Hipertensi Krisis

18
Arif Heru, Ridho Nugraha. Hipertensi Krisis: Urgensi dan Emergensi. 2013. | 1 KKS Ilmu Penyakit Dalam RSUD DR. RM. Djoelham - Binjai HIPERTENSI KRISIS Arif Heru Tripana* Update February 27, 2013 Ridho Nugraha Farhaz* Email: [email protected] * Student of Medical Faculty of Abdurrab University Pekanbaru BAB I PENDAHULUAN Hipertensi krisis merupakan salah satu kegawatan dibidang kardiovaskular yang sering dijumpai di instalasi gawat darurat. [1] Hipertensi krisis ditandai dengan peningkatan tekanan darah secara akut dan sering berhubungan dengan gejala sistemik yang merupakan konsekuensi dari peningkatan darah tersebut. Ini merupakan komplikasi yang sering dari penderita dengan hipertensi dan menyebabkan penanganan segera untuk mencegah komplikasi yang mengancam jiwa. [2] Duapuluh persen pasien hipertensi yang datang ke UGD adalah pasien hipertensi krisis. Dari 60 juta penduduk Amerika Serikat 30% diantaranya menderita hipertensi dan hampir 1 2% akan berlanjut menjadi hipertensi krisis disertai kerusakan organ target. Data mengenai hipertensi krisis di Indonesia masih belum banyak diteliti, namun studi Multinational Monitoring of Trends and Determinants in Cardiovacular Disease (Monica) yang dilakukan di Jakarta pada tahun 1988 menempatkan hipertensi sebagai faktor risiko utama kejadian kardiovaskular. [1] The Seventh Report Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) tidak menyertakan hipertensi krisis ke dalam tiga stadium klasifikasi hipertensi, namun hipertensi krisis dikategorikan dalam pembahasan hipertensi sebagai keadaan khusus yang memerlukan tatalaksana yang lebih agresif. [1]

description

Cardiovacular

Transcript of Hipertensi Krisis

Page 1: Hipertensi Krisis

Arif Heru, Ridho Nugraha. Hipertensi Krisis: Urgensi dan Emergensi. 2013. | 1

KKS Ilmu Penyakit Dalam RSUD DR. RM. Djoelham - Binjai

HIPERTENSI KRISIS

Arif Heru Tripana* Update February 27, 2013

Ridho Nugraha Farhaz*

Email: [email protected]

* Student of Medical Faculty of Abdurrab University – Pekanbaru

BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi krisis merupakan salah satu kegawatan dibidang kardiovaskular

yang sering dijumpai di instalasi gawat darurat.[1]

Hipertensi krisis ditandai

dengan peningkatan tekanan darah secara akut dan sering berhubungan dengan

gejala sistemik yang merupakan konsekuensi dari peningkatan darah tersebut. Ini

merupakan komplikasi yang sering dari penderita dengan hipertensi dan

menyebabkan penanganan segera untuk mencegah komplikasi yang mengancam

jiwa.[2]

Duapuluh persen pasien hipertensi yang datang ke UGD adalah pasien

hipertensi krisis. Dari 60 juta penduduk Amerika Serikat 30% diantaranya

menderita hipertensi dan hampir 1 – 2% akan berlanjut menjadi hipertensi krisis

disertai kerusakan organ target. Data mengenai hipertensi krisis di Indonesia

masih belum banyak diteliti, namun studi Multinational Monitoring of Trends and

Determinants in Cardiovacular Disease (Monica) yang dilakukan di Jakarta pada

tahun 1988 menempatkan hipertensi sebagai faktor risiko utama kejadian

kardiovaskular.[1]

The Seventh Report Joint National Committee on Prevention, Detection,

Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) tidak menyertakan

hipertensi krisis ke dalam tiga stadium klasifikasi hipertensi, namun hipertensi

krisis dikategorikan dalam pembahasan hipertensi sebagai keadaan khusus yang

memerlukan tatalaksana yang lebih agresif.[1]

Page 2: Hipertensi Krisis

Arif Heru, Ridho Nugraha. Hipertensi Krisis: Urgensi dan Emergensi. 2013. | 2

KKS Ilmu Penyakit Dalam RSUD DR. RM. Djoelham - Binjai

Tabel 01. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7.[3,4]

Klasifikasi Tekanan

Darah

Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

1. Normal

2. Pre-hipertensi

3. Hipertensi Stage 1

4. Hipertensi Stage 2

≤ 120

120 – 139

140 – 159

≥ 160

≤ 80

80 – 89

90 – 99

≥ 100

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Terdapat perbedaan beberapa penulis mengenai terminologi peningkatan

darah secara akut. Terminologi yang paing sering dipakai adalah:

1. Hipertensi emergensi (darurat), yaitu peningkatan tekanan darah sistolik >

180 mmHg atau diastoik > 120 mmHg secara mendadak disertai kerusakan

organ terget. Hipertensi emergensi harus ditanggulangi sesegera mungkin

dalam satu jam dengan memberikan obat – obatan anti hipertensi

intravena.[1,5,6]

2. Hipertensi urgensi (mendesak), yaitu peningkatan tekanan darah seperti

pada hipertensi emergensi namun tanpa disertai kerusakan organ target.

Pada keadaan ini tekanan darah harus segera diturunkan dalam 24 jam

dengan memberikan obat – obatan anti hipertensi oral.[1,5,6]

Dikenal beberapa istilah yang berkaitan dengan hipertensi krisis antara lain:

1. Hipertensi refrakter: respon pengobatan yang tidak memuaskan dan

tekanan darah > 200/110 mmHg, walaupun telah diberikan pengobatan

yang efektif (triple drug) pada penderita dan kepatuhan pasien.[5]

2. Hipertensi akselerasi: peningkatan tekanan darah diastolik > 120 mmHg

disertai dengan kelainan funduskopi KW III. Bila tidak diobati dapat

berlanjut ke fase maligna.[5]

3. Hipertensi maligna: penderita hipertensi akselerasi dengan tekanan darah

diastolik > 120 – 130 mmHg dan kelainan funduskopi KW IV disertai

Page 3: Hipertensi Krisis

Arif Heru, Ridho Nugraha. Hipertensi Krisis: Urgensi dan Emergensi. 2013. | 3

KKS Ilmu Penyakit Dalam RSUD DR. RM. Djoelham - Binjai

papiledema, peninggian tekanan intrakranial, kerusakan yang cepat dari

vaskular, gagal ginjal akut, ataupun kematian bila penderita tidak

mendapatkan pengobatan. Hipertensi maligna biasanya pada penderita

dengan riwayat hipertensi essensial ataupun sekunder dan jarang pada

penderita yang sebelumnya mempunyai tekanan darah normal.[5]

4. Hipertensi ensefalopati: kenaikan tekanan darah dengan tiba-tiba disertai

dengan keluhan sakit kepala yang hebat, perubahan kesadaran dan keadaan

ini dapat menjadi reversibel bila tekanan darah tersebut diturunkan.[5]

2.2. Etiologi dan Patofisiologi

Faktor penyebab hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi masih belum

dipahami. Peningkatan tekanan darah secara cepat disertai peningkatan resistensi

vaskular dipercaya menjadi penyebab.[6,7]

Peningkatan tekanan darah yang

mendadak ini akan menyebabkan jejas endotel dan nekrosis fibrinoid arteriol

kemudian berdampak pada kerusakan vaskular, deposisi platelet, fibrin dan

kerusakan fungsi autoregulasi.[1]

Tabel 02. Causes of Hypertensive Emergency.[6]

Page 4: Hipertensi Krisis

Arif Heru, Ridho Nugraha. Hipertensi Krisis: Urgensi dan Emergensi. 2013. | 4

KKS Ilmu Penyakit Dalam RSUD DR. RM. Djoelham - Binjai

Page 5: Hipertensi Krisis

Arif Heru, Ridho Nugraha. Hipertensi Krisis: Urgensi dan Emergensi. 2013. | 5

KKS Ilmu Penyakit Dalam RSUD DR. RM. Djoelham - Binjai

Gambar 01. Patofisiologi hipertensi emergensi.[6]

2.3. Mekanisme Autoregulasi

Autoregulasi merupakan penyesuaian fisiologis organ tubuh terhadap

kebutuhan dan pasokan darah dengan mengadakan perubahan pada resistensi

terhadap aliran darah dengan berbagai tingkatan perubahan kontraksi/dilatasi

pembuluh darah. Bila tekanan darah turun maka akan terjadi vasodilatasi dan jika

tekanan darah naik akan terjadi vasokonstriksi. Pada individu normotensi, aliran

Page 6: Hipertensi Krisis

Arif Heru, Ridho Nugraha. Hipertensi Krisis: Urgensi dan Emergensi. 2013. | 6

KKS Ilmu Penyakit Dalam RSUD DR. RM. Djoelham - Binjai

darah orak masih tetap pada fluktuasi Mean Atrial Pressure (MAP) 60 – 70

mmHg.[8]

Bila MAP turun di bawah batas autoregulasi, maka otak akan

mengeluarkan oksigen lebih banyak dari darah untuk kompensasi dari aliran darah

yang menurun. Bila mekanisme ini gagal, maka akan terjadi iskemia otak dengan

manifestasi klinik seperti mual, menguap, pingsan dan sinkop.[5]

Pada penderita hipertensi kronis, penyakit serebrovaskuar dan usia tua,

batas ambang autoregulasi ini akan berubah dan bergeser ke kanan pada kurva,

sehingga pengurangan aliran darah dapat terjadi pada tekanan darah yang lebih

inggi (lihat gambar 02).[5]

Gambar 02. Kurva autoregulasi pada tekanan darah.[7,9]

Straagaard pada penelitiaanya mendapatkan MAP rata-rata 113 mmHg

pada 13 penderita hipertensi tanpa pengobatan dibandingkan 73 mmHg pada

orang normotensi. Penderita hipertensi dengan pengobatan mempunyai nilai

diantara group normotensi dan hipetensi tanpa pengobatan. Orang dengan

hipertensi terkontrol cenderung menggeser autoregulasi ke arah normal.[5]

Dari penelitian didapatkan bahwa baik orang yang normotensi maupun

hipertensi, diperkirakan bahwa batas terendah dari autoregulasi otak adalah kira –

kira 25% di bawah resting MAP. Oleh karena itu dalam pengobatan hipertensi

krisis, penurunan MAP sebanyak 20 – 25% dalam beberapa menit atau jam,

tergantung dari apakah emergensi atau urgensi. Penurunan tekanan darah pada

Page 7: Hipertensi Krisis

Arif Heru, Ridho Nugraha. Hipertensi Krisis: Urgensi dan Emergensi. 2013. | 7

KKS Ilmu Penyakit Dalam RSUD DR. RM. Djoelham - Binjai

penderita diseksi aorta akut ataupun oedema paru akibat payah jantung kiri

dilakukan dalam tempo 15 – 30 menit dan bisa lebih cepat lagi dibandingkan

hipertensi emergensi lainya. Penderita hipertensi ensefalopati, penurunan tekanan

darah 25% dalam 2 – 3 jam. Untuk pasien dengan infak serebri akut ataupun

perdarahn intrakranial, penurunan tekanan darah dilakukan lebih lambat (6 – 12

jam) dan harus dijaga agar tekanan darah tidak lebih rendah dari 170 – 180/100

mmHg.[5]

2.4. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis hipertensi krisis berhubunga dengan kerusakan organ

target yang ada. Tanda dan gejala hipertensi krisis berbeda – beda setiap pasien.

Sakit kepala, perubahan tingkat kesadaran dan atau tanda neurologi fokal bisa

terjadi pada pasien dengan hipertensi ensefalopati. Pada pemeriksaan fisik pasien

bisa saja ditemukan retinopati dengan perubahan arteriola, perdarahan dan

eksudasi maupun papiledema. Pada sebagian pasien yang lain manifestasi

kardiovaskular bisa saja muncul lebih dominan seperti; angina, akut miokardial

infark atau gagal jantung kiri akut. Dan beberapa pasien yang lain gagal ginjal

akut dengan oligouria dan atau hematuria bisa saja terjadi.[7]

Gambar 03. Papiledema. Perhatikan adanya pembengkakan dari optik disc

dengan margin kabur.[10]

Page 8: Hipertensi Krisis

Arif Heru, Ridho Nugraha. Hipertensi Krisis: Urgensi dan Emergensi. 2013. | 8

KKS Ilmu Penyakit Dalam RSUD DR. RM. Djoelham - Binjai

Tabel 03. Hipertensi emergensi (darurat).[5]

Hipertensi berat dengan tekanan darah > 180/120 mmHg disertai dengan

satu atau lebih kondisi akut berikut:

1. Perdarah intra kranial atau perdarahan subaraknoid

2. Hipertensi ensefalopati

3. Diseksi aorta akut

4. Oedema paru akut

5. Eklamsi

6. Feokhromositoma

7. Funduskopi KW III atau IV

8. Insufisiensi ginjal akut

9. Infark miokard akut

10. Sindrom kelebihan katekolamin yang lain: sindrom withdrawal obat anti

hipertensi.

Tabel 04. Hipertensi Urgensi (mendesak).[5]

Hipertensi berat dengan tekanan darah > 180/120 mmHg, tetapi dengan

minimal atau tanpa kerusakan organ sasaran dan tidak dijumpai keadaan

pada tabel 03.

1. Funduskopi KW I atau KW II

2. Hipertensi post operasi

3. Hipertensi tak terkontrol/tanpa diobati pada perioperatif.

2.5. Pendekatan Diagnosis

Kemampuan membedaan antara hipertensi emergensi dan urgensi harus

dapat dilakukan dengan cepat dan segera agar dalam penatalaksaan tidak

terlambat yang berakibat peningkatan angka morbiditas dan mortalitas pasien.[1]

Catatan riwayat penyakit harus dilaporan untuk mengetahui kegawatan

hipertensi, obat – obatan yang diminum terakhir baik yang diresepkan oleh dokter

maupun tidak terutama obat – obatan monoamine oxidase inhibitors, kokain,

amfetamin dan phencyclidine. Riwayat penyakit yang menyertai dan penyakit

kardiovaskular atau ginjal penting dievaluasi. Tanda – tanda neurologik harus

diperiksa seperti sakit kepala dan kejang.[1]

Pemeriksaan laboratorium seperti hitung jenis, elektrolit, kreatinin dan

urinalisa harus disertakan pada pasien hipertensi krisis. Foto thorax, EKG dan CT-

scan kepala sangat penting diperiksa untuk pasien-pasien dengan sesak nafas,

nyeri dada atau perubahan neurologis. Pada keadaan gagal jantun kiri dan

Page 9: Hipertensi Krisis

Arif Heru, Ridho Nugraha. Hipertensi Krisis: Urgensi dan Emergensi. 2013. | 9

KKS Ilmu Penyakit Dalam RSUD DR. RM. Djoelham - Binjai

hipertrofi ventrikel kiri pemeriksaan ekokardiografi perlu dilakukan.[1]

Berikut

adalah bagan alur pendekatan diagnostik pada pasien hipertensi:

Gambar 04. Alur pendekatan diagnostik pada pasien hipertensi.[1,6]

2.6. Penatalaksanaan

1. Hipertensi Urgensi

A. Penatalaksanaan Umum

Manajenem penurunan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi

urgensi tidak membutukan obat-obatan parenteral. Pemberan obat-obatan oral aksi

cepat akan memberi manfaat untuk menurunkan tekanan darah dalam 24 jam awal

(Mean Arterial Pressure (MAP) dapat diturunkan tidak lebih dari 25%). Pada fase

awal goal standar penurunan tekanan darah dapat diturunkan sampai 160/110

mmHg.[1,6]

Penggunaan obat-obatan anti-hipertensi parenteral mauun oral bukan tanpa

resiko dalam menurunkan tekanan darah. Pemberian loading dose obat oral anti-

hipertensi dapat menimbulkan efek akumulasi dan pasien akan mengalami

Page 10: Hipertensi Krisis

Arif Heru, Ridho Nugraha. Hipertensi Krisis: Urgensi dan Emergensi. 2013. | 10

KKS Ilmu Penyakit Dalam RSUD DR. RM. Djoelham - Binjai

hipotensi saat pulang ke rumah. Optimalisasi penggunaan kombinasi obat oral

merupakan pilihan terapi untuk pasien dengan hipertensi urgensi.[1,6]

B. Obat – obatan spesifik untuk hipertensi urgensi

Captopril adalah golongan angiotensin-converting enzyme (ACE)

inhibitor dengan onset mulai 15 – 30 menit. Captopril dapat diberikan 25

mg sebagai dosis awal kemudian tingkatkan dosisnya 50 – 100 mg setelah

90 – 120 menit kemudian. Efek yang sering terjadi yaitu batuk, hipotensi,

hiperkalemia, angioedema, dan gagal ginjal (khusus pada pasien dengan

stenosis pada arteri renal bilateral).[6]

Nicardipine adalah golongan calcium channel blocker yang sering

digunakan pada psien dengan hipertensi urgensi. Pada penelitian yang

dilakukan pada 53 pasien dengan hipertensi urgensi secara random

terhadap penggunaan nicardipin atau plasebo. Nicardipin memiliki

efektifitas yang mencapai 65% dibandingkan plasebo yang mencapai 22%

(P=0,002). Penggunaan dosis oral biasanya 30 mg dan dapat diulang setiap

8 jam hingga tercapai tekanan darah yang diinginkan. Efek samping yang

sering terjadi seperti palpitasi, berkeringat dan sakit kepala.[6]

Labetolol adalah gabungan antara α1 dan β-adrenergic blocking dan

memiliki waktu kerja mulai antara 1 – 2 jam. Dalam penelitian labetolol

memiliki dose range yang sangat lebar sehingga menyulitkan dalam

penentuan dosis. Penelitian secara random pada 36 pasien, setiap group

ada yang diberikan dosis 100, 200 dan 300 mg secara oral dan

menghasilkan penurunan tekan darah sistolik dan diastolik secara

signifikan. Secara umum labetolol dapat diberikan mulai dari dosi 200 mg

secara oral dan dapat diulangi setiap 3 – 4 jam kemudian. Efek samping

yang sering muncul adalah mual dan sakit kepala.[6]

Clonidin adalah obat-obatan golongan simpatolitik sentral (α2-adrenergic

receptor agonist) yang memiliki onset kerja antara 15 – 30 menit dan

puncaknya antara 2 – 4 jam. Doasi awal bisa diberikan 0,1 – 0,2 mg

kemudian berikan 0,05 – 0,1 setiap jam sampai tercapainya tekanan darah

yang diinginkan, dosis maksimal adalah 0,7 mg. efek samping yang sering

terjadi adalah sedasi, mulut kering dan hipotensi ortostatik.[6]

Page 11: Hipertensi Krisis

Arif Heru, Ridho Nugraha. Hipertensi Krisis: Urgensi dan Emergensi. 2013. | 11

KKS Ilmu Penyakit Dalam RSUD DR. RM. Djoelham - Binjai

Nifedipine adalah golongan calcium channel blocker yang memiliki pucak

kerja antara 10 – 20 menit. Nifedipine kerja cepat tidak dianjurkan oleh

FDA untuk terapi hipertensi urgensi kerana dapat menurunkan tekanan

darah yang mendadak dan tidak dapat diperidisikan sehingga berhungan

dengan kejadian strok. Pada tahun 1995 National Heart, Lung, and Blood

Institute meninjau kembali bukti keamanan tentang penggunaan obat

golongan Ca channel blocker terutama nifedipine kerja cepat harus

digunakan secara hati-hati terutama pada penggunaan dosis besar untuk

terapi hipertensi.[6]

2. Hipertensi Emergensi

A. Penatalaksanaan Umum

Terapi hipertensi emergensi harus disesuaikan setiap individu tergantung

pada kerusakan organ target. Managemen tekanan darah dilakukan dengan obat-

obatan parenteral secara tepat dan cepat. Pasien harus berada di dalam ruangan

ICU agar monitoring tekanan darah bisa dikonrol dengan pemantauan yang tepat.

Tingkat ideal penurunan tekanan darah masih belum jelas, tetapi Penurunan Mean

Arterial Pressure (MAP) 10% selama 1 jam awal dan 15% pada 2 – 3 jam

berikutnya. Penurunan tekanan darah secara cepat dan berlebihan akan

mengakibatkan jantung dan pembuluh darah orak mengalami hipoperfusi.[6]

B. Penatalaksanaan khusus untuk hipertensi emergensi

Neurologic emergency. Kegawat daruratan neurologi sering terjadi pada

hipertensi emergensi seperti hypertensive encephalopathy, perdarahan

intrakranial dan strok iskemik akut. American Heart Association

merekomendasikan penurunan tekanan darah > 180/105 mmHg pada

hepertensi dengan perdarahan intrakranial dan MAP harus dipertahankan

di bawah 130 mmHg. Pada pasien dengan strok iskemik tekanan darah

harus dipantau secara hati-hati 1 – 2 jam awal untuk menentukan apakah

tekanan darah akan menurun secara sepontan. Secara terus-menerus MAP

dipertahakan > 130 mmHg.[6]

Cardiac emergency. Kegawat daruratan yang utama pada jantung seperti

iskemik akut pada otot jantung, edema paru dan diseksi aorta. Pasien

dengan hipertensi emergensi yang melibatkan iskemik pada otot jantung

Page 12: Hipertensi Krisis

Arif Heru, Ridho Nugraha. Hipertensi Krisis: Urgensi dan Emergensi. 2013. | 12

KKS Ilmu Penyakit Dalam RSUD DR. RM. Djoelham - Binjai

dapat diberikan terapi dengan nitroglycerin. Pada studi yang telah

dilakukan, bahwa nitroglycerin terbukti dapat meningkatkan aliran darah

pada arteri koroner. Pada keadaan diseksi aorta akut pemberian obat-

obatan β-blocker (labetalol dan esmolol) secara IV dapat diberikan pada

terapi awal, kemudian dapat dilanjutkan dengan obat-obatan vasodilatasi

seperti nitroprusside. Obat-obatan tersebut dapat menurunkan tekanan

darah sampai target tekan darah yang diinginkan (TD sistolik > 120

mmHg) dalam waktu 20 menit.[6]

Kidney failure. Acute kidney injury bisa disebabkan oleh atau merupakan

konsekuensi dari hipertensi emergensi. Acute kidney injury ditandai

dengan proteinuria, hematuria, oligouria dan atau anuria. Terapi yang

diberikan masih kontroversi, namun nitroprusside IV telah digunakan

secara luas namun nitroprusside sendiri dapat menyebabkan keracunan

sianida atau tiosianat. Pemberian fenoldopam secara parenteral dapat

menghindari petensi keracunan sianida akibat dari pemberian nitroprusside

dalam terapi gagal ginjal.[6]

Hyperadrenergic states. Hipertensi emergensi dapat disebabkan karena

pengaruh obat – obatan seperti katekolamin, klonidin dan penghambat

monoamin oksidase. Pasien dengan kelebihan zat-zat katekolamin seperti

pheochromocytoma, kokain atau amphetamine dapat menyebabkan over

dosis. Penghambat monoamin oksidase dapat mencetuskan timbulnya

hipertensi atau klonidin yang dapat menimbukan sindrom withdrawal.

Pada orang – orang dengan kelebihan zat seperti pheochromocytoma,

tekanan darah dapat dikontrol dengan pemberian sodium nitroprussid

(vasodilator arteri) atau phentolamine IV (ganglion-blocking agent).

Golongan β-blockers dapat diberikan sebagai tambahan sampai tekanan

darah yang diinginkan tercapai. Hipertensi yang dicetuskan oleh klonidin

terapi yang terbaik adalah dengan memberikan kembali klonidin sebagai

dosis inisial dan dengan penambahan obat-obatan anti-hipertensi yang

telah dijelaskan di atas.[6]

Page 13: Hipertensi Krisis

Arif Heru, Ridho Nugraha. Hipertensi Krisis: Urgensi dan Emergensi. 2013. | 13

KKS Ilmu Penyakit Dalam RSUD DR. RM. Djoelham - Binjai

Tabel 02. Obat – obatan parenteral yang digunakan untuk terapi hipertensi

emergensi.[6]

Page 14: Hipertensi Krisis

Arif Heru, Ridho Nugraha. Hipertensi Krisis: Urgensi dan Emergensi. 2013. | 14

KKS Ilmu Penyakit Dalam RSUD DR. RM. Djoelham - Binjai

Tabel 03. Obat – obatan spesifik untuk komplikasi hipertensi emergensi.[6,7]

2.7. Prognosis

Sebelum ditemukannya obat anti-hipertensi yang efektif harapan hidup

penderita hipertensi maligna kurang dari 2 tahun, dengan penyebab kematian

tersering adalah strok, gagal ginjal dan gagal jantung.[11]

Kematian disebabkan

oleh uremia (19%), gagal jantung kongestif (13%), cerebro vascular accident

Page 15: Hipertensi Krisis

Arif Heru, Ridho Nugraha. Hipertensi Krisis: Urgensi dan Emergensi. 2013. | 15

KKS Ilmu Penyakit Dalam RSUD DR. RM. Djoelham - Binjai

(20%), gagal jantung kongestif disertai uremia (48%), infark miokard (1%) dan

diseksi aorta (1%). Prognosis menjadi lebih baik berkat ditemukannya obat yang

efektif dan penanggulangan yang tepat pada dekade terakhir.[5]

Page 16: Hipertensi Krisis

Arif Heru, Ridho Nugraha. Hipertensi Krisis: Urgensi dan Emergensi. 2013. | 16

KKS Ilmu Penyakit Dalam RSUD DR. RM. Djoelham - Binjai

BAB III

PENUTUP

3.1. Simpulan

Hipertensi krisis merupakan salah satu kegawatan dibidang kardiovaskular

yang sering dijumpai di instalasi gawat darurat. Hipertensi emergensi (darurat),

yaitu peningkatan tekanan darah sistolik > 180 mmHg atau diastoik > 120 mmHg

secara mendadak disertai kerusakan organ terget sedangkan hipertensi urgensi

(mendesak), yaitu peningkatan tekanan darah seperti pada hipertensi emergensi

namun tanpa disertai kerusakan organ target.

Faktor penyebab hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi masih belum

dipahami. Peningkatan tekanan darah yang mendadak ini akan menyebabkan jejas

endotel dan nekrosis fibrinoid arteriol kemudian berdampak pada kerusakan

vaskular, deposisi platelet, fibrin dan kerusakan fungsi autoregulasi.

Manajenem penurunan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi

urgensi tidak membutukan obat-obatan parenteral. Pemberan obat-obatan oral aksi

cepat akan memberi manfaat untuk menurunkan tekanan darah dalam 24 jam awal

(Mean Arterial Pressure (MAP) dapat diturunkan tidak lebih dari 25%). Terapi

hipertensi emergensi harus disesuaikan setiap individu tergantung pada kerusakan

organ target. Managemen tekanan darah dilakukan dengan obat-obatan parenteral

secara tepat dan cepat. Pasien harus berada di dalam ruangan ICU agar monitoring

tekanan darah bisa dikonrol dengan pemantauan yang tepat. Tingkat ideal

penurunan tekanan darah masih belum jelas, tetapi Penurunan Mean Arterial

Pressure (MAP) 10% selama 1 jam awal dan 15% pada 2 – 3 jam berikutnya.

3.2. Saran dan Kritik

Dengan kerendahan hati penulis, penulis sadar bahwa dalam artikel ini

masih banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu saran dan keritik yang bersifat

membangun dari pembaca, penulis harapkan demi kesempurnaan karya tulis di

masa-masa yang akan datang.

Page 17: Hipertensi Krisis

Arif Heru, Ridho Nugraha. Hipertensi Krisis: Urgensi dan Emergensi. 2013. | 17

KKS Ilmu Penyakit Dalam RSUD DR. RM. Djoelham - Binjai

DAFTAR PUSTAKA

1. Rampengan SH. Krisis Hipertensi. Hipertensi Emergensi dan Hipertensi

Urgensi. BIK Biomed. [database on the internet] 2007. [cited February

2013, 21]. Vol.3, No.4 :163-8. Available from:

http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/3408163168.pdf.

2. Saguner AM, Dür S, Perrig M, Schiemann U, Stuck AE, et al. Risk

Factors Promoting Hypertensive Crises: Evidence From a Longitudinal

Study. Am J Hypertens [database of Nature Publishing Group] 2010.

[cited February 2013, 21]. 23:775-780. Available from:

http://ajh.oxfordjournals. org/content /23/7/775. full.pdf.

3. Madhur MS. Hypertension. Medscape Article. [database on the internet]

2012. [cited February 2013, 21]. Vol.3, No.4 :163-8. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/241381overview?pa=g9YPJFBPkO

n%2FxeT6PfGOhnN48mGJ4tbjfnC6TtgPW0i5S6p0rRh8mklVRUL%2B1

hDX56MI7dGTgNawPfsOtJla9Q%3D%3D#showall.

4. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, et al.

Harrison's Principles of Internal Medicine. Seventeenth Edition. [text

books of internal medicine] 2008. United States of America: The

McGraw-Hill Companies.

5. Majid A. Krisis Hipertensi Aspek Klinis dan Pengobatan. USU Digital

Library [database on the internet] 2004. [cited February 2013, 21].

Available from: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1999/1/

fisiologi-abdul % 20 majid.pdf.

6. Vaidya CK, Ouellette JR. Hypertensive Urgency and Emergency. Hospital

Physician Article [article on the internet] 2007. [cited February 22, 2013].

pp. 43 – 50. Available from: http://www.turner-white.com/memberfile.

php?PubCode=hp_mar07_hypertensive.pdf.

7. Varon J, Marik PE. Clinical Review: The Management of Hypertensive

crises. Critical Care Journals [data base on the internet] 2003. [cited on

February 21, 2003]. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/

articles/PMC270718/pdf/cc2351.pdf.

8. Immink RV, Born BH, Montfrans GA, Koopmans RP, Karemaker JM, et

al. Impaired Cerebral Autoregulation in Pasient with Malignant

Hypertension. Journal of the American Heart Association [database on the

internet] 2004. [cited February 24, 2013]. 110:2241-2245. Available from:

http://circ.ahajournals.org/content/110/15/2241.full.pdf.

Page 18: Hipertensi Krisis

Arif Heru, Ridho Nugraha. Hipertensi Krisis: Urgensi dan Emergensi. 2013. | 18

KKS Ilmu Penyakit Dalam RSUD DR. RM. Djoelham - Binjai

9. Thomas L. Managing Hypertensive Emergency in the ED. Can Fam

Physician [article on the internet] 2011. [cited February 2013, 22].

57:1137-41. Available from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3192077/pdf/0571137.pdf.

10. Hopkins C. Hypertensive Emergencies in Emergency Medicine. Medscape

Article [data base on the internet] 2011. [cited on February 22, 2003].

Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1952052overview?

pa=3QEKRWRb083C64sgKB3xlATWV3tEcYgMKwy9Z49iwNgDq%2F

iI01G9ar41BQtDWBtiLCEJNCrbkqLWYvqLrhntWA%3D%3D#showall.

11. Bisognano JD. Malignant Hypertension. Medscape Article [data base on

the internet] 2013. [cited February 22, 2013]. pp. 43 – 50. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/241640-overview#showall.