case icu
-
Upload
ahmad-musa-simbolon -
Category
Documents
-
view
100 -
download
2
description
Transcript of case icu
CASE REPORT
PERAWATAN ICU PASIEN POST-CRANIOTOMY
Oleh :
Andreas Kurniawan 030.08.026
Ahmad Musa 030.08.012
Izzul Akmal 030.08.274
Pembimbing :
dr. Abubakar, Sp. An KIC
Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesi
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
Periode 6 Mei 2013 – 8 Juni 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Jakarta
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat-Nya kami
dapat menyelesaikan tugas laporan kasus ini tepat pada waktunya, dalam rangka memenuhi
salah satu persyaratan Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesi Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati, yaitu laporan kasus ‘Perawatan ICU Pasien Post-Craniotomy’.
Pelaporan kasus ini akan mencakup presentasi pasien icu post-craniotomy selama
sebelas hari perawatan dengan menampilkan status pasien pre op, post op dan perawatan hari
pertama, masalah yang muncul selama perawatan di ICU serta penanganan terhadap masalah-
masalah tersebut. Presentasi akan dilanjutkan dengan pembahasan kasus secara khusus dan
tinjauan pustaka mengenai definisi, indikasi dan syarat pemindahan pasien ICU secara umum
serta pembahasan kelaianan asam basa.
Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya
kepada: dr. Abubakar, Sp.An K selaku pembimbing laporan kasus, atas bimbingan serta
dukungan dari teman – teman dan staf pendidikan dan pelayanan di bagian anestesi yang
telah banyak membantu dalam penyelesaian laporan kasus ini.
Akhir kata, kami sadari bahwa penyajian laporan kasus ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga laporan
kasus ini dapat bermanfaat untuk semua pihak, khusus nya di bagian Ilmu Anestesi.
Jakarta, Mei 2013
Penyusun
2
BAB I
PENDAHULUAN
Cedera kepala merupakan epidemi yang tersembunyi, oleh karena sebagian besar
masyarakat belum begitu mengetahui tentang cedera kepala beserta akibatnya. Lima belas
persen dari pasien yang dirawat dengan cedera kepala akan mengalami skuele (problem
gangguan kronik) sepanjang hidupnya.
Secara statistik diperkirakan setiap tahun 2% penduduk dunia mengalami cedera kepala. Di
Amerika Serikat,2011, 5,3 juta penduduk setiap tahun mengalami cedera kepala. Trauma
menjadi penyebab utama kematian pada pasien berusia dibawah 45 tahun dan hampir 50%-
nya merupakan cedera kepala traumatik.
Penyebab cedera kepala traumatik terbanyak akibat kecelakaan kendaraan bermotor (50%),
akibat jatuh (21%), akibat olahraga (10%), sisanya akibat kejadian lain.Puncak insiden cedara
kepala pada usia 5 tahun, 15-24 tahun dan di atas 70 tahun. Cedera kepala pada laki-laki lebih
sering daripada wanita.
Cedera kepala akan memberikan gangguan yang sifatnya lebih kompleks bila dibandingkan
dengan trauma pada organ tubuh lainnya. Hal ini disebabkan karena struktur anatomik dan
fisiologik dari isi ruang tengkorak yang majemuk, dengan konsistensi cair, lunak dan padat
yaitu cairan otak, selaput otak, jaringan saraf, pembuluh darah dan tulang.
3
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Bp. S
Jenis Kelamin : laki-laki
Usia : 30 tahun
Pekerjaan : Pedagang
Pendidikan : SMA
Status : Menikah
Agama : Islam
Alamat : Kp. Kavling Pegadungan RT 02/09
ANAMNESIS
Allonamnesis dilakukan pada tanggal 10 Mei 2013, pukul 09.00 WIB di ICU RSUP
Fatmawati, Jakarta Selatan.
Keluhan Utama
Pasien datang ke IGD RSUP Fatmawati pada tanggal 4 Mei 2013 pukul 03:00 pagi
WIB dengan keluhan luka tumpul pada kepala akibat kecelakaan motor.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD pada tanggal 4 Oktober 2012 dengan luka robek pada kaki
kanan karena tertabrak oleh motor lain dari sebelah kanan saat pasien sedang membonceng
motor sekitar jam 3:00 pagi WIB. Kejadian tersebut terjadi secara tiba-tiba saat mengendarai
di persimpangan jalan tanpa memakai helem tiba-tiba tertabrak dari depan oleh motor lain
sampai motor membelok dengan tajam dan pasien terjatoh ke jalan beraspal. Bagian pertama
yang terkena jalan adalah bagian kepala dan tangan kiri. Pada saat itu pasien tidak mengingat
kejadian. Pasien terjatuh di jalan beraspal dengan posisi terlentang. Saat itu kaki terdapat luka
lecet pada kepala tangan kiri dan memar pada siku lengan kiri. Pasien mengalami banyak
4
perdarahan dari luka-lukanya. Setelah jatuh pasien dibawa langsung ke IGD RSUP
Fatmawati, di sana pasien dipasang infus di 3 tempat dan di balut lukanya serta diberi
penyangga leher dan direncanakan operasi cito. Pasien mengaku sadar selama kejadian dari
tertabrak sampai ke ruang IGD. Saat di IGD pasien mengalami muntah selama perjalanan
sebanyak 1 kali. Kemudian pasien dibawa ke IBS sekitar pukul 08:00 pagiWIB dan dipasang
CVC dan loading cairan RL sebanyak 1000 ml dan di tambah 1000ml NaCl 0.9% serta
1000ml RL selama operasi. Tidak dilakukan transfusi atau koloid. Perdarahan selama operasi
berjumlah kurang lebih 1000 ml.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak ada riwayat penyakit yang menyebabkan pasien dirawat di rumah sakit.
Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat-obatan dan alergi makanan.
Tidak mengalami demam, pusing, mudah lelah dalam 2 minggu terakhir.
Pasien menyangkal riwayat sesak nafas disertai nafas berbunyi, dan alergi makanan.
Pasien menyangkal memiliki riwayat darah tinggi, riwayat sakit jantung, dan riwayat
kencing manis.
Pasien mengaku tidak pernah operasi
Pasien memiliki riwayat TB paru
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak memiliki riwayat kencing manis, darah tinggi, penyakit jantung,
alergi makanan, obat-obatan, sesak nafas disertai nafas berbunyi.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan Umum : tampak sakit berat
Kesadaran : sopor
GCS : 6 (E3,M2,V1)
Tanda Vital
Tekanan Darah : 110/66 mmHg5
Nadi : 112 x/menit
Suhu : 36,80 C
Pernapasan : 20 x/menit
Kepala
Bentuk : Normocephali
Mata : Konjuntiva anemis (+/+), Sklera ikterik (-/-), odema(-)
Hidung : Septum deviasi (-), sekret (-)
Mulut : Bibir kering (-), dinding faring hiperemis (-), odema(-), sianosis(-)
Telinga : Normotia, tanda radang (-)
Leher : deviasi (-), pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thorax
Inspeksi : Bentuk normal, gerak nafas kedua dada simetris
Palpasi : Vokal fremitus +/+ simetris, turgor kulit <2 detik
Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
Auskultasi :
Jantung: BJ I-II reguler,murmur (-), gallop (-)
Paru : SN vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen :
Inspeksi : Datar
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+), menurun
Ekstremitas : Akral hangat, oedem (-), sianosis (-), tampak lesi kulit
Genitalia : OUE hiperemis (-),discharge (-).
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 4 Oktober 2012
Hb 11,9
6
Lekosit 11.400
Hematokrit 34
Trombosit 179000
Glukosa sewaktu 134
Tanggal 5 Oktober 2012
Elektrolit
Na 138
K 3,73
Cl 114
Tanggal 6 Oktober 2012
SGOT 33
SGPT 31
Kreatinin 0,9
Ureum 25
Pemeriksaan CT-Scan
Terdapat subdural hematome
RESUME
Seorang laki-laki berumur 30 tahun, menikah, agama Islam, tinggal di Kp. Kavling
Pegadungan RT 02/09 datang ke RSUP Fatmawati tanggal 10 Mei 2013 dengan keluhan luka
tumpul pada kepala akibat kecelakaan motor. Tanda vital terdapat tachycardi dan tachypnoe.
Dilakukan pembukaan jalan nafas dengan memasang orofaringeal airway, infus RL 20 tpm
pada 3 line di kedua tangan dan kaki kiri serta dilakukan monitoring saturasi O2, tekanan
darah, dan nadi. Dari hasil anamnesis didapatkan keterangan bahwa pasien mengalami
kecelakaan lalu lintas, dan megalami trauma pada bagian kepala akibat terjatuh saat
membonceng motor dengan bagian kepala terbentur jalan aspal saat terjatuh. Dari hasil
pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran sopor dengan GCS 6 (E3,M2,V1), tanda vital dalam
batas normal. Dari hasil pemeriksaan laboratorium di dapatkan peningkatan leukosit (11400),
7
anemia ( Hb=11,9) , suspek toleransi glukosa terganggu (GDS 134). Diagnosis pada pasien
ini adalah subdural hematome.
DIAGNOSIS PASTI
Subdural Hematome
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Cefepime 2 x 1 gram
Ketorolac tromethamine 2 x 1mg
PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungtionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
8
BAB III
PEMBAHASAN
I. Status Anestesi
Identitas
Tanggal : 3 Mei 2013
Nama pasien : Tn. S
NO.RM : 1245663
Diagnosis Pra operasi : Subdural hematom pro Craniotomi
Status fisik
ASA : 3 E
Kesadaran : Apatis
Jalan Nafas : DBN
Tensi : 110/62 mmHg , Nadi : 98 x/menit, suhu : afebris.
Jenis Anestasi :
General anestasi : ETT Kinking no 7,5, cuff(+)
Monitoring :
EKGLEad II, NIBP, SP O2,urin kateter
Posisi : Terlentang, mata tertutup
Infus : Kaki kiri – No. 20, Tangan kiri – No.20
Premedikasi :
Intravena : Fentanyl 150mcg
Milos/Midazolam : 20 mg
Induksi
9
Intravena : Propofol : 300 mg
Inhalasi : N2O, O2, Isoflurane
ETT – kinking n0 7,5
Cairan masuk selama operasi
Ringer Laktat= 2500cc
Nacl : 500cc
Gelafusine = 500cc
Cairan keluar :
Urin : 350 cc
Perdarahan : 1500 cc
Lama operasi 3 jam 30 menit. Dari pukul 21.00 – 00.30
Post operasi pasien masuk ICU , jam 00.45.
II. Status ICU
SSP H 1 H2 H3 H4 H5 H6 Kesadaran CM Apatis Apatis Apatis Apatis ApatisPupil Isokor Isokor Isokor Isokor Isokor IsokorReflex pupil Positif Positif Positif Positif Positif PositifKV
TD 100/58 110/66 110/70 100/60 110/75 100/60N 92 96 100 75 84 70EKG Sr Sr Sr Sr Sr SrCairan masuk
Enteral - 750 1170 1800 1850 1900Parenteral 88/116 80/116 2666 2172 2600 1800Cairan keluarUrine 1150/1150 1150/1150 2580 2600 3100Pernafasan Spontan spontan Spontan spontan Spontan spontanAGD
10
pH 7.389 7.509 7.44 7.45 7.403 7.431PCO2 29.7 33.3 41.5 42.5 47.3 30.7BE -6 -0.7 3.2 3.0 2.1 0Sat O2 92 100 98 98 99 99HCO3 17.5 24.1 27.6 27.6 28.8 22.4Po2 143 203 120 168 102 130Fluid Balance -1104 96 +342 -300 -400 -994Intake 1696 3616 3342 3018 3000 3886Output 2550 2920 2000 2700 2800 4260IWL 600 600 600 600 600 600BalansLab
Hb 11.9 10.17 10 10.2 11.2 11.2Leukosit 24000 24700 33000 23000 22000 34700Trombosit 164000 151000 143000 175000 197000 264000GDS 139 125 105 96 108 142Ureum 26 32 36 43 32 41Kreatinin 0.7 0.8 0.7 0.6 0.7 0.6ElektrolitNa 136 135 139 135 138 136 K 3.3 3.76 3.67 2.5 3.35 3.77Cl 117 112 110 91 94 96Albumin 3.5 3.2 - 3.3 3.6 3.0
Intake oral
Makan Cair 3x250 cc
Intake parenteral
Aminofluid 500ml
triofusin 500ml
tutofusin 500ml
KAeN mg3 500ml
Obat oral : -
Obat parenteral
Ceftriaxon 2x2gr
11
Piracetam 4x3gr
Ranitidin 3x500mg
Ketorolac 3x30mg
Vit c 2x200mg
Transamin 3x50mg
Vitk 3x10mg
Fentanyl 100mg
Ondansentron 4mg
III. PEMBAHASAN
Masalah-masalah yang muncul selama perawatan antara lain:
1. Acidosis metabolik terkompensasi
2. Hipokalemi
3. Leukositosis
Berikut pembahasan masalah-masalah ynag muncul:
1. Acidosis metabolik : penegakan masalah : Acidosis metabolik terkompensasi
ditegakkan berdasarkan hasil analisa gas darah dengan hasil pH =7.389 (normal,
n=7,35-7,45), pCO2 =29.7mmHg (dibawah normal, n=35-44mmHg), Base Exces =-6,
pHCO3- =17.5 mmHg(dibawah normal, n=22-26mmHg). Na =136mEq/L(normal,
n=135-150mEq/L), Cl=117(meningkat, n=87-110mEq/L), Anion gap = 2 mEq/L
(rendah, n=6-12mEq/L). Pada analisa gas darah, oleh karena pada proses kompensasi
belum sempurna bila pH kurang dari 7.4 maka proses primer berupa asidosis. Kadar
bikarbonat yang menurun mendukung proses acidosis maka proses primernya berupa
asidosis metabolik. Sedangkan tekanan karbondioksida melawan proses asidosis maka
terdapat proses kompensasi hiperventilasi. Acidosis metabolik dibagi menjadi anion
gap meningkat dan tidak meningkat atau normal. Anion gap yang meningkat pada
12
asidosis metabolik menandakan adanya etiologi diluar sistem buffer darah seperti
hiperlaktatemia, ketoasidosis, dan toxin. Sedangkan anion gap yang normal
menandakan kelainan utama terdapat pada sistem buffer darah. Perhitungan anion gap
menggunakan rumus kadar natrium dikurangi kadar bikarbonat dan kadar ion clorida
sama dengan anion gap dengan nilai normal antara 6-12mEq. Anion gap pada pasien
ini menurun dengan nilai 2 mEq, etiologi tersering dari penurunan ion gap adalah
hipoalbumin. Pada pasien ini hipoalbumin dalam batas normal maka hipotesis
tersebut dapat disingkirkan. Penyebab lain berupa peningkatan dari unmeasured
kation (Nephrotic syndrome, Protein-losing enteropathy, Exfoliative dermatitis,
Malnutrition) atau unmeasured anion (Hypercalcaemia - hyperparathyroidism,
malignancy, excess Vitamin D, Hypermagnesaemia (jarang), Increased unusual
cations, Atypical IgG myeloma protein). Namun karena terdapat kelainan jelas pada
pCO2 dan pHCO3- maka penyebab utama kemungkinan besar adanya kelainan pada
sistem buffer darah.
a. Hipotesis : vomitus ditegakkan dengan adanya bukti muntah sebelum dan
setelah operasi yang dapat menyebabkan keluarnya cairan pencernaan dari
gaster dan duodenum yang mengandung bikarbonat dan berbagai ion lainnya.
b. Penatalaksanaan: ondancentrone 2x 4mg Iv
c. Tujuan penatalaksanaan: mengurangi muntah bertujuan untuk mengurangi
hilangnya bikarbonat sehingga tubuh mampu mengkompensasi sendiri
kelainan keasaman darah yang muncul.
2. Penegakan masalah: Hipokalemi ditegakkan dengan serum kalium darah di hari ke-5
bernilai 2,5 mEq/L (di bawah normal, n=3,5-5,5 mEq/L)
a. Hipotesis: intake kurang, vomitus, dan penggunaan diuretik.
i. Intake kurang dapat disingkirkan karena penurunan kalium secara akut.
ii. Vomit ditegakkan dengan adanya muntah 1400 ml 6 jam sebelumny.
iii. Penggunaan diuretik manitol dapat menyebabkan hiopokalemi tetapi
manitol telah dipakai tiap hari sehingga kemungkinan menyebabkan
kelainan akut kurang mungkin.
13
b. Penatalaksanaan koreksi dilakukan karena kalium di bawah 2,5 mEq/L
dindikasikan adanya koreksi.
c. Tujuan penatalaksanaan : mencegah terjadinya cardiact arrest karena
hipokalemia dan identifikasi dini bila terdapat cardiact arrest.
d. Cara koreksi : Pemberian KCl secara intravena vena besar drip berdasarkan
rumus ∆K serum(4,5-2,5) x Berat Badan(60)/3=40mEq, dilarutkan dalam
NaCl 0,9% atau RL dengan perbandingan 1 mEq : 9 ml. Kecepatan pemberian
tidak boleh lebih dari 10mEq/ jam jadi maximal drip 90 cc per jam. Bila
menggunakan drip makroset= 30 tetes/menit, blod set 22 tetes/menit, atau
mikroset 90tetes/menit. Cek ulang nilai kalium dalam darah per 4jam dan
monitor EKG.
3. Penegakan masalah dengan leukosit 24.000/uL
a. Hipotesis : SIRS(systemic inflamitory respons syndrome) karena trauma berat
b. Penatalaksanaan diberikan antibiotika ceftriaxone 3 x 5mg i.v.
c. Indikasi penatalaksanaan : mencegah terjadinya sepsis
14
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
Intensive Care Unit (ICU)
I. Definisi
Intensive Care Unit (ICU) atau Unit Perawatan Intensif (UPI) adalah tempat atau unit
tersendiri di dalam rumah sakit yang menangani pasien-pasien gawat karena penyakit, trauma
atau komplikasi penyakit lain. Intensive Care Unit (ICU) merupakan cabang ilmu kedokteran
yang memfokuskan diri dalam bidang life support atau organ support pada pasien-pasien
sakit kritis yang kerap membutuhkan monitoring intensif. Pasien yang membutuhkan
perawatan intensif sering memerlukan support terhadap instabilitas hemodinamik (hipotensi),
airway atau respiratory compromise dan atau gagal ginjal, kadang ketiga-tiganya. Perawatan
intensif biasanya hanya disediakan untuk pasien-pasien dengan kondisi yang potensial
reversibel atau mereka yang memiliki peluang baik untuk bertahan hidup
II. Klasifikasi Pelayanan ICU
Pelayanan ICU primer (standar minimal): Mampu melakukan resusitasi dan memberikan ventilasi bantu kurang dari 24 jam serta mampu melakukan pemantauan jantung
Pelayanan ICU sekunder (menengah): Mampu memberikan ventilasi Bantu lebih lama, melakukan bantuan hidup lain tetapi tidak terlalu kompleks
Pelayanan ICU tersier (tertinggi): Mampu melaksanakan semua aspek perawatan/terapi intensif
II.1. Pelayanan ICU Primer (standar minimal)
Kekhususan yang harus dimiliki;
Ruangan tersendiri; letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang darurat dan ruangan perawatan lain, Memiliki kebijaksanaan/kriteria penderita yang masuk keluar serta rujukan, Memiliki seorang dokter spesialis anestesiologi sebagai kepala, Ada dokter jaga 24 jam dengan kemampuan resusitasi jantung paru (A,B,C,D,E,F), Konsulen yang membantu harus selalu siap dipanggil, Memiliki jumlah perawat yang cukup dan sebagian besar telah terlatih, Mampu melayani pemeriksaan laboratorium, roentgen, kemudahan diagnostik dan fisioterapi
15
II.2. Pelayanan ICU Sekunder (menengah)
Kekhususan yang harus dimiliki:
Mampu memberikan ventilasi bantu lebih lama, melakukan bantuan hidup lain tetapi tidak terlalu kompleks, kekhususan yang harus dimiliki. Memiliki ruangan tersendiri; berdekatan dengan kamar bedah, ruang darurat dan ruang perawatan lain. Memiliki kriteria pasien masuk, keluar dan rujukan . Memiliki dokter spesialis yang dapat menanggulangi setiap saat bila diperlukan
Memiliki seorang kepala ICU yang bertanggung jawab secara keseluruhan (intensivis), dokter jaga minimal mampu RJP (A,B,C,D,E,F). Mampu mengadakan tenaga perawat dengan perbandingan pasien : perawat 1:1 pada setiap saat jika diperlukan . Memiliki perawat yang bersertifikat terlatih perawatan/terapi intensif. Mampu meberikan bantuan ventilasi mekanis beberapa lama dan dalam batas tertentu melakukan pemantauan invasive dan usaha bantuan hidup
Mampu melayani pemeriksaan laboratorium, roentgen, kemudahan diagnostik dan fisioterapi selama 24 jam. Memiliki ruang isolasi dan mampu melakukan prosedur isolasi
II.3. Pelayanan ICU Tersier (tertinggi)
Kekhususan yang harus dimiliki:
Memiliki tempat khusus tersendiri di dalam rumah sakit . Memiliki kriteria pasien masuk, keluar dan rujukan . Memiliki dokter spesialis yang dapat menanggulangi setiap saat bila diperlukan. Memiliki seorang kepala ICU yang bertanggung jawab secara keseluruhan (intensivis), dokter jaga minimal mampu RJP (A,B,C,D,E,F)
Memiliki lebih dari satu staf intensives. Mampu menyediakan tenaga perawat dengan perbandingan pasien:perawat 1:1 pada setiap shif untuk kasus berat dan tidak stabil. Memiliki lebih banyak staf perawat bersertifikat terlatih perawatan/terapi intensif. Mampu melakukan semua bentuk pemantauan dan perawatan/terapi intensif
Mampu melayani pemeriksaaan laboratorium, roentgen, kemudahan diagnostik dan fisioterapi selama 24 jam. Memiliki paling sedikit seorang ahli dalam mendidik staf perawat dan dokter muda agar dapat bekerja sama dalam pelayanan pasien. Memiliki prosedur untuk pelaporan resmi dan pengkajian. Didukung oleh semua yang ahli dalam diagnostik dan terapi; seperti ahli penyakit dalam, ahli bedah saraf, ahli kebidanan dan lain-lain
Memiliki staf tambahan yang lain misalnya tenaga administrasi, tenaga rekam medis, tenaga untuk ilmiah dan penelitian. Memiliki alat-alat untuk pemantauan khusus, prosedur diagnostik dan terapi khusus.
Prosedur Pelayanan Perawatan/Terapi (ICU)
Ruang lingkup pelayanan yang diberikan di ICU :
16
Diagnosis dan penantalaksanaan spesifik penyakit-penyakit akut yang mengancam nyawa dan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit sampai beberapa hari
Memberikan bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh sekaligus melakukan penatalaksanaaan spesifik problema dasar
Pemantauan fungsi vital tubuh terhadap komplikasi :
Penyakit
Penatalaksanaan spesifik
Sistem bantuan tubuh
Pemantauan itu sendiri
Penatalaksanaan untuk mencegah komplikasi akibat koma yang dalam, immobilitas berkepanjangan, stimulasi berlebihan dan kehilangan sensori
Memberikan bantuan emosional terhadap pasien yang nyawanya pada saat itu bergantung pada fungsi alat/mesin dan orang lain
Indikasi Masuk dan Keluar ICU
Prosedur medis yang menyangkut criteria masuk dan keluar ICU seharusnya disusun bersama antar disiplin terkait oleh semacam tim tersendiri dari dokter, perawat dan tenaga administrasi rumah sakit. Pelayanan ICU meliputi pemantauan dan terapi intensif, karena itu secara umum prioritas terakhir adalah pasien dengan prognosis buruk untuk sembuh.
Persyaratan masuk dan keluar ICU hendaknya juga didasarkan pada manfaat terapi di ICU dan harapan kesembuhannya. Kepala ICU atau wakilnya memutuskan apakah pasien memenuhi syarat masuk ICU dan keluar, kepala icu dan wakilnya akan memutuskan pasien mana yang harus diprioritaskan
Indikasi Masuk ICU
Yang memerlukan perawatan di ICU adalah pasien dengan krisis atau kegagalan
pada:
Sistem pernapasan
Sistem hemodinamik
Sistem syaraf pusat
Sistem endokrin dan metabolik
Overdosis obat, reaksi obat dan keracunan
17
Sistem pembekuan darah
Infeksi berat (sepsis)
Indikasi pasien masuk ICU dapat dibagi menjadi 3 prioritas, yaitu :
1. Prioritas I
Pasien kritis, pasien tidak stabil yang memerlukan tindakan terapi intensif dan agresif
untuk mengatasinya, seperti bantuan ventilasi, infus obat-obat vasoaktif dan lain-lain. Pada
pasien seperti ini terapi tidak dibatasi ( do everything),Contoh : edema paru, status
convulsivus,septic shock.
2. Prioritas II
Pasien golongan ini pada saat masuk tidak dalam keadaan kritis tetapi kondisi klinisnya
membutuhkan pemantauan intensif baik secara invansif maupun non invasif atau keadaan-
keadaan yang dapat menimbulkan ancaman gangguan pada sistem organ vital. Pada pasien
seperti ini terapi juga tidak dibatasi. Misalnya :
Pasca bedah ekstensif
Pasca henti jantung dalam keadaan stabil.
Pasca bedah jantung dan pasca bedah dengan penyakit jantung.
3. Prioritas III
Pasien dalam keadaan kritis dengan harapan kecil untuk penyembuhannya. Pasien
kelompok ini memerlukan terapi intensif terbatas untuk mengatasi krisis penyakit, tetapi tidak
dilakukan terapi invasif seperti intubasi dan resusitasi (do something).Misalnya : pasien
dengan metastase keganasan, penyakit jantung dan paru terminal dengan komplikasi akut.
Pasien-pasien tesebut dibawah ini tidak memerlukan perawatan di ICU :
Pasien mati batang otak (MBO), kecuali donor organ.
Pasien koma dengan keadaan vegetatif yang permanen.
Pasien dalam stadium akhir (end-stage) dari suatu penyakit.
Pasien yang menolak pemberian terapi bantuan hidup..
Indikasi keluar ICU
Pasien prioritas I dipindahkan keluar ICU jika tidak membutuhkan lagi terapi yang
intensif atau terapi mengalami kegagalan sehingga prognosis buruk dan terdapat sedikit
kemungkinan untuk pulih kembali. Pasien prioritas II dipindahkan keluar ICU jika hasil
18
pemantauan intensif menunjukkan bahwa terapi intensif dan monitoring khusus tidak
diperlukan lagi atau apabila terdapat pasien prioritas I yang memerlukan perawatan. Pasien
prioritas III dipindahkan jika terapi intensif tidak dibutuhkan lagi, dan dapat dipindahkan
lebih awal jika diketahui kemungkinan untuk pulih kembali sangat kecil atau keuntungan
terapi sangat sedikit.
Pasien-pasien yang tidak banyak memperoleh keuntungan terapi intensif, antara lain :
Pasien tua dengan kegagalan 3 sistem organ yang tidak memberi respon dalam 72
jam setelah terapi intensif.
Pasien mati batang otak atau koma non traumatik yang menyebabkan keadaan
vegetatif menetap.
Pasien penyakit paru menahun stadium lanjut, penyakit jantung terminal, atau
metastase luas dari keganasan yang tidak respon terhadap terapi intensif dan tidak terdapat
terapi lain.
PERLENGKAPAN RUANGAN ICU
Perlengkapan Medik
Sumber oksigen berupa tabung/silinder atau titik oksigen sentral yang dilengkapi dengan katup penurunan tekanan ( regulator ) dan flow meter.
Alat pelembab humidifikasi oksigen, pipa karet/plastik yang dilengkapi dengan kanula nasal dan sungkup muka.
Suction Alat resusitasi terdiri dari kantong sungkup muka ( misalnya Ambu Bag/ Air
Viva, Laerdal dll), laryngoskop dengan blade berbagai ukuran, pipa jalan napas oro atau nasopharinx dan pipa Endotracheal berbagai ukuran , Cunam Magill, pembuka mulut (Ferguson mouth gag), penghubung pipa (tube connector) dan stilet.
Stetoskop,tensimeter dan termometer. Alat-alat monitoring, hendaknya dapat memperlihatkan wave form dan angka
dari Elektrokardiogram (ECG), tekanan darah, nadi dan saturasi. Pada keadaan tertentu juga diperlukan pemantauan tekanan arteri, tekanan jantung dan tekanan intra kranial cara invasif, tekanan CO2 ekspirasi dll.
Alat infus terdiri dari set infus, kateter vena, jarum suntik berbagai ukuran, kapas antiseptik, plester, pembalut, gunting.
Defibrilator Ventilator Syringe pump, infus pump Kereta dorong (trolley / crash cart) yang dapat memuat alat-alat diatas
19
Tempat tidur pasien.
Perlengkapan Non Medis
Saklar kontrol dan monitoring (tekanan oksigen, udara terkompresi, vakum ,listrik ) harus terletak di dekat unit sehingga dapat dioperasikan oleh staf pada kasus-kasus darurat. Alat ini harus ditandai/ dengan warna berbeda sehingga dapat diketahui tipe kegunaannya.. Vakum ,oksigen, dan tekanan udara terkompresi seluruhnya harus dimonitor dari pusat dengan sistem alarm visual dan audibel. Sambungan di dinding sebaiknya tidak setinggi kepala untuk menghindari cedera pada wajah atau kepala bila tak tersambung dengan benar dan dibuat lewat jalur terpisah.
Cadangan listrik (generator) dibuat sirkuit terpisah untuk pencahayaan darurat, komputer, ventilator dan alat-alat lainnya. Perlu disediakan pompa kompresor (cadangan) yang sewaktu-waktu dapat dipakai sebagai pengganti suplai.
Kebutuhan air dua bak cuci tangan yang cukup dalam dan lebar untuk mencegah cipratan air dan dilengkapi dengan kran yang dapat dijalankan dengan siku atau kaki sebaiknya tersedia di tiap area perawatan pasien (dekat pintu) untuk meminimalkan penularan infeksi. Tersedia fasilitas pengering tangan berupa handuk kertas sekali pakai atau pengering elektrik (hindari pemakaian handuk standart) dan fasilitas disinfeksi tangan .
Komunikasi
Dibuat sedemikian rupa sehingga komunikasi berlangsung dengan mudah dan cepat dalam unit dan sistem rumah sakit. Sebaiknya ada satu telepon darurat yang dapat dipakai keluar dengan bebas. Untuk kamar isolasi sebaiknya tersedia tersendiri.
Alarm pemanggil/darurat
Untuk tiap tempat tidur tersedia satu tombol alarm. Bila diaktifkan alarm akan berbunyi di ruang pusat perawat, ruang santai staf dan kamar jaga dokter.
Sterilisasi
Harus dirumuskan metode sterilisasi alat-alat yang dapat dipakai ulang..Sterilisasi dilakukan di unit sterilisasi sentral setelah melalui proses dekontaminasi,kecuali alat-alat tertentu yang dilakukan di ICU
misalnya alat endoskopi, set bedah minor.
Pengaman kebakaran
20
Jarang terjadi kebakaran di ICU. Kendati demikian kita tetap harus merencanakan untuk melakukan pencegahan dan cara untuk menanganinya bila terjadi kebakaran. Tiap anggota staf harus terbiasa dengan rencana ini dan perlu dilakukan latihan tiap tahun. Penderita yang dalam kondisi kritis tak hanya rentan sekali terhadap api tetapi juga gangguan terhadap terapi penyokong kehidupannya.
ASIDOSIS
Asidosis adalah suatu keadaan dimana adanya peningkatan asam didalam darah yang disebabkan oleh berbagai keadaan dan penyakit tertentu yang mana tubuh tidak bisa mengeluarkan asam dalam mengatur keseimbangan asam basa. Hal ini penting untuk menjaga keseimbangan fungsi sistem organ tubuh manusia.Gangguan keseimbangan ini dapat dikelompokkan dalam dua kelompok besar yaitu metabolik dan respiratorik.Ginjal dan paru merupakan dua organ yang berperan penting dalam pengaturan keseimbangan ini.( Siregar P et. al, 2001 )
PATOGENESIS
Pada keadaan Asidosis yang berperan adalah sistem buffer (penyangga) pada referensi ini akan dibahas tentang sistem buffer bikarbonat. Sistem penyangga bikarbonat terdiri dari larutan air yang mengandung bikarbonat yang terdiri dari larutan air yang mengandung dua zat yaitu asam lemak (H2CO3) dan garam bikarbonat seperti NaHCO3.
H2CO3 dibentuk dalam tubuh oleh reaksi CO2 dengan H2O.
CO2 + H2O <—-> H2CO3
Reaksi ini lambat dan sangat sedikit jumlah H2CO3 yang dibentuk kecuali bila ada enzim karbonik anhidrase. Enzim ini terutama banyak sekali di dinding alveol
paru dimana CO2 dilepaskan, karbonik anhidrase juga ditemukan di sel-sel epitel tubulus ginjal dimana CO2 bereaksi dengan H2O untuk membentuk H2CO3
H2CO3 berionisasi secara lemah untuk membentuk sejumlah kecil H+ dan HCO3-
H2CO3 <—-> H+ + HCO3-
Komponen kedua dari sistem yaitu garam bikarbonat terbentuk secara dominan sebagai Natrium Bicarbonat (NaHO3) dalam cairan ekstraseluler. NaHCO3 berionisasi hampir secara lengkap untuk membentuk ion-ion bicarbonat (HCO3
-) dan ion-ion natrium (Na+) sebagai berikut :
NaHCO3 <—-> Na+ + HCO3-
Sekarang dengan semua sistem bersama-sama, kita akan mendapatkan sebagai berikut :
CO2 + H2O <—-> H2CO3 <—-> H+ + HCO3- + Na+
21
Akibat disosiasi H2CO3 yang lemah, konsentrasi H+ menjadi sangat kuat bila asam kuat seperti HCl ditambahkan ke dalam larutan penyangga bicarbonat, peningkatan ion hidrogen yang dilepaskan oleh asam disangga oleh HCO3 :
H + + HCO3- H2CO3 CO2 + H2O
Sebagai hasilnya, lebih banyak H2CO3 yang dibentuk.Meningkatkan produksi CO2 dan H2O.Dari reaksi ini kita dapat melihat bahwa ion hidrogen dari asam kuat HCl, bereaksi dengan HCO3
- untuk membentuk asam yang sangat lemah yaitu H2CO3 yang kemudian membentuk CO2 dan H2O.CO2 yang berlebihan sangat merangsang pernapasan yang mengeluarkan CO2 dari cairan ekstraseluler.Ini berpengaruh terjadinya asidosis pada tubuh.
ETIOLOGI
Asidosis Metabolik
Asidosis metabolik dapat disebabkan oleh beberapa penyebab umum seperti :
1. Kegagalan ginjal untuk mengekresikan asam metabolik yang normalnya dibentuk di tubuh.
2. Pembentukan asam metabolik yang berlebihan dalam tubuh.
3. Penambahan asam metabolik kedalam tubuh melalui makanan
4. Kehilangan basa dari cairan tubuh (faal)
Disini penulis akan sedikit membahas beberapa penyebab yang sering terjadi pada keadaan asidosis metabolik :
- Asidosis di Tubulus Ginjal
Akibat dari gangguan ekresi ion Hidrogen atau reabsorbsi bikarbonat oleh ginjal atau kedua-duanya.Gangguan reabsorbsi bikarbonat tubulus ginjal menyebabkan hilangnya bicarbonat dalam urine atau ketidakmampuan mekanisme sekresi Hidrogen di tubulus ginjal untuk mencapai keasaman urin yang normal menyebabkan ekresi urin yang alkalis.
- Diare
Diare berat mungkin merupakan penyebab asidosis yang paling sering.Penyebabnya adalah hilangnya sejumlah besar natrium bicarbonat ke dalam feses, sekresi gastrointestinal secara normal mengandung sejumlah besar bicarbonat dan diare ini menyebabkan hilangnya ion bicarbonat dari tubuh.Bentuk asidosis metabolik ini berlangsung berat dan dapat menyebabkan kematian terutama pada anak-anak.
- Diabetes Melitus
Diabetes melitus disebabkan oleh tidak adanya sekresi insulin oleh pankreas yang menghambat penggunaan glukosa dalam metabolisme.Ini terjadi karena adanya pemecahan
22
lemak menjadi asam asetoasetat dan asam ini di metabolisme oleh jaringan untuk menghasilkan energi, menggantikan glukosa. Pada DM yang berat kadar Asetoasetat dalam darah meningkat sangat tinggi sehingga menyebabkan asidosis metabolik yang berat.
- Penyerapan Asam
Jarang sekali sejumlah besar asam diserap dari makanan normal akan tetapi asidosis metabolik yang berat kadang-kadang dapat disebabkan oleh keracuan asam tertentu antara lain aspirin dan metil alkohol.
- Gagal Ginjal Kronis
Saat fungsi ginjal sangat menurun terdapat pembentukan anion dari asam lemak dalam cairan tubuh yang tidak eksresikan oleh ginjal. Selain itu penurunan laju filtrasi glomerulus mengurangi eksresi fosfat dan NH4
+ yang mengurangi jumlah bikarbonat.
( Guyton& Hall, 1997 )
Faktor Resiko Asidosis Metabolik ( Defisit HCO3- )
1. Kondisi dimana banyak plasma dengan asam metabolik (Gangguan ginjal, DM)
2. Kondisi tejadi penurunan bikarbonat (diare)
3. Cairan infus yang berlebihan. (NaCl)
4. Napas berbau
5. Napas Kussmaul (dalam dan cepat)
6. Letargi
7. Sakit kepala
8. Kelemahan
9. Disorientasi
Gejala Klinik
¨ Asidosis Respiratorik
Keadaan ini timbul akibat ketidakmampuan paru untuk mengeluarkan CO2 hasil metabolisme (keadaan hipoventilasi).Hal ini menyebabkan peningkatan H2CO3dan konsentrasi ion hidrogen sehingga menghasilkan asidosis.
Beberapa masalah respiratorik dibagi berdasarkan sebabnya :
1. Penurunan pernapasan
23
Penurunan pernapasan melibatkan perubahan fungsi neuron dalam menstimulus inhalasi dan ekhalasi.Neuron mengurangi pada tingkat sel tubuh melalui zat/agen kimia dan kerusakan fisik. Penurunan kimia pada neuron dapat terjadi sebagai hasil agen anastesi, obat-obatan (narkotik) dan racun dimana merintangi darah menuju ke otak dan langsung menghalangi depolarisasi.Disamping itu ketidakseimbangan elektrolit (hiponatrium, hiperkalsemia dan hiperkalami) juga secara lambat menghalangi depolarisasi neural. Akibat neuron respiratorik juga akan mengurangi keadaan fisik. Trauma sebagai hasil langsung kerusakan fisik untuk neuron respirasi atau menimbulkan hypoksia sampai iskemik yang dapat mengganggu atau menghancurkan kemampuan neuron untuk membangkitkan dan mengirimkan impuls ke otot skeletal yang membantu dalam respirasi.Neuron respirasi dapat rusak atau hancur secara tidak langsung apabila terdapat masalah di area otak karena meningkatnya tekanan intrakranial.Meningkatnya tekanan intrakranial ini karena adanya edema jaringan, dimana menekan pusat pernapasan (batang otak).
Trauma spinal cord, penyakit tertentu seperti polio adalah sebab yang aktual bagi kerusakan diaxon dan penyakit lain seperti mistenia gravis, dan syndrom Guillain-Barre yang mengganggu tranmisi impuls nervous ke otot skeletal)
2. Inadequatnya ekspansi dada
Karena ekspansi ini penting untuk mengurangi tekanan di dalam rongga dada sehingga terjadi pernapasan.Beberapa kondisi membatasi ekspansi dada sehingga menghasilkan inadequatnya pertukaran gas walaupun jaringan paru sehat dan pusat pesan sudah dimulai dan transmisi yang tepat. Beberapa orang mengalami masalah dalam ekspansi dada dapat mencukupi pertukaran gas selama periode istirahat sehingga retensi CO2 tidak terjadi pada waktu itu. Bagaimanapun meningkatnya aktivitas atau kerusakan pada jaringan paru menghasilkan permintaan untuk pertukaran gas dimana seseorang tidak dapat memenuhinya, hasilnya acidemia.Tidak adekuatnya ekspansi dada dapat dihasilkan dari trauma skeletal atau deformitas, kelemahan otot respirasi.Masalah skeletal yang membatasi perpindahan pernapasan dalam dinding dada jika terdapat kerusakan tulang atau malformasi tulang yang menyebabkan distorsi dalam fungsi dada.Struktur tulang dada yang tidak berbentuk serasi dapat membentuk deformasi pada rongga dada dan mencegah penuhnya ekspansi pada satu atau kedua paru. Deformitas skeletalmungkin congenital: hasil dari kesalahan pertumbuhan tulang ( seperti skoliosis, osteodistropii renal, osteogenesis imperfecta dan syndrom Hurler’s) atau hasil yang tidak seimbang dari degenerasi jaringan tulang (osteoporosis, metastase sel kanker).
Kondisi kelemahan otot respirasi berhubungan dengan ketidakseimbangan elektrolit dan kelelahan.
3. Obstruksi jalan napas
Pencegahan perpindahan masuk dan keluarnya udara pada paru melalui bagian atas dan bawah pada obstruksi jalan napas dapat menimbulkan pertukaran gas yang tidak efektif, retensi CO2 dan acidemia.Jalan napas bagian atas dan bawah dapat terobstruksi
24
secara internal dan eksternal.Kondisi eksterna yang menyebabkan obstruksi jalan napas atas termasuk tekanan yang kuat pada daerah leher, pembesaran nodus lympa regional.Sedangkan kondisi internal yang menyebabkan obstruksi jalan napas atas termasuk masuknya benda asing pada saat bernapas, konstriksi otot halus bronkial dan pembentukan edema pada jaringan luminal.
Obstruksi jalan napas bagian bawah terjadi melalui kontriksi otot halus, pembentukan jaringan luminal, pembentukan lendir yang berlebihan. Kondisi umum yang berhubungan dengan obstruksi jalan napas bagian bawah yaitu karena terlalu lama menderita penyakit inflamasi (bronchitis, emphysema dan asma) dan dan masuknya bahan-bahan iritan seperti asap rokok, debu batu bara, serat asbes, serat kapas, debu silikon dan beberapa partikel yang mencapai jalan napas bagian bawah.
4. Gangguan difusi alveolar-kapiler
Pertukaran gas pulmonal terjadi oleh difusi di persimpangan alveolar dan membran kapiler. Beberapa kondisi dimana mencegah atau mengurangi proses difusi karena dapat meretensi CO2 dan terjadi asidemia. Masalah difusi dapat terjadi pada membran alveolar, membran kapiler atau area diantara keduanya.
Asidosis respiratorik sering terjadi akibat kondisi patologis yang merusak pusat pernapasan atau yang menurunkan kemampuan paru untuk mengeliminasikan CO2. Ada beberapa hal yang menyebabkan keadaan asidosis respiratorik yaitu :
- gangguan sentral pada pusat pernapasan.
- penyakit otot-otot bantu pernapasan misal mistenia gravis, sindrom
Guillain- Barre dan akibat obat yang merelaksasi otot.
- gangguan eksfisitas saluran napas seperti fibrosis pulmonal, penyakit
intestinal paru.
- obstruksi (empisema, asma, bronkitis, bronkhiolitis).
Faktor Resiko Asdidosis Respiratorik yang lain :
1. Kondisi paru yang akut dimana merubah O2 atau CO2 pada saat terjadi pertukaran gas di alveolar (seperti pnemonia, edema pulmonar akut, aspirasi pada tubuh luar, tenggelam)
2. Penyakit paru kronik (asma, kista fibrosis atau empisema)
3. Overdosis pada narkotik atau sedatif sehingga menekan tingkat dan kedalaman pernapasan
4. Cidera kepala sehingga mempengaruhi pusat pernapasan.
25
Tanda Klinik ( Akut )
1. Meningkatnya nadi dan tingkat pernapasan
2. Pernapasan dangkal.
3. Dyspnea
4. Pusing
5. Convulsi
6. Letargi
Tanda Klinik ( Kronik )
1. Kelemahan
2. Sakit kepala
PENATALAKSANAAN ASIDOSIS
Pengobatan yang paling baik untuk asidosis adalah mengoreksi keadaan yang telah menyebabkan kelainan, seringkali pengobatan ini menjadi sulit terutama pada penyakit kronis yang menyebabkan gangguan fungsi paru atau gagal ginjal.
Untuk menetralkan kelebihan asam sejumlah besar natrium bicarbonat dapat diserap melalui mulut.Natrium bicarbonat diabsorbsi dari traktus gastroinstestinal ke dalam darah dan meningkatkan bagian bicarbonat pada sistem penyangga bicarbonat sehingga meningkatkan pH menuju normal.Natrium bicarbonat dapat juga diberikan secara intravena.Untuk pengobatan asidosis respiratorik dapat diberikan O2 dan juga obat-obatan yang bersifat broncodilator.
Intervensi keperawatan yang bisa dilakukan pada Asidosis Metabolik :
1. Monitor nilai Arterial Gas Darah
2. Jika diperintah berikan IV sodium bicarbonat
3. Koreksi masalah pokok yang terjadi.
Intervensi keperawatan yang bisa dilakukan pada Asidosis Respiratorik :
1. Perbaiki ventilasi pernapasan ( melakukan dilator bronkial, antibiotik, O2 sesuai perintah.
2. Jaga keadequatan hidrasi (2 – 3 L cairan perhari)
3. hati-hati dalam mengatur ventilator mekanik jika digunakan.
26
4. Monitor intake dan output cairan, TTV, arteri gas darah dan pH.
PENGUKURAN KLINIS DAN ANALISIS ASIDOSIS
Seseorang dapat membuat diagnosa dari analisis terhadap tiga pengukuran dari suatu contoh darah arterial : pH, konsentrasi bikarbonat plasma dan PCO2.
- Dengan memeriksa pH seseorang dapat menentukan apakah ini bersifat
asidosis jika nilai pH kurang dari 7,4.
- Langkah kedua adalah memeriksa PCO2 plasma dan konsentrasi bicarbonat. Nilai normal untuk PCO2 adalah 40 mmHg dan untuk bicarbonat 24 mEq/L Bila gangguan sudah ditandai sebagai asidisis dan PCO2 plasma meningkat. Oleh karena itu nilai yang diharapkan untuk asidosis respiratorik sederhana adalah penurunan pH plasma, peningkatan PCO2 dan peningkatan konsentrasi bicarbonat plasma setelah kompensasi ginjal sebagian.
Untuk asidosis metabolik akan terdapat juga penurunan pH plasma. Gangguan utama adalah penurunan konsentrasi bicarbonat plasma.Oleh karena itu pada asidosis metabolik, seseorang dapat mengharapkan nilai pH yang rendah.Konsentrasi bicarbonat plasma rendah dan penurunan PCO2 setelah kompensasi respiratorik sebagian.
27
BAB V
KESIMPULAN
28
DAFTAR PUSTAKA
1.
29