Case Report Krisis Hipertensi

33
BAB I Tinjauan Pustaka 1.1. Definisi dan Klasifikasi Hipertensi didefinisikan sebagai kenaikan tekanan darah (TD) sistolik diatas atau sama dengan 140 mmHg atau tekanan darah diastolic diatas atau sama dengan 90mmHg. Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah untuk dewasa usia 18 tahun ke atas Krisis hipertensi adalah suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat tinggi (tekanan diastolic > 120 mmHg) dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadinya kelainan organ target. Secara praktis krisis hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan perioritas pengobatan, sebagai berikut : 1. Hipertensi emergensi (darurat) ditandai dengan TD Diastolik > 120 mmHg, disertai kerusakan berat dari organ sasaran yang disebabkan oleh satu atau lebih penyakit/kondisi akut. (tabel 2). Keterlambatan pengobatan akan menyebabkan timbulnya sequele atau kematian. TD harus diturunkan sampai batas tertentu dalam satu sampai beberapa jam. Penderita perlu dirawat di ruangan intensive care unit atau (ICU). 1

description

Laporan kasus

Transcript of Case Report Krisis Hipertensi

Page 1: Case Report Krisis Hipertensi

BAB I

Tinjauan Pustaka

1.1. Definisi dan Klasifikasi

Hipertensi didefinisikan sebagai kenaikan tekanan darah (TD) sistolik diatas atau sama

dengan 140 mmHg atau tekanan darah diastolic diatas atau sama dengan 90mmHg.

Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah untuk dewasa usia 18 tahun ke atas

Krisis hipertensi adalah suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang

sangat tinggi (tekanan diastolic > 120 mmHg) dengan kemungkinan akan timbulnya atau

telah terjadinya kelainan organ target.

Secara praktis krisis hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan perioritas pengobatan,

sebagai berikut :

1. Hipertensi emergensi (darurat) ditandai dengan TD Diastolik > 120 mmHg, disertai

kerusakan berat dari organ sasaran yang disebabkan oleh satu atau lebih

penyakit/kondisi akut. (tabel 2). Keterlambatan pengobatan akan menyebabkan

timbulnya sequele atau kematian. TD harus diturunkan sampai batas tertentu dalam

satu sampai beberapa jam. Penderita perlu dirawat di ruangan intensive care unit atau

(ICU).

2. Hipertensi urgensi (mendesak), TD diastolik > 120 mmHg dan dengan tanpa

kerusakan/komplikasi minimum dari organ sasaran. TD harus diturunkan dalam 24

jam sampai batas yang aman memerlukan terapi parenteral. (tabel 3).

Dikenal beberapa istilah berkaitan dengan krisis hipertensi antara lain :

1. Hipertensi refrakter : respons pengobatan tidak memuaskan dan TD > 200/110 mmHg,

walaupun telah diberikan pengobatan yang efektif (triple drug) pada penderita dan

kepatuhan pasien.

1

Page 2: Case Report Krisis Hipertensi

2. Hipertensi akselerasi : TD meningkat (Diastolik) > 120 mmHg disertai dengan kelainan

funduskopi KW III. Bila tidak diobati dapat berlanjut ke fase maligna.

3. Hipertensi maligna : penderita hipertensi akselerasi dengan TD Diastolik > 120 – 130

mmHg dan kelainan funduskopi KW IV disertai papiledema, peniggian tekanan

intrakranial kerusakan yang cepat dari vaskular, gagal ginjal akut, ataupun kematian

bila penderita tidak mendapat pengobatan. Hipertensi maligna, biasanya pada

penderita dengan riwayat hipertensi essensial ataupun sekunder dan jarang terjadi

pada penderita yang sebelumnya mempunyai TD normal.

4. Hipertensi ensefalopati : kenaikan TD dengan tiba-tiba disertai dengan keluhan sakit

kepala yang sangat, perubahan kesadaran dan keadaan ini dapat menjadi reversible

bila TD diturunkan.

Tabel 2 : Hipertensi emergensi ( darurat )

TD Diastolik > 120 mmHg disertai dengan satu atau lebih kondisi akut.

Pendarahan intra pranial, ombotik CVA atau pendarahan subarakhnoid.

Hipertensi ensefalopati.

Aorta diseksi akut.

Oedema paru akut.

Eklampsi.

Feokhromositoma.

Funduskopi KW III atau IV.

Insufisiensi ginjal akut.

Infark miokard akut, angina unstable.

Sindroma kelebihan Katekholamin yang lain :

- Sindrome withdrawal obat anti hipertensi.

- Cedera kepala.

- Luka bakar.

- Interaksi obat.

2

Page 3: Case Report Krisis Hipertensi

Tabel 3 : Hipertensi urgensi ( mendesak)

Hipertensi berat dengan TD Diastolik > 120 mmHg, tetapi dengan minimal

atau tanpa kerusakan organ sasaran dan tidak dijumpai keadaan pada tabel I.

KW I atau II pada funduskopi.

Hipertensi post operasi.

Hipertensi tak terkontrol / tanpa diobati pada perioperatif.

Tingginya TD yang dapat menyebabkan kerusakan organ sasaran tidak hanya dari

tingkatan TD aktual, tapi juga dari tingginya TD sebelumnya, cepatnya kenaikan TD, bangsa,

seks dan usia penderita. Penderita hipertensi kronis dapat mentolelir kenaikan TD yang lebih

tinggi dibanding dengan normotensi, sebagai contoh : pada penderita hipertensi kronis, jarang

terjadi hipertensi ensefalopati, gangguan ginjal dan kardiovaskular dan kejadian ini dijumpai

bila TD Diastolik > 140 mmHg. Sebaliknya pada penderita normotensi ataupun pada

penderita hipertensi baru dengan penghentian obat yang tiba-tiba, dapat timbul hipertensi

ensefalopati demikian juga pada eklampsi, hipertensi ensefalopati dapat timbul walaupun TD

160/110 mmHg.

1.2. Patofisiologi

Arteri normal pada individu normotensi akan mengalami dilatasi atau kontriksi dalam

merespon terhadap perubahan tekanan darah untuk mempertahankan aliran (mekanisme

autoregulasi) yang tetap terhadap vascular beeds sehingga kerusakan arteriol tidak terjadi.

Pada krisis hipertensi terjadi perubahan mekanisme autoregulasi pada vascular beeds

(terutama jantung, SSP, dan ginjal) yang mengakibatkan terjadinya perfusi. Akibat perubahan

ini akan terjadi efek lokal dengan berpengaruhnya prostaglandin, radikal bebas dan lain-lain

yang mengakibatkan nekrosis fibrinoid arteriol, disfungsi endotel, deposit platelet, proliferasi

miointimal, dan efek siskemik akan mempengaruhi renin-angiotensin, katekolamin,

vesopresin, antinatriuretik kerusakan vaskular sehingga terjadi iskemia organ target. Jantung,

SSP, ginjal dan mata mempunyai mekanisme autoregulasi yang dapat melindungi organ

tersebut dari iskemia yang akut, bila tekanan darah mendadak turun atau naik. Misalkan

individu normotensi, mempunyai autoregulasi untuk mempertahankan perfusi ke SSP pada

tekanan arteri rata-rata.

Mean Arterial Pressure (MAP) = Diastole + 1/3 (Sistole - Diastole)

Pada individu hipertensi kronis autoregulasi bergeser kekanan pada tekanan arteri rata-

rata (110-180mmHg).

3

Page 4: Case Report Krisis Hipertensi

Mekanisme adaptasi ini tidak terjadi pada tekanan darah yang mendadak naik (krisis

hipertensi), akibatnya pada SSP akan terjadi endema dan ensefalopati, demikian juga halnya

dengan jantung, ginjal dan mata.

1.3. Epidemiologi

Tekanan darah meningkat seiring meningkatnya usia. Tekanan darah sistolik meningkat

selama hidup, tetapi tekanan darah diastolic plateu pada decade kelima. Jadi, baik insidensi

maupun prevalensi hipertensi meningkat seiring usia, dan hipertensi sistolik terisolasi

menjadi subtype yang tersering pada usia tua. Pada dewasa usia menengah dengan tekanan

darah normal yang hidup mencapai usia 85 tahun, sisa usianya untuk menderita hipertensi

adalah 90%.

Sebagai tambahan, factor ireversibel lainnya yang berhubungan dengan peningkatan

risiko hipertensi termasuk ras Afrika-Amerika, atau riwayat keluarga dengan hipertensi.

Faktor reversible termasuk mengalami tekanan darah pada range prehipertensi, overweight,

pola hidup yang tidak sehat, konsumsi makanan tinggi natrium rendah kalium, intake alcohol

yang banyak, atau memiliki sindrom metabolic.

Sindrom metabolic didefinisikan sebagai terdapatnya 3 atau lebih factor risiko

kardiovaskuler berikut: obesitas abdominal (lingkar perut >40 inci (100cm) pada pria atau

>35 inci (88cm) pada wanita), kadar gula darah puasa terganggu (≥100 mg/dL), tekanan

darah 130/85mmHg atau lebih, meningkat kadar trigliserida plasma (≥150 mg/dL), atau

rendah kadar high-density lipoprotein (HDL) cholesterol (<40 mg/dL pada pria atau <50

mg/dL pada wanita). telah dkiyakini bahwa resistensi insulin dapat menjadi factor yang

mendasari terjadinya sinfrom metabolic. Dengan mengoreksi factor reversible dapat

menurunkan tekanan darah dan mencegah berkembangnya hipertensi. Pada dewasa muda dan

awal dewasa menengah, hipertensi lebih sering terdapat pada pria daripada wanita. pada

dewasa diatas usia 55 tahun, terjadi kebalikannya. Hipertensi lebih sering terjadi pada ras

Afrika Amerika daripada ras kulit putih pada segala usia, dan di antara kedua ras tersebut

tidak ada perbedaan status ekonomi.

Hipertensi merupakan factor risiko mayor untuk angka kesakitan dan kematian akibat

penyakit kardiovaskular (seperti infark miokard, congestive heart failure, aterosklerosis

progresif), chronic kidney disease, dan demensia. Ia merupakan satu-satunya factor risiko

utama untuk stroke.

1.4. Faktor Risiko

Faktor resiko yang mendorong timbulnya kenaikan tekanan darah tersebut adalah:

4

Page 5: Case Report Krisis Hipertensi

1. Faktor resiko seperti diet dan asupan garam, stres, ras, obesitas, merokok, dan

genetis.

2. Sistem saraf simpatis

a. Tonus simpatis

b. Variasi diurnal

3. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi. Endotel

pembuluh darah berperan utama, tetapi remodelling dari endotel, otot polos dan

interstisium juga memberikan kontribusi akhir.

4. Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem renin, angiotensis,

dan aldosteron.

Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan

darah yang mempengaruhi rumus dasar Tekanan darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer.

Gambar 1. Faktor yang berperan pada pengendalian tekanan darah

1.5. Diagnosis

Diagnosa krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil terapi

tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan

yang menyeluruh walaupun dengan data-data yang minimal kita sudah dapat mendiagnosa

suatu krisis hipertensi.

1) Anamnesa : Sewaktu penderita masuk, dilakukan anamnesa singkat. Hal yang

penting ditanyakan :

5

Page 6: Case Report Krisis Hipertensi

Riwayat hipertensi : lama dan beratnya.

Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya.

Usia : sering pada usia 40 – 60 tahun.

Gejala sistem syaraf ( sakit kepala, pusing, perubahan mental, ansietas ).

Gejala sistem ginjal ( gross hematuri, jumlah urine berkurang ).

Gejala sistem kardiovascular ( adanya payah jantung, kongestif dan oedem paru, nyeri

dada ).

Riwayat penyakit : glomerulonefrosis, pyelonefritis.

Riwayat kehamilan : tanda eklampsi.

2) Pemeriksaan fisik :

Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran TD ( baring dan berdiri ) mencari

kerusakan organ sasaran ( retinopati, gangguan neurologi, gagal jantung kongestif). Perlu

dibedakan komplikasi krisis hipertensi dengan kegawatan neurologi ataupun payah jantung,

kongestif dan oedema paru. Perlu dicari penyakit penyerta lain seperti penyakit jantung

koroner.

3) Pemeriksaan penunjang :

Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :

1. Pemeriksaan yang segera seperti :

a. darah : rutin, BUN, creatinine, elektrolit.

b. urine : Urinalisa dan kultur urine.

c. EKG : 12 Lead, melihat tanda iskemi.

d. Foto dada : apakah ada oedema paru ( dapat ditunggu setelah pengobatan

terlaksana ).

2. Pemeriksaan lanjutan ( tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan yang

pertama ) :

a. Sangkaan kelainan renal : IVP, Renal angiography ( kasus tertentu ), biopsi

renal ( kasus tertentu ).

6

Page 7: Case Report Krisis Hipertensi

b. Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : Spinal tab, CAT

Scan.

c. Bila disangsikan Feokhromositoma : urine 24 jam untuk Katekholamine,

metamefrin, venumandelic Acid ( VMA ).

1.6. Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan hipertensi adalah untuk menurunkan mortalitas dan morbiditas

kardiovaskuler. Penurunan tekanan sistolik harus menjadi perhatian utama, karena pada

umumnya tekanan diastolik akan terkontrol bersamaan dengan terkontrolnya tekanan sistolik.

Strategi pengobatan hipertensi harus dimulai dari perubahan gaya hidup berupa; diet

rendah garam, berhenti merokok, mengurangi konsumsi alkohol, aktifitas fisik yang teratur,

dan penurunan berat badan bagi pasien dengan berat badan lebih. Selain dapat menurunkan

tekanan darah, perubahan gaya hidup juga terbukti meningkatkan efektifitas obat

antihipertensi dan menurunkan resiko kardiovaskular.

Untuk hipertensi stage I tanpa faktor resiko dan tanpa kerusakan target organ, perubahan

pola hidup dapat dicoba sampai 12 bulan. Sedangkan bila disertai kelainan penyerta seperti

gagal jantung, pasca infark miokard, penyakit jantng koroner, DM, dan riwayat stroke, maka

terapi farmakologi harus dimulai sejak dini dimulai dari hipertensi tingkat satu. Bahkan untuk

pasien dengan kelainan ginjal atau diabetes, pengobatn dimulai pada tahap prehipertensi.

1) Dasar-Dasar Penanggulangan Krisis Hipertensi:

Seperti keadaan klinik gawat yang lain, penderita dengan krisis hipertensi

sebaiknya dirawat di ruang perawatan intensif. Pengobatan krisis hipertensi dapat

dibagi:

1. Penurunan tekanan darah

Pada dasarnya penurunan tekanan darah harus dilakukan secepat mungkin tapi

seaman mungkin. Tingkat tekanan darah yang akan dicapai tidak boleh terlalu

rendah, karena akan menyebabkan hipoperfusi target organ. Untuk menentukan

tingkat tekanan darah yang diinginkan, perlu ditinjau kasus demi kasus. Dalam

pengobatan krisis hipertensi, pengurangan Mean Arterial Pressure (MAP)

sebanyak 20–25% dalam beberapa menit/jam, tergantung dari apakah emergensi

atau urgensi penurunan TD pada penderita aorta diseksi akut ataupun oedema paru

akibat payah jantung kiri dilakukan dalam tempo 15–30 menit dan bisa lebih

rendah lagi dibandingkan hipertensi emergensi lainnya. Penderita hipertensi

7

Page 8: Case Report Krisis Hipertensi

ensefalopati, penurunan TD 25% dalam 2–3 jam. Untuk pasien dengan infark

cerebri akut ataupun pendarahan intrakranial, pengurangan TD dilakukan lebih

lambat (6 – 12 jam) dan harus dijaga agar TD tidak lebih rendah dari 170 –

180/100 mmHg.

2. Pengobatan target organ

Meskipun penurunan tekanan darah yang tepat sudah memperbaiki fungsi

target organ, pada umumnya masih diperlukan pengobatan dan pengelolaan

khusus untuk mengatasi kelainan target organ yang terganggu. Misalnya pada

krisis hipertensi dengan gagal jantung kiri akut diperlukan pengelolaan khusus

termasuk pemberian diuretic, pemakaian obat-obat yang menurunkan preload dan

afterload. Pada krisis hipertensi yang disertai gagal ginjal akut, diperlukan

pengelolaan khusus untuk ginjalnya, yang kadang-kadang memerlukan

hemodialisis.

3. Pengelolaan khusus

Beberapa bentuk krisis hipertensi memerlukan pengelolaan khusus, terutama

yang berhubungan dengan etiloginya, misalnya eklampsia gravidarum.

2) Penanggulangan Hipertensi Emergensi :

Bila diagnosa hipertensi emergensi telah ditegakkan maka TD perlu segera

diturunkan. Langkah-langkah yang perlu diambil adalah :

Rawat di ICU, pasang femoral intraarterial line dan pulmonari arterial catether

(bila ada indikasi ). Untuk menentukan fungsi kordiopulmonair dan status volume

intravaskuler.

Anamnesis singkat dan pemeriksaan fisik.

- tentukan penyebab krisis hipertensi

- singkirkan penyakit lain yang menyerupai krisis HT

- tentukan adanya kerusakan organ sasaran

Tentukan TD yang diinginkan didasari dari lamanya tingginya TD sebelumnya,

cepatnya kenaikan dan keparahan hipertensi, masalah klinis yang menyertai dan

usia pasien.

- Penurunan TD diastolik tidak kurang dari 100 mmHg, TD sistolik tidak

kurang dari 160 mmHg, ataupun MAP tidak kurang dari 120 mmHg selama 48

8

Page 9: Case Report Krisis Hipertensi

jam pertama, kecuali pada krisis hipertensi tertentu ( misal : disecting aortic

aneurysm ). Penurunan TD tidak lebih dari 25% dari MAP ataupun TD yang

didapat.

- Penurunan TD secara akut ke TD normal / subnormal pada awal pengobatan

dapat menyebabkan berkurangnya perfusike ke otak, jantung dan ginjal dan hal ini

harus dihindari pada beberapa hari permulaan, kecuali pada keadaan tertentu,

misal : dissecting anneurysma aorta.

- TD secara bertahap diusahakan mencapai normal dalam satu atau dua minggu.

Pemakaian obat-obat untuk krisis hipertensi

Obat anti hipertensi oral atau parenteral yang digunakan pada krisis hipertensi

tergantung dari apakah pasien dengan hipertensi emergensi atau urgensi. Jika hipertensi

emergensi dan disertai dengan kerusakan organ sasaran maka penderita dirawat diruangan

intensive care unit, ( ICU ) dan diberi salah satu dari obat anti hipertensi intravena ( IV ).

1. Sodium Nitroprusside : merupakan vasodilator direkuat baik arterial maupun

venous. Secara IV mempunyai onsep of action yang cepat yaitu : 1 – 2 dosis 1 – 6

ug / kg / menit.

Efek samping : mual, muntah, keringat, foto sensitif, hipotensi.

2. Nitroglycerini : merupakan vasodilator vena pada dosis rendah tetapi bila dengan

dosis tinggi sebagai vasodilator arteri dan vena. Onset of action 2 – 5 menit, duration

of action 3 – 5 menit.

Dosis : 5 – 100 ug / menit, secara infus IV.

Efek samping : sakit kepala, mual, muntah, hipotensi.

3. Diazolxide : merupakan vasodilator arteri direk yang kuat diberikan secara IV bolus.

Onset of action 1 – 2 menit, efek puncak pada 3 – 5 menit, duration of action 4 – 12

jam. Dosis permulaan : 50 mg bolus, dapat diulang dengan 25 – 75 mg setiap 5 menit

sampai TD yang diinginkan.

Efek samping : hipotensi dan shock, mual, muntah, distensi abdomen, hiperuricemia,

aritmia, dll.

4. Hydralazine : merupakan vasodilator direk arteri. Onset of action : oral 0,5 – 1 jam,

IV :10 – 20 menit duration of action : 6 – 12 jam.

Dosis : 10 – 20 mg i.v bolus : 10 – 40 mg i.m.

9

Page 10: Case Report Krisis Hipertensi

Pemberiannya bersama dengan alpha agonist central ataupun Beta Blocker untuk

mengurangi refleks takhikardi dan diuretik untuk mengurangi volume intravaskular.

Efek samping : refleks takhikardi, meningkatkan stroke volume dan cardiac out put,

eksaserbasi angina, MCI akut dll.

5. Enalapriat : merupakan vasodelator golongan ACE inhibitor. Onsep on action 15 –

60 menit.

Dosis 0,625 – 1,25 mg tiap 6 jam i.v.

6. Phentolamine ( regitine ) : termasuk golongan alpha andrenergic blockers. Terutama

untuk mengatasi kelainan akibat kelebihan ketekholamin.

Dosis 5 – 20 mg secar i.v bolus atau i.m.

Onset of action 11 – 2 menit, duration of action 3 – 10 menit.

7. Trimethaphan camsylate : termasuk ganglion blocking agent dan menginhibisi

sistem simpatis dan parasimpatis.

Dosis : 1 – 4 mg / menit secara infus i.v.

Onset of action : 1 – 5 menit.

Duration of action : 10 menit.

Efek samping : opstipasi, ileus, retensia urine, respiratori arrest, glaukoma, hipotensi,

mulut kering.

8. Labetalol : termasuk golongan beta dan alpha blocking agent.

Dosis : 20 – 80 mg secara i.v. bolus setiap 10 menit ; 2 mg / menit secara infus i.v.

Onset of action 5 – 10 menit

Efek samping : hipotensi orthostatik, somnolen, hoyong, sakit kepala, bradikardi,

dll. Juga tersedia dalam bentuk oral dengan onset of action 2 jam, duration of action

10 jam dan efek samping hipotensi, respons unpredictable dan komplikasi lebih

sering dijumpai.

9. Methyldopa : termasuk golongan alpha agonist sentral dan menekan sistem syaraf

simpatis.

Dosis : 250 – 500 mg secara infus i.v / 6 jam. Onset of action : 30 – 60 menit,

duration of action kira-kira 12 jam.

10

Page 11: Case Report Krisis Hipertensi

Efek samping : Coombs test ( + ) demam, gangguan gastrointestino, with drawal

sindrome dll. Karena onset of actionnya bisa takterduga dan kasiatnya tidak konsisten,

obat ini kurang disukai untuk terapi awal.

10. Clonidine : termasuk golongan alpha agonist sentral.

Dosis : 0,15 mg i.v pelan-pelan dalam 10 cc dekstrose 5% atau i.m.150 ug dalam 100

cc dekstrose dengan titrasi dosis. Onset of action 5 –10 menit dan mencapai maksimal

setelah 1 jam atau beberapa jam.

Efek samping : rasa ngantuk, sedasi, pusing, mulut kering, rasa sakit pada parotis.

Bila dihentikan secara tiba-tiba dapat menimbulkan sindroma putus obat. Walaupun

akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk memberikan obat-obat oral yang cara

pemberiannya lebih mudah tetapi pemberian obat parenteral adalah lebih aman.

Dengan Sodium nitrotprusside, Nitroglycirine, Trimethaphan TD dapat diturunkan

baik secara perlahan maupun cepat sesuai keinginan dengan cara menatur tetesan

infus. Bila terjadi penurunan TD berlebihan, infus distop dan TD dapat naik kembali

dalam beberapa menit. Demikian juga pemberian labetalol ataupun Diazoxide secara

bolus intermitten intravena dapat menyebabkan TD turun bertahap. Bila TD yang

diinginkan telah dicapai, injeksi dapat di stop, dan TD naik kembali. Perlu diingat bila

digunakan obat parenteral yang long acting ataupun obat oral, penurunan TD yang

berlebihan sulit untuk dinaikkan kembali.

*Pilihan obat-obatan pada hipertensi emergensi

Dari berbagai jenis hipertensi emergensi, obat pilihan yang dianjurkan maupun yang

sebaiknya dihindari adalah sbb :

1. Hipertensi encephalopati:

Anjuran : Sodium nitroprusside, Labetalol, diazoxide.

Hindarkan : B-antagonist, Methyidopa, Clonidine.

2. Cerebral infark :

Anjuran : Sodium nitropsside, Labetalol,

Hindarkan : B-antagonist, Methydopa, Clonidine.

3. Perdarahan intacerebral, perdarahan subarakhnoid :

Anjuran : Sodiun nitroprusside Labetalol

Hindarkan : B-antagonist, Methydopa, Clonodine.

11

Page 12: Case Report Krisis Hipertensi

4. Miokard iskemi, miokrad infark :

Anjuran : Nitroglycerine, Labetalol, Caantagonist, Sodium Nitroprusside dan loop

diuretuk.

Hindarkan : Hyralazine, Diazoxide, Minoxidil.

5. Oedem paru akut :

Anjuran : Sodium nitroroprusside dan loopdiuretik.

Hindarkan : Hydralacine, Diazoxide, B-antagonist, Labetalol.

6. Aorta disseksi :

Anjuran : Sodium nitroprussidedan B-antagonist, Trimethaohaan dan B-antagonist,

labetalol.

Hindarkan : Hydralazine, Diaozoxide, Minoxidil

7. Eklampsi :

Anjuran : Hydralazine, Diazoxide, labetalol, Ca antagonist, sodium nitroprusside.

Hindarkan: Trimethaphan, Diuretik, B-antagonist

8. Renal insufisiensi akut :

Anjuran : Sodium nitroprusside, labetalol, Ca-antagonist

Hindarkan : B- antagonist, Trimethaphan

9. KW III-IV :

Anjuran : Sodium nitroprusside, Labetalol, Ca – antagonist.

Hindarkan : B-antagonist, Clonidine, Methyldopa.

10. Mikroaangiopati hemolitik anemia :

Anjuran : Sodium nitroprosside, Labetalol, Caantagonist.

Hindarkan : B-antagonist.

Dari berbagai sediaan obat anti hipertensi parenteral yang tersedia, Sodium

nitroprusside merupakan drug of choice pada kebanyakan hipertensi emergensi. Karena

pemakaian obat ini haruslah dengan cara tetesan intravena dan harus dengan monitoring

ketat, penderita harus dirawat di ICU karena dapat menimbulkan hipotensi berat.

Nicardipine suatu calsium channel antagonist merupakan obat baru yang diperukan

secara intravena, telah diteliti untuk kasus hipertensi emergensi (dalam jumlah kecil) dan

tampaknya memberikan harapan yang baik.

12

Page 13: Case Report Krisis Hipertensi

• Obat oral untuk hipertensi emergensi :

Dari berbagai penelitian akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk menggunakan

obat oral seperti Nifedipine ( Ca antagonist ) Captopril dalam penanganan hipertensi

emergensi.

Pada tahun 1993 telah diteliti penggunaan obat oral nifedipine sublingual dan

captopril pada penderita hipertensi krisis memberikan hasil yang cukup memuaskan

setelah menit ke 20. Captopril dan Nifedipine sublingual tidak berbeda bermakna

dalam menurunkan TD.

Captopril 25mg atau Nifedipine 10mg digerus dan diberikan secara sublingual

kepada pasien. TD dan tanda Vital dicatat tiap lima menit sampai 60 menit dan juga

dicatat tanda-tanda efek samping yang timbul. Pasien digolongkan non-respon bila

penurunan TD diastolik <10mmHg setelah 20 menit pemberian obat. Respon bila TD

diastolik mencapai <120mmHg atau MAP <150mmHg dan adanya perbaikan simptom

dan sign dari gangguan organ sasaran yang dinilai secara klinis setelah 60 menit

pemberian obat. Inkomplit respons bila setelah 60 menit pemberian obat. Inkomplit

respons bila setelah 60 menit TD masih >120mmHg atau MAP masih >150mmHg,

tetapi jelas terjadi perbaikan dari simptom dan sign dari organ sasaran.

Penanggulangan hipertensi urgensi :

Penderita dengan hipertensi urgensi tidak memerlukan rawat inap di rumah sakit.

Sebaiknya penderita ditempatkan diruangan yang tenang, tidak terang dan TD diukur

kembali dalam 30 menit. Bila TD tetap masih sangat meningkat, maka dapat dimulai

pengobatan. Umumnya digunakan obat-obat oral anti hipertensi dalam menggulangi

hipertensi urgensi ini dan hasilnya cukup memuaskan.

Obat-obat oral anti hipertensi yang digunakan a.l :

Nifedipine : pemberian bisa secara sublingual (onset 5-10 menit). Buccal (onset 5 –10

menit), oral (onset 15-20 menit), duration 5 – 15 menit secara sublingual/ buccal).

Efek samping : sakit kepala, takhikardi, hipotensi, flushing, hoyong.

Clondine : Pemberian secara oral dengan onset 30 – 60 menit Duration of Action 8-

12 jam. Dosis : 0,1-0,2 mg,dijutkan 0,05mg-0,1 mg setiap jam s/d 0,7mg.

Efek samping : sedasi,mulut kering.Hindari pemakaian pada 2nd degree atau 3rd

degree, heart block, brakardi,sick sinus syndrome.Over dosis dapat diobati dengan

tolazoline.

13

Page 14: Case Report Krisis Hipertensi

Captopril : pemberian secara oral/sublingual.

Dosis 25mg dan dapat diulang setiap 30 menit sesuai kebutuhan.

Efek samping : angio neurotik oedema, rash, gagal ginjal akut pada penderita

bilateral renal arteri sinosis.

Prazosin : Pemberian secara oral dengan dosis 1-2mg dan diulang perjam bila perlu.

Efek samping : first dosyncope, hiponsi orthostatik, palpitasi, takhikardi sakit kepala.

Dengan pemberian Nifedipine ataupun Clonidine oral dicapai penurunan MAP

sebanyak 20 % ataupun TD<120 mmHg. Demikian juga Captopril, Prazosin terutama

digunakan pada penderita hipertensi urgensi akibat dari peningkatan katekholamine.

Perlu diingat bahwa pemberian obat anti hipertensi oral/sublingual dapat

menyebabkan penurunan TD yang cepat dan berlebihan bahkan sampai kebatas hipotensi

(walaupun hal ini jarang sekali terjadi).

Dikenal adanya “first dose” efek dari Prozosin. Dilaporkan bahwa reaksi hipotensi

akibat pemberian oral Nifedifine dapat menyebabkan timbulnya infark miokard dan

stroke.

Dengan pengaturan titrasi dosis Nifedipine ataupun Clonidin biasanya TD dapat

diturunkan bertahap dan mencapai batas aman dari MAP.

Penderita yang telah mendapat pengobatan anti hipertensi cenderung lebih sensitive

terhadap penambahan terapi.Untuk penderita ini dan pada penderita dengan riwayat

penyakit cerebrovaskular dan koroner, juga pada pasien umur tua dan pasien dengan

volume depletion maka dosis obat Nifedipine dan Clonidine harus dikurangi.Seluruh

penderita diobservasi paling sedikit selama 6 jam setelah TD turun untuk mengetahui efek

terapi dan juga kemungkinan timbulnya orthotatis. Bila TD penderita yang obati tidak

berkurang maka sebaiknya penderita dirawat dirumah sakit.

1.7. Komplikasi dan Prognosis

Left ventricular hypertrophy adalah predictor terkuat dari sudden dearh dan infark

miokard pada seseorang dengan hipertensi. Factor lain yang berhubungan dengan

peningkatan masa LVH termasuk usia tua, obesitasm dan aktivitas fisik regular.

Sebelum ditemukannya obat anti hipertensi yang efektif survival penderita hanyalah 20%

dalam 1 tahun. Kematian sebabkan oleh uremia (19%), gagal jantung kongestif (13%),

cerebro vascular accident (20%), gagal jantung kongestif disertai uremia (48%), infrak

Miokard (1%), diseksi aorta (1%).

14

Page 15: Case Report Krisis Hipertensi

Prognosis menjadi lebih baik berkat ditemukannya obat yang efektif dan penanggulangan

penderita gagal ginjal dengan analisis dan transplantasi ginjal.

UNIVERSITAS ANDALAS

FAKULTAS KEDOKTERAN

15

Page 16: Case Report Krisis Hipertensi

KEPANITERAAN KLINIK ROTASI TAHAP II

STATUS PASIEN

Nama : Ny. A

Umur : 53 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Purus II tepi laut

1. Latar Belakang sosial-ekonomi-demografi-lingkungan keluarga

a. Status Perkawinan : Menikah

b. Jumlah Anak : 3 anak

c. Status Ekonomi Keluarga : Menengah, penghasilan suami Rp. 1.500.000,-/bulan

d. KB : tidak ada

e. Kondisi Rumah :

- Rumah permanen, perkarangan cukup

- Listrik ada

- Sumber air : PDAM

- Jamban ada 1 buah, di dalam rumah

- Sampah di buang ke TPA

Kesan : hygiene dan sanitasi baik

f. Kondisi Lingkungan Keluarga

- Jumlah penghuni rumah 2 orang; pasien, suami pasien

- Tinggal di daerah yang cukup padat penduduknya.

2. Aspek Psikologis di keluarga

- Hubungan dengan keluarga baik

- Ketiga anak pasien sudah bekerja, suami pasien seorang pensiunan PNS

- Faktor stress dalam keluarga (-)

ANAMNESIS :

16

Page 17: Case Report Krisis Hipertensi

Seorang pasien perempuan berumur 53 tahun datang ke Puskesmas Padang Pasir pada

hari Senin tanggal 25 Februari 2013 dengan :

Keluhan Utama :

Rasa berat ditengkuk yang semakin meningkat sejak 3 hari yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang

1. Rasa berat ditengkuk yang semakin meningkat sejak 3 hari yang lalu

2. Rasa berat di tengkuk sudah sering dirasakan dalam beberapa tahun terakhir, hilang

timbul, semakin berat dirasakan sejak 3 hari terakhir.

3. Mata terasa kabur sejak 2 hari yang lalu

4. Riwayat gangguan penglihatan sebelumnya tidak ada, pasien tidak menggunakan kaca

mata

5. Mual-mual dirasakan sejak 3 hari yang lalu, meningkat sejak 1 hari ini. Mual disertai

nyeri di ulu hati.

6. Muntah tidak ada

7. Batuk tidak ada, sesak nafas tidak ada

8. Nyeri dada tidak ada, dada sering terasa berdebar-debar sejak 1 tahun ini.

9. BAB dan BAK tidak ada keluhan

10. Anggota gerak terasa lemah tiba-tiba tidak ada, penurunan kesadaran tidak ada

11. Pasien telah dikenal menderita hipertensi sejak 5 tahun yang lalu, kontrol tidak teratur

karena merasa tidak ada keluhan dan merasa sehat. Tekanan darah paling tinggi yang

diketahui 160/100 mmHg.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat DM tidak ada, riwayat sakit jantung disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat hipertensi dalam keluarga tidak ada

Riwayat Pekerjaan

Pasien seorang ibu rumah tangga

PEMERIKSAAN FISIK

17

Page 18: Case Report Krisis Hipertensi

Keadaan Umum : Sedang

Kesadaran : cmc

Tekanan darah : 210/120 mmHg

Frekuensi Nadi : 92x/menit, teratur, kuat angkat

Frekuensi Nafas : 22 x/menit, teratur

Suhu : 36,7oC

Tinggi Badan : 155cm

Berat Badan : 50kg

BMI : 20.8 (normoweight)

Sianosis : tidak ada

Edema : tidak ada

Ikterus : tidak ada

Anemis : tidak ada

Kulit dan Selaput Lendir : Kulit tidak ikterik, spider naevi (-)

Kepala :

Rambut : Warna hitam tidak mudah rontok

Mata : Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik

Telinga : Tidak Ditemukan Kelainan

Hidung : septum deviasi tidak ada, obstruksi -/-

Gigi dan Mulut : caries (+), gusi berdarah (-)

KGB : tidak ditemukan pembesaran

Thorax :

Paru :

Inspeksi : simetris dalam keadaan statis dan dinamis

Palpasi : fremitus kiri = kanan

Perkusi : sonor

Auskultasi : vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-

Jantung :

Inspeksi : iktus kordis terlihat 1 jari lateral linea midklavikularis sinistra

RIC VI

Palpasi : ktus kordis teraba 1 jari lateral linea midklavikularis sinistra

RIC VI

18

Page 19: Case Report Krisis Hipertensi

Perkusi : batas atas RIC II, kanan linea sternalis dekstra, kiri 1 jari

lateral linea midklavikularis sinistra RIC VI

Auskultasi : irama teratur, bising (-)

Abdomen :

Inspeksi : tidak membuncit

Palpasi : hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal

Punggung : nyeri ketok dan nyeri tekan CVA (-)

Anus : tidak diperiksa

Ekstremitas : edema (-), ptekie (-)

DIAGNOSIS KERJA :

Krisis Hipertensi susp Hipertensi emergency

PEMERIKSAAN ANJURAN

Laboratorium : ureum, kreatinin, protein urin

Periksa Visus, Funduskopi

EKG

MANAJEMEN

a. Preventif :

- Mempraktekkan pola makan Dietary Approaches to Stop Hypertension

(DASH) eating plan (kaya buah, sayur, dan makanan rendah lemak dengan

rendah kolesterol baik saturated maupun lemak total. Kaya kalium dan

kalsium.

- Memperhatikan asupan garam yang minimal, tidak lebih dari 2.4 gram natrium

atau 6 gram natrium klorida (galam dapur) per hari

- Olahraga aerobic seperti jalan cepat setiap hari selama 30 menit

- Istirahat yang cukup ± 8 jam sehari

- Menjaga agar berat badan tetap ideal

- Menghindari konsumsi alkohol

19

Page 20: Case Report Krisis Hipertensi

b. Promotif :

- Edukasi kepada pasien dan keluarga pasien mengenai tindakan pencegahan

yang dapat dimodifikasi.

- Edukasi kepada pasien tentang penyakit hipertensi, krisis hipertensi, terutama

tentang faktor risiko, dan komplikasinya.

- Edukasi kepada pasien tentang penyakitnya saat ini yang kemungkinan sudah

mengenai target organ seperti jantung, lambung dan mata, sehingga

dibutuhkan penanganan lebih lanjut di rumah sakit rujukan.

- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa penyakit hipertensi ini harus

selalu dikontrol karena tidak bisa disembuhkan tetapi bisa dikontrol agar tidak

menjadi lebih berat dan menimbulkan berbagai komplikasi.

c. Kuratif :

- Captopril 25 mg sublingual, evaluasi 30 menit lagi, bila perlu bisa diulangi

tiap 30 menit.

- Rujuk IGD RSUP DR M Djamil Padang

d. Rehabilitatif :

- Kontrol tekanan darah secara teratur ke puskesmas

20

Page 21: Case Report Krisis Hipertensi

BAB III

Diskusi

Telah diperiksa seorang pasien perempuan usia 53 tahun di puskesmas Padang Pasir

Padang dengan diagnosis Krisis hipertensi susp Hipertensi emergency. Pasien datang dengan

keluhan utama berat ditengkuk yang semakin meningkat sejak 3 hari yang lalu. Pasien sudah

dikenal menderita hipertensi sejak 5 tahun yang lalu, tetapi pasien tidak control secara teratur

ke puskesmas. Hal ini membuat tekanan darah pasien tidak bisa dikontrol sehingga bisa

menjadi krisis hipertensi. Selain itu pasien juga mengeluhkan adanya gejala mata kabur,

dimana pasien tidak ada riwayat kelainan pada mata dan tidak memakai kaca mata.

Kemungkinan ini adalah efek dari tekanan darah yang tinggi. Hal ini berarti sudah terjadi

kerusakan pada organ target tetapi belum progresif. Selain pada mata, system pencernaan

juga terlibat sehingga muncul gejala mual.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran cmc,

tekanan darah 210/120 mmHg, IMT : 20,8 dengan kesan normoweight, pemeriksaan thorak

didapatkan kesan left ventrikel hypertrophy dan abdomen tidak ditemukan kelainan. Dari

anamnesis dan pemeriksaan fisik didiagnosis kerja pasien dengan krisis hipertensi ec susp

hipertensi emergency. Hal ini berdasarkan atas adanya kerusakan target organ yaitu mata

pasien yang semakin kabur, terdapat tanda pembesaran jantung kiri (LVH) dan TD 210/120

mmHg. Oleh karena adanya kerusakan target organ, perlu penurunan tekanan darah segera

untuk mencegah atau membatasi kerusakan target organ yang terjadi.

Penatalaksanaan untuk pasien ini harus segera dirujuk. Namun secara komprehensif,

mencakup upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Upaya promotif berupa

edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai tindakan pencegahan yang dapat dimodifikasi,

penyakit hipertensi, krisis hipertensi, terutama tentang faktor risiko, dan komplikasinya,

tentang penyakitnya saat ini yang kemungkinan sudah mengenai target organ seperti jantung,

lambung dan mata, sehingga dibutuhkan penanganan lebih lanjut di rumah sakit rujukan.

Upaya preventif berupa penerapan pola hidup yang sehat dengan menerapkan pola makan

DASH diet plan, olah raga erobik teratur setiap hari, retriksi garam, dan menghindari

konsumsi alcohol dan rokok.

Upaya kuratif berupa pemberian obat antihipertensi kerja cepat untuk membantu

menurunkan sedikit tekanan darah dan segera merujuk ke IGD RSUP M Djamil Padang.

Penting juga menerangkan kepada pasien tentang pentingnya kontrol tekanan darah

teratur ke puskesmas jika sudah stabil.

21

Page 22: Case Report Krisis Hipertensi

Daftar Pustaka

1. Calhoun D.A, Oparil . S ; 1990 : Treatmenet of Hypertensive Crisis, New Engl J Med,

323 : 1177-83. Diakses dari www.nejm.com tanggal 25 Februari 2013.

2. Kaplan N.M, 1986 : Clinical Hypertention, 4th Edition, William & Elkins, Baltimore,

2273-89.

3. Sanif E, 2008. Krisis Hipertensi, Metode Baru Pengobatan. Diakses dari

www.jantunghipertensi.com tanggal 25 Februari 2013.

4. Roesma J, 2006. Krisis Hipertensi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta:

Pusat Penerbitan FKUI.

5. Raharjo JP, 2001. Hipertensi Krisis. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Di Bidang Ilmu

Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan FKUI.

6. Anavekar S.N. : Johns C.I; 1974 : Management of Acute Hipertensive Crissis with

Clonidine (catapres ), Med. Journal. Aust. 1 :829-831. Diakses dari

www.medicaljournal.com tanggal 25 Februari 2013.

7. Angeli.P. Chiese. M, Caregaro,et al, 1991 : Comparison of sublingual Captopril and

Nifedipine in immediate Treatment of hypertensive Emergencies, Arch, Intren. Med

Journal, 151 : 678-82. Diakses dari www.medicaljournal.com tanggal 25 Februari

2013.

8. Anwar C.H. ; Fadillah. A ; Nasution M. Y ; Lubis H.R; 1991 : Efek akut obat anti

hipertensi (Nifedipine, Klonodin Metoprolol ) pada penderita hipertensi sedang dan

berat ; naskah lengkap KOPARDI VIII, Yogyakarta, 279-83. Diakses dari

www.jantunghipertensi.com tanggal 25 Februari 2013.

9. Bertel. O. Conen D, Radu EW, Muller J, Lang C : 1983:Nifedipine in Hypertensive

Emergencies, Brmmed J, 286; 19-21. Diakses dari www.brmmedicaljournal.com

tanggal 25 Februari 2013.

10. Gifford R.W, 1991 : Mamagement of Hypertensivi Crisis, JAMA SEA,266; 39-45.

Diakses dari www.jam.com tanggal 25 Februari 2013

22