Case Mola Bab1 -Bab5

39
BAB I PENDAHULUAN Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, jonjot- jonjot korion (chorionik villi) yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, Amerika Latin (1 : 120) dibandingkan dengan negara - negara barat (1 : 2000). Penyakit ini banyak diderita oleh wanita usia reproduksi sehat, sehingga tujuan penatalaksanaan penyakit trofoblas gestasional adalah mempertahankan dan meningkatkan kesehatan reproduksi pasca penyakit trofoblas gestasional. Wanita yang memiliki riwayat kehamilan mola juga memiliki angka kekambuhan yang lebih tinggi. Mola hidatidosa dijumpai paling sering pada umur reproduktif (15-45 tahun) dan pada multipara. Wanita dengan riwayat abortus spontan akan beresiko lebih besar untuk terkena mola komplit atau mola partial pada kehamilan berikutnya. Mola hidatidosa akan berulang pada 0,5-2,6% pasien dengan kemungkinan berkembang menjadi mola invasif atau choriocarcinoma. 1

description

molahidatidosa

Transcript of Case Mola Bab1 -Bab5

Page 1: Case Mola Bab1 -Bab5

BAB I

PENDAHULUAN

Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, jonjot-jonjot korion (chorionik

villi) yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung

banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan.

Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, Amerika Latin (1 :

120) dibandingkan dengan negara - negara barat (1 : 2000). Penyakit ini banyak

diderita oleh wanita usia reproduksi sehat, sehingga tujuan penatalaksanaan penyakit

trofoblas gestasional adalah mempertahankan dan meningkatkan kesehatan

reproduksi pasca penyakit trofoblas gestasional.

Wanita yang memiliki riwayat kehamilan mola juga memiliki angka

kekambuhan yang lebih tinggi. Mola hidatidosa dijumpai paling sering pada umur

reproduktif (15-45 tahun) dan pada multipara.

Wanita dengan riwayat abortus spontan akan beresiko lebih besar untuk

terkena mola komplit atau mola partial pada kehamilan berikutnya. Mola hidatidosa

akan berulang pada 0,5-2,6% pasien dengan kemungkinan berkembang menjadi mola

invasif atau choriocarcinoma.

1

Page 2: Case Mola Bab1 -Bab5

BAB II

LANDASAN TEORI

1.1. Definisi Mola hidatidosa

Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stroma villus

korialis langka vaskularisasi, dan edematous atau jonjot-jonjot korion (chorionik villi)

yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung

banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena ini disebut

juga hamil anggur atau mata ikan. Kelainan ini merupakan neoplasma trofoblas yang

jinak (benign). Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan

edematous itu hidup dan tumbuh terus. Trofoblast pada vilus kadang berproliferasi

ringan, kadang-kadang keras, dan mengeluarkan hormon yaitu human chorionic

gonadotropin (hCG) dalam jumlah yang besar dari kehamilan biasa.

1.2. Epidemiologi

Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, Amerika Latin (1 :

120) dibandingkan dengan negara - negara barat (1 : 2000). Penyakit ini banyak

diderita oleh wanita usia reproduksi sehat, sehingga tujuan penatalaksanaan penyakit

trofoblas gestasional adalah mempertahankan dan meningkatkan kesehatan

reproduksi pasca penyakit trofoblas gestasional.

Wanita yang memiliki riwayat kehamilan mola juga memiliki angka

kekambuhan yang lebih tinggi.

Mola hidatidosa dijumpai paling sering pada umur reproduktif (15-45 tahun)

dan pada multipara.

Wanita dengan riwayat abortus spontan akan beresiko lebih besar untuk

terkena mola komplit atau mola partial pada kehamilan berikutnya.

Mola hidatidosa akan berulang pada 0,5-2,6% pasien dengan kemungkinan

berkembang menjadi mola invasif atau choriocarcinoma.

Varian mola hidatidosa parsial baru diketahui pada 1997 oleh Vassikolas et al.

secara epidemiologis klonik mola hidatidoda parsialis tidak sejelas mola hidatidosa

2

Page 3: Case Mola Bab1 -Bab5

komplit. Kita tidak mengetahui dengan tepat insidenny, faktor risikonya dan

bagaimana perkembangan penyakitnya. Yang telah diketahui adalah insidennya lebih

rendah dari mola komplit.

Banyak pakar yang berangggapan bahwa insidensi molaparsial lebih tinggi

dibandingkan dengan mola komplit. Alsannya adalah kehailan triploidi biasaanya

mati pada umur 8-9 minggu kemudian menjadi abortus spontan. Bila semua kasus

abortus spontan diperiksa PA sebagian diantaranya akan berupa kasus mola parsial.

1.3. Etiologi dan Faktor Resiko

Walaupun penyakit ini sudah dikenal dari awal abad ke enam, tetapi sampai

sekarang belum diketahui dengan pasti penyebabnya. Berbagai teori telah dianjurkan

misalnya teori infeksi, defisiensi makanan terutama protein. Kasus ini banyak

ditemukan pada pasien dengan sosial ekonomi yang rendah. Akhir – akhir ini

dianggap bahwa kelainan tersebut terjadi karena pembuahan sebuah sel telur dimana

intinya telah hilang atau tidak aktif lagi oleh sebuah sel sperma yang mengandung 23

x (haploid) kromosom kemudian membelah menjadi 46 xx, sehingga mola hidatidosa

bersifat homozigot, wanita dan androgenesis. Kadang kadang terjadi pembuahan oleh

2 sperma sehingga terjadi 46 xx atay 46 xy.

Faktor risiko timbulnya mola adala asupan vitamin A dan lemak hewani yang

rendah, defisiensi protein, sosio ekonomi yang rendah, paritas yang tinggi. Oleh

karena itu pengetahuan tentang faktor risiko penting untuk menghindari terjadinya

mola hidatidosa, seperti tidak hamil pada usia ekstrim dan memperbaiki gizi.

1.4. Patogenesa

Penyakit neoplasia trofoblastik gestasional secara umumnya berasal dari

jaringan fetal dan bukannya jaringan dari tubuh ibu. Mola hidatidosa pula dikatakan

berasal dari trofoblas extra embrionik. Gangguan pada perkembangan inner mass cell

embrionik ketika proses differrensiasi dikatakan menjadi penyebab terjadinya mola

hidatidosa.

3

Page 4: Case Mola Bab1 -Bab5

Banyak teori tentang patogenesa penyakit ini diantaranya :

Hertig et al menganggap bahwa pada mola hidatidosa terjadi insufisiensi

peredaran darah akibat matinya embrio pada minggu ke 3-5 (missed abortion)

sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim vili dan terbentuklah

kista-kista kecil yang makin lama makin besar samai akhirnya terbentukalah

gelembung mola sedangkan proliferasi trofoblas merupakan akibat dari tekanan vili

yang edematous tadi.

Park beranggapan bahwa yang primer adalah adanya jaringan trofoblas yang

abnormal baik berupa hyperplasia, dysplasia maupun neoplasia. Bentuk yang

abnormal ini disertai pula dengan fungsi yang abnormal. Keadaan ini menekan

pembuluh darah yang akhirnya menyebabkan kematian embrio.

Teori sekarang yang di anut adalah teori sitogenik. Secara sitogenik umumnya

kehamilan MHK terjadi karena sebuah ovum yang tidak berinti (kosong) atau yang

initinya tidak berfungsi dibuahi oleh sperma yang mengandug haploid 23 X, sehingga

terjadilah hasil konsepsi dengan kromosom 23 X, yang kemudian mengadakan

duplikasi menjadi 46 XX. Jadi umunya MHK bersifat homozigot, wanita dan berasal

dari bapak (androgenetik). Jadi tidak ada unsur ibu sehingga disebut Diploid

Androgenik.

Ovum yang kosong ini bisa terjadi karena gangguan pada proses meosis yag

seharusnya 46 XX pecah menjadi haploid 23 X, terjadi peristiwa yang disebut

nondysjunction, dimana hasil pemecahannya adalah 0 dan 46 XX. Pada MHK ovum

inilah yang dibuahi. Gangguan proses meosisi ini antara lain teradi pada kelainan

structural kromosom berupa balance translocation.

MHK juga dapat terjadi oleh akibat pembuahan ovum ksosong oleh 2 sperma

sekaligus (dispermi).

1.5. Gejala dan Tanda

Pada permulaannya gejala mola hidatidosa tidak berbeda dengan kehamilan

biasa yaitu amenorea, mual, muntah, pusing dan lain-lain, hanya saja derajat

keluhannya sering lebih hebat. Selanjutnya perkembangan lebih pesat sehingga pada

4

Page 5: Case Mola Bab1 -Bab5

umumnya besar uterus lebih besar dari usia kehamilan. Ada pula kasus-kasus yang

uterusnya lebih kecil tau sama besar walaupun jaringannya belum dikeluarkan. Dalam

hal ini perkembangan jaringan trofoblas tidak begitu aktif sehingga perlu dipikirkan

kemungkinan adanya jenis dying mole.

Perdarahan merupakan gejala utama mola. Biasanya keluhan perdarahan

inilah yang menyebabkan mereka datang ke rumah sakit. Gejala perdarahan ini

biasanya terjadi pada bulan pertama sampai bulan ketujuh . Sifat perdarahan bisa

intermitten, sedikit-sedikit ataupun sekaligus banyak sehingga menyebabkan syok

atau kematian. Karena perdarahan ini umumnya pasien mola hidatidosa masuk

kedalam keadaan anemia. Keluar jaringan mola yang seperti buah anggur yang

merupakan diagnosa pasti.

Seperti juga pada kehamilan biasa, mola hidatidosa bisa disertai dengan

preeclampsia (eklampsia) hanya perbedaanya adalah bahwa peeklampsia pada mola

terjadinya lebih muda daripada kehamilan biasa. Penyulit lain yang akhir – akhir ini

banyak dipermasalahkan adalah tirotoksikosis. Maka, Martaadisoebrata

menganjurkan agar tiap kasus mola hidatidosa dicari tanda – tanda tirotoksikosis

secara aktif seperti kita selalu mencari tanda tanda preeklampsia pada tiap kehamilan

baisa. Biasanya pasien meninggal karena krisis tiroid.

Penyulit lain yang mungkin terjadi adalah emboli sel trofoblas ke paru-paru.

Sebetulnya pada setiap kehamilan selalu ada migrasi sel trofoblas ke paru – paru

tanpa memberikan gejala apa-apa. Akan tetapi, pada mola kadang-kadang jumlah sel

trofoblas ini demikian banyak sehingga dapat menimbulkan emboli paru – paru akut

yang bisa menyebabkan kematian.

Mola hidatidosa sering disertai dengan kista lutein, baik unilateral maupun

bilateral. Umumnya kista ini menghilang setelah jaringan mola dikeluarkan tetapi ada

juga kasus dimana kista lutein baru ditemukan pada waktu follow up. Dengan

pemeriksaan klinis insidensi kista lutein lebih kurang 10,2%, tetapi bila menggunakan

USG angkanya meningkat sampai 50%. Kasus mola dengan kista lutein memiliki

risiko 4 kali lebih besar untuk mendapat degenerasi keganasan di kemudian hari

daripada kasus-kasus tanpa kista.

5

Page 6: Case Mola Bab1 -Bab5

1.6. Diagnosis

A. Anamnesis

1. Perdarahan pervaginam adalah gejala paling sering,biasanya terjadi pada

usia kehamilan 6-16 minggu.

2. Terdapat gejala hamil muda yang biasanya lebih nyata dari kehamilan

biasa.

3. Keluar jaringan mola seperti bauh anggur atau mata ikan (tidak selalu ada)

yang merupakan diagnosa pasti.

4. Perdarahn lebih sedikit atau banyak, tidak teratur berwarna merah

kecoklatan seperti bumbu rujak.

5. Kadang kala timbul gejala Preeklamsia.

B. Pemeriksaan fisik

a. Inspeksi

1. Mata dan terkadang badan terlihat kekuningan yang disebut muka mola

(mola face).

2. Kalau gelembung mola keluar dapat dilihat jelas.

b. Palpasi

1. Uterus membesar tidak sesuai tuanya kehamilan, uterus terasa lembek

2. Tidak terasa janin, tidak teraba bagian janin, ballotemen, dan gerakan

janin.

3. Adaanya fenomena harmonika: darah dan gelembung mola keluar, dan

fundus uteri turun, lalu naik lagi karena terkupulnya darah baru.

4. Fundus uteri lebih tinggi daripada usia kehamilan yang dihitung

berdasarkan haid terakir. Hal ini di jumpai pada 30% kasus.

c. Aukultasi

1. tidak terdengar bunyi denyut jantung janin

2. terdengar bising

6

Page 7: Case Mola Bab1 -Bab5

C. Pemeriksaan Penunjang

1. Reaksi kehamilan: karena kadar HCG yang tinggi maka uji biologik dan uji

imunologik (Galli Mainini dan planotest) akan positif setelah pengenceran

(titrasi):

Galli Mainini 1/300 (+), maka suspek mola hidatidosa.

Galli Mainini 1/200 (+), maka kemungkinan mola hidatidosa atau hamil

kembar. Bahkan pada mola atau kariokarsinoma, uji bilogik atau imunologik

cairan serebrospinal dapat menjadi positif.

2. Pemeriksaan dalam: pastikan besarnya rahim rahim terasa lembek, tidak ada

bagian- bagian janin, serta evaluasi keadaan serviks.

3. Uji sonde: sonde (penduga rahim ) di masukkan pelan-pelan dan hati-hati ke

dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde

diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan, kemungkinan mola

(cara Acosta-Sison).

4. USG pada kasus mola, menunjukkan gambaran yang khas yaitu berupa badai

salju (snow lake pattern) atau gambaran seperti sarang lebah (honey comb)

dan tidak terlihat janin.

5. Pada foto rontgen abdomen: tidak terlihat tulang-tulang janin.

1.7. Penanganan Mola Hidatidosa

Pengelolaan mola hidatidosa terdiri atas 4 tahap :

a. Perbaikan keadaan umum

Yang termasuk usaha ini misalnya pemberian transfusi darah untuk

memperbaiki syok atau anemia dan menghilangkan atau mengurangi penyulit seperti

preeclampsia atau tirotoksikosis.

b. Pengeluaran jaringan mola

Berhubung dengan kemungkinan mola menjadi ganas, maka terapi yang

terbaik pada wanita dengan usia yang sudah lanjut dan sudah mempunyai jumlah

anak yang cukup adalah histerektomi. Akan tetapi untuk pasien yang masih

menginginkan anak maka setelah diagnosis mola ditegakkan dilakukan tindakan

7

Page 8: Case Mola Bab1 -Bab5

pengeluaran mola dengan kerokan isapan (suction curettage) disertai dengan

pemberian infus oksitosin IV. Setelah itu dilakukan kerokan dengan menggunakan

kuret tumpul untuk mengeluarkan sisa konsepsi, kerokan perlu dilakukan dengan

hati-hati mengingat adanya bahaya perforasi.

Tujuh sampai sepuluh hari sesudahnya dilakukan kerokan ulang dengan kuret

tajam, agar ada kepastian bahwa uterus benar-benar telah kosong, dan untuk menilai

tingkat proliferasi sisa-sisa trofoblas yang dapat ditemukan. Makin tinggi tingkat itu

makin perlu untuk waspada terhadap kemungkinan keganasan.

Sebelum mola dikeluarkan sebaiknya dilakukan pemeriksaan rontgen paru-

paru untuk menentuakan ada atau tidaknya metastasis ke tempat itu. Setelah mola

dilahirkan data ditemukan bahwa kedua ovarium membesar menjadi kista teka-lutein.

Kista-kista ini yang tumbuh karena pengaruh hormonal kemudian mengecil sendiri.

Tidak jarang bahwa pada sediaan histerektomi bila dilakukan pemeriksaan

histopatologik sudah tampak adanya tanda-tanda keganasan berupa mola

invasi/koriokarsinoma.

c. Pemeriksaan lanjutan

Hal ini perlu dilakukan mengingat adanya keganasan setelah molahidatidosa.

Tes hCG harus mencapai nilai normal 8 minggu setelah evakuasi. Lama pengawasan

berkisar satu tahun. Untuk tidak mengacaukan pemeriksaan pada periode ini pasien

diminta untuk tidak hamil dulu dengan menggunakan kondom, diafagma atau oantang

berkala. Anjuran untuk semua penderita pascamola dilakukan kemoterapi untuk

mencegah timbulnya keganasan, belum dpat diterima oleh semua pihak.

Pada pengamatan lebih lanjut selain pemeriksaan terhadap kemungkinan

timbulnya metastasis sangat pentung untuk memerika kadar hormone

koriogonadotropin (hCG) secara berulang.

8

Page 9: Case Mola Bab1 -Bab5

Pada kasus yang tidak menjadi ganas, kadar hCG lekas turun menjadi

negative dan tetap tinggal negative. Pada awal masa pascamola dapat dilakukan tes

hamil biasa akan tetapi setelah tes hamil biasa menjadi negative perlu dilakukan

pemeriksaan radio-immunoassay hCG dalam serum. Pemeriksaan yang peka ini dapat

menemukan hormone dalam kuantitas yang rendah.

Pemeriksaan kadar hCG diselenggarakan tiap minggu sampai kadar menjadi

negatif selama 3 minggu dan selanjutnya setiap bulan selama 6 bulan. Sampai kadar

hCG menjadi negatif. Pemeriksaan rontgen paru dilakukan tiap bulan. Selama

pemeriksaan hormone hCG pasien diberitahukan agar tidak hamil terlebih dahulu

hinga kadar hormone hCG normal selama 6 bulan. Pemberian pil kontrasesi

kombinasi berguna dalam 2 hal : 1). Mencegah kehamilan yang baru dan menekan

pembentukan LH oleh hipofise yang dapat mempengaruhi kadar hCG. Apabila kadar

hCG tidak turun dalam kurun waktu 3 mingu berturut-turutt atau alah naik dapat

diberi kemoterapi, kecuali jika penderita tidak menghendaki bahwa uterus

dipertahankan, dalam hal ini dilskuksn histerektomi.

Kemoterapi dapat dilakukan degngan pemberian methotrexate atau

Dactinomycin, atau kadang – kadang dengan kombinasi 2 obat tersebut. Biasanya

cukup hanya member satu seri dari obat yang bersangkutan. Pengamatan lanjutan

terus dilakukan sampai kadar hCG menjadi negatif selama 6 bulan. Indikasi

pemberian kemoterapi pascaevakuasi adalah :

1. Pola kadar hCG mengalami regrasi abnormal (peningkatan kadar hCG

> 10% atau kadar hCG menetap tiga kali dalam pemeriksaan dua

minggu).

2. Terjadi rebound hCG

3. Diagnosis histology koriokarsinoma

4. Terdapat metastasis

5. Kadar hCG tinggi (>20.000 mIU/ml selama lebih dari empat minggu

pascaevakuasi).

9

Page 10: Case Mola Bab1 -Bab5

6. Kadar hCG meningkat menetap selama 6 bulan pascaevakuasi.

d. Sitostatika Profilaksis

Wanita dengan kelainan Gestasional Trophoblastic Desease dapat diobati baik

dengan agen tunggal atau multi-agen kemoterapi. Pengobatan yang digunakan didasarkan

pada FIGO 2000 sistem scoring untuk GTN dengan oenilaian sebagai berikut :

FIGO SCORING 0 1 2 4

Age (years) <40 >40 - -

Antecedent pregnancy Mola Aborti

on

Term

Interval months from end of

index pregnancy to treatment

<4 4-,<7 7-<13 >13

Pretreatment serum hCG (iu/I) <103 103-

<104

104-

<105

>105

Largest tumour size, including

uterus (cm)

<3 3- <5 >5 -

Site of metastases Lung Spleen

, kidney

Gastro

-

intestinal

Liver,

brain

Number of methastases - 1-2 5-8 >8

Previous failed chemotherapy - - Single

drug

2 or

more

drug

10

Page 11: Case Mola Bab1 -Bab5

Perempuan dinilai sebelum kemoterapi menggunkan sistem scoring FIGO

2000. Wanita dengan skor ≤6 berisiko rendah dan dapat diberikan methotrexate

intramuscular agen tunggal bergantian setiap hari dengan Asanm folinic selama 1

minggu diikuti oleh 6 hari istirahat. Wanita dengan skor ≥7 berisiko tinggi dan

diperlakukan dengan IV kemoterapi multi-agen, yang mencakup kombinasi

methotrexate, dactynomycin, etoposid, vincristine dan siklofosfamid.pengobatan

dilanjutkan dala semua kasus sampai tingkat hCG kembali normal dan kemudian

untuk lebih anjut 6 minggu berturut-turut.

Pemberian methotrexate 3 x 5mg selama 5 hari pada kasus dengan ririk

keganasan tinggi seperti umur tua dan paritas tinggi.

1.8. Diagnosa Banding

1. Kehamilan ganda

2. Hidramnion

3. Abortus

1.9. Komplikasi

1. Perdarahan yang hebat sampai syok.

2. Perdarahan berulang yang dapat menyebabkan anemia

3. Infeksi sekunder

4. Perforasi karena keganasan dan karena tindakan.

5. Menjadi ganas pada 18-20 % kasus, akan menjadi mola dektruens atau

koriokarsinoma.

1.10. Prognosis

Kematian pada mola hidatidosa disebabkan oleh perdarahan, infeksi, payah

jantung, atau tirotoksikosis. Di Negara maju kematian disebabkan oleh mola sudah

tidak ada lagi. Akan tetapi di negara berkembang masih cukup tinggi yaitu berkisar

2,2% dan 5,7%. Sebagian mola akan sehat kembali setelah jaringan dikeluarkan

11

Page 12: Case Mola Bab1 -Bab5

tetapi ada sekelompok perempuan yang kemudian menderita degenerasi keganasan

menjadi koriokarsinoma.

Hampir 20% mola hidatidosa komplit berlanjut menjadi keganasan sedangkan

mola hidatidosa parsial jarang. Mola yang jarang berulang disertai tirotoksikosis atau

kista lutein memiliki kemungkinan menjadi ganas lebih tinggi.

BAB III

LAPORAN KASUS

2.1. Identitas Pasien

12

Page 13: Case Mola Bab1 -Bab5

Nama : Ny. EF

Usia : 27 tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

No. RM : 111742

Alamat : Dhamasraya

Tanggal : 25 Agustus 2015

Nama Suami : Tn. B

Umur : 29 tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

2.2. Anamnesa

Keluhan Utama

Seorang pasien wanita umur 27 tahun datang ke poliklinik RSUD Solok pada

tanggal 25 Agustus 2015 pukul 21.40 WIB dengan keluhan utama keluar darah

melalui kemaluan sejak 3 hari yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang

Keluar darah yang banyak dari kemaluan sejak 3 hari yang lalu.

Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari sejak 3 hari yang lalu

Keluar jaringan seperti daging tidak ada

Keluar jaringan seperti mata ikan disangkal

BAK susah dan sedikit-sedikit sejak 3 hari yang lalu

Tidak haid sejak 2 bulan yang lalu.

HPHT : 12 Juni 2015 TP : 19 Maret 2016

Riwayat menstruasi : menarche pada usia 16 tahun, siklus haid teratur,

lamanya 5-6 hari, banyaknya 2-3 kali ganti duk perhari, nyeri haid

pada hari pertama datang bulan.

RHM : mual (+), muntah (+), perdarahan (+).

ANC : belum pernah kontrol sebelumnya.

Riwayat Penyakit Dahulu

13

Page 14: Case Mola Bab1 -Bab5

Riwayat penyakit jantung, paru, hati, ginjal, DM, hipertensi

sebelumnya tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga

Anggota keluarga tidak ada yang menderita penyakit keturunan, menular

dan kejiwaan.

Riwayat Perkawinan, Kehamilan, Kontrasepsi, Imunisasi

Riwayat perkawinan : 1 kali tahun 2008

Riwayat kehamilan/ abortus/persalinan : 4/0/3

Riwayat kontrasepsi : KB Suntik 1 kali sebulan

Riwayat imunisasi lain :tidak ada

Psikososial

Pendidikan terakhir ibu : SMA

Pendidikan terakhir suami : SMA

Pekerjaan ibu : Ibu Rumah Tangga

Pekerjaan suami : Wiraswasta

Penghasilan rata-rata perbulan : 2.000.000 dirasa cukup.

Pasien merasa tidak ada masalah dalam melakukan kunjungan ke

rumah sakit.

Riwayat Pemeriksaan Laboratorium

Pasien belum pernah melakukan pemeriksaan laboratorium pada

kehamilan yang keempat ini.

Pemeriksaan urin dan kultur urin tidak pernah.

Golongan darah : pasien tidak tahu.

Pemeriksaan penapisan antibody, status rubella, status sifilis, pap

smear, uji HIV tidak ada.

Riwayat Kehamilan Resiko Tinggi.

Pasien tidak pernah menderita penyait lain dalam kehamilan.

Pasien tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan saat ini.

14

Page 15: Case Mola Bab1 -Bab5

Pasien tidak pernah mengalami kelainan plasenta sebelumnya.

Riwayat Nutrisi

Pasien mengaku tidak mengalami penambahan berat badan

sebelumnya.

Riwayat Lingkungan Tempat Tinggal

lingkungan tempat tinggal diakui pasien cukup bersih.

Pembuangan sampah di tong sampah belakang rumah.

Sumber air bersih : sumur dan diakui pasien cukup jernih.

Selokan disekitar rumah lancer dan tidak tersumbat

Riwayat Aktivitas

pasien tidak ada berolahraga selama kehamilan.

Riwayat bepergian jauh selama kehamilan tidak ada.

Riwayat Kebersihan Diri dan Koitus

Pasien mandi 2 kali sehari di sumur belakang rumah.

Gosok gigi selama hamil 1 kali sehari pada pagi hari.

BAB frekuensi 1 kali sehari, lancar.

BAK biasanya lancar

Frekuensi koitus 1-2 kali dalam seminggu.

Perdarahan setelah koitus tidak ada

Riwayat Kebiasaan

Riwayat merokok selama kehailan tidak ada

Riwayat konsumsi alcohol selama hamil tidak ada.

Riwayat konsumsi kopi selama hamil jarang.

Riwayat penggunaan obat terlarang selama hamil tidak ada.

Riwayat Keluhan Medis

Riwayat kaki bengkak, tensi tinggi, dan mata kabur selama kehamilan

tidak ada.

Riwayat mual muntah selama kehamilan ada.

Riwayat nyeri berkemih sejak beberapa hari yang lalu

15

Page 16: Case Mola Bab1 -Bab5

Riwayat konstipasi, nyeri punggung, varises, hemoroid, ngidam aneh-

aneh, air liur berlebih, nyeri kepala (-) dan keputihan (+).

Riwayat nyeri ulu hati selama kehamilan ada akibat gejala mual

muntah (+).

Riwayat kelelahan selama kehamilan ada akibat gejala muah muntah

(+).

2.3. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : sedang.

Kesadaran : compos mentis cooperative.

Tekanan darah :120/80 mmHg.

Heart Rate : 84 x/menit.

Respiration Rate : 20 x/menit.

Suhu : 36,7 0 C

Berat Badan : 50 Kg

Tinggi Badan : 155 cm

BMI : 60/(1,55)2 =20,8

Status gizi : baik

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Leher : JVP 5-2 cmH2O, Kelenjer tiroid tidak membesar.

Thoraks

o Paru :

Inspeksi : gerakan normal simetris kiri dan kanan

Palpasi : fremitus kiri sama dengan kanan.

Perkusi : sonor kiri sama dengan kanan

Auskultasi: vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

o Jantung :

Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : batas jantung dalam batas normal

Auskultasi: bunyi jantung murni, bising teratur (-)

16

Page 17: Case Mola Bab1 -Bab5

Abdomen : status obstetrikus

Genitalia : status obstetrikus

Ekstremitas : edema (-/-), refleks fisiologis (-/-), refleks patologis

(-/-).

Plano test : Positif

Status Obstetrikus

Muka : chloasma gravidarum (-), konjungtiva anemis (-/-), sclera

ikterik (-/-)

Mammae : membesar, aereola dan papilla hiperpigmentasi, kolostrum (-)

Abdomen :

o Inspeksi : tak tampak membuncit

o Palpasi : tidak teraba bagian janin, TFU teraba anatara

simphisis pubis dan umbilicus

o Perkusi : timpani

o Auskultasi : bising usus (+) normal

Genitalia :

o Inspeksi : v/u tenang, PPV (+)

o Inspekulo :

Porsio ukuran normal, tampak licin, perdarahan aktif (+),

massa (-), peradangan (-).

o VT : Tidak dilakukan

2.4. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Hemoglobin : 12,35gr/dl

Hematokrit : 37,0 %

Leukosit : 11,67 x 103

17

Page 18: Case Mola Bab1 -Bab5

Trombosit : 269 x 103

Pemeriksaan Serologi/Immunologi

T3 : 1,87ng/ml

TSH : <0,05mIU/ml

FT4 : 23,59pmol/L

USG: terdapat gambaran seperti badai salju (snow lake pattern)

2.5. Diagnosa

G4P3A0H3 gravid 11-12 minggu + Molahidatidosa + Hipertiroid

2.6. Rencana Penatalaksanaan

Sikap

Kontrol KU, VS, dan PPV

Cek laboratorium darah rutin.

Rencana curretage dan dipasang

Terapi

Pasang IVFD RL 500 CC 20 tetes/menit

Injeksi Ceftriaxon 2×1

18

Page 19: Case Mola Bab1 -Bab5

Asam Mefenamat 3x500 mg (p.o)

FOLLOW UP

N

O.

Tanggal Keterangan

126 Agustus 2015 S/ Demam (-), PPV (+), mual (-), muntah (-), BAB

(+), BAK (+),

O/ KU : Sedang, Kesadaran : CMC, TD : 110/70

mmHg, HR: 82x/i, RR : 20x/I, T : 37,2 C

Mata : mata konjungtiva tidak anemis, sclera

tidak ikterik

Abdomen:

o Inspeksi : perut tidak tampak membuncit,

linea mediana hiperpigmentasi, striae (+),

o Palpasi : tidak teraba bagian janin

o Perkusi : timpani

o Auskultasi : bising usus (+)

Genitalia :

o Inspeksi : v/u tenang, PPV (+)

A/ G4P3A0H3 gravid 11-12 minggu + Molahidatidosa +

Hipertiroid

P/ Kontrol KU, VS, dan PPV

Informed consent

Dilakukan curretage dan hasil yang dikeluarkan

yaitu: - jaringan mola sebanyak 200 gr dan dikirim ke

labor PA

- hasil jaringan konsepsi ± 200 gr

Pasien dianjurkan kembali ke rumah sakit 10 hari

setelah kerokan pertama

19

Page 20: Case Mola Bab1 -Bab5

Injeksi Ceftriaxon 2×1

1

0

27 Agustus 2015 S/ Demam (-), PPV (-), BAB (+), BAK (+),

O/ KU : Sedang, Kesadaran :CMC, TD: 120/80

mmHg, HR: 88x/i, RR: 20x/I, T : 37,1 C

Mata : mata konjungtiva tidak anemis, sclera

tidak ikterik

Genitalia :

o Inspeksi : v/u tenang, PPV (-)

A/ P4A1H4 post curretage ai Molahidatidosa +

Hipertiroid

P/ Kontol KU, VS, PPV

Pasien diperbolehkan pulang dan kontrol ke poli

seminggu lagi untuk memastikan ada atau tidaknya sisa

jaringan, jika ada dilakukan kerokan kedua

Terapi

Amoxicilin 3 x 500 mg (p.o)

Asam mefenamat 3 x 500 mg (p.o)

SF tab 2x1 (p.o)

Vit C tab 1x1 (p.o)

Hasil Labor PA :

Makroskopik :Potongan-potongan jaringan hitam, 8×6×4 cm, Øhitam

tampaqk gelembung kecil

Mikroskopik :diantara perdarahan dan jaringan nekrotik yang vesikuler yang

mengalami degenerasi hidropik. Tampak pula jaringan desidua

graviditatis dan trofoblast yang berproliferasi sedang.

Diagnosa : MOLAHIDATIDOSA

20

Page 21: Case Mola Bab1 -Bab5

BAB IV

ANALISA KASUS

Pada laporan kasus diatas seorang wanita berusia 27 tahun datang dengan keluhan

utama keluar darah melalui kemaluan sejak 3 hari yang lalu di diagnosa G4P3A0H3

21

Page 22: Case Mola Bab1 -Bab5

gravid 11-12 minggu + Molahidatidosa + Hipertiroid. Diagnosa ini ditegakkan

berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik obstetric dan pemeriksaan penunjang.

Teori Kasus

Anamnesis

Perdarahan pervaginam adalah

gejala paling sering,biasanya

terjadi pada usia kehamilan 6-16

minggu.

Terdapat gejala hamil muda

yang biasanya lebih nyata dari

kehamilan biasa.

Keluar jaringan mola seperti

bauh anggur atau mata ikan

(tidak selalu ada) yang

merupakan diagnosa pasti.

Perdarahn lebih sedikit atau

banyak, tidak teratur berwarna

merah kecoklatan seperti bumbu

rujak.

Kadang kala timbul gejala

Preeklamsia.

Pada pasien ini pada anamnesa di dapat:

Keluar darah yang banyak

dari kemaluan sejak 3 hari

yang lalu pada usia

kehamilan 11-12 minggu

Nyeri pinggang menjalar ke

ari-ari sejak 3 hari yang lalu

Keluar jaringan seperti

daging tidak ada

Keluar jaringan seperti mata

ikan disangkal

RHM : mual dan muntah

yang dirasakan yang lebih

berat daripada kehamilan dan

perdarahan (+).

ANC : belum pernah kontrol

sebelumnya.

Pemeriksaan fisik

a. Inspeksi

1. Mata dan terkadang badan

terlihat kekuningan yang

disebut muka mola (mola

Pada pasien ini:

Pada inspeksi tidak terdapat tanda

mola

Pada palpasi :

- tidak teraba bagian janin, TFU teraba

anatara simphisis pubis dan

22

Page 23: Case Mola Bab1 -Bab5

face).

2. Kalau gelembung mola keluar

dapat dilihat jelas.

b. Palpasi

Uterus membesar tidak sesuai

tuanya kehamilan, uterus

terasa lembek

Tidak terasa janin, tidak teraba

bagian janin, ballotemen, dan

gerakan janin.

Adaanya fenomena

harmonika: darah dan

gelembung mola keluar, dan

fundus uteri turun, lalu naik

lagi karena terkupulnya darah

baru.

Fundus uteri lebih tinggi

daripada usia kehamilan yang

dihitung berdasarkan haid

terakir. Hal ini di jumpai pada

30% kasus.

c. Aukultasi

1. tidak terdengar bunyi

denyut jantung janin

2. terdengar bising

umbilicus

- ballotement (-)

Pada Auskultasi :

- belum terdengar djj

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang pada pasien:

23

Page 24: Case Mola Bab1 -Bab5

1. Reaksi kehamilan: karena

kadar HCG yang tinggi maka

uji biologik dan uji imunologik

(Galli Mainini dan planotest)

akan positif setelah

pengenceran (titrasi

2. Pemeriksaan dalam: pastikan

besarnya rahim rahim terasa

lembek, tidak ada bagian-

bagian janin, serta evaluasi

keadaan serviks.

3. Uji sonde: sonde (penduga

rahim ) di masukkan pelan-

pelan dan hati-hati ke dalam

kanalis servikalis dan kavum

uteri. Bila tidak ada tahanan,

sonde diputar setelah ditarik

sedikit, bila tetap tidak ada

tahanan, kemungkinan mola

(cara Acosta-Sison).

4. USG pada kasus mola,

menunjukkan gambaran yang

khas yaitu berupa badai salju

(snow lake pattern) atau

gambaran seperti sarang lebah

(honey comb) dan tidak terlihat

janin.

5. Pada foto rontgen abdomen:

tidak terlihat tulang-tulang

janin.

- Kadar HCG tidak diperiksa

- USG : terdapat gambaran

badai salju

24

Page 25: Case Mola Bab1 -Bab5

Dikarenakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, pasien

ini di terapi sesuai diagnosa. Pada pasien dilakukan kerokan atau curretage dan hasil

kerokan nya dikirim ke labor PA. Pada pasien tidak dilakukan histerektomi

BAB V

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, jonjot-jonjot korion (chorionik

villi) yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung

banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Diagnosa

molahidatidosa dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

25

Page 26: Case Mola Bab1 -Bab5

pemeriksaan penunjang. Perdarahan merupakan gejala utama mola. Keluar jaringan

mola yang seperti buah anggur yang merupakan diagnosa pasti. Gejala lain seperti

gejala kehamilan biasa namun gejala nya lebih berat atau lebih cepat. Molahidatidosa

dapat diterapi dengan curretage atau histerektomi. Selain itu pada molahidatidosa

dapat diberikan sitostatika profilaksis.Penanganan pada molahidatidosa harus

dilakukan secara tepat agar tidak terjadi komplikasi.

DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo, Sarwono, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan Edisi Keempat. Jakarta: PT

Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Sofian, Amru. 2011. Sinopsis Obstetri Jilid 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC.

Saifuddin, A. 2006. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.

Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

26

Page 27: Case Mola Bab1 -Bab5

Snell, Richard S. 2011. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC

Morgan, Geri; Hamilton, C. 2007. Obstetri dan Ginekologi Panduan Praktis Edisi

2.Jakarta: EGC

Guyton, Arthur C; Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi

11.Jakarta: EGC

27