Case Ujian 3

23
CASE UJIAN APPENDICITIS DISUSUN OLEH : NAFTALIA KARTIKA 11 2012 265 1

description

hhhh

Transcript of Case Ujian 3

Page 1: Case Ujian 3

CASE UJIAN APPENDICITIS

DISUSUN OLEH :NAFTALIA KARTIKA

11 2012 265

1

Page 2: Case Ujian 3

KEPANITERAAN KLINIK

STATUS ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

JULI 2014/ Presentasi Kasus : APPENDICITIS

SMF ILMU PENYAKIT BEDAH

RS dr.Esnawan Antariksa Halim Perdana Kusuma Jakarta

Nama : Naftalia.Kartika Tanda Tangan

Nim : 11-2012-265 ……………...

Dr. Pembimbing / Penguji : dr. Tjatur . Sp,B

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny S Jenis Kelamin : PerempuanUmur : 51 tahun Suku Bangsa : JawaPekerjaan : Penjahit Agama : Islam

I. ANAMNESA

Diambil dari : autoanamnesis Tanggal : 5 July 2014 Jam: 04.30 PM

A. Keluhan utama

Mual muntah sejak 2 bulan yang lalu

B. Keluhan tambahan

C. Riwayat Penyakit Sekarang

Mei 2014 pasien mengeluh sering mual danmuntah, muntah hilang

dan timbul dengan frekuensi 1-2 kali sebanyak ¼ gelas, pasien

hanya mengira masuk angin biasa, sehingga hanya diobati dengan

2

Page 3: Case Ujian 3

obat obatan warung,. Pasien juga berobat ke penyakit dalam dan

hanya di berikan obat maag saja.

1 bulan smrs pasien mengalami keluhan yang sama mual muntah

disertai mules, tidak ada diare, namun pasien merasakan perut

yang melilit ,seringkeluar keringat dingin hilang timbul tidak tahu

waktu, lalu pasien juga kembali berobat ke poliklinik interna dan

diobati dengan hal yang sama.

3 hari smrs pasien mengeluh mual dan muntah kurang lebih 2 kali

muntah ¼ gelas berisi makanan dan minuman, tidak ada darah

dan tidak berbusa.pasien juga merasakan pusing seperti ditimpa

beban berat, pasien jua merasakan keringat dingin terus menerus,

dan nyeri perut hingga ke ulu hati.tidak ada batuk tidak ada

pilek,tidak ada sesak napas, Bak normal BAB juga normal

D. Riwayat Keluarga

E. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien sempat berobat karena mual muntah yang diderita dan

diberikan obat untuk maag saja. Tidak ada tekanan darah

tinggi,tidak ada DM,tidak ada alergi.

F. Riwayat Hidup

Pasien tidak merokok, tidak mengkonsumsi alkohol dan obat-

obatan.

II. STATUS

A. STATUS UMUM

Keadaan umum : tampak baik Keadaan Gizi : cukup

Kesadaran : Compos Mentis Pernafasan : torakoabdominal

Pemeriksaan fisik :

RR : 32 x/menit Suhu : 36,8x/menit Tekanan darah 110/70

mmHg; Nadi 104x/menit

3

Page 4: Case Ujian 3

Kulit : sawo matang , turgor baik

Kelenjar limfe : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

Kepala : Normocephali

Rambut : Hitam keputihan, distribusi merata

Wajah : Kesan sakit ringan

Mata : Konjungtiva anemis -/-

Sklera ikterik -/-

Pupil bulat isokor

Reflek cahaya langsung +/+

Reflek cahaya tidak langsung +/+

Hidung : Bentuk normal tidak ada deviasi

Sekret (-)

Mulut : - Bibir dan mukosa tidak cyanosis

- Bibir tidak pucat

Tenggorokan : Tidak hiperemis

Leher : Bentuk normal, tidak teraba massa.

Thorax :

PULMO

Inspeksi : Bentuk normal,Gerak nafas simetris

Palpasi : Gerak nafas simetris, vocal fremitus,friction

Fremitus (-)

Perkusi : Dalam batas normal

Auskultasi : Suara nafas vesikuler

Rhonki -/-

Wheezing -/-

COR

Inspeksi : ictus kordia tidak terlihat

Palpasi : Tidak dilakukan

Perkusi : Tidak dilakukan

Auskultasi : BJ I & BJ II regular

Murmur (-)

Gallop (-)

10. Abdomen :

4

Page 5: Case Ujian 3

Inspeksi : Datar

Palpasi & Perkusi : Dalam batas normal

Auskltasi : Bunyi Usus (+) normal

Nyeri tekan perut kanan bawah (+), rovsing sign (+),

blumberg sign(+) iliopsoas sign(+) obturator sign

(+)

11. Genitalia : Tidak dilakukan

12. ekstremitas : Tidak ada oedem diseluruh extremitas.

B. STATUS LOKALIS

Inspeksi

Inspeksi : Datar

Palpasi & Perkusi : Dalam batas normal

Auskltasi : Bunyi Usus (+) normal

Nyeri tekan perut kanan bawah (+), rovsing sign (+),

blumberg sign(+) iliopsoas sign(+) obturator sign

(+)

Rectal touche

Tidak dilakukan

III. LABORATORIUM

Hemoglobin : 13,1 g/dl

Hematokrit : 40 %

Lekosit : 7400 /mm3

Trombosit : 292.000 ribu/ul

Masa perdarahan: 2’

Masa pembekuan :5’30’

Cholesterol : 214mg%

Ureum : 27 mg%

Creatinin: 27mg%

5

Page 6: Case Ujian 3

GDS :118 mg/dl

USG DAN CT

Hasil pemeriksaan Usg sebagai berikut: adanya fatty liver

diseretai pancreat lipomatosis splenomegali ringan

dan appendicities kronis.

IV. RESUME

6

Page 7: Case Ujian 3

Seorang wanita, 51 tahun, datang dengan keluhan yang mual

muntah disertai mules, tidak ada diare, perut yang melilit ,sering

keluar keringat dingin hilang timbul tidak tahu waktu, lalu

muntah kurang lebih 2 kali muntah ¼ gelas berisi makanan dan

minuman,pasien juga merasakan keringat dingin terus menerus,

dan nyeri perut hingga ke ulu hati.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan:

Hemoglobin: 13,1, g/dl,Hematokrit: 40 %,Lekosit:

7400/mm3,Trombosit:292.000 ribu/ul,Masa perdarahan: 2’,Masa

pembekuan :5’30’,Cholesterol : 214mg%,Ureum : 27 mg%,Creatinin:

27mg%,GDS :118 mg/dl

Hasil pemeriksaan Usg sebagai berikut: adanya fatty liver diseretai

pancreat lipomatosis splenomegali ringan dan appendicities kronis.

DIAGNOSA KERJA

1. appendicitis kronik

* adanya nyeri perut yang sudah berlangsung lama mual dan

muntah tidak terobati

*nyeri perut kanan bawah yang disertai sulit jika berjalan

*pada pemeriksaan fisik tanda tanda appendicities (+)

*ct scan dengan hasil gambaran obstruksi pada app

*hasil usg menyatakan app kronik

V. DIFERENTIAL DIAGNOSA

7

Page 8: Case Ujian 3

Gastritis

UTI

KET

VI. PEMERIKSAAN ANJURAN

Urinalisis

Bhcg

VII. RENCANA PENATALAKSANAAN

appendictomy

Farmakotherapi: Setelah operasi diberikan

Ketorolac

Ranitidine

Ceftriaxone

diet lunak

Perbaiki gaya hidup dengan diet tinggi serat, kurangi makanan

yang pedas, asam ,dan mengandung banyak gas.

VIII. PROGNOSIS

- Ad vitam : Bonam

- Ad fungsional : malam

- Ad sanationam : Bonam

Appendicitis

8

Page 9: Case Ujian 3

Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis, dan

merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak-anak maupun

dewasa. Appendicitis akut merupakan kasus bedah emergensi yang paling sering

ditemukan pada anak-anak dan remaja. Terdapat sekitar 250.000 kasus appendicitis

yang terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya dan terutama terjadi pada anak usia 6-

10tahun1.

ANATOMI

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10cm

(kisaran 3-15cm), dan berpangkal di caecum. Lumennya sempit di bagian proksimal

dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk

kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini

mungkin menjadi sebab rendahnya insiden appendicitis pada usia itu. Pada 65%

kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks

bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks

penggantungnya.

Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang

caecum, di belakang colon ascendens, atau di tepi lateral colon ascendens. Gejala

klinis appendicitis ditentukan oleh letak apendiks.

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti

a.mesenterica superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal

dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada appendicitis bermula di sekitar

umbilicus.

Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri

tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi

apendiks akan mengalami gangrene.1

FISIOLOGI

9

Page 10: Case Ujian 3

Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan

ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara

appendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendicitis.

Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks ialah

Imunoglobulin A (Ig-A). Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap

infeksi yaitu mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta mencegah penetrasi

enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Namun, pengangkatan appendiks tidak

mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan sedikit sekali jika

dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan seluruh tubuh.2

10

Page 11: Case Ujian 3

PATOFISIOLOGI

Appendicitis terjadi dari proses inflamasi ringan hingga perforasi, khas

dalam 24-36 jam setelah munculnya gejala, kemudian diikuti dengan pembentukkan

abscess setelah 2-3 hari5

Appendicitis dapat terjadi karena berbagai macam penyebab, antara lain

obstruksi oleh fecalith, gallstone, tumor, atau bahkan oleh cacing (Oxyurus

vermicularis), akan tetapi paling sering disebabkan obstruksi oleh fecalith dan

kemudian diikuti oleh proses peradangan. Hasil observasi epidemiologi juga

menyebutkan bahwa obstruksi fecalith adalah penyebab terbesar, yaitu sekitar 20%

pada ank dengan appendicitis akut dan 30-40% pada anak dengan perforasi

appendiks. Hiperplasia folikel limfoid appendiks juga dapat menyababkan obstruksi

lumen. Insidensi terjadinya appendicitis berhubungan dengan jumlah jaringan limfoid

yang hyperplasia. Penyebab dari reaksi jaringan limfatik baik lokal atau general

misalnya akibat infeksi Yersinia, Salmonella, dan Shigella; atau akibat invasi parasit

seperti Entamoeba, Strongyloides, Enterobius vermicularis, Schistosoma, atau

Ascaris. Appendicitis juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus enteric atau sistemik,

seperti measles, chicken pox, dan cytomegalovirus. Pasien dengan cyctic fibrosis

memiliki peningkatan insidensi appendicitis akibat perubahan pada kelenjar yang

mensekresi mucus. Carcinoid tumor juga dapat mengakibatkan obstruksi appendiks,

11

Page 12: Case Ujian 3

khususnya jika tumor berlokasi di 1/3 proksimal. Selama lebih dari 200 tahun, benda

asaning seperti pin, biji sayuran, dan batu cherry dilibatkan dalam terjadinya

appendicitis. Trauma, stress psikologis, dan herediter juga mempengaruhi terjadinya

appendicitis5

Awalnya, pasien akan merasa gejala gastrointestinal ringan seperti

berkurangnya nafsu makan, perubahan kebiasaan BAB yang minimal, dan kesalahan

pencernaan. Anoreksia berperan penting pada diagnosis appendicitis, khususnya pada

anak-anak5.

Distensi appendiks menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral dan

dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri

dalam, tumpul, berlokasi di dermatom Th 10. Adanya distensi yang semakin

bertambah menyebabkan mual dan muntah, dalam beberapa jam setelah nyeri. Jika

mual muntah timbul lebih dulu sebelum nyeri, dapat dipikirkan diagnosis lain5.

Appendiks yang obstruksi merupakan tempat yang baik bagi bakteri untuk

berkembang biak. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi gangguan

aliran limf, terjadi oedem yang lebih hebat. Akhirnya peningkatan tekanan

menyebabkan obstruksi vena, yang mengarah pada iskemik jaringan, infark, dan

gangrene. Setelah itu, terjadi invasi bakteri ke dinding appendiks; diikuti demam,

takikardi, dan leukositosis akibat kensekuensi pelepasan mediator inflamasi dari

jaringan yang iskemik. Saat eksudat inflamasi dari dinding appendiks berhubungan

dengan peritoneum parietale, serabut saraf somatic akan teraktivasi dan nyeri akan

dirasakan lokal pada lokasi appendiks, khususnya di titik Mc Burney’s. Nyeri jarang

timbul hanya pada kuadran kanan bawah tanpa didahului nyeri visceral sebelumnya.

Pada appendiks retrocaecal atau pelvic, nyeri somatic biasanya tertunda karena

eksudat inflamasi tidak mengenai peritoneum parietale sampai saat terjadinya rupture

dan penyebaran infeksi. Nyeri pada appendiks retrocaecal dapat muncul di punggung

atau pinggang. Appendiks pelvic yang terletak dekat ureter atau pembuluh darah testis

dapat menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau keduanya.

Inflamasi ureter atau vesica urinaria pada appendicitis dapat menyebabkan nyeri saat

berkemih, atau nyeri seperti terjadi retensi urine5.

Perforasi appendiks akan menyebabkan terjadinya abscess lokal atau

peritonitis umum. Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah perforasi

dan kemampuan pasien berespon terhadap adanya perforasi. Tanda perforasi

appendiks mencakup peningkatan suhu melebihi 38.6oC, leukositosis > 14.000, dan

12

Page 13: Case Ujian 3

gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik. Pasien dapat tidak bergejala sebelum terjadi

perforasi, dan gejala dapat menetap hingga > 48 jam tanpa perforasi. Secara umum,

semakin lama gejala berhubungan dengan peningkatan risiko perforasi. Peritonitis

difus lebih sering dijumpai pada bayi karena tidak adanya jaringan lemak omentum.

Anak yang lebih tua atau remaja lebih memungkinkan untuk terjadinya abscess yang

dapat diketahui dari adanya massa pada pemeriksaan fisik5

Konstipasi jarang dijumpai tetapi tenesmus sering dijumpai. Diare sering

didapatkan pada anak-anak, dalam jangka waktu sebentar, akibat iritasi ileum terminal

atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan adanya abscess pelvis2.

Klasifikasi Appendicitis

Adapun klasifikasi appendicitis berdasarkan klinikopatologis adalah sebagai berikut:

I Appendicitis Akut

a. Appendicitis Akut Sederhana (Cataral Appendicitis)

Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan obstruksi.

Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi peningkatan tekanan

dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa appendiks jadi menebal, edema,

dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah,

anoreksia, malaise, dan demam ringan. Pada appendicitis kataral terjadi leukositosis

dan appendiks terlihat normal, hiperemia, edema, dan tidak ada eksudat serosa.

b. Appendicitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)

Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan

terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis.

Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang

ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa

sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan

mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat

fibrinopurulen.

13

Page 14: Case Ujian 3

Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik

Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans

muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis

umum.

c. Appendicitis Akut Gangrenosa

Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu

sehingga terjadi infrak dan ganggren. Selain didapatkan tanda-tanda supuratif,

appendiks mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding appendiks berwarna

ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman. Pada appendicitis akut gangrenosa

terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen.

II. Appendicitis Infiltrat

Appendicitis infiltrat adalah proses radang appendiks yang penyebarannya dapat

dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga

membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya.

Appendicitis Abses

Appendicitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus),

biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal, subcaecal, dan pelvic.

Appendicitis Perforasi

Appendicitis perforasi adalah pecahnya appendiks yang sudah ganggren yang

menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum.

Pada dinding appendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik.

14

Page 15: Case Ujian 3

Appendicitis Kronis

Appendicitis kronis merupakan lanjutan appendicitis akut supuratif sebagai proses

radang yang persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi rendah,

khususnya obstruksi parsial terhadap lumen. Diagnosa appendicitis kronis baru dapat

ditegakkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah lebih dari

dua minggu, radang kronik appendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Secara

histologis, dinding appendiks menebal, sub mukosa dan muskularis propia mengalami

fibrosis. Terdapat infiltrasi sel radang limfosit dan eosinofil pada sub mukosa,

muskularis propia, dan serosa. Pembuluh darah serosa tampak dilatasi.

KOMPLIKASI

Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan appendicitis. Faktor

keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita

meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan

diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat

melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka morbiditas

dan mortalitas. Proporsi komplikasi appendicitis 10-32%, paling sering pada anak

kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-

75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan

orang tua.43 Anak-anak memiliki dinding appendiks yang masih tipis, omentum lebih

pendek dan belum berkembang sempur na memudahkan terjadinya perforasi,

sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh darah.Adapun jenis komplikasi

diantaranya:

Abses

Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di

kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan

berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila appendicitis

15

Page 16: Case Ujian 3

gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum.

Perforasi

Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke

rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi

meningkat tajam sesudah 24 jam.19 Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70%

kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih

dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama

polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun

mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.

Peritonitis

Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang

dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada

permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas

peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya

cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria.

Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen,

demam, dan leukositosis.

16