cemas
-
Upload
putri-rizkiyah-ramli-yusuf -
Category
Documents
-
view
217 -
download
3
Transcript of cemas
GANGGUAN CEMAS MENYELURUH (F.41.1)
I. DEFINISI
Menurut Capernito (2001) kecemasan adalah keadaan individu atau kelompok mengalami
perasaan gelisah (penilaian atau opini) dan aktivitas sistem saraf autonom dalam berespons terhadap
ancaman yang tidak jelas, nonspesifik. Kecemasan merupakan unsur kejiwaan yang
menggambarkan perasaan, keadaan emosional yang dimilikiseseorang pada saat menghadapi
kenyataan atau kejadian dalam hidupnya. (Rivai,2000). Berdasarkan definisi tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa kecemasan adalah perasaan yang tidak menyenangkan, tidak enak, khawatir dan
gelisah. Keadaan emosi ini tanpa objek yang spesifik, dialami secara subjektif dipacu oleh
ketidaktahuan yang didahului oleh pengalaman baru, dan dikomunikasikan dalam hubungan
interpersonal.
Gangguan Cemas Menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder) merupakan salah
satu jenis gangguan kecemasan dengan karakteristik kekhawatiran yang tidak dapat di
kuasai dan menetap, biasanya terhadap hal-hal yang sepele/tidak utama. Individu dengan gangguan
cemas menyeluruh akan terus menerus merasa khawatir tentang hal-ha yang kecil/sepele.
II. GAMBARAN KLINIS
Neale dkk (2001) mengatakan bahwa kecemasan sebagai perasaan takut yang
tidak menyenangkan dan apprehension, dapat menimbulkan beberapa keadaan psikopatologis
sehingga mengalami apa yang disebut gangguan kecemasan. Walaupun sebagai orang normal,
diakui atau tidak, kita dapat saja mengalami kecemasan, namun kecemasan pada orang normal
berlangsung dalam intensitas atau durasi yang tidak berkepanjangan sehingga individu dapat tetap
memberikan respon yang adaptif. Untuk memahami kecemasan yang mempengaruhi beberapa area
dari fungsi-fungsi individu, kecemasan seharusnya melibatkan 3 komponen dasar, yaitu
:1. Adanya ungkapan yang subjektif (subjective reports) mengenai ketegangan, ketakutan dan
tidak adanya harapan untuk mengatasinya.
2. Respon-respon perilaku (behavioral rensponses) seperti menghindari situasi yang ditakuti,
kerusakan pada fungsi bicara dan motorik dan kerusakan tampilan untuk tugas-tugas kognitif yang
kompleks.
3. Respon-respon fisiologis (physiological responses), termasuk ketegangan otot, peningkatan
detak jantung dan tekanan darah, nafas yang cepat, mulut yang kering, nausea, diare, dan
dizziness.
III. ETIOLOGI
Sigmund Freud sebagai bapak dari pendekatan psikodinamika mengatakan bahwa jiwa
individu diibaratkan sebagai gunung es. Bagian yang muncul dipermukaan dari gunung es itu,
bagian terkecil dari kejiwaan yang disebut sebagai bagian kesadaran. Agak di bawah permukaan air
adalah bagian yang disebut pra-kesadaran, dan bagian yang terbesar dari gunung es tersebut ada di
bawah sekali dari permukaan air, dan ini merupakan alam ketidaksadaran (uncounsciousness).
Ketidaksadaran ini berisi ide,yaitu dorongan-dorongan primitif, belum dipengaruhi oleh kebudayaan
atau peraturan-peraturan yang ada dilingkungan. Dorongan-dorongan ini ingin muncul ke
permukaan/ kekesadaran, sedangkan tempat di atas sangat terbatas. Ego yang menjadi pusat dari
kesadaran, harus mengatur dorongan-dorongan mana yang boleh muncul dan mana yang tetap
tinggal di ketidaksadaran karena ketidaksesuaiannya dengan super ego, yaitu salah satu unit pribadi
yang berisi norma-norma sosial atau peraturan-peraturan yang berlaku dilingkungan sekitar. Jika
ternyata ego menjadi tidak cukup kuat menahan desakan atau dorongan ini maka terjadilah kelainan-
kelainan atau gangguan-gangguan kejiwaan. Neurosis adalah salah satu gangguan kejiwaan yang
muncul sebagai akibat dari ketidakmampuan ego menahan dorongan ide. Jadi, individu yang
mengalami Gangguan Kecemasan Menyeluruh, menurut pendekatan psikodinamika berakar dari
ketidakmampuan egonya untuk mengatasi dorongan-dorongan yang muncul dari dalam dirinya
secara terus menerus sehingga ia akan mengembangkan mekanisme pertahanan diri. Mekanisme
pertahanan diri ini sebenarnya upaya ego untuk menyalurkan dorongan dalam dirinya dan bisa tetap
berhadapan dengan lingkungan. Tetapi jika mekanisme pertahanan diri ini dipergunakan secara
kaku, terus-menerus dan berkepanjangan maka hal ini dapat menimbulkan perilaku yang tidak
adaptif dan tidak realistis.167
Ada beberapa mekanisme pertahanan diri yang bisa dipergunakan oleh individu,
antara lain 14
1. Represi, yaitu upaya ego untuk menekan pengalaman yang tidak menyenangkan dan
dirasakan mengancam ego masuk keketidaksadaran dan disimpan di sana agar
tidak menganggu ego lagi. Tetapi sebenarnya pengalaman yang sudah disimpan itu masih
punya pengaruh tidak langsung terhadap tingkahlaku si individu.
2. Rasionalisasi, yaitu upaya ego untuk melakukan penalaran sedemikian rupa terhadap
dorongan-dorongan dalam diri yang dilarang tampil oleh superego, sehingga seolah-olah
perilakunya dapat dibenarkan.
3. Kompensasi, upaya ego untuk menutupi kelemahan yang ada di salah satu sisi kehidupan
dengan membuat prestasi atau memberikan kesan sebaliknya pada sisi lain. Dengan
demikian, ego terhindar dari ejekan dan rasa rendah diri.
4. Penempatan yang keliru, yaitu upaya ego untuk melampiaskan suatu perasaan tertentu
kepihak lain atau sumber lain karena tidak dapat melampiaskan perasaannya ke sumber
masalah.
5. Regresi, yaitu upaya ego untuk menghindari kegagalan-kegagalan atau ancaman terhadap
ego dengan menampilkan pikiran atau perilaku yang mundur kembali ke
taraf perkembangan yang lebih rendah. Para ahli dari aliran humanistik-
eksternal mengatakan bahwa konsep kecemasan bukanhanya sekedar masalah, yang
bersifat individual tetapi juga merupakan hasil konflik antara individu dengan masyarakat
atau lingkungan sosialnya.1.6
IV. DIAGNOSIS
Diagnosis Gangguan Cemas Menyeluruh (menurut DSM-IV) ditegakkan bila terdapat
kecemasan kronis yang lebih berat (berlangsung lebih dari 6 bulan; biasanya tahunan dengan gejala
bertambah dan kondisi melemah) dan termasuk gejala seperti respons otonom (palpitasi, diare,
ekstremitas lembab, berkeringat, sering buang air kecil), insomnia, sulit berkonsentrasi, rasa lelah,
sering menarik nafas, gemetaran, waspada berlebihan, atau takut akan sesuatu yang akan terjadi. Ada
kecenderungan diturunkan dalam keluarga, memiliki komponen genetik yang sedang dan
dihubungkan dengan fobia sosial dan sederhana serta depresi mayor (terdapat pada 40% atau lebih
pasien; meningkatkan resiko bunuh diri. Biasanya pada kondisi ini tidak`ditemukan etiologi stress
yang jelas, tetapi harus dicari penyebabnya.
Diagnosis gangguan cemas menyeluruh menurut PPDGJ-III ditegakkan berdasarkan :
Penderita harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung hampir setiap hari
untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada
keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya “ free floating” atau “mengambang”).
Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut:
1. Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit berkonsentrasi,
dsb).
2. Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai); dan
3. Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-debar, sesak
napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut kering, dsb).
Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari), khususnya depresi,
tidak membatalkan diagnosis utama Gangguan Anxietas Menyeluruh, selama hal tersebut tidak
memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif (F.32.-), gangguan anxietas fobik (F.40.-),
gangguan panik (F42.0), atau gangguan obsesif-kompulsif (F.42.-).
V. PENANGANAN
Terapi pada Gangguan Kecemasan Menyeluruh pada umumnya dapat dilakukan dengan 2
cara yakni terapi psikologis (psikoterapi) atau terapi dengan obat-obatan (farmakoterapi). Angka-
angka keberhasilan terapi yang tinggi dilaporkan pada kasus-kasus dengan diagnosis dini.
Psikoterapi yang sederhana sangat efektif, khususnya dalam konteks hubungan pasien dengan dokter
yang baik, sehingga dapat membantu mengurangi farmakoterapi yang tidak perlu. Penanganan
dengan psikoterapi juga dapat dijelaskan melalui pendekatan psikodinamika, humanistik
eksistensialis atau pendekatan behavioristik maupun kognitif.1 Menurut para ahli psikodinamika,
karena gangguan ini berakar pada keadaan internal individu sehubungan dengan adanya konflik
intrapsikis yang dialami individu sehingga ia mengembangkan suatu bentuk mekanisme pertahanan
diri, maka upaya menanganinya juga terarah pada pemberian kesempatan bagi individu untuk
mengeluarkan seluruh isi pikiran atau perasaan yang muncul di dalam dirinya. Asumsinya adalah
jika individu bisa menghadapi dan memahami konflik yang dialami, ego akan lebih bebas dan tidak
harus terus berlindung di balik mekanisme pertahanan diri yang dikembangkannya.1.7
Teknik dasar yang digunakan disebut free association, individu diminta untuk menjelaskan
secara sederhana tentang hal-hal yang ada di dalam pikirannya, tanpa melihat apakah itu logis
atau tidak, tepat atau tidak, ataupun pantas atau tidak. Hal-hal dari alam bawah sadar
atau tidak sadar yang diungkapkan akan dicatat oleh terapis untuk diinterpretasikan. Tehnik ini juga
bisa dimanfaatkan saat menggunakan teknik dream interpretation; individu diminta untuk
menceritakan mimpinya secara detail dan tepat. Kedua teknik ini memiliki kelebihan dan kelemahan
masing-masing. Dalam melaksanakan teknik-teknik tersebut di atas, ada dua hal yang biasanya
muncul, yaitu apa yang disebut dengan resistance (yaitu individu bertahan dan beradu argumen
dengan terapis saat terapis mulai sampai pada bagian sensitif), dan transference(yaitu individu
mengalihkan perasaannya pada terapis dan menjadi bergantung).1,5, 7
Sementara para ahli dari pendekatan humanistik eksistesialis yang melihat kecemasan sebagai
hasil konflik diri yang terkait dengan keadaan sosial dimana pengembangan diri menjadi terhambat,
maka mereka lebih menyarankan untuk membangun kembali diri yang rusak (damaged self ).
Tekhniknya sering disebut sebagai client centered therapy yang berpendapat bahwa setiap
individu memiliki kemampuan yang positif yang dapat dikembangkan sehingga ia membutuhkan
situasi yang kondusif untuk mengeksplorasi dirinya semaksimal mungkin. Setiap permasalahan
yang dihadapi setiap individu sebenarnya hanya dirinyalah yang paling mengerti tentang apa yang
sedang dihadapinya. Oleh karena itu, individu itu sendirilah yang paling berperan dalam
menyelesaikan permasalahan yang mengganggudirinya.1,7,8
Karena para ahli melihat kecemasan sebagai sebagai hasil dari belajar (belajar menjadi cemas)
maka untuk menanganinya perlu dilakukan pembelajaran ulang agar terbentuk pola perilaku baru,
yaitu pola perilaku yang tidak cemas. Tehnik yang digunakan untuk mengurangi kecemasan adalah
Systematic desentisitization, yaitu mengurangi kecemasan dengan menggunakan konsep hirarki
ketakutan, menghilangkan ketakutan secara perlahan-lahan mulai dari ketakutan yang sederhana
sampai ke hal yang lebih kompleks. Pemberian reinforcement (penguat) juga dapat digunakan
dengan secara tepat memberikan variasi yang tepat antara pemberian reward jika
ia memperlihatkan perilaku yang mengarah keperubahan ataupun punishment
jika tidak ada perubahan perilaku atau justru menampilkan prilaku yang bertolak
belakang dengan rencana perubahan perilaku.7, 8
Pendekatan kognitif yang melihat gangguan kecemasan sebagai hasil dari kesalahan dalam
mempersepsikan ancaman (misperception of threat) menawarkan upaya mengatasinya dengan
mengajak individu berpikir dan mendesain suatu pola kognitif baru. Desain kognitif melibatkan 3
bagian yaitu
1. Identifikasi interpretasi negatif yang dikembangkan individu tentang sensasi tubuhnya
2. Tentukan dugaan atau asumsi dan arahkan alternatif intrepretasi.
3. Bantu individu menguji validitas penjelasan dan alternatif-alternatif tersebut.
Dengan kata lain, para ahli dari pendekatan kognitif ini menyatakan bahwa tujuan dari terapi sebagai
upaya menangani gangguan kecemasan adalah membantu individu melakukan intrepretasi sensasi
tubuh dengan cara yang noncatastropic.
Dalam beberapa hal, penanganan terhadap penderita gangguan kecemasan tidak selalu hanya
berpegang pada satu tehnik saja, atau hanya mengikuti pendapat salah satu ahli dari suatu pendekatan
saja. Terapi yang diberikan dapat sekaligus dengan menggunakan lebih dari satu pendekatan atau
lebih dari satu tehnik, asalkan tujuannya jelas dan tahapan-tahapannya juga terinci.
1,6,7
Pertimbangkan penggunaan obat-obatan maupun psikoterapi. Anti depresan yang baru,venlafaksin
XR, tampaknya cukup efektif dan aman untuk pengobatan gangguan cemas menyeluruh. Gunakan
benzodiazepin dengan tidak berlebihan (diazepam 5 mg per oral 3-4 kali sehari atau 10 mg sebelum
tidur) untuk jangka pendek (beberapa minggu hingga beberapa bulan) biarkan penggunaan obat-
obatan untuk mengikuti perjalanan penyakitnya. Pertimbangkan pemberian buspiron untuk
pengobatan awal atau untuk pengobatan kronis (20-30 mg/hari dalam dosis terbagi). Pasien tertentu
yang telah terbiasa dengan efek cepat benzodiazepin akan merasakan kurangnya efektivitas
buspiron. Anti depresan trisiklik, SSRI, dan MAOI bermanfaat terhadap pasien-pasien tertentu
(terutama bagi mereka yang disertai dengan depresi). Sedangkan pasien dengan gejala otonomik
akan membaik dengan β-bloker (misal, propanolol 80-160 mg/hari).4, 8
No Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis Anjuran
1. Diazepam DiazepinLoviumStesolidTab. 2-5 mgTab. 2-5 mgTab. 2-5 mgAmp.
10mg/2cc10-30 mg/h
2.Chlordiazepoxide CetabriumArsitranDrg. 5-10 mgTab. 5 mg15-30 mg/h
Lorazepam AtivanRenaquilTab. 0,5-1-2 mgTab. 1 mg2-3 x 1 mg/h.
Clobazam Frisium Tab. 10 mg 2-3 x 1m mg/h.
Alprazolam XanaxAlganaxTab. 0,25-0,5 mgTab. 0,25-0,5 mg0,75-1,50 mg/h.
Sulpiride Dogmatil Cap. 50 mg 100-200 mg/h.
Buspirone Buspar Tab. 10 mg
Obat anti-anxietas Benzodiazepine yang bereaksi dengan reseptornya (benzodiazepinereceptors)
akan meng-reinforce “the inhibitory action of GABA-ergic neuron”, sehingga
hiperaktivitas tersebut di atas mereda.
Dorong rasa percaya diri, rumatan aktivitas produktif, dan kognisi yang berdasarkanpada realita.
Latihlah pasien dengan teknik relaksasi (misal biofeedback, meditasi,otohipnotis). Lebih dari 50%
pasien menjadi asimtomatik seiring berjalannya waktu, tetapisisanya memberat pada derajat hendaya
yang bermakna. Bantulah pasien untuk memahamiakan sifat kronis penyakitnya dan mengerti akan
adanya kemungkinan untuk selamanyahidup dengan beberapa gejala yang memang tidak akan
hilang.4,6
VI. PROGNOSIS
Prognosis Gangguan Kecemasan Menyeluruh sukar untuk untuk diperkirakan.
Nemun demikian beberapa data menyatakan peristiwa kehidupan berhubungan dengan onset
gangguan ini. Terjadinya beberapa peristiwa kehidupan yang negatif secara jelas meningkatkan
kemungkinan akan terjadinya gangguan. Hal ini berkaitan pula dengan berat ringannya gangguan
tersebut
DAFTAR PUSTAKA
Kaplan, H., Sadock, Benjamin. 1997. Gangguan Kecemasan dalam Sinopsis
Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Edisi ke-7 Jilid 2. Jakarta: Bina
RupaAksara. Hal. 1-15.
Kaplan, Harold. I. 1998. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. Jakarta: Widya Medika. Hal.145-
154.
Tomb, D. A. 2000. Buku Saku Psikiatri Edisi 6. Jakarta : EGC. Hal. 96-110.
Maslim, Rusdi. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III.
Jakarta:Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Unika Atmajaya. Hal. 72-
75.
Adiwena, Nuklear. 2007. Anxietas. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas IslamIndonesia.
Eldido. Anxiety Disorder; Tipe-tipe dan Penanganannya. 20 Oktober 2008.
Maslim, Rusdi. 2007. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta: Bagian IlmuKedokteran
Jiwa Fakultas Kedokteran Unika Atmajaya. Hal. 12