case 2
-
Upload
edi-gunawan -
Category
Documents
-
view
236 -
download
4
description
Transcript of case 2
BAB I
PENDAHULUAN
Sebelum melakukan tindakan perawatan, diperlukan seperangkat data yang
lengkap tentang keadaan penderita dari hasil pemeriksaan. Terhadap data yang
diperoleh dari hasil pemeriksaan tersebut kemudian dilakukan analisis dengan
berbagai macam metoda. Setelah itu baru dapat ditetapkan diagnosis, etiologi,
perencanaan perawatan , macam dan desain alat yang akan dipergunakan selama
perawatan serta memperkirakan prognosis pasien akibat perawatan yang dilakukan .
Untuk dapat melakukan perawatan dengan baik dan benar, ada beberapa
langkah perdahuluan yang harus diambil , antara lain :
1. Memberi penjelasan mengenai beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh
pasien.
2. Identifikasi pasien
3. Anamnesis
4. Pemeriksaan klinis, baik pemeriksaan intraoral dan ekstraoral
5. Pembuatan studi model.
6. Analisis foto Rontgen.
7. Analisis foto profil dan foto muka (wajah).
8. Dilakukan tes-tes tertentu untuk kasus-kasus tertentu.
9. Penentuan diagnosis
10. Analisis etiologi
11. Perencanaan perawatan
12. Pelaksanaan perawatan
13. Penentuan jenis dan desain alat ortodontik
14. Prognosis
Pada makalah ini akan dibahas mengenai keluhan utama pasien. Pemeriksaan
ekstraoral dan intraoral, analisis kasus pasien, dan diagnosa serta diagnosa
bandingnya. Pada akhir makalah ini juga akan dibahas mengenai rencana perawatan
terhadap pasien yang akan dilakukan serta prognosisnya.
BAB II
TINJAUAN KASUS
2.1 Kasus Pasien
Pasien seorang ibu berusia 42 tahun, bernama Ny. Ina Christina, pekerjaan
seorang arsitek pengusaha property. Dia mengeluhkan penampilannya yang tidak
menarik karena gigi seri pertama atasnya yang terlihat pendek dan mengalami
keausan pada ujung giginya. Pasien juga mengeluh pada saat tersenyum gusinya
teralu banyak terlihat. Pasien menginginkan gigi dan gusinya untuk dirawat dan
diperbaiki agar memiliki senyum yang lebih menarik.
2.2 Anamnesis
Anamnesis adalah salah satu cara pengumpulan data status pasien yang
didapat dengan cara operator mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
berhubungan dengan keadaan pasien
Pada saat anamnesis, biasanya ditanyakan hal-hal berikut: nama penderita,
alamat, pekerjaan, jenis kelamin, usia, keluhan utama, keluhan lainnya, riwayat
penyakit sistemik, dan riwayat mengenai perawatan dental yang pernah
dilakukan.
Dalam kasus ini didapatkan hasil dari anamnesa berupa:
a. Keluhan utama: penampilannya yang tidak menarik karena gigi seri pertama
atasnya yang terlihat pendek dan mengalami keausan pada ujung giginya
b. Keluhan tambahan: Saat tersenyum gusinya teralu banyak terlihat
c. Riwayat Oral/ Dental: Beberapa belas tahun lalu pasien mengalami
kecelakaan sepeda motor. Gigi seri kedua kanan atas patah setengah
mahkota dan telah dirawat dan diperbaiki dengan mahkota jaket
porselen PFM, gigi seri pertama gigi kiri dan kanan mengalami patah
tepi incisal hanya melibatkan struktur email, telah dilakukan perbaikan
dengan tambalan sewarna gigi, karena bahan tambalnya sudah habis
dan lepas.
d. Riwayat Sistemik: Kondisi kesehatan baik
2.3 Pemeriksaan Klinis
2.3.1 Pemeriksaan Ekstraoral
Merupakan pemeriksaan yang dilakukan di daerah sekitar mulut
bagian luar. Pemeriksaan ekstraoral ini meliputi palpasi dan inspeksi.
Hal-hal yang diperiksa adalah penampilan umum, tonus kulit,
kesimetrisan wajah, pembengkakkan, dan perubahan warna. Daerah yang
diperiksa meliputi bibir, hidung, mata, telinga, wajah, kepala, dan leher.
Hal ini dilakukan untuk mendeteksi kelainan baik secara visual maupun
kelainan yang teraba saat palpasi.
Pada pemeriksaan ekstraoral, pasien terlihat sehat tidak tampak
kelainan pada wajahnya. TMJ dan pergerakan mandibula terlihat normal.
2.3.2 Pemeriksaan Intraoral
Alat yang umum digunakan dalam pemeriksaan intraoral adalah kaca
mulut dan sonde. Pada pemeriksaan intraoral, dilakukan pemeriksaan
pada jaringan lunak dan keras mulut.
Pemeriksaan jaringan keras atau gigi-geligi dilakukan untuk melihat
adanya plak atau kalkulus, karies, restorasi, perubahan warna, fraktur,
mobilitas gigi, abrasi, erosi, atrisi, dan juga oklusi pasien.
Tes-tes yang umumnya digunakan untuk menentukan vital atau
tidaknya pulpa (vitalitester) adalah tes sondasi, termal, elektris, dan tes
bor. Sebelum tes-tes tersebut dilakukan, kavitas harus dibersihkan sampai
alas kavitas terlihat.
Pada jaringan lunak perlu diamati apakah ada pembengkakan baik
yang besar maupun kecil, menyebar maupun terlokalisir serta fistel dan
bentuk dari gingiva. Pemeriksaan jaringan lunak dapat dilakukan dengan
tes perkusi, tekanan, dan mobilitas.
Hasil pemeriksaan pada kasus ini yaitu:
a. Keadaan umum
Oral Hygiene sedang.
b. Status gigi
Terlihat atrisi tepi insisal struktur email gigi atas dan bawah
region 1.3-2.3, 3.3-4.3
c. Gingiva
Untuk mengetahui apakah di ginggiva terdapat kelainan, salah
satunya dapat dilakukan dengan probing. Probing digunakan untuk
Mengukur kedalaman sulkus gusi normal dan poket periodontal.
Adapun kalibrasi skala pada probe adalah dalam milimeter. Dengan
ketentuan 1 garis probe = 1mm dan Klasifikasinya :
1 mm à Gingivitis ringan
2-3 mm à Gingivitis sedang
>3 mm à Kelainan Periodontal
>5mm à Periodontal berat
Dalam kasus II ini, saat diprobing gigi 1.1, 2.1 pada permukaan
labial 3mm. Pada saat tersenyum gusi terlihat lebih banyak sehingga
gigi terlihat lebih pendek.
Keterangan gambar:
1. Pada poket gusi (pembesaran gusi)
2. Pada poket periodontal (hilangnya perlekatan)
3. Poket periodontal dan resesi
d. Oklusi
Deep bite/steep bite.
2.4 Analisis Kasus
2.4.1 Analisis Radiologis
Regio 1 :
- 1.2 Post-Endo
- 1.4 terdapat restorasi amalgam
- 1.5 terdapat restorasi amalgam
- 1.6 terdapat restorasi amalgam
Regio 2 :
- 2.5 terdapat restorasi amalgam
- 2.6 terdapat restorasi amalgam
Regio 3 :
- 3.7 terdapat restorasi amalgam
- 3.8 terdapat restorasi amalgam
Regio 4 :
- 4.7 terdapat restorasi amalgam
- 4.8 terdapat restorasi amalgam
2.4.2 Analisis Model
Pemeriksaan secara klinis belum lengkap untuk memberikan data
yang dibutuhkan untuk suatu perawatan. Disamping karena terbatasnya
waktu pemeriksaan, bagian-bagian yang tidak bisa diamati secara teliti
secara klinis. Banyak pengukuran yang tidak bisa dilakukan secara
langsung pada pasien. Untuk itu diperlukan model cetakan gigi dan
rahang sebagai model studi.
Untuk mendapatkan model studi dilakukan pencetakan rahang atas
dan rahang bawah pasien, pembuatan gigitan sentrik (centric occlusal
record), dan boxing model cetakan.
Pada kasus ini terlihat adanya deep bite anterior atau steep bite. Deep
bite adalah suatu keadaan dimana jarak menutupnya bagian insisal
insisivus maksila terhadap insisal insisivus mandibula dalam arah vertikal
melebihi 2 - 3 mm.
Pada kasus deep bite, gigi posterior sering linguoversi atau miring ke
mesial dan insisivus mandibula sering berjejal, linguo versi, dan supra
oklusi.
2.4.3 Analisis Fotografi
Pada foto terlihat adanya atrisi tepi insisal, struktur email gigi regio
1.3-2.3 dan 3.3.-4.3 dan juga malposisi gigi 1.3 (mesioversi). Dari foto
juga dapat terlihat bahwa pasien mengalami gummy smile. Selain itu
pasien juga mengalami deep bite atau steep bite.
BAB III
ANALISIS KASUS
3.3 Diagnosis
3.3.1 Gummy smile
3.3.1.1. Definisi
Berdasarkan posisi bibir atas terhadap banyaknya
gingival dan mahkota klinis gigi anterior maksila yang terlihat,
maka bentuk senyum dikelompokkan menjadi 3 tipe yaitu bentuk
senyum dengan garis bibir rendah, bentuk senyum dengan garis
bibir sedang/menengah dan bentuk senyum dengan garis bibir
tinggi.
Gummy smile adalah penampakan gingival yang
berlebihan ketika seseorang tersenyum atau pada saat berbicara.
Berdasarkan tipenya, pasien yang memiliki gummy smile
mempunyai bentuk senyum dengan garis bibir tinggi, sehingga
gingival terlihat berlebihan (>2mm) dan panjang mahkota klinis
gigi terlihat secara keseluruhan sewaktu tersenyum.
3.3.1.2. Etiologi
Selain disebabkan oleh deformasi skeletal (pertumbuhan
maksila yang berlebihan) dan deformasi jaringan lunak yang
menyebabkan bibir atas pendek, gummy smile juga disebabkan
oleh perubahan erupsi pasif gingiva dan malposisi gigi.
a. Pertumbuhan Maksila yang Berlebihan
Pertumbuhan maksila yang berlebihan pada penderita
gummy smile seringkali merupakan akibat dari kelainan
skeletal seperti pertumbuhan hyperplasia basis skeletal
maksila. Kelainan ini mengakibatkan posisi gigi menjadi lebih
jauh dari basis skeletal maksila dan terlihatnya gingiva di
bawah batas inferior bibir atas.
Pertumbuahn maksila berlebih biasanya berhubungan
dengan beberapa karakteristik dental dan fasial antara lain:
tinggi wajah bawah meningkat, open bite, profil wajah
cembung, dan celah interlabial yang berlebihan. Dalam kasus
ini, dijumpai pertumbuhan yang lebih banyak di bagian
posterior, dengan gigi posterior maksila berada pada posisi
inferiror dan incisivus pada posisi vertikal normal. Bibir yang
inkompeten atau keadaan bibir yang lemah pada waktu
istirahat lebih sering terjadi pada kasus ini, oleh karena
adanya peningkatan tinggi vertikal wajah bawah dan bibir
bertemu secara vertikal.
Pada sefalometri, pertumbuhan vertikal maksila
dibentuk oleh peningkatan tinggi wajah bawah anterior dan
sudut bidang mandibula yang curam. Seperti defisiensi
mandibula, pertumbuhan ini dikarakteristikan dengan
peningkatan sudut ANB, SNA normal dan penurunan sudut
SNB, penurunan sudut konveksitas serta overjet.
Pertumbuhan vertikal maksila yang berlebihan dapat
menyebabkan terlihatnya gingiva secara berlebihan, dan untuk
mendiagnosa hal tersebut klinisi harus mengevaluasi proporsi
wajah sehingga perawatan yang akan dilakukan dapat
ditentukan.
Proporsi wajah yang ideal dibagi dalam 3 bagian
yang sama dari ujung rambut ke alis, dari alis ke basis hidung
dan dari basis hidung ke dagu. Jika 1/3 wajah bawah lebih
panjang dari segmen yang lain dan panjang bibir atas secara
vertikal normal (18-21 mm), maka gummy smile harus
dirawat dengan dengan bedah ortognatik dan ortodontik.
b. Bibir Atas Pendek
Bibir adalah salah satu komponen jaringan lunak
wajah dan merupakan bagian penting yang berpengaruh
secara langsung terhadap profil wajah. Adanya bibir atas yang
pendek merupakan hal yang kurang menguntungkan
dipandang dari segi stabilitas dan estetis terutama bila wajah
dipandang dari depan. Pada bibir yang inkompeten dapat
dilihat bahwa bibir atas yng pendek berhubungan dengan
kurangnya otot-otot wajah dan mandibula. Pasien dengan
celah interlabial yang besar kemungkinan disebabkan oleh
bibir atas yang pendek dan atau pertumbuhan vertikal maksila
yang berlebihan.
Bibir atas menunjukkan peningkatan yang tajam
dalam panjang pada umur 1-3 tahun, tetapi pertumbuhan
secara perlahan-lahan berkurang antara umur 3-6 tahun dan
secara progresif meningkat samapai umur 15 tahun, kemudian
pertumbuhan vertikal bibir kembali menurun. Celah
interlabial pada waktu istirahat biasanya terjadi dalam masa
pertumbuhan dewasa. Vig dan Coheb menyimpulkan bahwa
pertumbuhan vertikal wajah (tinggi wajah anterior bawah) dan
dentoalveoar pada masa remaja yang terjadi antara umur 14-
20 tahun akan berakhir sebelum pertumbuhan vertikal bibir
selesai. Bibir atas dan bawah lebih bertambah
pertumbuhannya dibanding pertumbuhan wajah bawah. Pada
anak umur 6-8 tahun, bibir yang inkompeten berhubungan
dengan bibir atas yang pendek dan dapat terkoreksi sendiri
hingga umur 16 tahun. Panjang normal subnasal ke inferior
bibir atas adalah 19-22 mm. Secara anatomi bibir atas yang
pendek (18 mm atau kurang), biasanya disertai dengan
pertamabahan celah interlabial, insisivus terlihat pada posisi
istirahat, tetapi tinggi wajah dalam ukuran normal. Keadaan
ini harus diketahui sebagai masalah jaringan lunak dan tidak
boleh dirawat dengan pemendekan maksila yang berlebihan.
c. Perubahan Erupsi Pasif Gingiva
Perubahan erupsi pasif gingiva merupakan sebuah
penyimpangan dalam perkembangan normal erupsi gigi,
karena sebagian besar anatomi mahkota gigi yang ada ditutupi
oleh gingiva. Hal ini menunjukkan perkembangan yang tidak
harmonis pada dentofasial karena;
- Jaringan gingiva yang letaknya lebih ke koronal gigi
menghasilkan gambaran gigi yang tidak menarik, sehingga
terlihat bentuk gigi yang persegi dan bukan bentuk gigi
yang ovoid atau clips yang lebih menarik.
- Jaringan lunak yang meluas terlihat di bawah batas inferior
bibir atas cenderung tidak memperlihatkan garis senyum
sedang/menengah yang potensial.
Sebagai parameter yang tepat untuk melihat erupsi
pasif gingiva adalah dengan melihat lebar biologik yang
terdiri dari dasar sulkus, epitel penyatu dan jaringan konektif.
Dimensi rata-rata dari lebar biologik adalah 2,7-3mm dengan
perbandingan +- 1 mm untuk epitel penyatu, 1 mm untuk
jaringan konektif dan 1 mm untuk dasar sulkus.
Apabila gigi telihat menjadi pendek dan lebar, hal ini
berarti dimensi vertikal lebih pendek dibandingkan dimensi
horizontal, gummy smile mungkin berkaitan dengan erupsi
pasif gingiva. Ketika gigi erupsi secara normal, margin
gingiva migrasi ke apikal pada level 1 mm dari koronal ke
Cemento Enamel Junction (CEJ). Pada penderita gummy
smile hal ini tidak terjadi. Untuk mendiagnosa hal ini sulkus
di probing dan jika gingiva tebal, fibrotik dan tidak
terinflamasi serta kedalaman probing adalah 3-4 mm pada
batas CEJ, maka untuk mengembalikannya ke posisi semula
dianjurkan dengan pemanjangan mahkota klinis.
d. Malposisi Gigi
Gummy smile dapat juga disebabkan oleh malposisi
gigi, tetapi ini merupakan penyebab yang paling sedikit dari
antara ketiga etiologi sebelumnya. Malposisi yang paling
sering terjadi adalah protrusi gigi anterior maksila
dihubungkan dengan bibir yang inkompeten, dimana ujung
atau seluruh permukaan insisivus maksila di sebelah labial
terbuka sehingga gigi ini tidak atau kurang mendapat tahanan
di sebelah labial dan menyebabkan gigi tersebut lebih
terdorong ke labial (protrusi). Keadaan ini juga biasanya
disertai dengan maloklusi kelas II yang mengakibatkan
terlihatnya gingiva yang luas karena posisi inferior dari
mahkota insisivus maksila lebih ke labial.
3.3.1.3. Tipe Gummy Smile
Gummy smile diklasifikasikan menurut jumlah jaringan
gusi yang menutupi struktur gigi ketika tersenyum. Jumlah ini
dapat diukur dengan menghitung panjang gigi. Klasifikasi gummy
smile terdiri dari mild, moderate, advanced dan severe gummy
smile.
a. Mild Gummy Smile
Jaringan gusi yang terlihat kurang dari 25% kali panjangnya
dari keseluruhan panjang gigi yang terlihat ketika tersenyum.
Mild Gummy Smile
(gummysmilecorrection.com)
b. Moderate Gummy Smile
Jaringan gusi yang terlihat 25% - 50% kali panjangnya dari
keseluruhan panjang gigi yang terlihat ketika tersenyum.
Moderate Gummy Smile
(gummysmilecorrection.com)
c. Advanced Gummy Smile
Jaringan gusi yang terlihat 50% - 100% kali panjangnya dari
keseluruhan panjang gigi yang terlihat ketika tersenyum.
Advanced Gummy Smile
(gummysmilecorrection.com)
d. Severe Gummy Smile
Jaringan gusi yang terlihat lebih dari 100% kali panjangnya
dari keseluruhan panjang gigi yang terlihat ketika tersenyum.
Severe Gummy Smile
(gummysmilecorrection.com)
3.3.2 Malposisi gigi 1.3 (mesioversi)
mesioversi
Malposisi Gigi adalah letak gigi yang tidak benar. Pada kasus ini,
gigi 1.3 mengalami malposisi mesioversi karena posisi gigi caninusnya
lebih condong ke mesial. Berikut ini adalah beberapa macam malposisi
gigi:
a. Mesioversi : posisi gigi condong ke mesial
b. Distoversi : posisi gigi condong ke distal
c. Linguoversi : posisi gigi yang condong ke lingual
d. Palatoversi: posisi gigi yang condong ke palatal
Mesioversi
Distoversi
Linguoversi
e. Bukoversi: posisi gigi yang condong ke bukal
f. Labioversi : posisi gigi yang condong ke labial
g. Infraversi/ infraklusi/ intrusi : posisi gigi yang tidak mencapai bidang
oklusi
Palatoversi-Bukoversi
Labioversi
h. Supraversi/ Supraklusi/ Ekstrusi : posisi gigi yang melewati bidang
oklusi
i. Torsiversi/ Rotasi : posisi gigi yang terputar melalui sumbu panjang
gigi
f. Transversi: posisi gigi yang bertukar tempat (misalnya C dengan P1)
torsiversi/ rotasi
atrisi
3.3.3 Atrisi gigi 13-23 dan 3.3-3.4
Pada kasus ini terlihat adanya atrisi tepi insisal struktur email gigi
atas dan bawah regio 1.3-2.3 dan 3.3-4.3. Menurut klasifikasi Ellis,
tersmasuk dalam kelas 1 karena hanya mengenai email. Atrisi ini
menyebabkan oklusi pasien menjadi deep bite.
Atrisi adalah aus fisiologis dari substansi gigi akibat kontak gigi ke
gigi seperti saat mastikasi. Atrisi banyak terlihat pada permukaan oklusal
dan incisal, pertama kali terlihat sebagai facet halus yang kecil, dan
kemudian terjadi pendataran permukaan oklusal. Aus juga bisa terjadi
pada permukaan interproksimal sebagai akibat pergerakan horizontal dan
vertical kecil dari gigi selama berfungsi. Jika terdapat aus atrisi pada gigi
posterior, maka gigi tersebut berada pada interference dengan
penempatan TMJs secara lengkap dan atau dengan anterior guidance.
transversi
Kelainan TMJ intracapsular mengakibatkan pemendekan ketinggian
ramus sehingga menempatkan molar pada interference dan mempunyai
keausan.
3.3.4 Gigi 1.1 dan 2.1 klas I (klasifikasi fraktur gigi menurut Ellis)
Pada gigi seri pertama kiri dan kanan atas mengalami patah tepi
incisal yang hanya melibatkan struktur email, sehingga dapat
diklasifikasikan ke dalam klas I menurut Klasifikasi Ellis.
Berikut ini adalah Klasifikasi fraktur Gigi menurut Ellis:
- Klas I : Tidak ada fraktur atau fraktur mengenai email dengan atau
tanpa memakai perubahan tempat
- Klas II : Fraktur mengenai dentin dan belum mengenai pulpa dengan
atau tanpa memakai perubahan tempat.
- Klas III : Fraktur mahkota dengan pulpa terbuka dengan atau tanpa
perubahan tempat
- Klas IV : Gigi mengalami trauma sehingga gigi menjadi non vital
dengan atau tanpa hilangnya struktur mahkota
- Klas V : Hilangnya gigi sebagai akibat trauma
- Klas VI : Fraktur akar dengan atau tanpa hilangnya struktur mahkota
- Klas VII : Perpindahan gigi atau tanpa fraktur mahkota atau akar gigi
- Klas VIII : Fraktur mahkota sampai akar
- Klas IX : Fraktur pada gigi desidui
Fraktur gigi kelas I, II, dan III menurut ellis:
- Fraktur gigi ellis kelas I merupakan fraktur pada enamel saja (bagian
luar gigi). Hal ini jarang menyakitkan, dan bukan merupakan benar-
benar darurat. Seringkali ini dapat diatasi dengan mengisi atau hanya
perataan permukaan kasar.
- Fraktur gigi ellis kelas II merupakan fraktur enamel maupun
dentin. Mereka ditandai dengan adanya warna kuning atau merah
muda pada dentin. Tergantung pada jumlah sakit atau trauma pasien,
ini mungkin atau tidak mungkin memerlukan perawatan muncul.
- Fraktur gigi ellis kelas III merupakan fraktur mengekspos saraf,
memerlukan perawatan segera. Situs yang patah tulang akan memiliki
semburat kemerahan atau akan menunjukkan perdarahan. Dalam
fraktur kelas III Ellis gigi, paparan ujung saraf pulp bisa
menyebabkan rasa sakit yang hebat - bahkan jika terkena hanya untuk
udara. Paparan dari pulp dalam jenis patahan pada akhirnya akan
menyebabkan nekrosis pulpa dari infeksi bakteri, jika tidak ditangani.
3.3.5 Maloklusi klas 2 divisi 2 (deep bite/steep bite) klasifikasi Angle
Maloklusi adalah bentuk hubungan rahang atas dan bawah yang
menyimpang dari bentuk standar yang diterima sebagai bentuk yang
normal, maloklusi dapat disebabkan karena tidak ada keseimbangan
dentofasial.
Keseimbangan dentofasial ini tidak disebabkan oleh satu faktor
saja, tetapi beberapa faktor saling mempengaruhi. Faktor-faktor yang
mempengaruhi adalah keturunan, lingkungan, pertumbuhan dan
perkembangan, etnik, fungsional, patologi.
Etiologi maloklusi dibagi atas dua golongan yaitu faktor luar atau
faktor umum dan faktor dalam atau faktor lokal. Hal yang termasuk
faktor luar yaitu herediter, kelainan kongenital, perkembangan atau
pertumbuhan yang salah pada masa prenatal dan posnatal, malnutrisi,
kebiasaan jelek, sikap tubuh, trauma, dan penyakit-penyakit dan keadaan
metabolik yang menyebabkan adanya predisposisi ke arah maloklusi
seperti ketidakseimbangan kelenjar endokrin, gangguan metabolis,
penyakit-penyakit infeksi.
Hal yang termasuk faktor dalam adalah anomali jumlah gigi
seperti adanya gigi berlebihan (dens supernumeralis) atau tidak adanya
gigi (anodontis), anomali ukuran gigi, anomali bentuk gigi, frenulum
labii yang abnormal, kehilangan dini gigi desidui, persistensi gigi desidui,
jalan erupsi abnormal, ankylosis dan karies gigi.
Klasifikasi dari maloklusi dirumuskan oleh Dr.E.H.Angle.
Seorang perintis orthodonti yang terkenal, pada tahun 1898. beliau
menentukan klasifikasi dari maloklusi ini berdasarkan hubungan antara
gigi molar pertama tetap di rahang atas dan gigi molar pertama tetap di
rahang bawah. Inilah gigi M1 itu dipakai sebagai ”fixed point” = ”land
mark” sebab menurut anggapannya kedudukan dari M1 ini adalah yang
paling stabil, jarang berubah kedudukannya seperti gigi-gigi yang lain,
karena M1 ini ditunjang atau tertanam di dalam tulang zygomaticus yang
kuat sekali.
Suatu tulang yang kuat sekali menurun dari tulang zygomaticus,
menuju ke processus alveolaris, melingkupi akar-akar dari M1 atas, ridge
ini terletak langsung diatas akar mesio-buccal dari M1 atas. Hal ini oleh
Dr.Atkinson dinamakan ”Key ridge”.
Klasifikasi dari Dr.Angle ini sangat populer, dan mudah
dimengerti karena sederhana, tapi Dr.Angle mendapat banyak kritikan-
kritikan dari orthodontis yang lain, karena Dr.Angle hanya mendasarkan
maloklusi ini atas hubungan antara M1 atas dan M1 bawah, padahal kita
mengetahui bahwa kedudukan gigi itu tidak stabil, melainkan berubah-
ubah dan sangat bervariasi.
Dr.Angle membagi maloklusi itu atas 3 kelas, yakni :
1. Kelas I maloklusi (Angle)
Adalah lengkungan gigi atas dan bawah mempunyai hubungan
mesio-distal yang normal. Dimana mesio-buccal cusp dari M1 atas
terletak di buccal groove M1 bawah, dan mesio palatal cusp dari M1
atas terletak di central fossa M1 bawah, disto buccal cusp dari M1
atas terletak diantara embrassure M1 dan M2 bawah. Letaknya gigi C
atas interlock antara C bawah dan P mesial bawah.
Oleh Dr.Martin Dewey, maka kelas I maloklusi dari Angle dibagi
atas beberapa tipe, yakni :
Tipe 1:Gigi-gigi incisive berjejal-jejal (crowding) dan gigi caninus
sering terletak di labial.
Tipe 2: Protrusi atau labioversi dari incisive atas.
Tipe 3: Satu atau lebih dari satu gigi incisive atas adalah lebih ke arah
lingual terhadap gigi incisive bawah (cross bite gigi
depan/anterior cross bite).
Tipe 4: Cross bite pada gigi-gigi molar atau premolar (posterior cross
bite).
Tipe 5: Mesial drifting dari molar yang disebabkan karena tanggalnya
gigi depannya.
2. Kelas II maloklusi (Angle)
Adalah gigi-gigi dan lengkungan gigi bawah letaknya lebih distal dari
pada keadaan normal dalam hubungannya dengan gigi-gigi dan
lengkungan gigi dirahang atas. Mesio buccal cusp dari M1 atas
letaknya lebih ke mesial dari buccal groove M1 bawah.
Kelas II maloklusi Angle, menurut Dewey dapat dibagi atas :
a. Kelas II divisi 1 : gigi anterior dalam keadaan protrusif, kadang-
kadang disebabkan karena kecilnya rahang bawah sehingga profil
paruh burung.
Symptom-symptom dari kelas II divisi I :
a. Gigi-gigi incisive atasnya protrusi.
b. Lengkungan gigi atas yang sempit, dan bentuk palatum yang
tinggi.
c. Perkembangan dari mandibula yang kurang.
d. Full mouth appearance
e. Overjet besar
f. Deepbite, gigi-gigi insisif RB mengenai palatum
g. Otot bibir hipotonus
h. Bibir atas pendek dan terangkat.
i. Sebagian gigi insisif RA terlihat
j. Bibir bawah terletak pada permukaan palatinal insisif RA
k. Sering bernapas melalui mulut.
l. Pertumbuhan transversal dan perkembangan gigi buruk.
m. Sulcus Mento labial dalam.
n. Mencacat muka (facial deformity).
o. Perkembangan rongga hidung tidak baik
b. Kelas II divisi 2 : gigi anterior seolah-olah normal tetapi terjadi
step bite (deep bite) dan profil seolah-olah normal.
Symptom-symptom dari kelas II divisi 2 :
a. Lengkung gigi bawah adalah dalam relasi distal seperti pada
divisi satu.
b. Lengkung gigi atas tidak begitu sempit.
c. Berjejal-jejal dari gigi incisive atas dan inklinasinya lebih ke
lingual (step bite).
d. Setengah dari bagian mesial gigi incisive lateral, menutupi
setengah bagian distal dari incisive central.
e. Otot bibir hipertonus
f. Deep bite.
g. Gigi-gigi Insisif 1RA mengenai gingiva labial insisif RB
h. Perkembangan dari mandibula hampir normal.
i. Tidak ada kebiasaan berbapas melalui mulut.
j. Pertumbuhan dalam jurusan transversal boleh dikatakan
normal.
k. Pertumbuhan ke arah vertikal buruk.
l. Bone stabilitynya tidak stabil.
m. Tidak begitu mencacat muka.
3. Kelas III maloklusi (Angle)
Adalah gigi-gigi dan lengkungan gigi bawah letaknya lebih mesial
dari pada normal dalam hubungannya dengan gigi-gigi dan
lengkungan gigi atas. Mesio-buccal cusp M1 atas letaknya lebih ke
distal dari pada buccal groove M1 bawah.
Ciri-ciri Maloklusi Kelas III Angle :
a. Ciri utama :
- Hubungan gigi molar kelas III
- Hubungan gigi kaninus kelas III
- Gigitan depan terbalik/bersilang/crossbite
b. Ciri khusus :
- Gigi anterior RA protrusi
- Gigi anterior RB retrusi
- Lengkung gigi bawah diastema
- Lengkung gigi atas diastema
- Variasi : gigi anterior bawah berjejal/crowding\
- Tidak terdapat diastema di lengkung gigi bawah
- Tidak terdapat diastema di lengkung gigi
Kelas III maloklusi dapat pula dibagi beberapa tipe, yakni :
a. Tipe 1: gigi anterior incisal dengan incisal (edge to edge).
b. Tipe 2: Hubungan gigi-gigi insisif RA dengan RB tampak normal.
Hubungan gigi insisif RB lebih condong ke lingual dibandingkan
tipe 1 disertai gigi-gigi insisif dan kaninus RB yang berjejal.
c. Tipe 3: Tipe ini merupakan gambaran khas mandibula yang besar.
Bentuk profil muka cekung, dagu menonjol ke depan dan gigitan
bersilang gigi anterior (cross bite anterior).
Kelas III maloklusi dapat disebabkan karena pertumbuhan yang
berlebihan dari mandibula. Lengkungan gigi bawah adalah lebih ke
mesial dibandingkan yang atas, Mesiobuccal cusp dari M1 atas
terletak pada buccal embrasure yang terletak antara M1 dan M2
bawah.
Kelas III maloklusi dapat pula oleh karena perkembangan dari
lengkungan gigi atas yang kurang dan perkembangan dari lengkungan
bawah yang berlebihan.
Kelas II dan Kelas III maloklusi, sifatnya sangat progresif, apabila
tidak cepat-cepat dirawat sewaktu usianya masih muda, maka makin
memburuk dan akan berkembang dento-facial deformity (cacat muka
dan gigi).
Maloklusi kelas III ini tidak banyak dijumpai, hal ini adalah
menguntungkan kita, sebab maloklusi ini prognosanya sering tidak
baik. Perawatannya sukar memberikan hasil yang memuaskan.
Mungkin pada pasien yang masih kecil kira-kira 7-8 tahun masih ada
harapan diperbaiki dengan menggunakan alat-alat orthodonti, dapat
pula dibantu dengan menggunakan apa yang disebut chin cap yang
berfungsi untuk menarik mandibula ke distal.
3.3.6. Poket pada gigi 11, 21
Hasil probing gigi 11, 21 pada permukaan labial lebih dari 3 mm.
Hal ini menunjukkan adanya kelainan periodontal, berupa poket. Poket
periodontal merupakan pendalaman sulkus gingiva secara patologi, yaitu
salah satu gejala klinik penyakit periodontal. Pendalaman sulkus gingiva
terjadi karena pergerakan coronal dari margin gingival, perpindahan
apikal dari perlekatan gingiva, atau pendalaman dapat juga terjadi karena
gabungan dari keduanya.
Klasifikasi Poket Periodontal:
a. Pseudo poket (Poket gingiva)
Poket ini terbentuk karena pembesaran gusi tanpa adanya
kerusakan jaringan periodontal di bawahnya. Pendalaman sulkus
terjadi karena bertambahnya ketebalan gusi.
b. Poket periodontal (absolute poket)
Poket ini terjadi disertai kerusakan jaringan periodontal yang
mendukungnya. Pendalaman poket yang progresif akan menyebabkan
destruksi jaringan periodontal pendukung, terjadinya kegoyangan dan
terlepasnya gigi. Ada dua tipe poket periodontal, yaitu :
Suprabony : dasar poket terletak di koronal tulang alveolar
Intrabony : dasar poket terletak apical dari puncak tulang alveolar
Gambar A. Poket gingiva. B. Poket suprabony. C. poket intrabony.
Hasil probing menunjukkan bahwa poket yang terjadi merupakan
pseudo poket yang disebabkan oleh pembesaran gingiva pada regio 11
dan 21.