Case Anak Siti Budianggi Azmi (Autosaved)

34
1 BAB I PENDAHULUAN Penyakit tiroid sering terjadi pada usia reproduktif termasuk saat kehamilan. Kadar hormon tiroid abnormal, baik kurang maupun berlebih, dapat berdampak buruk bagi ibu hamil dan juga janinnya. Hipertiroid dalam kehamilan dapat memberikan komplikasi serius, mulai dari penyulit obstetrik seperti preeklamsia, komplikasi gagal jantung pada ibu, hingga kelahiran prematur dan kematian janin. Hipertiroid dalam kehamilan sering memberikan gejala tidak khas, pengobatannya harus mempertimbangkan efek obat yang mungkin teratogenik. 1,2 Prevalensi hipertiroid di Amerika Serikat diperkirakan sebesar 1%. Penyebab tersering adalah penyakit Grave, yang 5-10 kali lebih sering dialami wanita engan puncaknya pada usia reproduktif. Prevalensi hipertiroid dalam kehamilan 0,1-0,4%, 85% dalam bentuk penyakit Grave. 3,4 Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Divisi Genetika Fakultas Kedokteran Universitas Florida Selatan menunjukkan bahwa 18 dari 82 kasus (22%) bayi

description

case anemia

Transcript of Case Anak Siti Budianggi Azmi (Autosaved)

2

14

BAB IPENDAHULUAN

Penyakit tiroid sering terjadi pada usia reproduktif termasuk saat kehamilan. Kadar hormon tiroid abnormal, baik kurang maupun berlebih, dapat berdampak buruk bagi ibu hamil dan juga janinnya. Hipertiroid dalam kehamilan dapat memberikan komplikasi serius, mulai dari penyulit obstetrik seperti preeklamsia, komplikasi gagal jantung pada ibu, hingga kelahiran prematur dan kematian janin. Hipertiroid dalam kehamilan sering memberikan gejala tidak khas, pengobatannya harus mempertimbangkan efek obat yang mungkin teratogenik.1,2Prevalensi hipertiroid di Amerika Serikat diperkirakan sebesar 1%. Penyebab tersering adalah penyakit Grave, yang 5-10 kali lebih sering dialami wanita engan puncaknya pada usia reproduktif. Prevalensi hipertiroid dalam kehamilan 0,1-0,4%, 85% dalam bentuk penyakit Grave.3,4Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Divisi Genetika Fakultas Kedokteran Universitas Florida Selatan menunjukkan bahwa 18 dari 82 kasus (22%) bayi dengan eksomfalus mengalami kematian dalam 1 tahun pertama kehidupan. Penyebab kematian tidak berhubungan secara langsung dengan eksomfalus, 9 kasus kematian disebabkan oleh gangguan pernapasan, 4 kasus dengan defek jantung bawaan, 3 kasus dengan defek tabung saraf, 2 kasus dengan komplikasi pasca operasi.6

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 DefinisiIntrauterine Growth Restriction (IUGR) atau Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT) ialah janin dengan berat badan di bawah presentil ke-10 pada standard intrauterine growth chart of low birth weight untuk masa kehamilan, dan mengacu kepada suatu kondisi dimana janin tidak dapat mencapai ukuran genetik yang optimal. Artinya janin memiliki berat kurang dari 90 % dari keseluruhan janin dalam usia kehamilan yang sama. Janin dengan PJT pada umumnya akan lahir prematur (37 minggu). Bila berada di bawah presentil ke-7 maka disebut small for gestational age (SGA), dimana bayi mempunyai berat badan kecil yang tidak menimbulkan kematian perinatal. (1,4,6)

Gambar 1. Persentil Berat Badan Janin sesuai dengan Usia KehamilanJadi ada dua komponen penting pada PJT yaitu:1. Berat badan lahir di bawah presentil ke-102. Adanya faktor patologis yang menyebabkan gangguan pertumbuhan.Ada dua bentuk PJT menurut Renfield (1975) yaitu:1. Proportionate Fetal Growth RestrictionJanin yang menderita distress yang lama di mana gangguan pertumbuhan terjadi berminggu-minggu sampai berbulan-bulan sebelum bayi lahir sehingga berat, panjang dan lingkar kepala dalam proporsi yang seimbang akan tetapi keseluruhannya masih di bawah gestasi yang sebenarnya. 2. Disproportionate Fetal Growth RestrictionTerjadi akibat distress subakut. Gangguan terjadi beberapa minggu sampai beberapa hari sebelum janin lahir. Pada keadaan ini panjang dan lingkar kepala normal akan tetapi berat tidak sesuai dengan masa gestasi. Bayi tampak waste dengan tanda-tanda sedikitnya jaringan lemak di bawah kulit, kulit kering keriput dan mudah diangkat, bayi kelihatan kurus dan lebih panjang.(1)Pada bayi PJT perubahan tidak hanya terhadap ukuran panjang, berat dan lingkaran kepala akan tetapi organ-organ di dalam badan pun mengalami perubahan misalnya Drillen (1975) menemukan berat otak, jantung, paru dan ginjal bertambah sedangkan berat hati, limpa, kelenjar adrenal dan thimus berkurang dibandingkan bayi prematur dengan berat yang sama. Perkembangan dari otak, ginjal dan paru sesuai dengan masa gestasinya.

2.2 Epidemiologi Di negara berkembang angka PJT kejadian berkisar antara 2%-8% pada bayi dismature, pada bayi mature 5% dan pada postmature 15%. Sedangkan angka kejadian untuk SGA adalah 7% dan 10%-15% adalah janin dengan PJT.(5,6)Pada 1977, Campbell dan Thoms memperkenalkan ide pertumbuhan simetrik dan pertumbuhan asimetrik. Janin yang kecil secara simetrik diperkirakan mempunyai beberapa sebab awal yang global (seperti infeksi virus, fetal alcohol syndrome). Janin yang kecil secara asimetrik diperkirakan lebih kearah kecil yang sekunder karena pengaruh restriksi gizi dan pertukaran gas. Dashe dkk mempelajari hal tersebut diantara 1364 bayi PJT (20% pertumbuhan asimetris, 80% pertumbuhan simetris) dan 3873 bayi dalam presentil 25-75 (cukup untuk usia kehamilan). 2.3 EtiologiPJT merupakan hasil dari suatu kondisi ketika ada masalah atau abnormalitas yang mencegah sel dan jaringan untuk tumbuh atau menyebabkan ukuran sel menurun. Hal tersebut mungkin terjadi ketika janin tidak cukup mendapat nutrisi dan oksigen yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan organ dan jaringan, atau karena infeksi. Meskipun beberapa bayi kecil karena genetik (orang tuanya kecil), kebanyakan PJT disebabkan oleh sebab lain. Penyebab dari PJT dapat dibedakan menjadi tiga faktor, yaitu:a. Maternal : hipertensi dalam kehamilan, penyakit ginjal kronik, penyakit jantung sianosis, diabetes melitus, infeksi (HIV, cytomegalovirus, rubella, herpes, toksoplasmosis), hipertiroidisme, hemoglobinopati, penyakit autoimun, malnutrisi, merokok, narkotik.b. Utero plasenta : penurunan aliran darah di uterus dan plasenta, solusio plasenta, plasenta praevia, infark plasenta (kematian sel pada plasenta), korioangioma, infeksi di jaringan ikat sekitar uterus, twin-to-twin transfusion syndrome.c.Janin : janin kembar, penyakit infeksi (rubella dan cytomegalovirus (CMV) sering menyebabkan PJT), kelainan kongenital, kelainan kromosom (trisomi 18 atau trisomi 13 dan sindrom Turner), pajanan teratogen (zat yang berbahaya bagi pertumbuhan janin), berbagai macam zat yang bersifat teratogen seperti obat anti kejang, rokok, narkotik, dan alkohol dapat menyebabkan PJT. (1,2,4,5,6)IUGR atau PJT dicurigai atau didiagnosis jika terdapat janin kecil namun sehat, atau merupakan konsekuensi dari berbagai kondisi. Kondisi abnormal tersebut antara lain dapat berupa kondisi maternal seperti hipertensi kronik, pre-gestasional diabetes, penyakit kardiovaskuler, penyalahgunaan senyawa tertentu, kondisi autoimun, dan lain-lain. Kondisi fetal dapat berupa infeksi, malformasi, aberasi kromosom, dan lain-lain. Kondisi plasenta dapat berupa chorioangioma, plasenta sirkumvalata, confined placenta mosaicsm, vaskulopati obliteratif pada pijakan plasenta, dan lain-lain. Etiologi tersering adalah berasal dari kondisi plasenta (Mandruzzato et al., 2008). Adapun yang merincinya lebih banyak yaitu menurut Peleg et al. (1998) pada tabel 2.1.Penyebab dari PJT menurut kategori retardasi pertumbuhan simetris dan asimetris dibedakan menjadi:1. SimetrisMemiliki kejadian lebih awal dari gangguan pertumbuhan janin yang tidak simetris, semua organ mengecil secara proporsional. Faktor yang berkaitan dengan hal ini adalah kelainan kromosom, kelainan organ (terutama jantung), infeksi TORCH (Toxoplasmosis, Other Agents 32 minggu) biasanya berhubungan dengan problem lain. Pada kasus PJT, pertumbuhan seluruh tubuh dan organ janin menjadi terbatas. Ketika aliran darah ke plasenta tidak cukup, janin akan menerima hanya sejumlah kecil oksigen, ini dapat berakibat denyut jantung janin menjadi abnormal, dan janin berisiko tinggi mengalami kematian. Bayi-bayi yang dilahirkan dengan PJT akan mengalami keadaan berikut : Penurunan level oksigenasi Nilai APGAR rendah (suatu penilaian untuk menolong identifikasi adaptasi bayi segera setelah lahir) Aspirasi mekonium (tertelannya faeces/tinja bayi pertama di dalam kandungan) yang dapat berakibat sindrom gawat nafas Hipoglikemi (kadar gula rendah) Kesulitan mempertahankan suhu tubuh janin Polisitemia (kebanyakan sel darah merah)2.7 Penatalaksanaan Langkah pertama dalam menangani PJT adalah mengenali pasien-pasien yang mempunyai resiko tinggi untuk mengandung janin kecil. Langkah kedua adalah membedakan janin PJT atau malnutrisi dengan janin yang kecil tetapi sehat. Langkah ketiga adalah menciptakan metode adekuat untuk pengawasan janin pada pasien-pasien PJT dan melakukan persalinan di bawah kondisi optimal.Untuk mengenali pasien-pasien dengan resiko tinggi untuk mengandung janin kecil, diperlukan riwayat obstetrik yang terinci seperti hipertensi kronik, penyakit ginjal ibu dan riwayat mengandung bayi kecil pada kehamilan sebelumnya. Selain itu diperlukan pemeriksaan USG. Pada USG harus dilakukan taksiran usia gestasi untuk menegakkan taksiran usia gestasi secara klinis. Kemudian ukuran-ukuran yang didapatkan pada pemeriksaan tersebut disesuaikan dengan usia gestasinya. Pertumbuhan janin yang suboptimal menunjukkan bahwa pasien tersebut mengandung janin PJT. Tatalaksana kehamilan dengan PJT bertujuan, karena tidak ada terapi yang paling efektif sejauh ini, adalah untuk melahirkan bayi yang sudah cukup usia dalam kondisi terbaiknya dan meminimalisasi risiko pada ibu. Tatalaksana yang harus dilakukan adalah :1. PJT pada saat dekat waktu melahirkan. Yang harus dilakukan adalah segera dilahirkan.2. PJT jauh sebelum waktu melahirkan. Kelainan organ harus dicari pada janin ini, dan bila kelainan kromosom dicurigai maka amniosintesis (pemeriksaan cairan ketuban) atau pengambilan sampel plasenta, dan pemeriksaan darah janin dianjurkan.a. Tatalaksana umumSetelah mencari adanya cacat bawaan dan kelainan kromosom serta infeksi dalam kehamilan maka aktivitas fisik harus dibatasi disertai dengan nutrisi yang baik. Tirah baring dengan posisi miring ke kiri, Perbaiki nutrisi dengan menambah 300 kal perhari, Ibu dianjurkan untuk berhenti merokok dan mengkonsumsi alkohol, Menggunakan aspirin dalam jumlah kecil dapat membantu dalam beberapa kasus IUGR Apabila istirahat di rumah tidak dapat dilakukan maka harus segera dirawat di rumah sakit. Pengawasan pada janin termasuk diantaranya adalah melihat pergerakan janin serta pertumbuhan janin menggunakan USG setiap 3-4minggub. Tatalaksana khususPada PJT yang terjadi jauh sebelum waktunya dilahirkan, hanya terapi suportif yang dapat dilakukan. Apabila penyebabnya adalah nutrisi ibu hamil tidak adekuat maka nutrisi harus diperbaiki. Pada wanita hamil perokok berat, penggunaan narkotik dan alkohol, maka semuanya harus dihentikanc. Proses melahirkanPematangan paru harus dilakukan pada janin prematur. Pengawasan ketat selama melahirkan harus dilakukan untuk mencegah komplikasi setelah melahirkan. Operasi caesar dilakukan apabila terjadi distress janin serta perawatan intensif neonatal care segera setelah dilahirkan sebaiknya dilakukan. Kemungkinan kejadian distress janin selama melahirkan meningkat pada PJT karena umumnya PJT banyak disebabkan oleh insufisiensi plasenta yang diperparah dengan proses melahirkan3. Kondisi bayi. Janin dengan PJT memiliki risiko untuk hipoksia perinatal (kekurangan oksigen setelah melahirkan) dan aspirasi mekonium (terhisap cairan mekonium). PJT yang parah dapat mengakibatkan hipotermia (suhu tubuh turun) dan hipoglikemia (gula darah berkurang). Pada umumnya PJT simetris dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan pertumbuhan bayi yang terlambat setelah dilahirkan, dimana janin dengan PJT asimetris lebih dapat catch-up pertumbuhan setelah dilahirkan.(10)

BAB IIIILUSTRASI KASUS

Nama/ no MR: By. DSW/ 8793XXUmur: 1 hariJenis kelamin: laki-lakiAyah/Ibu: HR / DSWSuku: MelayuAlamat: Jl. Tanggal masuk : 24 Maret 2015

ALLOANAMNESISDiberikan oleh: Ibu kandung pasienKeluhan utama: Neonatus usia 2 jam pindahan dari VK Camar dengan masalah hipoglikemia (GDS masuk 39 mg/dl).Riwayat penyakit sekarang : Neonatus laki-laki lahir pada tanggal 24 Maret 2015 pukul 06.15 WIB lahir di VK Camar RSUD AA secara spontan pervaginam. Bayi cukup bulan, lahir langsung menangis, nilai APGAR 8/9. Resusitasi dilakukan sampai stimulasi. Akral hangat, tidak ditemukan sianosis, retraksi, merintih maupun sesak napas. Telah dilakukan injeksi neo K dan pemberian salep mata. Sisa ketuban jernih. Langsung dilakukan inisiasi menyusui dini (IMD), neonatus belum BAB dan BAK. Tidak ada muntah dan kejang. Neonatus dikirim ke Instalasi Perawatan Neonatus (IPN). Riwayat kehamilan : Ibu usia 31 tahun, dengan diagnosis kehamilan G1 aterm, belum inpartu, hipertiroidisme, janin tunggal hidup intra uterin, letak memanjang presentasi kepala. Ibu rujukan dari RS S dengan tekanan darah tinggi (170/100 mmHg). Hari pertama haid terakhir ibu lupa. Ibu 8 kali melakukan pemeriksaan kehamilan ke bidan dan dokter spesialis kandungan, teratur setiap bulan dimulai sejak usia kehamilan 3 bulan. Bidan mengatakan bahwa ibu dan janin sehat. Pemeriksaan USG 4 kali di RS S pada usia kehamilan 3 bulan dan 6 - 9 bulan, dikatakan bahwa bayi tidak mengalami kelainan. Ibu mengalami keluhan sering merasa berdebar-debar, gemetaran, dan berkeringat meskipun suhu ruangan dingin. Hal tersebut dirasakan ibu selama 1 tahun sejak sebelum hamil. Ibu pasien sudah dinyatakan menderita hipertiroidisme oleh dokter spesialis penyakit dalam dan mengkonsumsi obat anti hipertiroid berupa PTU, namun pasien jarang kontrol rutin untuk pengobatan. Sejak pertama kali diketahui hamil pasien tidak mengkonsumsi obat anti hipertiroid lagi. Selama hamil ibu tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol. Ibu tidak menderita penyakit kencing manis, penyakit jantung, alergi dan asma. Selama hamil ibu tidak pernah demam dan keputihan. Konsumsi sayur dan buah rutin setiap hari. Berat badan (BB) sebelum hamil 54 kg, tinggi badan 158 cm (IMT sebelum hamil 21,6 kg/m2), BB saat hamil 9 bulan 62 kg (IMT 24,8 kg/m2). Riwayat persalinan : Pada tanggal 24 Maret 2015 pukul 06.15 WIB ibu menjalani persalinan spontan pervaginam di VK Camar IGD RSUD Arifin Achmad.Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada riwayat keluarga dengan penyakit yang sama. Riwayat orang tua : Pekerjaan ayah : wiraswasta Pekerjaan ibu : ibu rumah tangga

PEMERIKSAAN FISIKKulit kemerahan, tonus baik, gerakan aktif, tangis kuat, akral hangat, tidak sesak.Kesadaran: alertTanda-tanda vitalSuhu: 36,10CFrekuensi jantung: 162 x / menitFrekuensi napas: 42 x / menitStatus pertumbuhanBBL: 2375 gramBBM: 2205 gramLK: 34 cmPB: 47 cmLD: 33 cmLP: 34 cmLILA: 10 cmSistem saraf pusat:warna kulit kemerahan, aktivitas menangis, kesadaran alert.Mata: pupil bulat, isokor, diameter 2 mm / 2 mm, refleks cahaya langsung-tak langsung (+/+)Kepala / wajah: fontanella tidak menonjol, sutura normal, palatum normal, tidak ditemukan caput suksadeneum, low set ear, maupun sianosis.Sistem respirasi: frekuensi nafas 42 kali per menit, tidak ditemukan napas cuping hidung, retraksi maupun merintih, gerakan dinding dada simetris, tidak terdengar ronkhi dan wheezing. Downe score 0.Sistem kardiovaskular : heart rate 162 kali permenit, bunyi jantung I dan II terdengar normal, denyut perifer kuat.Sistem gastrointestinal : warna dinding abdomen merah, lingkar perut 34 cm, bising usus terdengar normal, warna tali pusat pucat, anus paten. Genetalia eksterna: laki-laki, bentuk normal, tidak ditemukan transluminasi skrotum.Ekstremitas: bentuk simetris, gerakan sendi tangan normal, tidak ditemukan kelainan bentuk dan jejas persalinan. Akral hangat, capillary refill time (CRT) kurang dari 2 detik.Ballard score: 27 (taksiran maturitas 34 - 36 minggu)

PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan kimia darahGula darah sewaktu : 39 mg/dlPemeriksaan immunoserologiTotal T3 : nmol/lTotal T4 : nmol/lTSH : uUl/ml

DIAGNOSIS 1. Nenatus cukup bulan (NCB), 36 minggu, besar masa kehamilan (BMK)2. Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)3. Hipoglikemia

Terapi awal : Rawat di IPN Jaga kehangatan ASI/ PASI 40 cc/ 3 jam

PROGNOSISQuo ad vitam : dubia ad bonamQuo ad fungsionam : dubia ad bonam

BAB I VPEMBAHASAN

Diagnosis eksomfalus pada neonatus laki-laki, usia 4 hari ditegakkan berdasarkan adanya temuan defek pada garis tengah dinding abdomen regio hipogastrik dengan diameter 6 cm, berisi usus halus dan ditutupi oleh selaput bening. Eksomfalus pada neonatus ini tergolong ke dalam eksomfalus mayor karena memiliki diameter >5 cm, dan dari pemeriksaan fisik yang telah dilakukan, tidak ditemukan adanya anomali mayor lainnya.2,3,4,5,14 Pada neonatus ini dilakukan pemasangan pengganti silo dengan menggunakan sarung tangan steril yang diikat pada bagian jari-jarinya. Belum ada literatur yang menyebutkan tentang seberapa besar efektivitas penggunaan pengganti silo dibandingkan dengan penggunaan silo, namun sejauh ini penggunaan pengganti silo tersebut mampu membuat usus kembali memasuki rongga abdomen. Pemasangan pengganti silo ini dilakukan sebagai modifikasi penggunaan silo karena keterbatasan biaya. Berdasarkan hasil konsul ke bagian bedah anak, pasien telah dipulangkan pada usia 13 hari dan direncakan untuk menjalani operasi penutupan defek pada usia 2 bulan karena eksomfalus sudah masuk ke dalam rongga abdomen, dengan manajemen konservatif menggunakan pengganti silo. Keadaan ini menunjukkan bahwa eksomfalus mayor pada neonatus ini tidak serumit kasus eksomfalus mayor yang disebutkan dalam berbagai literatur. Pada neonatus ini, tidak ditemukan adanya riwayat keluarga dengan eksomfalus, sehingga eksomfalus mayor pada neonatus ini tidak diturunkan secara genetik, melainkan terjadi secara sporadik.22 Salah satu faktor risiko terjadinya eksomfalus pada neonatus ini adalah obesitas pada ibu, pada anamnesis didapatkan adanya riwayat kenaikan BB sebanyak14 kg (normal), namun terjadi kenaikan IMT menjadi 27 kg/m2 (obesitas derajat I).23 Kemungkinan faktor risiko lainnya adalah adanya riwayat konsumsi jamu selama kehamilan hingga 1 minggu sebelum bersalin. Namun, belum ada literatur yang menyebutkan tentang hubungan konsumsi jamu dengan terjadinya eksomfalus. Pada neonatus ini tidak ditemukan adanya anomali mayor lainnya sehingga pada saat ini prognosisnya cenderung lebih baik. Namun, orang tua dianjurkan untuk membawa bayinya kontrol ke RSUD AA sampai dengan usia 1 tahun.14 Hidrokel bilateral pada neonatus ini tidak memerlukan terapi yang khusus oleh karena cairan hidrokel akan direabsorbsi oleh tubuh dengan sendirinya. Orang tua telah diberikan edukasi agar tidak mengkhawatirkan bengkak pada kantung kemaluan bayinya, kecuali jika pembengkakan tersebut tetap ada hingga usia bayi lebih dari 1 tahun. Apabila hal itu terjadi, orang tua sebaiknya memeriksakan kembali bayinya ke rumah sakit untuk dilakukan tatalaksana selanjutnya.24 Diagnosis hipotiroid kongenital kurang tepat ditegakkan pada neonatus ini karena kadar T4 berada dalam rentang normal dengan sedikit peningkatan TSH. Orang tua pasien dianjurkan untuk membawa bayinya kontrol ke RSUD AA pada usia 1 bulan guna melakukan pemeriksaan kadar TSH ulang. Jika didapatkan kadar TSH yang tetap tinggi pada usia 1 bulan (6-10 mU/l), dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan kadar TSH, T4 dan FT4 dalam 2 minggu. Jika didapatkan kadar TSH normal, maka tidak diperlukan terapi. Namun apabila pada pemeriksaan tersebut didapatkan kadar TSH tetap meningkat > 10 mU/l, maka pasien didiagnosis sebagai hipotiroid kongenital dan terapi mulai diberikan.25

DAFTAR PUSTAKA

1. Wahyuni S. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Baru. Cetakan Kedua. Jakarta: Pustaka Phoenix; 2007.

2.

3. Glasser Abalovich M, Amino N, Barbour LA, Cobin RH, Leslie J, Glinoer D, et al. Management of Thyroid Dysfunction during Pregnancy and Postpartum. J. Endocrinol. Metabolism. 2007; 92(8): S1-S47 [cited 2015 March 24]. Available from: http://www.iccidd.org/cm_data/2012_de Groot_Management_of_thyroid_dysfunction_during_pregnancy_and_postpartum_JCEM.pdf

4.