case icu

39
CASE REPORT PERAWATAN ICU PASIEN POST-CRANIOTOMY Oleh : Andreas Kurniawan 030.08.026 Ahmad Musa 030.08.012 Izzul Akmal 030.08.274 Pembimbing : dr. Abubakar, Sp. An KIC Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Periode 6 Mei 2013 – 8 Juni 2013 1

description

kasus icu

Transcript of case icu

Page 1: case icu

CASE REPORT

PERAWATAN ICU PASIEN POST-CRANIOTOMY

Oleh :

Andreas Kurniawan 030.08.026

Ahmad Musa 030.08.012

Izzul Akmal 030.08.274

Pembimbing :

dr. Abubakar, Sp. An KIC

Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesi

Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati

Periode 6 Mei 2013 – 8 Juni 2013

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Jakarta

1

Page 2: case icu

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat-Nya kami

dapat menyelesaikan tugas laporan kasus ini tepat pada waktunya, dalam rangka memenuhi

salah satu persyaratan Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesi Rumah Sakit Umum Pusat

Fatmawati, yaitu laporan kasus ‘Perawatan ICU Pasien Post-Craniotomy’.

Pelaporan kasus ini akan mencakup presentasi pasien icu post-craniotomy selama

sebelas hari perawatan dengan menampilkan status pasien pre op, post op dan perawatan hari

pertama, masalah yang muncul selama perawatan di ICU serta penanganan terhadap masalah-

masalah tersebut. Presentasi akan dilanjutkan dengan pembahasan kasus secara khusus dan

tinjauan pustaka mengenai definisi, indikasi dan syarat pemindahan pasien ICU secara umum

serta pembahasan kelaianan asam basa.

Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya

kepada: dr. Abubakar, Sp.An K selaku pembimbing laporan kasus, atas bimbingan serta

dukungan dari teman – teman dan staf pendidikan dan pelayanan di bagian anestesi yang

telah banyak membantu dalam penyelesaian laporan kasus ini.

Akhir kata, kami sadari bahwa penyajian laporan kasus ini masih jauh dari sempurna,

oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga laporan

kasus ini dapat bermanfaat untuk semua pihak, khusus nya di bagian Ilmu Anestesi.

Jakarta, Mei 2013

Penyusun

2

Page 3: case icu

BAB I

PENDAHULUAN

Cedera kepala merupakan epidemi yang tersembunyi, oleh karena sebagian besar

masyarakat belum begitu mengetahui tentang cedera kepala beserta akibatnya. Lima belas

persen dari pasien yang dirawat dengan cedera kepala akan mengalami skuele (problem

gangguan kronik) sepanjang hidupnya. 

Secara statistik diperkirakan setiap tahun 2% penduduk dunia mengalami cedera kepala. Di

Amerika Serikat,2011, 5,3 juta penduduk setiap tahun mengalami cedera kepala. Trauma

menjadi penyebab utama kematian pada pasien berusia dibawah 45 tahun dan hampir 50%-

nya merupakan cedera kepala traumatik.

Penyebab cedera kepala traumatik terbanyak akibat kecelakaan kendaraan bermotor (50%),

akibat jatuh (21%), akibat olahraga (10%), sisanya akibat kejadian lain.Puncak insiden cedara

kepala pada usia 5 tahun, 15-24 tahun dan di atas 70 tahun. Cedera kepala pada laki-laki lebih

sering daripada wanita.

Cedera kepala akan memberikan gangguan yang sifatnya lebih kompleks bila dibandingkan

dengan trauma pada organ tubuh lainnya. Hal ini disebabkan karena struktur anatomik dan

fisiologik dari isi ruang tengkorak yang majemuk, dengan konsistensi cair, lunak dan padat

yaitu cairan otak, selaput otak, jaringan saraf, pembuluh darah dan tulang. 

3

Page 4: case icu

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Bp. S

Jenis Kelamin : laki-laki

Usia : 30 tahun

Pekerjaan : Pedagang

Pendidikan : SMA

Status : Menikah

Agama : Islam

Alamat : Kp. Kavling Pegadungan RT 02/09

ANAMNESIS

Allonamnesis dilakukan pada tanggal 10 Mei 2013, pukul 09.00 WIB di ICU RSUP

Fatmawati, Jakarta Selatan.

Keluhan Utama

Pasien datang ke IGD RSUP Fatmawati pada tanggal 4 Mei 2013 pukul 03:00 pagi

WIB dengan keluhan luka tumpul pada kepala akibat kecelakaan motor.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD pada tanggal 4 Oktober 2012 dengan luka robek pada kaki

kanan karena tertabrak oleh motor lain dari sebelah kanan saat pasien sedang membonceng

motor sekitar jam 3:00 pagi WIB. Kejadian tersebut terjadi secara tiba-tiba saat mengendarai

di persimpangan jalan tanpa memakai helem tiba-tiba tertabrak dari depan oleh motor lain

sampai motor membelok dengan tajam dan pasien terjatoh ke jalan beraspal. Bagian pertama

yang terkena jalan adalah bagian kepala dan tangan kiri. Pada saat itu pasien tidak mengingat

kejadian. Pasien terjatuh di jalan beraspal dengan posisi terlentang. Saat itu kaki terdapat luka

lecet pada kepala tangan kiri dan memar pada siku lengan kiri. Pasien mengalami banyak

4

Page 5: case icu

perdarahan dari luka-lukanya. Setelah jatuh pasien dibawa langsung ke IGD RSUP

Fatmawati, di sana pasien dipasang infus di 3 tempat dan di balut lukanya serta diberi

penyangga leher dan direncanakan operasi cito. Pasien mengaku sadar selama kejadian dari

tertabrak sampai ke ruang IGD. Saat di IGD pasien mengalami muntah selama perjalanan

sebanyak 1 kali. Kemudian pasien dibawa ke IBS sekitar pukul 08:00 pagiWIB dan dipasang

CVC dan loading cairan RL sebanyak 1000 ml dan di tambah 1000ml NaCl 0.9% serta

1000ml RL selama operasi. Tidak dilakukan transfusi atau koloid. Perdarahan selama operasi

berjumlah kurang lebih 1000 ml.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak ada riwayat penyakit yang menyebabkan pasien dirawat di rumah sakit.

Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat-obatan dan alergi makanan.

Tidak mengalami demam, pusing, mudah lelah dalam 2 minggu terakhir.

Pasien menyangkal riwayat sesak nafas disertai nafas berbunyi, dan alergi makanan.

Pasien menyangkal memiliki riwayat darah tinggi, riwayat sakit jantung, dan riwayat

kencing manis.

Pasien mengaku tidak pernah operasi

Pasien memiliki riwayat TB paru

Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga pasien tidak memiliki riwayat kencing manis, darah tinggi, penyakit jantung,

alergi makanan, obat-obatan, sesak nafas disertai nafas berbunyi.

PEMERIKSAAN FISIK

1. Status Generalis

Keadaan Umum : tampak sakit berat

Kesadaran : sopor

GCS : 6 (E3,M2,V1)

Tanda Vital

Tekanan Darah : 110/66 mmHg5

Page 6: case icu

Nadi : 112 x/menit

Suhu : 36,80 C

Pernapasan : 20 x/menit

Kepala

Bentuk : Normocephali

Mata : Konjuntiva anemis (+/+), Sklera ikterik (-/-), odema(-)

Hidung : Septum deviasi (-), sekret (-)

Mulut : Bibir kering (-), dinding faring hiperemis (-), odema(-), sianosis(-)

Telinga : Normotia, tanda radang (-)

Leher : deviasi (-), pembesaran kelenjar getah bening (-)

Thorax

Inspeksi : Bentuk normal, gerak nafas kedua dada simetris

Palpasi : Vokal fremitus +/+ simetris, turgor kulit <2 detik

Perkusi : Sonor dikedua lapang paru

Auskultasi :

Jantung: BJ I-II reguler,murmur (-), gallop (-)

Paru : SN vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen :

Inspeksi : Datar

Palpasi : Nyeri tekan (-)

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+), menurun

Ekstremitas : Akral hangat, oedem (-), sianosis (-), tampak lesi kulit

Genitalia : OUE hiperemis (-),discharge (-).

Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal 4 Oktober 2012

Hb 11,9

6

Page 7: case icu

Lekosit 11.400

Hematokrit 34

Trombosit 179000

Glukosa sewaktu 134

Tanggal 5 Oktober 2012

Elektrolit

Na 138

K 3,73

Cl 114

Tanggal 6 Oktober 2012

SGOT 33

SGPT 31

Kreatinin 0,9

Ureum 25

Pemeriksaan CT-Scan

Terdapat subdural hematome

RESUME

Seorang laki-laki berumur 30 tahun, menikah, agama Islam, tinggal di Kp. Kavling

Pegadungan RT 02/09 datang ke RSUP Fatmawati tanggal 10 Mei 2013 dengan keluhan luka

tumpul pada kepala akibat kecelakaan motor. Tanda vital terdapat tachycardi dan tachypnoe.

Dilakukan pembukaan jalan nafas dengan memasang orofaringeal airway, infus RL 20 tpm

pada 3 line di kedua tangan dan kaki kiri serta dilakukan monitoring saturasi O2, tekanan

darah, dan nadi. Dari hasil anamnesis didapatkan keterangan bahwa pasien mengalami

kecelakaan lalu lintas, dan megalami trauma pada bagian kepala akibat terjatuh saat

membonceng motor dengan bagian kepala terbentur jalan aspal saat terjatuh. Dari hasil

pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran sopor dengan GCS 6 (E3,M2,V1), tanda vital dalam

batas normal. Dari hasil pemeriksaan laboratorium di dapatkan peningkatan leukosit (11400),

7

Page 8: case icu

anemia ( Hb=11,9) , suspek toleransi glukosa terganggu (GDS 134). Diagnosis pada pasien

ini adalah subdural hematome.

DIAGNOSIS PASTI

Subdural Hematome

PENATALAKSANAAN

Medikamentosa

Cefepime 2 x 1 gram

Ketorolac tromethamine 2 x 1mg

PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad fungtionam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

8

Page 9: case icu

BAB III

PEMBAHASAN

I. Status Anestesi

Identitas

Tanggal : 3 Mei 2013

Nama pasien : Tn. S

NO.RM : 1245663

Diagnosis Pra operasi : Subdural hematom pro Craniotomi

Status fisik

ASA : 3 E

Kesadaran : Apatis

Jalan Nafas : DBN

Tensi : 110/62 mmHg , Nadi : 98 x/menit, suhu : afebris.

Jenis Anestasi :

General anestasi : ETT Kinking no 7,5, cuff(+)

Monitoring :

EKGLEad II, NIBP, SP O2,urin kateter

Posisi : Terlentang, mata tertutup

Infus : Kaki kiri – No. 20, Tangan kiri – No.20

Premedikasi :

Intravena : Fentanyl 150mcg

Milos/Midazolam : 20 mg

Induksi

9

Page 10: case icu

Intravena : Propofol : 300 mg

Inhalasi : N2O, O2, Isoflurane

ETT – kinking n0 7,5

Cairan masuk selama operasi

Ringer Laktat= 2500cc

Nacl : 500cc

Gelafusine = 500cc

Cairan keluar :

Urin : 350 cc

Perdarahan : 1500 cc

Lama operasi 3 jam 30 menit. Dari pukul 21.00 – 00.30

Post operasi pasien masuk ICU , jam 00.45.

II. Status ICU

SSP H 1 H2 H3 H4 H5 H6 Kesadaran CM Apatis Apatis Apatis Apatis ApatisPupil Isokor Isokor Isokor Isokor Isokor IsokorReflex pupil Positif Positif Positif Positif Positif PositifKV

TD 100/58 110/66 110/70 100/60 110/75 100/60N 92 96 100 75 84 70EKG Sr Sr Sr Sr Sr SrCairan masuk

Enteral - 750 1170 1800 1850 1900Parenteral 88/116 80/116 2666 2172 2600 1800Cairan keluarUrine 1150/1150 1150/1150 2580 2600 3100Pernafasan Spontan spontan Spontan spontan Spontan spontanAGD

10

Page 11: case icu

pH 7.389 7.509 7.44 7.45 7.403 7.431PCO2 29.7 33.3 41.5 42.5 47.3 30.7BE -6 -0.7 3.2 3.0 2.1 0Sat O2 92 100 98 98 99 99HCO3 17.5 24.1 27.6 27.6 28.8 22.4Po2 143 203 120 168 102 130Fluid Balance -1104 96 +342 -300 -400 -994Intake 1696 3616 3342 3018 3000 3886Output 2550 2920 2000 2700 2800 4260IWL 600 600 600 600 600 600BalansLab

Hb 11.9 10.17 10 10.2 11.2 11.2Leukosit 24000 24700 33000 23000 22000 34700Trombosit 164000 151000 143000 175000 197000 264000GDS 139 125 105 96 108 142Ureum 26 32 36 43 32 41Kreatinin 0.7 0.8 0.7 0.6 0.7 0.6ElektrolitNa 136 135 139 135 138 136 K 3.3 3.76 3.67 2.5 3.35 3.77Cl 117 112 110 91 94 96Albumin 3.5 3.2 - 3.3 3.6 3.0

Intake oral

Makan Cair 3x250 cc

Intake parenteral

Aminofluid 500ml

triofusin 500ml

tutofusin 500ml

KAeN mg3 500ml

Obat oral : -

Obat parenteral

Ceftriaxon 2x2gr

11

Page 12: case icu

Piracetam 4x3gr

Ranitidin 3x500mg

Ketorolac 3x30mg

Vit c 2x200mg

Transamin 3x50mg

Vitk 3x10mg

Fentanyl 100mg

Ondansentron 4mg

III. PEMBAHASAN

Masalah-masalah yang muncul selama perawatan antara lain:

1. Acidosis metabolik terkompensasi

2. Hipokalemi

3. Leukositosis

Berikut pembahasan masalah-masalah ynag muncul:

1. Acidosis metabolik : penegakan masalah : Acidosis metabolik terkompensasi

ditegakkan berdasarkan hasil analisa gas darah dengan hasil pH =7.389 (normal,

n=7,35-7,45), pCO2 =29.7mmHg (dibawah normal, n=35-44mmHg), Base Exces =-6,

pHCO3- =17.5 mmHg(dibawah normal, n=22-26mmHg). Na =136mEq/L(normal,

n=135-150mEq/L), Cl=117(meningkat, n=87-110mEq/L), Anion gap = 2 mEq/L

(rendah, n=6-12mEq/L). Pada analisa gas darah, oleh karena pada proses kompensasi

belum sempurna bila pH kurang dari 7.4 maka proses primer berupa asidosis. Kadar

bikarbonat yang menurun mendukung proses acidosis maka proses primernya berupa

asidosis metabolik. Sedangkan tekanan karbondioksida melawan proses asidosis maka

terdapat proses kompensasi hiperventilasi. Acidosis metabolik dibagi menjadi anion

gap meningkat dan tidak meningkat atau normal. Anion gap yang meningkat pada

12

Page 13: case icu

asidosis metabolik menandakan adanya etiologi diluar sistem buffer darah seperti

hiperlaktatemia, ketoasidosis, dan toxin. Sedangkan anion gap yang normal

menandakan kelainan utama terdapat pada sistem buffer darah. Perhitungan anion gap

menggunakan rumus kadar natrium dikurangi kadar bikarbonat dan kadar ion clorida

sama dengan anion gap dengan nilai normal antara 6-12mEq. Anion gap pada pasien

ini menurun dengan nilai 2 mEq, etiologi tersering dari penurunan ion gap adalah

hipoalbumin. Pada pasien ini hipoalbumin dalam batas normal maka hipotesis

tersebut dapat disingkirkan. Penyebab lain berupa peningkatan dari unmeasured

kation (Nephrotic syndrome, Protein-losing enteropathy, Exfoliative dermatitis,

Malnutrition) atau unmeasured anion (Hypercalcaemia - hyperparathyroidism,

malignancy, excess Vitamin D, Hypermagnesaemia (jarang), Increased unusual

cations, Atypical IgG myeloma protein). Namun karena terdapat kelainan jelas pada

pCO2 dan pHCO3- maka penyebab utama kemungkinan besar adanya kelainan pada

sistem buffer darah.

a. Hipotesis : vomitus ditegakkan dengan adanya bukti muntah sebelum dan

setelah operasi yang dapat menyebabkan keluarnya cairan pencernaan dari

gaster dan duodenum yang mengandung bikarbonat dan berbagai ion lainnya.

b. Penatalaksanaan: ondancentrone 2x 4mg Iv

c. Tujuan penatalaksanaan: mengurangi muntah bertujuan untuk mengurangi

hilangnya bikarbonat sehingga tubuh mampu mengkompensasi sendiri

kelainan keasaman darah yang muncul.

2. Penegakan masalah: Hipokalemi ditegakkan dengan serum kalium darah di hari ke-5

bernilai 2,5 mEq/L (di bawah normal, n=3,5-5,5 mEq/L)

a. Hipotesis: intake kurang, vomitus, dan penggunaan diuretik.

i. Intake kurang dapat disingkirkan karena penurunan kalium secara akut.

ii. Vomit ditegakkan dengan adanya muntah 1400 ml 6 jam sebelumny.

iii. Penggunaan diuretik manitol dapat menyebabkan hiopokalemi tetapi

manitol telah dipakai tiap hari sehingga kemungkinan menyebabkan

kelainan akut kurang mungkin.

13

Page 14: case icu

b. Penatalaksanaan koreksi dilakukan karena kalium di bawah 2,5 mEq/L

dindikasikan adanya koreksi.

c. Tujuan penatalaksanaan : mencegah terjadinya cardiact arrest karena

hipokalemia dan identifikasi dini bila terdapat cardiact arrest.

d. Cara koreksi : Pemberian KCl secara intravena vena besar drip berdasarkan

rumus ∆K serum(4,5-2,5) x Berat Badan(60)/3=40mEq, dilarutkan dalam

NaCl 0,9% atau RL dengan perbandingan 1 mEq : 9 ml. Kecepatan pemberian

tidak boleh lebih dari 10mEq/ jam jadi maximal drip 90 cc per jam. Bila

menggunakan drip makroset= 30 tetes/menit, blod set 22 tetes/menit, atau

mikroset 90tetes/menit. Cek ulang nilai kalium dalam darah per 4jam dan

monitor EKG.

3. Penegakan masalah dengan leukosit 24.000/uL

a. Hipotesis : SIRS(systemic inflamitory respons syndrome) karena trauma berat

b. Penatalaksanaan diberikan antibiotika ceftriaxone 3 x 5mg i.v.

c. Indikasi penatalaksanaan : mencegah terjadinya sepsis

14

Page 15: case icu

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

Intensive Care Unit (ICU)

I. Definisi

Intensive Care Unit (ICU) atau Unit Perawatan Intensif (UPI) adalah tempat atau unit

tersendiri di dalam rumah sakit yang menangani pasien-pasien gawat karena penyakit, trauma

atau komplikasi penyakit lain. Intensive Care Unit (ICU) merupakan cabang ilmu kedokteran

yang memfokuskan diri dalam bidang life support atau organ support pada pasien-pasien

sakit kritis yang kerap membutuhkan monitoring intensif. Pasien yang membutuhkan

perawatan intensif sering memerlukan support terhadap instabilitas hemodinamik (hipotensi),

airway atau respiratory compromise dan atau gagal ginjal, kadang ketiga-tiganya. Perawatan

intensif biasanya hanya disediakan untuk pasien-pasien dengan kondisi yang potensial

reversibel atau mereka yang memiliki peluang baik untuk bertahan hidup

II. Klasifikasi Pelayanan ICU

Pelayanan ICU primer (standar minimal): Mampu melakukan resusitasi dan memberikan ventilasi bantu kurang dari 24 jam serta mampu melakukan pemantauan jantung

Pelayanan ICU sekunder (menengah): Mampu memberikan ventilasi Bantu lebih lama, melakukan bantuan hidup lain tetapi tidak terlalu kompleks

Pelayanan ICU tersier (tertinggi): Mampu melaksanakan semua aspek perawatan/terapi intensif

II.1. Pelayanan ICU Primer (standar minimal)

Kekhususan yang harus dimiliki;

Ruangan tersendiri; letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang darurat dan ruangan perawatan lain, Memiliki kebijaksanaan/kriteria penderita yang masuk keluar serta rujukan, Memiliki seorang dokter spesialis anestesiologi sebagai kepala, Ada dokter jaga 24 jam dengan kemampuan resusitasi jantung paru (A,B,C,D,E,F), Konsulen yang membantu harus selalu siap dipanggil, Memiliki jumlah perawat yang cukup dan sebagian besar telah terlatih, Mampu melayani pemeriksaan laboratorium, roentgen, kemudahan diagnostik dan fisioterapi

15

Page 16: case icu

II.2. Pelayanan ICU Sekunder (menengah)

Kekhususan yang harus dimiliki:

Mampu memberikan ventilasi bantu lebih lama, melakukan bantuan hidup lain tetapi tidak terlalu kompleks, kekhususan yang harus dimiliki. Memiliki ruangan tersendiri; berdekatan dengan kamar bedah, ruang darurat dan ruang perawatan lain. Memiliki kriteria pasien masuk, keluar dan rujukan . Memiliki dokter spesialis yang dapat menanggulangi setiap saat bila diperlukan

Memiliki seorang kepala ICU yang bertanggung jawab secara keseluruhan (intensivis), dokter jaga minimal mampu RJP (A,B,C,D,E,F). Mampu mengadakan tenaga perawat dengan perbandingan pasien : perawat 1:1 pada setiap saat jika diperlukan . Memiliki perawat yang bersertifikat terlatih perawatan/terapi intensif. Mampu meberikan bantuan ventilasi mekanis beberapa lama dan dalam batas tertentu melakukan pemantauan invasive dan usaha bantuan hidup

Mampu melayani pemeriksaan laboratorium, roentgen, kemudahan diagnostik dan fisioterapi selama 24 jam. Memiliki ruang isolasi dan mampu melakukan prosedur isolasi

II.3. Pelayanan ICU Tersier (tertinggi)

Kekhususan yang harus dimiliki:

Memiliki tempat khusus tersendiri di dalam rumah sakit . Memiliki kriteria pasien masuk, keluar dan rujukan . Memiliki dokter spesialis yang dapat menanggulangi setiap saat bila diperlukan. Memiliki seorang kepala ICU yang bertanggung jawab secara keseluruhan (intensivis), dokter jaga minimal mampu RJP (A,B,C,D,E,F)

Memiliki lebih dari satu staf intensives. Mampu menyediakan tenaga perawat dengan perbandingan pasien:perawat 1:1 pada setiap shif untuk kasus berat dan tidak stabil. Memiliki lebih banyak staf perawat bersertifikat terlatih perawatan/terapi intensif. Mampu melakukan semua bentuk pemantauan dan perawatan/terapi intensif

Mampu melayani pemeriksaaan laboratorium, roentgen, kemudahan diagnostik dan fisioterapi selama 24 jam. Memiliki paling sedikit seorang ahli dalam mendidik staf perawat dan dokter muda agar dapat bekerja sama dalam pelayanan pasien. Memiliki prosedur untuk pelaporan resmi dan pengkajian. Didukung oleh semua yang ahli dalam diagnostik dan terapi; seperti ahli penyakit dalam, ahli bedah saraf, ahli kebidanan dan lain-lain

Memiliki staf tambahan yang lain misalnya tenaga administrasi, tenaga rekam medis, tenaga untuk ilmiah dan penelitian. Memiliki alat-alat untuk pemantauan khusus, prosedur diagnostik dan terapi khusus.

Prosedur Pelayanan Perawatan/Terapi (ICU)

Ruang lingkup pelayanan yang diberikan di ICU :

16

Page 17: case icu

Diagnosis dan penantalaksanaan spesifik penyakit-penyakit akut yang mengancam nyawa dan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit sampai beberapa hari

Memberikan bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh sekaligus melakukan penatalaksanaaan spesifik problema dasar

Pemantauan fungsi vital tubuh terhadap komplikasi :

Penyakit

Penatalaksanaan spesifik

Sistem bantuan tubuh

Pemantauan itu sendiri

Penatalaksanaan untuk mencegah komplikasi akibat koma yang dalam, immobilitas berkepanjangan, stimulasi berlebihan dan kehilangan sensori

Memberikan bantuan emosional terhadap pasien yang nyawanya pada saat itu bergantung pada fungsi alat/mesin dan orang lain

Indikasi Masuk dan Keluar ICU

Prosedur medis yang menyangkut criteria masuk dan keluar ICU seharusnya disusun bersama antar disiplin terkait oleh semacam tim tersendiri dari dokter, perawat dan tenaga administrasi rumah sakit. Pelayanan ICU meliputi pemantauan dan terapi intensif, karena itu secara umum prioritas terakhir adalah pasien dengan prognosis buruk untuk sembuh.

Persyaratan masuk dan keluar ICU hendaknya juga didasarkan pada manfaat terapi di ICU dan harapan kesembuhannya. Kepala ICU atau wakilnya memutuskan apakah pasien memenuhi syarat masuk ICU dan keluar, kepala icu dan wakilnya akan memutuskan pasien mana yang harus diprioritaskan

Indikasi  Masuk ICU

Yang memerlukan perawatan di ICU adalah pasien dengan krisis atau kegagalan

pada: 

Sistem pernapasan

Sistem hemodinamik

Sistem syaraf pusat

Sistem endokrin dan metabolik

Overdosis obat, reaksi obat dan keracunan

17

Page 18: case icu

Sistem pembekuan darah

Infeksi berat (sepsis)

 Indikasi pasien masuk ICU dapat dibagi menjadi 3 prioritas, yaitu : 

1. Prioritas I

            Pasien kritis, pasien tidak stabil yang memerlukan tindakan terapi intensif  dan agresif

untuk mengatasinya, seperti bantuan ventilasi, infus obat-obat vasoaktif dan lain-lain. Pada

pasien seperti ini terapi tidak dibatasi ( do everything),Contoh : edema paru, status

convulsivus,septic shock.                                                                

2. Prioritas II

       Pasien golongan ini pada saat masuk tidak dalam keadaan kritis tetapi kondisi klinisnya

membutuhkan pemantauan intensif baik secara invansif maupun  non invasif atau keadaan-

keadaan yang dapat menimbulkan ancaman gangguan pada sistem organ vital. Pada pasien

seperti ini terapi juga tidak dibatasi. Misalnya :

Pasca bedah ekstensif

Pasca henti jantung dalam keadaan stabil.

Pasca bedah jantung dan pasca bedah dengan penyakit jantung.

3. Prioritas III

Pasien dalam keadaan kritis dengan harapan kecil untuk penyembuhannya. Pasien

kelompok ini memerlukan terapi intensif terbatas untuk mengatasi krisis penyakit, tetapi tidak

dilakukan terapi invasif seperti intubasi dan resusitasi (do something).Misalnya : pasien

dengan metastase keganasan, penyakit jantung dan paru terminal dengan komplikasi akut.  

Pasien-pasien tesebut dibawah ini tidak memerlukan perawatan di ICU :

Pasien mati batang otak (MBO), kecuali donor organ.

Pasien koma dengan keadaan vegetatif yang permanen.

Pasien dalam stadium akhir (end-stage) dari suatu penyakit.  

Pasien yang menolak pemberian terapi bantuan hidup.. 

Indikasi keluar ICU

Pasien prioritas I dipindahkan keluar ICU jika tidak membutuhkan lagi terapi yang

intensif atau terapi mengalami kegagalan sehingga prognosis buruk dan terdapat sedikit

kemungkinan untuk pulih kembali. Pasien prioritas II dipindahkan keluar ICU jika hasil

18

Page 19: case icu

pemantauan intensif menunjukkan bahwa terapi intensif dan monitoring khusus tidak

diperlukan lagi atau apabila terdapat pasien prioritas I yang memerlukan perawatan. Pasien

prioritas III dipindahkan jika terapi intensif tidak dibutuhkan lagi, dan dapat dipindahkan

lebih awal jika diketahui kemungkinan untuk pulih kembali sangat kecil atau keuntungan

terapi sangat sedikit.

            Pasien-pasien yang tidak banyak memperoleh keuntungan terapi intensif, antara lain : 

    Pasien tua dengan kegagalan 3 sistem organ yang tidak memberi respon dalam 72

jam setelah terapi  intensif.

    Pasien mati batang otak atau koma non traumatik yang menyebabkan keadaan

vegetatif menetap.

    Pasien penyakit paru menahun stadium lanjut, penyakit jantung terminal, atau

metastase luas dari keganasan yang tidak respon terhadap terapi intensif dan tidak terdapat

terapi lain.

PERLENGKAPAN RUANGAN ICU

Perlengkapan Medik 

Sumber oksigen berupa tabung/silinder atau titik oksigen sentral yang dilengkapi dengan   katup penurunan tekanan ( regulator ) dan flow meter.

Alat pelembab humidifikasi oksigen, pipa karet/plastik yang dilengkapi dengan kanula  nasal dan sungkup muka.

Suction Alat resusitasi terdiri dari kantong sungkup muka ( misalnya Ambu Bag/ Air

Viva, Laerdal dll), laryngoskop dengan blade berbagai ukuran, pipa jalan napas oro atau nasopharinx dan pipa Endotracheal berbagai ukuran , Cunam Magill, pembuka mulut (Ferguson mouth gag), penghubung pipa (tube connector) dan stilet.

Stetoskop,tensimeter dan termometer. Alat-alat monitoring, hendaknya dapat memperlihatkan wave form dan angka

dari Elektrokardiogram (ECG), tekanan darah, nadi dan saturasi. Pada keadaan tertentu juga diperlukan pemantauan tekanan arteri, tekanan jantung dan tekanan intra kranial cara  invasif, tekanan CO2 ekspirasi dll.

Alat infus terdiri  dari  set infus,  kateter vena,  jarum suntik berbagai ukuran, kapas antiseptik, plester, pembalut, gunting.

Defibrilator Ventilator Syringe pump, infus pump Kereta dorong (trolley / crash cart) yang dapat memuat alat-alat diatas

19

Page 20: case icu

Tempat tidur pasien.

Perlengkapan Non Medis

Saklar kontrol dan monitoring  (tekanan oksigen, udara terkompresi, vakum  ,listrik ) harus terletak di dekat unit sehingga dapat dioperasikan oleh staf pada kasus-kasus darurat. Alat ini harus ditandai/ dengan warna berbeda sehingga dapat diketahui tipe kegunaannya.. Vakum ,oksigen, dan tekanan udara terkompresi seluruhnya harus dimonitor dari pusat dengan sistem alarm visual dan audibel. Sambungan di dinding sebaiknya tidak setinggi kepala untuk menghindari  cedera pada wajah atau kepala bila tak tersambung dengan benar dan dibuat lewat jalur terpisah.

Cadangan listrik (generator) dibuat sirkuit terpisah untuk pencahayaan darurat, komputer, ventilator dan alat-alat lainnya. Perlu disediakan pompa kompresor (cadangan) yang sewaktu-waktu dapat dipakai sebagai pengganti suplai.                        

Kebutuhan air dua bak cuci tangan yang cukup dalam dan lebar untuk mencegah cipratan air dan dilengkapi dengan kran yang dapat dijalankan dengan siku atau kaki sebaiknya tersedia di tiap area perawatan pasien (dekat pintu) untuk meminimalkan penularan infeksi. Tersedia fasilitas pengering tangan berupa handuk kertas sekali pakai atau pengering elektrik (hindari pemakaian handuk standart) dan fasilitas disinfeksi tangan .

            Komunikasi

Dibuat sedemikian rupa sehingga komunikasi berlangsung dengan mudah dan cepat dalam unit dan sistem rumah sakit. Sebaiknya ada satu telepon darurat yang dapat dipakai keluar dengan bebas. Untuk kamar isolasi sebaiknya tersedia tersendiri. 

       Alarm pemanggil/darurat

Untuk tiap tempat tidur tersedia satu tombol alarm.  Bila diaktifkan alarm akan berbunyi di ruang pusat perawat, ruang santai staf dan kamar jaga dokter. 

       Sterilisasi

Harus dirumuskan metode sterilisasi alat-alat yang dapat dipakai ulang..Sterilisasi dilakukan di unit sterilisasi sentral setelah melalui proses dekontaminasi,kecuali alat-alat tertentu yang dilakukan di ICU 

misalnya alat endoskopi, set bedah minor.

       Pengaman kebakaran

20

Page 21: case icu

Jarang terjadi kebakaran di ICU. Kendati demikian kita tetap harus merencanakan untuk  melakukan pencegahan dan cara untuk menanganinya bila terjadi kebakaran. Tiap anggota staf harus terbiasa dengan rencana ini dan perlu dilakukan latihan tiap tahun. Penderita yang dalam kondisi kritis tak hanya rentan sekali terhadap api tetapi juga   gangguan terhadap terapi penyokong kehidupannya. 

ASIDOSIS

Asidosis adalah suatu keadaan dimana adanya peningkatan asam didalam darah yang disebabkan oleh berbagai keadaan  dan penyakit tertentu yang mana tubuh tidak bisa mengeluarkan asam dalam mengatur keseimbangan asam basa. Hal ini penting untuk menjaga keseimbangan fungsi sistem organ tubuh manusia.Gangguan keseimbangan ini dapat dikelompokkan dalam dua kelompok besar yaitu metabolik dan respiratorik.Ginjal dan paru merupakan dua organ yang berperan penting dalam pengaturan keseimbangan ini.( Siregar P et. al, 2001 )

PATOGENESIS

Pada keadaan Asidosis yang berperan adalah sistem buffer (penyangga) pada referensi ini akan dibahas tentang sistem buffer bikarbonat. Sistem penyangga bikarbonat terdiri dari larutan air yang mengandung bikarbonat yang terdiri dari larutan air yang mengandung dua zat yaitu asam lemak (H2CO3) dan garam bikarbonat seperti NaHCO3.

H2CO3 dibentuk dalam tubuh oleh reaksi CO2 dengan H2O.

CO2 +  H2O   <—->  H2CO3

Reaksi ini lambat dan sangat sedikit jumlah H2CO3 yang dibentuk kecuali bila ada enzim karbonik anhidrase. Enzim ini terutama banyak sekali di dinding alveol

paru dimana CO2 dilepaskan, karbonik anhidrase juga ditemukan di sel-sel epitel tubulus ginjal dimana CO2 bereaksi dengan H2O untuk membentuk H2CO3

H2CO3 berionisasi secara lemah untuk membentuk sejumlah kecil H+ dan HCO3-

H2CO3 <—-> H+ +  HCO3-

Komponen kedua dari sistem yaitu garam bikarbonat terbentuk secara dominan  sebagai Natrium Bicarbonat (NaHO3) dalam cairan ekstraseluler. NaHCO3 berionisasi hampir secara lengkap untuk membentuk ion-ion bicarbonat  (HCO3

-) dan ion-ion natrium (Na+) sebagai berikut :

NaHCO3 <—-> Na+ +  HCO3-

Sekarang dengan semua sistem bersama-sama, kita akan mendapatkan sebagai berikut :

CO2 + H2O  <—->   H2CO3 <—-> H+ + HCO3- + Na+

21

Page 22: case icu

Akibat disosiasi H2CO3 yang lemah, konsentrasi H+ menjadi sangat kuat bila asam kuat seperti HCl ditambahkan ke dalam larutan penyangga bicarbonat, peningkatan ion hidrogen yang dilepaskan oleh asam disangga oleh HCO3 :

H + + HCO3- H2CO3 CO2 + H2O

Sebagai hasilnya, lebih banyak H2CO3 yang dibentuk.Meningkatkan produksi CO2 dan H2O.Dari reaksi ini kita dapat melihat bahwa ion hidrogen dari asam kuat HCl, bereaksi dengan HCO3

- untuk membentuk asam yang sangat lemah yaitu H2CO3 yang kemudian membentuk CO2 dan H2O.CO2 yang berlebihan sangat merangsang pernapasan yang mengeluarkan CO2 dari cairan ekstraseluler.Ini berpengaruh terjadinya asidosis pada tubuh.

ETIOLOGI

Asidosis Metabolik

Asidosis metabolik dapat disebabkan oleh beberapa penyebab umum seperti :

1. Kegagalan ginjal untuk mengekresikan asam metabolik yang normalnya dibentuk di tubuh.

2. Pembentukan asam metabolik yang berlebihan dalam tubuh.

3. Penambahan asam metabolik kedalam tubuh melalui makanan

4. Kehilangan basa dari cairan tubuh (faal)

Disini penulis akan sedikit membahas beberapa penyebab yang sering terjadi pada keadaan asidosis metabolik :

-    Asidosis di Tubulus Ginjal

Akibat dari gangguan ekresi ion Hidrogen atau reabsorbsi bikarbonat oleh ginjal atau kedua-duanya.Gangguan reabsorbsi bikarbonat tubulus ginjal menyebabkan hilangnya bicarbonat dalam urine atau ketidakmampuan mekanisme sekresi Hidrogen di tubulus ginjal untuk mencapai keasaman urin yang normal menyebabkan ekresi urin yang alkalis.

-    Diare

Diare berat mungkin merupakan penyebab asidosis yang paling sering.Penyebabnya adalah hilangnya sejumlah besar natrium bicarbonat ke dalam feses, sekresi gastrointestinal secara normal mengandung sejumlah besar bicarbonat dan diare ini menyebabkan hilangnya ion bicarbonat dari tubuh.Bentuk asidosis metabolik ini berlangsung berat dan dapat menyebabkan kematian terutama pada anak-anak.

-    Diabetes Melitus

Diabetes melitus disebabkan oleh tidak adanya sekresi insulin oleh pankreas yang menghambat penggunaan glukosa dalam metabolisme.Ini terjadi karena adanya pemecahan

22

Page 23: case icu

lemak menjadi asam asetoasetat dan asam ini di metabolisme oleh jaringan untuk menghasilkan energi, menggantikan glukosa. Pada DM yang berat kadar Asetoasetat dalam darah meningkat sangat tinggi sehingga menyebabkan asidosis metabolik yang berat.

-    Penyerapan Asam

Jarang sekali sejumlah besar asam diserap dari makanan normal akan tetapi asidosis metabolik yang berat kadang-kadang dapat disebabkan oleh keracuan asam tertentu antara lain  aspirin dan metil alkohol.

-    Gagal Ginjal Kronis

Saat fungsi ginjal sangat menurun terdapat pembentukan anion dari asam lemak dalam cairan tubuh yang tidak eksresikan oleh ginjal. Selain itu penurunan laju filtrasi glomerulus mengurangi eksresi fosfat dan NH4

+ yang mengurangi jumlah  bikarbonat.

( Guyton& Hall, 1997 )

Faktor Resiko Asidosis Metabolik ( Defisit HCO3- )

1. Kondisi dimana banyak plasma dengan asam metabolik (Gangguan ginjal, DM)

2. Kondisi tejadi penurunan bikarbonat (diare)

3. Cairan infus yang berlebihan. (NaCl)

4. Napas berbau

5. Napas Kussmaul (dalam dan cepat)

6. Letargi

7. Sakit kepala

8. Kelemahan

9. Disorientasi

Gejala Klinik

¨    Asidosis Respiratorik

Keadaan ini timbul akibat ketidakmampuan paru untuk mengeluarkan CO2 hasil metabolisme (keadaan hipoventilasi).Hal ini menyebabkan peningkatan H2CO3dan konsentrasi ion hidrogen sehingga menghasilkan asidosis.

Beberapa masalah respiratorik dibagi berdasarkan sebabnya :

1. Penurunan pernapasan

23

Page 24: case icu

Penurunan pernapasan melibatkan perubahan fungsi neuron dalam menstimulus inhalasi dan ekhalasi.Neuron mengurangi pada tingkat sel tubuh melalui zat/agen kimia dan kerusakan fisik. Penurunan kimia pada neuron dapat terjadi sebagai hasil agen anastesi, obat-obatan (narkotik) dan racun dimana merintangi darah menuju ke otak dan langsung menghalangi depolarisasi.Disamping itu ketidakseimbangan elektrolit (hiponatrium, hiperkalsemia dan hiperkalami) juga secara lambat menghalangi depolarisasi neural. Akibat  neuron  respiratorik  juga  akan  mengurangi  keadaan  fisik. Trauma sebagai hasil langsung kerusakan fisik untuk neuron respirasi atau menimbulkan hypoksia sampai iskemik yang dapat mengganggu atau menghancurkan kemampuan neuron untuk membangkitkan dan mengirimkan impuls ke otot skeletal yang membantu dalam respirasi.Neuron respirasi dapat rusak atau hancur secara tidak langsung apabila terdapat masalah di area otak karena meningkatnya tekanan intrakranial.Meningkatnya tekanan intrakranial ini karena adanya edema jaringan, dimana menekan pusat pernapasan (batang otak).

Trauma spinal cord, penyakit tertentu seperti polio adalah sebab yang aktual bagi kerusakan diaxon dan penyakit lain seperti mistenia gravis, dan syndrom Guillain-Barre yang mengganggu tranmisi  impuls nervous ke otot skeletal)

2. Inadequatnya ekspansi dada

Karena ekspansi ini penting untuk mengurangi tekanan di dalam rongga dada sehingga terjadi pernapasan.Beberapa kondisi membatasi ekspansi dada sehingga menghasilkan inadequatnya pertukaran gas walaupun jaringan paru sehat dan pusat pesan sudah dimulai dan transmisi yang tepat. Beberapa orang mengalami masalah dalam ekspansi dada dapat mencukupi pertukaran gas selama periode istirahat  sehingga retensi CO2 tidak terjadi pada waktu itu. Bagaimanapun meningkatnya aktivitas atau kerusakan pada jaringan paru menghasilkan permintaan untuk pertukaran gas dimana seseorang tidak dapat memenuhinya, hasilnya acidemia.Tidak adekuatnya ekspansi dada dapat dihasilkan dari trauma skeletal atau deformitas, kelemahan otot respirasi.Masalah skeletal yang membatasi perpindahan pernapasan dalam dinding dada jika terdapat kerusakan tulang atau malformasi tulang yang menyebabkan distorsi dalam fungsi dada.Struktur tulang dada yang tidak berbentuk serasi dapat membentuk deformasi pada rongga dada dan mencegah penuhnya ekspansi pada satu atau kedua paru. Deformitas skeletalmungkin congenital: hasil dari kesalahan pertumbuhan tulang ( seperti skoliosis, osteodistropii renal, osteogenesis imperfecta dan syndrom Hurler’s) atau hasil yang tidak seimbang dari degenerasi jaringan tulang (osteoporosis, metastase sel kanker).

Kondisi kelemahan otot respirasi berhubungan dengan ketidakseimbangan elektrolit dan kelelahan.

3. Obstruksi jalan napas

Pencegahan perpindahan masuk dan keluarnya udara pada paru melalui bagian atas dan bawah pada obstruksi jalan napas dapat menimbulkan pertukaran gas yang tidak efektif, retensi CO2 dan acidemia.Jalan napas bagian atas dan bawah dapat terobstruksi

24

Page 25: case icu

secara internal dan eksternal.Kondisi eksterna yang menyebabkan obstruksi jalan napas atas termasuk tekanan yang kuat pada daerah leher, pembesaran nodus lympa regional.Sedangkan kondisi internal yang menyebabkan obstruksi jalan napas atas termasuk masuknya benda asing pada saat bernapas, konstriksi otot halus bronkial dan pembentukan edema pada jaringan luminal.

Obstruksi jalan napas bagian bawah terjadi melalui kontriksi otot halus, pembentukan jaringan luminal, pembentukan lendir yang berlebihan. Kondisi umum yang berhubungan dengan obstruksi jalan napas bagian bawah yaitu karena terlalu lama menderita penyakit inflamasi (bronchitis, emphysema dan asma) dan dan masuknya bahan-bahan iritan seperti asap rokok, debu batu bara, serat asbes, serat kapas, debu silikon dan beberapa partikel yang mencapai jalan napas bagian bawah.

4. Gangguan difusi alveolar-kapiler

Pertukaran gas pulmonal terjadi oleh difusi di persimpangan alveolar dan membran kapiler. Beberapa kondisi dimana mencegah atau mengurangi proses difusi karena dapat meretensi CO2 dan terjadi asidemia. Masalah difusi dapat terjadi pada membran alveolar, membran kapiler atau area diantara keduanya.

Asidosis respiratorik sering terjadi akibat kondisi patologis yang merusak pusat pernapasan atau yang menurunkan kemampuan paru untuk mengeliminasikan CO2. Ada beberapa hal yang menyebabkan keadaan asidosis respiratorik yaitu :

-   gangguan sentral pada pusat pernapasan.

-   penyakit   otot-otot   bantu   pernapasan    misal   mistenia  gravis,  sindrom

Guillain- Barre dan akibat obat yang merelaksasi otot.

-   gangguan   eksfisitas  saluran   napas  seperti  fibrosis   pulmonal,  penyakit

intestinal     paru.

-   obstruksi (empisema, asma, bronkitis, bronkhiolitis).

Faktor Resiko Asdidosis Respiratorik yang lain :

1. Kondisi paru yang akut dimana merubah O2 atau CO2 pada saat terjadi pertukaran gas di alveolar (seperti pnemonia, edema pulmonar akut, aspirasi pada tubuh luar, tenggelam)

2. Penyakit paru kronik (asma, kista fibrosis atau empisema)

3. Overdosis pada narkotik atau sedatif sehingga menekan tingkat dan kedalaman pernapasan

4. Cidera kepala sehingga mempengaruhi pusat pernapasan.

25

Page 26: case icu

Tanda Klinik  ( Akut )

1. Meningkatnya nadi dan tingkat pernapasan

2. Pernapasan dangkal.

3. Dyspnea

4. Pusing

5. Convulsi

6. Letargi

Tanda Klinik  ( Kronik )

1. Kelemahan

2. Sakit kepala

PENATALAKSANAAN ASIDOSIS

Pengobatan yang paling baik untuk asidosis adalah mengoreksi keadaan yang telah   menyebabkan kelainan, seringkali pengobatan ini menjadi sulit terutama pada penyakit kronis yang menyebabkan gangguan fungsi paru atau gagal ginjal.

Untuk menetralkan kelebihan asam sejumlah besar natrium bicarbonat dapat diserap melalui mulut.Natrium bicarbonat diabsorbsi dari traktus gastroinstestinal ke dalam darah dan meningkatkan bagian bicarbonat pada sistem penyangga bicarbonat sehingga meningkatkan pH menuju normal.Natrium bicarbonat dapat juga diberikan secara intravena.Untuk pengobatan asidosis respiratorik dapat diberikan O2 dan juga obat-obatan yang bersifat broncodilator.

Intervensi keperawatan yang bisa dilakukan pada Asidosis Metabolik :

1. Monitor nilai Arterial Gas Darah

2. Jika diperintah berikan IV sodium bicarbonat

3. Koreksi masalah pokok yang terjadi.

Intervensi keperawatan yang bisa dilakukan pada Asidosis Respiratorik :

1. Perbaiki ventilasi pernapasan ( melakukan dilator bronkial, antibiotik, O2 sesuai perintah.

2. Jaga keadequatan hidrasi (2 – 3 L cairan perhari)

3. hati-hati dalam mengatur ventilator mekanik jika digunakan.

26

Page 27: case icu

4. Monitor intake dan output cairan, TTV,  arteri gas darah dan pH.

PENGUKURAN KLINIS DAN ANALISIS ASIDOSIS

Seseorang dapat membuat diagnosa dari analisis terhadap tiga pengukuran dari suatu contoh darah arterial : pH, konsentrasi bikarbonat plasma dan PCO2.

-  Dengan  memeriksa   pH  seseorang  dapat   menentukan   apakah  ini  bersifat

asidosis  jika nilai pH kurang dari 7,4.

-  Langkah kedua adalah memeriksa PCO2 plasma dan konsentrasi bicarbonat. Nilai normal untuk PCO2 adalah 40 mmHg dan untuk bicarbonat 24 mEq/L Bila gangguan sudah ditandai sebagai asidisis dan PCO2 plasma meningkat. Oleh karena itu nilai yang diharapkan untuk asidosis respiratorik sederhana adalah penurunan pH plasma, peningkatan PCO2 dan peningkatan konsentrasi bicarbonat plasma setelah kompensasi ginjal sebagian.

Untuk asidosis metabolik akan terdapat juga penurunan pH plasma. Gangguan utama adalah penurunan konsentrasi bicarbonat plasma.Oleh karena itu pada asidosis metabolik, seseorang dapat mengharapkan nilai pH yang rendah.Konsentrasi bicarbonat plasma rendah dan penurunan PCO2 setelah kompensasi respiratorik sebagian.

27

Page 28: case icu

BAB V

KESIMPULAN

28

Page 29: case icu

DAFTAR PUSTAKA

1.

29