Chapter 16 Buku The Health care Quality Book
-
Upload
nasiatul-salim -
Category
Healthcare
-
view
42 -
download
3
Transcript of Chapter 16 Buku The Health care Quality Book
BAB XVI. Mengimplementasikan Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan:
Mengubah Perilaku Petugas Klinis
Penguasaan kecakapan implementasi perubahan penting bagi para pimpinan
pelayanan kesehatan saat ini maupun kelak. Aspek penting lainnya adalah
memahami tingkah laku dokter sehubungan dengan peningkatan mutu dan
penggunaan praktik-praktik terbaik.
Memahami Manajemen Perubahan dalam Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan telah melalui ledakan teknologi di beberapa tahun
belakangan ini, namun organisasi pelayanan kesehatan kita belum bereaksi dengan
kecepatan dan ketangkasan yang sama untuk meningkatkan proses mutu dan
mengurangi eror. Banyak organisasi pelayanan kesehatan masih melakukan
perawatan pasien dengan paradigma kuno yang telah mereka gunakan puluhan
tahun, meskipun cara itu tidak efisien dan rawan kesalahan. Kemampuan merangkul
perubahan menjadi sifat pembeda organisasi pelayanan kesehatan yang sukses—dan
pemimpin pelayanan kesehatan yang berhasil—pada abad 21.
Difusi Inovasi dan Teori Perubahan Lainnya
Ilmu difusi inovasi berfokus pada tingkatan yang ditempati perubahan dan
berpusat pada tiga tema utama: persepsi mengenai inovasi; karakteristik orang-
orang yang memilih atau menolak inovasi; dan konteks, yaitu cara perubahan
tersebut dibawakan dan dikomunikasikan (Berwick, 2003). Karakteristik yang
menentukan tingkat pengangkatan inovasi adalah
Manfaat relatif yaitu tingkatan ketika inovasi itu terlihat lebih baik daripada cara
lama yang digantikannya
Kesesuaian yaitu taraf ketika penganut potensial memandang bahwa inovasi
konsisten dengan nilai-nilai, pengalaman terdahulu, dan kebutuhan mereka.
Kompleksitas yaitu persepsi mengenai kemudahan penerapan inovasi.
Kemampuan percobaan berarti bahwa inovasi dapat dicoba sebelum dipakai dan
meyakinkan bahwa mencoba inovasi berisiko rendah
Daya observasi adalah kemudahan ditemui penganut potensial ketika melihat
penganut potensial lain mencobanya dahulu.
Teori inovasi difusi Everett Roger (1995) menjelaskan bahwa inovasi yang
berlangsung dalam kelompok sosial dianut selama jangka waktu tertentu melalui
proses yang disebut difusi alami. Beberapa penganut, disebut inovator oleh Roger,
yang menyukai perubahan dan berkawan dengan ketidakpastian, umumnya
mengawali proses perubahan. Mereka berperan memperkenalkan gagasan-gagasan
baru ke dalam sistem. Walaupun peran ini penting, orang-orang lain dalam
kelompok memandang para inovator itu radikal. Selanjutnya, orang-orang dalam
kelompok yang menganut inovasi adalah para penganut awal. Kelompok ini memiliki
pembuka opini. Mereka biasanya adalah para ketua tak resmi dan mengurangi
ketakpastian tentang inovasi dengan menjalin jaringan dengan teman-temannya.
Terakhir, orang-orang yang lamban, selalu curiga terhadap agen perubahan dan
inovasi. Mereka cenderung memisahkan diri dan menolak upaya perubahan.
Dalam buku The Tipping Point, Malcolm Gladwell (2000) melakukan
pengamatan sehubungan dengan perubahan yang mungkin berguna bagi pimpinan
organisasi. Titik puncak (tipping point) adalah saat terjadinya penumpukan, titik
ambang atau titik didih perubahan dengan tiga perantara:
The law of the few – menjelaskan tiga jenis orang yang dapat menyebarkan
epidemi: penghubung, menggunakan kekuatan ikatan yang lemah (mis. dari mulut
ke mulut) untuk menyebarkan ide-ide yang mengesankan; maven, berbakat
mengakumulasikan dan mengajarkan pengetahuan; dan salesmen, menyebarkan
epidemi dengan kemampuannya mengajak orang lain.
Faktor kelekatan – berkaitan dengan inovasi atau karakteristik pesan yang
menentukan kerapatan penyebab inovasi atau perubahan “memuncak” (Gladwell,
2000).
Kekuatan konteks – mengacu pada kerangka penyampaian pesan.
Teori dari Gladwell (2000) menyiratkan bahwa inisiatif-inisiatif mutu akan
diterima secara lebih efektif di organisasi pelayanan kesehatan dengan latar
belakang mutu yang mudah menjalar.
Riset Khusus Dokter
Kita harus memahami bagaimana dan mengapa dokter berubah, agar
penerapan perubahan dalam pelayanan kesehatan berjalan lancar. Sebuah studi
perilaku terhadap dokter-dokter umum di London menunjukkan bahwa jarang ada
pemicu tunggal yang mengubah perilaku, tetapi menurut bukti yang terkumpul,
perubahan itu mungkin, diinginkan dan layak.
Perubahan yang tiba-tiba muncul ketika timbul tantangan dikenal dengan
model perubahan tantangan. Penyebabnya bisa jadi pengalaman pribadi dokter
terkait dengan obat-obatan atau penyakit tertentu, kecelakaan klinis atau hasil
negatif yang cenderung mengubah perilaku dokter dalam membuat resep secara
mendadak. Model perubahan berkelanjutan mengandung pengertian bahwa
terkadang dokter berubah berdasarkan tingkat kesiapan terhadap perubahan
tertentu. Pendorong terkuat dalam hal ini adalah umpan balik pasien. Pada tahap-
tahap awal perubahan, terdapat risiko tinggi kembali pada pola pembuatan resep
seperti semula.
Para dokter sering gagal berpadu dengan praktik-praktik ideal. Satu
penelitian melaporkan alasan dokter tidak mengikuti praktik terbaik untuk
penanganan diabetes yaitu pemantauan yang tidak memenuhi, persoalan sistem,
dan penolakan pasien (Mottur-Pilson, Snow dan Bartlett¸ 2001). Menurut sudut
pandang dokter dalam penelitian tersebut, kurangnya pencapaian oleh profesi medis
memperlambat laju perubahan dalam gerakan peningkatan mutu.
Memimpin Perubahan
Perubahan dalam organisasi tidak akan muncul tanpa kepemimpinan yang
cakap. Kepemimpinan dijelaskan sebagai “serangkaian proses yang menciptakan
organisasi ... atau membiasakan mereka ke dalam keadaan yang berubah. Pimpinan
menentukan bayangan masa depan, menyatukan orang-orang dengan visi itu, dan
menginspirasi mereka untuk mewujudkannya walaupun terdapat halangan” (Kotter,
1996). Pemimpin perubahan merasakan perlunya menghilangkan batasan-batasan
struktural untuk memastikan bahwa perubahan yang dibutuhkan dapat terwujud.
Mengembangkan kepemimpinan semacam ini dalam organisasi pelayanan kesehatan
merupakan kunci memaksimalkan kepemimpinan yang kooperatif antara dokter dan
administrasi.
Mengurangi Variasi: Contoh Pedoman Praktik Klinik
Banyaknya variasi dalam standar-standar perawatan muncul pada berbagai
kondisi pelayanan kesehatan. Beberapa penelitian (Jencks, Huff dan Cuerdon, 2003)
telah menunjukkan bahwa lonjakan pengeluaran pelayanan kesehatan dalam
populasi Medicare tidak menghasilkan mutu yang lebih baik, menambah akses
kepada layanan, meningkatkan kepuasan atau perbaikan hasil kesehatan.
Selama pengembangan pedoman, kebanyakan data diambil dari literatur oleh
badan sponsor. Para ahli meninjau kualitas bukti yang ada kemudian memadukan
informasi tersebut sebagai pedoman. Meskipun pedoman-pedoman ini tersedia
secara luas, sebagian besar dokter tidak menggunakannya dalam praktik sehari-hari,
dengan beberapa alasan. Mutu dari pedoman itu sendiri mempengaruhi daya
adopsinya oleh petugas klinis. Menurut para petugas, pedoman itu seharusnya (1)
simpel (2) praktis (3) tidak menambah beban kerja. Faktor-faktor lain yang
mempengaruhi adalah karakteristik petugas kesehatan, karakteristik penataan
praktik, dan penggunaan insentif dan peraturan yang diadakan.
Strategi-Strategi Implementasi Aktif
Menurut Greco dan Eisenberg (1993), terkadang perubahan dalam praktik
medis terjadi sangat cepat dan dramatis, dan di saat lain, prosesnya sangat lambat.
Pendidikan medis yang berkesinambungan (CME) paling sering digunakan dalam
mencoba memperluas penyebaran ilmu medis, namun pendekatan ini sudah terlalu
sering menunjukkan pengaruh yang kecil terhadap performa atau perkembangan
kesehatan (Davis, 1998), begitu pula dengan konferensi, khususnya ketika tak ada
upaya eksplisit yang membantu perubahan praktik.
Strategi-strategi penyebaran ilmu medis aktif lainnya lebih menjanjikan.
Keberadaan pemuka opini, dokter lokal yang berpengaruh yang opininya
didengarkan oleh rekan-rekannya terbukti efektif meningkatkan hasil (Davis, 1998).
Studi lainnya menyatakan bahwa rekrutmen para pemimpin ini untuk menyebarkan
informasi melalui penerapan pedoman praktik klinis secara lokal dapat efektif
mengubah pola pengobatan dan perkembangan pasien (Davis, 1998).
Strategi perincian akademis, meliputi kunjungan-kunjungan pemuka opini ke
tempat praktik, ternyata efektif mempercepat penyebaran praktik-praktik ideal.
Strategi ini bermodel metode cabang penjualan apotek, yang melatih dokter dan
apoteker untuk memberikan pelajaran atau umpan balik secara langsung. Percobaan
terkontrol membuktikan bahwa perincian akademis memberikan cara lain dalam
pembuatan resep, mempengaruhi praktik-praktik tranfusi produk tekanan darah,
dan meningkatkan kontrol hipertensi (Goldberg dkk., 1998). Penelitian ini
mengemukakan bahwa meskipun isi dari pedoman itu penting, presentasinya lebih
penting lagi dalam hal penerimaan. Panduan yang disajikan secara menyedihkan
tidak akan diterima sebaik pedoman yang disebarkan melalui metode-metode
seperti perincian akademis dan pemanfaatan pemuka opini.
Penggunaan pengingat meliputi tindakan-tindakan yang memaksa penyedia
layanan kesehatan bekerja secara klinis. Metode ini cukup efektif di beberapa
tatanan (Oxman dkk., 1995). Sistem audit dan umpan balik memberikan informasi
kepada para petugas klinis yang membandingkan praktik dan hasil mereka dengan
dokter lain di kelompok atau taraf tertentu. Metode ini menghasilkan pengurangan
perintah laboratorium (Ramoska, 1998), meningkatkan pencapaian pada perawatan
pencegahan dan pedoman pemeriksaan kanker (Mandelblatt dan Kanetsky, 1995)
dan pemberian resep obat-obatan yang lebih tepat (Schetcman dkk., 1995).
Intervensi administratif yang mengontrol urutan pengujian terbukti efektif di
berbagai tatanan. Pengadaan tim peningkatan mutu pun demikian. Tempat-tempat
praktik diberi pelatihan teknik-teknik peningkatan mutu, termasuk metode PDSA.
Penggunaan intervensi seperti kombinasi dari audit dan umpan balik, pengingat,
perincian akademis dan pemuka opini, telah mencontohkan perubahan pada kinerja
profesional dan pada hasil kesehatan.
Pendukung Keputusan/Informatika
Teknologi informasi dan rekam medis elektronik (EMR) memperlancar
proses-proses peninjauan diagram manual seperti daftar periksa rekam medis,
sistem pengingat bagi perawat, atau pengingat bagi pasien seperti surat-menyurat,
telepon dan lain-lain. Penelitian terbaru mengemukakan bahwa intervensi berbasis
informatika dapat meningkatkan penggunaan obat-obatan statin untuk pencegahan
sekunder penyakit koroner (Lester dkk., 2006) dan mengurangi polifarmasi serta
kemunduran pada lansia (Weber, White, dan McIlvried, 2008). Masih banyak yang
harus dilakukan untuk memahami jenis penggunaan EMR yang paling mampu
meningkatkan perawatan, termasuk masalah-masalah alur kerja dan otonomi dokter
(Lester dkk., 2006).
Penatalaksanaan Penyakit
Penatalaksanaan penyakit dapat dijelaskan sebagai program pengabdian
kepada perawatan populasi yang dicirikan oleh keberadaan penyakti kronis.
Sebagian besar program ini dirancang oleh pihak ketiga seperti organisasi perawatan
terjangkau, untuk mengurangi biaya melalui perbaikan kenyamanan. Strategi di balik
penatalaksanaan penyakit adalah meningkatkan hasil sambil menurunkan
pengeluaran dan biaya. Banyak yang meyakini bahwa metode paling efektif untuk
mengubah perilaku dokter adalah melakukan “hal yang benar” dengan bertanggung
jawab atas panduan dari dokter dan berbagi penatalaksanaan penyakit kronis
dengan tim pelayanan kesehatan. Karakteristik program-program seperti itu meliputi
penatalaksanaan penyakit populasi (metode identifikasi populasi pasien dengan
rencana pengelolaan gejala), manajemen pendidikan dan kasus, dan promosi
kesehatan/aktivitas pencegahan penyakit. Halangan program-program itu antara lain
kekurangan dana dan tenaga kerja, juga persoalan budaya yang muncul ketika para
dokter berkembang ke metode penatalaksanaan penyakit yang lebih berbasis tim.
Insentif Keuangan
Setelah penerbitan Crossing the Quality Chasm oleh Institute of Medicine,
pemerintah memperkenalkan insentif keuangan untuk memberi penghargaan
kepada para dokter dan organisasi kesehatan atas penyampaian perawatan bermutu
tinggi. Penelitian mengenai efek insentif langsung ini masih sedikit (Conrad dkk.,
2006; Peteren dkk., 2006), namun penggunaan skema pembayaran atas kinerja ini
telah memaparkan bukti secara cepat dan program-program seperti itu kini
dijalankan pada lebih dari separuh organisasi penatalaksanaan kesehatan sektor
swasta (Rosenthal dkk., 2006). Adapun kekhawatiran menyangkut program ini,
termasuk jika insentif akan menghalangi dokter dari memberikan perawatan kepada
orang sakit atau merugikan populasi dari segi ekonomi. Masih harus dilihat apakah
pembayaran atas kinerja cukup berpengaruh pada mutu agar sepadan dengan
biayanya.
Mengacu pada Biaya Implementasi
Banyak pedoman yang tidak memuat informasi mengenai pengaruh
implementasi terhadap sumber-sumber kesehatan. Akibatnya, ada penghalang
terhadap implementasi berupa salah persepsi bahwa nilai yang diperoleh tidak
sepadan dengan biayanya. Kita seharusnya dapat membedakan efektivitas biaya
perawatan (biaya tambahan dan keuntungan perawatan) dengan efektivitas biaya
kebijakan (biaya sehubungan dengan efektivitas biaya perawatan dan biaya dan
besar metode implementasi yang diperlukan untuk mewujudkan perubahan).
Berinvestasi sumber-sumber daya untuk mengubah perilaku dokter memicu biaya
tambahan pada efektivitas biaya perawatan. Efektivitas biaya kebijakan akan tetap
menarik hanya bila terdapat metode implementasi yang efektif namun murah, atau
jika terdapat perolehan kesehatan yang besar per pasien untuk penyakit yang
merajalela.
Organisasi pelayanan kesehatan yang beroperasi di bawah struktur
pembayaran yang disamakan cenderung mengambil keuntungan dari strategi yang
mengurangi penggunaan atau rujukan ke rumah sakit. Sistem kesehatan yang
dibayar dengan sistem pembayaran sesuai layanan atau bergantung pada
pembayaran kelompok menurut diagnosis dari Medicare akan kehilangan uang dari
program yang menurunkan jumlah rujukan ke rumah sakit. Oleh karena itu,
penghematan atau kenaikan perolehan dari perawatan yang membaik harus
menambah pembayaran organisasi atas peningkatan yang terjadi, agar tercipta
perkara bisnis yang menguntungkan sehubungan dengan gerakan peningkatan mutu.
Insentif eksternal mungkin menjadi lebih penting dalam mengendalikan peningkatan
mutu dan penggunaan model-model pedoman klinis /penyakit kronis.
Kunci menuju Kesuksesan Implementasi dan Pelajaran yang Diambil
1. Fokus pada tindakan-tindakan berdampak tinggi. Untuk populasi yang sebagian
besar terdiri atas orang-orang dewasa, tiga penyakit yang paling sering muncul
adalah diabetes, hipertensi dan CHF. Tujuan mengurangi perawatan pasien CHF
di rumah sakit dapat diterapkan untuk jangka pendek, sedangkan tujuan
mengurangi jumlah amputasi pada pasien diabetes memerlukan waktu lebih
lama untuk mewujudkannya.
2. Bagaimana keadaanmu saat ini? Anda harus mengetahui kondisi kinerja
sekarang relatif terhadap taraf acuan.
3. Setiap jam yang dihabiskan untuk mendiskusikan isi inisiatif, luangkan empat
jam untuk merencanakan implementasinya. Pedoman praktik tidak akan
berguna jika tidak digunakan.
4. Siapa yang harus berubah? Analisis orang-orang dalam organisasi yang harus
menanggapi perubahan yang diajukan dan halangan-halangan yang muncul.
Berinvestasilah pada inovator dan para penganut awal.
5. Lakukan analisis biaya-keuntungan. Pertimbangkan biaya-biaya implementasi,
termasuk metode implementasi, bandingkan dengan biaya kelambanan dan
perolehan dari hasil yang sukses.
6. Buat daftar tim dari banyak bidang. Tim harus terdiri atas orang-orang yang
benar-benar bekerja, bukan kepemimpinan formal.
7. Berpikir besar, tetapi memulai dari hal kecil. Proyek yang terlalu ambisius dapat
menyebabkan kegagalan dini—Anda harus meraih prestasi jangka pendek agar
tetap mendapat dukungan bos dan membungkam para pencela.
8. Setelah menentukan tujuan, susunlah pengaturan waktu dan edarkan.
Terkadang tim berjalan terus-menerus tanpa mencapai apapun. Pengaturan
waktu akan membantu tim bergerak sesuai proses.
9. Perubahan harus dikomunikasikan dengan baik. Manfaatkan forum-forum
informal, semuanya mulai dari surat elektronik hingga percakapan santai.
10. Pimpinan harus membantu ucapannya dengan tindakan. Para pemimpin bebas
mengikuti langkah-langkah baru, dan harus menjadi panutan yang sempurna
mengenai proses-proses baru.
11. Apakah perubahannya berhasil? Rayakan. Selenggarakan pertemuan untuk
menyoroti betapa sistem yang baru dapat mengurangi kesalahan, agar
perubahan tersebut tidak terlalu menakutkan lagi untuk dilaksanakan.
12. Ciptakan budaya perubahan yang berkesinambungan di dalam organisasi.
Ketahanan organisasi tergantung pada penemunan-penemuan baru yang
berkesinambungan. Organisasi harus terus mengejar kesempurnaan yang
mungkin kita dekati namun sepertinya takkan kita raih.
Studi Kasus
Kasus 1: Strategi Bagus di Saat yang Salah
Sebuah badan pelayanan kesehatan besar di daerah Pantai Utara yang
merupakan bagian dari suatu pusat medis akademis berada dalam persaingan ketat.
Lonjakan jumlah layanan-layanan kesehatan terjangkau memaksa organisasi
tersebut bernegosiasi dengan kontrak penuh risiko. Untuk mempersiapkan diri
terhadap hal itu, CEO dan para kepala bagian berusaha mejadikan kualitas sebagai
tenaga penggerak organisasi. Mereka percaya bahwa strategi memberikan
pelayanan terbaik dengan pendampingan program-program penatalaksanaan
penyakit di dalam jaringan praktik organisasi akan membawa organisasi dalam
kapitasi penuh risiko, memberikan manfaat kompetitif kepada organisasi, dan
membantu organisasi menegosiasikan kontrak dalam pasar pelayanan kesehatan.
Program mengacu pada penyimpangan praktik ideal dalam perawatan
penyakit kronis seperti CHF, diabetes dan asma. Petugas klinis unggulan memimpin
tim dalam merancang panduan klinis pasien rawat jalan berdasarkan pengalaman
praktik-praktik ideal. Upayanya meliputi strategi-strategi pendidikan, pendukung
keputusan klinis dengan sistem anjuran dan pengingat, dan koordinator penyebaran
panduan. Program tersebut berhasil meningkatkan hasil dalam perawatan asma,
juga pemenuhan praktik-praktik ideal dalam perawatan CHF dan asma. Keberhasilan
itu disebabkan oleh fokus yang ketat pada pelaksanaannya, fokus pada penggunaan
pemuka opini dan petugas unggulan, dan berbagai tindakan untuk meningkatkan
keterlibatan dan pembauran dokter. Di samping itu, kepemimpinan sistem
menekankan perintah pada peningkatan mutu dan penatalaksanaan penyakit, dan
terdapat kepemimpinan dokter yang tegas untuk program tersebut. Program awal
mampu menunjukkan prestasi jangka pendek.
Kendati demikian, organisasi mulai mengalami kerugian finansial, dan seluruh
program runtuh ketika berupaya mengurangi pengeluaran. Kapitasi penuh risiko
yang diharapkan tidak terwujud, dan usaha organisasi menyangkut mutu tidak cukup
mengesankan di kalangan pasar. Kenyataannya, pihak yang mengeluarkan biaya
tidak memberikan keuntungan finansial. Para penjamin dan badan layanan
kesehatan terjangkau memperoleh keuntungan dari program sementara sistem
kesehatan yang membayar pengeluarannya. Oleh sebab itu, program tidak dapat
dipertahankan.
Kasus 2: Pendekatan Baru
Suatu sistem pelayanan kesehatan terintegrasi menerapkan penatalaksanaan
penyakit yang menekankan pada tujuan-tujuan jangka panjang dan pendek. Sistem
tersebut mencakup dua perawatan akut rumah sakit, praktik dokter akademis
berkelompok dan HMO. Pimpinan penatalaksanaan penyakit membuat beberapa
tujuan untuk menjalankan proses, seperti memperbaiki mutu perawatan pasien,
mengurangi variasi dalam perawatan dan menekan penggunaan jangka panjang dan
pendek oleh anggota fasilitas kesehatan. Para dokter yang aktif dalam kelompok
praktik membuka program tata laksana penyakit. Mereka adalah para dokter yang
terus melakukan praktik pada tingkat akar rumput, membantu menyebarkan
program kepada rekan-rekan dan menciptakan kredibilitas instan untuk program
tersebut.
Model dimulai dengan menarget populasi dan mencari strategi. Populasi
yang terpilih adalah kondisi-kondisi yang merata dan berdampak luas seperti
penghentian merokok, asma, diabetes, CHF, hipertensi dan osteoporosis. Tim
penyelenggara meliputi dokter, perawat penatalaksanaan kasus, sistem informasi,
sistem penanganan, staf kantor dokter dan para pasien. Rencana implementasi
meliputi strategi berikut:
Menempatkan perawat koordinasi yang bekerja di fasilitas kesehatan ke kantor
dokter lokal untuk mengoordinasikan perawatan dan membantu dokter-dokter
perawatan dasar beserta para stafnya.
Menerbitkan panduan-panduan dengan memanfaatkan pedoman dasar berskala
nasional dan melibatkan para pemuka opini dari kelompok praktik akademis
untuk meninjau dan menyebarkan data.
Libatkan semua anggota populasi dalam program dan biarkan mereka memilih
Pilahlah pasien berdasarkan risiko dan targetkan anggota populasi berisiko tinggi
terlebih dahulu untuk mencapai kesuksesan dini
Gunakan manajer kasus regional untuk membantu memantau penatalaksanaan
kasus-kasus sulit atau berketajaman tinggi.
Menggunakan penyokong keputusan elektronik agar para provider memiliki
kesempatan lebih besar untuk mengikuti panduan
Giatkan manajemen mandiri oleh anggota, biarkan pasien menjadi stakeholder.
Berikan pendidikan kepada anggota tetap dan provider dalam berbagai media dan
forum, bahkan termasuk komunikasi pasif.
Pertahankan perolehan data aktif dan departemen pemrosesan untuk mengukur
kemajuan, prosedur-prosedur yang berjalan lancar dan mengenali kesuksesan.
Program ini mendapatkan hasil-hasil positif yang nyata seperti mutu
perawatan yang membaik, penurunan variasi dalam praktik, pengurangan biaya
sistem dan penggunaan yang menurun untuk fasilitas kesehatan. Sistem
penatalaksanaan penyakit ini berhasil karena:
1. Menggunakan pendekatan bertahap dan proyek-proyek pemandu diluncurkan
sebelum menjalankan proyek berskala besar. Tujuan-tujuan yang dapat dicapai
disusun dengan penyakit-penyakit berdampak tinggi, hasil-hasil diukur, dan
keberhasilan dirayakan.
2. Dalam prosesnya, semua menjadi stakeholder. Program mengambil pendekatan
global yang menggunakan sebanyak mungkin sumber dan alat berbeda.
Kasus 3: Sistem Implementasi Perancangan Ulang Kantor Klinis
Suatu sistem kesehatan terintegrasi di wilayah pertengahan Atlantis
bergabung dengan upaya kolaboratif dari Institute for Healthcare Improvement
bernama Idealized Design of Clinical Office Practices. Inti gerakan ini adalah
bermacam-macam segi praktik kantoran, termasuk akses, interaksi, keandalan, dan
vitalitas. Sistem pelayanan kesehatan ini fokus pada upaya awalnya yang
memperbaiki pengertian akses sebagai alat memperoleh saham pasar, meningkatkan
kepuasan pasien dan mengembangkan kinerja klinis dan finansial. Sistem dimulai
dengan implementasi pada dua tempat praktik dengan metode penyebaran
implementasi proses-proses yang sukses secara cepat ke berbagai fasilitas. Pelajaran
yang diambil kemudian digunakan untuk menyebarkan proses tersebut ke seluruh
sistem dan pusat-pusat medis khusus. Model ini memiliki komponen kunci
keberhasilan berikut:
Dukungan yang nyata dari pimpinan
Pencontohan keberhasilan jangka pendek dengan hasil-hasil dari tempat-
tempat percobaan
Penggunaan tim lokal dari berbagai bidang
Dukungan struktural untuk tim
Komunikasi aktif mengenai proses melalui berbagai forum
Pengembangan pengaturan waktu secara terstruktur dalam pelaksanaannya
Akuntabilitas pada tingkat kepemimpinan lokal
Perayaan kesuksesan baik secara lokal maupun nasional
Kesimpulan
Pelayanan kesehatan di Amerika memerlukan peningkatan substansial dalam
penyampaian perawatan; untuk para pimpinan kesehatan, penguasaan kecakapan
untuk membantu peningkatan mutu yang efektif itu penting. Kita harus
menyelenggarakan riset lebih lanjut tentang penggunaan informatika, pembayaran
atas kinerja, dan strategi lainnya untuk memperluas pengetahuan kita dan
menemukan metode-metode lain dalam mewujudkan perubahan di sistem
pelayanan kesehatan.
Sumber : Chapter 16 Buku The Health care Quality Book