Catatan Dari Pak Kasim ring P4

8

Click here to load reader

Transcript of Catatan Dari Pak Kasim ring P4

Page 1: Catatan Dari Pak Kasim ring P4

Catatan dari Pak Kasim Sembiring

( Kuliah tanggal 13 Februari 2009)

Macam-macam penafsiran dalam hukum pidana

1. Penafsiran Otentik

2. Penafsiran Historis

3. Penafsiran Sistematis

4. Penafsiran Logis

5. Penafsiran Gramatikal

6. Penafsiran Teleologis

7. Penafsiran Analogis

8. Penfsiran Ekstensif

9. Penafsiran A Contrario

Mengapa dalam hukum pidana ada penafsiran? Karena di dalam hukum pidana

(pelaksanaannya) memang memerlukan penafsiran yang bisa dijadikan sebagai petunjuk dalam

melaksanakan keputusan-keputusan oleh hakim sebab dalam praktek karena perkembangan

masyarakat khususnya pada saat ini begitu cepat karena kemajuan teknologi. Maka tidak jarang

atau sering terjadi perubahan-perubahan nilai dalam masyarakat baik disadari oleh masyarakat

itu sendiri ataupun tidak disadari bahwa mereka ingin melakukan suatu perubahan. Jadi intisari

perlunya penafsiran untuk mengantisipasi dan mengikuti perkembangan dalam masyarakat

dalam memenuhi tuntutan keadilan.

1. Penafsiran Otentik

Sebenarnya penafsiran otentik itu yang paling utama menggunakan adalah pembentuk

undang-undang. Jadi disini fungsi penegak hukum adalah mengikuti apa yang telah digariskan

oleh pembentuk undang-undang. Di dalam hal seperti ini terjadi perkembangan dalam

melaksanakan pengertian tentang penafsiran otentik atau resmi. Artinya adalah keterangan

otentik sesungguhnya bukan sebagai penafsiran tetapi perluasan yang diberikan oleh pembentuk

itu.

2. Penafsiran Historis

Yaitu cara menafsirkan dari suatu norma dalam suatu peraturan perundang-undangan

yang didasarkan pada sejarah ketika peraturan perundang-undangan itu disusun.

1

Page 2: Catatan Dari Pak Kasim ring P4

3. Penafsiran Sistematis

Yaitu cara untuk mencari pengertian dari suatu rumusan norma hukum dengan cara

melihat hubungan antara rumusan yang satu dengan rumusan yang lainnya dari suatu undang-

undang.

Contoh : ketentuan yang paling menguntungkannya yang tertera di dalam pasal 1 ayat 2

dihubungkan dengan pasal 1 ayat 1 yaitu suatu peraturan tidak dapat dipidana.

4. Penafsiran Logis

Yaitu suatu macam penafsiran dengan cara menyelidiki untuk mencari maksud

sebenarnya dari dibentuknya suatu rumusan norma dalam undang-undang dengan

menghubungkannya (mencari hubungannya) dengan rumusan norma yang lain atau dengan

undang-undang yang lain yang masih ada sangkut pautnya dengan norma tersebut.

5. Penafsiran Teleologis

Adalah suatu penafsiran terhadap suatu rumusan norma atau bagian dari rumusan norma

dalam undang-undang berdasarkan maksud pembentuk undang-undang dalam merumuskan

norma tersebut.

Contoh : pada saat masih berakunya UU No. 11/PNPS/1963 tentang Pemberantasan Kegiatan

Subversi (dicabut dengan UU No. 26 Tahun 1999), di dalam menafsirkan rumusan yang ada

dalam undang-undang itu mengenai suatu kasus tertentu, selalu didasarkan pada maksud dari

pembentuk undang-undang itu, yaitu untuk memberantas setiap perbuatan atau upaya-upaya

yang mengganggu dan menggoyang kelangsungan dan atau kestabilan kekuasan Pemerintahan

Negara ketika itu.

6. Penafsiran Autentik ( Penafsiran Resmi)

Dalam perundang-undangan, pembentuk undang-undang telah memasukkan banyak

keterangan resmi mengenai beberapa istilah atau kata dalam perundang-undangan yang

bersangkutan. Dalam KUHP, penjelasan umum ini dimuat dalam Bab IX Buku I (Pasal 86-101

bis).

Hakim tidak boleh memberikan arti yang lain di luar pengertian autentik (resmi),

misalnya unsur ternak yang disebutkan dalam rumusan Pasal 363, 373, namun hanya

memberikan arti sesuai dengan pengertian oleh Pasal 101.

2

Page 3: Catatan Dari Pak Kasim ring P4

7. Penafsiran Analogis

Adalah semacam penafsiran terhadap suatu rumusan norma atau bagian/unsur suatu

norma tertentu dalam undang-undang dengan cara memperluas berlakunya suatu norma dengan

mengabstraksikan rasio ketentuan itu sedemikian rupa luasnya pada suatu kejadian

8. Penafsiran A Contrario

Yaitu suatu macam penafsiran dengan cara mempersempit berlakunya norma undang-

undang. Jadi, bekerjanya berupa kebalikan dari cara kerja penafsiran analogi dan ekstentif.

Misal : tidak bisa dikatakan bahwa arus listrik sebagai barang sedangkan barang adalah suatu

benda yang dapat dipegang.

9. Penafsiran Ekstensif

Yaitu cara penafsiran semacam ini adalah sama dengan penafsiran secara analogi yang

masing-masing memperluas lapangan hukum. kan dalam hukum pidana adalah penafsiran

ekstensif.

Misal : istilah barang sudah diperluas. Barang tidak lagi berarti sesuatu yang dapat dipegang

melainkan sesuatu yang bernilai ekonomis

(Kuliah tanggal 20 Februari 2009)

Ada 3 dasar yang menyebabkan diperberatnya pidana umum :

1. Pemberatan karena jabatan

2. Pemberatan karena menggunakan bendera

3. Pemberatan karena pengulangan atau recidive

Jadi, di dalam pidana umum ketiga dasar itu mutlak dipakai dalam pidana pemberatan.

Perlu diketahui bahwa pemberatan pidana umum dan ada pemberatan pidana khusus.

Perbedaannya :

Pemberatan pidana umum berlaku untuk segala macam pidana sedangkan pemberatan

dalam pidana khusus diberlakukan hanya pada tindak pidana teretentu.

Dasar Pemberatan Pidana Karena Jabatan

Pemberatan karena jabatan ditentukan dalam pasal 52 KUHP yang rumusan lengkapnya

adalah: “ Bilamana seorang pejabat karena melakukan tindak pidana melanggar suatu

kewajiban khusus dari jabatannya, atau pada waktu melakukan tindak pidana memakai

3

Page 4: Catatan Dari Pak Kasim ring P4

kekuasaan, kesempatan atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatannya, pidananya

dapat ditambah sepertiga”.

Dasar pemberat pidana tersebut dalam pasal 52 ini adalah terletak pada keadaan jabatan

dari kualitas si pembuat (pejabat atau pegawai negeri) mengenai 4 (empat) hal, ialah dalam

melakukan tindak pidana dengan :

a. Melanggar suatu kewajiban khusus dari jabatannya;

b. Menggunakan kekuasaan jabatannya;

c. Menggunakan kesempatan karena jabatannya;

d. Menggunakan sarana yang diberikan karena jabatannya.

Subjek hukum yang diperberat pidananya dengan dapat ditambah sepertiga adalah bagi

seorang pejabat atau pegawai negeri (ambtenaar) yang melakukan tindak pidana dengan

melanggar dan atau menggunakan 4 keadaan tersebut di atas. Walaupun kualitas pegawai negeri

dalam pasal ini sama dengan kualitas subjek hukum pada kejahatan-kejahatan jabatan dalam Bab

XXVIII Buku II dan pelanggaran jabatan dalam Bab VIII Buku III, tetapi pemberat pidana

berdasarkan pasal 52 ini tidak berlaku pada kejahatan-kejahatan jabatan maupun pelanggaran

jabatan tersebut, melainkan berlakunya pada kejahatan dan pelanggaran yang lain, sebabnya

ialah pidana yang diancamkan pada kejahatan jabatan dan pelanggaran karena dari kualitasnya

sebagai pegawai negeri itu telah diperhitungkan (Schravendijk, 1955:260).

Jadi, pemberat pidana berdasarkan pasal 52 ini berlaku umum seluruh jenis dan bentuk

tindak pidana, kecuali pada kejahatan dan pelanggaran jabatan seperti yang diterangkan di atas.

Walaupun subjek tindak pidana pasal 52 dengan subjek hukum kejahatan dan pelanggaran

jabatan adalah sama yakni pegawai negeri, tetapi ada perbedaan antara tindak pidana dengan

mmperberat atas dasar pasal 52 ini dengan kejahatan dan pelanggaran jabatan, yaitu :

- Tindak pidana yang dapat diperberat dengan menggunakan pasal 52 ini pada dasarnya adalah

tindak pidana yang dapat dilakukan oleh setiap orang;

- Sedangkan tindak pidana berupa kejahatan dan pelanggaran jabatan hanyalah dapat

dilakukan oleh subjek hukum yang berkualitas pegawai negeri saja.

Tentang siapa atau dengan syarat-syarat apa yang dimaksud dengan pegawai negeri

tidaklah dijelaskan lebih jauh dalam undang-undang. Pasal 92 KUHP tidaklah menerangkan

tentang siapa pegawai negeri, tetapi sekedar menyebut tentang beberapa macamnya pegawai

negeri, yaitu:

4

Page 5: Catatan Dari Pak Kasim ring P4

- Orang-orang yang dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum;

- Orang-orang yang bukan karena pemilihan, menjadi anggota badan pembentuk undang-

undang, badan pemerintahan menjalankan kekuasaan yang sah.

Jadi pengertian pegawai negeri menurut Hoge Raad mengandung 3 unsur pokok, ialah:

- Dia diangkat oleh kekeuasaan umum;

- Untuk menjabat pekerjaan umum; dan

- Melaksanakan sebagian tugas pemerintahan atau alat perlengkapannya.

(Kuliah tanggal 22 Mei 2009)

Filosofi hukum pidana

Filosofi hukum pidana adalah pasal 1 (1) KUHP yang dapat bersifat positif dan negatif.

- Bersifat positif

Pasal 1 (1) KUHP ini sangat intim atau aktif dalam HAM.

Filosofinya : memberikan pengertian agar mahasiswa sadar sebagai warga negara.

HAM secara yuridis : kepentingan pribadi seseorang dalam hal status.

HAM secara politik : kepentingan pribadi seseorang dalam hal status tidak dapat

diterapkan.

P4 berkaitan dengan

- Yuridis

- Ekonomi

- Akhlak

- Pendidikan

- Politik

Artinya, seseorang hukumannya menjadi diperberat, diperingan dan dihapus karena hal

diatas.

5