Laporan Icu Firman

51
BAB I LAPORAN KASUS ICU I. Identitas pasien Nama : Tn G Jenis kelamin : Pria Umur : 24 tahun Alamat : Gembongan, Kel. Dayakan, Kec. Secang RT/RW 06/03 Magelang Tanggal masuk ICU : 6 November 2013, pukul 12.30 II. Primary survey Airway : terpasang nasal kanul oksigen Breathing : nafas spontan dengan frekuensi 24 kali/menit Circulation :Tekanan darah 132/91 mmHg, nadi 105 kali/menit Disability : GCS 15 (E4V5M6) Exposure : temperatur axilla 40°C III. Secondary survey 1. Anamnesis Keluhan utama Badan panas Riwayat penyakit sekarang :

Transcript of Laporan Icu Firman

Page 1: Laporan Icu Firman

BAB I

LAPORAN KASUS ICU

I. Identitas pasien

Nama : Tn G

Jenis kelamin : Pria

Umur : 24 tahun

Alamat : Gembongan, Kel. Dayakan, Kec. Secang RT/RW 06/03

Magelang

Tanggal masuk ICU : 6 November 2013, pukul 12.30

II. Primary survey

Airway : terpasang nasal kanul oksigen

Breathing : nafas spontan dengan frekuensi 24 kali/menit

Circulation :Tekanan darah 132/91 mmHg, nadi 105 kali/menit

Disability : GCS 15 (E4V5M6)

Exposure : temperatur axilla 40°C

III. Secondary survey

1. Anamnesis

Keluhan utama

Badan panas

Riwayat penyakit sekarang :

Pasien merasakan badannya panas sejak tiga hari yang lalu,panas muncul

setelah pasien selesai berolah raga lari, panas terjadi terus menerus,tidak

menggigil dan berkeringat,disertai kepala pasien pusing,tidak ada mual

atau pun muntah, buang air kecil pasien normal tidak perih ataupun

panas, buang air besar pasien normal tidak ada diare,kotoran berwarna

kecoklatan,konsistensi padat tidak bercampur darah.

Riwayat penyakit dahulu :

Riwayat penyakit malaria sebelumnya

Page 2: Laporan Icu Firman

Riwayat penyakit keluarga : tidak ada

Riwayat alergi :

Tidak memiliki alergi terhadap makanan atau obat-obatan tertentu.

Riwayat Pekerjaan : pasien sebelumnya pernah ditugaskan ke Papua

sebelum bertugas pasien diberi darplex, setelah pulang dari Papua, pasien

dan 27 orang temannya saat diperiksa terkena malaria.

2. Pemeriksaan fisik umum

Keadaan umum : tampak lemah dan gelisah

Kesadaran : CM

Keadaan gizi : cukup

Kepala leher

o Umum : ekspresi tampak sesak nafas

o Mata: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterus +/+, pupil bulat isokor.

Thoraks

o Inspeksi : bentuk dan ukuran dada normal, pergerakan dinding

dada simetris, retraksi ICS (+)

o Palpasi : gerakan dinding dada simetris,

o Perkusi : sonor pada kedua lapang paru.

o Auskultasi :

Pulmo : vesikular +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung : S1,S2 reguler, murmur (+)

Abdomen

o Inspeksi : tampak perut datar

o Auskultasi : peristaltik normal

o Palpasi : nyeri tekan (+), hepar 1 jari dibawah arcus costae

o Perkusi : tympani

Ekstremitas atas dan bawah

Page 3: Laporan Icu Firman

o Akral hangat, edema pada ke empat ekstremetas (+), kulit ikterik,

turgor kulit cukup

3. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium tanggal 01/03/2013 pkl 14.30

Jenis Pemeriksaan

Hasil Nilai Rujukan01/03/2013

Hemoglobin 12.4 11-15 g/dlHematokrit 38 36-48 %Eritrosit 4.51 3.5-5.5

juta/µLLeukosit 12.300 4,800-

10,800/ µLTrombosit 214.000 150,000-

400,000/ µLMCV 84.3 80-96 fLMCHC 32.6 32-36 g/dLRDW 15.1 11,5-14,5 %Glucose 54 70-115 mg/dlCholesterol 83 <200 mg/dlTriglyceride 99 <150mg/dlUreum 139 <50mg/dlCreatinine 2.7 <1.3 mg/dlUric Acid 22.3 2.3-8.2 mg/dlSGOT 147 3-35 U/ISGPT 103 8-41 U/IAlbumin 3.7 3.8-5.1 g/dlTotal Protein 6.4 6.6-8.3g/dlBilirubin direct 13.6 <0.25 mg/dlBilirubin total 31.6 <1.1 mg/dl

Rontgent : kesan cardiomegali

USG abdomen : kesan congestive liver

4. DD

Malaria

Demam Thypoid

Dengue Fever

ISK

Page 4: Laporan Icu Firman

5. Terapi

- Posisi setengah duduk

- O2 2 liter/mnt

- Nacl/ Asering 10 tpm

- Lasix 8 amp/24 jam i.v

- Dopamin 8 μg/kgBB/menit i.v

- Ranitidine 2x1 i.v

- Cefirom 2x1 i.v

- Syncone 2x1

- Hepatin 2x1

- Q10 plus 2x1

- Pradoxa 2x100

- Plavix 1x1

IV. PERJALANAN PENYAKIT DAN TERAPI DI ICU

01/03/13

Pagi Siang malam

KU

TD

Nadi

RR

Sp O2

Balance Cairan

Gangguan

Airway

Breathing

circulation

Lemah, CM

132/91 mmHg

105 x/menit

24 x/menit

98%

(-)

Hiperventilasi

Hipertensi,

takikardia

Lemah, CM

101/62 mmHg

95 x/menit

22 x/menit

98%

(-)525

(-)

Hiperventilasi

takikardia

Terapi - Posisi setengah duduk

- O2 2 liter/mnt

Page 5: Laporan Icu Firman

- Nacl/ Asering 10 tpm

- Lasix 8 amp/24 jam i.v

- Dopamin 8 μg/kgBB/menit i.v

- Ranitidine 2x1 i.v

- Cefiron 2x1 i.v

- Syncore 2x1

- Hepatin 2x1

- Q10 plus 2x1

- Pradaxa 2x100

- Plavix 1x1

- Batasi minum

02/03/13

Pagi Siang malam

KU

TD

Nadi

RR

Sp O2

Balance Cairan

Gangguan

Airway

Breathing

Circulation

Lemah, CM

147/83 mmHg

99 x/menit

24 x/menit

98%

(-)

Hiperventilasi

Hipertensi,

takikardia

Lemah, CM

140/80

111x/menit

23x/menit

98%

(-)

Hiperventilasi

Hipertensi,

takikardia

Lemah, CM

116/81

95x/menit

28x/menit

95%

(+) 455

(-)

Hiperventilasi

Takikardia

Terapi - Posisi setengah duduk

- O2 2 liter/mnt

- Nacl/ Asering 10 tpm

- Lasix 8 amp/24 jam i.v

- Dopamin 8 μg/kgBB/menit i.v

Page 6: Laporan Icu Firman

- Ranitidine 2x1 i.v

- Cefpirom 2x1 i.v

- Syncore 2x1

- Hepatin 2x1

- Q10 plus 2x1

- Pradaxa 2x100

- Plavix 1x1

- Captopril 3x25

- Batasi minum

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Heart Failure (HF)

1. Definisi

Gagal jantung adalah suatu sindroma klinis kompleks, yang didasari oleh

ketidakmampuan jantung untuk memompa darah keseluruh jaringan tubuh secara

adekuat, akibat adanya gangguan struktural dan fungsional dari jantung. (Davis

RC,et al,2003).

Pasien dengan HF harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Gejala-gejala (symptoms) dari HF berupa sesak nafas yang spesifik pada

saat istirahat atau saat beraktivitas dan atau rasa lemah dan tak bertenaga.

2. Tanda-tanda (signs) dari HF berupa retensi air seperti kongesti paru, edema

tungkai

3. Objektif, ditemukan abnormalitas dari struktur dan fungsional jantung.

2. Etiologi

Page 7: Laporan Icu Firman

Mekanisme yang mendasari terjadinya gagal jantung kongestif meliputi

gangguan kemampuan kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung

lebih rendah dari curah jantung normal. Tetapi pada gagal jantung dengan

masalah yang utama terjadi adalah kerusakan serabut otot jantung, volume

sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan.

Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi

tergantung pada tiga faktor: yaitu preload, kontraktilitas, afterload.

Preload adalah jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung

dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut otot

jantung.

Kontraktillitas mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada

tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan

kadar kalsium

Afterload mengacu pada besarnya tekanan venterikel yang harus dihasilkan

untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh

tekanan arteriol.

Pada gagal jantung, jika salah satu atau lebih faktor ini terganggu, maka curah

jantung berkurang.

3. Patofisiologi

Penurunan kontraksi ventrikel akan diikuti penurunan curah jantung yang

selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah (TD), dan penurunan volume darah

arteri yang efektif. Vasokonstriksi dan retensi air untuk sementara waktu akan

meningkatkan tekanan darah, sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan

kontraksi jantung. Apabila keadaan ini tidak segera diatasi, peninggian afterload,

dan hipertensi disertai dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung

sehingga terjadi gagal jantung yang tidak terkompensasi. Dengan demikian terapi

gagal jantung adalah dengan vasodilator untuk menurunkan afterload venodilator

dan diuretik untuk menurunkan preload, sedangkan motorik untuk meningkatkan

kontraktilitas miokard.

Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup dan

meningkatkan volume residu ventrikel. Sebagai respon terhadap gagal jantung ada

Page 8: Laporan Icu Firman

tiga mekanisme primer yang dapat dilihat: 1) meningkatnya aktivitas adrenergic

simpatik, 2) Meningkatnya beban awal akibat aktivasi system rennin angiotensin

aldosteron, dan 3) Hipertrofi ventrikel. Ketiga respon kompensatorik ini

mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung. Kelainan pada kerja

ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak pada keadaan

beraktivitas.

Dengan berlanjutnya gagal jantung maka kompensasi akan menjadi semakin

kurang efektif. Menurunnya curah sekuncup pada gagal jantung akan

membangkitkan respon simpatik kompensatorik. Meningkatnya aktivitas

adrenergic simpatik merangang pengeluaran katekolamin dari saraf saraf

adrenergic jantung dan medulla adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraksi

akan meningkat untuk menambah curah jantung. Juga terjadi vasokonstriksi

arteria perifer untuk menstabilkan tekanan arteria dan redistribusi volume darah

dengan mengurangi aliran darah ke organ organ yang rendah metabolismenya

seperti kulit dan ginjal, agar perfusi ke jantung dan otak dapat dipertahankan.

Penurunan curah jantung pada gagal jantung akan memulai serangkaian

peristiwa: 1) penurunan aliran darah ginjal dan akhirnya laju filtrasi glomerulus,

2) pelepasan renin dari apparatus jukta glomerulus, 3)interaksi rennin dengan

angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan angiotensin I, 4) konversi

angiotensin I menjadi angiotensin II, 5) Perangsangan sekresi aldosteron dari

kelenjar adrenal, dan 6) retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus

pengumpul.

4. Manifestasi Klinis

Kegagalan ventrikel kiri

Kegagalan ventrikel kiri untuk memompakan darah yang mengandung

oksigen guna memenuhi kebutuhan tubuh berakibat dua hal :

1). Tanda- tanda dan gejala- gejala penurunan cardiac output

2). Kongesti paru- paru

a.Dispnea

Pernafasan yang memerlukan tenaga merupakan gejala dini dari kegagalan

ventrikel. Bisa timbul akibat gangguan pertukaran gas karena cairan di dalam

Page 9: Laporan Icu Firman

alveoli. Hal ini bisa menjadi payah karena pergerakan tubuh, misal menaiki

tangga, berjalan mendaki dll. Karena dengan kegiatan tersebut memerlukan

peningkatan oksigen.

b.Orthopnea

Timbul kesukaran bernafas pada waktu berbaring terlentang dan orang harus tidur

pakai sandaran di tempat tidur atau tidur duduk pada sebuah kursi. Bila orang

tidur terlentang ventilasi berkurang dan volume darah pada pembuluh- pembuluh

paru- paru meningkat (Gillespie ND, 2005).

Kegagalan ventrikel kanan

Kegagalan ventrikel kanan terjadi bila bilik ini tidak mampu memompa

melawan tekanan yang naik pada sirkulasi paru- paru. Kegagalan ventrikel kanan

dalam memompakan darah akan mengakibatkan oedema pada ekstrimitas. Pada

hati juga mengalami pembesaran karena berisi cairan intra vaskuler, distensi vena

jugularis, tekanan di dalam sistem portal menjadi begitu tinggi sehingga cairan

didorong melalui pembuluh darah masuk ke rongga perut (acites) akibatnya akan

mendesak diafragma yang akhirnya akan susah untuk bernapas (Necel, 2009).

5. Klasifikasi

Untuk menilai derajat gangguan kapasitas fungsional dari HF, berdasarkan

tingkat aktivitas dan timbulnya keluhan menggunakan kriteria menurut NYHA

(New York Heart Association), sedangkan untuk menekankan pembagian HF

berdasarkan progresivitas kelainan struktural dari jantung dan perkembangan

status fungsional menggunakan kriteria AHA (American Heart Association).

Tabel 1. Klasifikasi menurut AHA dan NYHA

Klasifikasi gagal jantung

menurut ACC/AHA

Tingkatan gagal jantung

berdasarkan struktur dan kerusakan

otot jantung

Klasifikasi fungsional NYHA

Tingkatan berdasarkan gejala

dan aktifitas fisik

Stadium A  Kelas I 

Page 10: Laporan Icu Firman

Memiliki resiko tinggi untuk

berkembang menjadi gagal jantung.

Tidak terdapat gangguan structural

atau fungsional jantung, tidak terdapat

tanda atau gejala

Tidak terdapat batasan dalam

melakukan aktifitas fisik. Aktifitas

berat menimbulkan kelelahan,

palpitasi atau sesak napas.

Stadium B 

Telah terbentuk penyakit

struktur jantung yang berhubungan

dengan perkembangan gagal jantung,

tidak terdapat tanda atau gejala.

Kelas II 

Tidak terdapat keluhan saat

istirahat, namun aktifitas fisik

sehari-hari menimbulkan kelelahan,

palpitasi atau sesak nafas.

Stadium C 

Gagal jantung yang simptomatik

berhubungan dengan penyakit

structural jantung yang mendasari

Kelas III 

Tidak terdapat keluhan saat

istirahat, tetapi aktifitas fisik ringan

menyebabkan kelelahan, palpitasi

atau sesak

Stadium D 

Penyakit jantung structural

lanjut serta gejala gagal jantung yang

sangat bermakna saat istirahat

walaupun sudah mendapat terapi

medis maksimal (refrakter)

Kelas IV 

Terdapat gejala saat istirahat.

Keluhan meningkat saat melakukan

aktifitas

6. Faktor Risiko

Faktor risiko juga dapat digolongkan menjadi 2 kategori lain yang berbeda,

yakni faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang tidak dapat

dimodifikasi. Beberapa faktor risiko yang sering ditemukan antara lain kadar

kolesterol darah tinggi, kadar LDL (Low Density Lipoprotein) tinggi, kadar

trigliserida tinggi, hipertensi, diabetes, Indeks Massa Tubuh berlebih, aktivitas

Page 11: Laporan Icu Firman

fisik yang kurang, serta merokok (terdapat pada pasien dalam kasus ini). Semua

faktor risiko tadi merupakan faktor risiko yang dapat dikontrol, baik dengan

perubahan gaya hidup maupun medikasi. Sedangkan usia tua, jenis kelamin

wanita dan riwayat penyakit jantung pada keluarga merupakan faktor risiko yang

tidak dapat dimodifikasi (Camm A.J., Luscher T.F., Serruys P.W., 2009).

7. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria Framingham, yaitu

didapatkan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor harus ada

pada saat yang bersamaan (Sudoyo, et al, 2009).

1) Kriteria mayor:

a. Paroxismal Nocturnal Dyspneu

b. Distensi vena leher

c. Ronkhi paru

d. Kardiomegali pada pemeriksaan radiologi

e. Edema paru akut

f. Gallop S3

g. Peninggian tekanan vena jugularis

h. Refluks hepatojugular

i. Penurunan berat badan > 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan

2) Kriteria minor:

a. Edema ekstremitas

b. Batuk malam hari

c. Dispneu de effort

d. Hepatomegali & Asites

e. Efusi pleura

f. Takikardi (HR > 120x/menit)

g. Penurunan kapasitas vital sepertiga dari normal

Page 12: Laporan Icu Firman

Kriteria minor diterima bila tidak disebabkan oleh kondisi medis

lain seperti hipertensi pulmoner, penyakit paru kronis, sirosis, asites dan sindrom

nefrotik (Sudoyo, et al, 2009).

8. Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan Rontgen Thorax

Bisa ditemukan kardiomegali, edema paru dan efusi pleura Tapi

banyak juga pasien CHF tanpa disertai kardiomegali.

2) Pemeriksaan EKG

Pemeriksaan EKG dapat memberikan informasi yang sangat penting,

meliputi frekuensi debar jantung, irama jantung, sistem konduksi dan kadang

etiologi. Kelainan segmen ST; berupa ST segmen elevasi infark miokard (STEMI

atau Non STEMI). Gelombang Q petanda infark transmural sebelumnya. Adanya

hipertrofi, bundle branch block, disinkroni elektrikal, interval QT yang

memenjang, disritmia atau perimiokarditis harus diperhatikan.

3) Echocardiography

Ekokardiografi memegang peranan yang sangat penting untuk

evaluasi kelainan struktural dan fungsional dari jantung

9. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan gagal jantung baik itu akut maupun kronik ditujukan

untuk memperbaiki gejala dan prognosis, serta kualitas hidup, meskipun

penatalaksanaan secara individual tergantung dari etiologi serta beratnya

kondisi.

Pendekatan pada pasien gagal jantung antara lain dengan: 1) menentukan

penyakit yang mendasari; 2) mengendalikan faktor-faktor pencetus atau penyulit;

3) menentukan derajat gagal jantung; 4) mengurangi beban jantung ( mengurangi

aktivitas fisik dan berat badan ); 5) memperbaiki kontraktilitas ( fungsi ) miokard;

6) koreksi terhadap retensi garam dan air; 7) mengevaluasi apakah ada

kemungkinan dilakukan koreksi bedah (Fathoni, 2007).

Page 13: Laporan Icu Firman

Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi

penatalaksanaan secara non farmakologis dan farmakologis, keduanya

dibutuhkan karena akan saling melengkapi untuk penatalaksaan paripurna

penderita gagal jantung.

A. Penatalaksanaan Non Farmakologis

1. Edukasi kepada pasien mengenai penyakitnya, pengobatan serta pertolongan

yang dapat dilakukan sendiri.

2. Perubahan gaya hidup seperti pengaturan nutrisi dan penurunan berat badan

pada penderita dengan kegemukan. Pembatasan asupan garam, konsumsi

alkohol, serta pembatasan asupan cairan perlu dianjurkan pada penderita

terutama pada kasus gagal jantung kongestif berat.

3. Gagal jantung kronis dapat dicetuskan oleh infeksi paru, sehingga vaksinasi

terhadap influenza dan pneumococal perlu dipertimbangkan. Profilaksis antibiotik

pada operasi dan prosedur gigi diperlukan terutama pada penderita dengan

penyakit katup primer maupun pengguna katup prostesis (Fathoni, 2007).

B. Penatalaksanaan Farmakologis

Terapi gagal jantung terdiri atas : 1) terapi spesifik terhadap kausa yang

mendasari gagal jantung, misalnya revaskularisasi pada PJK atau valve repair

untuk penyakit jantung katup; dan 2) terapi non spesifik terhadap sindroma klinis

gagal jantung.

Adapun dasar-dasar terapi gagal jantung kongestif :

Preload meningkatRestriksi garam, diuretika,

venodilator

Curah jantung rendah, tahanan

vaskuler sistemik meningkatArteriolar dilator/inhibitor ACE

Kontraktilitas menurun Obat inotropik positif

Frekwensi denyut jantung cepat

Fibrilasi atrial

Takikardia sinus

Tingkatkan blok atrio-ventrikular

Perbaiki kemampuan ventrikel kiri

Page 14: Laporan Icu Firman

Obat-obat yang biasa digunakan untuk gagal jantung kronis antara lain:

diuretik (loop dan thiazide), angiotensin converting enzyme inhibitors,

betablocker (carvedilol, bisoprolol, metoprolol), digoxin, spironolakton,

vasodilator (hydralazine /nitrat), antikoagulan, antiaritmia, serta obat positif

inotropik.

Pemberian nitrat (sublingual, buccal dan intravenus) mengurangi preload

serta tekanan pengisian ventrikel dan berguna untuk pasien dengan angina

serta gagal jantung. Pada dosis rendah bertindak sebagai vasodilator vena dan

pada dosis yang lebih tinggi menyebabkan vasodilatasi arteri termasuk arteri

koroner. Sehingga dosis pemberian harus adekuat sehingga terjadi

keseimbangan antara dilatasi vena dan arteri tanpa mengganggu perfusi

jaringan. Kekurangannya adalah teleransi terutama pada pemberian intravena

dosis tinggi, sehingga pemberiannya hanya 16 – 24 jam.

Sodium nitropusside dapat digunakan sebagai vasodilator yang diberikan

pada gagal jantung refrakter, diberikan pada pasien gagal jantung yang disertai

krisis hipertensi. Pemberian nitropusside dihindari pada gagal ginjal berat

dan gangguan fungsi hati. Dosis 0,3 – 0,5 µg/kg/menit.

Nesiritide adalah peptide natriuretik yang merupakan vasodilator. Nesiritide

adalah BNP rekombinan yang identik dengan yang dihasilkan ventrikel.

Pemberiannya akan memperbaiki hemodinamik dan neurohormonal, dapat

menurunkan aktivitas susunan saraf simpatis dan menurunkan kadar

epinefrin, aldosteron dan endotelin di plasma. Pemberian intravena

menurunkan tekanan pengisian ventrikel tanpa meningkatkan laju jantung,

meningkatkan stroke volume karena berkurangnya afterload. Dosis

pemberiannya adalah bolus 2 µg/kg dalam 1 menit dilanjutkan dengan infus 0,01

µg/kg/menit (Fathoni, 2007).

Pemberian inotropik dan inodilator ditujukan pada gagal jantung yang

disertai hipotensi dan hipoperfusi perifer. Obat inotropik dan / atau vasodilator

digunakan pada penderita gagal jantung akut dengan tekanan darah 85 – 100

mmHg. Jika tekanan sistolik < 85 mmHg maka inotropik dan/atau

vasopressor merupakan pilihan. Peningkatan tekanan darah yang berlebihan

Page 15: Laporan Icu Firman

akan dapat meningkatkan afterload. Tekanan darah dianggap cukup memenuhi

perfusi jaringan bila tekanan arteri rata - rata > 65 mmHg.

Pemberian dopamin 2 µg/kg/mnt menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah

splanknik dan ginjal. Pada dosis 2 – 5 µg/kg/mnt akan merangsang reseptor

adrenergik beta sehingga terjadi peningkatan laju dan curah jantung. Pada

pemberian 5 – 15 µg/kg/mnt akan merangsang reseptor adrenergik alfa dan

beta yang akan meningkatkan laju jantung serta vasokonstriksi. Pemberian

dopamin akan merangsang reseptor adrenergik beta 1 dan alfa 2,

menyebabkan berkurangnya tahanan vaskular sistemik (vasodilatasi) dan

meningkatnya kontraktilitas. Dosis umumnya 2 – 3 µg/kg/mnt, untuk

meningkatkan curah jantung diperlukan dosis 2,5 – 15 µg/kg/mnt. .

Penanganan invasif yang dapat dikerjakan adalah Pompa balon intra

aorta, pemasangan pacu jantung, implantable cardioverter defibrilator,

ventricular assist device. Pompa balon intra aorta ditujukan pada penderita

gagal jantung berat atau syok kardiogenik yang tidak memberikan respon

terhadap pengobatan, disertai regurgitasi mitral atau ruptur septum interventrikel.

Pemasangan pacu jantung bertujuan untuk mempertahankan laju jantung dan

mempertahankan sinkronisasi atrium dan ventrikel, diindikasikan pada

penderita dengan bradikardia yang simtomatik dan blok atrio-ventrikular

derajat tinggi. Implantable cardioverter device bertujuan untuk mengatasi

fibrilasi ventrikel dan takikardia ventrikel. Vascular Assist Device merupakan

pompa mekanis yang mengantikan sebgaian fungsi ventrikel, indikasi pada

penderita dengan syok kardiogenik yang tidak respon terhadap terapi terutama

inotropik (Fathoni, 2007).

10.Prognosis

Secara umum, mortalitas pasien gagal jantung rawat inap sebesar 5-20% dan

pada pasien rawat jalan sebesar 20% pada tahun pertama setelah diagnosis. Angka

ini dapat meningkat sampai 50% setelah 5 tahun pasca diagnosis. Mortalitas

pasien gagal jantung dengan NYHA kelas IVsebasar lebih dari 50% pada tahun

pertama.

Page 16: Laporan Icu Firman

B. Hipertensi

1. Definisi

Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 120 mmHg dan

tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg.

2. Patofisiologi

Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama

karena interaksi antara faktor-faktor risiko yang mendorong timbulnya kenaikan

tekanan darah tersebut adalah:

1. Faktor risiko, seperti: diet dan asupan garam, stress, ras, obesitas, merokok dan

genetis.

2. Sistem saraf simpatis yaitu tonus simpatis dan variasi diurnal.

3. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi.

4. Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem renin, angiotensin,

aldosteron.

3. Klasifikasi

Klasifikasi Tekanan darah menurut JNC 7

Klasifikasi

Tekanan DarahTDS (mmHg) TDD (mmHg)

Normal < 120 Dan < 80

Prehipertensi 120 – 139 Atau 80 – 89

Hipertensi derajat 1 140 – 159 Atau 90 – 99

Hipertensi derajat 2 ≥ 160 Atau ≥ 100

4. Manifestasi klinis

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala;

meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya

berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak).

Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing,

wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita

hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal, pandangan

Page 17: Laporan Icu Firman

menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan

ginjal. Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan

bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati

hipertensif, yang memerlukan penanganan segera.

5. Tatalaksana

Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah:

Target tekanan darah yatiu <140/90 mmHg dan untuk individu berisiko tinggi

seperti diabetes melitus, gagal ginjal target tekanan darah adalah <130/80 mmHg.

Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler.

Menghambat laju penyakit ginjal.

a. Non Farmakologis

menghentikan kebiasaan merokok

Menurunkan berat badan bila status gizi berlebih.

Meningkatkan aktifitas fisik. Orang yang aktivitasnya rendah berisiko terkena

hipertensi 30-50% daripada yang aktif. Oleh karena itu, aktivitas fisik antara 30-

45 menit sebanyak >3x/hari penting sebagai pencegahan primer dari hipertensi.

Mengurangi asupan natrium

Menurunkan konsumsi kafein dan alcohol. Kafein dapat memacu jantung bekerja

lebih cepat, sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya.

Sementara konsumsi alkohol lebih dari 2-3 gelas/hari dapat meningkatkan risiko

hipertensi.

b. Farmakologi

Diuretik

a. Golongan tiazid

Golongan ini bekerja dengan menghambat simporter Na-Cl di tubulus distal

ginjal, sehingga meningkatkan eksresi Na+ dan Cl-. Prototipe golongan ini adalah

hidroklorotiazid (HCT). Selain itu juga terdapat bendroflumetazid, indapamid dll

dengan waktu paruh yang berbeda-beda. HCT sendiri memiliki waktu paruh 10-

12 jam. Sampai saat ini tiazid merupakan obat utama dalam terapi hipertensi.

Umumnya efek hipotensi tiazid baru terlihat setelah 2-3 hari dan mencapai

Page 18: Laporan Icu Firman

maksimum setelah 2-4 minggu. Efek samping dari tiazid antara lain hipokalemia,

hiponatremia, hipomagnesemia, hiperkalsemia dan hiperurisemia. Tiazid juga

dapat menyebabkan hiperlipidemia, hiperglikemia dan kurang efektif pada pasien

dengan gangguan fungsi ginjal.

b. Diuretik kuat/loop diuretic

Diuretik kuat bekerja di ansa Henle pars asendens dengan menghambat

kotransporter Na+, K+, Cl- dan menghambat resorpsi air dan elektrolit. Diuretik

kuat digunakan sebagai antihipertensi terutama pada pasien dengan gangguan

fungsi ginjal (kreatinin serum >2.5 mg/dL) atau gagal jantung. Termasuk dalam

golongan diuretik kuat adalah furosemid, bumetanid, torasemid dan asam

etakrinat. Efek sampingnya antara lain hipokalemia, hiponatremia,

hipomagnesemia dan hiperkalsiuria.

c. Diuretik hemat kalium

Diuretik hemat kalium digunakan terutama dalam kombinasi dengan

diuretik lain untuk mencegah hipokalemia. Termasuk dalam golongan ini adalah

amilorid, triamteren, dan spironolakton (antagonis aldosteron). Diuretik hemat

kalium dapat menimbulkan hiperkalemia bila diberikan pada pasien dengan gagal

ginjal atau bila dikombinasi dengan ACE-inhibitor, ARB, β-blocker, AINS atau

suplemen kalium.

Penghambat adrenoreseptor beta (β-blocker)

β-blocker bekerja dengan menghambat reseptor  β1 sehingga menimbulkan

penurunan frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas miokard, menghambat

sekresi renin, mempengaruhi aktivitas saraf simpatis, perubahan pada sensitivitas

baroreseptor, perubahan aktivitas neuron adrenergik perifer dan peningkatan

biosintesis prostasiklin (vasodilator). Efek penurunan tekanan darah dapat terlihat

dalam 24 jam sampai 1 minggu setelah terapi dimulai. Dari berbagai β-blocker,

atenolol merupakan obat yang sering dipilih (bersifat kardioselektif). Selain itu

terdapat juga labetolol, karvedilol dll yang umumnya nonselektif. Β-blocker

dikontraindikasikan pada penderita asma bronkial, bradikardia, blokade AV

derajat 2 dan 3, sick sinus syndrome dan gagal jantung belum stabil. Efek samping

Page 19: Laporan Icu Firman

β-blocker antara lain bronkopasme, gangguan sirkulasi perifer, depresi, mimpi

buruk, halusinasi dan gangguan fungsi seksual.

ACE-inhibitor

ACE-inbitor merupakan obat yang bekerja dengan menghambat enzim

angiotensin converting enzyme (ACE) yang dalam keadaan normal bertugas

mengaktifkan angiotensin 1 menjadi angiotensin 2 yang berperan dalam sistem

Renin-Angiotensin-Aldosteron, di mana aldosteron berfungsi mengkonservasi air

dalam tubuh. Selain itu ACE-inhibitor juga menghambat degradasi bradikinin,

sehingga bradikinin dapat bekerja meningkatkan sintesis EDRF/NO dan

prostasiklin yang merupakan vasodilator. ACE-inhibitor juga diduga menghambat

pembentukan angiotensin II secara lokal di endotel pembuluh darah.

Secara umum ACE-inhibitor dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu 1)

yang bekerja langsung, contohnya kaptopril dan lisinopril dan 2) prodrug,

contohnya enalapril, kuinapril dan perindopril.  ACE-inhibitor efektif untuk

hipertensi ringan hingga berat, hipertensi dengan gagal jantung kongestif,

hipertensi pada diabetes, dislipidemia, obesitas, hipertensi dengan penyakit

jantung koroner, hipertrofik ventrikel kiri dll. Untuk memperkuat efeknya ACE-

inhibitor sering dikombinasikan dengan diuretik, β-blocker atau vasodilator. ACE-

inhibitor dikontraindikasikan pada stenosis arteri renalis bilateral atau unilateral

pada ginjal tunggal serta pada ibu hamil. Efek samping yang ditimbulkan antara

lain hipotensi, batuk kering, hiperkalemia, rash kulit, edema angioneurotik, gagal

ginjal akut,  dan proteinuria.

Penghambat reseptor angiotensin (angiotensin receptor blocker/ARB)

ARB bekerja dengan menghambat efek angiotensin II pada reseptor AT1

(yang terutama terdapat di otot polos pembuluh darah dan otot jantung, selain itu

terdapat juga di ginjal, otak, dan kelenjar adrenal). Efek yang dihambat meliputi:

vasokonstriksi, sekresi aldosteron, rangsangan saraf simpatis, sekresi vasopresin,

rangsangan haus, stimulasi jantung, serta efek jangka panjang berupa hipertrofik

otot polos pembuluh darah dan miokard. Efek yang ditimbulkan ARB mirip

dengan efek yang ditimbulkan ACE-inhibitor, namun ARB tidak memiliki efek

Page 20: Laporan Icu Firman

samping batuk kering dan angioedema. Losartan merupakan prototip dari

golongan ARB, selain itu ada juga valsartan, irbesartan, dll. Efek samping yang

ditimbulkan antara lain hipotensi dan hiperkalemia. Obat ini dikontraindikasikan

pada ibu hamil dan menyusui serta pada pasien dengan stenosis arteri renalis

bilateral atau unilateral pada ginjal tunggal.

Antagonis kalsium/calcium channel blocker

Antagonis kalsium menghambat influks kalsium pada sel otot polos

pembuluh darah dan miokard, menimbulkan efek relaksasi arteriol dan penurunan

resistensi perifer. Berbagai antagonis kalsium antara lain nifedipin, verapamil,

diltiazem, amlodipin, nikardipin, isradipin, dan felodipin. Golongan dihidropiridin

(seperti nifedipin, nikardipin, dll) bersifat vaskuloselektif , menurunkan resistensi

perifer tanpa penurunan fungsi jantung yang berarti (efek pada nodus SA dan AV

minimal). Nifedipin oral sangat bermanfaat untuk mengatasi hipertensi darurat

(dosis 10mg akan menurunkan tekanan darah dalam waktu 10 menit), namun

tidak dianjurkan untuk hiperensi dengan penyakit jantung koroner. Efek samping

antagonis kalsium antara lain iskemia miokard, hipotensi, edema perifer,

bradiaritmia, dll.

Penghambat saraf adrenergic

Penghambat saraf adrenergik meliputi reserpin, guanetidin dan guanadrel.

Reserpin bekerja dengan menghambat uptake dan memecah katekolamin

(epinefrin dan norepinefrin) di ujung vesikel. Efek yang ditimbulkan adalah

penurunan curah jantung dan resistensi perifer. Efek samping reserpin antara lain

depresi mental, penurunan ambang kejang, bradikardia, hipotensi ortostatik, dan

hiperasiditas lambung yang dapat mengeksaserbasi ulkus lambung dll. Sedangkan

guanetidin dan guanadrel bekerja dengan menggeser norepinefrin dari vesikel dan

mendegradasinya, sehingga menurunkan tekanan darah melalui penurunan curah

jantung dan resistensi perifer. Efek samping guanetidin antara lain hipotensi

ortostatik dan diare.

Penghambat adrenoreseptor alpha (α-blocker)

Page 21: Laporan Icu Firman

Hambatan reseptor α1 menyebabkan vasodilatasi di arteriol dan venula

sehingga menurunkan resistensi perifer.  Termasuk ke dalam golongan ini adalah

prazosin, terazosin, bunazosin, dan doksazosin. α-blocker memiliki keunggulan

yaitu efek positif terhadap lipid darah dan mengurangi resistensi perifer. Efek

samping yang ditimbulkan antara lain hipotensi ortostatik, sakit kepala, palpitasi,

edema perifer, mual dll.

Adrenolitik sentral (metildopa dan klonidin)

Metildopa merupakan prodrug dalam susunan saraf pusat yang

menggantikan kedudukan dopa dalam sintesis katekolamin dengan hasil akhir α-

metilnorepinefrin. Efek yang ditimbulkan antara lain mengurangi sinyal simpatis

ke perifer sehingga menurunkan resistensi vaskular tanpa banyak mempengaruhi

frekuensi dan curah jantung. Obat ini efektif bila dikombinasikan dengan diuretik,

dan merupakan pilihan utama untuk pengobatan hipertensi pada ibu hamil karena

terbukti aman bagi janin. Efek samping yang sering adalah sedasi, hipotensi

postural, pusing, mulut kering, sakit kepala, depresi, dll

Klonidin bekerja pada reseptor α-2 di susunan saraf pusat dengan efek

penurunan simpathetic outflow dan menurunkan resistensi perifer dan curah

jantung. Obat ini digunakan sebagai obat kedua atau ketiga jika penurunan

tekanan darah dengan diuretik belum optimal. Efek samping yang sering timbul

antara lain mulut kering, sedasi, dll.

Vasodilator (hidralazin, minoksidil, diazoksid)

Hidralazin bekerja langsung merelaksasi otot polos arteriol melalui

mekanisme yang belum diketahui. Obat ini biasanya digunakan sebagai obat

kedua atau ketiga setelah diuretik dan β-blocker. Efek samping yang timbul antara

lain sakit kepala, mual, hipotensi, takikardia, dll. Obat ini dikontraindikasikan

pada pasien penyakit jantung koroner dan tidak dianjurkan pada pasien usia di

atas 40 tahun.

Minoksidil bekerja dengan membuka kanal kalium ATP-dependent dengan

akibat terjadinya efluks kalium dan hiperpolarisasi membran yang diikuti oleh

relaksasi otot polos pembuluh darah dan vasodilatasi. Efek samping yang timbul

Page 22: Laporan Icu Firman

antara lain retensi cairan dan garam, refleks simpatis, hipertrikosis, hiperglikemia

dll. Minoksidil harus diberikan bersama dengan diuretik dan penghambat

adrenergik (biasanya  β-blocker) untuk mencegah retensi cairan dan mengontrol

refleks simpatis.

Diazoksid merupakan derivat benzotiazid namun tidak memiliki efek

diuresis. Obat ini bekerja dengan mekanisme mirip minoksidil. Diazoksid

diberikan untuk mengatasi hipertensi darurat, hipertensi maligna, hipertensi

ensefalopati, dan hipertensi berat pada glomerulus akut dan kronik. Efek samping

yang ditimbulkan atntara lain retensi cairan dan hiperglikemia

C. Gagal Ginjal Kronis (GGK) /Chronic Kidney Disease (CKD)

1. Definisi

Gagal Ginjal Kronis (GGK) adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama

lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal

seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis

GGKditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60ml/menit/1,73 m2

(National Kidney Foundation Kidney Disease Outcomes Quality Initiative

(K/DOQI)). Hal ini karena penurunan separuh fungsi ginjal tersebut bisa

menimbulkan komplikasi penurunan fungsi ginjal lebih lanjut dan komplikasi

kardiovaskular.

Batasan penyakit GGK :

1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan

atau tanpa penurunan LFG,dengan manifestasi :

a. Kelainan patologis

b. Terdapat tanda kelainan ginjal ( komposisi darah atau urin atau kelainan

dalam tes pencitraan )

2. LFG < 60 ml/mnt/1,73 m2 selama 3 bulan, denganatau tanpa kerusakan ginjal

2. Etiologi

Beberapa tipe berikut ini merupakan penyebab utama kerusakan ginjal yaitu :

Gangguan imunologis : glomerulonefritis, poliartritis nodosa, SLE.

Page 23: Laporan Icu Firman

Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) :Hipertensi yang berlangsung lama

dapat mengakibatkan perubahan – perubahan stuktur pada arteriol

diseluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan hialinisasi (sklerosis)

dinding pembuluh darah. Organ sasaran utama organ ini adalah jantung,

otak, ginjal dan mata. Pada ginjal adalah akibataterosklerosis ginjal akibat

hipertensi lama menyebabkan nefrosklerosis. Gangguan ini merupakan

akibat langsung dari iskemia renal. Ginjal mengecil, biasanya simetris dan

permukaan berlubang – lubang dan berglanula. Secara histologi lesi yang

esensial adalah sklerosis arteri arteri kecilserta arteriol yang paling nyata

pada arteriol eferen. Penyumbatan arteri dan arteriol akan menyebabkan

kerusakan glomerulusdan atrofi tubulus, sehingga seluruh nefron rusak

Gangguan metabolik : amiloidosis, diabetes mellitus, nefropati diabetik

Gangguan pembuluh darah ginjal : arterisklerosis, nefrosklerosis.

Infeksi : pielonefritis, tuberkulosis

Gangguan tubulus primer : nefrotoksin (analgesik, logam berat)

Obstruksi traktus urinarius :batu ginjal, hipertrofi prostat, konstriksi

uretra

Kelainan kongenital : penyakit polikistik

Obat dan racun – mengkonsumsi obat yang berlebihan atau yang

mengandung racun tertentu dapat menimbulkan masalah pada ginjal.

Selain itu penggunaan obat-obatan terlarang seperti heroin, ganja dapat

juga merusak ginjal.

Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal

Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan terbanyak sebagai

berikut : glomerulonefritis (25%), diabetes mellitus (23%), hipertensi

(20%), ginjal polikistik (10%).

3. Faktor Resiko

Pasien dengan Diabetes Mellitus atau hipertensi, obesitas atau perokok,

berumur lebih dari 50 tahun, dan individu dengan riwayat penyakit diabetes

mellitus, hipertensi, dan penyakit ginjal dalam keluarga.

Page 24: Laporan Icu Firman

4. Klasifikasi

Klasifikasi penyakit GGK didasarkan atas dua hal yaitu derajat (stage)

penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi.

Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG yang dihitung

dengan menggunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut :

LFG (ml/mnt/1,73 m2) = ( 140 – umur ) x BB

*

72 x kreatinin plasma (mg/dl)

*perempuan dikalikan 0,85

Ada beberapa klasifikasi dari GGK yang dipublikasikan oleh National

Kidney Foundation (NKF) Kidney Disease Outcomes Quality Initiative

(K/DOQI). Klasifikasi tersebut diantaranya :

Berdasarkan Derajat penyakit Berdasarkan Etiologi

1. 1. Kerusakan ginjal dengan LFG

normal atau meningkat (> 90)

2. LFG menurun ringan (60-89 )

3. LFG menurun sedang (30-59)

4. LFG menurun berat (15-29)

5. Gagal ginjal (< 15 atau dialisis)

1. Penyakit ginjal diabetes ( DM tipe 1 dan

2 )

2. Penyakit ginjal non diabetes

3. Penyakit pada transplantasi

5. Tanda dan Gejala

1. Kardiovaskuler : Hipertensi, gagal jantung kongestif, udema pulmoner,

perikarditis, Pitting edema (kaki, tangan, sacrum), Edema periorbital, Friction

rub pericardial, Pembesaran vena leher

2. Dermatologi :Warna kulit abu-abu mengkilat, Kulit kering bersisik, Pruritus,

Ekimosis, Kuku tipis dan rapuh, Rambut tipis dan kasar

3. Pulmoner :Sputum kental, Nafas dangkal, Pernafasan kussmaul.

4. Gastrointestinal : Anoreksia, mual, muntah, cegukan; Nafas berbau ammonia;

Ulserasi dan perdarahan mulut; Konstipasi dan diare, Perdarahan saluran cerna.

5. Neurologi : Tidak mampu konsentrasi, Kelemahan dan keletihan, Konfusi/

perubahan tingkat kesadaran, Disorientasi, Kejang, Rasa panas pada telapak

kaki, Perubahan perilaku

Page 25: Laporan Icu Firman

6. Muskuloskeletal : Kram otot, Kekuatan otot hilang, Kelemahan pada tungkai,

Fraktur tulang, Foot drop.

7. Reproduksi : Amenore, Atrofi testis

8. Sindrom uremia : lemah letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan

volum cairan, neuropati perifer, uremic frost, perikarditis, kejang, koma.

6. Patofisiologi

Patofisiologi dari penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada

penyakit awal yang mendasarinya, tetapi dalam perkembangan selanjutnya proses

yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan masa ginjal menyebabkan hipertrofi

struktur dan fungsi dari nefron yang sehat. Kompensasi hipertrofi ini diperantarai

oleh molekul vasoaktif, sitokin, dan growth factor. Hal ini mengakibatkan

terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran

darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh

proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya

diikuti oleh penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya

sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-

aldosteron (RAA) intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya

hiperfiltrasi sclerosis dan progresivitas penyakit tersebut.

Aktivasi jangka panjang aksis RAA, sebagian diperantarai oleh Growth

Factor, seperti Transforming Growth Factor B (TGF-B). Beberapa hal yang juga

dianggap berperan terhadap progresivitas penyakit ginjal kronik adalah

albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas inter

individual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun

tubulointerstisial. Pada stadium paling dini GGK, terjadi kehilangan daya cadang

ginjal pada keadaan dimana basal LFG masih normal atau malah meningkat.

Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang

progresif, yang ditandai dengan peniingkatan kadar urea dan kreatinin serum.

Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien belum merasakan keluhan (asimptomatik),

tetapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada

LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan seperti nokturia, badan lemah, mual,

nafsu makan berkurang, dan penurunan berat badan. Sampai LFG di bawah 30 %,

Page 26: Laporan Icu Firman

pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata, seperti anemia,

peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus,

mual, muntah. Pasien juga mudah terkena infeksi saluran kemih, infeksi saluran

nafas, maupun infeksi saluran cerna. Juga terjadi gangguan keseimbangan air

seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit seperti natrium

dan kalium. Pada LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi lebih

serius dan memerlukan terapi pengganti ginjal, antara lain dialisis atau

transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal

ginjal.

Azotemia adalah retensi dari produk sisa nitrogen sebagai perkembangan

insufisiensi ginjal. Uremia adalah tahap yang lebih berat dari progresivitas

insufisiensi ginjal dimana berbagai sistem organ telah terganggu. Meskipun

uremia bukan penyebab utama, urea dapat menimbulkan gejala klinis seperti

anoreksia, malaise, muntah, dan sakit kepala. Uremia tidak hanya mempengaruhi

kegagalan ekskresi renal saja tetapi dapat juga menyebabkan gangguan pada

fungsi metabolik dan endokrin yang dapat menyebabkan anemia malnutrisi,

gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, protein, gangguan penggunaan energi,

dan penyakit tulang metabolik.

Anemia merupakan satu dari gejala klinik pada gagal ginjal. Anemia pada

GGK muncul ketika klirens kreatinin turun kira-kira 40 ml/mnt/1,73m2 dari

permukaan tubuh dan menjadi lebih parah dengan semakin memburuknya fungsi

ekskresi ginjal. Anemia pada gagal ginjal merupakan tipe normositik normokrom

apabila tidak ada faktor lain yang memperberatseperti defisiensi besi yang terjadi

pada gagal ginjal.

7. Diagnosis

1) Gambaran klinis

a. Sesuai penyakit yang mendasari DM, infeksi traktus urinarius,

hipertensi,hiperurikemi, Lupus Eritematosus Sistemik (LES).

b. Sindrom uremia ( lemah, letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia,

kelebihan volume cairan, neuropati perifer, pruritus, uremic frost,

perikarditis, kejang sampaikoma.

Page 27: Laporan Icu Firman

c. Gejala komplikasi ( hipertensi, anemia, osteodistorfi renal, payah

jantung, asidosismetabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium,

kalium, khlorida)

2) Gambaran Laboratoris

a. Penurunan fungsi ginjalPeningkatan kadar ureum kreatinin serum,

penurunan LFG

b. Kelainan biokimiawi darah (penurunan Hb, peningkatan kadar asam

urat,hiper/hipokalemia, hiponatremia, hiper/hipokloremia,

hiperfosfatemia,hipokalsemia, asidosis metabolik.)

c. Kelainan urinalisis (proteinuria, hematuria, leukosuria, cast, isostenuria)

3) Gambaran Radiologis

a. FPA, bisa tampak radio opak

b. Pielografi intravena (jarang) karena kontras sering tidak bisa

melewatifilter glomerulus, khawatir pengaruh toksik oleh kontras

terhadap ginjal yangsudah mengalami kerusakan

c. Pielografi antegrad dan retrograd sesuai indikasi

d. USG ginjal, memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks

menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi

e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi bila ada indikasi

4) Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal

Dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yg masih mendekati normal,

dimana diagnosis secara noninvasif tidak bisa ditegakkan. Tujuannya

mengetahui etiologi, terapi, prognosis, dan mengevaluasi terapi yg

diberikan.

8. Pencegahan

Berbagai upaya pencegahan yang telah terbukti bermanfaat dalam mencegah

penyakit ginjal dan kardiovaskular, yaitu pengobatan hipertensi, pengendalian

Page 28: Laporan Icu Firman

gula darah, lemak darah, anemia, penghentian merokok, peningkatan aktivitas

fisik dan pengendalian berat badan.

9. Penatalaksanaan

LFG ≥ 90ml/mnt/1,73m2 terapi penyakit dasar, kondisi komorbid, evaluasi

pemburukan fungsi ginjal, memperkecil risiko kardiovaskuler.

LFG 60-89 menghambat perburukan fungsi ginjal

LFG 30-59 evaluasi dan terapi komplikasi

15-29 persiapan untuk terapi pengganti ginjal

<15 terapi pengganti ginjal

a. Terapi spesifik terhadap penyakitnya

Waktu paling tepat adalah sebelum terjadi penurunan LFG sehingga

pemburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal masih normal secara

USG, biopsi dan pemeriksaan histopatologi dapat menentukan indikasi yang tepat

terhadap terapi spesifik.

b. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid

Perlu pencatatan kecepatan penurunan LFG, untuk mengetahui kondisi

komorbid. Faktor komorbid antara lain gangguan keseimbangan cairan,

hipertensi tidak terkontrol, infeksi tract. urinarius, obstruksi tract urinarius, obat –

obatan nefrotoksik, bahan kontras atau peningkatan penyakit dasarnya.

c. Menghambat perburukan fungsi ginjal

Faktor utama : hiperfiltrasi glomerulus, ada 2 cara untuk menguranginya

yaitu ;

- Pembatasan Asupan Protein mulai dilakukan LFG < 60 ml/mnt.Protein

diberikan 0,6 - 0,8/kgBB/hr. Jumlah kalori 30-35 kkal/kgBB/hr.

- Terapi farmakologis pemakaian OAH, untuk megurangi hipertensi

intraglomerulus danhipertrofi glomerulus. Beberapa OAH terutama ACEI,

sebagai antihipertensi dan antiproteinuria.

Terapi non farmakologi :

a.Pembatasan protein :

Page 29: Laporan Icu Firman

- Pasien nondialisis 0,6-0,75 gram/kgBB/hr sesuai CCT dan toleransi pasien

- Pasien hemodialisis 1-1,2 gram/kgBB ideal/hari

- Pasien peritoneal dialisis 1,3 gram/kgBB/hr

b. Pengaturan asupan kalori : 35 kal/kgBBideal/hr

c. Pengaturan asupan lemak : 30-40% dari kalori total dan mengandung jumlah

yang sama antara asam lemak bebas jenuh dan tak jenuh

d. Pengaturan asupan KH : 50-60% dari total kalori

e. Garam NaCl : 2 -3 gr/hr

f. Kalsium : 1400-1600 mg/hr

g. Besi : 10 -18 mg/hr

h. Magnesium : 200 –300 mg/hr

i. Asam folat pasien HD : 5 mg

j. Air : jumlah urin 24 jam + 500 ml ( insensible water loss )

Terapi farmakologis :

a.Kontrol tekanan darah :

- Penghambat ACE atau antagonis reseptor angiotensin II

- Penghambat kalsium

- Diuretik

b. Pada pasien DM, kontrol gula darah

c. Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO3 20 – 22 mEq/l Kontrol

dislipidemia dengan target LDL < 100 mg/dl, dianjurkan golongan satin.

Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskuler

Meliputi pengendalian DM, hipertensi, dislipidemia, anemia, hiperfosfatemia dan

terapi kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit

Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi

- Anemia disebabkan oleh defisiensi eritropoitin, defisiensi besi, kehilangan

darah (perdarahan saluran cerna, hematuri), masa hidup eritrosit yang pendek

akibat hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang oleh substansi

uremik, proses inflamasi akut atau kronik. evaluasi anemia dimulai saat Hb < 10 g

% atau Ht < 30%, meliputi evaluasi status besi ( kadar besi serum/serum iron ),

Page 30: Laporan Icu Firman

kapasitas ikat besi total, feritin serum), mencari sumber perdarahan, morfologi

eritrosit, kemungkinan hemolisis.

Transfusi darah yang tidak cermat Kelebihan cairan tubuh, hiperkalemi,

danpemburukan fungsi ginjal.

Sasaran Hb 11-12 gr/dl

Terapi pengganti ginjal (hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplan ginjal)

stadium 5, LFG < 15 ml/mnt.

Hemodialisis

Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik

azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada

pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal

(LFG).Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif.

Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis,

ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak

responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood

Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif,

yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia

berat.

Indikasi dialisis adalah :

1.Uremia > 200 mg%

2.Asidosis dengan pH darah < 7,2

3.Hiperkalemia > 7 meq/ liter

4.Kelebihan / retensi cairan dengan taanda gagal jantung / edema paru

5.Klinis uremia, kesadaran menurun ( koma )

Transplantasi ginjal

Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).

Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:

a) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal

ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah.

b) Kualitas hidup normal kembali

Page 31: Laporan Icu Firman

c) Masa hidup (survival rate) lebih lama

d) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat

imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan

e) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi

10. Prognosis

Penyakit GGK tidak dapat disembuhkan sehingga prognosis jangka

panjangnya buruk, kecuali dilakukan transplantasi ginjal. Penatalaksanaan yang

dilakukan sekarang ini, bertujuan hanya untuk mencegah progresivitas dari GGK

itu sendiri. Selain itu, biasanya GGK sering terjadi tanpa disadari sampai

mencapai tingkat lanjut dan menimbulkan gejala, sehingga penanganannya sering

terlambat.

Page 32: Laporan Icu Firman

BAB III

PEMBAHASAN

Pasien S, perempuan, 62 tahun ,dirawat dengan diagnosis CHF, congestive

liver, CKD. Pada kasus ini diperlukan pengelolaan yang intensive dengan

monitoring di ICU.

Pengelolaan pasien di ICU meliputi tindakan resusitasi yang meliputi

dukungan hidup untuk fungsi-fungsi vital seperti : Airway (fungsi jalan napas),

Breathing (fungsi pernapasan), Circulation (fungsi sirkulasi), Brain (fungsi otak)

dan fungsi organ lain, dilanjutkan dengan diagnosis dan terapi definitif.

A. Manajemen Airway

Posisi badan pasien setengah duduk, usahakan kepala-leher-dada pada satu

garis lurus untuk mempertahankan ekstensi.

B. Manajemen Breathing

Pada pasien dipasang nasal kanul oksigen 2 liter/menit. Pemberian Oksigen

melalui kanul hanya mampu memberikan oksigen 24-44%

C. Manajemen Sirkulasi

Berat badan pasien 40kg. Terapi cairan di ICU dalam 24 jam pertama:

Maintanance

4 x 10 = 402 x 10 = 201 x 20 = 20

80 ml/jam

Pasien diberi cairan ringer asetat intravena dikarenakan cairan tersebut

komposisi elektrolit dan tekanan osmotiknya hampir sama dengan plasma.

Pada hari pertama di ICU balance cairan pasien (-)525 ml/hari , pada hari

kedua (+) 455 ml/hari. Itu menunjukan bahwa output lebih banyak dibandingkan

input.

Page 33: Laporan Icu Firman

DAFTAR PUSTAKA

Braunwald E. (2003). Heart Failure and Cor Pulmonal. In: Kasper DL, et al, eds. Harrison’s principles of internal medicine 16th ed, New York: McGraw-Hill Medical Publishing Division :1367-77.

Camm A.J., Luscher T.F., Serruys P.W., (2009). The ESC Cardiovascular Medicine Second Edition. Oxford University Press, p.110-117.

Davis RC, Hobbs FDR, Lip GYH. (2003). ABC of heart failure: History and epidemiology. BMJ, 320:39-42.

Fathoni, Mochammad. (2007). Heart Failure Pathophysiology and Management. Dalam : CatKul IPD Jantung. Forrinsik 04 FKUNS, Surakarta, p.10.

Necel. (2009). Gagal Jantung. Samarinda: Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman; 5-9.

Philip I, Jeremy P.T. (2008). At a Glance Sistem Kardiovaskular. Edisi 3. Jakarta; Penerbit Erlangga; hal. 94-97.

Prince, Sylvia A. & Wilson, Lorraine M. (2005). Patofisiologi : konsep klinis proses proses penyakit. Ed 6. Jakarta. EGC. Vol 1. pp 576 – 593.

Santoso A, et al. (2007). Gagal Jantung. Available from : http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/9_gagal%20jantung.pdf

Stefan S, Florian L. (2006). Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; hal : 218-227.

Sudoyo, et al. (2009). Buku ajar ilmu penyakit dalam. jil:I. ed:V. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta: .HAL: 1597

Sugeng dan Sitompul. (2003). Gagal Jantung. Dalam : Buku Ajar Kardiologi. Balai Penerbit FKUI, Jakarta, p.44.