CR THT Belum Selesai

15
Anatomi Hidung Gambar 1. Anatomi hidung tampak lateral Hidung terdiri dari hidung bagian luar berbentuk piramid dengan bagian bagiannya dari atas ke bawah yaitu pangkal hidung, batang hidung, puncak hidung, ala nasi, kolumela dan lubang hidung. 1 Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari tulang hidung (os nasal), prosesus frontalis os maksila dan prosesus nasalis os frontal sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu sepasang kartilago nasalis lateralis

description

hgghgkb

Transcript of CR THT Belum Selesai

Page 1: CR THT Belum Selesai

Anatomi Hidung

Gambar 1. Anatomi hidung tampak lateral

Hidung terdiri dari hidung bagian luar berbentuk piramid dengan bagian

bagiannya dari atas ke bawah yaitu pangkal hidung, batang hidung, puncak hidung, ala

nasi, kolumela dan lubang hidung.1

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh

kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi melebarkan atau

menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari tulang hidung (os nasal),

prosesus frontalis os maksila dan prosesus nasalis os frontal sedangkan kerangka tulang

rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung,

yaitu sepasang kartilago nasalis lateralis superior, sepasang kartilago nasalis lateralis

inferior yang disebut juga sebagai kartilago ala mayor dan tepi anterior kartilago

septum.1

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang,

dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri.

Pintu masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang

disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.1,2

Page 2: CR THT Belum Selesai

Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di belakang

nares anterior disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang mempunyai

banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang.2

Setiap kavum nasi mempunyai empat buah dinding, yaitu dinding medial, lateral,

inferior, dan superior. Dinding medial adalah septum nasi yang dibentuk oleh tulang

dan tulang rawan. Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan

periostium pada bagian tulang, sedangkan di luarnya dilapisi oleh mukosa hidung.1

Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknya paling

bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka media, lebih kecil

lagi ialah konka superior, sedangkan yang terkecil disebut konka suprema ini biasanya

rudimenter.2

Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung. Terdapat meatus yaitu meatus

inferior, medius, dan superior. Pada meatus inferior terdapat muara (ostium) duktus

nasolakrimalis. Pada meatus medius terdapat muara sinus frontal, sinus maksila dan

sinus etmoid anterior. Pada meatus superior terdapat muara sinus etmoid posterior dan

sinus sfenoid.2

Vaskularisasi

Bagian atas rongga hidung divaskularisasi oleh arteri etmoidalis anterior dan

posterior yang merupakan cabang dari arteri oftalmika dari arteri karotis interna.1

Bagian bawah rongga hidung divaskularisasi oleh cabang arteri maksilaris interna,

diantaranya arteri palatina mayor dan arteri sfenopalatina. Arteri sfenopalatina keluar

dari foramen sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior

konka media.1

Bagian depan hidung divaskularisasi oleh cabang-cabang a. fasialis. Pada bagian

depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a. sfenopalatina, a. etmoid

anterior, a. labialis superior, dan a. palatina mayor, yang disebut pleksus kiesselbach

(little's area).1

Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan

dengan arteri. Vena divestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke v.oftalmika

yang berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-vena di hidung tidak memiliki katup,

sehingga merupakan faktor predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi sampai ke

intrakranial.1,2

Page 3: CR THT Belum Selesai

Persarafan

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n. etmoidalis

anterior yang merupakan cabang n. nasosiliaris yang bersal dari n. oftalmikus. Rongga

hidung lainnya, sebagian besar terdapat persarafan sensorik dari nervus maksilla melalui

ganglion sfenopalatina. Ganglion ini menerima serabut sensoris dari n. maksilaris,

serabut parasimpatis dari n. petrosus superfisialis mayor dan serabut saraf simpatis dari

n. petrosus profundus. Ganglion sfenopalatina terletak di belakang dan sedikit di ujung

posterior konka media.1

Fungsi penghidu berasal dari nervus olfaktorius. Saraf ini turun melalui lamina

kribrosa dari pemukaan bawah bulbus olfaktorius dan berakhir pada sel-sel reseptor

penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.1

DEFENISI

Papilloma sinonasal secara klasik dikategorikan berdasarkan gambaran

histologinya. Tiga subtipe telah ditetapkan oleh World Health Organization terhadap

lesi ini yaitu inverted papilloma, cylindrical cell papilloma dan fungiform papilloma

(Jacob., 2004)

Inverted  papiloma di hidung dan sinus paranasal dikenal sebagai tumor jinak,

tetapi terdapat hiperplasi epitel yang tumbuh dan masuk ke dalam jaringan stroma di

bawahnya untuk kemudian membentuk kripte, dengan membrana basalis yang tetap

utuh. Ciri khas dari  Inverted   papiloma yaitu mempunyai kemampuan untuk merusak

jaringan sekitarnya, cenderung kambuh lagi dan dapat bila ganas menjadi karsinoma

epidermoid.

Etiologi

         Penyebab pasti inverted papiloma belum diketahui. Beberapa teori telah

diajukan, meliputi alergi, inflamasi kronik dan karsinogen berhubungan dengan pajanan

serta infeksi virus papiloma.7

Alergi merupakan penyebab yang sudah agak ditinggalkan, dikarenakan pasien-

pasien penderita papiloma inverted mempunyai riwayat alergi yang negatif, selain itu

papiloma sinonasal biasanya unilateral.7

Page 4: CR THT Belum Selesai

Sinusitis paranasal sering ditemukan pada penderita inverted papiloma dan ini

disebabkan oleh obstruksi tumor dibanding dengan menyebabkan terbentuknya tumor.8,9

Beberapa virus telah lama dicurigai sebagai penyebab lesi-lesi neoplastik ini,

dikarenakan virus-virus tersebut telah diketahui mempunyai kecenderungan membentuk

papiloma-papiloma di berbagai organ tubuh. Virus Human Papiloma (HPV) merupakan

epiteliotropik virus yang berimplikasi pada kehamilan  dan lesi malignansi pada traktus

anogenital. Virus Human Papiloma (HPV) 11, HPV 6, HPV 16, dan HPV 18 telah

dapat diidentifikasi pada papiloma inverted. Beberapa penelitian dengan menggunakan

teknik hibridasi dan reaksi rantai polimerase memperlihatkan bahwa  HPV 11 dan HPV

6 berhubungan dengan banyak kasus papiloma tipe fusiform tetapi sangat jarang pada

tipe silindrikal dan inverted.7

Klasifikasi TNM dan Sistem Staging

Cara penentuan stadium tumor ganas hidung dan sinus paranasal yang terbaru adalah menurut American Join Committee on Cancer (AJCC) 2010 yaitu:

Tumor Primer (T) • Sinus maksilaris

TX Tumor primer tidak dapat ditentukan

T0 Tidak tampak tumor primer

Tis Karsinoma in situ

T1 Tumor terbatas pada mukosa sinus maksilaris tanpa erosi dan destruksi tulang

T2 Tumor menyebabkan erosi dan destruksi tulang hingga palatum dan atau meatus media tanpa melibatkan dinding posterior sinus maksilaris dan fossa pterigoid

T3 Tumor menginvasi dinding posterior tulang sinus maksilaris, jaringan subkutaneus, dinding dasar dan medial orbita, fossa pterigoid, sinus etmoidalis

T4a Tumor menginvasi bagian anterior orbita, kulit pipi, fossa pterigoid, fossa infratemporal, fossa kribriformis, sinus sfenoidalis atau frontal

Page 5: CR THT Belum Selesai

T4b Tumor menginvasi salah satu dari apeks orbita, duramater, otak, fossa kranial medial, nervus kranialis selain dari divisi maksilaris nervus trigeminal V2, nasofaring atau klivus

• Kavum Nasi dan Sinus Etmoidalis TX Tumor primer tidak dapat ditentukan

T0 Tidak tampak tumor primer

Tis Karsinoma in situ

T1 Tumor terbatas pada salah satu bagian dengan atau tanpa invasi tulang

T2

Tumor berada di dua bagian dalam satu regio atau tumor meluas dan melibatkan daerah nasoetmoidal kompleks, dengan atau tanpa invasi tulang

T3 Tumor menginvasi dinding medial atau dasar orbita, sinus maksilaris, palatum atau fossa kribriformis

T4a Tumor menginvasi salah satu dari bagian anterior orbita, kulit hidung atau pipi, meluas minimal ke fossa kranialis anterior, fossa pterigoid, sinus sfenoidalis atau frontal

T4b Tumor menginvasi salah satu dari apeks orbita, dura, otak, fossa kranial medial, nervus kranialis selain dari V2, nasofaring atau klivus

Kelenjar getah bening regional (N) NX Tidak dapat ditentukan pembesaran kelenjar

N0 Tidak ada pembesaran kelenjar

N1 Pembesaran kelenjar ipsilateral ≤3 cm

N2 Pembesaran satu kelenjar ipsilateral 3-6 cm, atau multipel kelenjar

ipsilateral <6 cm atau metastasis bilateral atau kontralateral < 6 cm

N2a Metastasis satu kelenjar ipsilateral 3-6 cm

N2b Metastasis multipel kelanjar ipsilateral, tidak lebih dari 6 cm

N2c Metastasis kelenjar bilateral atau kontralateral, tidak lebih dari 6 cm

Page 6: CR THT Belum Selesai

N3 Metastasis kelenjar limfe lebih dari 6 cm Metastasis Jauh (M) M0 Tidak ada metastasis jauh M1 Terdapat metastasis jauh (Greene, 2010).

Stadium tumor ganas nasal dan sinus paranasal 0 Tis N0 M0

I T1 N0 M0

II T2 N0 M0

III T3 N0 M0

T1 N1 M0

T2 N1 M0

T3 N1 M0

IVA T4a N0 M0

T4a N1 M0

T1 N2 M0

T2 N2 M0

T3 N2 M0

T4a N2 M0

IVB T4b Semua N M0

Semua T N3 M0

IVC Semua T Semua N M1 (Green, 2010)

Page 7: CR THT Belum Selesai

Diagnosis

Anamnesis

Lamanya timbul gejala IP bervariasi antara beberapa minggu sampai tahunan, tidak ada

gejala spesifik yang dapat membedakan IP dan IP dengan keganasan. Gejala utama

yang paling banyak dikeluhkan oleh penderita IP ini adalah sumbatan hidung yang

bersifat unilateral, diikuti oleh gejala rinorhea dan perdarahan hidung. Kemudian gejala

proptosis dan epipora, pada kondisi yang lebih lanjut melibatkan orbita dan duktus

lakrimalis.8

Pemeriksaan Fisik

Ditemukan massa polipoid unilateral yang mengisi kavum nasi dan menyebabkan

obstruksi. Secara makroskopis papiloma inverted terlihat ireguler dan rapuh, jika

disentuh mudah berdarah. Warna papiloma merah keabu-abuan dan mengisi kavum

nasi, meluas ke vestibulum juga ke nasofaring. Septum sering terdesak kearah sisi

kontralateral. Proptosis dan pembengkakan muka kadang timbul sekunder akibat

ekspansi lesi tumor. 8

Pemeriksaan Hidung

Beberapa pemeriksaan yang lazim dilakukan adalah :

1. Pemeriksaan luar

Perhatikan bentuk dari septum nasi, apakah ditemukan adanya deviasi

septum, apakah ada tanda tanda polip seperti frog nose fenomena, bibir

bagian atas apakah ada tanda maserasi karena sekret dari sinus

maksilaris, cari tanda tanda alergi seperti bayangan gelap di sekitar mata

(Shinner), garis melintang di dorsum nasi (Crease) atau bekas garukan di

dorsum nasi karena gatal (Sallute) dan cari apakah ada edema dan

hiperemi pada fossa canina.

Cari tanda krepitasi akibat fraktur septum nasi yang dapat menyebabkan

obstruksi nasi, tekan dinding anterior sinus maksilaris dengan ibu jari ke

arah mediosuperior, jika didapatkan perbedaan nilai, sinus yang lebih

sakit adalah sinus yang patologis.

Page 8: CR THT Belum Selesai

Bila palpasi menimbulkan reaksi yang hebat dapat diganti dengan

perkusi dengan jari telunjuk secara bersamaan tanpa alas jari 9,10

2. Rhinoskopi anterior

Merupakan suatu proses untuk melihat cavum nasi melalui vestibulum nasi. Alat

yang diperlukan adalah lampu kepala, spekulum hidung dan larutan xylocain

efedrin jika diperlukan untuk melebarkan cavum nasi. 5,6

Pada pemeriksaan biasanya ditemukan massa polipoid unilateral yang

mengisi kavum nasi dan menyebabkan obstruksi. Secara makroskopis

inverted papiloma terlihat ireguler dan rapuh, jika disentuh mudah

berdarah. Warna papiloma merah keabu-abuan dan mengisi kavum nasi,

meluas ke vestibulum juga ke nasofaring. Septum sering terdesak kearah

sisi kontralateral. Proptosis dan pembengkakan muka kadang timbul

sekunder akibat ekspansi lesi tumor.7

Konka media dan dinding medial sinus maksila merupakan tempat asal

tumbuhnya inverted papiloma tersering. Pada kasus-kasus jarang tumor

ini dapat terisolasi di sinus spenoid. Keterlibatan sinus-sinus paranasal

dapat meningkatkan angka rekurensi.7

3. Rhinoskopi posterior

Untuk melihat nasofaring dan bagian belakang kavum nasi dengan kaca

nasofaring lewat orofaring. Diperlukan lampu kepala, lampu spiritus, spatula

lidah dan kaca nasofaring, kadang diperlukan juga spray xylocain untuk

penderita yang amat sensitif. Yang penting diperhatikan sehubungan dengan

sinusitis adalah adanya sekret pada meatus media, adanya edema dan hiperemi

dari konka media dan inferior serta adanya polip pada koane. 9,10

Page 9: CR THT Belum Selesai

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan radiologi preoperatif mempunyai peran penting pada penatalaksanaan

papiloma inverted untuk menentukan perluasan penyakit dan keterlibatan struktur yang

berdekatan (Lee dkk, 2007; Maroldi dkk, 2005).

            Tomografi komputer potongan aksial dan koronal merupakan pilihan untuk lesi

intranasal. Dengan menggunakan tomografi komputer dapat dibedakan lesi

papilomatous dengan penebalan mukoperiosteal, atau polip. Sekitar 75% pasien dengan

papiloma menunjukkan tanda adanya berbagai macam derajat kerusakan tulang.

Terdapatnya tanda hanya kerusakan tulang saja pada tomografi komputer bukan

merupakan indikasi terjadinya perubahan kearah keganasan dari papiloma inverted (Lee

dkk, 2007; Maroldi dkk, 2005).

            Identifikasi tempat asal papiloma inverted sangat penting untuk ekstirpasi tumor

secara komplit. Dengan mengevaluasi karakteristik fokal hiperostosis pada CT Scan

pasien papiloma inverted memungkinkan untuk mendeteksi perkiraan asal tumor

(Maroldi dkk, 2005).

            Destruksi tulang secara umum disebabkan tulang mengalami atrofi, karena

tekanan atau pseudoinvasi, melebihi infiltrasi sebenarnya dan tidak diinterpretasikan

sebagai tanda-tanda keganasan. Destruksi dinding medial maksila merupakan hal yang

paling umum ditemukan. Keterlibatan orbita biasanya melalui lamina papirasea.

Sklerosis tulang menggambarkan suatu reaksi hiperplastik dari sinusitis kronik sering

mengiringi tumor ini (Lee dkk, 2007; Maroldi dkk, 2005).

            Gambaran pencitraan yang khas untuk papiloma inverted berdasarkan tempat

asal tumor, perubahan struktur dinding lateral hidung dan terutama bentuk permukaan

yang berlobus dan pada MRI berbentuk pola bergaris (Maroldi dkk, 2005).

Diagnosis Banding

Inverted Papiloma Nasal

Polyp Nasal

Page 10: CR THT Belum Selesai

Penatalaksanaan

Prinsip pengobatan Inverted Papiloma adalah pengangkatan tumor secara

keseluruhan, tanpa meninggalkan sisa, mengingat tumor ini cenderung kambuh. Sebagai

pilihan pengobatan utama adalah pengangkatan tumor dan eksisi dengan pendekatan

rinotomi lateral atau degloving bila massa tumor ada di traktus sinonasal dan dengan

mastoidektomi untuk massa tumor di telinga tengah dan kavum mastoid.

Terapi inverted papiloma adalah tindakan bedah. Eksisi komplit penting untuk

mencegah rekuren. Angka rekuren yang tinggi terjadi pada eksisi tak komplit dari

tumor, reseksi secara endoskopi dapat dipertimbangkan untuk mengurangi komplikasi

pendekatan eksternal (Baruah, 2003)

Pendekatan degloving atau rinotomi lateral yang dikombinasi dengan medial

maksilektomi sangat menurunkan angka rekurensi.

A. Rinotomi Lateral

Teknik rinotomi lateral telah mengalami beberapa modifikasi. Moure, membuat insisi di

samping hidung setinggi kantus medial samapai ke ala nasi, diteruskan sampai ke dasar

kolumela, bila insisi Moure dilanjutkan ke bawah melalui sulkus infranasal dan

mendorong bibir atas disebut insisi Weber. Bila insisi Weber ini diperluas sampai

dibawah kelopak mata disebut insisi Weber-Ferguson. Insisi dapat diteruskan sampai

bersambung dengan insisi gingivobukal.

Setelah kulit diinsisi dan periosteum dilepaskan dari tulang muka, dilakukan osteotomi

untuk mengangkat tulang hidung. Mukosa hidung dipotong sepanjang pinggir aperture

piriformis sehingga pyramid hidung bisa ditarik ke sisi yang berlawanan. Semua kasus-

kasus yang ditemui bersama KSS telah ditanggulangi dengan cara seperti di atas tanpa

terjadi kekambuhan kembali tumor tersebut dan didapat hasil yang cukup baik

mengenai aspek kosmetik dan fungsionalnya (Stern, 1996; Mark, 2000).