Cardiac Arrest Presus

13
Penatalaksaann Empat jenis ritme jantung yang menyebabkan henti jantung yaitu ventricular fibrilasi (VF), ventricular takikardia yang sangat cepat (VT), pulseless electrical activity (PEA), dan asistol. Untuk bertahan dari empat ritme ini memerlukan bantuan hidup dasar/ Basic Life Support dan bantuan hidup lanjutan/ Advanced Cardiovascular Life Support (ACLS) (American Heart Association (AHA), 2005). Ventrikel fibrilasi merupakan sebab paling sering yang menyebabkan kematian mendadak akibat SCA. The American Heart Association (AHA) menggunakan 4 mata rantai penting untuk mempertahankan hidup korban untuk mengilustrasikan 4 tindakan penting dalam menolong korban SCA akibat ventrikel fibrilasi. Empat mata rantai tersebut adalah: 1. Sesegera mungkin memanggil bantuan Emergency Medical Service (EMS) atau tenaga medis terdekat. 2. Sesegera mungkin melakukan RJP 3. Sesegera mungkin melakukan defibrilasi 4. Sesegera mungkin dilakukan Advanced Life Support diikuti oleh perawatan postresusitasi. Prinsip penangan RJP ada 3 langkah yaitu ABC (Airway/pembebasan jalan nafas, Breathing/ usaha nafas, Circulation/ membantu memperbaiki sirkulasi). Namun sebelum melakukan 3 prinsip penanganan penting dalam RJP tersebut, penolong harus melakukan persiapan sebelumnya yaitu memastikan kondisi aman dan

description

presus

Transcript of Cardiac Arrest Presus

Page 1: Cardiac Arrest Presus

Penatalaksaann

Empat jenis ritme jantung yang menyebabkan henti jantung yaitu ventricular fibrilasi (VF), 

ventricular takikardia yang sangat cepat (VT), pulseless electrical activity (PEA), dan asistol.

Untuk bertahan dari empat ritme ini memerlukan bantuan hidup dasar/ Basic Life Support dan

bantuan hidup lanjutan/ Advanced Cardiovascular Life Support (ACLS) (American Heart

Association (AHA), 2005).

Ventrikel fibrilasi merupakan sebab paling sering yang menyebabkan kematian mendadak

akibat SCA. The American Heart Association (AHA) menggunakan 4 mata rantai penting untuk

mempertahankan hidup korban untuk mengilustrasikan 4 tindakan penting dalam menolong

korban SCA akibat ventrikel fibrilasi. Empat mata rantai tersebut adalah:

1. Sesegera mungkin memanggil bantuan Emergency Medical Service (EMS) atau tenaga

medis terdekat.

2. Sesegera mungkin melakukan RJP

3. Sesegera mungkin melakukan defibrilasi

4. Sesegera mungkin dilakukan Advanced Life Support diikuti oleh perawatan

postresusitasi.

Prinsip penangan RJP ada 3 langkah yaitu ABC (Airway/pembebasan jalan nafas, Breathing/

usaha nafas, Circulation/ membantu memperbaiki sirkulasi). Namun sebelum melakukan 3

prinsip penanganan penting dalam RJP tersebut, penolong harus melakukan persiapan

sebelumnya yaitu memastikan kondisi aman dan memungkinkan dilakukan RJP. Setelah

memastikan kondisi aman, penolong akan menilai respon korban dengan cara: memanggil

korban atau menanyakan kondisi korban secara langsung atau dengan memberikan stimulus

nyeri. Jika pasien merespon tapi lemah atau pasien merespon tetapi terluka atau tidak merespon

sama sekali segera panggil banttuan dengan menelepon nomor emergency terdekat.

Page 2: Cardiac Arrest Presus

AIRWAY (Pembebasan jalan nafas)

Persiapan kondisi yang memungkinkan untuk dilakukan RJP adalah meletakan

korban pada permukaan yang keras dan memposisikan pasien dalam kondisi terlentang.

Beberapa point penting dalam melakukan pembebasan jalan nafas:

1. Gunakan triple maneuver (head tilt-chin lift maneuver untuk membuka jalan nafas bagi

korban yang tidak memiliki tanda-tanda trauma leher dan kepala).

2. Apabila terdapat kecurigaan trauma vertebra cervicalis, pembebasan jalan nafas

menggunakan teknik Jaw-thrust tanpa ekstensi leher.

3. Bebaskan jalan nafas dengan membersihkan hal-hal yang menyumbat jalan nafas dengan

finger swab atau suction jika ada.

BREATHING (Cek pernafasan)

Setelah memastikan jalan nafas bebas, penolong segera melakukan cek pernafasan. Beberapa

hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan cek pernafasan antara lain:

Cek pernafasan dilakukan dengan cara look (melihat pergerakan pengembangan dada),

listen (mendengarkan nafas), dan feel (merasakan hembusan nafas) selama 10 detik.

Apabila dalam 10 detik usaha nafas tidak adekuat (misalnya terjadi respirasi gasping

pada SCA) atau tidak ditemukan tanda-tanda pernafasan, maka berikan 2 kali nafas

buatan (masing-masing 1 detik dengan volume yang cukup untuk membuat dada

mengembang).

Volume tidal paling rendah yang membuat dada terlihat naik harus diberikan, pada

sebagian besar dewasa sekitar 10 ml/kg (700 sampai 1000 ml).

Rekomendasi dalam melakukan nafas buatan ini antara lain: 

1. Pada menit awal saat terjadi henti jantung, nafas buatan tidak lebih penting dibandingkan

dengan kompresi dada karena pada menit pertama kadar oksigen dalam darah masih

mencukupi kebutuhan sistemik. Selain itu pada awal terjadi henti jantung, masalah lebih

terletak pada penurunan cardiac output sehingga kompresi lebih efektif. Oleh karena inilah

alasan rekomendasi untuk meminimalisir interupsi saat kompresi dada

Page 3: Cardiac Arrest Presus

2. Ventilasi dan kompresi menjadi sama-sama penting saat prolonged VF SCA

3. Hindari hiperventilasi (baik pernapasan mulut-mulut/ masker/ ambubag) dengan

memberikan volume pernapasan normal (tidak terlalu kuat dan cepat)

4. Ketika pasien sudah menggunakan alat bantuan nafas (ET. LMA, dll) frekuensi nafas

diberikan 8-10 nafas/menit tanpa usaha mensinkronkan nafas dan kompresi dada.    

Apabila kondisi tidak memungkinkan untuk memberikan nafas buatan (misalnya korban

memiliki riwayat penyakit tertentu sehingga penolong tidak aman/resiko tertular) maka

lakukan kompresi dada.

Setelah pemberian pernafasan buatan, segera lakukan pengecekan sirkulasi dengan

mendeteksi pulsasi arteri carotis (terletak dilateral jakun/tulang krikoid).

Pada pasien dengan sirkulasi spontan (pulsasi teraba) memerlukan ventilasi dengan rata-

rata 10-12 nafas/menit dengan 1 nafas memerlukan 5-6 detik dan setiap kali nafas harus

dapat mengembangkan dada.

CIRCULATION

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mempertahankan sirkulasi pada saat melakukan

resusitasi jantung dan paru:

Kompresi yang “efektif” diperlukan untuk mempertahankan aliran darah selama

resusitasi dilakukan.

Kompresi akan maksimal jika pasien diletakan terlentang pada alas yang keras dan

penolong berada disisi dada korban.

Kompresi yang efektif dapat dilakukan dengan melakukan kompresi yang kuat dan cepat

(untuk dewasa + 100 kali kompresi/menit dengan kedalam kompresi 2 inchi/4-5 cm;

berikan waktu untuk dada mengembang sempurna setelah kompresi; kompresi yang

dilakukan sebaiknya ritmik dan rileks).

Page 4: Cardiac Arrest Presus

Kompresi dada yang harus dilakukan bersama dengan ventilasi apabila pernafasan dan

sirkulasi tidak adekuat. Adapun rasio yang digunakan dalam kompresi dada dengan

ventilasi yaitu 30:2 adalah berdasarkan konsensus dari para ahli. Adapun prinsip

kombinasi antara kompresi dada dengan ventilasi antara lain; peningkatan frekuensi

kompresi dada dapat menurunkan hiperventilasi dan lakukan ventilasi dengan minimal

interupsi terhadap kompresi. Sebaiknya lakukan masing-masing tindakan (kompresi dada

dan ventilasi) secara independen dengan kompresi dada 100x/menit dan ventilasi 8-10

kali nafas per menit dan kompresi jangan membuat ventilasi berhenti dan sebaliknya, hal

ini khususnya untuk 2 orang penolong).

Pada pencarian literature ditemukan lima sitation: satu LOE (Level Of Evidence) 4, dan

Empat LOE 6. Frekuensi tinggi (lebih dari 100 kompresi permenit) manual CPR telah

dipelajari sebagai teknik meningkatkan resusitasi dari cardiac arrest. Pada kebanyakan

studi pada binatang, frekuensi CPR yang tinggi meningkatkan hemodinamik, dan tanpa

meningkatkan trauma (LOE6, Swart 1994, Maier 1984, Kern 1986). Pada satu tambahan

studi pada binatang, CPR frekuensi tinggi tidak meningkatkan hemodinamik melebihi

yang dilakukan CPR standar (cit Tucker, 1994).

Studi klinis dalam pegguaan CPR frekuensi tinggi masih terbatas. Pada sebuah uji klinis

kecil (dengan jumlah sampel 9), CPR frekuensi tinggi meningkatkan hemodinamik

melebihi CPR standar (cit Swensen 1988). Lalu, CPR frekuensi tinggi terlihat lebih

menjanjikan untuk peningkatan CPR. Hasil dari studi pada manusia diperlukan untuk

menentukan keefektifan dari teknik ini dalam manajemen pasien dengan cardiac arrest.

Selain bantuan hidup dasar/ Basic Life Support, dalam penanganan cardiac arrest juga

memerlukan bantuan hidup lanjutan/ Advanced Cardiovascular Life Support (ACLS) untuk

meningkatkan harapan hidup korban. Adapun algoritma penanganan bantuan hidup lanjutan/

Advanced Cardiovascular Life Support (ACLS) untuk pulseless arrest:

Page 5: Cardiac Arrest Presus
Page 6: Cardiac Arrest Presus

Gambar . Algoritma ACLS

Adapun medikasi pada Cardiac Arrest

Tujuan utama pada terapi farmakologi selama cardiac arrest adalah fasilitasi

pengembalian dan menjaga irama spontan jantung sehingga perfusi jaringan tetap terjaga. Untuk

mencapai hal tersebut, terapi obat ACLS lebih sering dihubungkan dengan peningkatan

tercapainya ROSC dan penanganan lebih lanjut di rumah sakit, bukan untuk memperbaiki long-

term survival dengan neurologic outcome yang baik.

Vasopressor

Pemberian vasopressor agent pada stage manapun selama penatalaksanaan VF, PEA, atau

asistole terbukti dapat meningkatkan survival neurologically intact setelah pasien keluar dari

rumah sakit. Vasopressor juga terbukti dapat meningkatkan tercapainya ROSC pada saat RJP.

Epinephrine.

Epinephrine hydrochloride bermanfaat pada pasien dengan cardiac arrest, utamanya karena

memiliki efek α-adrenergic reseptor-stimulating (vasokonstriktor). Efek α-adrenergik dari

epinephrine dapat meningkatkan CPP (coronary perfusion pressure/aortic relaxation “diastolic”

pressure minus right atrial relaxation “diastolic” pressure) dan tekanan perfusi cerebral selama

RJP. Untuk efek β-adrenergik dari epinephrine, masih kontoversi karena berefek meningkatkan

kerja miokardium dan mengurangi perfusi subendokardial.Berdasarkan kerjanya tersebut, jadi

cukup beralasan jika pemberian 1 mg epinephrine IV setiap 3-5 menit dianjurkan pada cardiac

arrest. Dosis lebih tinggi hanya diindikasikan pada keadaan khusus, seperti pada overdosis β-

blocker atau calcium channel blocker. Jika akses vena (IV) terlambat atau tidak ditemukan,

epinephrine dapat diberikan endotrakeal dengan dosis 2 mg sampai 2,5 mg.

Vasopressin.Vasopressin adalah nonadrenergic peripheral vasoconstrictor yang juga dapat

mengakibatkan vasokonstriksi pada koroner dan ginjal. Berdasarkan 3 meta-analysis trials dan 2

randomized controlled clinical trials (RCTs), mendapatkan pemberian vasopressin dikombinasi

dengan epinephrine tidak memberikan perbedaan bermakna jika dibandingkan pemberian

Page 7: Cardiac Arrest Presus

epinephrine tanpa kombinasi vasopressine. Oleh karena itu, vasopressine single dose 40 unit IV

tidak lagi dipakai dalam algoritma cardiac arrest.

ANTIARITMIA

Amiodarone.

Amiodarone IV berefek pada channels natrium, kalium, dan kalsium dan juga memiliki efek α-

and β-adrenergic blocking. Amiodarone dapat dipertimbangkan untuk terapi VF atau Pulseless

VT yang tidak memberikan respon terhadap shock, RJP dan vasopressor. Dosis pertama dapat

diberikan 300 mg IV, diikuti dosis tunggal 150 mg IV. Pada blinded-RCTs didapatkan pemberian

amiodarone 300 mg atau 5 mg/KgBB secara bermakna dapat memperbaiki keadaan pasien VF

atau Pulseless VT dirumah sakit, dibandingkan pemberian placebo atau lidocaine 1,5 mg/KgBB.

 

PRECORDIAL THUMP

Penggunaan precordial thump pada pasien cardiac arrest masih kontroversi. Ketika dilakukan

pada VF/VT atau PEA, precordial thum masih tergolong aman, tetapi tidak terbukti bermakna

menghentikan aritmia yang sedang berlangsung. Oleh karena itu, sebaiknya precordial thum

hanya dilakukan sebagai intervensi awal terhadap unstable ventricular tachyarrhythmias ketika

defibrillator tidak ada atau belum siap shock, tetapi setelah itu harus melakukan RJP, kemudian

shock bila defibrillator telah siap.

Page 8: Cardiac Arrest Presus

DAPUS:

Sanghavi S, Klein JR. Management of Peri-Arrest Arrhythmia. British Journal of

Anaesthesia. 2002; Vol 4 (2): 104-12.

Nolan JP, Soar J, Zideman DA et al. Resuscitation. European Resuscitation Council.

Elsevier Ireland Ltd. 2010; 81: 1219-76.

Neumar RW, Otto CW, Link MS et al. Part 8: Adult Advanced Cardiovascular Life Support:

2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and

Emergency Cardiovascular Care. Circulation: Journal of the American Heart Association.

2010; 122: S729-67.

Herendael HV, Dorian P. Review: Amiodarone For The Treatment and Prevention of

Ventricular Fibrillation and Ventricular Tachycardia. Dove Medical Press Ltd. 2010; 6: 465-

72.

Page 9: Cardiac Arrest Presus

SURAT RUJUKAN

Yth. Dokter          : dr. Dimas Bagus, Sp. J

Di RSU                      : RSUD. Prof. Ali Thalib

Mohon pemeriksaan dan pengobatan lebih lanjut terhadap penderita,

Nama Pasien              : Nn Clara

Jenis Kelamin             : Perempuan

Umur                           : 21 tahun

No. Telpon                  : 08111222333

Alamat Rumah            : Jalan Sukses Beramanah No.11 Purwokerto Timur

 

Anamnesa

a.    Keluhan : hilangnya kesadaran, napas dangkal dan cepat, tekanan darah sangat rendah

(hipotensi) dengan tidak ada denyut nadi yang dapat terasa pada arteri, dan tidak denyut jantung

b. Diagnosa sementara  : cardiac arrest

c. Kasus                         : baru

d. Terapi/Obat yang telah diberikan: prinsip ABC

Demikian surat rujukan ini kami kirim, kami mohon balasan atas surat rujukan ini. Atas

perhatian Bapak/Ibu kami ucapkan terima kasih.  

 

 

     Hormat Kami

 

(dr. Nazriel Irham)

No. SIP: 087/2009