CASE 2 Leptospirosis

download CASE 2 Leptospirosis

of 18

description

Materi kasus Leptospirosis

Transcript of CASE 2 Leptospirosis

CASE 2LEPTOSPIROSISProblems:

Seorang pria berusia 23 tahun datang dengan demam selama 15 hari, menggigil, dan rigor

Headache, vomiting, abdominal pain, dan myalgia khususnya pada betis

Generalised bodyache tidak berespon terhadap analgesic

Peningkatan drowsiness, yang mengakibatkan perubahan sensorium

Jaundice, ocular hyperemia, dan penurunan output urinHipotesis:

1. Malaria

2. Aseptic Meningitis

3. Acute Viral Hepatitis (A,B,C,D, dan E)

4. Typhoid fever

5. AKI

6. Infectious Mononucleosis

7. Leptospirosis1. Patofisiologi dari Jaundice dan Tipe2 Hyperbilirubinemia

Bilirubin tidak terkonjugasi dan bilirubin glucoronide bisa terakumulasi secara sistemik dan menumpuk di jaringan, menyebabkan peningkatan perubahan warna kuning dari jaundice. Keadaan ini terutama terbukti pada menguningnya sclera (icterus). Terdapat dua perbedaan patofisiologis penting antara dua bentuk dari bilirubin.Bilirubin tidak terkonjugasi sebenarnya tidak larut dalam air pada pH fisiologis dan berikatan erat dengan serum albumin. Bilirubin bentuk ini tidak dapat diekskresi pada urin bahkan ketika level darah tinggi. Normalnya, bilirubin tidak terkonjugasi dalam jumlah yang sangat kecil ditemukan dalam plasma sebagai anion bebas albumin (albumin-free anion). Fraksi bilirubin tidak terikat ini bisa menyebar ke jaringan, terutama otak pada infant, dan menyebabkan toxic injury. Fraksi plasma tidak terikat bisa meningkat pada penyakit hemolysis parah atau ketika obat-obat pengikat protein (protein-binding drugs) menggantikan bilirubin dari albumin. Oleh karena itu, penyakit hemolysis pada bayi baru lahir (erythroblastosis fetalis) bisa menyebabkan akumulasi dari bilirubin tidak terkonjugasi pada otak, yang dapat menyebabkan kerusakan neurologis parah, mengarah ke kernicterus.

Sebaliknya, bilirubin terkonjugasi bersifat larut air, nontoxic, dan hanya berikatan secara longgar dengan albumin, kelebihan bilirubin terkonjugasi pada plasma bisa diekskresi pada urin. Dengan adanya hiperbilirubinemia terkonjugasi yang berkepanjangan (prolonged conjugated hyperbilirubinemia), sebagian pigmen yang bersirkulasi bisa menjadi berikatan covalent dengan albumin (the delta fraction).

Pada orang dewasa normal, level bilirubin serum bervariasi antara 0,3 sampa 1,2 mg/dL, dan kecepatan produksi bilirubin sistemik sama dengan kecepatan hepatic uptake, konjugasi, dan ekskresi biliaris. Jaundice menjadi nyata ketika level bilirubin serum meningkat di atas 2,0 sampai 2,5 mg/dL; level setinggi 30 sampai 40 mg/dL bisa terjadi pada penyakit parah.

Jaundice terjadi ketika keseimbangan antara produksi dan clearance bilirubin terganggu oleh satu atau lebih dari mekanisme berikut :

(1) Produksi bilirubin yang berlebihan

(2) Penurunan hepatocyte uptake

(3) Konjugasi terganggu

(4) Penurunan ekskresi hepatocellular, dan

(5) Aliran empedu terganggu (baik intrahepatik maupun ekstrahepatik).

Tiga mekanisme pertama menyebabkan hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi, dan dua mekanisme terakhir menyebabkan hiperbilirubinemia terkonjugasi. Lebih dari satu mekanisme bisa menyebabkan jaundice, terutama hepatitis, yang dapat menyebabkan hiperbilirubinemia terkonjugasi dan tidak terkonjugasi. Secara umum, bagaimanapun, jika satu mekanisme menonjol, pengetahuan dari bentuk mayor bilirubin plasma berguna untuk mengevaluasi penyebab yang mungkin dari hiperbilirubinemia.2. Metabolisme dan Ekskresi Empedu dan Bilirubin

Empedu

Empedu terbentuk dari garam empedu, pigmen empedu, dan substansi lain yang terlarut dalam larutan elektrolit alkaline yang mirip dengan getah pankreas. Sekitar 500 mL empedu disekresi tiap hari. Sebagian komponen empedu direabsorbsi di usus dan kemudian diekskresi kembali oleh hati (sirkulasi enterohepatik).

Komposisi Empedu Ductus Hepaticus Manusia

Air97 %

Garam Empedu0,7 %

Pigmen Empedu0,2 %

Kolesterol0,06 %

Garam Inorganik0,7 %

Asam Lemak0,15 %

Lecithin0,1 %

Lemak0,1 %

Alkaline Phosphatase. . .

Glukoronida dalam pigmen empedu, yaitu bilirubin dan biliverdin, membuat empedu menjadi berwarna kuning keemasan.

Garam empedu adalah garam natrium dan kalium dari asam empedu, dan semua yang disekresikan ke dalam empedu dikonjugasikan dengan glisin atau taurin, yang merupakan turunan dari sistein. Asam empedu disintesis dari kolesterol. Empat asam empedu yang ditemukan pada manusia tercantum di bawah ini. Bersama dengan vitamin D, kolesterol, berbagai hormon steroid, dan digitalis glycoside, asam empedu mengandung nucleus cyclopentanoperhydrophenanthrene.

Dua asam empedu utama (primer) yang terbentuk di hati adalah asam kolat dan asam kenodeoksikolat. Di colon, bakteri mengubah asam kolat menjadi asam deoksikolat dan asam kenodeoksikolat menjadi asam litokolat. Karena terbentuk dari kerja bakteri, asam deoksikolat dan asam litokolat disebut asam empedu sekunder.

Garam empedu mempunyai sejumlah aksi penting. Garam ini menurunkan tegangan permukaan dan, bersama dengan fosfolipid dan monogliserida, berperan dalam emulsifikasi lemak sebagai persiapan untuk pencernaan dan absorbsi lemak di usus halus. Garam ini bersifat amfipatik, yaitu memiliki domain hidrofilik dan hidrofobik; salah satu permukaan molekul bersifat hidrofilik karena ikatan peptida polar dan gugus karboksil dan hidroksil berada di permukaan tersebut, sedangkan permukaan lain bersifat hidrofobik. Dengan demikian, garam empedu cenderung membentuk lempeng silindris yang disebut misel.

Bagian hidrofilik misel menghadap ke luardan bagian hidrofobiknya menghadap ke dalam. Di atas konsentrasi tertentu yang disebut konsentrasi kritis misel, semua garam empedu yang ditambahkan ke dalam larutan akan membentuk misel. Lemak berkumpul di dalam misel, dengan kolesterol di pusat hidrofobik dan fosfolipid amfipatik serta monogliserida yang berjajar dengan ujung hidrofilik di bagian luar dan ekor hidrofobiknya di bagian tengah. Misel berperan penting untuk mempertahankan lemak dalam larutan dan membawanya ke brush border sel epitel usus, tempat lemak tersebut diserap.

90 sampai 95% garam empedu diabsorbsi dari usus halus. Sebagian diabsorbsi melalui difusi nonionik, tapi sebagian besar diabsorbsi dari ileum terminal oleh suatu sistem kotranspor Na+ -garam empedu yang sangat efisien dan dijalankan oleh Na+-K+-ATPase basolateral. Salah satu kotransporter Na+ -garam empedu yang berperan pada sitem transpor aktif sekunder ini telah berhasil diklon, dan terdapat bukti bahwa setidaknya terdapat satu kotransporter lain. Sisa garam empedu sebesar 5-10% masuk ke dalam colon dan diubah menjadi garam asam deoksikolat dan asam litokolat. Litokolat relatif tidak larut dan sebagian besar dieksresikan dalam feses; hanya 1% yang diabsorbsi. Namun, deoksikolat diabsorbsi.

Garam empedu yang diabsorbsi disalurkan kembali ke hati dalam vena porta dan dieksresikan kembali dalam empedu (sirkulasi enterohepatik). Garam yang keluar melalui feses diganti melalui sintesis di hati; kecepatan normal sintesis garam empedu adalah 0,2-0,4 g/hari. Jumlah total garam empedu yang mengalami siklus berulang-ulang melalui sirkulasi enterohepatik adalah sekitar 3,5 g; telah diperhitungkan bahwa jumlah total tersebut bersirkulasi 2 kali per waktu makan dan 6 sampai 8 kali per hari. Bila empedu tidak ada dalam usus, hampir 50% lemak yang dimakan akan keluar melaui feses. Sehingga akan terjadi malabsorbsi berat vitamin larut lemak. Jika reabsorbsi garam empedu terhambat akibat reseksi ileum terminal atau suatu penyakit di bagian usus halus, jumlah lemak dalam feses juga akan meningkat jika sirkulasi enterohepatik terputus, sedangkan hati tidak mampu meningkatkan kecepatan pembentukan garam empedu untuk mengkompensasi kehilangan yang terjadi. Pengaruh reseksi ileum terminal lainnya dibahas di bawah.

3. Metabolisme dan Ekskresi Bilirubin

Ketika sel darah merah telah melampaui masa hidupnya (rata-rata 120 hari) dan menjadi terlalu rapuh untuk berada di sistem sirkulasi, membran selnya akan ruptur dan Hb yang dilepaskan akan difagositosis oleh makrofag jaringan (disebut juga sebagai sistem retikuloendotelial) di seluruh tubuh. Hb pertama kali dipecah menjadi globin dan heme, serta cincin heme dibuka untuk memberikan :

(1) Besi bebas, yang kemudian ditranspor ke darah oleh transferin,

(2) dan sebuah rantai lurus dari empat inti pirol, yaitu substrat yang nantinya akan dibentuk menjadi pigmen empedu.

Substansi pertama yang terbentuk adalah biliverdin, tapi dengan cepat tereduksi menjadi bilirubin bebas, yang secara bertahap dilepaskan dari makrofag ke plasma. Bilirubin bebas secara cepat berikatan kuat dengan albumin plasma dan ditranspor dalam kombinasi ini melalui darah dan cairan interstisial. Sekalipun terikat dengan protein plasma, bilirubin ini tetap disebut sebagai bilirubin bebas untuk membedakannya dari bilirubin terkonjugasi. Dalam beberapa jam, bilirubin bebas diabsorbsi melalui membran sel hepatik. Kemudian selanjutnya terkonjugasi pada glucuronic acid dalam reaksi yang dikatalisis enzim glucuronyl transferase (UDP-glucuronosyltransferase). Enzim ini utamanya terletak pada retikulum endoplasma halus. Tiap molekul bilirubin bereaksi dengan dua molekul uridine diphosphoglucuronic acid (UDPGA) untuk membentuk bilirubin glucuronida.

Sewaktu memasuki sel hati, bilirubin dilepaskan dari albumin plasma dan segera setelah itu kira-kira 80% dikonjugasi dengan dengan glucuronic acid untuk membentuk bilirubin glucuronida, kira-kira 10% berkonjugasi dengan sulfat untuk membentuk bilirubin sulfat, dan sekitar 10% berkonjugasi dengan berbagai substansi lain. Dalam bentuk ini, bilirubin diekskresi dari hepatosit oleh suatu proses transpor aktif ke dalam bile canaliculi dan kemudian menuju intestine.

Pembentukan dan nasib Urobilinogen

Sekali berada di dalam intestine, sekitar setengah dari bilirubin konjugasi diubah oleh kerja bakteri menjadi substansi urobilinogen, yang bersifat mudah larut. Beberapa urobilinogen direabsorbsi melalui mukosa intestinal kembali ke darah. Sebagian besarnya diekskresikan kembali oleh hati ke dalam usus, tetapi kira-kira 5 persen dieksresikan oleh ginjal ke dalam urin. Setelah terpapar dengan udara dalam urin, urobilinogen teroksidasi menjadi urobilin; sedangkan, di dalam feses, urobilinogen diubah dan dioksidasi menjadi sterkobilin. 4. Presentasi dan Riwayat Leptospirosis

Leptospirosis merupakan zoonosis yang terjadi di banyak belahan dunia, tapi paling sering pada daerah tropis dan subtropis. Leptospira menginfeksi berbagai hewan liar dan domestik. Infeksi pada manusia, sering menyebabkan acute febrile illness, digambarkan dengan banyak istilah berbeda meliputi swineherd disease, mud fever, fort bragg fever, 7-day fever, autumn fever, dan pada bentuk yang paling berat, sebagai weil disease.5. Orang2 yang beresiko terkena Leptospirosis

Pekerjaan yang dikaitkan dengan leptospirosis, meliputi pekerjaan dalam bidang pertambangan, pertanian, pemotongan hewan, kedokteran hewan, perikanan, pemrosesan air selokan dan canal work, panen tebu, serta trench warfare.

Baru-baru ini, penyakit ini telah dideskripsikan pada mereka yang melakukan rekreasi olahraga air, seperti canoeing, white-water rafting, berenang pada canal atau windsurfing. Perekrutan dalam bidang militer yang melibatkan jungle training dan mereka yang melakukan "safari holidays" di area tropis juga beresiko terinfeksi.6. Epidemiologi dan insidensi LeptospirosisHewan pengerat, terutama spesies tikus, merupakan maintenance host paling penting pada leptospira yang dapat menginfeksi manusia. Namun, tiap mamalia juga berpotensi untuk menjadi carrier dari beberapa serovar dan dapat menyebarkan penyakit pada spesiesnya sendiri dan spesies lain termasuk manusia.

Pada maintenance host, organisme melanjutkan replikasi di tubulus renal setelah infeksi primer dan kemudian dapat diekskresi ke urin secara asimptomatis selama beberapa bulan atau tahun. Survei seroprevalensi di pedesaan pada beberapa negara berkembang mengindikasikan 15 20% populasi telah terpapar.

Di USA, 40 - 120 kasus yang dilaporkan tiap tahun ke Centers for Disease Control and Prevention (CDC) dengan pasti menunjukkan underestimasi signifikan dari jumlah total. Insiden leptospirosis tiap tahun di area endemis leptospirosis di Sao Paulo, Brazil adalah 0,53 per 100 ribu populasi dihitung selama hampir 30 tahun dan terutama melibatkan laki-laki dewasa pada kelompok usia kerja 20 - 39 tahun.

Di Vietnam, pada usia 7 tahun prevalensinya adalah sebesar 11% (laki-laki : perempuan = 1,5 : 1) dengan angka perolehan yang dikalkulasi sebesar 1.5% p.a. Mortalitasnya berkisar dari 5 14% pada kasus yang didiagnosis dan lebih umum pada populasi yang lebih tua.7. Cara Leptospirosis ditransmisikan ke orang lain

Transmisi leptospirosis ke manusia dapat diikuti kontak langsung dengan urin, darah ataupun jaringan dari hewan yang terinfeksi atau pemaparan terhadap lingkungan yang terkontaminasi ; jarang terjadi transmisi dari manusia ke manusia.

Agar manusia dapat diinfeksi, organisme secara umum memperoleh pintu masuk melalui potongan atau goresan yang baru (fresh cut or grazes) pada kulit dan mungkin melalui membran mukosa yang intak.

Rute lain dari infeksi mungkin hanya minoritas yang penting pada manusia.

Pencelupan (immersion) pada fresh water yang sangat terkontaminasi akan membawa resiko yang tinggi. Ketika leptospirosis diekskresikan dalam urin dan dapat bertahan dalam air selama beberapa bulan , air merupakan pembawa yang sangat penting pada transmisi leptospirosis. Epidemik dari leptospirosis mungkin akibat dari pemaparan terhadap genangan air yang yang terkontaminasi oleh urin dari hewan yang terinfeksi, seperti yang sudah dilaporkan dari Nicaragua. IKM

Sentuhan dengan kulit terutama jika terluka atau membran mukosa dengan air, tanah yang lembab atau vegetation (tumbuhan) terutama pada pohon tebu yg terkontaminasi dengan urine hewan yang terinfeksi seperti saat berenang atau luka saat bekerja; kontak langsung dengan urine atau jaringan hewan yang terinfeksi kadang - kadang juga melalui konsumsi makanan yang terkontaminasi dengan urine tikus yg terinfeksi, juga bisa karena menghirup droplet cairan yang terkontaminasi.8. Metode kontrol untuk leptospirosis

A. Preventif

1. Mendidik masyarakat tentang cara penularan (transmisi), menghindari berenang atau mengarungi perairan yg berpotensi terkontaminasi dan menggunakan perlindungan yg tepat saat pekerjaan memerlukan exposure tersebut.

2. Melindungi pekerja dalam pekerjaan berbahaya dengan menyediakan sepatu boots, sarung tangan, dan celemek (apron)

3. Mengenali perairan dan tanah yg berpotensi terkontaminasi dan mengeringkan air tersebut bila memungkinkan

4. Mengontrol tikus di pemukiman warga terutama pedesaan dan tempat rekreasi. Membakar ladang tebu sebelum panen.

5. Memisahkan hewan yg terinfeksi, mencegah kontaminasi pada area pemukiman, area kerja dan rekreasi dari urine hewan yg terinfeksi

6. Imunisasi hewan ternak dan peliharaan untuk mencegah penyakit tapi not necessarily infection and renal shedding. Vaksin harus mengandung strain lokal dominant.

7. Imunization of people has been carried out against occupational exposuresto spesific serovars in jpan, china, italy, spain, france dan israel.

8. Doxycycline terbukti di Panama efektif dalam mencegah leptospirosis pada anggota militer yg terpapar bila diberikan per oral dosis 200mg sekali seminggu selama periode exposure yg tinggi.B. Kontrol Pasien, Kontak dan Lingkungan

1. Melaporkan ke instansi kesehatan setempat

2. Isolasi : darah dan cairan tubuh sebagai pencegahan

3. Disinfeksi serentak : articles soiled with urine

4. Quarantine : none

5. Imunisasi kontak : none

6. Investigasi kontak dan sumber infeksi : mencari paparan hewan yg terinfeksi dan air yg berpotensi terkontaminasi

7. Treatment spesifik : penicillin, cephalosporin, lincomycin dan erythromycin secara in vitro. Doxycycline dan penicillin G terbukti efektif in double blind placebo controlled trials; penicillin G dan amoxicilin efektif paling lambat 7 hari sejak penyakit. Terapi spesifik yg cepat sejak awal penyakit sangat penting.C. Epidemic

Mencari sumber infeksi, seperti kolam renang yg terkontaminasi atau sumber air lainnya; menghilangkan kontaminasi atau melarang penggunaannya. Selidiki industri dan sumber pekerjaan, termasuk kontak hewan langsung.

D. Disaster Implications

Kasus yg berpotensi adalah banjir pd area tertentu dengan tabel air yg tinggi

9. Agen etiologi dari penyakit ini dan Klasifikasinya

Family Leptospirosis dibagi menjadi 3 subdivisi umum, yaitu : Leptospira, Leptonema dan Tumeria ( previously Leptospira parva).

Genus Leptospira terdiri dari 2 spesies : L. interrogans (patogenic) dan L. biflexa (saprophytic)

Leptospira merupakan organisme yg coiled, tipis, sangat motile, dengan akhiran hooked (kait) dan 2 periplasmic flagella yg digunakan untuk membuat lubang pada jaringan

Organisme ini memiliki panjang 6 20 um dan lebar 0,1 um

Pewarnaa Leptospirosis buruk, dapat dilihat secara microscopic dengan pemeriksaan darkfield dan setelah silver impregnation staining. Leptospira membutuhkan media dan kondisi khusus untuk tumbuh; butuh beberapa minggu untuk kultur menjadi positif

Spesies L.interrogans dapat dibagi menjadi lebih dari 200 serovar yg dikenal.

Tiga serovar yg paling penting secara klinis : L. icterohemorrhagicae, L.canicola dan L. Pomona Serovar L.icterohemorrhagicae, pada awalnya ditemukan pada tikus, kemudian ditemukan pada anjing, lembu, babi hutan yg berpengaruh sekitar 50% dari Weil disease L. canninola secara prinsip ditemukan pada anjing, sedangkan L.pomona ditemukan pada ternak dn keduanya biasanya menyebabkan non icteric illness Beberapa serovar cenderung menunjukkan penyebaran geografis yg khas dan perbedaan pada sebagian besar pemeliharaan host. Contohya, di UK, L. hardjo secara khas berhubungan dengan lembu, menjelaskan pengamatan peningkatan resiko infeksi pada petani susu.10. Patogenesis/Patologi dari Leptospirosis

Setelah masuk ke organisme, leptospiremia terbentuk dengan penyebaran keseluruh organ. Multiplikasi terjadi di darah dan jaringan2 tubuh serta Leptospira dapat diisolasi dari darah dan CSF pada 4-10hari pertama penyakit.

Pada pemeriksaan CSF, kebanyakan pasien mengalami pleocytosis dan sedikit pasien yang menunjukkan tanda2 dan gejala2 meningitis

Semua bentuk leptospira bisa merusak dinding pembuluh darah kecil; kerusakan ini menyebabkan vasculitis dengan kebocoran dan ekstravasasi sel termasuk hemorrhage. Yang paling penting diketahui dari pathogenic ini adalah adhesi pada permukaan sel dan toksisitas seluler.

Vasculitis bertanggung jawab terhadap manifestasi penting penyakit ini.

Walaupun leptospira kebanyakan menginfeksi ginjal dan hepar, organ lain masih bisa terkena. Pada ginjal, leptospira bermigrasi ke interstitium, tubulus renalis dan lumen tubular mnyebabkan interstitial nephritis dan tubular necrosis. Hipovolemia karena dehidrasi atau perubahan permeabilitas kapiler dapat menyebabkan gagal ginjal.

Pada hepar, necrosis centilobular dengan proliferasi sel kupffer dapat ditemukan.

Tetapi necrosis hepatoseluler yang parah bukan termasuk ciri dari leptospirosis.

Keterlibatan paru adalah akibat dari perdarahan dan bukan inflamasi. Invasi ke otot rangka oleh leptospira menyebabkan pembengkakan, vakuolasi dari myofibril dan necrosis fokal.

Pada leptospira yang parah, vasculitis pada akhirnya dapat mengganggu mikrosirkulasi dan meningkatkan permeabilitas vaskular sehingga menyebabkan kebocoran cairan dan hipovolemia.

Ketika antibody terbentuk, Leptospira dieliminasi dari semua bagian tubuh host kecuali pada mata, tubulus proximal renal dan mungkin di otak, dimana leptospira dapat menetap/bertahan selama beberapa minggu atau bulan. Menetapnya leptospira pada aqueous humour, kadang dapat menyebabkan chronic atau recurrent uveitis. Respon imun sistemik dapat mengeliminasi organisme ini tapi juga dapat menimbulkan reaksi inflamasi. Kenaikan titter antibody bersamaan dengan berkembangnya meningitis, hubungan ini menunjukkan bahwa mekanisme imunologi bertanggung jawab.11. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan kerusakan pada liver dan ginjal secara simultan

Infeksi Sepsis

Leptospirosis

Reyes syndrome

Toxin Methoxyflurane

Carbon tetrachloride

Tetracyclines (khususnya pada trisemester ke-3 kehamilan)

Acetaminophen

Elemental phosphorus (terkandung pada beberapa racun tikus)

Circulatory Congestive heart failure

Shock

Neoplasma Metastatic

Hypernephroma

Collagen vasculardisease Systemic lupus erythematosus

Polyarteritis nodosa

Genetic Polycystic kidney disease

Miscellanous Amyloidosis

12. Manifestasi Klinik Leptospirosis (Un-icteric Leptospirosis dan Severe Leptospirosis/Weils Syndrome)

Banyak leptospira orang terinfeksi tetap asimptomatis. Bukti serologi dari infeksi yang tidak jelas terlihat, seringkali ditemukan pada orang yang terpapar leptospira tapi tidak sakit. Pada kasus-kasus simptomatis leptospirosis, manifestasi klinis bervariasi dari yang ringan sampai berat atau fatal. Lebih dari 90% orang dengan gejala biasanya memiliki anicteric leptospirosis yang relatif ringan dengan atau tanpa meningitis.Leptospirosis berat dengan jaundice yang besar (Weils syndrome) berkembang pada 5-10% individu yang terinfeksi.Periode inkubasi biasanya 1-2 minggu, tapi berkisar dari 2-20 hari. Yang khas, acute leptospiremic phase diikuti oleh immune leptospiruric phase. Perbedaan antara fase pertama dan kedua tidak selalu jelas, dan kasus yang lebih ringan tidak selalu diikuti oleh fase kedua.Leptospirosis dapat muncul sebagai acute influenza-like illness, dengan demam, menggigil, sakit kepala berat, mual, muntah, dan myalgia. Nyeri otot, yang utamanya mengenai betis, punggung dan abdomen, adalah suatu tanda penting dari infeksi leptospira. Tanda yang jarang ditemukan termasuk sakit tenggorokan dan rash. Pasien biasanya akan mngalami sakit kepala yang intens (frontal atau retroorbital) dan kadang berkembang fotofobia. Adanya mental confusion kadang terlihat. Keterlibatan paru, dimanifestasikan dengan adanya batuk, nyeri dada dan tidak jarang pada beberapa kasus kadang-kadang hemoptysis. Yang paling sering ditemukan pada pemeriksaan fisik adalah demam dengan conjunctival suffusion. Sedangkan yang jarang ditemukan termasuk muscle tenderness, limfadenopati, pharyngeal injection, rash, hepatomegaly, dan splenomegaly. Rash bisa macula, maculopapular, erythematous,urticarial, atau hemorrhagic. Jaundice ringan mungkin ditemukan.Kebanyakan pasien jadi asimptomatis dalam 1 minggu. Setelah interval 1-3 hari, sakit akan terulang pada beberapa kasus. Permulaan fase kedua (immune) bertepatan dengan berkembangnya antibody.

Kejadian penting selama fase immune adalah berkembangnya aseptic meningitis. Meskipun tidak lebih dari 15% dari semua pasien memiliki symptom dan tanda meningitis, banyak pasien mengalami CSF pleocytosis. Aseptic meningitis lebih sering pada anak-anak daripada dewasa. Iritis, iridocyclitis, dan chorioretinitis dapat menetap bertahuntahun. Weils syndrome, bentuk paling berat leptospirosis, diarakteristikan oleh jaundice,disfungsi renal, dan hemorrhagic diathesis; ada keterlibatan paru pada beberapa kasus; dan angka mortalitasnya 5-15%. Onset penyakitnya tidak berbeda dengan leptospirosis yang kurang berat;namun, setelah 4-9 hari, jaundice dan disfungsi renal dan vascular secara umum akan berkembang. Meskipun penurunan suhu tubuh sampai normal mungkin terjadi setelah minggu pertama sakit, suatu pola penyakit biphasic seperti yang dilihat pada anicteric leptospirosis masih kurang. Jaundice pada Weils syndrome, dapat berat dan menimbulkan orange cast pada kulit, biasanya tidak berkaitan dengan hepatic necrosis yang berat. Gagal ginjal mungkin terjadi, sering pada saat minggu kedua sakit. Hipovelemia dan penurunan perfusi renal berkontribusi pada terjadinya acute tubular necrosis dengan oliguria atau anuria. Keterlibatan paru sering timbul; pada beberapa kelompok kasus, hal ini adalah manifestasi klinis utama,akibatnya batuk, dyspnea, nyeri dada, dan blood-stained sputum dan kadang hemoptysis atau bahkan gagal nafas. Manifestasi perdarahan terlihat pada Weils syndrome: epistaksis, petechiae, purpura dan ekimosis sering dijumpai., sedangkan perdarahan gastrointestinal yang berat dan perdarahan adrenalor sub-arachnoid jarang terdeteksi. Rhabdomyolisis,hemolysis, myocarditis, pericarditis, congestive heart failure, syok kardiogenik, adult respiratory distress syndrome, necrotizing pancreatitis, dan kegagalan multi organ telah dijelaskan selama leptospirosis berat.13. Biphasic Nature dari Leptospirosis dan Investigasi yang relevan pada stadium penyakit yang berbeda

Leptospirosis merupakan suatu penyakit 2 stadium dengan penyebaran luas dari sign & symptoms yang bisa berkembang menjadi kegagalan dan kematian multiorgan. Tingkat keparahan tergantung pada sisi dari inokulasi, virulensi strain, dan kondisi dari host. Stadium pertama, adalah leptospiremic atau septic stage, karena selama 3-8 hari, spirochete dapat dikultur dari darah dan CSF.

Demam, menggigil, malaise, dan myalgia, mengkarakteristikkan nonspecific flu like illness ini. Gejala-gejala lain yang dapat terlibat adalah termasuk rash, sore throat, chest pain, batuk, dan headache.

Pasien menunjukkan perbaikan setelah stadium pertama dengan febris yang parah beberapa hari sebelum memasuki stadium kedua, leptospirurice atau immune, stadium yang dihubungkan dengan antibodi yang bersirkulasi. Stadium ini berakhir dari beberapa sampai beberapa bulan.

Selama stadium ini, spirochetes dapat ditemukan dari urin. Organ-specific manifestation yang terjadi termasuk, rash, uveitis, dan aseptic meningitis.

Sekitar setengah dari pasien berkembang mengalami komplikasi renal (termasuk azotemia, hematuria, atau proteinuria), komplikasi pulmonary (seperti batuk), atau gejala-gejala meningeal. Encephalitis dan focal nerve palsies dilaporkan seringkali berkurang.

Bentuk ini adalah self limited dan biasanya nonfatal.

14. Diagnosis Pasti dari Leptospirosis

Riwayat adanya paparan yang diketahui adalah kunci utama diagnosis. Kontak dengan cairan atau organ tubuh hewan yang terinfeksi, atau tanah atau air yang terkontaminasi dapat memungkinkan terjadinya infeksi. Petunjuk lain untuk diagnosis adalah waktu terjadinya. Leptospirosis dianggap sebagai penyakit yang sering ditemui saat musim panas, saat spirochaeta dapat bertahan lebih lama di luar host pada lingkungan hangat. Petunjuk klinis yang dapat mengarahkan diagnosis ke leptospirosis selain demam yang akut adalah dispropornate myalgia, jaundice, conjunctival suffusions, pretibial rash,dan limfositik meningitis.Kultur perlu waktu 2-3 minggu untuk membuktikan positif dan antibody bisa terdeteksi 5-6 hari setelah onset gejala. Kesempatan untuk mendeteksi leptospira pada kultur darah, menurun cepat saat specimen diambil setelah hari ke empat sakit. Urine akan negative pada fase bacteremia, jadi tidak terlalu tepat dilakukan tes sampai sakit berlangsung 10 hari; tapi selanjutnya tes serologi akan positif. Kreatinin phosphokinase dan level amylase seringkali meningkat selain itu ada polymorphoneclear leukositosis, yang berguna untuk membedakan leptospirosis dari acute viral hepatitis. Diagnosis leptospirosis dapat dibuat dengan rapid serologic assays.Tes microagulasi (MAT) adalah metode untuk diagnosis serologi leptospirosis. MAT memanfaatkan antigen dari wakil serovars dari semua serogrup, sejak reaksi silang antara serovars sering terjadi. Meski titer > 1 : 400 dapat dianggap sebagai konfirmasi pada konteks klinis, peningkatan empat kali atau lebih pada periode waktu tertentu mengkonfirmasi diagnosis. Tes kedua adalah indirect hemagglutinin assay (IHA) untuk kedua immunoglobulin IgM dan IgG antibody. Tes ketiga adalah enzymelinked dot immunoassay untuk IgM antibody dalam serum (IgMELISA).15. Pemeriksaan Laboratorium Dasar untuk mendiagnosis Leptospirosis

Diagnose definitive leptospirosis berdasarkan isolasi organisme dari pasien atau serokonversi atau kenaikan titer antibody tes serologi.

16. Cara mendeteksi Leptospirosis dengan mengisolasi dan mengidentifikasi A. Isolasi

Specimen (leptospira) dapat diidolasi dari:

Fase pertama atau fase bakterimia (10 hari pertama): CSF,darah, dan jaringan.

Fase kedua atau fase immunitas (minggu kedua sampai 30 hari): urine.

Kultur membutuhkan medium semisolid (Fletchers atau Ellinghausen- McCullough-Johnson-Harris [EJMH]), yang diinkubasi dalam kondisi gelap selama 4-6 minggu pada suhu 25-30 derajat celcius. Urin membutuhkan alkalinisasi kecuali dikultur secepatnya.

B. Identifikasi

Rapid detection:

Pemeriksaan darkfield microscopy: karakteristik spinning leptospira dengan ujung berkait.

Deteksi antigen letospira: Antigen leptospira dapat dideteksi secara langsung pada specimen klinis (e.g., ELISA, radioimmunoassay, immunomagnetic capture) atau sample jaringan yang diproses (e.g., immunofluorescence, immunohistochemistry), juga digunakan untuk diagnosis leptospira.

Metode molecular (PCR), juga digunakan untuk mendeteksi DNA leptospira pada pasien yang terinfeksi.

C. Tes serologi

Kebanyakan kasus didiagnosa secara serologi. Aglutinasi antibody muncul saat minggu pertama sakit, puncaknya sekitar 3-4 minggu, dan dapat menetap bertahun-tahun. Antibody dapat dideteksi secara serologis, menggunakan antigen bakteri baik dengan tes aglutinasi makroskopik atau mikroskopik, tes hemaglutinasi, atau tes EIA

(enzyme immunoassay).

Tes aglutinasi mikroskop,yang menggunakan antigen dari bakteri hidup, merupakan suatu penetapan metode refrensi serologi tapi utamanya digunakan pada pengaturan penelitian. Baru-baru ini tes dipstick EIA yang termodifikasi, yang mendeteksi antibody spesifik leptospira sudah

digunakan.17. Lab. Finding dari LeptospirosisGinjal selalu terkena pada leptospirosis.

Temuan-temuan yang terkait berkisar dari perubahan sedimen urin (leukosit, eritrosit, dan hyaline atau granular cast) dan proteinuria ringan pada anicteric leptospirosis sampai pada gagal ginjal dan azotemia pada kasus berat.

Erythrocyte sedimentation rate biasanya meningkat.Pada anicteric leptospirosis, leukosit count perifer berkisar dari 3000 sampai 26,000/L, dengan left shift; pada Weils syndrome, leukositosis sering terlihat.

Trombositopenia ringan terjadi sampai pada 50 % pasien dan berhubungan dengan gagal ginjal.

Berkebalikan dengan pasien hepatitis viral akut, orang-orang dengan leptospirosis biasanya memiliki peningkatan level bilirubin dan alkaline phosphatase serum dan juga peningkatan ringan (sampai 200 U/L) pada level aminotransferase serum.Pada Weils syndrome, prothrombine time mungkin memanjang tetapi dapat dikoreksi dengan vitamin K. Level creatine phosphokinase, yang meningkat sampai pada 50 % pasien dengan leptospirosis selama minggu pertama dari penyakit, mungkin dapat membantu membedakan infeksi ini dari hepatitis viral.

Ketika reaksi meningeal berkembang, polymorphonuclear leucocytes mendominasi pada awalnya dan jumlah sel mononuclear akan meningkat kemudian.

Konsentrasi protein pada CSF mungkin meningkat; Level glukosa CSF normal.

Pada leptospirosis berat, kelainan radiografi pulmoner (pulmonary radiographic abnormalities) lebih umum daripada yang diharapkan pada basis pemeriksaan fisik.

Kelainan ini biasanya berkembang 3-9 hari setelah onset penyakit.

Radiographic finding yang paling umum adalah patchy alveolar pattern yang sesuai dengan perdarahan alveolar yang menyebar (scattered alveolar hemorrhage).18. MANAJEMEN LEPTOSPIROSIS (TREATMENT DAN PREVENTIF)

Treatment :

Penicillin dan antibiotik -lactam lain yang terkait aktif melawan experimental leptospirosis pada hewan.

Penicillin (1.2G benzylpenicillin intravena atau intramuscular setiap 4-6 jam) mungkin merupakan drug of choise pada pasien yang diduga memiliki leptospirosis.

Tetracycline (e.g. doxycycline 100 mg oral setiap 12 jam) atau erythromycin (500 mg oral setiap 12 jam) merupakan alternatif pada pasien yang alergi penicillin, tetapi tidak lebih efektif. Ceftriaxone tidak lebih baik daripada penicillin pada small open-label study.Tidak ada perbedaan dari hasil pada pasien dengan kemungkinan leptospirosis yang diobati secara empiris dengan penicillin, cefotaxime, atau doxycycline.

Untuk acute pulmonary syndrome, pulsed methylprednisolone mungkin efektif.

Parenteral feeding penting.

Prevention :

Dengan lebih dari 200 pathogenic serovar dan kenyataan bahwa semua hewan dapat terinfeksi, beberapa secara kronis, eradikasi leptospirosis jelas mustahil. Tetapi, ada 3 cara utama mengurangi resiko leptospirosis pada manusia.

Pertama, hewan-hewan pertanian domestik dan hewan-hewan peliharaan dapat diimunisasi. Hal ini tidak sepenuhnya menghilangkan resiko infeksi pada hewan tetapi secara signifikan dapat mengurangi resiko kesuluruhan pada manusia.

Kedua, individual yang mungkin terpapar leptospirosis melalui pekerjaannya atau hubungannya dengan aktivitas rekreasi air harus diinformasikan tentang resikonya. Pengukuran untuk kontrol leptospirosis meliputi menghindari paparan terhadap urin dan jaringan dari hewan yang terinfeksi, vaksin pada hewan, dan kontrol rodent (hewan pengerat).

Ketiga, chemoprophylaxis (e.g. dengan doxycycline) dapat digunakan pada kelompok resiko tinggi.

19. FARMAKODINAMIK DAN FARMAKOKINETIK DARI PENICILLIN G DAN DOXYCYCLIN

Penicillin G-Obat ini memiliki aktivitas terbaik melawan organisme gram-positif, cocci gram-negatif, dan non--lactamase-producing anaerobes. Tetapi, obat ini memiliki sedikit aktifitas melawan batang gram-negatif, dan mudah dihidrolisis oleh -lactamases.

Penicillin G merupakan drug of choise untuk infeksi yang disebabkan oleh streptococci, meningococci, enterococci, penicillin-susceptible pneumococci, non--lactamase-producing staphylococci, Treponema pallidum dan spirochetes lain, spesies clostridium, actinomyces, dan batang gram-positif dan organisme non--lactamase-producing gram-negative anaerobic lain. Kebanyakan spesies Leptospira cukup rentan terhadap obat ini.Makanisme Aksi

Penicillin, seperti semua antibiotik -lactam, menghambat pertumbuhan bakterial dengan mengganggu reaksi transpeptidasi pada sintesis dinding sel bakterial. Dinding sel adalah lapisan luar yang kaku yang unik pada spesies bakterial. Dinding sel ini menyelubungi membran sitoplasmik, mempertahankan bentuk dan integritas sel, dan mencegah lisis sel dari tekanan osmotik yang tinggi. Penicillin membunuh sel bakteri hanya ketika mereka sedang aktif tumbuh dan mensintesis dinding sel.

Farmakokinetik

1. Absorption :

Administrasi Oral Penicillin G. Sekitar sepertiga dari dosis administrasi oral penicillin G diabsorbsi dari traktus intestinalis pada keadaan yang menguntungkan. Gastric juice pada pH 2 dengan cepat menghancukan antibiotik. Absorpsi cepat, dan konsentrasi maksimal dalam darah dicapai dalam 30 sampai 60 menit. Nilai puncak adalah sekitar 0.5 unit/ml (0.3 mg/ml) setelah dosis oral 400,000 units (sekitar 250 mg) pada orang dewasa. Ingesti makanan dapat mengganggu absorpsi enterik dari semua penicillin, mungkin karena absorpsi antibiotik ke dalam partikel makanan. Karena itu, penicillin G oral seharusnya diadministrasikan paling tidak 30 menit sebelum makan atau 2 jam sesudahnya. Meskipun administrasi oral penicillin G lebih mudah digunakan, rute ini seharusnya hanya digunakan pada infeksi di mana pengalaman klinis sudah membuktikan kemanjurannya.

Administasi Parenteral Penicillin G. Setelah injeksi intramuscular, konsentrasi puncak dalam plasma dicapai dalam 15 sampai 30 menit. Nilai ini menurun dengan cepat karena waktu paruh penicillin G adalah 30 menit. Secara umum, preparat repository dari penicillin G yang digunakan. Dua senyawa yang saat ini dipergunakan adalah penicillin G procaine dan penicillin G benzathine. Agen-agen ini melepaskan penicillin G secara lambat dari daerah tempatnya diinjeksikan dan menghasilkan konsentrasi antibiotik yang rendah tapi persisten dalam darah. Efek anestetik dari procaine menjadikan injeksi penicillin G procaine tidak nyeri. Penicillin yang bisa bertahan lama dalam darah setelah dosis intramuscular yang sesuai dapat mengurangi biaya, perlunya injeksi ulang, dan trauma lokal. Efek anestetik lokal penicillin G benzathine hampir sama dengan penicillin G procaine. Penicillin G benzathine diabsorpsi sangat lambat dari intramuscular depots dan menghasilkan durasi antibiotik terdeteksi yang paling lama dari semua repository penicillin yang tersedia.2. Distribusi. Penicillin G didistribusi secara luas ke seluruh tubuh, tetapi konsentrasinya dalam berbagai cairan dan jaringan sangat berbeda. Volume distribusinya adalah sekitar 0.35 L/kg. Sekitar 60% dari Penicillin G dalam plasma terikat secara reversibel dengan albumin. Jumlah yang signifikan ditemukan di liver, bile, ginjal, semen, cairan sendi, lymph, dan usus. Probenecid dapat menurunkan sekresi tubular penicillin secara nyata, namun hal ini bukanlah satu-satunya faktor yang menyebabkan peningkatan konsentrasi antibiotik dalam plasma setelah administrasinya. Probenecid juga menyebabkan penurunan signifikan dari volume distribusi penicillin.Penicillin tidak dapat memasuki CSF ketika meningesnya normal. Tetapi, ketika meningesnya radang akut, penicillin dapat masuk lebih mudah ke dalam CSF. Penicillin dan asam organik lain disekresikan dengan cepat dari CSF ke dalam aliran darah melalui proses transport aktif. Probenecid menghambat transport ini secara kompetitif dan akibatnya meningkatkan konsentrasi penicillin dalam CSF. Pada uremia, asam organik lain terakumulasi dalam CSF dan bersaing dengan penicillin untuk disekresikan; obat ini akhirnya mencapai konsentrasi toksik dalam otak dan dapat menghasilkan konvulsi.

3. Ekskresi. Pada kondisi normal, penicillin G dieliminasi dengan cepat dari tubuh terutama oleh ginjal tetapi sebagian kecil dalam empedu dan rute lain. Sekitar 60% sampai 90% dosis intramuscular penicillin G dalam aqueous solution dieliminasi melalui urin, terutama dalam 1 jam pertama setelah injeksi.

Anuria meningkatkan waktu paruh penicillin G dari nilai normal 0.5 jam sampai sekitar 10 jam. insufisiensi juga ada, waktu paruh akan memanjang lebih jauh.

Reaksi SampingPenicillin:

1. Reaksi hipersensitifitas, manifestasi alergi terhadap penicillinantara lain maculopapularrash, urticarialrash, demam, bronchospasm, vaskulitis, serum sickness, dermatitis eksfoliatif, Stevens-Johnsonsyndrome, dan anafilaksis.Reaksi samping lain. penicillinmemiliki toksisitas langsung yang minimal. Efek toksik yang telah dilaporkan antara lain depresi sumsum tulang, granulositopenia, dan hepatitis.

2. Injeksi IM: nyeri dan reaksi inflamasi steril pada lokasi suntikan IM, serum transaminase dan lacticdehidrogenase dapat meningkat sebagai hasil dari kerusakan otot lokal.Injeksi IV: phlebitis atau thrombophlebitis

3. Banyak orang yang mengkonsumsipenicillinsecara oral mengalami mual, dengan/tanpa muntah, dan diare ringan sampai berat. Manifestasi ini berhubungan dengan dosis obat. Jika diberikan melalui mulut, penicillinmengubah komposisi microflora dengan mengeliminasi mikroorganisme sensitif. Fenomena ini biasanya secara klinis tidak signifikan, dan flora normal segera terbentuk kembali setelah terapi dihentikan. Pada beberapa orang, perubahan pada flora menyebabkan superinfeksi. Pseudomembranouscolitis, berhubungan dengan pertumbuhan dan produksi toksin Clostridiumdifficile, diakibatkan oleh administrasi penicillinsecara oral dan parenteral(jarang).4. Injeksi intrathecalpenicillinG dapat menyebabkan arachnoiditis atau enchephalopathy yang berat/fatal. Karena itu, administrasi penicillinintratechal atau intraventrikular harus dihindari.

5. Administrasi parenteralpenicillinG dosis besar (20 juta unit/hari, atau lebih sedikit pada insufisiensirenal) dapat menyebabkan lethargy, confusion, twitching, multifocalmyoclonus, atau kejang epileptiform lokal/general. Efek ini lebih mudah terjadi pada insuffisiensirenal, lesi lokal CNS, atau hiponatremia. Ketika konsentrasi penicillinG di CSF melebihi 10 g/ml, sering terjadi disfungsi CNS yang signifikan. Injeksi 20 juta unit penicillinG potassium, yang mengandung 34 mEqK+, dapat menyebabkan hiperkalemia berat/fatal pada orang dengan disfungsi renal.

6. Injeksi penicillinG procaine dapat menyebabkan reaksi cepat,dikarakteristikkan dengan dizziness, tinnitus, headache, halusinasi, dan terkadang kejang. Hal ini karena pelepasan konsentrasi toksik dari procaine. Ini dilaporkan terjadi pada 1 dari 200 pasien yang mendapatkan 4,8 juta unit penicillinG procaine untuk mengobati penyakit kelamin.

UNIT DAN FORMULASI PENICILLINAktivitas penicillinG dinyatakan dalam unit. Crystalline sodium penicillin G mengandung sekitar 1600 unit per mg (1 unit = 0,6 mcg; 1 juta unit penicillin= 0,6 g). Sebagian besar penicillin dilepaskan sebagai garam sodium atau potasium dari asam bebas. Potassiumpenicillin G mengandung sekitar 1,7 mEq K+/juta unit penicillin (2,8 mEq/g). Garam procaine dan garam benzathine dari penicillin G menyediakan bentu tempat penyimpanan untuk injeksi intramuscular. Dalam bentuk crystalline kering, garam penicillin stabil selama beberapa tahun pada suhu 4oC. Bentuk larutan mengurangi aktivitas garam penicillin secara cepat (eg, 24 jam pada suhu 20oC) dan harus segera dipersiapkan untuk administrasi.CEFTRIAXONECeftriaxone termasuk dalam CephalosporinMekanisme aksinya sama dengan penicillin: menghambat sintesis peptidoglikan bakteri setelah berikatan dengan -lactam-binding protein.Farmakokinetik: Beberapa cephalosporin diberikan secara oral, tetapi sebagian besar dibeerikanparenteral termasuk ceftriaxone.Setelah absorbsi, ceftriaxone didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh dan beberapa, seperti cefotaxime, cefuroxime, dan ceftriaxone dapat melewati bloodbrainbarrier. Ekskresi sebagian besar melalui ginjal, yaitu melalui sekresi tubular, tetapi 40% ceftriaxone dieliminasi melalui empedu.Penggunaan klinis: meningitis dan mikroorganisme yang sensitifEfek samping: rekasihipersensitifitas

DOXYCYCLINEDoxycycline termasuk dalam tetracycline dan merupakan longactingtetracycline.Mekanisme aksi: menghambat sintesis protein mikroorganisme yang sensitifFarmakokinetik:Absorbsi seluruhnya dari GIT. Doxycycline juga dapat diberikan parenteral.Metabolisme sebagian besar di liverTetracycline terutama diekskresi melalui empedu dan urinDoxycycline dieliminasi oleh mekanisme non-renal, tidak terakumulasi secara signifikan, dan tidak membutuhkan dosis khusus pada gagal ginjal.

20. PROGNOSIS LEPTOSPIROSIS

Kebanyakan pasien dengan leptospirosis sembuh. Mortalitas tertinggi pada pasien yang tua dan yang mempunyai Weilssyndrome. Leptospirosis selama kehamilan berhubungan dengan mortalitas fetus yang tinggi.

Followup jangka panjang pasien dengan gagal ginjal dan disfungsi hepatik telah dibuktikan dapat mengembalikan fungsi renal dan hepar.21. GAMBARKAN REAKSI JARISCH HERXHEIMER YANG DAPAT MUNCUL SETELAH PEMBERIAN PEMBERIAN TERAPI ANTIMIKROBIAL

Herxheimerreaction (juga dikenal sebagai Jarisch-Herxheimer atau Herx) terjadi ketika sejumlah besar toksin dilepaskan ke dalam tubuh saat bakteri (terutama bakterispirochetal) mati, karena terapi antibiotik atau detoksifikasi cepat.

Kematian bakteri yang berhubungan pelepasan endotoksin terjadi lebih cepat dibandingkan dengan kemampuan tubuh untuk melakukan proses detoksifikasi melalui ginjal dan hepar. Ini ditandai dengan adanya demam, menggigil, headache, myalgia (nyeri otot), dan eksaserbasi lesi kulit. Durasi pada sifilis normalnya hanya beberapa jam tetapi dapat lebih lama, sampai beberapa bulan atau tahun, pada penyakit lain. Intensitas reaksi menggambarkan intensitas inflamasi.

Reaksi herxheimer menunjukkan peningkatan inflammatorycytokine selama periode eksaserbasi, termasuk TNF, IL-6, dan IL-8.

Metabolism of bilirubin in the liver. P, intracellular binding proteins; UDPGA, uridine diphosphoglucuronic acid; UDP, uridine diphosphate.