Case Neuro Epilepsi_2

51
LAPORAN KASUS WANITA USIA 42 TAHUN DATANG DENGAN KEJANG OLEH: M. Rizky Huryamin H J500090106 Antika Premi Vindasari J500090076 Wahhab Rofiq Hakim J500090018 Betti Widias Pradani J500090061 Widyastati Ambarsari J500090092 PEMBIMBING: dr. Hj. MUTIA SINTA Sp. S dr. DWI KUSUMANINGSIH Sp. S FAKULTAS KEDOKTERAN 1

Transcript of Case Neuro Epilepsi_2

Page 1: Case Neuro Epilepsi_2

LAPORAN KASUS

WANITA USIA 42 TAHUN DATANG DENGAN KEJANG

OLEH:

M. Rizky Huryamin H J500090106

Antika Premi Vindasari J500090076

Wahhab Rofiq Hakim J500090018

Betti Widias Pradani J500090061

Widyastati Ambarsari J500090092

PEMBIMBING:

dr. Hj. MUTIA SINTA Sp. S

dr. DWI KUSUMANINGSIH Sp. S

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2013

1

Page 2: Case Neuro Epilepsi_2

LAPORAN KASUS

WANITA USIA 42 TAHUN DENGAN KEJANG

Yang Diajukan Oleh:

M. Rizky Huryamin H J500090106

Antika Premi Vindasari J500090076

Wahhab Rofiq Hakim J500090018

Betti Widias Pradani J500090061

Widyastati Ambarsari J500090092

Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah SurakartaPada hari 2013

Pembimbing:

dr. Hj. MUTIA SINTA Sp. S ( )

dr. DWI KUSUMANINGSIH Sp. S ( )

Dipresentasikan dihadapan:

dr. Hj. MUTIA SINTA Sp. S ( )

dr. DWI KUSUMANINGSIH Sp. S ( )

Disahkan Ka. Program Profesi:

Dr. Dona Dewi Nirlawati ( )

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

20132

Page 3: Case Neuro Epilepsi_2

STATUS NEUROLOGI

I. IDENTITAS

Nama : Ny. M

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 42 tahun

Alamat : Bulu 2/1 Slahung

Pekerjaan : Tani

Agama : Islam

Status Pernikahan : Menikah

Pendidikan : SD

No. Rekam Medis : 2987xx

Tanggal Pemeriksaan : 16 November 2013

II. ANAMNESIS

Riwayat penyakit pasien diperoleh secara alloanamnesis dan autoanamnesis

dilakukan pada tanggal 16 November 2013.

A. Keluhan utama

Kejang

B. Keluhan tambahan

“Nglamun”, pandangan double

C. Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke Poli Syaraf RSUD DR. Harjono Ponorogo dibawa

bersama suaminya dengan keluhan periksa setelah 1 minggu yang lalu

kejang. Selama seminggu kejang tidak berulang dengan obat yang

diberikan dari dokter spesialis, saat kejang pasien langsung dibawa

kerumah sakit dan dinyatakan MRS sampai 3 hari. Sekarang pasien

berobat dan EEG.

3

Page 4: Case Neuro Epilepsi_2

Saat kejang, pasien kaku seluruh tubuh dengan posisi pasien

tergeletak di bawah, kedua tangan kaku lurus dan kaki juga kaku lurus,

mata melotot dan dari mulut keluar cairan berbusa. Kejang berlangsung

selama 5 menit tanpa ada istirahat (5 menit kaku) dan juga pasien tidak

dalam keadaan sadar. Setelah sadar pasien agak kebingungan dan tidak

tahu apa yang sedang terjadi dengan dirinya sendiri. Pasien merasa tidak

apa-apa tetapi suaminya membawanya ke RSUD dengan saran MRS

Sebelum kejang pasien mengaku sedang minum obat dari mantri

karena mengeluh pusing. Setelah minum obat pasien merasa “byar-byar

pet” pada pandangannya, kemudian sudah tidak mengetahui apa yang

sedang terjadi pada dirinya. Sampai sekarang matanya masing merasa

“nglemun”, dan ditambah untuk melihat benda terkadang terasa double,

tidak kejang lagi dan sudah tidak pusing.

Berdasarkan alloanamnesis dengan suami pasien, kejang terjadi

hanya sekali ini saja, tidak punya riwayat kejang sebelumnya. Pasien saat

kejang tidak disertai BAK ataupun BAB. Psien juga tidak didahului

demam. Tidak pernah terjatuh sebelumnya.

Mengenai riwayat persalinan, pasien lahir pada usia kehamilan 9

bulan dibantu oleh bidan desa. Pada saat lahir bayi menangis spontan,

untuk kulit, berat badan, ASI, makanan pendamping ASI, perkembangan

motorik maupun sensorik pasien tidak ingat dan tidak pernah bertanya

pada orang tuanya.

D. Riwayat penyakit dahulu

1. Riwayat hipertensi : diakui

2. Riwayat DM : disangkal

3. Riwayat sakit serupa : disangkal

4. Riwayat TB : disangkal

5. Riwayat sakit jantung : disangkal

6. Riwayat Asma : disangkal

7. Riwayat alergi obat & makanan : disangkal

4

Page 5: Case Neuro Epilepsi_2

8. Riwayat opname : diakui (11 November 2013)

9. Riwayat operasi : disangkal

10. Riwayat trauma kepala : disangkal

E. Riwayat penyakit keluarga

1. Riwayat penyakit serupa : diakui (adik saudara)

2. Riwayat alergi obat & makanan : disangkal

3. Riwayat hipertensi : diakui (Ayah)

4. Riwayat DM : disangkal

5. Riwayat TB : disangkal

6. Riwayat sakit jantung : disangkal

F. Riwayat kebiasaan

1. Riwayat kebiasaan merokok : disangkal

2. Riwayat minum kopi : disangkal

3. Riwayat konsumsi alkohol : disangkal

4. Riwayat konsumsi obat warung : diakui

5. Rowayat konsumsi Jamu : diakui

III. STATUS INTERNA

A. Keadaan umum

Vital Sign : Tekanan Darah : 130/90 mmHg

Nadi : 86 x/menit

Suhu : 36,7ᵒC

Pernafasan : 24 x/ menit

B. Pemeriksaan fisik

1. Kepala : Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),

sianosis (-), pupil isokor uk. 3mm, reflek cahaya (+/+)

2. Leher : leher simetris, retraksi suprasternal (-), deviasi trachea (-),

pembesaran kelenjar limfe (-)

5

Page 6: Case Neuro Epilepsi_2

3. Thorax :

a. Paru-paru

Inspeksi : gerakan pernafasan simetris, retraksi intercostae

(-), ketinggalan gerak (+)

Palpasi :

- Ketinggalan gerak (+/-)

Depan Belakang

- - - -

- - - -

- - - -

- Fremitus

Depan Belakang

N N N N

N N N N

N N N N

Perkusi

Depan Belakang

S S S S

S S S S

S S S S

Auskultasi

- Suara dasar vesikuler

Depan Belakang

+ + + +

+ + + +

+ + + +

- Suara tambahan : wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

b. Jantung6

Page 7: Case Neuro Epilepsi_2

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak, dinding dada tidak

cembung maupun cekung

Palpasi : ictus cordis tidak teraba, tidak kuat angkat, di SIC

V linea midclavicula sinistra.

Perkusi : batas jantung

- Batas kiri jantung:

o Atas : SIC II di sisi lateral linea parasternalis sinistra

o Bawah : SIC V linea midclavicula sinistra

- Batas kanan jantung :

o Atas : SIC II linea parasternalis dextra

o Bawah : SIC IV linea parasternalis dextra

Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, bising (-)

4. Abdomen :

Inspeksi : simetris dinding abdomen, distended (-)

Auskultasi : peristaltik (+) normal

Perkusi : Timpani

Palpasi : supel, defans muskuler (-), nyeri tekan (-), lien

tidak teraba, hepar tidak teraba, ginjal tidak teraba,

nyeri ketok costovertebrae (-)

5. Ekstremitas : clubbing finger tidak ditemukan, palmar eritema (-),

edema pada ekstremitas superior dan inferior (-/-),

pitting oedem (-/-), akral hangat (+/+)

Kesan Status Internus : dalam batas yang normal

IV. STATUS NEUROLOGIS

a. Kesadaran : Compos Mentis, GCS = E4 V5 M6

b. Meningeal Sign

Kaku kuduk : ( - )

Brudzinski I : ( - )

Brudzinski II : ( - )

Brudzinski III : ( - )7

Page 8: Case Neuro Epilepsi_2

Brudzinski IV : ( - )

Kernig : ( - )

c. Nervus Cranialis

Nervus Pemeriksaan Dextra Sinistra

I (Olfaktorius) Daya pembau + +

II (Opticus)Visus ≥ 2/60 ≥ 2/60

Pengenalan warna + +

III

(Occulomotorius)

Ptosis - -

Gerakan mata ke atas + +

Gerakan mata ke

tengah

+ +

Gerakan mata ke

bawah

+ +

Ukuran pupil

-Reflek direct

-Reflek indirect

Isokor

3mm

Isokor

3mm

IV (Trochlearis) Gerakan mata medial

ke bawah

+ +

V (Trigeminus)

Menggigit + +

Membuka mulut + +

Sensibilitas wajah

(atas, tengah, bawah)

+ +

VI (Abduccens) Gerakan mata ke

lateral

+ +

VII (Facialis)

Mengangkat alis + +

Menutup mata + +

Meringis + +

Menggembungkan

pipi

+ +

8

Page 9: Case Neuro Epilepsi_2

VIII

(Vestibulocochlear)

Mendengarkan suara

bisik

+ +

IX

(Glossopharyngeus)

Arcus faring (dilihat) + +

X (Vagus)Bersuara + +

Menelan + +

XI (Accesorius)Memalingkan kepala + +

Menahan bahu + +

XII (Hypoglosus) Menjulurkan lidah + +

Kesan N. Cranialis : dalam batas normal

d. Sistem Sensorik

1. Eksterioseptik

No Pemeriksaan

eksterioseptik

Ekstremitas

Atas Bawah

1 Nyeri + + + +

2 Taktil + + + +

2. Propioseptik

No Pemeriksaan

propioseptik

Ekstremitas

Atas Bawah

1 Gerak/posisi + + + +

2 Tekan + + + +

Kesan sensorik : dalam batas normal

e. Sistem Motorik

1. Gerakan

2. Kekuatan otot

555 555

9

B B

B B

Page 10: Case Neuro Epilepsi_2

555 555

3. Tonus

Normotonus Normotonus

Normotonus Normotonus

4. Klonus (-)

5. Trophy

Eutrophy Eutrophy

Eutrophy Eutrophy

Kesan : sistem motorik dalam batas normal

f. Reflek Fisiologis

BPR +2 TPR +2 BPR +2 TPR +2

KPR +2 APR +2 KPR +2 APR +2

g. Reflek Patologis

Hoffman : -/-

Trommer : -/-

Babinsky : -/-

Chaddock : -/-

Gordon : -/-

Gonda : -/-

Stranscy : -/-

Mandel B : -/-

Rossolimo : -/-

Oppenheim : -/-

Kesan : Reflek fisiologis dalam batas normal dan tidak didapatkan reflek

patologis.

h. Provokasi Nyeri

10

Page 11: Case Neuro Epilepsi_2

1. Laseque sign : -/-

2. Patrick sign : -/-

3. Kontrapatrick sign : -/-

Kesan : provokasi nyeri tidak didapatkan

i. Cerebral Sign

1. Finger to nose : (+/+)

2. Heel to shin : (+/+)

Kesan = dalam batas normal

j. Fungsi Otonom

Miksi : normal

Defekasi : normal

Kesan: dalam batas normal

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium

PemeriksaanHasil

Nilai Normal9 November 2013

WBC#Lymph#Mid#GranLymph %Mid %Gran %HGBRBCHCTMCVMCHMCHCRDW-CVRDW-SDPLTMPVPDWPCT

10,21,40,68,2

13,36,3

80,512,04,5238,485,026,531,214,447,8

275 6,7

15,80.189

4.0 - 10.0 (x 103/uL)0.8 - 4.0 (x 103/uL)0.1 - 0.9 (x 103/uL)2.0 - 7.0 (x 103/uL)

20.0 - 40.0 (%)3.0 - 9.0 (%)

50.0 - 70.0 (%)11.0 - 16.0 (g/dL)

3.50 - 5.50 (x106/uL)37.0 - 50.0 (%)82.0 - 95.0 (fL)27.0 - 31.0 (pg)

32.0 - 36.0 (g/dL)11.5 - 14.5 (%)35.0 - 56.0 (fL)

150 - 300 (x 103/uL)7 - 11 (fL)

15 - 170.108 - 0.282 (%)

GDA 143 mg/dl < 140 mg/dl

2. EEG11

Page 12: Case Neuro Epilepsi_2

Pemeriksaan EEG

Aktivitas Frekuensi Voltase distribusi Keterangan khusus (jumlah, reaktifitas, durasi, dll)

Bangun (100%)

Latar belakangBheta

9-1012-13

L-ML

Regio oksipitalFrontosentral simetris

Tidur (….)

PerlambatanPostsVertex transientSleep spindles

Difus simetrisBi-occipitalFrontosentralFronto sentral

Hyperventilasi

Perlambatan(-)

Stimulasi fotik

Fotic aktifitas (-)

Klasifikasi : Normal

Impresi : pada perekaman EEG saat ini dalam batas normal

VI. RESUME

12

Page 13: Case Neuro Epilepsi_2

Ny. M usia 42 tahun dengan keluhan “nglemun” setelah 1 minggu

yang lalu kejang. Selama seminggu kejang tidak berulang dengan obat

yang diberikan dari dokter spesialis, saat kejang pasien langsung dibawa

kerumah sakit dan dinyatakan MSR sampai 3 hari. Sekarang pasien

berobat dan EEG.

Saat kejang, pasien kaku seluruh tubuh dengan posisi pasien

tergeletak di bawah, kedua tangan kaku lurus dan kaki juga kaku lurus,

mata melotot dan dari mulut keluar cairan berbusa. Kejang berlangsung

selama 5 menit tanpa ada istirahat (5 menit kaku) dan juga pasien tidak

dalam keadaan sadar. Setelah sadar pasien agak kebingungan dan tidak

tahu apa yang sedang terjadi dengan dirinya sendiri. Pasien merasa tidak

apa-apa tetapi suaminya membawanya ke RSUD dengan saran MRS

Sebelum kejang pasien mengaku sedang minum obat dari mantri

karena mengeluh pusing. Setelah minum obat pasien merasa “byar-byar

pet” pada pandangannya, kemudian sudah tidak mengetahui apa yang

sedang terjadi pada dirinya. Sampai sekarang matanya masing merasa

“nglemun”, untuk melihat benda terkadang terasa double, tidak kejang lagi

dan sudah tidak pusing.

Berdasarkan alloanamnesis dengan suami pasien, kejang terjadi

hanya sekali ini saja, tidak punya riwayat kejang sebelumnya. Pasien saat

kejang tidak disertai BAK maupun BAB. Tidak disertai demam dan juga

tidak pernah jatuh sebelumnya.

Mengenai riwayat persalinan, pasien lahir pada usia kehamilan 9

bulan dibantu oleh bidan desa. Pada saat lahir bayi menangis spontan,

untuk kulit, berat badan, ASI, makanan pendamping ASI, perkembangan

motorik maupun sensorik pasien tidak ingat dan tidak pernah bertanya

pada orang tuanya.

RPD : Berdasarkan anamnesis dengan pasien, belum pernah kejang

sebelumnya, hanya saja tensi tinggi dari dulu antara 140-130 atasnya.

RPK : adik pasien pernah kejang, tetapi tidak tahu penyakit atau

pengobatannya, ayah pasien mempunyai tensi tinggi.

13

Page 14: Case Neuro Epilepsi_2

Riwayat kebiasaan, pasien sering pusing dan minum obat warung,

serta sering minum jamu kunir asem.

Status interna : TD 130/90 mmHg. Status neurologi : tidak ada lesi

pada nervi kranialis, meningeal sign negatif, provokasi nyeri negatif,

motorik anggota gerak dalam batas yang normal. Penunjang :

Laboratorium tanggal 9 november dalam batas normal, gula darah acak

dalam batas normal dan EEG tanggal 16 november dalam batas normal.

VII. DIAGNOSIS KERJA

Diagnosis Klinis : Tipe Kejang Tonik Klonik

Diagnosis Topis : Gangguan Neuron di Hemisfer Cerebri

Diagnosis Etiologi : Epilepsi General Tonik klonik

VIII. PENATALAKSANAAN

Farmakologik:

- Phenitoin 3x1

- Betahistin 3x1

- Simvastatin 0-0-5

Non farmakologik:

Menghindari faktor yang dapat mencetuskan serangan epilepsi :

1. Kurang tidur

2. Stress emosional

3. Infeksi demam

4. Obat-obatan tertentu

5. Terlalu lemah, atau stress fisik

6. Fotosensitif

IX. RENCANA PEMERIKSAAN

EEG ULANG

14

Page 15: Case Neuro Epilepsi_2

CT SCAN

X. PROGNOSIS

Disease : dubia ad bonam

Discomfort : dubia ad bonam

Dissatification : dubia ad bonam

Diasability : dubia ad bonam

Death : dubia ad bonam

ANALISIS KASUS

15

PEMERIKSAAN FISIKANAMNESIS

Kejang pertama kali, sebelumnya tidak

pernah kejang.

Kejang terjadi setelah minum obat dari

mantri berjumlah 3, yang di minum

setelah makan.

Kejang pada kedua ekstremitas

secara bersamaan dengan tipe

kejang tonik klonik, berlangsung

selama kurang dari lima menit

dengan frekuensi 1 kali, tidak

berulang, tidak ngompol dan

juga mengeluarkan busa dari

mulut disertai mata melotot.

Kejang disertai penurunan

kesadaran tetapi setelah kejang

masih bisa beraktifitas seperti

biasa. besar dan air kecil tidak

ada keluhan.

Kejang timbul saat pasien dalam

keadaan capek dan biasanya

terjadi dini hari.

Pasien tidak pernah minum obat

lagi saat kejang.

Status Internus:Tekanan Darah

130/90 N: 86 x/menitS: 36,7ᵒCRR: 24 x/ menit

Status Neurologi:

Kesadaran:

E4V5M6

Meningeal sign (-)

Nn. Cranialis: dbn

Motorik: dbn

Klonus: (-/-)

R.Fisiologis: dbn

R. Patologis: (-)

R. Sensorik: (-)

Px. Cerebelum: dbn

Provokasi nyeri (-)

Gerakan terbatas

pada ex. Superior

sinistra

Diagnosis:

Epilepsi General Tonik Klonik

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laborat: dalam

batas normal

EEG: dalam

batas normal

Page 16: Case Neuro Epilepsi_2

16

Page 17: Case Neuro Epilepsi_2

TINJAUAN PUSTAKA

EPILEPSI

A. Definisi

Epilepsi adalah istilah untuk cetusan listrik lokal pada substansia grisea otak

yang terjadi sewaktu-waktu, mendadak, dan sangat cepat, yang merupakan

gangguan paroksismal di mana cetusan neuron korteks serebri mengakibatkan

serangan penurunan kesadaran, perubahan fungsi motorik atau sensorik, perilaku

atau emosional yang intermiten dan stereotipik (Ginsberg, 2005).

Sedangkan serangan atau bangkitan epilepsi yang dikenal dengan nama

epileptic seizure adalah manifestasi klinis yang serupa dan berulang secara

paroksismal, yang disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di

otak yang spontan dan bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut

(“unprovoked”) (Sorvon, 2000).

B. Epidemiologi

Epilepsi terjadi 1% dari populasi, sekitar 20-50 pasien baru yang terdiagnosis

per 100.000 per tahunnya. Perkiraan angka kematian pertahun akibat epilepsi

adalah 2 per 100.000. kematian dapat berhubungan langsung dengan kejang atau

jika terjadi cedera akibat kecelakaan atau trauma (Ginsberg, 2005).

Resiko seumur hidup terhadap terjadinya kejang umum adalah 3-4% dengan

puncak kejadian pada awal kejang (kejang neonatus) atau akhir (tumor dan stroke)

kehidupan. Insidensinya sebesar 0,7%. Terdapat sebanyak 300.000 orang di

inggris dengan serangan aktif: 15-20% berobat ke rumah sakit setiap tahunnya

(Davey, 2005).

C. Etiologi

Biasanya tidak ditemukan penyebab yang sering disebut idiopati. Termasuk

diantaranya adalah pasien dengan riwayat gangguan intrauterin, perinatal, atau

neonatal (Rubenstein dkk, 2007). Selain itu bisa simptomatik ataupun kriptogenik

(Bashers, 2001).

17

Page 18: Case Neuro Epilepsi_2

D. Patofisiologi

Mekanisme yang terjadi baik terlibat dalam genetik sehingga terjadi

epilepsi:

- Gangguan dalam keseimbangan eksitasi/inhibisi di dalam hipotalamus

diperkirakan menjadi faktor mayor dalam etiologi epilepsi

1. Asam amino eksitori (EAA) berada dalam keseimbangan fisiologis

dengan neurotransmiter inhibitori

2. Glutamin, suatu EAA, adalah neurotransmiter eksitatori primer di

dalam sistem saraf pusat dan terutama beraksi melalui aktivasi reseptor

N-methyl-D-aspartate (NMDA)

3. Asam gamma-aminobutirat (GABA) adalah neurotransmiter inhibitori

primer

4. Baik penurunan inhibisi GABAergic maupun peningkatan eksitasi

glutamatergic diperkirakan terlibat secara kritis dalam mekanisme

selular yang mendasari permulaan dan penyebaran kejang epileptik dan

proses yang menyebabkan epileptogenesis, dan pada akhirnya

menyebabkan epilepsi kronis.

5. Banyak obat antiepilepsi (OAE) baru ditargetkan memperkuat aktivitas

GABA. Sementara antagonis NMDA yang baru-baru ini tersedia

sangat neurotoksik, penelitian masih berjalan unuk mengevaluasi obat

terbaru yang ditujukan untuk menghambat aktifitas glutamat.

- Perubahan saluran ion yang diatur voltase pada membran neuron

mengakibatkan depolarisasi berlebih atau aksi berlebih yang berpotensi

menyulut. Potensial defek pada saluran ion meliputi saluran kalsium,

kalium, atau natrium yang sensitif terhadap voltase, dan pengganti

natrium/hidrogen.

- Perubahan dalam gap junction mengakibatkan perubahan komunikasi

interneuron dan perubahan sinkroni neural. Gap junction ini dipengaruhi

oleh pH serum (alkalosis cenderung merangsang komunikasi

epileptogenik, sementara asidosis menghambatnya) tetapi belum ada

18

Page 19: Case Neuro Epilepsi_2

terapi farmakologis terbaru yang menargetkn gp junction. Diet ketogenik

mungkin mempengaruhi gp junction dengan mengubah pH.

(Brashers, 2001)

E. Klasifikasi

Kejang dibedakan berdasarkan onsetnya yaitu fokal (parsial) atau menyeluruh

(generalisata).

Kejang parsial dibagi menjadi:

- Kejang parsial sederhana, kesadaran masih ada selama serangan.

- Kejang parsial kompleks, kesadaran terganggu pada setiap tahap.

Kejang parsial dapat berkembang menjadi generalisata (kejang generalisata

sekunder).

Klasifikasi epilepsi berdasarkan karakteristik klinis dan EEG :

Klasifikasi berdasarkan penyebabnya

- Idiopatik (sebagian besar pasien), predisposisi genetik.

- Simtomatik

Neonatus: Trauma persalinan, perdarahan intrakranial, hipoksia,

hipoglikemia, hipokalsemia.

Anak-anak: Anomali kongenital, sklerosis tuberosa, penyakit

penimbunan metabolik.

19

Page 20: Case Neuro Epilepsi_2

Dewasa muda: Cedera kepala, obat-obatan dan alkhohol.

Dewasa: Tumor serebri

Usia Lanjut: Penyakit serebrovaskular. Penyakit degeneratif

(Alzeimer, penyakit prion).

Penyebab lainya:

Infeksi: meningitis, ensefalitis, bses, sisteserkosis

Inflamasi: sklerosis multipel (jarang), vaskulitis

Ensefalopatik metabolik

(Ginsberg, 2005)

Epilepsi yang terjadi pada masa dewasa:

1. Epilepsi generalisata primer

Epilepsi jenis ini sering bermula pada usia kanak-kanak, jikaterjadi

pada masa dewasa menimbulkan masalah yang sering dalam tatalaksana

dan merupakan tipe kejang tipikal terbanyak (tonik klonik atau grand mal)

dengan gejala khusus sehingga diperlukan deskripsi yang berbeda.

Biasanya sebelum serangan pasien merasakan gejala pusing atau mudah

teriritasi. Kejang dimulai dengan tangisan epileptik (epileptic cry). Pasien

kehilangan kesadaran dan jatuh. Pada fase awal yaitu fase tonik, terjadi

spasme otot generalisata, yang hanya berlangsung beberapa detik. Pada

fase berikutnya, fase klonik, terjadi sentakan otot tajam yang berulang.

Dapat terjadi lidah tergigit, inkontinensia urin dan salivasi. Ketika

sentakan otot berhenti, pasien tetap tidak sadar hingga sekitar 30 menit dan

kemudian merasa bingung dan mengantuk untuk beberapa jam. Saat

perbaikan biasanya timbul rasa nyeri kepala dan kekakuan atau cedera

akibat jatuh. Sering dijumpai keluhan nyeri punggung, bahkan spasme otot

dapat begitu keras dan mengakibatkan fraktur vertebra. Epilepsi seperti ini

bisa terkontrol dengan satu obat.

2. Epilepsi parsial

a. Epilepsi lobus temporal

Pada kejang ini, aura atau tanda peringatan sebelum serangan dapat

terdiri dari gejala psikis (seperti rasa takut, atau sensasi deja vu),

20

Page 21: Case Neuro Epilepsi_2

halusisnasi (olfaktorius, gustatorius, ataubayangan visual), atau hanya

sensasi tidak enak di epigastrium. Pasien menjadi gelisah, bingung, serta

menunjukkan gerakan yang teratus dan stereotipik (automatisme). Gerakan

ini yaitu gerakan mengunyah dan mengecapkan bibir, tetapi juga dapat

berupa gerakan yang lebih kompleks, kadang agresif dan kasar.

b. Epilepsi jacksonian

Serangan motorik fokal umumnya dimulai pada sudut mulut, ibu jari

dan jari telunjuk tangan, atau ibu jari kaki. Gerakan menyebar secara cepat

ke arah wajah atau ke arah anggota gerak (jacksonian march). Epilepsi

jacksonian umumnyadiakibatkan oleh penyakit otak organik, seperti tumor

pada korteks motorik. Setelah serangan, anggota gerak yang terkena akan

mengalami kelemahan sementara (paralisis todd).

(Ginsberg, 2005)

Epilepsi pada masa kanak-kanak dan remaja:

1. Kejang demam

2. Spasme Infantil (sindrom West)

3. Epilepsi absans (petit mal)

Kondisi ini umumnya dimulai pada masa kanak-kanak (onset puncak usia

4-8 tahun). Serangan terjadi tanpa peringtan, secara tiba-tiba anak

menunjukkan pandangan kosong dan berhenti berbicara. Mata dapat

bergetar atau berputar ke atas. Perbaikan terjadi dalam hitungan detik dan

dapat terjadi beberapa kali serangan dalam satu hari. Kelainan EEG

berupakompleks spike-wave simetris. Terap dengan natrium valproat,

etosuksimid.

4. Epilepsi mioklonik juvenilis (sindrom Janz)

Merupakan epilepsi generalisata primer yang terjadi pada usia remaja.

Trias sindrom ini adalah

- Kejang generalisata yang jarang, sering terjadi pada saat bangun.

- Absans disiang hari

- Gerakan menyentak involunter mendadak dan cepat (mioklonus),

biasanya terjadi pada pagi hari sehingga pasien dapat menumpahkan

21

Page 22: Case Neuro Epilepsi_2

sarapannyaatau melempar piring tanpa dapat diketahui penyebabnya.

Gambaran EEG-nya khas berupa polyspike-wave dan fotosensitivitas.

(Ginsberg, 2005)

Ada dua klasifikasi epilepsi yang direkomendasikan oleh ILAE

yaitu pada tahun 1981 dan tahun 1989. International League Against

Epilepsy (ILAE) pada tahun 1981 menetapkan klasifikasi epilepsi

berdasarkan jenis bangkitan (tipe serangan epilepsi):

1. Serangan parsial

a. Serangan parsial sederhana (kesadaran baik)

- Dengan gejala motorik

- Dengan gejala sensorik

- Dengan gejala otonom

- Dengan gejala psikis

b. Serangan parsial kompleks (kesadaran terganggu)

- Serangan parsial sederhana diikuti dengan gangguan kesadaran

- Gangguan kesadaran saat awal serangan

c. Serangan umum sederhana

- Parsial sederhana menjadi tonik-klonik

- Parsial kompleks menjadi tonik-klonik

- Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi tonik-klonik

2. Serangan umum

- Absans (Lena)

- Mioklonik

- Klonik

- Tonik

- Atonik (Astatik)

- Tonik-klonik

3. Serangan yang tidak terklasifikasi

(Dewanto dkk, 2007)

22

Page 23: Case Neuro Epilepsi_2

F. Gejala Klinis

1. Serangan lobus temporal

Sering berhubungan dengan kelainan struktural, misalnya jaringan

parut akibat kejang demam pada masa kanak-kanak yang berlangsung

lama.

Aura

- Merasa pernah atau belum pernah mengalami peristiwa yang

sedang terjadi (deju vu)

- Timbul rasa atau bau yang tidak sedap

- Rasa tidak nyaman di epigastrium

Serangan

- Muka menyeringai

- Kerja motorik yang kompleks misalnya membuka baju

- Perilaku yang aneh

Post iktal

- Pemulihan biasanya cepat

- Amnesia terhadap kejadian serangan

2. Serangan epilepsi khas

Aura

- Biasanya < 1 menit

- Tergantung lokasi kejadian

Serangan

- Selama < beberap menit

- Jarang berlanjut sampai waktu yang lama

Fenomena pasca serangan

- Apabila umum, sanat mengantuk < beberapa jam

- Apabila fokal, kehilangan fungsi sementara

3. Serangan umum

- Sering melibatkan struktur diencephalon

- Petit mal terjadi pada masa kanak-kanak, jarang berlanjut ke

masa dewasa

23

Page 24: Case Neuro Epilepsi_2

- Epilepsi mioklonik

- Epilepsi akiresia, kehilangan tonus postural secara total dan tiba-

tiba

- Serangan grand mal

4. Serangan oksipital

- Menyebabkan kilatan bahaya pada penglihatan. Dapat

menyebabkan distorsi penglihatan yang kompleks.

5. Serangan sensoris fokal

- Rasa kesemutan yang merambat ke tubuh selama < beberapa

detik

- DD adalah migrain

6. Serangan motorik fokal (jacksonian)

- Kejang pada otak yang terkena

- Otot di sekitarnya ikut berkedut

- Paralisis selama beberapa jam

(Davey, 2005)

24

Page 25: Case Neuro Epilepsi_2

G. Diagnosis Banding

Gejala kejang organik (epileptik) dengan psikogenik/ histerik. Adanya stres

yag mendahului kejang, jangan langsung dianggap sebagai kejang histerik. Kita

harus curigai kemungkinan kejang organik bila didapatkan gejala seperti luka-luka

(akibat jatuh sewaktu kejang), mengantuk/tidur setelah kejang, aura tertentu

sebelum kejang (vertigo, dll), inkontinensia atau berak di celana sewaktu kejang

(pasti organik), pola kejang yang selalu sama, tidak sadar sewaktu kejang

(Juwono, 2000).

Pada kejang histerik, biasanya bila anamnesis teliti, akan terungkap bahwa

pederita samar-samar masih mengetahui sekeliling (suara orang-orang yang sibuk

menolongnya, dsb), di samping gejala-gejala seperti tempat kejang di dalam

kamar atau di tempat yang pola kejang yang selalu berubah-ubah, biasanya pada

wanita usia muda dengan kepribadian histerik dan sebagainya (Juwono, 2000).

Adanya reflek primitif (palmo mental reflek, grasping reflek, snout reflek,

sucking reflek) menunjukkan adanya disfungsi dari lobus frontalis, tetapi gejala-

gejala ini tidak bisa membedakan apakah akibat kelainan organik atau struktural

ataukah metabolik seperti pad koma hepatikum, uremikum dsb. Adanya reflek

tersebut disertai dengan kemunduran fungsi mental lain seperti gangguan daya

ingat (pikun), kecerdasan yang merosot curiga adanya sindroma demensia

(Juwono, 2000).

Diagnosis banding lainnya adalah:

1. Sinkop

Sinkop adalah hilangnya kesadaran yang disebabkan oleh penurunan

sementara aliran darah ke otak yang dapat disebabkan oleh banyak hal:

- Aritmia jantung

- Berdiri lama di lingkungan panas

- Faktor psikogenik, pingsan karena ketakutan

- Stimulasi vagal yang berlebihan misal, sinkop mikturisi, sinkop batuk.

Umumnya, pasien mengalami tanda-tanda peringatan awal sebelum ia

kehilangan kesadaran dan jatuh, seperti kepala terasa melayang, mual,

25

Page 26: Case Neuro Epilepsi_2

penglihatan kabur atau menyempit, pucat dan berkeringat. Jika pasien

telah berbaring dengan kepala dan jantung berada pada ketinggian yang

sama, maka perbaikan cepat terjadi.

2. Disritmia Jantung

3. Pseudoseizure

4. Hiperventilasi

5. Serangan iskemik transient

6. Migren

7. Narkolepsi

Jarang terjadi, tetapi memiliki empat gmbaran klinis berikut:

- Serangan tidur pada siang hari, biasanya berlangsung 10-20 menit,

dimana pasien akan bangun dan segar kembali, dan dapat terjadi pada

keadaan yang tidak tepat, misalnya pada percakapan, makan.

- Katapleksi episode hilangny kontrol postural dan kelemahan ekstrimitas

dengan kesadaran yang masih baik, seringkali disebabkan oleh kejadian

emosional, misalnya ketawa.

- Paralisis tidur ketidakmampuan untuk bergerak saat tertidur atau bangun

tidur.

- Hlusinasi hipnagogik, halusinasi visual yang menakutkan saat jatuh

tertidur.

- Penyebab gangguan ini masih belum dimengerti dengan baik. Hal ini

dapat diterapi dengan amfetamin, obat alternatif adalah modafinil.

8. Hipoglikemia

Gejala “peringatan” awal adalah kecemasan, tremor, tidak stabil,

berkeringat, dan kelaparan. Hilangnya kesadaran dapat lama (1 jam atau

lebih) dan dapat terjadi kejang.

9. Gangguan vestibuler

(Sanberg, 2005)

H. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Corwin tahun 2008, pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada

pasien kejang berupa:

26

Page 27: Case Neuro Epilepsi_2

1. Evaluasi Laboratorium, untuk menyingkirkan penyebab metabolik atau

kejang yang disebabkan oleh obat, hipoglikemia atau hipokalsemia.

2. EKG, untuk menyingkirkan adanya aritmia jantung.

3. Pungsi lumbal, untuk menyingkirkan infeksi misalkan meningitis atau

ensefalitis.

4. MRI, untuk mengidentifikasi lesi otak seperti tumor, abses, atau

malformasi vaskular sebagai penyebab kejang.

5. CT-Scan

6. EEG diagnosis jenis dan lokasi kejang yang terjadi., namun banyak pula

kasus epilepsi yang hasil EEG-nya normal. Hal ini disebabkan karena

pada pemeriksaan EEG rutin biasanya 20-30 menit saja dan waktu

tersebut tidak cukup lama untuk mendeteksi bangkitan episodik serangan

kejang. Selain itu, kadang-kadang fokus epilepsi berada jauh di dalam

otak sehingga tidak terekam pada EEG yang hanya di tempelkan pada

kulit kepala (Satyanegara, 2010).

Penelitian yang dilakukan oleh Aminah dkk tahun 2009, diketahui

bahwa terdapat pada 75% penderita epilepsi anak tidak ditemukan

abnormalitas saat rekaman bangun baik pada bangkitan umum maupun

fokal. Abnormalitas EEG 100% ditemukan pada rekaman bangun-tidur

dan tidur. Teknik perekaman bangun saja, tanpa tidur menurunkan

probabilitas abnormalitas EEG pada epilepsi (χ2=0,98).

Macam-macam Gambar hasil EEG:

a. EEG normal

27

Page 28: Case Neuro Epilepsi_2

b. EEG partial Seizure (Right frontal seizure)

c. EEG absanc Seizure

28

Page 29: Case Neuro Epilepsi_2

d. EEG Mioklonik seizure

e. EEG tonic atonic seizure

(Ginsberg, 2005)

I. Diagnosis

Diagnosis dalam Utoyo tahun 2007

Langkah awal adalah menentukan untuk membedakan apakah ini

serangan kejang atau bukan, dalam hal ini memastikannya biasanya dengan

melakukan wawancara baik dengan pasien, orangtua atau orang yang

merawat dan saksi mata yang mengetahui serangan kejang itu terjadi. Dengan

29

Page 30: Case Neuro Epilepsi_2

mengetahui riwayat kejadian serangan kejang tersebut biasanya dapat

memberikan informasi yang lengkap dan baik mengingat pada kebanyakan

kasus, dokter tidak melihat sendiri serangan kejang yang dialami pasien

(Sirven, 2005).

Adapun beberapa pertanyaan adalah sebagai berikut :

1. Kapan pasien mengalami serangan kejang yang pertama kali selama ini?

2. Apakah pasien mengalami semacam peringatan atau perasaan tidak enak

pada waktu serangan atau sebelum serangan kejang terjadi?

3. Apa yang terjadi selama serangan kejang berlangsung? Apakah ada deviasi

mata dan kepala kesatu sisi? Apakah pada awal serangan kejang terdapat

gejala aktivitas motorik yang dimulai dari satu sisi tubuh? Apakah pasien

dapat berbicara selama serangan kejang berlangsung? Apakah mata

berkedip berlebihan pada serangan kejang terjadi? Apakah ada gerakan

“automatism” pada satu sisi ? Apakah ada sikap tertentu pada anggota

gerak tubuh? Apakah lidah tergigit? Apakah pasien mengompol ?

4. Apakah yang terjadi segera sesudah serangan kejang berlangsung?

5. Kapan kejang berlangsung selama siklus 24 jam sehari?

6. Apakah ada faktor pencetus ?

7. Bagaimana frekwensi serangan kejang ?

8. Apakah ada periode bebas kejang sejak awal serangan kejang ? Pertanyaan

ini mencoba untuk mencari apakah sebelumnya pasien sudah mendapat

obat anti kejang atau belum dan dapat menentukan apakah obat tersebut

yang sedang digunakan spesifik bermanfaat ?

9. Apakah ada jenis serangan kejang lebih dari satu macam?

10. Apakah pasien mengalami luka ditubuh sehubungan dengan serangan

kejang?

11. Apakah sebelumnya pasien pernah datang ke unit gawat darurat

Riwayat medik dahulu

Dengan mengetahui riwayat medik yang dahulu dapat memberikan

informasi yang berguna dalam menentukan etiologinya. Lokasi yang berkaitan

30

Page 31: Case Neuro Epilepsi_2

dengan serangan kejang dan pengetahuan tentang lesi yang mendasari dapat

membantu untuk pengobatan selanjutnya (Mardjono, 2003).

1. Apakah pasien lahir normal dengan kehamilan genap bulan maupun

proses persalinannya?

2. Apakah pasien setelah lahir mengalami asfiksia atau “respiratory

distress”?

3. Apakah tumbuh kembangnya normal sesuai usia?

4. Apakah ada riwayat kejang demam? Risiko terjadinya epilepsi sesudah

serangan kejang demam sederhana sekitar 2 % dan serangan kejang

demam kompleks 13 %.

5. Apakah ada riwayat infeksi susunan saraf pusat seperti meningitis,

ensefalitis? atau penyakit infeksi lainnya seperti sepsis, pneumonia yang

disertai serangan kejang. Dibeberapa negara ada yang diketahui didapat

adanya cysticercosis.

6. Apakah ada riwayat trauma kepala seperti fraktur depresi kepala,

perdarahan intra serebral, kesadaran menurun dan amnesia yang lama?

7. Apakah ada riwayat tumor otak?

8. Apakah ada riwayat stroke?

Riwayat sosial

Ada beberapa aspek sosial yang langsung dapat mempengaruhi pasien

epilepsi dan ini penting sebagai bagian dari riwayat penyakit dahulu dan

sekaligus untuk bahan evaluasi (Mardjono, 2003).

1. Apa latar belakang pendidikan pasien?

2. Apakah pasien bekerja? Dan apa jenis pekerjaannya?

3. Apakah pasien mengemudikan kendaraan bermotor?

4. Apakah pasien menggunakan kontrasepsi oral?

5. Apakah pasien peminum alkohol?

Riwayat keluarga

Mengetahui riwayat keluarga adalah penting untuk menentukan apakah

ada sindrom epilepsi yang spesifik atau kelainan neurologi yang ada kaitannya

dengan faktor genetik dimana manifestasinya adalah serangan kejang. Sebagai

31

Page 32: Case Neuro Epilepsi_2

contoh “Juvenile myoclonic epilepsy (JME)“,“ familial neonatal convulsion“,“

benign rolandic epilepsy“ dan sindrom serangan kejang umum tonik klonik

disertai kejang demam plus (Mardjono, 2003).

Riwayat allergi

Bila pasien sebelumnya sudah minum obat-obatan seperti antiepilepsi,

perlu dibedakan apakah ini suatu efek samping dari gastrointestinal atau efek

reaksi hipersensitif. Bila terdapat semacam ”rash“ perlu dibedakan apakah ini

terbatas karena efek fotosensitif yang disebabkan eksposur dari sinar matahari

atau karena efek hipersensitif yang sifatnya lebih luas (mardjono, 2003).

Riwayat pengobatan

Bila pasien sebelumnya sudah minum obat-obatan antiepilepsi, perlu

ditanyakan bagaimana kemanjuran obat tersebut, berapa kali diminum sehari

dan berapa lama sudah diminum selama ini, berapa dosisnya, ada atau tidak

efek sampingnya (Mardjono, 2003).

J. Tatalaksana

Prinsip pengobatan epilepsi:

1. Pemilihan obat

2. Strategi pengobatan, dimulai dari monoterapi kemudian ditingkatkan

dosisnya sampai optimal, jika tidak teratasi ganti obat anti epilepsi (OAE)

lini ke-2.

3. Konseling, penggunaan OAE jangka panjang tidak akan menimbulkan

perlambatan mental, dan pencegahan kejang 1-2 tahun.

4. Tindak lanjut, awasi pasien secara berkala, evaluasi ulang fungsi

neurologis secara rutin.

5. Pananganan jangka panjang, sekurang-kurangnya 1-2 tahun.

6. Penghentian obat, dilakukan bertahap, jika tiba-tiba ditakutkan akan terjadi

status epileptikus

(Dewanto dkk, 2007)

Penatalaksanaan epilepsi dapat berupa terapi konservatif (obat-obatan) dan

terapi operatif. Pemilihan obat untuk epilepsi ditentukan oleh jenis kejang dan

juga berdasarkan gangguan penyerta yang ada pada pasien tersebut. Pengobatan

32

Page 33: Case Neuro Epilepsi_2

medis bertujuan untuk mengendalikan epilepsi yaitu untuk mencegah terjadinya

serangan. Ada empat obat yang ternyata bermanfaat fenitoin, karbamazepin,

fenobarbital dan asam valproat. Penambahan obat diberikan bila monoterapi

gagal untuk mengatasi serangan kejang. Pemberian antikonvulsan adalah

mengupayakan dosis yang konstan dalam serum darah (Satyanegara, 2010).

Tabel Pemilihan Oae Didasarkan Atas Jenis Bangkitan

Jenis bangkita

n

Oae lini pertama

Oae lini kedua

Oae yang dipertimbangka

n

Oae yang dihindari

Bangkitan umum tonik klonik

Sodium valproate

LamotrigineTopiramate

Carbamazepin

e

ClobazamLevetiracetamOxcarbazepin

e

ClonazepamPhenobarbital

PhenytoinAcetazolamide

Bangkitan lena

Sodium valproate

Lamotrigine

ClobazamTopiramate

Carbamazepi ne

GabapentinOxcarbazepine

Bangki-Tan

mioklo-

nik

Sodium valproate

Topiramate

ClobazamTopiramate

LevetiracetamLamotriginePiracetam

Carbamazepi ne

GabapentinOxcarbazepine

Bangki- tan tonik

Sodium valproate

Lamotrigine

Clobazam levetiracetamTopiramate

Phenobarbital Phenytoin

Carbamazepine

OxcarbazepineBangki-

tan atonikSodium

valproateLamotrigine

Clobazam levetiracetamTopiramate

Phenobarbital Acetazolamide

Carbamazepine

OxcarbazepinePhenytoin

Bangki- tan fokal dengan /

tanpa umum

sekun- der

Carbamazepine

OxcarbazepineSodium

valproateTopiramateLamotrigine

ClobazamGabapentin

levetiracetamPhenytoinTiagabine

ClonazepamPhenobarbital Acetazolamide

33

Page 34: Case Neuro Epilepsi_2

Tipe Kejang Obat Pilihan

Parsia Karbamzepin

Natrium Valproat

Fenitoin

Lamotrigin

Absans Etosuksimid

Natrium Valproat

Lamotrigin

Mioklonik Natrium Valproat

Klonazepin

Lamotrigin

Tonik Klonik Generalisata Natrium valproat

Fenitoin

Karbamazepin

Lamotrigin

Antikonvulsan bru, selain lamotrigin, tidak diizinkan untuk monoterapi, tetapi

berperan penting sebagai terapi tambahan, terutama untuk kejang parsial yang

resisten terhadap terapi tunggal obat lini pertama.

(Ginsberg, 2005)

Terapi bedah saraf dipertimbangkan untuk pasien dengan epilepsi yang terus

menerus, refrakter terhadap dosis maksimal antikonvulsan terutama pada pasien

dengan lokasi onset kejang yang jelas (Ginsberg, 2005).

(Satyanegara, 2010)

34

Page 35: Case Neuro Epilepsi_2

Keputusan untuk menghentikan pengobatan pada pasien dewasa ditentukan

oleh:

1. Durasi remisi

2. Tipe epilepsi

3. Efek rekurensi kejang saat mengemudi dan bekerja

4. Efek samping pengobatan

(Gansberg, 2005)

K. Prognosis

Prognosis epilepsi tergantung pada beberapa hal, diantaranya jenis epilepsi,

faktor penyebab, saat pengobatan dimulai, dan ketaatan minum obat. Pada 50-

70% penderita epilepsi serangan dapat dicegah dengan obat-obatan, sedangkan

sekitar 50% pada suatu waktu dapat berhenti minum obat. Serangan epilepsi

primer seperti serangan lena atau absence mempunyai prognosis terbaik,

sebaliknya serangan pertama mulai pada usia 3 tahun menpunyai prognosis relatif

jelek termasuk kombinasi antara grand mal, epilepsi traumatik, kumpulan episode,

tanda-tanda fisik dan retardasi mental (Rubeinstein, 2007).

DAFTAR PUSTAKA35

Page 36: Case Neuro Epilepsi_2

Aminah, S., Gamayani, U., Amalia, L., 2009. Peran Teknik Perekaman EEG

dalam Diagnosis Penderita Epilepsi pada Anak.

http://repository.unpad.ac.id/handle/123456789/277diakses tanggal 19

November 2013

Brashers, L. V., 2001. Aplikasi Klinis Patofisiologi pemeriksaan dan Manajemen.

Jakarta: EGC. hal 309

Corwin, E. J., 2008. Buku Saku Patofisiologi edisi 3. Jakarta: EGC hal 242

Davey, P., 2005. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga hal 385

Dewanto, G., Suwono, W. J., Riyanto, B., Turana, Y., 2007. Panduan Praktis

Diagnosis & Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC hal 80

Ginsberg, L., 2005. Neurologi. Jakarta: Erlangga. hal 79-85

Harsono (2001) : Epilepsi, edisi 1. Yogyakarta: UGM pers

Juwono, T., 2000. Pemeriksaan Klinik Neurologik dalam Praktek. Jakarta: EGC

Mardjono M (2003) : Pandangan Umum Tentang Epilepsi dan

Penatalaksanaannya dalam Dasar-Dasar Pelayangan Epilepsi &

Neurologi, Agoes A (editor); 129-148.

Rubenstein, D., Wayne D., dan Bradley, J., 2007. Kedokteran klinis edisi keenam.

Jakarta: Erlangga hal 104-109

Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah saraf. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal 474

Shorvon S. 2000. Handbook of Epilepsy Treatment. Blackwell Science, hal 25-36

Sirven J.I, Ozuna J (2005) : Diagnosing epilepsy in older adults, Geriatricts,

60,10: 30-35.

Utoyo Sunaryo. 2007. Diagnosis Epilepsi. Jurnal Volume 1 edisi 1 Januari.

Surabaya: Universitas Wijaya Kusuma. Hal 1-60

36