case 2

53
BAB I PENDAHULUAN Sebelum melakukan tindakan perawatan, diperlukan seperangkat data yang lengkap tentang keadaan penderita dari hasil pemeriksaan. Terhadap data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan tersebut kemudian dilakukan analisis dengan berbagai macam metoda. Setelah itu baru dapat ditetapkan diagnosis, etiologi, perencanaan perawatan , macam dan desain alat yang akan dipergunakan selama perawatan serta memperkirakan prognosis pasien akibat perawatan yang dilakukan . Untuk dapat melakukan perawatan dengan baik dan benar, ada beberapa langkah perdahuluan yang harus diambil , antara lain : 1. Memberi penjelasan mengenai beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh pasien. 2. Identifikasi pasien

description

case 2

Transcript of case 2

Page 1: case 2

BAB I

PENDAHULUAN

Sebelum melakukan tindakan perawatan, diperlukan seperangkat data yang

lengkap tentang keadaan penderita dari hasil pemeriksaan. Terhadap data yang

diperoleh dari hasil pemeriksaan tersebut kemudian dilakukan analisis dengan

berbagai macam metoda. Setelah itu baru dapat ditetapkan diagnosis, etiologi,

perencanaan perawatan , macam dan desain alat yang akan dipergunakan selama

perawatan serta memperkirakan prognosis pasien akibat perawatan yang dilakukan .

Untuk dapat melakukan perawatan dengan baik dan benar, ada beberapa

langkah perdahuluan yang harus diambil , antara lain :

1. Memberi penjelasan mengenai beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh

pasien.

2. Identifikasi pasien

3. Anamnesis

4. Pemeriksaan klinis, baik pemeriksaan intraoral dan ekstraoral

5. Pembuatan studi model.

6. Analisis foto Rontgen.

7. Analisis foto profil dan foto muka (wajah).

8. Dilakukan tes-tes tertentu untuk kasus-kasus tertentu.

9. Penentuan diagnosis

10. Analisis etiologi

Page 2: case 2

11. Perencanaan perawatan

12. Pelaksanaan perawatan

13. Penentuan jenis dan desain alat ortodontik

14. Prognosis

Pada makalah ini akan dibahas mengenai keluhan utama pasien. Pemeriksaan

ekstraoral dan intraoral, analisis kasus pasien, dan diagnosa serta diagnosa

bandingnya. Pada akhir makalah ini juga akan dibahas mengenai rencana perawatan

terhadap pasien yang akan dilakukan serta prognosisnya.

Page 3: case 2

BAB II

TINJAUAN KASUS

2.1 Kasus Pasien

Pasien seorang ibu berusia 42 tahun, bernama Ny. Ina Christina, pekerjaan

seorang arsitek pengusaha property. Dia mengeluhkan penampilannya yang tidak

menarik karena gigi seri pertama atasnya yang terlihat pendek dan mengalami

keausan pada ujung giginya. Pasien juga mengeluh pada saat tersenyum gusinya

teralu banyak terlihat. Pasien menginginkan gigi dan gusinya untuk dirawat dan

diperbaiki agar memiliki senyum yang lebih menarik.

2.2 Anamnesis

Anamnesis adalah salah satu cara pengumpulan data status pasien yang

didapat dengan cara operator mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang

berhubungan dengan keadaan pasien

Pada saat anamnesis, biasanya ditanyakan hal-hal berikut: nama penderita,

alamat, pekerjaan, jenis kelamin, usia, keluhan utama, keluhan lainnya, riwayat

penyakit sistemik, dan riwayat mengenai perawatan dental yang pernah

dilakukan.

Dalam kasus ini didapatkan hasil dari anamnesa berupa:

a. Keluhan utama: penampilannya yang tidak menarik karena gigi seri pertama

atasnya yang terlihat pendek dan mengalami keausan pada ujung giginya

b. Keluhan tambahan: Saat tersenyum gusinya teralu banyak terlihat

Page 4: case 2

c. Riwayat Oral/ Dental: Beberapa belas tahun lalu pasien mengalami

kecelakaan sepeda motor. Gigi seri kedua kanan atas patah setengah

mahkota dan telah dirawat dan diperbaiki dengan mahkota jaket

porselen PFM, gigi seri pertama gigi kiri dan kanan mengalami patah

tepi incisal hanya melibatkan struktur email, telah dilakukan perbaikan

dengan tambalan sewarna gigi, karena bahan tambalnya sudah habis

dan lepas.

d. Riwayat Sistemik: Kondisi kesehatan baik

2.3 Pemeriksaan Klinis

2.3.1 Pemeriksaan Ekstraoral

Merupakan pemeriksaan yang dilakukan di daerah sekitar mulut

bagian luar. Pemeriksaan ekstraoral ini meliputi palpasi dan inspeksi.

Hal-hal yang diperiksa adalah penampilan umum, tonus kulit,

kesimetrisan wajah, pembengkakkan, dan perubahan warna. Daerah yang

diperiksa meliputi bibir, hidung, mata, telinga, wajah, kepala, dan leher.

Hal ini dilakukan untuk mendeteksi kelainan baik secara visual maupun

kelainan yang teraba saat palpasi.

Pada pemeriksaan ekstraoral, pasien terlihat sehat tidak tampak

kelainan pada wajahnya. TMJ dan pergerakan mandibula terlihat normal.

Page 5: case 2

2.3.2 Pemeriksaan Intraoral

Alat yang umum digunakan dalam pemeriksaan intraoral adalah kaca

mulut dan sonde. Pada pemeriksaan intraoral, dilakukan pemeriksaan

pada jaringan lunak dan keras mulut.

Pemeriksaan jaringan keras atau gigi-geligi dilakukan untuk melihat

adanya plak atau kalkulus, karies, restorasi, perubahan warna, fraktur,

mobilitas gigi, abrasi, erosi, atrisi, dan juga oklusi pasien.

Tes-tes yang umumnya digunakan untuk menentukan vital atau

tidaknya pulpa (vitalitester) adalah tes sondasi, termal, elektris, dan tes

bor. Sebelum tes-tes tersebut dilakukan, kavitas harus dibersihkan sampai

alas kavitas terlihat.

Pada jaringan lunak perlu diamati apakah ada pembengkakan baik

yang besar maupun kecil, menyebar maupun terlokalisir serta fistel dan

bentuk dari gingiva. Pemeriksaan jaringan lunak dapat dilakukan dengan

tes perkusi, tekanan, dan mobilitas.

Hasil pemeriksaan pada kasus ini yaitu:

a. Keadaan umum

Oral Hygiene sedang.

b. Status gigi

Terlihat atrisi tepi insisal struktur email gigi atas dan bawah

region 1.3-2.3, 3.3-4.3

c. Gingiva

Page 6: case 2

Untuk mengetahui apakah di ginggiva terdapat kelainan, salah

satunya dapat dilakukan dengan probing. Probing digunakan untuk

Mengukur kedalaman sulkus gusi normal dan poket periodontal.

Adapun kalibrasi skala pada probe adalah dalam milimeter. Dengan

ketentuan 1 garis probe = 1mm dan Klasifikasinya :

1 mm à Gingivitis ringan

2-3 mm à Gingivitis sedang

>3 mm à Kelainan Periodontal

>5mm à Periodontal berat

Dalam kasus II ini, saat diprobing gigi 1.1, 2.1 pada permukaan

labial 3mm. Pada saat tersenyum gusi terlihat lebih banyak sehingga

gigi terlihat lebih pendek.

Keterangan gambar:

1. Pada poket gusi (pembesaran gusi)

2. Pada poket periodontal (hilangnya perlekatan)

3. Poket periodontal dan resesi

Page 7: case 2

d. Oklusi

Deep bite/steep bite.

2.4 Analisis Kasus

2.4.1 Analisis Radiologis

Regio 1 :

- 1.2 Post-Endo

- 1.4 terdapat restorasi amalgam

- 1.5 terdapat restorasi amalgam

- 1.6 terdapat restorasi amalgam

Regio 2 :

- 2.5 terdapat restorasi amalgam

- 2.6 terdapat restorasi amalgam

Regio 3 :

- 3.7 terdapat restorasi amalgam

- 3.8 terdapat restorasi amalgam

Page 8: case 2

Regio 4 :

- 4.7 terdapat restorasi amalgam

- 4.8 terdapat restorasi amalgam

2.4.2 Analisis Model

Pemeriksaan secara klinis belum lengkap untuk memberikan data

yang dibutuhkan untuk suatu perawatan. Disamping karena terbatasnya

waktu pemeriksaan, bagian-bagian yang tidak bisa diamati secara teliti

secara klinis. Banyak pengukuran yang tidak bisa dilakukan secara

langsung pada pasien. Untuk itu diperlukan model cetakan gigi dan

rahang sebagai model studi.

Untuk mendapatkan model studi dilakukan pencetakan rahang atas

dan rahang bawah pasien, pembuatan gigitan sentrik (centric occlusal

record), dan boxing model cetakan.

Pada kasus ini terlihat adanya deep bite anterior atau steep bite. Deep

bite adalah suatu keadaan dimana jarak menutupnya bagian insisal

insisivus maksila terhadap insisal insisivus mandibula dalam arah vertikal

melebihi 2 - 3 mm.

Page 9: case 2

Pada kasus deep bite, gigi posterior sering linguoversi atau miring ke

mesial dan insisivus mandibula sering berjejal, linguo versi, dan supra

oklusi.

2.4.3 Analisis Fotografi

Pada foto terlihat adanya atrisi tepi insisal, struktur email gigi regio

1.3-2.3 dan 3.3.-4.3 dan juga malposisi gigi 1.3 (mesioversi). Dari foto

juga dapat terlihat bahwa pasien mengalami gummy smile. Selain itu

pasien juga mengalami deep bite atau steep bite.

Page 10: case 2

BAB III

ANALISIS KASUS

3.3 Diagnosis

3.3.1 Gummy smile

3.3.1.1. Definisi

Berdasarkan posisi bibir atas terhadap banyaknya

gingival dan mahkota klinis gigi anterior maksila yang terlihat,

maka bentuk senyum dikelompokkan menjadi 3 tipe yaitu bentuk

senyum dengan garis bibir rendah, bentuk senyum dengan garis

bibir sedang/menengah dan bentuk senyum dengan garis bibir

tinggi.

Gummy smile adalah penampakan gingival yang

berlebihan ketika seseorang tersenyum atau pada saat berbicara.

Berdasarkan tipenya, pasien yang memiliki gummy smile

mempunyai bentuk senyum dengan garis bibir tinggi, sehingga

Page 11: case 2

gingival terlihat berlebihan (>2mm) dan panjang mahkota klinis

gigi terlihat secara keseluruhan sewaktu tersenyum.

3.3.1.2. Etiologi

Selain disebabkan oleh deformasi skeletal (pertumbuhan

maksila yang berlebihan) dan deformasi jaringan lunak yang

menyebabkan bibir atas pendek, gummy smile juga disebabkan

oleh perubahan erupsi pasif gingiva dan malposisi gigi.

a. Pertumbuhan Maksila yang Berlebihan

Pertumbuhan maksila yang berlebihan pada penderita

gummy smile seringkali merupakan akibat dari kelainan

skeletal seperti pertumbuhan hyperplasia basis skeletal

maksila. Kelainan ini mengakibatkan posisi gigi menjadi lebih

jauh dari basis skeletal maksila dan terlihatnya gingiva di

bawah batas inferior bibir atas.

Pertumbuahn maksila berlebih biasanya berhubungan

dengan beberapa karakteristik dental dan fasial antara lain:

tinggi wajah bawah meningkat, open bite, profil wajah

cembung, dan celah interlabial yang berlebihan. Dalam kasus

ini, dijumpai pertumbuhan yang lebih banyak di bagian

posterior, dengan gigi posterior maksila berada pada posisi

inferiror dan incisivus pada posisi vertikal normal. Bibir yang

Page 12: case 2

inkompeten atau keadaan bibir yang lemah pada waktu

istirahat lebih sering terjadi pada kasus ini, oleh karena

adanya peningkatan tinggi vertikal wajah bawah dan bibir

bertemu secara vertikal.

Pada sefalometri, pertumbuhan vertikal maksila

dibentuk oleh peningkatan tinggi wajah bawah anterior dan

sudut bidang mandibula yang curam. Seperti defisiensi

mandibula, pertumbuhan ini dikarakteristikan dengan

peningkatan sudut ANB, SNA normal dan penurunan sudut

SNB, penurunan sudut konveksitas serta overjet.

Pertumbuhan vertikal maksila yang berlebihan dapat

menyebabkan terlihatnya gingiva secara berlebihan, dan untuk

mendiagnosa hal tersebut klinisi harus mengevaluasi proporsi

wajah sehingga perawatan yang akan dilakukan dapat

ditentukan.

Proporsi wajah yang ideal dibagi dalam 3 bagian

yang sama dari ujung rambut ke alis, dari alis ke basis hidung

dan dari basis hidung ke dagu. Jika 1/3 wajah bawah lebih

panjang dari segmen yang lain dan panjang bibir atas secara

vertikal normal (18-21 mm), maka gummy smile harus

dirawat dengan dengan bedah ortognatik dan ortodontik.

Page 13: case 2

b. Bibir Atas Pendek

Bibir adalah salah satu komponen jaringan lunak

wajah dan merupakan bagian penting yang berpengaruh

secara langsung terhadap profil wajah. Adanya bibir atas yang

pendek merupakan hal yang kurang menguntungkan

dipandang dari segi stabilitas dan estetis terutama bila wajah

dipandang dari depan. Pada bibir yang inkompeten dapat

dilihat bahwa bibir atas yng pendek berhubungan dengan

kurangnya otot-otot wajah dan mandibula. Pasien dengan

celah interlabial yang besar kemungkinan disebabkan oleh

bibir atas yang pendek dan atau pertumbuhan vertikal maksila

yang berlebihan.

Bibir atas menunjukkan peningkatan yang tajam

dalam panjang pada umur 1-3 tahun, tetapi pertumbuhan

secara perlahan-lahan berkurang antara umur 3-6 tahun dan

secara progresif meningkat samapai umur 15 tahun, kemudian

pertumbuhan vertikal bibir kembali menurun. Celah

interlabial pada waktu istirahat biasanya terjadi dalam masa

pertumbuhan dewasa. Vig dan Coheb menyimpulkan bahwa

pertumbuhan vertikal wajah (tinggi wajah anterior bawah) dan

dentoalveoar pada masa remaja yang terjadi antara umur 14-

Page 14: case 2

20 tahun akan berakhir sebelum pertumbuhan vertikal bibir

selesai. Bibir atas dan bawah lebih bertambah

pertumbuhannya dibanding pertumbuhan wajah bawah. Pada

anak umur 6-8 tahun, bibir yang inkompeten berhubungan

dengan bibir atas yang pendek dan dapat terkoreksi sendiri

hingga umur 16 tahun. Panjang normal subnasal ke inferior

bibir atas adalah 19-22 mm. Secara anatomi bibir atas yang

pendek (18 mm atau kurang), biasanya disertai dengan

pertamabahan celah interlabial, insisivus terlihat pada posisi

istirahat, tetapi tinggi wajah dalam ukuran normal. Keadaan

ini harus diketahui sebagai masalah jaringan lunak dan tidak

boleh dirawat dengan pemendekan maksila yang berlebihan.

c. Perubahan Erupsi Pasif Gingiva

Perubahan erupsi pasif gingiva merupakan sebuah

penyimpangan dalam perkembangan normal erupsi gigi,

karena sebagian besar anatomi mahkota gigi yang ada ditutupi

oleh gingiva. Hal ini menunjukkan perkembangan yang tidak

harmonis pada dentofasial karena;

- Jaringan gingiva yang letaknya lebih ke koronal gigi

menghasilkan gambaran gigi yang tidak menarik, sehingga

Page 15: case 2

terlihat bentuk gigi yang persegi dan bukan bentuk gigi

yang ovoid atau clips yang lebih menarik.

- Jaringan lunak yang meluas terlihat di bawah batas inferior

bibir atas cenderung tidak memperlihatkan garis senyum

sedang/menengah yang potensial.

Sebagai parameter yang tepat untuk melihat erupsi

pasif gingiva adalah dengan melihat lebar biologik yang

terdiri dari dasar sulkus, epitel penyatu dan jaringan konektif.

Dimensi rata-rata dari lebar biologik adalah 2,7-3mm dengan

perbandingan +- 1 mm untuk epitel penyatu, 1 mm untuk

jaringan konektif dan 1 mm untuk dasar sulkus.

Apabila gigi telihat menjadi pendek dan lebar, hal ini

berarti dimensi vertikal lebih pendek dibandingkan dimensi

horizontal, gummy smile mungkin berkaitan dengan erupsi

pasif gingiva. Ketika gigi erupsi secara normal, margin

gingiva migrasi ke apikal pada level 1 mm dari koronal ke

Cemento Enamel Junction (CEJ). Pada penderita gummy

smile hal ini tidak terjadi. Untuk mendiagnosa hal ini sulkus

di probing dan jika gingiva tebal, fibrotik dan tidak

terinflamasi serta kedalaman probing adalah 3-4 mm pada

batas CEJ, maka untuk mengembalikannya ke posisi semula

dianjurkan dengan pemanjangan mahkota klinis.

Page 16: case 2

d. Malposisi Gigi

Gummy smile dapat juga disebabkan oleh malposisi

gigi, tetapi ini merupakan penyebab yang paling sedikit dari

antara ketiga etiologi sebelumnya. Malposisi yang paling

sering terjadi adalah protrusi gigi anterior maksila

dihubungkan dengan bibir yang inkompeten, dimana ujung

atau seluruh permukaan insisivus maksila di sebelah labial

terbuka sehingga gigi ini tidak atau kurang mendapat tahanan

di sebelah labial dan menyebabkan gigi tersebut lebih

terdorong ke labial (protrusi). Keadaan ini juga biasanya

disertai dengan maloklusi kelas II yang mengakibatkan

terlihatnya gingiva yang luas karena posisi inferior dari

mahkota insisivus maksila lebih ke labial.

3.3.1.3. Tipe Gummy Smile

Gummy smile diklasifikasikan menurut jumlah jaringan

gusi yang menutupi struktur gigi ketika tersenyum. Jumlah ini

dapat diukur dengan menghitung panjang gigi. Klasifikasi gummy

smile terdiri dari mild, moderate, advanced dan severe gummy

smile.

a. Mild Gummy Smile

Page 17: case 2

Jaringan gusi yang terlihat kurang dari 25% kali panjangnya

dari keseluruhan panjang gigi yang terlihat ketika tersenyum.

Mild Gummy Smile

(gummysmilecorrection.com)

b. Moderate Gummy Smile

Jaringan gusi yang terlihat 25% - 50% kali panjangnya dari

keseluruhan panjang gigi yang terlihat ketika tersenyum.

Moderate Gummy Smile

(gummysmilecorrection.com)

c. Advanced Gummy Smile

Jaringan gusi yang terlihat 50% - 100% kali panjangnya dari

keseluruhan panjang gigi yang terlihat ketika tersenyum.

Page 18: case 2

Advanced Gummy Smile

(gummysmilecorrection.com)

d. Severe Gummy Smile

Jaringan gusi yang terlihat lebih dari 100% kali panjangnya

dari keseluruhan panjang gigi yang terlihat ketika tersenyum.

Severe Gummy Smile

(gummysmilecorrection.com)

3.3.2 Malposisi gigi 1.3 (mesioversi)

mesioversi

Page 19: case 2

Malposisi Gigi adalah letak gigi yang tidak benar. Pada kasus ini,

gigi 1.3 mengalami malposisi mesioversi karena posisi gigi caninusnya

lebih condong ke mesial. Berikut ini adalah beberapa macam malposisi

gigi:

a. Mesioversi : posisi gigi condong ke mesial

b. Distoversi : posisi gigi condong ke distal

c. Linguoversi : posisi gigi yang condong ke lingual

d. Palatoversi: posisi gigi yang condong ke palatal

Mesioversi

Distoversi

Linguoversi

Page 20: case 2

e. Bukoversi: posisi gigi yang condong ke bukal

f. Labioversi : posisi gigi yang condong ke labial

g. Infraversi/ infraklusi/ intrusi : posisi gigi yang tidak mencapai bidang

oklusi

Palatoversi-Bukoversi

Labioversi

Page 21: case 2

h. Supraversi/ Supraklusi/ Ekstrusi : posisi gigi yang melewati bidang

oklusi

i. Torsiversi/ Rotasi : posisi gigi yang terputar melalui sumbu panjang

gigi

f. Transversi: posisi gigi yang bertukar tempat (misalnya C dengan P1)

torsiversi/ rotasi

Page 22: case 2

atrisi

3.3.3 Atrisi gigi 13-23 dan 3.3-3.4

Pada kasus ini terlihat adanya atrisi tepi insisal struktur email gigi

atas dan bawah regio 1.3-2.3 dan 3.3-4.3. Menurut klasifikasi Ellis,

tersmasuk dalam kelas 1 karena hanya mengenai email. Atrisi ini

menyebabkan oklusi pasien menjadi deep bite.

Atrisi adalah aus fisiologis dari substansi gigi akibat kontak gigi ke

gigi seperti saat mastikasi. Atrisi banyak terlihat pada permukaan oklusal

dan incisal, pertama kali terlihat sebagai facet halus yang kecil, dan

kemudian terjadi pendataran permukaan oklusal. Aus juga bisa terjadi

pada permukaan interproksimal sebagai akibat pergerakan horizontal dan

vertical kecil dari gigi selama berfungsi. Jika terdapat aus atrisi pada gigi

posterior, maka gigi tersebut berada pada interference dengan

penempatan TMJs secara lengkap dan atau dengan anterior guidance.

transversi

Page 23: case 2

Kelainan TMJ intracapsular mengakibatkan pemendekan ketinggian

ramus sehingga menempatkan molar pada interference dan mempunyai

keausan.

3.3.4 Gigi 1.1 dan 2.1 klas I (klasifikasi fraktur gigi menurut Ellis)

Pada gigi seri pertama kiri dan kanan atas mengalami patah tepi

incisal yang hanya melibatkan struktur email, sehingga dapat

diklasifikasikan ke dalam klas I menurut Klasifikasi Ellis.

Berikut ini adalah Klasifikasi fraktur Gigi menurut Ellis:

- Klas I : Tidak ada fraktur atau fraktur mengenai email dengan atau

tanpa memakai perubahan tempat

- Klas II : Fraktur mengenai dentin dan belum mengenai pulpa dengan

atau tanpa memakai perubahan tempat.

- Klas III : Fraktur mahkota dengan pulpa terbuka dengan atau tanpa

perubahan tempat

- Klas IV : Gigi mengalami trauma sehingga gigi menjadi non vital

dengan atau tanpa hilangnya struktur mahkota

- Klas V : Hilangnya gigi sebagai akibat trauma

- Klas VI : Fraktur akar dengan atau tanpa hilangnya struktur mahkota

- Klas VII : Perpindahan gigi atau tanpa fraktur mahkota atau akar gigi

- Klas VIII : Fraktur mahkota sampai akar

- Klas IX : Fraktur pada gigi desidui

Page 24: case 2

Fraktur gigi kelas I, II, dan III menurut ellis:

- Fraktur gigi ellis kelas I merupakan fraktur pada enamel saja (bagian

luar gigi). Hal ini jarang menyakitkan, dan bukan merupakan benar-

benar darurat. Seringkali ini dapat diatasi dengan mengisi atau hanya

perataan permukaan kasar.

- Fraktur gigi ellis kelas II merupakan fraktur enamel maupun

dentin. Mereka ditandai dengan adanya warna kuning atau merah

muda pada dentin. Tergantung pada jumlah sakit atau trauma pasien,

ini mungkin atau tidak mungkin memerlukan perawatan muncul.

- Fraktur gigi ellis kelas III merupakan fraktur mengekspos saraf,

memerlukan perawatan segera. Situs yang patah tulang akan memiliki

semburat kemerahan atau akan menunjukkan perdarahan. Dalam

fraktur kelas III Ellis gigi, paparan ujung saraf pulp bisa

menyebabkan rasa sakit yang hebat - bahkan jika terkena hanya untuk

Page 25: case 2

udara. Paparan dari pulp dalam jenis patahan pada akhirnya akan

menyebabkan nekrosis pulpa dari infeksi bakteri, jika tidak ditangani.

3.3.5 Maloklusi klas 2 divisi 2 (deep bite/steep bite) klasifikasi Angle

Maloklusi adalah bentuk hubungan rahang atas dan bawah yang

menyimpang dari bentuk standar yang diterima sebagai bentuk yang

normal, maloklusi dapat disebabkan karena tidak ada keseimbangan

dentofasial.

Keseimbangan dentofasial ini tidak disebabkan oleh satu faktor

saja, tetapi beberapa faktor saling mempengaruhi. Faktor-faktor yang

mempengaruhi adalah keturunan, lingkungan, pertumbuhan dan

perkembangan, etnik, fungsional, patologi.

Etiologi maloklusi dibagi atas dua golongan yaitu faktor luar atau

faktor umum dan faktor dalam atau faktor lokal. Hal yang termasuk

faktor luar yaitu herediter, kelainan kongenital, perkembangan atau

pertumbuhan yang salah pada masa prenatal dan posnatal, malnutrisi,

kebiasaan jelek, sikap tubuh, trauma, dan penyakit-penyakit dan keadaan

metabolik yang menyebabkan adanya predisposisi ke arah maloklusi

seperti ketidakseimbangan kelenjar endokrin, gangguan metabolis,

penyakit-penyakit infeksi.

Page 26: case 2

Hal yang termasuk faktor dalam adalah anomali jumlah gigi

seperti adanya gigi berlebihan (dens supernumeralis) atau tidak adanya

gigi (anodontis), anomali ukuran gigi, anomali bentuk gigi, frenulum

labii yang abnormal, kehilangan dini gigi desidui, persistensi gigi desidui,

jalan erupsi abnormal, ankylosis dan karies gigi.

Klasifikasi dari maloklusi dirumuskan oleh Dr.E.H.Angle.

Seorang perintis orthodonti yang terkenal, pada tahun 1898. beliau

menentukan klasifikasi dari maloklusi ini berdasarkan hubungan antara

gigi molar pertama tetap di rahang atas dan gigi molar pertama tetap di

rahang bawah. Inilah gigi M1 itu dipakai sebagai ”fixed point” = ”land

mark” sebab menurut anggapannya kedudukan dari M1 ini adalah yang

paling stabil, jarang berubah kedudukannya seperti gigi-gigi yang lain,

karena M1 ini ditunjang atau tertanam di dalam tulang zygomaticus yang

kuat sekali.

Suatu tulang yang kuat sekali menurun dari tulang zygomaticus,

menuju ke processus alveolaris, melingkupi akar-akar dari M1 atas, ridge

ini terletak langsung diatas akar mesio-buccal dari M1 atas. Hal ini oleh

Dr.Atkinson dinamakan ”Key ridge”.

Klasifikasi dari Dr.Angle ini sangat populer, dan mudah

dimengerti karena sederhana, tapi Dr.Angle mendapat banyak kritikan-

Page 27: case 2

kritikan dari orthodontis yang lain, karena Dr.Angle hanya mendasarkan

maloklusi ini atas hubungan antara M1 atas dan M1 bawah, padahal kita

mengetahui bahwa kedudukan gigi itu tidak stabil, melainkan berubah-

ubah dan sangat bervariasi.

Dr.Angle membagi maloklusi itu atas 3 kelas, yakni :

1. Kelas I maloklusi (Angle)

Adalah lengkungan gigi atas dan bawah mempunyai hubungan

mesio-distal yang normal. Dimana mesio-buccal cusp dari M1 atas

terletak di buccal groove M1 bawah, dan mesio palatal cusp dari M1

atas terletak di central fossa M1 bawah, disto buccal cusp dari M1

atas terletak diantara embrassure M1 dan M2 bawah. Letaknya gigi C

atas interlock antara C bawah dan P mesial bawah.

Oleh Dr.Martin Dewey, maka kelas I maloklusi dari Angle dibagi

atas beberapa tipe, yakni :

Tipe 1:Gigi-gigi incisive berjejal-jejal (crowding) dan gigi caninus

sering terletak di labial.

Page 28: case 2

Tipe 2: Protrusi atau labioversi dari incisive atas.

Tipe 3: Satu atau lebih dari satu gigi incisive atas adalah lebih ke arah

lingual terhadap gigi incisive bawah (cross bite gigi

depan/anterior cross bite).

Tipe 4: Cross bite pada gigi-gigi molar atau premolar (posterior cross

bite).

Tipe 5: Mesial drifting dari molar yang disebabkan karena tanggalnya

gigi depannya.

2. Kelas II maloklusi (Angle)

Adalah gigi-gigi dan lengkungan gigi bawah letaknya lebih distal dari

pada keadaan normal dalam hubungannya dengan gigi-gigi dan

lengkungan gigi dirahang atas. Mesio buccal cusp dari M1 atas

letaknya lebih ke mesial dari buccal groove M1 bawah.

Kelas II maloklusi Angle, menurut Dewey dapat dibagi atas :

a. Kelas II divisi 1 : gigi anterior dalam keadaan protrusif, kadang-

kadang disebabkan karena kecilnya rahang bawah sehingga profil

paruh burung.

Page 29: case 2

Symptom-symptom dari kelas II divisi I :

a. Gigi-gigi incisive atasnya protrusi.

b. Lengkungan gigi atas yang sempit, dan bentuk palatum yang

tinggi.

c. Perkembangan dari mandibula yang kurang.

d. Full mouth appearance

e. Overjet besar

f. Deepbite, gigi-gigi insisif RB mengenai palatum

g. Otot bibir hipotonus

h. Bibir atas pendek dan terangkat.

i. Sebagian gigi insisif RA terlihat

j. Bibir bawah terletak pada permukaan palatinal insisif RA

k. Sering bernapas melalui mulut.

l. Pertumbuhan transversal dan perkembangan gigi buruk.

m. Sulcus Mento labial dalam.

n. Mencacat muka (facial deformity).

o. Perkembangan rongga hidung tidak baik

Page 30: case 2

b. Kelas II divisi 2 : gigi anterior seolah-olah normal tetapi terjadi

step bite (deep bite) dan profil seolah-olah normal.

Symptom-symptom dari kelas II divisi 2 :

a. Lengkung gigi bawah adalah dalam relasi distal seperti pada

divisi satu.

b. Lengkung gigi atas tidak begitu sempit.

c. Berjejal-jejal dari gigi incisive atas dan inklinasinya lebih ke

lingual (step bite).

d. Setengah dari bagian mesial gigi incisive lateral, menutupi

setengah bagian distal dari incisive central.

e. Otot bibir hipertonus

f. Deep bite.

g. Gigi-gigi Insisif 1RA mengenai gingiva labial insisif RB

h. Perkembangan dari mandibula hampir normal.

i. Tidak ada kebiasaan berbapas melalui mulut.

Page 31: case 2

j. Pertumbuhan dalam jurusan transversal boleh dikatakan

normal.

k. Pertumbuhan ke arah vertikal buruk.

l. Bone stabilitynya tidak stabil.

m. Tidak begitu mencacat muka.

3. Kelas III maloklusi (Angle)

Adalah gigi-gigi dan lengkungan gigi bawah letaknya lebih mesial

dari pada normal dalam hubungannya dengan gigi-gigi dan

lengkungan gigi atas. Mesio-buccal cusp M1 atas letaknya lebih ke

distal dari pada buccal groove M1 bawah.

Ciri-ciri Maloklusi Kelas III Angle :

a. Ciri utama :

- Hubungan gigi molar kelas III

- Hubungan gigi kaninus kelas III

- Gigitan depan terbalik/bersilang/crossbite

b. Ciri khusus :

Page 32: case 2

- Gigi anterior RA protrusi

- Gigi anterior RB retrusi

- Lengkung gigi bawah diastema

- Lengkung gigi atas diastema

- Variasi : gigi anterior bawah berjejal/crowding\

- Tidak terdapat diastema di lengkung gigi bawah

- Tidak terdapat diastema di lengkung gigi

Kelas III maloklusi dapat pula dibagi beberapa tipe, yakni :

a. Tipe 1: gigi anterior incisal dengan incisal (edge to edge).

b. Tipe 2: Hubungan gigi-gigi insisif RA dengan RB tampak normal.

Hubungan gigi insisif RB lebih condong ke lingual dibandingkan

tipe 1 disertai gigi-gigi insisif dan kaninus RB yang berjejal.

c. Tipe 3: Tipe ini merupakan gambaran khas mandibula yang besar.

Bentuk profil muka cekung, dagu menonjol ke depan dan gigitan

bersilang gigi anterior (cross bite anterior).

Kelas III maloklusi dapat disebabkan karena pertumbuhan yang

berlebihan dari mandibula. Lengkungan gigi bawah adalah lebih ke

mesial dibandingkan yang atas, Mesiobuccal cusp dari M1 atas

Page 33: case 2

terletak pada buccal embrasure yang terletak antara M1 dan M2

bawah.

Kelas III maloklusi dapat pula oleh karena perkembangan dari

lengkungan gigi atas yang kurang dan perkembangan dari lengkungan

bawah yang berlebihan.

Kelas II dan Kelas III maloklusi, sifatnya sangat progresif, apabila

tidak cepat-cepat dirawat sewaktu usianya masih muda, maka makin

memburuk dan akan berkembang dento-facial deformity (cacat muka

dan gigi).

Maloklusi kelas III ini tidak banyak dijumpai, hal ini adalah

menguntungkan kita, sebab maloklusi ini prognosanya sering tidak

baik. Perawatannya sukar memberikan hasil yang memuaskan.

Mungkin pada pasien yang masih kecil kira-kira 7-8 tahun masih ada

harapan diperbaiki dengan menggunakan alat-alat orthodonti, dapat

pula dibantu dengan menggunakan apa yang disebut chin cap yang

berfungsi untuk menarik mandibula ke distal.

3.3.6. Poket pada gigi 11, 21

Hasil probing gigi 11, 21 pada permukaan labial lebih dari 3 mm.

Hal ini menunjukkan adanya kelainan periodontal, berupa poket. Poket

Page 34: case 2

periodontal merupakan pendalaman sulkus gingiva secara patologi, yaitu

salah satu gejala klinik penyakit periodontal. Pendalaman sulkus gingiva

terjadi karena pergerakan coronal dari margin gingival, perpindahan

apikal dari perlekatan gingiva, atau pendalaman dapat juga terjadi karena

gabungan dari keduanya.

Klasifikasi Poket Periodontal:

a. Pseudo poket (Poket gingiva)

Poket ini terbentuk karena pembesaran gusi tanpa adanya

kerusakan jaringan periodontal di bawahnya. Pendalaman sulkus

terjadi karena bertambahnya ketebalan gusi.

b. Poket periodontal (absolute poket)

Poket ini terjadi disertai kerusakan jaringan periodontal yang

mendukungnya. Pendalaman poket yang progresif akan menyebabkan

destruksi jaringan periodontal pendukung, terjadinya kegoyangan dan

terlepasnya gigi. Ada dua tipe poket periodontal, yaitu :

Suprabony : dasar poket terletak di koronal tulang alveolar

Intrabony : dasar poket terletak apical dari puncak tulang alveolar

Page 35: case 2

Gambar A. Poket gingiva. B. Poket suprabony. C. poket intrabony.

Hasil probing menunjukkan bahwa poket yang terjadi merupakan

pseudo poket yang disebabkan oleh pembesaran gingiva pada regio 11

dan 21.