18

2.7. Lemak Dan Minyak 20

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 10: PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

2.8. Air 22

2.9. Kadar Kotoran 23

BAB 3 METODE PENELITIAN 25

3.1. Metode Percobaan 25

3.1.1. Alat 25

3.1.2. Bahan 25

3.2. Prosedur Kerja 26

3.2.1. Penentuan kadar air 26

3.2.2. Penentuan kadar kotoran 26

3.2.3. Penentuan kadar asam lemak bebas (ALB) 26

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 28

4.1. Hasil 28

4.2. Perhitungan 28

4.2.1. Perhitungan kadar air 28

4.2.2. Perhitungan kadar kotoran 28

4.2.3. Perhitungan kadar asam lemak bebas (ALB) 29

4.3. Pembahasan 29

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 31

5.1. Kesimpulan 31

5.2. Saran 31

DAFTAR PUSTAKA 32

LAMPIRAN 33

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 11: PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel

2.1. Standar mutu minyak sawit, inti sawit, dan minyak inti sawit 17

4.1. Data analisis kadar air, kadar kotoran, dan kadar ALB 28

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 12: PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar

2.1 Reaksi esterifikasi asam lemak dan gliserol 33

2.2 Asam Karboksilat 33

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 13: PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran

1. Norma Penerimaan Mutu Inti Sawit 33

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 14: PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

DAFTAR SINGKATAN

ALB = Asam Lemak Bebas

PTPN = Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara

SNI = Standar Nasional Indonesia

PKS = Pabrik Kelapa Sawit

CPO = Crude Palm Oil

PKO = Palm Kernel Oil

TBS = Tandan Buah Segar

BJ = Berat Jenis

CBC = Cake Breaker Convenyor

LTDS = Light Tenera Dry Separation

kg = Kilogram

gr = Gram

KOH = Kalium Hidroksida

N = Normalitas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 15: PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanaman kelapa sawit (Elaeis quineensis Jacq.) merupakan tumbuhan tropis golongan

palma yang termasuk tanaman tahunan dan habitat aslinya adalah daerah semak belukar.

Kelapa sawit yang sudah dibudidayakan terdiri dari dua jenis : E. guineensis dan E.

oleifera. Jenis pertama adalah yang pertama kali dibudidayakan sebagai tanaman

komersial. Sementara E. oleifera belakangan ini mulai dibudidayakan untuk menambah

keanekaragaman sumber daya genetik. Kelapa sawit yang dikenal berdasarkan ketebalan

cangkang ada tiga jenis, yakni Dura, Pisifera, dan Tenera. Dura merupakan sawit yang

buahnya memiliki cangkang tebal, sehingga dianggap memperpendek umur mesin

pengolah, namun biasanya tandan buahnya besar-besar dan kandungan minyak per

tandannya berkisar 18%. Pisifera memiliki buah yang tidak memiliki cangkang, namun

bunga betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah. Tenera adalah

persilangan antara induk Dura dan jantan Pisifera (Sibuea, 2014).

Minyak yang berasal dari kelapa sawit terdiri dari dua macam, Pertama, minyak

yang berasal dari daging buah (mesocarp) yang dihasilkan melalui perebusan dan

pemerasan (press). Minyak jenis ini dikenal sebagai minyak sawit kasar atau crude palm

oil (CPO). Kedua, minyak yang berasal dari inti sawit, dikenal sebagai minyak inti sawit

atau palm kernel oil (PKO) (Fauzi dkk, 2002).

Adapun mutu minyak sawit sangat dipengaruhi oleh kadar kotoran, dimana jika

kadar kotoran meningkat ini diakibatkan terjadinya kesalahan pada mesin produksi,

yaitu ripple mill, claybath, dan juga kernel silo. Penyimpanan nut yang tidak merata

akan mengakibatkan nut yang belum masak ikut jatuh ke stasiun pengiriman yaitu bulk

silo, sehingga inilah yang mengakibatkan tingginya kadar air (Tim Penulis, 1997)

Air merupakan media untuk berlangsungnya proses biokimia seperti

pembentukan asam lemak bebas, pemecahan protein, dan hidrolisa karbohidrat yang

cukup banyak terkandung dalam inti. Kadar air inti dari pemisahan basah sekitar 15-

25%. Oleh karena itu, inti perlu dikeringkan untuk dapat memperpanjang daya simpan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 16: PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

agar lebih awet dan terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Selain itu, permukaan

inti yang basah merupakan media tumbuh mikroba yang lebih baik seperti jamur yang

menempel pada permukaan. Mikroba tersebut akan menghasilkan enzim yang akan

merusak lemak, protein, karbohidrat, dan vitamin baik secara hidrolisis atau oksidasi.

Oleh karena itu, perlu segera dilakukan penurunan kadar air. Inti dapat tahan lebih lama

dalam penyimpanan bila kadar air rendah, yakni sekitar 6% sampai 7%. Pengamatan

pada beberapa PKS dengan kadar air inti 7%, kadar inti pecah 15% pada penyimpanan

selama 6 bulan menunjukkan kadar ALB akhir 3-5% (Sibuea, 2014).

Oleh sebab itu untuk mengetahui mutu minyak sawit, hal ini perlu dilakukan

untuk mengetahui apakah kandungan minyak tersebut telah sesuai dengan standar yang

telah ditetapkan. Maka dalam hal ini penulis merasa tertarik untuk memilih judul

“Penentuan Kadar Air, Kadar Kotoran, Dan Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) Dari Inti

Sawit Produksi PTPN IV Medan”.

1.2. Permasalahan

Apakah kadar air, kadar kotoran, dan kadar ALB yang terdapat pada inti sawit produksi

yang masuk di PTPN IV Medan dari setiap PKS sudah memenuhi Standar Nasional

Indonesia (SNI).

1.3. Tujuan

Untuk mengetahui apakah kadar air, kadar kotoran, dan kadar ALB yang terdapat pada

inti sawit produksi yang berasal dari setiap PKS pada PTPN IV Medan sudah memenuhi

Standar Nasional Indonesia (SNI).

1.4. Manfaat

Untuk memberikan informasi tentang persentase kadar air, kadar kotoran, dan kadar

ALB yang terdapat pada inti sawit produksi serta perbandingannya dengan Standar

Nasional Indonesia (SNI).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 17: PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Kelapa Sawit

Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda

pada tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari

Mauritius dan Amsterdam untuk ditanam di Kebun Raya Bogor. Tanaman kelapa sawit

mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911. Perintis usaha

perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien Hallet, seorang berkebangsaan

Belgia yang telah belajar banyak tentang kelapa sawit di Afrika. Budi daya yang

dilakukannya diikuti oleh K. Schadt yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di

Indonesia. Sejak saat itu perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang.

Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh.

Luas areal perkebunannya mencapai 5.123 ha. Indonesia mulai mengekspor minyak

sawit pada tahun 1919 sebesar 576 ton ke negara-negara eropa, kemudian tahun 1923

mulai mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton.

Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit mengalami

perkembangan yang cukup pesat.Indonesia menggeser dominasi ekspor negara Afrika

pada waktu itu. Namun, kemajuan pesat yang dialami oleh Indonesia tidak diikuti

dengan peningkatan perekonomian nasional. Hasil perolehan ekspor minyak sawit hanya

meningkatkan perekonomian negara asing yang berkuasa di Indonesia, termasuk

Belanda.

Memasuki masa pendudukan Jepang, perkembangan kelapa sawit mengalami

kemunduran.Secara keseluruhan produksi perkebunan kelapa sawit terhenti. Lahan

perkebunan mengalami penyusutan sebesar 16% dari total luas lahan yang ada sehingga

produksi minyak sawit Indonesia pun hanya mencapai 56.000 ton pada tahun 1948-

1949. Padahal pada tahun 1940 Indonesia mengekspor 250.000 ton minyak sawit.

Setelah Belanda dan Jepang meninggalkan Indonesia, pada tahun 1957,

pemerintahan mengambil alih perkebunan dengan alasan politik dan keamanan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 18: PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

Pemerintah menempatkan perwira-perwira militer di setiap jenjang manajemen

perkebunan yang bertujuan mengamankan jalannya produksi. Pemerintah juga

membentuk BUMIL (buruh militer) yang merupakan wadah kerjasama antara buruh

perkebunan dengan militer. Perubahan manajemen dalam perkebunan dan kondisi social

politik serta keamanan dalam negeri yang tidak kondusif, menyebabkan produksi kelapa

sawit mengalami penurunan. Pada periode tersebut posisi Indonesia sebagai pemasok

minyak sawit dunia terbesar tergeser oleh Malaysia.

Memasuki pemerintahan orde baru, pembangunan perkebunan diarahkan dalam

rangka menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan

sebagai sektor penghasil devisa Negara. Pemerintah terus mendorong pembukaan lahan

baru untuk perkebunan.Sampai dengan tahun 1980, luas lahan mencapai 294.560 ha

dengan produksi CPO sebesar 721.172 ton. Sejak saat itu, lahan perkebunan kelapa

sawit Indonesia berkembang pesat terutama perkebunan rakyat. Hal ini didukung oleh

kebijakan pemerintah yang melaksanakan program perkebunan inti rakyat perkebunan

(PIR-bun). Dalam pelaksanaannya, perkebunan besar sebagai inti membina dan

menampung hasil perkebunan rakyat di sekitarnya yang menjadi plasma. Perkembangan

perkebunan semakin pesat lagi setelah pemerintah mengembangkan program lanjutan

yaitu PIR-Transmigrasi sejak tahun 1986. Program tersebut berhasil menambah luas

lahan dan produksi kelapa sawit. Pada tahun 1990-an, luas perkebunan kelapa sawit

mencapai lebih dari 1,6 juta ha yang tersebar di berbagai sentra produksi, seperti

Sumatera dan Kalimantan (Fauzi dkk, 2004).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 19: PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

2.2. Klasifikasi dan Morfologi Kelapa Sawit

A. Klasifikasi

Divisi : Tracheophyita

Subdivisi : Pteropsida

Kelas : Angiospermeae

Subkelas : Monocotyledoneae

Ordo : Palmales

Famili : Arecaceae

Subfamili : Cocoideae

Genus : Elaeis

Spesies : 1. Elaeis guineensis Jacq.

2. E. oleifera

3. E. odora

(Sibuea, 2014)

B. Morfologi Tanaman Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu bagian vegetatif dan

bagian generatif. Bagian vegetatif kelapa sawit meliputi akar, batang dan daun,

sedangkan bagian generatif yang merupakan alat perkembangbiakan terdiri dari bunga

dan buah.

1. Bagian Vegetatif

A. Akar

Akar tanaman kelapa sawit berfungsi sebagai penyerap unsur hara dalam tanah dan

respirasi tanaman. Selain itu, sebagai penyangga berdirinya tanaman sehingga mampu

menyokong tegaknya tanaman pada ketinggian yang mencapai puluhan meter hingga

tanaman berumur 25 tahun. Akar tanaman kelapa sawit tidak berbuku, ujungnya

runcing, dan berwarna putih atau kekuningan. Tanaman kelapa sawit berakar serabut.

Perakarannya sangat kuat karena tumbuh ke bawah dan ke samping membentuk akar

primer, sekunder, tertier, dan kuarter. Akar primer tumbuh ke bawah di dalam tanah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 20: PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

sampai batas permukaan air tanah. Akar sekunder, tertier, dan kuarter tumbuh sejajar

dengan permukaan air tanah bahkan akar tertier dan kuarter menuju ke lapisan atas atau

ke tempat yang banyak mengandung zat hara.

B. Batang

Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil, yaitu batangnya tidak mempunyai

cambium dan umumnya tidak bercabang. Batang berfungsi sebagai penyangga tajuk

serta menyimpan dan mengangkut bahan makanan. Batang kelapa sawit tumbuh tegak

lurus ke atas.Batang berbentuk silindris dan berdiameter 20-75 cm, tetapi pada

pangkalnya membesar. Tinggi batang bertambah 25-45 cm/tahun. Pertumbuhan batang

tergantung pada jenis tanaman, kesuburan, dan iklim setempat.

C. Daun

Daun kelapa sawit mirip kelapa yaitu membentuk susunan daun majemuk, bersirip

genap, dan bertulang sejajar. Daun-daun membentuk satu pelepah yang panjangnya

mencapai lebih dari 7,5-9 m. Pada pangkal pelepah daun terdapat duri-duri atau bulu-

bulu. Daun muda yang masih kuncup berwarna kuning pucat. Pada tanah yang subur,

daun cepat membuka sehingga makin efektif melakukan fungsinya sebagia tempat

berlangsungnya fotosintesis dan sebagai alat respirasi. Semakin lama proses fotosintesis

berlangsung, semakin banyak bahan makanan yang dibentuk sehingga produksi akan

meningkat. Produksi daun tergantung iklim setempat. Umur daun mulai terbentuk

sampai tua sekitar 6-7 tahun. Daun kelapa sawit yang sehat dan segar berwarna hijau

tua.

2. Bagian Generatif

A. Bunga

Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu (monoecious), artinya bunga jantan dan

bunga betina terdapat dalam satu tanaman dan masing-masing terangkai dalam satu

tandan. Rangkaian bunga jantan terpisah dengan bunga betina. Rangkaian bunga terdiri

dari batang poros dan cabang-cabang beruncing yang disebut spikelet. Jumlah spikelet

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 21: PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

dalam rangkaian dapat mencapai 200 buah. Kadang-kadang pada tanaman kelapa sawit

terbentuk rangkaian bunga yang hermaprodit, terutama pada tanaman yang masih muda.

Hal ini dapat terjadi pada masa transisi antara jantan dan betina. Bunga betina yang

sudah mekar atau dalam keadaan reseptif mengalami beberapa tingkatan perkembangan,

tingkat perkembangan bunga betina dapat dilihat dari perbedaan warnanya. Pada hari

keempat saat warna bunga menjadi merah kehitam-hitaman betina mengeluarkan bau

harum dan lender yang menarik serangga, sehingga penyerbukan dapat terjadi. Selain

oleh serangga, penyerbukan dapat juga dibantu angin. Bunga jantan pun mengalami

tingkat perkembangan mulai dari terbentuknya kelopak bunga sampai siap melakukan

perkawinan. Bunga jantan juga akan mengeluarkan bau yang khas. Hal itu menandakan

bunga jantan sedang aktif dan tepung sari dapat diambil untuk penyerbukan

buatan.Produksi tandan bunga jantan per pokok pada tanaman muda lebih sedikit

dibandingkan dengan produksi bunga betina. Angka perbandingan akan menjadi stabil

sesuai dengan bertambahnya umur tanaman.

B. Buah

Buah disebut juga fructus. Pada umumnya tanaman kelapa sawit yang tumbuh baik dan

subur sudah dapat menghasilkan buah serta siap dipanen pertama pada umur sekitar 3,5

tahun jika dimulai dari penanaman biji kecambah di pembibitan. Buah terbentuk setelah

terjadi penyerbukan dan pembuahan. Waktu yang diperlukan mulai dari penyerbukan

sampai buah matang dan siap panen kurang lebih 5-6 bulan. Secara anatomi, buah

kelapa sawit terdiri dari dua bagian utama yaitu bagian pertama adalah perikaprium yang

terdiri dari epikaprium dan mesokaprium, sedangkan yang kedua adalah biji, yang terdiri

daari endokaprium, endosperm, dan lembaga atau embrio. Epikaprium adalah kulit buah

yang keras dan licin, sedangkan mesokaprium yaitu daging buah yang berserabut dan

mengandung minyak dengan rendemen paling tinggi. Endokaprium merupakan

tempurung berwarna hitam dan keras. Endosperm atau disebut juga kernel merupakan

penghasil minyak inti sawit, sedangkan lembaga atau embrio merupakan bakal tanaman.

Tanaman kelapa sawit menghasilkan buah 20-22 tandan/tahun. Untuk tanaman yang

semakin tua produktivitasnya akan menurun menjadi 12-14 tandan/tahun. Banyaknya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 22: PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

buah yang terdapat pada satu tandan tergantung pada faktor genetis, umur, lingkungan,

dan teknik budi dayanya (Fauzi, 2004).

2.3. Pengolahan Kelapa Sawit

Pengolahan tandan buah segar (TBS) di pabrik bertujuan untuk memperoleh minyak

sawit yang berkualitas baik. Proses tersebut berlangsung cukup panjang dan memerlukan

kontrol yang cermat, dimulai dari pengangkutan TBS atau brondolan dari TPH ke pabrik

sampai dihasilkannya minyak sawit dan hasil-hasil sampingnya.

Pada dasarnya ada dua macam hasil olahan utama pengolahan TBS di pabrik,

yaitu :

Minyak sawit yang merupakan hasil pengolahan daging buah, dan

Minyak inti sawit yang dihasilkan dari ekstraksi inti sawit

2.3.1. pengangkutan TBS ke pabrik

Tandan buah segar hasil pemanenan harus segera diangkut ke pabrik untuk diolah lebih

lanjut. Pada buah yang tidak segera diolah, maka kandungan ALB-nya semakin

meningkat. Untuk menghindari hal tersebut, maksimal 8 jam setelah panen, TBS harus

segera diolah.

Pemilihan alat angkut yang tepat dapat membantu mengatasi masalah kerusakan

buah selama pengangkutan. Ada beberapa alat angkut yang dapat digunakan untuk

mengangkut TBS dari perkebunan ke pabrik, yaitu lori, traktor gandengan, atau truk.

Sesampai TBS di pabrik, segera dilakukan penimbangan. Penimbangan penting

dilakukan sebab akan diperoleh angka-angka yang terutama berkaitan dengan produksi

perkebunan, pembayaran upah para pekerja, penghitungan rendemen minyak sawit, dan

lain-lain. Setelah ditimbang, TBS mengalami proses selanjutnya yaitu perebusan.

2.3.2. perebusan TBS

Buah beserta lorinya kemudian direbus dalam suatu tempat perebusan (sterilizer) atau

dalam ketel rebus. Perebusan dilakukan dengan mengalirkan uap panas selama 1 jam

atau tergantung pada besarnya tekanan uap. Pada umumnya, besarnya tekanan uap yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 23: PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

dilakukan adalah 2,5 atmosfer dengan suhu uap 125 C. Perebusan yang lama dapat

menurunkan kadar minyak dan pemucatan kernel. Sebaliknya, perebusan dalam waktu

yang terlalu pendek menyebabkan semakin banyak buah yang tidak rontok dari

tandannya. Tujuan perebusan adalah :

Merusak enzim lipase yang menstimulir pembentukan ALB

Mempermudah pelepasan bauh dari tandan dan inti dari cangkang

Memperlunak daging buah sehingga memudahkan proses pemerasan

Untuk mengkoagulasikan (mengendapkan) protein sehingga memudahkan

pemisahan minyak.

2.3.3. perontokan dan pelumatan buah

Setelah perebusan lori-lori yang berisi TBS ditarik keluar dan diangkat dengan alat

Hoisting Crane yang digerakkan dengan motor. Hoisting Crane akan membalikan TBS

ke atas mesin perontok buah (thresher). Dari thresher, buah-buah yang telah rontok

dibawa ke mesin pelumat (digester). Untuk lebih memudahkan penghancuran daging

buah dan pelepasan biji, selama proses pelumatan TBS dipanasi (diuapi).

Tandan buah kosong yang sudah tidak mengandung buah diangkut ke tempat

pembakaran dan digunakan sebagai bahan bakar. Selain sebagai bahan bakar, tandan

kosong tersebut dapat juga digunakan sebagai bahan mulsa (penutup tanah).

2.3.4. pemerasan atau ekstraksi minyak sawit

Untuk memisahkan bji sawit dari hasil lumatan TBS, maka perlu dilakukan pengadukan

selama 25-30 menit. Setelah lumatan buah bersih dari biji sawit, langkah selanjutnya

adalah pemerasan atau ekstraksi yang bertujuan untuk mengambil minyak dari masa

adukan. Ada beberapa cara dan alat yang digunakan dalam proses ekstraksi minyak,

yaitu seperti berikut :

a. Ekstraksi dengan sentrifugasi

Alat yang dipakai berupa tabung baja silindris yang berlubang-lubang pada

bagian dindingnya.Buah yang telah lumat, dimasukkan ke dalam tabung, lalu diputar.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 24: PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

Dengan adanya gaya sentrifusi, maka minyak akan keluar melalui lubang-lubang pada

dinding tabung.

b. ekstraksi dengan cara Srew Press

Prinsip ekstraksi minyak dengan cara ini adalah menekan bahan lumatan dalam

tabung yang berlubang dengan alat ulir yang berputar sehingga minyak akan keluar

lewat lubang-lubang tabung. Besarnya tekanan alat ini dapat diatur secara elektris, dan

tergantung dari volume bahan yang akan dipress. Cara ini mempunyai kelemahan yaitu

pada tekanan yang terlampau kuat akan menyebabkan banyak biji yang pecah.

c. Ekstraksi dengan bahan pelarut

Cara ini lebih sering dipakai dalam ekstraksi minyak biji-bijian, termasuk

minyak inti sawit. Sedangkan ekstraksi minyak sawit dari daging buah, belum umum

digunakan dengan cara ini karena kurang efisien. Pada dasarnya, ekstraksi dengan cara

ini adalah dengan menambah pelarut tertentu pada lumatan daging buah sehingga

minyak akan terpisah dari partikel yang lain.

d. Ekstraksi dengan tekanan hidrolis

Dalam sebuah peti pemeras, bahan ditekan secara otomatis dengan tekanan

hidrolis.

2.3.5. pemurnian dan penjernihan minyak sawit

Agar diperoleh minyak sawit yang bermutu baik, minyak sawit kasar tersebut

mengalami pengolahan lebih lanjut. Minyak sawit yang masih kasar kemudian dialirkan

ke dalam tangki minyak kasar (Crude Oil Tank) dan setelah melalui pemurnian atau

klarifikasi yang bertahap, maka akan dihasilkan minyak sawit mentah ( Crude Palm

Oil,CPO). Proses penjernihan dilakukan untuk menurunkan kandungan air di dalam

minyak. Minyak sawit ini dapat ditampung dalam tangki-tangki penampungan dan siap

dipasarkan atau mengalami pengolahan lebih lanjut sampai dihasilkan minyak sawit

murni (Processed Palm Oil,PPO) dan hasil olahan lainnya. Sedangkan sisa olahan yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 25: PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

berupa lumpur, masih dapat dimanfaatkan dengan proses daur ulang untuk diambil

minyak sawitnya.

2.3.6. Pengeringan dan pemecahan biji

Biji sawit yang telah dipisah pada proses pengadukan, diolah lebih lanjut untuk diambil

minyaknya. Sebelum dipecah, biji-biji sawit dikeringkan dalam silo, minimal 14 jam

dengan sirkulasi udara kering pada suhu 50 C. Akibat proses pengeringan ini, inti sawit

akan mengerut sehingga memudahkan pemisahan inti sawit dari tempurungnya. Biji-biji

sawit yang sudah kering kemudian dibawa ke alat pemecah biji.

2.3.7. Pemisahan inti sawit dari tempurung

Pemisahan inti dari tempurungnya berdasarkan perbedaan berat jenis (BJ) antara inti

sawit dan tempurung.Alat yang digunakan disebut hydrocyclone separator.Dalam hal

ini, inti dan tempurung dipisahkan oleh aliran air yang berputar dalam sebuah tabung.

Atau dapat juga dengan mengapungkan biji-biji yang telah pecah dalam larutan lempung

yang mempunyai BJ 1,16. Dalam keadaan ini inti sawit akan terpisah dengan

tempurungnya, inti sawit mengapung sedangkan tempurung tenggelam. Prses

selanjutnya adalah pencucian inti sawit dan tempurung sampai bersih.

Untuk menghindari kerusakan akibat mikroorganisme, maka inti sawit harus

segera dikeringkan dengan suhu 80 C. Setelah kering, inti sawit dapat dipak atau diolah

lebih lanjut, yaitu diekstraksi sehingga dihasilkan minyak inti sawit (Palm Kernel Oil,

PKO). Hasil samping pengolahan minyak inti sawit adalah bungkil inti sawit (Kernel Oil

Cake, KOC) yang dimanfaatkan untuk pakan ternak.

Sedangkan tempurung dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar, sebagai

pengeras jalan, atau dibuat arang dalam industri pabrik bahan aktif (Tim Penulis, 1997).

2.4. Inti Sawit

Bentuk inti sawit bulat padat atau agak gepeng berwarna cokelat.Inti sawit mengandung

lemak, protein, serat, dan air. Pada pemakaiannya lemak yang terkandung di dalamnya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 26: PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

(disebut minyak inti sawit) diekstraksi dan sisanya atau bungkilnya yang kaya protein

dipakai sebagai bahan makanan ternak. Kadar minyak dalam inti kering adalah 44-53%.

Minyak inti sawit juga dapat mengalami hidrolisis. Hal ini lebih mudah terjadi

pada inti pecah dan inti berjamur. Faktor yang menentukan pada peningkatan kadar ALB

minyak inti sawit adalah kadar asam permulaan, proses pengeringan yang tidak baik,

kadar air akhir dalam inti sawit kering, dan kadar inti pecah. Inti sawit pecah yang basah

akan menjadi tempat biakan mikroorganisme (jamur). Dalam keadaan normal kadar

ALB minyak inti sawit tidak lebih dari 0,5%, sedangkan pada akhir pengolahannya tidak

lebih dari 1%. Dengan demikian kenaikan kadar ALB selama dan akibat pengolahan

hanya 0,5%. Jadi pembentukan ALB lebih banyak terjadi pada penimbunan, yaitu juka

tempat penimbunannya lembap dan atau kadar air inti sawit terlalu tinggi melebihi kadar

air kesetimbangan terhadap lembap nisbi udara sekitarnya (di daerah tropika sekitar 7-

8%)

Pada suhu tinggi inti sawit dapat mengalami perubahan warna. Minyaknya akan

berwarna lebih gelap dan lebih sulit dipucatkan. Suhu tertinggi pada pengolahan minyak

sawit adalah pada perebusan, yaitu sekitar 130. Suhu kerja maksimum dibatasi setinggi

itu untuk menghindarkan terlalu banyak inti yang berubah warna. Berondolan dan buah

yang lebih tipis daging buahnya atau lebih tipis cangkangnya adalah lebih peka terhadap

suhu tinggi tersebut (Mangoensoekarjo & Semangun, 2003).

2.4.1. Pengolahan Inti Kelapa Sawit

Pengelolaan inti sawit yang dimaksudkan untuk memperoleh inti sawit yang berasal dari

bji sawit (nut) dengan urutan pengolahan sebagai berikut:

a. CBC (Cake Breaker Convenyor)

Dimana CBC adalah suatu alat yang digunakan untuk membawa dan memecahkan

gumpalan cake dari stasiun press ke depricarper dengan sistem convenyor sehingga

mengurangi kerja blower (Risza, 2001).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 27: PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

b. Depricarper

Dimana depricarper berfungsi untuk memisahkan dan membersihkan fiber dari serabut-

serabut yang masih melekat pada biji serta membawa fiber menjadi bahan bakar boiler

(Risza, 2001).

c. Nut Polishing Drum

Alat ini berupa drum dengan kerangka berputar dan memiliki plat pada pembawa yang

dipasang miring pada dinding. Biji kelapa sawit yang telah dipisahkan dari ampasnya

masuk ke dalam alat ini. Akibat putaran drum tersebut, biji-biji akan dipoles (dilepaskan

serat-seratnya yang masih tertinggal pada biji) (Risza, 2001).

d. Conveyor Under Polishing Drum

Fungsinya untuk mendorong nut yang telah di polish untuk dihisap oleh nut transport

(Risza, 2001).

e. Nut Transport

Untuk mengangkat nut menuju nut silo dengan sistem hisapan dari blower cyclone

(Risza, 2001).

f. Nut Silo

Tempat penyimpanan sementara nut sebelum diolah pada proses berikutnya (Risza,

2001).

g. Ripple Mill

Digunakan untuk memecahkan biji (nut) dari cangkangnya dengan cara ditekan/menjepit

biji dengan rotor pada dinding bergerigi dan menyebabkan pecahnya biji (Risza, 2001).

h. Light Tenera Dry Separation (LTDS I)

Fungsinya yaitu, memisahkan cangkang, inti utuh, dan inti pecah dari ripple mill,

membawa cangkang untuk bahan bakar boiler (Risza, 2001).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 28: PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

i. Light Tenera Dry Separation (LTDS II)

Fungsinya, yaitu:

a. Memisahkan cangkang, inti utuh, inti pecah yang berasal dari light tenera dry

separation I, dimana inti dialirkan menuju kernel silo, sedangkan inti pecah dan

cangkang berukuran besar menuju claybath.

b. Membawa cangkang yang berukuran lebih kecil menuju shell hopper untuk bahan

bakar boiler (Risza, 2001).

j. Claybath

Untuk memisahkan cangkang dan inti sawit pecah yang besar dan beratnya sama.

Dimana untuk yang berat jenisnya lebih kecil dari berat jenis larutan akan terapung

diatas dan yang berat jenisnya lebih besar dari larutan akan tenggelam (Risza, 2001).

k. Kernel Silo

Fungsinya yaitu, untuk mengurangi kadar air yang terkandung dalam inti produksi

sehingga kelembapan menjadi 7% (Risza, 2001).

l. Bulk Silo

Tempat penyimpanan inti produksi sebelum dikirim keluar untuk dijual dengan

kapasitas 400 ton (Risza, 2001).

2.4.2. Penimbunan Inti Sawit

Inti sawit dapat disimpan dalam karung goni yang berisi 50 atau 80 kg atau disimpan

secara curah dalam bin atau silo. Di sini juga dapat terjadi perusakan mutu selama

penimbunan, yaitu peningkatan kadar ALB, perkembangan jamur dan kutu-kutu.

Persyaratan penimbunan yang baik adalah:

1. Kadar air inti 7% (kadar air setimbang dengan kelembaban udara luar)

2. Kadar inti pecah diusahakan sedikit mungkin

3. Memakai goni bersih dan kuat (menghindarkan kutu pada goni bekas beras)

4. Ventilasi gudang harus baik dan udara kering

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 29: PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

5. Tinggi lapisan goni berisi inti tidak lebih dari 4 lapis

6. Penimbunan tidak langsung diatas lantai semen (memakai lantai papan yang kosong)

(Mangoensoekarjo, 2003).

2.4.3. Mutu Inti Sawit

Contoh yang diperiksa adalah inti produksi pada waktu penggonian. Contoh diambil dari

setiap goni pada waktu sedang mengisi goni yang kemudian dikumpulkan menjadi

contoh harian setiap dinas gilir. Data yang diperlukan adalah % air, % kotoran, % inti

pecah, % kadar minyak, dan % ALB.

Kadar kotoran dalam inti sawit sedikit banyaknya ada hubungannya dengan

kehilangan inti dalam cangkang. Kehilangan inti yang tinggi disertai dengan kotoran inti

yang rendah, namun bisa juga keduanya sama-sama tinggi. Dalam hal ini demikian perlu

memeriksa pemeraman biji, putaran pemecah dan lain-lain.

Pengujian ALB pada waktu pengiriman juga perlu untuk memeriksa apakah

sterilisasi inti berlangsung baik atau tidak (Tim Penulis, 1997).

2.5. Minyak Kelapa Sawit

Buah sawit berukuran kecil antara 12-18 gr/butir yang duduk pada bulir. Setiap bulir

terdiri dari 10-18 butir tergantung pada kesempurnaan penyerbukan. Beberapa bulir

bersatu membentuk tandan.Buah sawit yang dipanen dalam bentuk tandan disebut

dengan tandan buah sawit. Tanaman kelapa sawit sudah mulai menghasilkan pada umur

24-30 bulan. Buah yang pertama keluar masih dinyatakan dengan buah pasir artinya

belumdapat diolah dalam pabrik karena masih mengandung minyak yang rendah.

Hasil utama yang dapat diperoleh dari tandan buah sawit ialah minyak sawit yang

terdapat pada daging buah (mesokarp) dan minyak inti sawit yang terdapat pada kernel.

Kedua jenis minyak ini berbeda dalam hal komposisi asam lemak dan sifat fisika-kimia.

Minyak sawit dan minyak inti sawit mulai terbentuk sesudah 100 hari setelah

penyerbukan. Dan berhenti setelah 180 hari atau setelah dalam buah minyak sudah

jenuh. Jika dalam buah tidak terjadi lagi pembentukan minyak, maka yang terjadi adalah

pemecahan trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 30: PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

Minyak yang mula-mula terbentuk dalam buah adalah trigliserida yang

mengandung asam lemak bebas jenuh, dan setelah mendekati masa pematangan buah

terjadi pembentukan trigliserida yang mengandung asam lemak tidak jenuh. Minyak

yang terbentuk dalam daging buah maupun dalam inti terbentuk emulsi pada kantong-

kantong minyak. Untuk melindungi minyak dari oksidasi yang dirangsang oleh sinar

matahari tanaman tersebut membentuk senyawa kimia pelindung yaitu karoten

(Naibaho, M.P. 1996).

2.5.1. Minyak Inti Kelapa Sawit

Minyak kelapa sawit dapat dihasilkan dari inti kelapa sawit yang dinamakan minyak inti

kelapa sawit (palm kernel oil) dan sebagai hasil samping ialah bungkil inti kelapa sawit

(palm kernel meal atau pellet). Bungkil inti kelapa sawit adalah inti kelapa sawit yang

telah mengalami proses ekstraksi dan pengeringan. Sedangkan pellet adalah bubuk yang

telah dicetak kecil-kecil berbentuk bulat panjang dengan diameter kurang lebih 8 mm.

selain itu bungkil kelapa sawit dapat digunakan sebagai makanan ternak.

Minyak inti sawit yang baik, berkadar asam lemak bebas yang rendah dan

berwarna kuning terang serta mudah dipucatkan.Bungkil inti sawit diinginkan berwarna

relatif terang dan nilai gizi serta kandungan asam aminonya tidak berubah (Ketaren, S.

2005).

2.6. Standar Mutu Minyak Sawit

Di dalam perdagangan kelapa sawit, istilah mutu sebenarnya dapat dibedakan menjadi

dua arti. Yang pertama adalah mutu minyak sawit dalam arti benar-benar murni dan

tidak tercampur dengan minyak nabati lain. Mutu minyak sawit dalam arti yang pertama

dapat ditentukan dengan menilai sifat-sifat fisiknya, antara lain titik lebur angka

penyabunan, dan bilangan yodium. Sedangkan yang kedua yaitu mutu minyak sawit

dilihat dalam arti penilaian menurut ukuran. Dalam hal ini syarat mutunya diukur

berdasarkan spesifikasi standar mutu internasional, yang meliputi: kadar asam lemak

bebas (ALB, FFA), air, kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida, dan pemucatan

(Tim Penulis, 1997).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 31: PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

Kebutuhan minyak sawit yang digunakan sebagai bahan baku industry pangan

dan non pangan masing-masing berbeda. Rendahnya mutu minyak sawit sangat

ditentukan oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut dapat langsung dari sifat pohon

induknya, penanganan pasca panen, atau kesalahan selama proses pengangkutan. Selain

itu, ada beberapa faktor yang secara langsung berkaitan dengan standar mutu minyak

seperti tabel di bawah ini :

Tabel 2.1. Standar mutu minyak sawit, inti sawit, dan minyak inti sawit

Karakteristik Minyak Sawit Inti Sawit Minyak Inti

Sawit

Keterangan

Asam Lemak

Bebas

5% 3,5% 3,5% Maksimal

Kadar Kotoran 0,5% 0,02% 0,02% Maksimal

Kadar zat

menguap

0,5% 7,5% 0,2% Maksimal

Bilangan peroksida 6 meq - 2,2 meq Maksimal

Bilangan iodine 44-58 mg/gr - 10,5-18,5

mg/gr

Maksimal

Kadar logam (Fe,

Cu)

10 ppm - - -

Lovinbond 3-4 R - - -

Kadar minyak - 47% - Maksimal

Kontaminasi - 6% - Maksimal

Kadar pecah - 15% - Maksimal

Kadar air 0,1% 7% - Maksimal

Kebutuhan mutu minyak sawit yang digunakan sebagai bahan baku industry pangan dan

nonpangan masing-masing berbeda. Oleh karena itu keaslian, kemurnian, kesegaran,

maupun aspek higienisnya harus lebih diperhatikan (Fauzi, 2004).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 32: PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

2.6.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu minyak sawit

Rendahnya mutu minyak sawit sanga ditentukan oleh banyak faktor. Faktor-

faktor tersebut dapat langsung dari sifat pohon induknya penanganan pascapanen, atau

kesalahan selama pemrosesan dan pengangkutannya. Berikut ini akan dikemukakan

beberapa hal yang secara langsung berkaitan dengan penurunan mutu minyak sawit dan

sekaligus cara pencegahannya,serta standar mutu minyak sawit yang dikehendaki pasar.

a. Asam Lemak Bebas (free fatty acid)

asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terikut dalam minyak sawit

sangat merugikan. Tingginya asam lemak bebas ini mengakibatkan rendemen minyak

turun. Untuk itulah perlu dilakukan usaha pencegahan terbentuknya asam lemak bebas

dalam minyak sawit.

Kenaikan kadar ALB ditentukan mulai dari saat tandan dipanen sampai tandan

diolah di pabrik. Kenaikan ALB ini disebabkan adanya reaksi hidrolisa pada

minyak.Hasil reaksi hidrolisa minyak sawit adalah gliserol dan ALB. Reaksi ini akan

dipercepat dengan adanya faktor-faktor panas, air, keasaman, dan katalis (enzim).

Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka semakin banyak kadar ALB yang terbentuk.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan peningkatan kadar ALB yang relatif

tinggi dalam minyak sawit antara lain :

− pemanenan buah sawit yang tidak tepat waktu,

− keterlambatan dalam pengumpulan dan pengangkutan buah,

− penumpukan buah yang terlalu lama, dan

− proses hidrolisa selama pemrosesan di pabrik.

b. Kadar zat menguap dan kotoran

pada umumnya, penyaringan hasil minyak sawit dilakukan dalam rangkaian

proses pengendapan, yaitu minyak sawit jernih dimurnikan dengan sentrifugasi. Dengan

proses di atas, kotoran-kotoran yang berukuran besar memang bisa disaring. Akan tetapi,

kotoran-kotoran atau serabut yang berukuran kecil tidak bisa disaring, hanya melayang-

layang di dalam minyak sawit sebab berat jenisnya sama dengan minyak sawit.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 33: PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

Meskipun kadar ALB dalam minyak sawit kecil, tatpi hal itu belum menjamin

mutu minyak sawit. Kemantapan minyak sawit harus dijaga dengan cara membuang

kotoran dan zat menguap. Hal ini dilakukan dengan peralatan pemurnian modern.

c. Kadar Logam

bebarapa jenis bahan logam yang dapat terikut dalam minyak sawit antara lain

besi, tembaga, dan kuningan. Logam-logam tersebut biasanya berasal dari alat-alat

pengolahan yang digunakan. Tindakan preventif pertama yang harus dilakukan untuk

menghindari terikutnya kotoran yang berasal dari pengelupasan alat-alat dan pipa adalah

mengusahakan alat-alat dari stainless-steel.

Mutu dan kualitas minyak sawit yang mengandung logam-logam tersebut akan

turun. Sebab dalam kondisi tertentu, logam-logam itu dapat menjadi katalisator yang

menstimulir reaksi oksidasi minyak sawit. Reaksi ini dapat dimonitor dengan melihat

perubahan warna minyak sawit yang semakin gelap dan akhirnya menyebabkan

ketengikan.

d. Angka oksidasi

proses oksidasi yang distimulir oleh logam jika berlangsung dengan intensif akan

mengakibatkan ketengikan dan perubahan warna (menjadi semakin gelap). Keadaan ini

jelas sangat merugikan sebab mutu minyak sawit menjadi menurun.

Dari angka ini dapat diperkirakan sampai sejauh mana proses oksidasi

berlangsung sehingga dapat pula dinilai kemampuan minyak sawit untuk menghasilkan

barang jadi yang memiliki daya tahan dan daya simpan yang lama. Angka oksidasi

dihitung berdasarkan angka peroksida. Sebagai standar umum dipakai angka 10 meq

(milligram equivalent), tetapi ada yang memakai standar lebih ketat lagi yaitu 6 meq. Di

atas angka tersebut mutu barang jadi yang dihasilkan dapat dipastikan kurang baik.

e. Pemucatan

minyak sawit mempunyai warna kuning oranye sehingga jika digunakan sebagai

bahan baku untuk pangan perlu dilakukan pemucatan. Pemucatan ini dimaksudkan untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 34: PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

mendapatkan warna minyak sawit yang lebih memikat dan sesuai dengan kebutuhannya.

Keintesifan pemucatan minyak saiwt sangat ditentukan oleh kualitas minyak sawit yang

bersangkutan. Semakin jelek mutunya, maka biaya pemucatan juga semakin besar.

Dengan demikian, minyak sawit yang bermutu baik akan mengurani biaya pemucatan

pada pabrik konsumen.

Berdasarkan standar mutu minyak sawit untuk pemucatan dengan alat lovibond

dapat diketahui dosis bahan-bahan pemucatan yang dibutuhkan, biaya, serta rendemen

hasil akhir yang akan diperoleh. Untuk standar mutu didasarkan pada warna merah 3,5

dan warna kuning 35 (Tim penulis, 1997).

2.7. Minyak dan Lemak

Minyak dan lemak tidak berbeda dalam bentuk umum trigliseridanya, tetapi

hanya berbeda dalam bentuk (wujud). Perbedaan ini didasarkan pada perbedaan titik

lelehnya. Pada suhu kamar lemak berwujud padat, sedangkan minyak berwujud cair.

Titik leleh minyak dan lemak tergantung pada strukturnya, biasanya meningkat dengan

bertambahnya jumlah atom karbon. Banyaknya ikatan rangkap atom karbon juga

berpengaruh. Dimana semakin banyak ikatan rangkap atom karbon maka lemak akan

semakin cair didalam suhu kamar. Trigliserida yang kaya akan lemak tak jenuh, seperti

asam oleat dan linoleat, biasanya berwujud cair sedangkan trigliserida yang kaya akan

lemak jenuh seperti asam stearate dan palmitat, biasanya adalah berwujud padat. Semua

jenis lemak tersusun oleh asam-asam lemak yang terikat oleh gliserol. Trigliserida alami

ialah trimester dari asam lemak berantai panjang dan gliserol merupakan penyusun

utama lemak hewani dan nabati. Trigliserida termasuk lipid sederhana dan juga

merupakan bentuk cadangan lemak dalam tubuh manusia (Tambun, 2006).

Trigliserida alami ialah triester dari asam lemak berantai panjang dan gliserol

merupakan penyusun utama lemak hewan dan nabati. Trigliserida termasuk lipid

sederhana dan juga merupakan bentuk cadangan lemak dalam tubuh manusia. Berikut

ini adalah persamaan umum pembentukan trigliserida :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 35: PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

O O

HO – C – R1 CH2OH CH2 – O – C – R1

O O

HO – C – R2 + CHOH CH – O – C – R2 + 3 H2O

O O

HO – C – R3 CH2OH CH2 – O – C – R3

3 Molekul Gliserol Trigliserida Air

Asam Lemak (triester dari gliserol)

Gambar 2.1 Reaksi esterifikasi asam lemak dan gliserol

(Tambun, 2006).

Asam lemak adalah asam organik yang mempunyai struktur sebagai berikut:

O

R – C – OH

Gambar 2.2 Asam Karboksilat

Dimana R adalah rantai karbon yang jenuh atau yang tidak jenuh yang terdiri atas 4

sampai 24 buah atom karbon. Rantai karbon yang jenuh ialah rantai karbon yang tidak

mengandung ikatan rangkap, sedangkan yang mengandung ikatan rangkap disebut rantai

karbon tidak jenuh. Pada umumnya asam lemak mempunyai jumlah atom karbon genap.

Makin panjang rantai karbon, makin tinggi titik lebur dari asam lemak. Apabila

dibandingkan dengan asam lemak jenuh, asam lemak tidak jenuh mempunyai titik lebur

lebih rendah. Asam lemak adalah asam lemah. Apabila dapat larut dalam air kelarutan

asam lemak dalam air berkurang dengan bertambah panjangnya rantai karbon

(Poedjiadi, 1994).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 36: PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

2.8. Air

Air merupakan media untuk proses reaksi biokimia seperti pembentukan asam lemak

bebas. Pemecahan protein dan hidrolisa karbohidrat yang cukup banyak terdapat dalam

inti sawit yang dihasilkan dengan pemisahan secara basah. Kandungan air dalam inti

berkisar 15-25% tergantung dari proses pengolahan (Naibaho, 1996).

Air dalam minyak hanya terdapat dalam jumlah kecil. Hal ini dapat terjadi

karena proses alami sewaktu pembuahan dan akibat perlakuan di pabrik serta

penimbunan. Adapun prinsip dari penentuan kadar air yaitu air yang terdapat dalam

minyak dapat ditentukan dengan cara penguapan dalam alat pengeringan (Naibaho,

1996).

Pemisahan air (bahan yang mudah menguap) dari minyak dipengaruhi oleh:

1) Suhu minyak, pemisahan air atau bahan mudah menguap semakin efektif bila suhu

semakin tinggi (Naibaho, 1996).

2) Kehampaan udara, bahan lebih menguap apabila dalam keadaan hampa udara,

kehampaan udara tergantung dari fluktuasi debit minyak masuk (Naibaho, 1996).

3) Interaksi suhu minyak dan kehampaan, hal ini berinteraksi penting terhadap

pengurangan kadar air atau bahan yang mudah menguap (Naibaho, 1996).

4) Pengaturan kapasitas alat, semakin tinggi kapasitas alat yang sama maka penguapan

air semakin lambat dan akan menghasilkan minyak yang bermutu jelek (Naibaho, 1996).

Kadar air inti sawit yang diinginkan dalam penyimpanan adalah 6-7% karena

pada kadarair tersebut mikroba sudah mengalami kesulitan untuk hidup dalam kondisi

ruang penyimpanan pada kelembaban 70%. Umumnya pada inti yang sudah kering tidak

lagi ditemukan plant enzim, akan tetapi dijumpai enzim yang berasal dari mikroba yang

terkontaminasi selama penanganan dan penyimpanan.

Permukaan inti sawit yang basah merupakan media tumbuh mikroba yang lebih

baik, sehingga spora atau mycelium yang menempel pada permukaan tersebut akan lebih

cepat tumbuh. Mikroba tersebut akan menghasilkan enzim yang dapat merusak lemak,

protein, karbohidrat, dan vitamin. Oleh sebab itu dalam pengawetan inti pertama-tama

ditujukan untuk menurunkan air permukaan (Naibaho, 1996).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 37: PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

2.9. Kadar Kotoran

Bagi negara konsumen terutama negara yang telah maju, selalu menginginkan minyak

sawit yang benar-benar bermutu. Permintaan tersebut cukup beralasan sebab minyak

sawit tidak hanya digunakan untuk bahan baku dalam industri non pangan saja, tetapi

banyak industri pangan yang membutuhkannya. Lagi pula, tidak semua pabrik minyak

kelapa sawit mempunyai teknologi dan instalasi yang lengkap, terutama yang berkaitan

dengan proses penyaringan minyak sawit. Pada umumnya penyaringan hasil minyak

sawit dilakukan dalam rangkaian proses pengendapan, yaitu minyak sawit jernih

dimurnikan dengan sentrifugasi ( Tim Penulis, 1997).

Dengan proses diatas, kotoran-kotoran yang berukuran besar memang disaring.

Akan tetapi kotoran-kotoran atau serabut yang berukuran kecil tidak bisa disaring, hanya

bisa melayang-layang di dalam minyak sawit sebab berat jenisnya sama dengan minyak

sawit. Padahal, alat sentrifugasi tersebut dapat berfungsi dengan prinsip kerja yang

berdasarkan berat jenis. Walaupun bahan baku minyak sawit selalu dibersihkan, sebelum

digunakan pada industri-indutri yang bersangkutan, namun banyak beranggapan dan

menuntut bahwa kebersihan serta kemurnian minyak sawit merupakan tanggung jawab

sepenuhnya pihak produsen ( Tim Penulis, 1997).

Peningkatan kadar kotoran pada inti sawit produksi pada umumnya disebabkan

oleh kesalahan pada mesin produksi. Biji sawit yang telah dipisah pada proses

pengadukan, diolah lebih lanjut untuk diambil minyaknya. Sebelum dipecah, biji-biji

sawit dikeringkan dalam kernel silo, minimal 14 jam dengan sirkulasi udara kering pada

suhu 50 . Akibat proses pengeringan ini, inti sawit akan mengerut sehingga

memudahkan pemisahan inti sawit dari tempurungnya. Biji sawit yang sudah kering

kemudian dibawa ke alat pemecah biji (Fauzi, 2004).

Pemisahan inti sawit dari tempurungnya berdasarkan perbedaan berat jenis antara

inti sawit dari tempurungnya berdasarkan perbedaan berat jenis antara inti sawit dan

tempurungnya. Alat yang digunakan adalah hydrocyclone separator. Inti dan tempurung

dipisahkan oleh aliran air yang berputar dalam sebuah tabung atau dapat juga dengan

mengapungkan biji-biji yang pecah dalam larutan lempung yang mempunyai berat jenis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 38: PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

1,16. Dalam keadaan tersebut inti sawit akan mengapung dan tempurungnya tenggelam

(Fauzi, 2004).

Oleh karena itu meskipun kadar asam lemak bebas dalam minyak sawit kecil,

tetapi hal itu belum menjamin mutu minyak sawit. Kemantapan minyak sawit harus

dijaga dengan cara memperhatikan kadar kotoran dan zat menguap. Hal ini perlu

perhatian khusus pada mesin produksi ( Tim Penulis, 1997).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 39: PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

BAB 3

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Metode Percobaan

3.1.1. Alat

a. Neraca analitik Sortarius

b. wadah

c. Soklet Scot Duran

d. Oven Memmert

e. Cawan

f. Spatula

g. Mesin Penggiling inti

h. Erlenmeyer Pyrex 250 ml

i. Digital buret Metter Toledo 50 ml

j. Timbel

k. Desikator

l. Hot plate Besttech

m. Kapas

n. Labu alas Favorit 250 ml

o. Gelas ukur Pyrex 50 ml

3.1.2. Bahan

a. n-Heksan

b. Inti sawit

c. Alkohol 96%

d. Indikator Phenolpthalein

e. Larutan KOH 0,1 N

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 40: PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

3.2. Prosedur Kerja

3.2.1. Penentuan Kadar Air pada Inti Sawit

a. Dihaluskan sampel sebanyak 100 g dengan menggunakan mesin penggiling.

b. Ditimbang cawan kosong, kemudian dicatat beratnya.

c. Ditimbang sampel yang telah dihaluskan sebanyak 10 g kedalam cawan.

d. Dimasukkan kedalam oven pada suhu 103 selama 3 jam

e. Didinginkan

f. Ditimbang

g. Dihitung kadar airnya

3.2.2. Penentuan Kadar Kotoran pada Inti Sawit

a. Ditimbang sampel sebanyak 1 kg

b. Disebarkan sampel pada wadah yang datar

c. Dipisahkan antara biji utuh, biji pecah, inti utuh, inti pecah, dan cangkang lepas

kemudian masing-masing ditimbang.

d. Dihitung % masing-masing sampel dan kadar kotorannya.

3.2.3. Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas dari Inti Sawit

a. Dihaluskan sampel sebanyak 100 g dengan mesin penggiling.

b. Ditimbang timbel kosong, kemudian dicatat beratnya.

c. Ditimbang sampel sebanyak 10 g kedalam timbel.

d. Dimasukkan kedalam alat soklet.

e. Ditimbang labu alas kosong, kemudian dicatat beratnya.

f. Ditambahkan n-Heksan ke dalam labu alas.

g. Disokletasi (sampai larutan didalam soklet jernih dan kandungan minyak dalam

sampel larut).

h. Dimasukkan kedalam oven pada suhu 103 selama 3 jam (sampai semua sisa

pelarut n-Heksan habis menguap).

i. Didinginkan.

k. Ditimbang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 41: PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

l. Ditambahkan larutan n-Heksan sebanyak 15 ml dan alkohol sebanyak 50 ml.

m. Dipanaskan.

n. Ditambahkan 3 tetes indikator phenolftalein (pp).

o. Dititrasi dengan KOH 0,1 N sampai terbentuk larutan merah muda.

p. Dicatat volume KOH yang terpakai.

q. Dihitung kadar asam lemak bebasnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 42: PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Dari hasil analisis yang dilakukan di Laboratorium Kantor Pusat PTPN IV Medan

diperoleh data dan hasil analisis kadar air, kadar kotoran, dan kadar asam lemak bebas

(ALB) dari inti sawit seperti ditunjukkan pada tabel sebagai berikut :

Tabel 4.1. Data Analisis Kadar Air, Kadar Kotoran, dan Kadar ALB

Tanggal Kode

Pengiriman

Kadar air

(%)

Kadar

Kotoran

(%)

Kadar

ALB (%)

23-02-2018 06 4,45 5,73 1,90

24-02-2018 01 4,89 5,85 2,00

25-02-2018 12 5,56 5,91 1,95

26-02-2018 16 6,58 5,89 1,86

4.2. Perhitungan

4.2.1 Penentuan Kadar Air

% Air = ( ) ( )

=

= 4,45%

Dilakukan perhitungan yang sama untuk kadar air yang lain.

4.2.2. Penentuan Kadar Kotoran

% Biji utuh =

=

= 0,48 %

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 43: PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

% Biji Pecah =

=

= 4,62 %

% Cangkang =

=

= 0,63 %

% Kadar Kotoran = % Biji utuh + % Biji pecah + % Cangkang

= 0,48 % + 4,62 % + 0,63 %

= 5,73 %

Dilakukan perhitungan yang sama untuk kadar kotoran yang lain.

4.2.3. Penentuan Kadar ALB

% ALB = ( )

=

= 1,90 %

Dilakukan perhitungan yang sama untuk kadar ALB yang lain.

4.3. Pembahasan

Berdasarkan penentuan mutu inti sawit dengan analisis kadar air, kadar kotoran, dan

kadar ALB, PTPN IV Medan menggunakan metode gravimetri untuk analisis kadar air

dan kadar kotoran serta metode titrasi alkalimetri untuk analisis kadar ALB. Dari hasil

percobaan yang dilakukan, maka kadar air, kadar kotoran, dan kadar ALB yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 44: PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

terkandung dalam inti sawit dari PKS PTPN IV masih memenuhi Standar Nasional

Indonesia (SNI).

Tingginya asam lemak bebas mengakibatkan rendemen minyak turun. Beberapa

faktor yang menyebabkan peningkatan kadar ALB yang relatif tinggi dalam minyak

sawit yaitu :

a. Pemanenan buah sawit yang tidak tepat waktu

b. Keterlambatan dalam pengumpulan dan pengakutan buah

c. Penumpukan buah terlalu lama dan

d. Proses hidrolisa selama pemrosesan di pabrik

Menurut PTPN IV Medan, yang menyebabkan kadar air tinggi yaitu waktu

pengeringan kurang dari 12 jam dan yang menyebabkan kadar kotoran tinggi yaitu

komposisi biji banyak biji Dura, sehingga menyulitkan pemisahan di LTDS.

Standar Nasional Indonesia (SNI) pada mutu inti sawit produksi PTPN IV

Medan untuk kadar air maksimal 7%, kadar kotoran maksimal 6%, dan kadar ALB

maksimal 2%. Setelah dilakukan analisis mutu di PTPN IV Medan diperoleh kadar air,

kadar kotoran, dan kadar ALB yang terkandung di dalam inti sawit yang dikirim dari

PKS PTPN IV Medan telah memenuhi standar mutu inti sawit yang ditetapkan oleh

Standar Nasional Indonesia (SNI).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 45: PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil analisis yang dilakukan dari penentuan kadar air, kadar kotoran, dan

kadar ALB dalam inti sawit produksi PTPN IV tersebut masih memenuhi standar

Nasional Indonesia (SNI).

5.2. Saran

Sebaiknya analisis kadar air, kadar kotoran, dan kadar ALB dilakukan setiap hari untuk

mempertahankan mutu inti sawit produksi sehingga tetap bermutu baik.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 46: PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

DAFTAR PUSTAKA

Fauzi, Y., Yustina, E.W., Iman, S., dan Rudi, H. 2004.Kelapa Sawit. Jakarta: Penebar

Swadaya.

Ketaren, S. 2005. Pengantar Teknologi Minyak Dan Lemak Pangan. Jakarta: UI-Press.

Mangoensoekarjo, S. Semangun, H. 2003. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Naibaho, P. 1996. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Medan: Pusat Penelitian Kelapa

Sawit.

Poedjiadi, A. 1994. Dasar – Dasar Biokimia. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Risza, S. 2001. Kelapa Sawit, Upaya Peningkatan Produktivitas. Yogyakarta: Penerbit

Kansius.

Tambun, R. 2006. Teknologi Oleokimia. Medan: USU-Press.

Tim Penulis PS. 1997. Kelapa Sawit. Jakarta: Penebar Swadaya.

Winarno, F. G. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 47: PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 48: PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM …

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA