Case

39
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hepatoma merupakan tumor ganas primer di hati yang berasal dari sel parenkim atau epitel saluran empedu. Yang pertama (dikenal sebagai karsinoma hepatoseluler) merupakan 80-90% keganasan hati primer, yang terakhir disebut kolangiokarsinoma. Sekitar 75% penderita karsinoma hepatoseluler mengalami sirosis hati, terutama tipe alkoholik dan pasca nefrotik. Pedoman diagnostik yang paling penting adalah memburuknya penyakit pasien sirosis yang tidak diketahui sebabnya dan pembesaran hati dalam waktu cepat. 1,2 Hepatitis virus kronik adalah faktor risiko penting hepatoma, virus penyebabnya adalah virus hepatitis B dan C. Bayi dan anak kecil yang terinfeksi virus ini lebih mempunyai kecenderungan menderita hepatitis virus kronik daripada dewasa yang terinfeksi virus ini untuk pertama kalinya. 3 Pasien hepatoma 88% terinfeksi virus hepatitis B atau C. Virus ini mempunyai hubungan yang erat dengan timbulnya hepatoma. Hepatoma seringkali tak terdiagnosis karena gejala karsinoma tertutup oleh penyakit yang mendasari yaitu sirosis hati atau 1

description

Hepatoma

Transcript of Case

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hepatoma merupakan tumor ganas primer di hati yang berasal dari sel

parenkim atau epitel saluran empedu. Yang pertama (dikenal sebagai karsinoma

hepatoseluler) merupakan 80-90% keganasan hati primer, yang terakhir disebut

kolangiokarsinoma. Sekitar 75% penderita karsinoma hepatoseluler mengalami

sirosis hati, terutama tipe alkoholik dan pasca nefrotik. Pedoman diagnostik yang

paling penting adalah memburuknya penyakit pasien sirosis yang tidak diketahui

sebabnya dan pembesaran hati dalam waktu cepat.1,2

Hepatitis virus kronik adalah faktor risiko penting hepatoma, virus

penyebabnya adalah virus hepatitis B dan C. Bayi dan anak kecil yang terinfeksi

virus ini lebih mempunyai kecenderungan menderita hepatitis virus kronik

daripada dewasa yang terinfeksi virus ini untuk pertama kalinya.3

Pasien hepatoma 88% terinfeksi virus hepatitis B atau C. Virus ini mempunyai

hubungan yang erat dengan timbulnya hepatoma. Hepatoma seringkali tak

terdiagnosis karena gejala karsinoma tertutup oleh penyakit yang mendasari yaitu

sirosis hati atau hepatitis kronik. Jika gejala tampak, biasanya sudah stadium

lanjut dan harapan hidup sekitar beberapa minggu sampai bulan. Keluhan yang

paling sering adalah berkurangnya selera makan, penurunan berat badan, nyeri di

perut kanan atas dan mata tampak kuning.3

Dari seluruh tumor ganas hati yang pernah didiagnosis, 85% merupakan HCC,

10% CC, dan 5% adalah jenis lainnya. Dalam dasawarsa terakhir, terjadi

perkembangan yang cukup berarti menyangkut HCC, antara lain perkembangan

pada modalitas terapi yang memberikan harapan untuk sekurang-kurangnya

perbaikan pada kualitas hidup pasien.1

I.2 Rumusan masalah

1

Pada rumusan masalah ini penyusun ingin menjelaskan tentang definisi

hepatoma, faktor penyebab, gejala klinis, cara menegakkan diagnosa, komplikasi

dan penatalaksanaan.

I.3 Tujuan

Tujuan referat ini adalah:

a. Untuk mengetahui secara rinci tentang hepatoma

b. Untuk mengetahui cara menegakkan diagnosa dan penanganan

c. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang yang diperlukan

I.4 Manfaat

Semoga referat ini dapat berguna bagi penyusun maupun pembaca untuk lebih

mengetahui tentang definisi, etiologi, faktor penyebab, gejala klinis, komplikasi,

penanganan dan prognosis dari hepatoma.

BAB II

2

ANATOMI DAN FISIOLOGI HEPAR

2.1 Anatomi

Hati merupakan organ terbesar pada tubuh, menyumbang sekitar 2% berat

tubuh total atau sekitar 1,5 kg pada rata-rata manusia dewasa. Hati menempati

sebagian besar kuadran kanan atas abdomen dan merupakan pusat metabolisme

tubuh dengan fungsi yang sangat kompleks. Batas hati sejajar dengan ruang

intercostalis V kanan dan batas bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga

VIII kiri. Permukaan posterior hati berbentuk cekung dan terdapat celah

transversal sepanjang 5 cm dari sistem porta hepatis. Omentum minor terdapat

mulai dari sistem porta yang mengandung arteri hepatika, vena porta, dan duktus

koledokus. Sistem porta terletak di depan vena kava dan dibalik kandung

empedu.1,4

Pasokan darah ke hati sangat kaya, 20-25% dari cairan darah ke hati berasal

dari arteri hepatika, 75-80% dari vena porta. Pada hati normal, ratio oksigen arteri

hepatik dan vena porta adalah 50% : 50%, bila terjadi sirosis berubah menjadi

75% : 25%. Pasokan darah hepar sebagian besar dari arteri hepatik, hanya darah

untuk bagian tepi berasal dari vena porta.1

Gambar 1. Hepar tampak anterior

3

2.2 Fisiologi1,5

1. Pembentukan dan eksresi empedu (metabolisme garam empedu dan pigmen

empedu). Garam empedu penting untuk pencernaan dan absorbsi lemak serta

vitamin larut lemak dalam usus, bilirubin (pigmen empedu utama) merupakan

hasil akhir metabolisme pemecahan eritrosit yang sudah tua, proses konjugasi

berlangsung dalam hati dan di eksresi ke dalam empedu.

2. Metabolisme karbohidrat (glikogenesis, glikogenolisis, glukoneogenesis) dan

metabolisme protein, serta sintesis protein. Hati berperan penting dalam

mengatur kadar glukosa darah normal menyediakan energi untuk tubuh.

Karbohidrat disimpan di hati dalam bentuk glikogen. Protein serum yang

disintesis oleh hati adalah albumin serta globulin alfa dan beta. Faktor

pembekuan darah yang disintesis oleh hati adalah fibrinogen (I), protrombin

(II), dan faktor V, VII, IX, dan X, sedangkan vitamin K merupakan kofaktor

yang penting dalam sintesis semua faktor ini kecuali faktor V.

3. Pembentukan urea, penyimpanan protein (asam amino), metabolisme lemak,

ketogenesis, sintesis kolesterol, dan penimbunan lemak. Urea dibentuk

semata-mata dalam hati dari amoniak (NH3) yang kemudian dieksresi dalam

feses, NH3 dibentuk dari deaminasi asam amino dan kerja bakteri usus

terhadap asam amino. Hidolisis trigliserida, kolestrol, fosfolipid, dan

4

lipoprotein (diabsorbsi dari usus) menjadi asam lemak dan gliserol, hati

memegang peranan utama dalam sintesis kolesterol, sebagian besar disekresi

dalam empedu sebagai kolesterol dan asam kolat.

4. Penimbunan vitamin dan mineral. Vitamin larut lemak A, D, E, dan K

disimpan dalam hati juga vitamin B12, tembaga dan besi.

5. Metabolisme steroid. Hati menginaktifkan dan menyekresi aldosteron

glukokortikoid, ekstrogen, progesteron, dan testosteron.

6. Detoksifikasi. Hati bertanggung jawab atas biotransformasi zat-zat berbahaya

(obat) menjadi zat-zat yang tidak berbahaya yang kemudian dieksresi oleh

ginjal.

7. Gudang darah dan filtrasi. Sinusoid hati merupakan depot darah yang mengalir

kembali dari vena cava (gagal jantung kanan), kerja fagositik sel kuffer

membuang bakteri dan debris dari darah.

5

BAB III

HEPATOMA

3.1 Definisi

Kanker hati (hepatocellular carcinoma) adalah suatu kanker yang timbul dari

hati. Ia juga dikenal sebagai kanker hati primer atau hepatoma. Hati terbentuk dari

tipe-tipe sel yang berbeda. Bagaimanapun, sel-sel hati (hepatocytes) membentuk

sampai 80% dari jaringan hati. Jadi, mayoritas dari kanker-kanker hati primer

(lebih dari 90 sampai 95%) timbul dari sel-sel hati dan disebut kanker

hepatoselular (hepatocellular cancer) atau Karsinoma.6

Karsinoma hepatoseluler atau hepatoma adalah keganasan pada hepatosit

dimana stem sel dari hati berkembang menjadi massa maligna yang dipicu oleh

adanya proses fibrotik maupun proses kronik dari hati (cirrhosis). Massa tumor ini

berkembang di dalam hepar, di permukaan hepar maupun ekstrahepatik seperti

pada metastase jauh.1

Tumor dapat muncul sebagai massa tunggal atau sebagai suatu massa yang

difus dan sulit dibedakan dengan jaringan hati disekitarnya karena konsistensinya

yang tidak dapat dibedakan dengan jaringan hepar biasa. Massa ini dapat

mengganggu jalan dari saluran empedu maupun menyebabkan hipertensi portal

sehingga gejala klinis baru akan terlihat setelah massa menjadi besar. Tanpa

pengobatan yang agresif, hepatoma dapat menyebabkan kematian dalam 6 – 20

bulan.1

3.2 Epidemiologi

HCC meliputi 5,6% dari seluruh kasus kanker pada manusia serta menempati

peringkat kelima pada laki-laki dan kesembilan pada perempuan sebagai kanker

tersering di dunia, dan urutan ketiga dari kanker sistem saluran cerna setelah

kanker kolorektal dan kanker lambung. Tingkat kematian (rasio antara mortalitas

dan insidensi) HCC juga sangat tinggi, di urutan kedua setelah kanker pankreas.

6

Secara geografis, di dunia terdapat tiga kelompok wilayah tingkat kekerapan

HCC, yaitu tingkat kekerapan rendah (kurang dari tiga kasus); menengah (tiga

hingga sepuluh kasus); dan tinggi (lebih dari sepuluh kasus per 100.000

penduduk). Tingkat kekerapan tertinggi tercatat di Asia Timur dan Tenggara serta

di Afrika Tengah, sedangkan yang terendah di Eropa Utara; Amerika Tengah;

Australia dan Selandia Baru.1

Sekitar 80% dari kasus HCC di dunia berada di negara berkembang seperti

Asia Timur dan Asia Tenggara serta Afrika Tengah (Sub-Sahara), yang diketahui

sebagai wilayah dengan prevalensi tinggi hepatitis virus. Di negara maju dengan

tingkat kekerapan HCC rendah atau menengah, prevalensi infeksi HCV

berkorelasi baik dengan angka kekerapan HCC.1,6

HCC jarang ditemukan pada usia muda, kecuali di wilayah yang endemik

infeksi HBV serta banyak terjadi transmisi HBV perinatal. Umumnya di wilayah

dengan kekerapan HCC tinggi, umur pasien HCC 10-20 tahun lebih muda

daripada umur pasien HCC di wilayah dengan angka kekerapan HCC rendah. Hal

ini dapat dijelaskan antara lain karena di wilayah angka kekerapan tinggi, infeksi

HBV sebagai salah satu penyebab terpenting HCC, banyak ditularkan pada masa

perinatal atau masa kanak-kanak, kemudian terjadi HCC sesudah dua-tiga

dasawarsa. Pada semua populasi, kasus HCC laki-laki jauh lebih banyak (dua-

empat kali lipat) daripada kasus HCC perempuan. Di wilayah dengan angka

kekerapan HCC tinggi, rasio kasus laki-laki dan perempuan dapat sampai delapan

berbanding satu. Masih belum jelas apakah hal ini disebabkan oleh lebih

rentannya laki-laki terhadap timbulnya tumor, atau karena laki-laki lebih banyak

terpajan oleh faktor risiko HCC seperti virus hepatitis dan alkohol.1

3.3 Etiologi

Dewasa ini hepatoma dianggap terjadi dari hasil interaksi sinergis multifaktor

dan multifasik, melalui inisiasi, akselerasi dan transformasi, serta peran serta dari

onkogen dan gen terkait, mutasi multigenetik. Etilogi hepatoma belum jelas,

menurut data yang ada, virus hepatitis, aflatoksin dan pencemaran air minum

merupakan 3 faktor utama yang terkait dengan timbulnya hepatoma.1,6,7,8

7

1. Virus Hepatitis

HBV

Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya hepatoma

terbukti kuat, baik secara epidemiologis, klinis maupun eksperimental.

Karsinogenisitas HBV terhadap hati mungkin terjadi melalui proses

inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi HBV DNA ke

dalam DNA sel pejamu, dan aktifitas protein spesifik HBV berinteraksi

dengan gen hati. Pada dasarnya perubahan hepatosit dari kondisi inaktif

(quiescent) menjadi sel yang aktif bereplikasi menentukan tingkat

karsinogenesis hati.

HCV

Infeksi HCV berperan penting dalam patogenesis hepatoma pada

pasien yang bukan pengidap HBV. Pada kelompok pasien penyakit hati

akibat transfusi darah dengan anti-HCV positif, interval antara saat

transfusi hingga terjadinya HCC dapat mencapai 29 tahun.

Hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga melalui aktifitas

nekroinflamasi kronik dan sirosis hati.

2. Aflatoksin

Aflatoksin B1 (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh jamur

Aspergillus. Metabolit AFB1 yaitu 1-2-3-epoksid merupakan karsinogen

utama dari kelompok aflatoksin yang mampu membentuk ikatan dengan DNA

maupun RNA. Salah satu mekanisme hepatokarsinogenesisnya ialah

kemampuan AFB1 menginduksi mutasi pada kodon 249 dari gen supresor

tumor p53.

3. Pencemaran Air Minum

Dari hasil survei epidemiologi di China ditemukan pencemaran air minum

dan kejadian hepatoma berkaitan erat, di area insiden tinggi hepatoma seperti

kecamatan Qidong dan Haimen di Provinsi Jiangshu, Fuhuan di Guangxi,

Shunde di Guangdong dan lain-lain, menunjukkan peminum air saluran

perumahan, air kolam memiliki mortalitas hepatoma secara jelas lebih tinggi

dari peminum air sumur dalam. Dengan beralih ke minum air sumur dalam,

8

mortalitas hepatoma penduduk cenderung menurun. Algae biru hijau dalam air

saluran perumahan dan air kolam dianggap sebagai salah satu karsinogen

utama.

3.4 Faktor Resiko5,6

1. Sirosis Hati

Sirosis hati (SH) merupakan faktor risiko utama hepatoma di dunia dan

melatarbelakangi lebih dari 80% kasus hepatoma. Otopsi pada pasien SH

didapatkan 20-80% diantaranya telah menderita HCC. Prediktor utama

hepatoma pada SH adalah jenis kelamin laki-laki, peningkatan kadar alfa feto

protein (AFP) serum, beratnya penyakit dan tingginya aktifitas proliferasi sel

hati.

2. Obesitas

Seperti diketahui, obesitas merupakan faktor risiko utama untuk non-

alcoholic fatty liver disease (NAFLD), khususnya non-alcoholic

steatohepatitis (NASH) yang dapat berkembang menjadi sirosis hati dan

kemudian dapat berlanjut menjadi HCC.

3. Diabetes Mellitus (DM)

DM merupakan faktor risiko, baik untuk penyakit hati kronik maupun

untuk HCC melalui terjadinya perlemakan hati dan steatohepatitis non-

alkoholik (NASH). Di samping itu, DM dihubungkan dengan peningkatan

kadar insulin dan insulin-like growth factors (IGFs) yang merupakan faktor

promotif potensial untuk kanker.

4. Alkohol

Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik, namun

peminum berat alkohol (>50-70 g/hari dan berlangsung lama) berisiko untuk

menderita HCC melalui sirosis hati alkoholik. Efek hepatotoksik alkohol

bersifat dose-dependent, sehingga asupan sedikit alkohol tidak meningkatkan

risiko terjadinya HCC.

Selain yang telah disebutkan di atas, bahan atau kondisi lain yang merupakan

faktor risiko HCC (namun lebih jarang dibicarakan/ditemukan) antara lain:

9

penyakit hati autoimun (hepatitis autoimun, sirosis bilier primer), penyakit hati

metabolik (hemokromatosis genetik, defisiensi antotripsin-alfa 1, penyakit

Wilson), kontrasepsi oral, senyawa kimia (thorotrast, vinil klorida, nitrosamin,

insektisida organoklorin, asam tanik) dan tembakau.

3.5 Patogenesis

Mekanisme karsinogenesis hepatoma sepenuhnya belum diketahui, apapun

agen penyebabnya, transformasi maligna hepatosit, dapat terjadi melalui

peningkatan perputaran (turnover) sel hati yang diinduksi oleh cedera (injury) dan

regenerasi kronik dalam bentuk inflamasi dan kerusakan oksidatif DNA. Hal ini

dapat menimbulkan perubahan genetik seperti perubahan kromosom, aktivasi

oksigen sellular atau inaktivasi gen suppressor tumor, yang mungkin bersama

dengan kurang baiknya penanganan DNA mismatch, aktivasi telomerase, serta

induksi faktor-faktor pertumbuhan dan angiogenik. Hepatitis virus kronik, alkohol

dan penyakit hati metabolik seperti hemokromatosis dan defisiensi antytripsin alfa

1, mungkin menjalankan perannanya terutama melalui jalur ini (cedera kronik,

regenerasi, dan sirosis). Aflatoksin dapat menginduksi mutasi pada gen suppressor

tumor p53 dan ini menunjukan bahwa faktor lingkungan juga berperan pada

tingkat molekuleer pada proses terjadinya hepatoma.1,8

Hilangnya heterozigositas (LOH =lost of heterozygositas) juga dihubungkan

dengan inaktivasi gen supresor tumor. LOH adalah satu salinan dari bagian

tertentu suatu genom. Pada manusia LOH dapat terjadi di banyak bagian

kromosom. Infeksi HBV dihubungkan dengan kelainan di kromosom 17 atau pada

lokasi di dekat gen p53. Pada kasus HCC lokasi integrasi HBV DNA di dalam

kromosom sangat bervariasi (acak). Oleh karena itu, HBV mungkin berperan

sebagai agen mutagenik insersional non-selektif. Integrasi sering menyebabkan

terjadinya perubahan dan selanjutnya mengakibatkan proses translokasi, duplikasi

terbalik, penghapusan dan rekombinasi. Semua perubahan ini dapat berakibat

hilangnya gen-gen supresi tumor maupun gen-gen selular penting lain. Dengan

analisi Southern blot, potongan (sekuen) HBV yang telah terintegrasi ditemukan

didalam jaringan tumor/HCC, tidak ditemukan di luar jaringan tumor. Produk gen

10

X dari HBV, lazim disebut HBx, dapat berfungsi sebagai transaktivator

transkripsional dari berbagai gen selular yang berhubungan dengan kontrol

pertumbuhan. Ini menimbulkan hipotesis bahwa HBX mungkin terlibat pada

hepatokarsinogenesis HBV. 6,7

Gambar 3. Patofisiologi Hepatoma

3.6 Manifestasi Klinis

Pada permulaannya penyakit ini berjalan perlahan, dan banyak tanpa keluhan.

Lebih dari 75% tidak memberikan gejala - gejala khas. Ada penderita yang sudah

ada kanker yang besar sampai beberapa centimeter pun tidak merasakan apa-apa.

Keluhan utama yang sering adalah keluhan sakit perut atau rasa penuh ataupun

ada rasa bengkak di perut kanan atas dan nafsu makan berkurang, berat badan

menurun, dan rasa lemas. Keluhan lain terjadinya perut membesar karena ascites

(penimbunan cairan dalam rongga perut), mual, tidak bisa tidur, nyeri otot, berak

hitam, demam, bengkak kaki, kuning, muntah, gatal, muntah darah, perdarahan

dari dubur, dan lain-lain.5

a. Hepatoma fase subklinis

Yang dimaksud hepatoma fase subklinis atau stadium dini adalah pasien

yang tanpa gejala dan tanda fisik hepatoma yang jelas, biasanya ditemukan

11

melalui pemeriksaan AFP dan teknik pencitraan. Caranya adalah dengan

gabungan pemeriksaan AFP dan pencitraan, teknik pencitraan terutama

dengan USG lebih dahulu, bila perlu dapat digunakan CT atau MRI. Yang

dimaksud kelompok risiko tinggi hepatoma umumnya adalah: masyarakat di

daerah insiden tinggi hepatoma; pasien dengan riwayat hepatitis atau HBsAg

positif; pasien dengan riwayat keluarga hepatoma; pasien pasca reseksi

hepatoma primer.7

b. Hepatoma fase klinis

Hepatoma fase klinis tergolong hepatoma stadium sedang, lanjut,

manifestasi utama yang sering ditemukan adalah:7

(1) Nyeri abdomen kanan atas: hepatoma stadium sedang dan lanjut sering

datang berobat karena kembung dan tak nyaman atau nyeri samar di

abdomen kanan atas. Nyeri umumnya bersifat tumpul (dullache) atau

menusuk intermiten atau kontinu, sebagian merasa area hati terbebat

kencang, disebabkan tumor tumbuh dengan cepat hingga menambah

regangan pada kapsul hati. Jika nyeri abdomen bertambah hebat atau

timbul akut abdomen harus pikirkan ruptur hepatoma.

(2) Massa abdomen atas: hepatoma lobus kanan dapat menyebabkan batas

atas hati bergeser ke atas, pemeriksaan fisik menemukan hepatomegali

dibawah arkus kostae berbenjol benjol; hepatoma segmen inferior lobus

kanan sering dapat langsung teraba massa di bawah arkus kostae kanan;

hepatoma lobus kiri tampil sebagai massa di bawah prosesus xifoideus

atau massa di bawah arkus kostae kiri.

(3) Perut kembung: timbul karena massa tumor sangat besar, asites dan

gangguan fungsi hati.

(4) Anoreksia: timbul karena fungsi hati terganggu, tumor mendesak saluran

gastrointestinal, perut tidak bisa menerma makanan dalam jumlah banyak

karena terasa begah.

(5) Letih, mengurus: dapat disebabkan metabolit dari tumor ganas dan

berkurangnya masukan makanan dll, yang parah dapat sampai kakeksia.

12

(6) Demam: timbul karena nekrosis tumor, disertai infeksi dan metabolit

tumor, jika tanpa bukti infeksi disebut demam kanker, umumnya tidak

disertai menggigil.

(7) Ikterus: tampil sebagai kuningnya sclera dan kulit, umumnya karena

gangguan fungsi hati, biasanya sudah stadium lanjut, juga dapat karena

sumbat kanker di saluran empedu atau tumor mendesak saluran empedu

hingga timbul ikterus obstruktif.

(8) Asites: juga merupakan tanda stadium lanjut. Secara klinis ditemukan

perut membuncit dan pekak bergeser, sering disertai udem kedua tungkai.

(9) Lainnya: selain itu terdapat kecenderungan perdarahan, diare, nyeri bahu

belakang kanan, udem kedua tungkai bawah, kulit gatal dan lainnya, juga

manifestasi sirosis hati seperti splenomegali, palmar eritema, lingua

hepatik, spider nevi, venodilatasi dinding abdomen dll. Pada stadium

akhir hepatoma sering timbul metastasis paru, tulang dan banyak organ

lain.

3.7 Diagnosa

Kanker hati selular yang kecil pun sudah bisa dideteksi lebih awal terutamanya

dengan pendekatan radiologi yang akurasinya 70 – 95% dan pendekatan

laboratorium alphafetoprotein yang akurasinya 60 – 70%.1

Kriteria diagnosa Kanker Hati Selular (KHS) menurut PPHI (Perhimpunan

Peneliti Hati Indonesia), yaitu: 6,7

1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri.

2. AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 500 mg per ml.

3. Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography Scann

(CT Scann), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography, ataupun

Positron Emission Tomography (PET) yang menunjukkan adanya KHS.

4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya KHS.

5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan KHS.

Diagnosa KHS didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria dan atau

hanya satu yaitu kriteria empat atau lima.

13

Untuk pasien yang dicurigai hepatoma atau lesi penempat ruang dalam hati

yang tak dapat menyingkirkan hepatoma, semua harus diupayakan kejelasan

diagnosisnya dalam waktu sesingkat mungkin. Teknik pemeriksaan pencitraan

modern tidak dapat dilewatkan, biasanya dimulai dengan pemeriksaan noninvasif,

bila perlu barulah dilakukan pemeriksaan invasif. Untuk kasus yang dengan

berbagai pemeriksaan masih belum jelas diagnosisnya, harus dipantau

ditindaklanjuti secaraketat, bila perlu pertimbangkan laparotomi eksploratif.1,6

SISTEM STAGING7

Dalam staging klinis HCC terdapat pemilahan pasien atas kelompok-

kelompok yang prognosisnya berbeda, berdasarkan parameter klinis, biokimiawi

dan radiologis pilihan yang tersedia. Sistem staging yang ideal seharusnya juga

mencantumkan penilaian ekstensi tumor, derajat gangguan fungsi hati, keadaan

umum pasien serta keefektifan terapi. Sebagian besar pasien HCC adalah pasien

sirosis yang juga mengurangi harapan hidup. Sistem yang banyak digunakan

untuk menilai status fungsional hati dan prediksi prognosis pasien sirosis adalah

sistem klasifikasi Child-ltorcotte-Pugh, tetapi sistem ini tidak ditujukan untuk

penilaian staging HCC. Beberapa sistem yang dapat dipakai untuk staging HCC

adalah:

• Tumor-Node-Metastases (TNM) Staging System

• Okuda Staging System

• Cancer of the Liver Italian Program (CLIP) Scoring System

• Chinese University Prognostic Index (CUPI)

• Barcelona Clinic Liver Cancer (BCLC) Staging System

Tabel 1. Sistem yang Dipakai Untuk Staging HCC

14

Standar diagnosis

Pada tahun 2001 Komite Khusus Hepatoma Asosiasi Antitumor China telah

menetapkan standar diagnosis dan klasifikasi stadium klinis hepatoma primer.

1. Standar diagnosis klinis hepatoma primer.1,7

(1) AFP > 400 ug/L, dapat menyingkirkan kehamilan, tumor embrional sistem

reproduksi, penyakit hati aktif, hepatoma metastatik, selain itu teraba hati

membesar, keras dan bermassa nodular besar atau pemeriksaan pencitraan

menunjukkan lesi penempat ruang karakteristik hepatoma.

(2) AFP < 400 ug/L, dapat menyingldrkan kehamilan, tumor embrional sistem

reproduksi, penyakit hati aktif, hepatoma metastatik, selain itu terdapat

dua jenis pemeriksaan pencitraan menunjukkan lesi penempat ruang

karakteristik hepatoma atau terdapat dua petanda hepatoma (DCP, GGT-

II, AFU, CA19-9, dll.) positif serta satu pemeriksaan pencitraan

menunjukkan lesi penempat ruang karakteristik hepatoma.

15

(3) Menunjukkan manifestasi klinis hepatoma dan terdapat kepastian lesi

metastatik ekstrahepatik (termasuk asites hemoragis makroskopik atau

di dalamnya ditemukan sel ganas) serta dapat menyingkirkan hepatoma

metastatik.

2. Standar klasifikasi stadium klinis hepatoma primer1,6,7

la : tumor tunggal berdiameter < 3 cm, tanpa emboli rumor, tanpa metastasis

kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A.

Ib : tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan <5cm, di

separuh hati, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe

peritoneal ataupun jauh; Child A.

IIa : tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan < 10 cm, di

separuh hati, atau dua tumor dengan diameter gabungan < 5 cm, di

kedua belahan hati kiri dan kanan, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis

kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A.

IIb : tumor tunggal atau multipel dengan diameter gabungan > 10 cm, di

separuh hati, atau tumor multipel dengan diameter gabungan > 5 cm, di

kedua belahan hati kiri dan kanan, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis

kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A. Terdapat emboli tumor

di percabangan vena portal, vena hepatik atau saluran empedu dan/atau

Child B.

IIIa : tidak peduli kondisi tumor, terdapat emboli tumor di pembuluh utama

vena porta atau vena kava inferior, metastasis kelenjar limfe peritoneal

atau jauh, salah satu daripadanya; Child A atau B.

IIIb : tidak peduli kondisi tumor, tidak peduli emboli tumor, metastasis; Child

C.

16

3.8 Diagnosa Banding

1. Hemangioma

Hemangioma merupakan tumor terlazim dalam hati, tumor ini biasanya

subkapsular pada konveksitas lobus hepatis dextra dan kadang-kadang

berpedunkulasi. Ultrasonografi memperlihatkan bercak-bercak ekogenik

soliter dengan batas licin tegas. Pada foto polos biasanya memperlihatkan

kapsul berkalsifikasi.1,2,11

Gambar 4. Gambar Hemangioma

17

2. Abses Hati

Sangat sukar dibedakan antara abses piogenik dan amebik. Biasanya sangat

besar, kadang-kadang multilokular. Struktur eko rendah sampai cairan

(anekoik) dengan adanya berca-bercak hiperekoik (debris) di dalamnya.

Tepinya tegas, iregular yang makin lama makin bertambah tebal.5,11

Gambar 5. Abses Hepar

3. Tumor Metastasis

Hepar adalah organ yang paling sering menjadi tempat tumor metastasis

setelah kelenjar limfe. Gambaran eko bergantung pada jenis asal tumor primer.

Jadi dapat berupa struktur eko yang mungkin lebih tinggi atau lebih rendah

daripada jaringan hati normal.4,11

Gambar 6. Metastasis pada hati dari kanker paru-paru

18

3.9 Penatalaksanaan

Pengobatan hepatoma masih belum memuaskan, banyak kasus didasari oleh

sirosis hati. Pasien sirosis hati mempunyai toleransi yang buruk pada operasi

segmentektomi pada hepatoma. Selain operasi masih ada banyak cara misalnya

transplantasi hati, kemoterapi, emboli intra arteri, injeksi tumor dengan etanol agar

terjadi nekrosis tumor, tetapi hasil tindakan tersebut masih belum memuaskan dan

angka harapan hidup 5 tahun masih sangat rendah.7,9

Tiga prinsip penting dalam terapi hepatoma adalah terapi dini efektif, terapi

gabungan, dan terapi berulang. Terapi dini efektif. Semakin dini diterapi, semakin

baik hasil terapi terhadap tumor. Untuk hepatoma kecil pasca reseksi 5 tahun

survivalnya adalah 50-60%, sedangkan hepatoma besar hanya sekitar 20%. Terapi

efektif menuntut sedapat mungkin memilih cara terapi terbaik sebagai terapi

pertama. Terapi gabungan: Dewasa ini reseksi bedah terbaik pun belum dapat

mencapai hasil yang memuaskan, berbagai metode terapi hepatoma memiliki

kelebihan masing-masing, harus digunakan secara fleksibel sesuai kondisi setiap

pasien, dipadukan untuk saling mengisi kekurangan, agar semaksimal mungkin

membasmi dan mengendalikan tumor, tapi juga semaksimal mungkin

mempertahankan fisik, memperpanjang survival. Terapi berulang. Terapi satu kali

terhadap hepatoma sering kali tidak mencapai hasil ideal, sering diperlukan terapi

ulangan sampai berkali-kali. Misalnya berkali-kali dilakukan kemoembolisasi

perkutan arteri hepatika, injeksi alkohol absolut intratumor berulang kali, reseksi

ulangan pada rekurensi pasca operasi dll.1,7

A. Terapi Operasi7,10

1. Reseksi hepatik

Untuk pasien dalam kelompok non-sirosis yang biasanya mempunyai

fungsi hati normal pilihan utama terapi adalah reseksi hepatik. Namun

untuk pasien sirosis diperlukan kriteria seleksi karena operasi dapat

memicu timbulnya gagal hati yang harapan hidupnya menurun. Parameter

yang dapat digunakan adalah skor child plug dan derajat hipertensi portal

atau kadar bilirubin serum dan derajat hipertensi portal saja. Subjek yang

bilirubin normal tanpa hipertensi portal yang m bermakna, harapan hidup 5

tahunnya dapat mencapai 70%. Kontraindikasi tindakan ini adalah adanya

19

metastatis ekstrahepatik, kanker hati difus atau multifokal, sirosis stadium

lanjut dan penyakit penyerta yang dapat mempengaruhi ketahanan pasien

menjalani operasi.

2. Transplantasi hati

Bagi pasien kanker hati dan sirosis hati, transplantasi hati memberikan

kemungkinan untuk menyingkirkan tumor dan menggantikan parenkim

hati yang mengalami disfungsi. Kematian pasca transplantasi tersering

disebabkan oleh rekurensi tumor di dalam maupun di luar transplan.

Rekurensi tumor bahkan mungkin diperkuat oleh obat antirejeksi yang

harus diberikan. Tumor yang berdiameter kurang dari 3 cm lebih jarang

kambuh dibandingkan dengan tumor yang diamternya lebih dari 5 cm

3. Terapi operatif nonreseksi

Misalnya, pasca laparotomi, karena tumor menyebar atau alasan lain

tidak dapat dilakukan reseksi, dapat dipertimbangkan terapi operatif

nonreseksi, mencakup: injeksi obat melalui kateter transarteri hepatik atau

kemoterapi embolisasi saat operasi; kemoterapi melalui kateter vena porta

saat operasi; ligasi arteri hepatika; koagulasi tumor hati dengan gelombang

mikro, ablasi radiofrekuensi, krioterapi dengan nitrogen cair, evaporisasi

dengan laser energi tinggi saat operasi; injeksi alkohol absolut intratumor

saat operasi.

B. Terapi Lokal

Terapi lokal terdiri atas dua jenis terapi, yaitu terapi ablatif lokal dan

injeksi obat intratumor. Yang pertama meliputi ablasi radiofrekuensi,

koagulasi gelombang mikro, laser, pembekuan, ultrasound energi tinggi

terfokus, yang kedua yang tersering ditemukan adalah injeksi alkohol absolut

intratumor. Terapi lokal umumnya dilakukan melalui pungsi perkutan, perlu

panduan pencitraan, yang sering adalah dengan USG, dapat juga dengan CT

atau laparoskopi.1

1. Ablasi radiofrekuensi (RFA)1,7

Ini adalah metode ablasi lokal yang paling sering dipakai dan efektif

dewasa ini. Elektroda RFA ditusukkan ke dalam tumor melepaskan energi

20

radiofrekuensi, hingga jaringan tumor mengalami nekrosis koagulatif

panas, denaturasi, jadi secara selektif membunuh jaringan tumor. Satu kali

RFA menghasilkan nekrosis seukuran bola berdiameter 3-5 cm, sehingga

dapat membasmi tuntas mikrohepatoma, dengan hasil kuratif. RFA

perkutan memiliki keunggulan mikroinvasif, aman, efektif, sedikit

komplikasi, mudah diulangi dll, sehingga mendapat perhatian luas untuk

terapi hepatoma.

2. Injeksi alkohol absolut intratumor perkutan1,7,9

Di bawah panduan teknik pencitraan, dilakukan pungsi tumor hati

perkutan, kedalam tumor disuntikkan alkohol absolut. Sehubungan dengan

pengaruh dari luas penyebaran alkohol absolut dalam tumor hati dan dosis

toleransi tubuh manusia, maka sulit mencapai efek terapi ideal terhadap

hepatoma besar, penggunaannya umumnya untuk hepatoma kecil yang tak

sesuai direseksi atau terapi adjuvan pasca kemoembolisasi arteri hepatik.

3. Kemoembolisasi arteri hepatik perkutan1,7

Kemoembolisasi arteri hepatik transkateter (TAE, TACE) merupakan

cara terapi yang sering digunakan untuk hepatoma stadium sedang dan

lanjut yang tidak sesuai dioperasi reseksi. Sesuai digunakan untuk tumor

sangat besar yang tak dapat direseksi; tumor dapat direseksi tapi

diperkirakan tak tahan operasi; hepatoma rekuren yang tak dapat direseksi;

pasca reseksi hepatoma, suspek terdapat residif, dll. Sedangkan bila

volume tumor lebih dari 70% parenkim hati, fungsi hati terganggu berat,

kondisi umum buruk, diperkirakan tak tahan terapi, semua itu merupakan

kontraindikasi kemoembolisasi arteri hepatik.

4. Radioterapi1

Radioterapi eksternal sesuai untuk dengan lesi hepatoma yang relatif

terlokalis medan radiasi dapat mencakup seluruh tumor selain itu sirosis

hati tidak parah, pasien mentolerir radioterapi. Radioterapi umumnya

digunakan bersama metode terapi lain seperti herba, ligasi arteri hepatik,

kemoterapi transarteri hepatik, kemoembolisasi arteri hepa dll. Sedangkan

21

untuk kasus stadium lanjut dengan metastasis tulang, radiasi lokal dapat

mengatasi nyeri. Komplikasi tersering dari radioterapi adalah gangguan

fungsi hati hingga timbul ikterus, asites hingga tak dapat menyelesaikan

seluruh dosis terapi. dapat juga memakai biji radioaktif untuk radioti

internal terhadap hepatoma.

Berikut bagan alur penatalaksanaan hepatoma (HCC):2

Gambar 7. Alur Penatalaksanaan HCC

22

3.10 Komplikasi

1. Asites dan edema10

Untuk mengurangi edema dan asites, pasien dianjurkan membatasi asupan

garam dan air. Jumlah diet garam yang dianjurkan biasanya sekitar dua gram

per hati, dan cairan sekitar satu liter sehari.

Kombinasi diuretik spironolakton dan furosemid dapat menurunkan dan

menghilangkan edema dan asites pada sebagian besar pasien. Bila pemakaian

diuretik tidak berhasil (asites refrakter), dapat dilakukan parasintesis abdomen

untuk mengambil cairan asites sedemikian besar sehingga menimbulkan

keluhan nyeri akibat distensi abdomen, dan atau kesulitan bernapas karena

keterbatasan gerakan diafragma, parasintesis dapat dilakukan dalam jumlah

lebih dari 5 liter (large volume paracentesis = LVP). Pengobatan lain untuk

asites refrakter adalah TIPS (Transjugular intravenous portosystemic

shunting) atau transplantasi hati.8

2. Perdarahan varises9,10

Bila varises telah timbul di bagian distal esofagus atau proksimal lambung,

pasien sirosis berisiko mengalami perdarahan serius akibat pecahnya varises.

Sekali varises mangalami perdarahan, bertendensi perdarahan ulang dan setiap

kali berdarah, pasien berisiko meninggal. Karena itu pengobatan ditujukan

untuk pencegahan perdarahan pertama maupun pencegahan perdarahan ulang

dikemudian hari. Untuk tujuan tersebut, ada beberapa cara pengobatan yang

dianjurkan, termasuk pemberian obat dan prosedur untuk menurunkan tekanan

vena porta, maupun prosedur untuk menurunkan tekanan vena porta, maupun

prosedur untuk merusak atau mengeradikasi varises. Propanolol atau nadolol,

merupakan obat penyekat reseptor beta non-selektif. Efektif menurunkan

tekanan vena porta, dan dapat dipakai untuk mencegah perdarahan pertama

maupun perdarahan ulang varises pasien sirosis.

3. Ensefalopati hepatik5,9

Pasien dengan siklus tidur abnormal, gangguan berpikir, perubahan

kepribadian, atau tanda-tanda lain enselopati hepatik, biasanya harus mulai

diobati dengan diet rendah protein dan laktulosa oral. Untuk mendapat efek

laktulosa, dosisnya harus sedemikian rupa sehingga pasien buang air besar dua

23

sampai tiga kali sehari. Bila gejala enselopati masih tetap ada, antibiotika oral

seperti neomisin atau metronidazol dapat ditambahkan. Pada pasien enselopati

hepatik yang semakin jelas, ada tiga tindakan yang harus segera diberikan : 1)

singkirkan penyebab enselopati yang lain, 2) perbaiki atau singkirkan faktor

pencetus dan 3) segera mulai pengobatan empiris yang dapat berlangsung

lama, seperti: klisma, diet rendah atau tanpa protein, laktulosa, antibiotika

(neomisin, metronidazol atau vankomisin), asam amino rantai cabang,

bromokriptin, preparat zenk, dan atau ornitin aspartat. Bila enselopati tetap

ada, atau timbul berulang kali dengan pengobatan empiris, dapat

dipertimbangkan transplantasi hati.

3.11 Prognosa

Hepatoma primer jika tidak diterapi, survival rata-rata alamiah adalah 3-4

bulan. Kausa kematian umumnya adalah kegagalan sistemik, perdarahan saluran

cerna atas, koma hepatik dan ruptur hati. Faktor yang mempengaruhi prognosis

terutama adalah ukuran dan jumlah tumor, ada tidaknya trombus kanker dan

kapsul, derajat sirosis yang menyertai, metode terapi dan lain-lain. Data 1465

kasus pasca reseksi radikal hepatoma dari Institut Riset Hepatoma Univ. Fudan di

Shanghai menunjukkan survival 5 tahun 51,2%. Dari 1389 kasus hepatoma di RS

Kanker Univ. Zhongshan di Guangzhou, pasca hepatektomi survival 5 tahun

37,6% untuk hepatoma <5cm survival 57,3%. Tidak sedikit kasus pasca reseksi

bertahan hidup lama. Prognosis dari hepatoma lebih dipengaruhi oleh :

1. Stadium tumor pada saat diagnosis

2. Status kesehatan pasien

3. Fungsi sintesis hati

4. Manfaat terapi

Sistem BCLC dianggap yang paling memenuhi kriteria diatas sehingga sering

dianggap memiliki nilai prognostik yang akurat bahkan lebih akurat dibanding

sistem TNM-AJCC.

BAB IV

24

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Sebagian besar HCC terjadi pada sirosis hati yang disebabkan oleh faktor

risiko yang sudah dikenal dan dapat dicegah (HBV, HCV, Alkohol, dan NASH).

Infeksi HBV dan HCV adalah penyebab terpenting HCC. Faktor lingkungan

seperti aflatoksin ikut berperan dalam proses transformasi dalam patogenesis

molekular HCC. Semakin banyak bukti bahwa obesitas dan diabetes melitus

adalah faktor risiko untuk HCC.

Sebagian besar kasus HCC berprognosis buruk karena tumor yang besar/ganda

dan penyakit hati yang lanjut serta ketiadaan atau ketidakmampuan penerapan

terapi yang berpotensi kuratif (reseksi, transplantasi, dan PEI). USG abdomen

secara periodik merupakan cara terbaik untuk surveillance HCC, namun belum

jelas pengaruh surveillance terhadap mortalitas spesifik penyakit. Stadium tumor,

kondisi umum kesehatan, fungsi hati dan intervensi spesifik mempengaruhi

prognosis.

Diagnosis dini merupakan masalah yang besar; umumnya penderita datang

terlambat sehingga alternatif pengobatan menjadi sangat sedikit dan kurang

bermanfaat.

4.2 Saran

Pencegahan terhadap kanker disini adalah suatu tindakan yang berupaya untuk

menghindari segala sesuatu yang menjadi faktor resiko terjadinya kanker dan

memperbesar faktor protektif untuk mencegah kanker. Prinsip utama pencegahan

kanker hati adalah dengan melakukan skrining kanker hati sedini mungkin.

Pencegahan hepatoma adalah dengan mencegah penularan virus hepatitis B

ataupun C. Vaksinasi merupakan pilihan yang bijaksana, tetapi saat ini baru

tersedia vaksinasi untuk virus hepatitis B.

DAFTAR PUSTAKA

25

1. Budihussidi, Unggul. 2010. Karsinoma Hati. Editor: Aru W. Suyono dalam Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi ke IV. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

2. Lindseth, Glenda N. 2010. Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas.

Editor: Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson dalam Buku Patofisiologi Konsep

Klinis Proses-Proses Penyait Volume 1 Edisi 6. Jakarta : EGC.

3. Bardiman, Syadra. Kumpulan Kuliah Hepatologi, Penyakit Pankreas, dan Kandung

Empedu. Sub Bagian Gastroentero-Hepatologi Bagian Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Universitas Sriwijaya.

4. Guyton and Hall. 2007. Hati sebagai Organ. Dalam Buku Ajar Fisiologi

Kedokteran Edisi 11. Jakarta : EGC

5. Iljas, Mohammad. 2010. Ultrasonografi Hati. Dalam Radiologi Diagnostik Edisi ke

2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

6. Hepatoma dan Sindrom Hepatorenal. Diakses tanggal 20 Mei 2011. Di unduh dari : http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/08_150_HepatomaHepatorenal.pdf/08_150 Hepatoma-Hepatorenal.html

7. Desen, Wan. 2010. Tumor Abdomen. Dalam Buku Ajar Onkologi Klinik Edisi ke 2.

Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

8. Jacobson R.D., 2011. Hepatocelluler Carcinoma. Diakses dari

http://emedicine.medscape.com/article/369226-overview

9. Kanker Hati. Diakses tanggal 20 Mei 2011. Diunduh dari : http://www.totalkesehatananda.com/kankerhati.html

10. Axelrod, David, MD,MBA. “Hepatocellular Carcinoma” diunduh dari:

http://emedicine.medscape.com/article/197319-overview last up date: 1 Mei 2013.

11. Honda, Hiroshi, dkk. Differential Diagnosis of Hepatic Tumors (Hepatoma,

Hemangioma, and Metastasis) wth CT. Diakses dari

http://www.ajronline.org/cgi/reprint/159/4/735.pdf

26