Case Report Bell's Palsy.

24
LAPORAN KASUS BELL’S PALSY PEMBIMBING: Dr. Julintari Bidramnanta Sp. S Disusun oleh : Refta Hermawan Laksono S 030.07.211 KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN SARAF RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDI ASIH PERIODE 26 AGUSTUS 2013 s/d 28 SEPTEMBER 2013 1 1

Transcript of Case Report Bell's Palsy.

Page 1: Case Report Bell's Palsy.

LAPORAN KASUS

BELL’S PALSY

PEMBIMBING:

Dr. Julintari Bidramnanta Sp. S

Disusun oleh :

Refta Hermawan Laksono S030.07.211

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN SARAFRUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDI ASIH

PERIODE 26 AGUSTUS 2013 s/d 28 SEPTEMBER 2013FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA2013

1

1

Page 2: Case Report Bell's Palsy.

PENDAHULUAN

Bell’s palsy adalah suatu kelumpuhan saraf fasialis perifer yang bersifat

unilateral, penyebabnya tidak diketahui (idopatik), akut dan tidak disertai oleh

gangguan pendengaran, kelainan neurologi lainnya atau kelainan lokal. Diagnosis

biasanya ditegakkan bila semua penyebab yang mungkin telah disingkirkan. Dalam

mendiagnosis kelumpuhan saraf fasialis, harus dibedakan kelumpuhan sentral atau

perifer.

Sir Charles Bell (1774-1842) Singhi dan Cawthorne adalah orang pertama

yang meneliti tentang sindroma kelumpuhan saraf fasialis dan sekaligus meneliti

tentang distribusi dan fungsi saraf fasialis. Charles Bell berhasil menemukan

perbedaan antara Nervus V dan Nervus VII, ia menyadari bahwa Nervus VII

merupakan Nervus yang berperan besar dalam fungsi motorik wajah dan Nervus V

berperan dalam sensibilitas wajah. Oleh karena itu nama Bell diambil untuk diagnosis

setiap kelumpuhan saraf fasialis perifer yang tidak diketahui penyebabnya.

Bell‘s Palsy adalah salah satu gangguan neurologis yang paling sering

menyerang nervus kranialis dan penyebab kelumpuhan fasial yang paling sering di

seluruh dunia. 60-75 % dari Acute Unilateral Fascial Paralysis atau Kelumpuhan

nervus fasial akut unilateral di seluruh dunia merupakan suatu Bell‘s Palsy. Bell‘s

Palsy lebih sering menyerang individu usia dewasa dengan predominasi sedikit lebih

tinggi pada usia diatas 65 tahun, orang dengan diabetes melitus, atau pada wanita

hamil.

Di Indonesia, insiden Bell’s palsy secara pasti sulit ditentukan. Data yang

dikumpulkan dari 4 buah Rumah sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bell’s palsy

sebesar 19,55 % dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia 21 – 30 tahun.

Lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Tidak didapati perbedaan insiden

antara iklim panas maupun dingin, tetapi pada beberapa penderita didapatkan adanya

riwayat terpapar udara dingin atau angin berlebihan .

2

2

Page 3: Case Report Bell's Palsy.

LAPORAN KASUS

Identitas :

Nama : Ny. I

Jenis kelamin : Perempuan

Usia : 41 tahun

Pekerjaan : Guru

Alamat : Jl. Warga GG. Lukis No.20

Status : menikah

Agama : Islam

Bangsa : Indonesia

Tanggal berobat : 30 Agustus 2013

No.rekam medis : 89-06-30

Di lakukan autoanamnesis di poli Saraf RSUD Budi Asih pada tanggal 30 Agustus

2013 pukul 12.30 WIB.

Keluhan utama : wajah mencong ke kanan sejak 1 minggu yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Seorang pasien wanita berusia 41 tahun datang ke poliklinik RSUD Budi

Asih Jakarta pada tanggal 30 Agustus 2013, datang dengan keluhan wajah mencong

ke kanan sejak satu minggu yang lalu. disertai dengan wajah kiri terasa baal dan

berat. awalnya saat bangun tidur pagi tiba-tiba mulut, pipi dan dahi mencong ke

kanan dan terasa lemah pada sisi kiri. Pada saat di raba mulut, pipi, dan dahi sebelah

kirinya kurang berasa dari yang sebelah kanan. Lalu empat hari sebelumnya pasien

berobat ke dokter puskesmas dan di beri obat untuk tiga hari, tetapi tidak ada

3

3

Page 4: Case Report Bell's Palsy.

perubahan. Pasien tidak mengetahui nama obatnya. Tiga hari sebelumnya pasien

mengeluhkan nafsu makan sedikit menurun, merasakan sedikit hambar dilidahnya

pada saat makan, karena kurang merasakan rasa manis dan asin. Dua belas hari

sebelumnya pasien mengeluhkan badan panas selama lima hari, panas dirasakan naik

turun dan sekarang sudah tidak panas lagi.

Pasien mengaku setiap malam tidur dengan menggunakan kipas angin yang

berada tepat di depan tempat tidurnya dan mengarah langsung ke pasien. Tidak ada

riwayat suka bepergian naik motor pada malam hari.

Pasien juga merasakan kelopak mata kiri terasa berat tidak bisa menutup mata

secara sempurna, sehingga mata kiri pasien kering dan terasa perih.. Tidak ada

riwayat lemah sisi tubuh sebelumnya. Tidak ada riwayat keluar cairan dari telinga

kanan sebelumnya, tidak ada keluhan gangguan pendengaran, pusing berputar, batuk

dan pilek sebelumnya serta tidak ada riwayat trauma. Riwayat wajah mencong

sebelumnya disangkal. Riwayat hipertensi, kencing manis, kolesterol, dan asam urat

disangkal pasien.

Riwayat penyakit dahulu :

Riwayat wajah mencong sebelumnya, hipertensi, kencing manis, kolesterol, dan asam

urat disangkal pasien.

Riwayat penyakit keluarga :

Riwayat wajah mencong disangkal

Riwayat pengobatan :

Ada, tetapi pasien lupa nama obatnya.

4

4

Page 5: Case Report Bell's Palsy.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Kompos mentis

Perilaku pasien : Kooperatif

Tanda vital : Tekanan darah 110/70 mmHg, Nadi 76x/menit, Pernafasan

22x/menit dan Suhu 36,6 0C.

STATUS GENERALIS

Kepala :

Bentuk : Normosefali

Mata : Konjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Hidung : simetris, bentuk dalam batas normal

Telinga : simetris, bentuk dalam batas normal, MAE lapang,

Tidak ada sekret

Tenggorokan : sulit dinilai

Mulut : mencong ke kanan

Leher : trakea ditengah, tidak teraba pembesaran kelenjar

Thorax

Jantung : pergerakan dada simetris, BJ I, II reguler, murmur (-),

gallop (-)

Paru – paru : suara nafas vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/-

Abdomen : datar, supel, nyeri tekan (-), bising usus (+) normal,

hepar : tidak teraba membesar, lien tidak teraba

membesar, bising usus : 2-3 kali permenit.

Ekstremitas : akral hangat, tidak ada oedem

5

5

Page 6: Case Report Bell's Palsy.

STATUS NEUROLOGIS :

Kesadaran : Kompos mentis

1. RANGSANG MENINGEAL :

Tidak dilakukan pemeriksaan

2. NERVI CRANIALIS :

N.I (Olfactorius) : Tidak dilakukan pemeriksaan

N.II (Opticus) :

Visus : normal

Lapang pandang : tidak dilakukan

Funduskopi : tidak dilakukan

N.III, IV, VI :

Ptosis : tidak ada

Sikap bola mata

Strabismus : tidak ada

Eksoftalmus : tidak ada

Endoftalmus : tidak ada

Gerak bola mata baik ke segala arah

Pupil

Bulat, isokor, diameter 3mm/3mm, ditengah, tepi rata

Kanan Kiri

Reflek cahaya langsung + +

Reflek cahaya tidak langsung + +

N.V :

6

6

Page 7: Case Report Bell's Palsy.

Motorik :

- Membuka mulut : dalam batas normal

- Merakan rahang : dalam batas normal

- Menggigit : tidak dilakukan

Sensibilitas

- Rasa nyeri : tidak dilakukam

- Rasa raba : hipestesi wajah kiri

- Rasa suhu : tidak dilakukan

N.VII (Fascialis) : kanan kiri

Sikap wajah : mencong ke kanan ( parese N

VII kiri perifer)

Angkat alis : alis kiri tidak dapat mengangkat

Kerut dahi : kerut dahi sebelah kiri tidak ada

Lagoftalmus : ada fissure 1 cm palpebra kiri

Kembung pipi : pipi sebelah kanan lebih

kembung

Menyeringai : mencong ke kanan

Rasa kecap : (Anamnesis) penurunan nafsu

makan karena kurang merasakan rasa manis dan asin.

N.VIII (akustikus)

Vestibularis

-Nistagmus : -/-

-Romberg : Tidak dilakukan

-Tandem gait : Tidak dilakukan

Koklearis

7

7

Page 8: Case Report Bell's Palsy.

- Mendengar suara bisik tidak dilakukan tidak

dilakukan

- Uji garpu tala Rinne tidak dilakukan tidak

dilakukan

- Uji garpu tala Scwabach tidak dilakukan tidak

dilakukan

- Uji garpu tala Weber tidak dilakukan tidak

dilakukan

N.IX ( Glossopharygeus), N.X (vagus)

- disfagia tidak ada

- disfoni tidak ada

- disartria tidak ada

- arcus faring tidak dinilai

- posisi uvula tidak dinilai

N.XI ( Acesorius)

- angkat bahu dalam batas normal dalam

batas normal

N.XII ( Hypoglosus)

Lidah

Tremor tidak ada

Atrofi tidak ada

Ujung lidah waktu dijulurkan : lurus ditengah

3. Motorik

Tonus normotonia

Kekuatan baik 5/5

8

8

Page 9: Case Report Bell's Palsy.

Reflex biseps + +

Reflex triseps + +

Reflex lutut (knee patella reflex) + +

Reflex patologis babinski (-) babinsky (-)

4. Sensibilitas

Eksteroseptif

Raba dalam batas normal

Nyeri tidak dilakukan

Suhu tidak dilakukan

5. Vegetatif

-Miksi : baik

-Defekasi : baik

- Salivasi : baik

PEMERIKSAAN PENUNJANG :

EMG

RESUME :

Pasien wanita berusia 41 tahun datang ke poliklinik RSUD Budi Asih.

Datang dengan keluhan wajah mencong ke kanan sejak satu minggu yang lalu.

disertai dengan wajah kiri terasa baal dan berat. Kurang merasakan rasa manis dan

asin. mulut, pipi, dan dahi kiri lebih lemah dari yang kanan, kelopak mata kiri terasa

berat, tidak dapat menutup sempurna

9

9

Page 10: Case Report Bell's Palsy.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan Kesadaran compos mentis, tekanan darah

pasien 110/70 mmHg. Pada pemeriksaan neurologis nervus VII didapatkan mulut

mencong ke kanan, alis kiri tidak dapat diangkat, tidak ada kerut dahi sebelah kiri,

terdapat lagoftalmus fissure 1cm palpebra kiri, otot pipi sebelah kanan lebih

kembung, Menyeringai mencong ke kanan. Rasa raba hipestesi wajah kiri.

DIAGNOSIS BANDING

1. Infeksi herpes zoster pada ganglion genikulatum (Ramsay Hunt syndrom)

2. Miller Fisher Syndrom

3. Tumor Intrakranialis

DIAGNOSIS

1. D/ klinis:

Parese N. VII perifer sinistra

2. D/ topis:

Lesi pada canalis facialis

3. D/ patologis:

inflamasi

4. D/ etiologis:

Idopatik

PENATALAKSANAAN

Methylprednisolon tab 16 mg

(Hari pertama 1 x 3, hari kedua 1 x 2, hari ketiga 1 x 1)

Methylprednisolon tab 4 mg

(Hari ke empat 1 x 3, hari kelima 1 x 2, hari keenam 1x 1)

Aciclovir tab 400 mg

(5 kali perhari selama 10 hari)

10

10

Page 11: Case Report Bell's Palsy.

Mecobalamine 500 mcg ( 3 kali sehari 500 mcg )

Fisiotherapi selama 2 minggu

HOME PROGRAME

1. Kompres hangat daerah sisi wajah yang sakit selama 20 menit

2. Massage wajah yang sakit ke arah atas dengan menggunakan tangan dari sisi

wajah yang sehat

3. Latihan tiup lilin, berkumur, makan dengan mengunyah disisi yang sakit,

minum dengan sedotan, mengunyah permen karet

4. Perawatan mata : Beri obat tetes mata (golongan artifial tears) 3x sehari

PROGNOSIS

Ad Vitam : Ad bonam

Ad Fungsionam : Dubia Ad bonam

Ad Sanationam : Dubia Ad bonam

11

11

Page 12: Case Report Bell's Palsy.

ANALISIS KASUS

Seorang pasien wanita berusia 41 tahun datang ke poliklinik RSUD Budi

Asih Jakarta pada tanggal 30 Agustus 2013. Datang dengan keluhan wajah mencong

ke kanan sejak 1 minggu yang lalu, karena kelumpuhan atau kelemahan otot pada

satu sisi wajah (mulut, pipi, dan dahi wajah bagian kiri) akibat kerusakan N.VII satu

sisi. disertai dengan wajah kiri terasa baal dan berat, karena N.VII dan N.V

mempunyai nucleus somatosensory yang sama. Ini bukan paralisis murni N.V, karena

semua persarafan di wajah mempunyai inti yang sama dengan inti somatosensory

N.V. penurunan nafsu makan karena kurang merasakan rasa manis dan asin, lidah di

persarafi oleh tiga nervus yaitu VII, IX, dan X. N.VII mempersarafi 2/3 anterior

lidah, N.IX mempersarafi 1/3 posterior lidah, dan N.X mempersarafi faring dan

epiglottis. Rasa manis dan asin terletak pada 2/3 anterior lidah jadi gangguannya pada

N.VII. kelopak mata kiri terasa berat, kering dan perih karena refleks berkedip dan

menutup pada mata sebelah kiri berkurang

Pada pemeriksaan fisik didapatkan Kesadaran compos mentis, tekanan darah

pasien 110/70 mmHg. Pada pemeriksaan neurologis nervus VII didapatkan mulut

mencong ke kanan berarti mencong ke sisi yang sehat sehingga sudut mulut yang

lumpuh tampak lebih rendah kedudukannya dari pada posisi yang sehat, alis kiri

tidak dapat diangkat, tidak ada kerut dahi sebelah kiri, Lagoftalmus terdapat fissure 1

cm palpebra kiri, otot pipi sebelah kanan lebih kembung, Menyeringai mencong ke

kanan. Dalam mendiagnosis kelumpuhan saraf fasialis, harus dibedakan kelumpuhan

sentral (UMN) atau perifer (LMN). Kelumpuhan sentral terjadi hanya pada bagian

bawah wajah saja, otot dahi masih dapat berkontraksi karena otot dahi dipersarafi

oleh kortek sisi ipsi dan kontra lateral sedangkan kelumpuhan perifer terjadi pada satu

sisi wajah.

Dan pemeriksaan ini dapat disimpulkan bahwa kelumpuhan saraf fasialis

perifer kiri dengan House-Brackmann (HB) derajat IV yaitu, Disfungsi sedang yang

12

12

Page 13: Case Report Bell's Palsy.

berat. Kelemahan yang nyata terjadi pada grade ini dimana tidak ada pergerakan dahi

sama sekali, mata tidak menutup secara sempurna, mulut asimetris.

Pasien mengaku setiap malam tidur dengan menggunakan kipas angin yang

berada tepat di depan tempat tidurnya dan mengarah langsung ke pasien. Penyebab

Bell‘s Palsy salah satunya adalah paparan dingin terhadap wajah, seperti angin

dingin, terkena AC dan kipas angin terus menerus, infeksi. nervus fasialis dapat

menjadi bengkak/oedem, lalu terjepit di dalam foramen stilomastoideus dan

menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN.

Dilakukan pemeriksaan penunjang elektromiografi dengan tujuan untuk

menggambarkan apakah masih berfungsi atau tidaknya otot-otot wajah.

Diagnosa ditegakkan adalah Bell’s Palsy Sinistra sesuai dengan definisi Bell’s

Palsy yaitu kelumpuhan atau kelemahan otot pada satu sisi wajah secara akut akibat

kerusakan N.VII satu sisi yang mengendalikan otot-otot wajah di sisi tersebut dan

menyebabkan wajah terasa baal dan berat. Pemeriksaan Neurologi didapatkan parese

NVII kiri perifer, hipestesi wajah kiri, karena pada pemeriksaan nervus cranialis V,

cabang motorik normal tapi cabang sensorik sisi kiri NV1, NV2 dan NV3 berkurang.

Diagnosis topikalnya lesi pada canalis fasialis karena, Gejala dan tanda klinisnya

cocok. Seperti mulut mencong kearah kanan (yang sehat), terasa hambar dimulut,

Otot pipi kiri lebih melemah, kelopak mata kiri terasa berat dan ditambah dengan

hilangnya ketajaman pengecapan lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi yang

terkena berkurang. Hilangnya daya pengecapan pada lidah menunjukkan terlibatnya

intermedius nerve, sekaligus menunjukkan lesi di daerah antara pons dan titik di

mana chorda tympani bergabung dengan facial nerve (N.VII) di canalis facialis..

Dilihat dari teori patofisiologi Bell‘s Palsy, maka diagnosis patologinya adalah

inflamasi. Sampai saat ini etiologi Bell’s palsy yang jelas tidak diketahui.

Untuk penatalaksanaan pada pasien dengan onset 1 minggu dapat digunakan

steroid dapat mengurangi kemungkinan paralisis permanen dari pembengkakan pada

saraf di kanalis fasialis yang sempit, untuk penatalaksanaan methylprednisolon 80

13

13

Page 14: Case Report Bell's Palsy.

mg (medrol) dosis awal dan diturunkan secara bertahap (tappering off) selama 7 hari

agar tidak menimbulkan withdrawal syndrome. Metilprednisolon tab 16 mg (Hari

pertama 1 x 3, hari kedua 1 x 2, hari ketiga 1 x 1) Metilprednisolon tab 4 mg (Hari ke

empat 1 x 3, hari kelima 1 x 2, hari keenam 1x 1). Kortikosteroid di sini digunakan

untuk mengurangi peradangan saraf wajah. Dan bisa kombinasi penggunaan obat

antiviral (acyclovir 400 mg, 5 kali perhari selama 10 hari) dengan kortikosteroid,

pada pasien diberikan terapi antiviral walaupun biasanya virus bersifat limiting

diseases selama 7-10 hari namun pada pasien ini onsetnya baru 7 hari.

Mecobalamine 500 mcg ( 3 kali sehari 500 mcg ) diberikan sebagai neuroprotektor

dan untuk memperbaiki serabut mielin. Fisiotherapi selama 2 minggu dan home

programe di sini untuk meringankan komplikasi yang terjadi.

Prognosis pada Bell‘s Palsy ad vitamnya baik karena tidak menyebabkan

kematian. Umumnya Bell‘s Palsy bersifat self limiting disease, sembuh tanpa

pengobatan dalam waktu 7-10 hari, Namun prognosis pada pasien ini menurut sistem

House and Brackmann categorizes Bell palsy gradenya III-IV yaitu memiliki

disfungsi sedang, karena Kelemahan yang nyata terjadi pada grade ini dimana tidak

ada pergerakan dahi sama sekali, mata tidak menutup secara sempurna, mulut

asimetris. Pada sistem ini, Grade I-II dianggap memiliki prognosis yang baik, grade

III-IV memiliki disfungsi sedang, grade V-VI memiliki prognosis buruk. Grade VI

disebut sebagai Complete Fascial Paralysis; dimana Grade I-V disebut dengan

Incomplete fascial Paralysis. Suatu Incomplete Fascial Paralysis memiliki fungsi dan

anatomi saraf yang masih baik.

DIAGNOSIS DIFERENSIAL

1.      Infeksi herpes zoster pada ganglion genikulatum (Ramsay Hunt syndrom)

Ramsay Hunt Syndrome (RHS) adalah infeksi saraf wajah yang disertai

dengan ruam yang menyakitkan dan kelemahan otot wajah.

14

14

Page 15: Case Report Bell's Palsy.

Tanda dan gejala RHS meliputi: Ruam merah yang menyakitkan dengan lepuh berisi

cairan di gendang telinga, saluran telinga eksternal, bagian luar telinga, atap dari

mulut (langit-langit) atau lidah, Kelemahan (kelumpuhan) pada sisi yang sama seperti

telinga yang terkinfeksi, Kesulitan menutup satu mata, Sakit telinga, Pendengaran

berkurang, Dering di telinga (tinnitus), Sebuah sensasi berputar atau bergerak

(vertigo), Perubahan dalam persepsi rasa.

2.      Miller Fisher Syndrom

Miller Fisher syndrom adalah varian dari Guillain Barre syndrom yang jarang

dijumpai. Miiler Fisher syndrom atau Acute Disseminated

Encephalomyeloradiculopaty ditandai dengan trias gejala neurologis berupa

opthalmoplegi, ataksia, dan arefleksia yang kuat. Pada Miller Fisher syndrom

didapatakan double vision akibat kerusakan nervus cranial yang menyebabkan

kelemahan otot – otot mata . Selain itu kelemahan nervus facialis menyebabkan

kelemahan otot wajah tipe perifer. Kelumpuhan nervus facialis tipe perifer pada

Miller Fisher syndrom menyerang otot wajah bilateral. Gejala lain bisa didapatkan

rasa kebas, pusing dan mual

3. Tumor Intrakranialis

Semua neoplasma yang mengenai sepanjang perjalanan N.VII dapat

menyebabkan paresis fasialis. Tumor intra kranial yang tersering yaitu tumor sudut

serebelo pontis. Di sini selain terdapat paresis N.VII juga biasanya ditemukan adanya

lesi N.V dan N.VIII. tumor yang lain misalnya Ca-nasofaring (biasanya disertai

dengan kelainan saraf kraniales lain) dan tumor kelenjar parotis.

15

15

Page 16: Case Report Bell's Palsy.

DAFTAR PUSTAKA

1. Lumbantobing SM. Saraf Otak : Nervus Fasial. Dalam : Neurologi Klinik

Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : FK Universitas Indonesia, 2004 : 55-60

2. Djamil Y, A Basjiruddin. Paralisis Bell. Dalam: Harsono, ed. Kapita selekta

neurologi; Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.2009. hal 297-300

3. Vrabec JT, Coker NJ. Acute Paralysis of Facial Nerve in: Bailey BJ, Johnson JT,

Newland SD, editors. Head &NeckSurgery-Otolaryngology.4th Ed. Lippincott

Williams & Wilkins; Texas; 2006. P. 2139-54

4. Marsk E,Hammarstedt L,Berg et al. Early Deterioration in Bell’s Palsy:Prognosis

and Effect of Prednisolone. Otology & Neurotology. 2010; 31: 1503-07

5. Cawthorne T. The Pathology and Surgical Treatment of Bell’s Palsy in: Section

of Otology. Proceeding of the Royal Society of Medicine. 1950;44 : 565-72.

6. Noback CR, Strominger NL, Demarest RJ, Ruggiero DA. Cranial nerves and

chemical senses. In: Strominger NL, editor. The human nervous system: structure

and function. 6th Ed. New Jersey: Humana Press; 2005. p. 253.

7. Sabirin J. Bell’s palsy. In: Hadinoto HS, Noerjanto M, Jenie MN,Wirawan RB,

Husni A, Soetedjo, editors. Gangguan gerak.Semarang: Badan Penerbit

Universitas Diponegoro. 1996. p. 163-72.

8. Seok JI, Lee DK, Kim KJ. The usefulness of clinical findings in localising lesions

in Bell’s palsy: comparison with MRI. J Neurol Neurosurg Psychiatry.

2008;79:418-20

16

16