Case Report Bell's Palsy

download Case Report Bell's Palsy

of 10

Transcript of Case Report Bell's Palsy

Case Report SMF Ilmu Penyakit Saraf 3

Case Report SMF Ilmu Penyakit SarafIdentitas Nama:Tn. EffendiAlamat: Jati tengah RT 02 / RW 03 Wonosari, PasuruanUmur: 35 tahunJenis Kelamin: Laki - LakiAgama: IslamStatus: NikahPekerjaan: Petani (Swasta)Pendidikan:Sekolah Dasar (SD) Tempat / Tanggal Lahir : Pasuruan / 29 Oktober 1976Tanggal / Jam Masuk: 30 Juli 2012 / Jam 10.45Kelompok Pasien: Umum Nomer Medical Record:00 15 99 40

Subyektif Pasien datang ke poli saraf RSUD Bangil dengan keluhan mulut sebagian kanan tidak bisa digerakkan sejak 4 hari yang lalu. Pasien baru menyadari kalau mulut sebagian kanan tidak bisa digerakkan setelah bangun tidur. Pasien juga mengeluhkan kelopak mata sebelah kanan agak susah digerakkan. Pasien terbiasa tidur di lantai setiap hari. Pasien tidak pernah minum jamu jamuan ataupun obat obatan. Pasien belum pernah berobat ke tempat lain dan baru pertama kali berobat di RSUD Bangil. RPD: Hipertensi (-) ; Diabetes Melitus (-) ; Alergi Obat (-)

Obyektif Vital Sign :Tekanan Darah : 120 / 80 Nadi : 72 x / menit Suhu: 36,5 oC RR: 18 x/ menitKesadaran: Compos MentisGCS: 4 5 6 Meningeal Sign : (-)55

55

Motorik

Parese N. VII ( N. Facialis ) dextra

Refleks Fisiologis : BPR / Bisep: + / + ; normalTPR / Trisep: + / + ; normalAPR / Achilles: + / + ; normalKPR / Patella: + / + ; normal Refleks Patologis : Babinski: + / +Chaddock: + / + Oppenheim: + / +Hoffman- Trommer : + / +Assessment Diagnosis Klinik: Bells Palsy Diagnosis Topik: Lesi nervus fasialis perifer dextra Diagnosis Etiologi: Idiopatik Diagnosis Banding: 1. Parese fasialis sentral2. Tumor basis cranii perifer 3. Infeksi virusPlanning 1. Kortikosteroid untuk menekan inflamasi atau edema 2. Analgetik apabila ada keluhan nyeri3. Neurosuplement untuk meningkatkan nutrisi pada sistem saraf4. Fisioterapi atau akupunktur 5. Vasodilator untuk mempercepat penyembuhan

Terapi yang diberikan di Poli Kulit dan Kelamin RSUD Bangil : Methyl prednisolon 16 mg 3 x 1 Sakaneuron 100 mg 1 x 1 R/ Konsul Fisioterapi

SOAP Tanggal 1 Agustus 2012 di IGD RSUD Bangil :S: Pasien datang ke IGD RSUD Bangil pada malam hari setelah sholat tarawih dengan keluhan mulut mencong ke kiri. Pada saat bekerja tiba tiba mulut miring ke arah kiri. Sebelum nya sering mengeluh pusing seperti tertekan benda berat di kepala. Pada saat pusing, pasien tidak mual dan tidak muntah. Pasien juga mengeluh kelopak mata kanan terasa agak berat serta pengelihatan agak kabur. Riwayat penyakit sebelumnya disangkal. RPD: Hipertensi (-) ; Diabetes Melitus (-) ; Alergi Obat (-)

O: Kesadaran : compos mentis Tekanan darah: 120 / 70 Nadi: 68x / menit ; regular ; kuat Suhu: 36,5 oC GCS: 4 5 6 Meningeal Sign: (-) ; kaku kuduk (-)55

55

Motorik:

Parese N. VII ( Nervus Fasialis ) dextra Cephalgia (+)

Refleks Fisiologis : BPR / Bisep: + / + ; normalTPR / Trisep: + / + ; normalAPR / Achilles: + / + ; normalKPR / Patella: + / + ; normalRefleks Patologis : Babinski: + / + Chaddock: + / + Oppenheim: + / +Hoffman- Trommer : + / +

A : Diagnosa Klinis : Paralisis Bell ( Bells Palsy ) + Cephalgia Diagnosa Topik: Lesi nervus fasialis perifer dextra Diagnosa Etiologi: Idiopatik Diagnosa Banding : 1. Parese fasialis sentral2. Tumor basis cranii perifer3. Infeksi virusP : Terapi : - Infus Ringer Lactat20 tpm- O2 nasal kanul 6 lpm - Meloxicam 15 mg 1 x 1- Methyl Prednisolon 16 mg3 x 1 - Sakaneuron 100 mg1 x 1R/ Konsul Mata ( Apakah ada papil edema ? )

Hasil Laboratorium Tn. Efendi Darah Lengkap :WBC 11,6^103 /LRBC 5,00^106 /LLYM 2,1^103 /L HGB 15,2 g/dLMID 1,2^103 /L HCT 42,6 %GRA 8,2^103 /L MCV 85,1 fLLYM% 18,4 % MCH 30,4 pgMID% 10,6 % MCHC 35,7 g/dLGRA% 71,0 %RDW12,1 %PLT167^103 /LMPV 8,1 fL

Kimia Klinis:GDA: 110, 3 mg/dL ( 200 mg/dL)BUN: 14, 4 mg/dL( 6 20 mg /dL )Creatinin serum: 0,7 mg/dL( L: < 1,3 ) & ( P: < 1,3 )SGOT: 42,4 u/L( L : < 39 ) & ( P : < 31 )SGPT: 20,7 u/L( L : < 41 ) & ( P : < 31 )

BELLs PALSY

BATASAN Bells palsy merupakan kelumpuhan fasialis perifer akibat proses non-supuratif, non-neoplasmik, non-degeneratif primer namun sangat mungkin akibat edema jinak pada bagian nervus fasialis di foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen tersebut, yang mulainya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Pada penderita Bells Palsy, terjadi unilateral fasial paralisis, yaitu kelumpuhan otot wajah yang terjadi hanya pada satu sisi saja. SINONIM Idiopathic facial paralysis ; Paralisis Bell ETIOLOGI & PATOGENESISAda beberapa hal yang diketahui dapat memicu terjadinya Bells palsy, meski hal ini hanya dapat dipastikan hanya pada kasus. Kejadian atau fenomena yang diduga menjadi pemicu terjadinya Bells Palsy adalah : (a) Otitis Media Akut (OMA); (b) Terpapar dengan suhu dingin yang ekstrim; (c) Perubahan tekanan atmosfer yang tiba tiba (misalnya saat menyelam atau terbang); (d) Infeksi lokal maupun sistemik (yang disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur); (e) Iskemia pada saraf di dekat foramen stilomastoideus; dan (f) Multiple sklerosis.Sesuai dengan definisi tersebut diatas, penekanan diadakan pada kejinakan penyakit dan pada proses edema bagian nervus fasialis di sekitar foramen stilomastoideus. Mungkin sekali edema tersebut merupakan gejala reaksi terhadap proses yang disebut masuk angin (catch cold , exposed to chill ), oleh karena pada kebanyakan penderita dapat diperoleh data bahwa paresis fasialis timbul setelah duduk di mobil dengan jendela terbuka, tidur di lantai, atau setelah bergadang. Pada kebanyakan penderita, yang pertama kali mengetahui paresis fasialisnya ialah teman sekantor atau orang sekeluarganya. Kelumpuhan otot wajah terjadi pada sisi dimana beberapa hari sebelumnya daerah leher sekitar mastoid berasa pegal / linu / capek.

Penyebab yang pasti dari penyakit ini belum diketahui, namun bisa terjadi akibat reaktivasi herpes simplex atau herpes zoster pada ganglion genikulata, edema, atau iskemia saraf, dan kerusakan saraf akibat autoimun.

GEJALA KLINIS Orang pada semua kelompok umur dapat terkena Bells palsy, namun yang paling sering terkena adalah usia paruh baya. Lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Pada anak-anak, kejadian ini biasanya dikaitkan dengan infeksi virus, penyakit Lyme, atau sakit telinga.Ada banyak variasi dalam keparahan gejala dan tanda. Ciri khasnya adalah kehilangan kendali otot secara tiba-tiba pada satu sisi wajah, dan memberikan tampilan wajah yang kaku. Penderita sulit untuk tersenyum, menutup mata, mengedip, atau menaikkan alis.Beberapa pasien (terutama yang menderita multiple sclerosis) mengalami rasa sakit sebelum terjadinya paralysis (kelumpuhan). Bila gejala utamanya adalah vertigo atau tinnitus (telinga berdengung), maka dapat dicurigai adanya infeksi herpes zoster pada telinga dan dengan demikian diagnosisnya bukan lagi Bells palsy melainkan sindrom Ramsay Hunt.Ujung mulut biasanya tertarik ke bawah dan menyebabkan air liur mudah menetes. Bicara menjadi tidak jelas, dan penderita mungkin mengalami perubahan fungsi mengecap. Karena kelopak mata tidak dapat ditutup, dapat terjadi kekeringan ataupun ulserasi pada konjungtiva.

DIAGNOSIS Umumnya diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik adanya kelumpuhan nervus fasialis perifer diikuti pemeriksaan untuk menyingkirkan penyebab lain dan kelumpuhan nervus fasialis perifer. Beberapa pemeriksaan penunjang yang penting untuk menentukan letak lesi dan derajat kerusakan nervus fasialis:a. Uji kepekaan saraf (nerve excitability test)Pemeriksaan ini membandingkan kontraksi otot-otot wajah kiri & kanan setelah diberi rangsang listrik. Perbedaan rangsang lebih 3,5 mA menunjukkan keadaan patologik dan jika lebih 20 mA menunjukkan kerusakan it fasialis ireversibel.

b. Uji konduksi saraf (nerve conduction test)Pemeriksaan untuk menentukan derajat denervasi dengan cara mengukur kecepatan hantaran listrik pada n. fasialis kiri dan kanan.c. ElektromiografiPemeriksaan yang menggambarkan masih berfungsi atau tidaknya otot-otot wajah.d. Uji fungsi pengecap 2/3 bagian depan lidah Gilroy dan Meyer (1979) menganjurkan pemeriksaan fungsi pengecap dengan cara sederhana yaitu rasa manis (gula), rasa asin dan rasa pahit (pil kina). Elektrogustometri membandingkan reaksi antara sisi yang sehat dan yang sakit dengan stimulasi listrik pada 2/3 bagian depan lidah terhadap rasa kecap pahit atau metalik. Gangguan rasa kecap pada bells palsy menunjukkan letak lesi nervus fasialis setinggi khorda timpani atau proksimalnya.e. Uji SchirmerPemeriksaan ini menggunakan kertas filter khusus yang diletakkan di belakang kelopak mata bagian bawah kiri dan kanan. Penilaian berdasarkan atas rembesan air mata pada kertas filter;berkurang atau mengeringnya air mate menunjukkan lesi nervus fasialis setinggi ganglion genikulatum. PEMERIKSAAN FISIK Kelumpuhan fasialis melibatkan semua otot wajah sesisi, dan dengan test test yang tersebut dibawah ini mudah dibuktikan. Bila dahi dikerutkan, lipatan kulit dahi hanya tampak pada sisi yang sehat saja. Bila orang sakit disuruh memejamkan kedua matanya, maka pada sisi yang tidak sehat, kelopak mata tidak dapat menutupi bola mata dan berputar nya bola mata dapat disaksikan. Fenomena tersebut dikenal sebagai tanda Bell. Pada observasi sudah dapat disaksikan juga bawah gerakan kelopak mata yang tidak sehat akan lebih lambat dibanding dengan gerakan kelopak mata yang sehat. Fenomen tersebut dikenal sebagai lagoftalmos. Lipatan nasolabial pada sisi kelumpuhan mendatar. Dalam menggembungkan pipi terlihat bahwa pada sisi yang lumpuh tidak menggembung. Dalam menjungurkan bibir, gerakan bibir tersebut menyimpang ke sisi yang tidak sehat. Bila orang sakit disuruh untuk memperlihatkan gigi geliginya atau disuruh meringis, sudut mulut sisi yang lumpuh tidak terangkat, sehingga tampak nya mulut moncong ke arah yang sehat. Selain kelumpuhan seluruh otot wajah sesisi, tidak didapati gangguan lain yang mengiringinya, bila paresisnya benar benar bersifat Bells Palsy.PENATALAKSANAAN Tidak ada perawatan secara universal yang disetujui untuk Bells Palsy. Penyakit ini diobati sebagai kasus neuritis. Dalam tahap akut, corticosteroid dapat digunakan. Vitamin B1, B6, dan B12 dalam dosis tinggi dan vasodilatansia per os dengan ACTH i.m 40 sampai 60 satuan/ hari selama 2 minggu dapat mempercepat penyembuhan. Dalam 5 hari sampai 2 bulan, 95% kasus kasus Bells Palsy dapat disembuhkan. Setelah 1 minggu, otot otot yang lumpuh boleh dirangsang secara galvanik. Mengenai stimulasi listrik ini, banyak autoritas yang meragukan manfaatnya, bahkan berpendapat bahwa kontraktur sebagai gejala sis adapt diakibatkan oleh galvanisasi. Antibiotik okular dan tetes air mata buatan dapat berguna untuk mencegah ulserasi kornea. Gejala nya dapat berkurang secara perlahan maupun spontan dalam jangka waktu antara 1 hingga 2 bulan setelah gejala awal, namun pada beberapa kasus yang berat (seperti pada pasien lansia) dapat terjadi dalam periode waktu yang lebih panjang. PROGNOSIS Prognosis dari penyakit Bells Palsy cukup baik, karena selain bukan merupakan suatu kegawatan, penyakit Bells Palsy akan sembuh sendiri meskipun tanpa terapi.

Victor Pratama, S.Ked