CA RECTI
-
Upload
rizka-yunita -
Category
Documents
-
view
48 -
download
5
Transcript of CA RECTI
A. DEFINISI
Karsinoma recti adalah salah satu dari keganasan pada kolon dan rectum
yang khusus menyerang bagian rectum yang terjadi akibat gangguan
proliferasi sel epitel yang tidak terkendali (Smeltzer, 2001).
B. ETIOLOGI
Smeltzer (2001) menjelaskan faktor resiko karsinoma recti antara lain
meliputi:
Usia lebih dari 40 tahun
Kanker colorectal biasa terjadi pada mereka yang berusia lebih tua.
Lebih dari 90 persen orang yang menderita penyakit ini didiagnosis
setelah usia 40 tahun ke atas.
Riwayat polip rectal atau polip colon (Colorectal Polyps)
Polip adalah pertumbuhan pada dinding dalam kolon atau rektum, dan
sering terjadi pada orang berusia 50 tahun ke atas. Sebagian besar
polip bersifat jinak (bukan kanker), tapi beberapa polip (adenoma) dapat
menjadi kanker.
Colitis Ulcerativa atau penyakit Crohn
Orang dengan kondisi yang menyebabkan peradangan pada kolon
(misalnya colitis ulcerativa atau penyakit Crohn) selama bertahun-tahun
memiliki risiko yang lebih besar.
Riwayat kanker pribadi
Orang yang sudah pernah terkena kanker colorectal dapat terkena
kanker colorectal untuk kedua kalinya. Selain itu, wanita dengan riwayat
kanker di indung telur, uterus (endometrium) atau payudara mempunyai
tingkat risiko yang lebih tinggi untuk terkena kanker colorectal.
Riwayat kanker colorectal pada keluarga
Jika mempunyai riwayat kanker colorectal pada keluarga, maka
kemungkinan akan terkena penyakit ini lebih besar.
Faktor gaya hidup
Orang yang merokok, atau menjalani pola makan yang tinggi lemak,
protein, daging, dan sedikit buah-buahan serta sayuran memiliki tingkat
risiko yang lebih besar terkena kanker colorectal.
C. KLASIFIKASI
The American Joint Committee on Cancer (2006) mengklasifikasikan kanker
dalam 4 stadium meliputi:
Stadium 0
Pada stadium 0, kanker ditemukan hanya pada bagian paling dalam
rektum.yaitu pada mukosa saja. Disebut juga carcinoma in situ.
Stadium I
Pada stadium I, kanker telah menyebar menembus mukosa sampai
lapisan muskularis dan melibatkan bagian dalam dinding rektum tapi
tidak menyebar kebagian terluar dinding rektum ataupun keluar dari
rektum. Disebut juga Dukes A rectal cancer.
Stadium II
Pada stadium II, kanker telah menyebar keluar rektum kejaringan
terdekat namun tidak menyebar ke limfonodi. Disebut juga Dukes B
rectal cancer.
Stadium III
Pada stadium III, kanker telah menyebar ke limfonodi terdekat, tapi
tedak menyebar kebagian tubuh lainnya. Disebut juga Dukes C rectal
cancer.
Stadium IV
Pada stadium IV, kanker telah menyebar kebagian lain tubuh seperti
hati, paru, atau ovarium. Disebut juga Dukes D rectal cancer
D. MANIFESTASI KLINIS
Smeltzer (2001) mengungkapkan bahwa manifestasi klinis karsinoma recti
sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit, dan fungsi segmen
usus tempat kanker berlokasi.
Gejala karsinoma recti antara lain meliputi:
Perubahan kebiasaan defekasi
Pasase darah dalam feses
Anoreksia
Penurunan berat badan
Keletihan
Gejala yang sering dihubungkan dengan lesi sebelah kanan adalah
Nyeri dangkal abdomen
Melena
Gejala yang sering dihubungkan dengan lesi sebelah kiri adalah
Nyeri abdomen dank ram
Penipisan feses
Konstipasi
Distensi
Adanya darah merah segar pada feses
Gejala yang dihubungkan dengan lesi rectal
Feses yang tidak lengkap setelah defekasi
Konstipasi
Diare
Feses berdarah
E. PATOFISIOLOGI
Makanan tinggi lemak, rendah serat, riwayat penyakit kanker/tumor
Perubahan pada flora feses dan perubahan degradasi garam empedu atau
hasil pemecahan protein dan lemak
Bersifat karsiogenik
Masa transisi feses meningkat dan kontak zat berpotensi karsiogenik dengan
mukosa bertambah lama
Iritasi pada mukosa rectum
Terjadi perubahan genetic maturasi sel-sel rectum
Pertumbuhan sel yang tidak ganas (adenoma)
Terbentuk polip jinak (sel yang tumbuh sangat cepat)
Polip dapat diangkat dengan mudah
Namun pada stadium awal adenoma tidak menunjukkan gejala
Polip menjadi ganas
Menyusup serta merusak jaringan normal
Menyebar ke bagian tubuh yang lain
Infiltrasi pembuluh limfe aliran darah transperitoneal ke luka jahitan,
insisi abdomen
ke struktur kel. Limfe ke hati lokasi drain
yg berdeka perikolon &
tan mesokolon mengalirkan menghasilkan
darah ke efek sekunder
kandung sistem portal
kemih penyumbatan
lumen usus
dengan
obstruksi dan
ulserasi pada
dinding usus
serta
perdarahan
penyempitan rectum
refluks feses ke kotoran yang keluar output feses yang konstipasi
dalam usus lebih sempit dikeluarkan sedikit
obstruksi mual, nyeri saat defekasi tenesmus
GI muntah
nafsu perdarahan
makan
turun
tindakan laparotomi
menimbulkan luka insisi
perdarahan
resiko infeksi kekurangan vol. cairan nyeri
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hassan (2006) & Mansjoer (2000) menguraikan beberapa tes pada daerah
rektum dan kolon untuk mendeteksi kanker rektal, diantaranya meliputi:
Proktosigmoidoskopi
Dilakukan pada pasien yang dicurigai menderita karsinoma usus
besar. Jika tumor terletak di bawah, bisa langsung terlihat. Karsinoma
kolon di bagian proksimal sering berhubungan dengan adanya polip
pada daerah rektosigmoid.
Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan CEA (Carcinoma
Embrionik Antigen) dan Uji Faecal Occult Blood Test (FOBT) untuk
melihat perdarahan di jaringan
Digital Rectal Examination (DRE)
digunakan sebagai pemeriksaan skrining awal. Kurang lebih 75 %
karsinoma rektum dapat dipalpasi pada pemeriksaan rektal
pemeriksaan digital akan mengenali tumor yang terletak sekitar 10cm
dari rektum, tumor akan teraba keras dan menggaung.
Pemeriksaan dengan Barium Enema
yaitu cairan yang mengandung barium dimasukkan melalui rectum
kemudian dilakukan seri foto x-rays pada traktus gastrointestinal
bawah. Pada pemeriksaan ini akan tampak filling defect biasanya
sepanjang 5-6 cm berbentuk anular atau apple core. Dinding usus
tampak rigid dan gambaran mukosa rusak. Bila pada pemeriksaan ini
tidak tampak tetapi gejala-gejala yang ada sangat mendukung untuk
terjadinya keganasan maka diperlukan pemeriksaan kolonoskopi.
Sigmoidoscopy, yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam
rektum dan sigmoid apakah terdapat polip kanker atau kelainan
lainnya. Alat sigmoidoscope dimasukkan melalui rektum sampai
kolon sigmoid, polip atau sampel jaringan dapat diambil untuk biopsi.
Colonoscopy yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam
rektum dan sigmoid apakah terdapat polip kanker atau kelainan
lainnya. Alat colonoscope dimasukkan melalui rektum sampai kolon
sigmoid, polip atau sampel jaringan dapat diambil untuk biopsi.
Sistoskopi
Indikasi sitoskopi adalah adanya gejala atau pemeriksaan yang
mencurigai invasi keganasan ke kandung kencing.
G. PENATALAKSANAAN
Cirincione (2005) & Marijata (2006) terdapat tiga terapi standar untuk kanker
rectal yang digunakan antara lain ialah:
Pembedahan
Pembedahan merupakan terapi yang paling lazim digunakan
terutama untuk stadium I dan II kanker rektal, bahkan pada pasien
suspek dalam stadium III juga dilakukan pembedahan. Banyak
pasien kanker rektal melakukan pre-surgical treatment dengan
radiasi dan kemoterapi. Penggunaan kemoterapi sebelum
pembedahan dikenal sebagai neoadjuvant chemotherapy, dan pada
kanker rektal, neoadjuvant chemotherapy digunakan terutama pada
stadium II dan III. Pada pasien lainnya yang hanya dilakukan
pembedahan, meskipun sebagian besar jaringan kanker sudah
diangkat saat operasi, beberapa pasien masih membutuhkan
kemoterapi atau radiasi setelah pembedahan untuk membunuh sel
kanker yang tertinggal.
Doughty & Jackson (1993) dalam Smeltzer (2001) menjelaskan tipe
pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor. Prosedur
pembedahan karsinoma recti meliputi:
a. Reseksi segmental dengan anastomisis yaitu pengangkatan
tumor dan porsi usus pada sisi pertumbuhan, pembuluh
darah, dan nodus limfatik.
b. Reseksi abdominoperineal dengan kolostomi sigmoid
permanen yaitu pengangkatan tumor dan porsi sigmoid dan
semua rectum serta sfingster anal.
c. Kolostomi sementara diikuti dengan reseksi segmental dan
anastomosis serta reanastomosis lanjut dari kolostomi
memungkinkan terjadinya dekompresi usus dan persiapan
usus sebelum reseksi.
d. Kolostomi permanen atau ileostomi untuk menyembuhkan lesi
obstruksi yang tidak dapat direseksi.
Radiasi
Pada kasus stadium II dan III lanjut, radiasi dapat menyusutkan
ukuran tumor sebelum dilakukan pembedahan. Peran lain radioterapi
adalah sebagai terapi tambahan untuk pembedahan pada kasus
tumor lokal yang sudah diangkat melalui pembedahan, dan untuk
penanganan kasus metastasis. Terutama ketika digunakan dalam
kombinasi dengan kemoterapi, radiasi yang digunakan setelah
pembedahan menunjukkan telah menurunkan resiko kekambuhan
lokal di pelvis sebesar 46% dan angka kematian sebesar 29%. Pada
penanganan metastasis jauh, radiasi berguna untuk mengurangi efek
lokal dari metastasis tersebut, misalnya pada otak. Radioterapi
umumnya digunakan sebagai terapi paliatif pada pasien yang
memiliki tumor lokal yang unresectable.
Kemoterapi
Adjuvant chemotherapy menangani pasien yang tidak terbukti
memiliki penyakit residual tapi beresiko tinggi mengalami
kekambuhan, dipertimbangkan pada pasien dimana tumornya
menembus sangat dalam atau tumor lokal yang bergerombol
(Stadium II lanjut dan Stadium III). terapi standarnya ialah dengan
fluorouracil, (5-FU) dikombinasikan dengan leucovorin dalam jangka
waktu enam sampai dua belas bulan. 5-FU merupakan anti metabolit
dan leucovorin memperbaiki respon. Agen lainnya, levamisole,
(meningkatkan sistem imun, dapat menjadi substitusi bagi leucovorin.
Protopkol ini menurunkan angka kekambuhan kira – kira 15% dan
menurunkan angka kematian kira – kira sebesar 10%.
H. KOMPLIKASI
Samsuhidajat (2004) & Smeltzer (2001) menyebutkan bahwa komplikasi
karsinoma recti dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau lengkap.
Pertumbuhan dan ulserasi dapat menyerang pada pembuluh darah sekitar
kolon yang menyebabkan hemoragi. Perforasi dapat terjadi dan
mengakibatkan pembentukan abses. Peritonitis dan sepsis dapat
menimbulkan syok.
I. MASALAH KEPERAWATAN
Risiko infeksi
Kekurangan volume cairan
Nyeri
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Risiko infeksi b.d kerusakan jaringan
Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif
Nyeri b.d insisi pembedahan
K. TUJUAN DAN INTERVENSI
Diagnosa keperawatan:
Nyeri b.d insisi pembedahan
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, infeksi tidak terjadi atau
terkontrol.
Kriteria hasil:
tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
Tanda-tanda vital dalam batas normal: TD: 120/80 mmHg, nadi: 60-
100 x/menit, suhu: 36,5 C, RR: 16-20 x/menit⁰
Intervensi:
INTERVENSI RASIONAL
mandiri
1. Pantau tanda-tanda vital seperti
TD, nadi, suhu, dan RR
Mengidentifikasi tanda-tanda
peradangan terutama bila suhu
tubuh meningkat.
2. Lakukan perawatan luka dengan
teknik aseptik.
Mengendalikan penyebaran
mikroorganisme patogen.
3. Lakukan perawatan terhadap
prosedur invasif seperti infus,
kateter, drainase luka.
Untuk mengurangi risiko infeksi
nosokomial.
kolaborasi
4. Lakukan pemeriksaan darah,
seperti Hb dan leukosit.
Penurunan Hb dan peningkatan
jumlah leukosit dari normal bisa
terjadi akibat terjadinya proses
infeksi.
5. Kolaborasi untuk pemberian
antibiotik.
Antibiotik mencegah
perkembangan mikroorganisme
patogen.
Diagnosa keperawatan:
Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif
Tujuan:
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4x24 jam keseimbangan
cairan tubuh adekuat.
Kriteria hasil:
tidak ada tanda-tanda dehidrasi (tanda-tanda vital stabil (TD:120/80
mmHg, nadi: 60-100x/menit, suhu: 36,5 C, dan RR: 16-20 x/menit⁰
kualitas denyut nadi reguler, turgor kulit normal, CRT: < 2s)
membran mukosa lembab
jumlah intake = output
Intervensi:
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
1. Ukur dan catat pemasukan dan
pengeluaran. Tinjau ulang catatan
intra operasi.
Dokumentasi yang akurat akan
membantu dalam mengidentifikasi
pengeluaran cairan/kebutuhan
penggantian dan pilihan
yang mempengaruhi intervensi
2. Observasi pengeluaran urinarius,
terutama untuk tipe prosedur
operasi yang dilakukan.
akan terjadi penurunan ataupun
penghilangan setelah prosedur
pada sistem genitourinarius dan
atau struktur yang berdekatan
mengindikasikan malfungsi
ataupun obstruksi sistem
urinarius.
3. Pantau tanda-tanda vital seperti
TD, nadi, suhu, dan RR
Hipotensi, takikardia, peningkatan
pernapasan mengindikasikan
kekurangan kekurangan cairan.
4. Letakkan pasien pada posisi yang
sesuai, tergantung pada kekuatan
pernapasan dan jenis
pembedahan.
Elevasi kepala dan posisi miring
akan mencegah terjadinya aspirasi
dari muntah, posisi yang benar
akan mendorong ventilasi pada
lobus paru bagian bawah dan
menurunkan tekanan pada
diafragma.
5. Periksa pembalut, alat drain pada
interval reguler. Kaji luka untuk
terjadinya pembengkakan.
Perdarahan yang berlebihan dapat
mengacu kepada
hipovolemia/hemoragi.
6. Pantau suhu kulit, palpasi denyut Kulit yang dingin/lembab, denyut
perifer.
yang lemah mengindikasikan
penurunan sirkulasi perifer dan
dibutuhkan untuk penggantian
cairan tambahan.
kolaborasi
7. Berikan cairan parenteral, produksi
darah dan atau plasma ekspander
sesuai petunjuk. Tingkatkan
kecepatan IV jika diperluakan.
Gantikan kehilangan cairan yang
telah didokumentasikan. Catat
waktu penggangtian volume
sirkulasi yang potensial bagi
penurunan komplikasi, misalnya
ketidakseimbangan.
Diagnosa keperawatan:
Nyeri b.d insisi pembedahan
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x 24 jam, pasien mengatakan
bahwa rasa nyeri telah terkontrol atau hilang.
Kriteria hasil:
Pasien tampak rileks
Dapat beristirahat/tidur
melakukan pergerakkan yang berarti sesuai toleransi.
Intervensi:
INTERVENSI RASIONAL
mandiri
1. Evaluasi rasa sakit secara reguler,
catat karakteristik, lokasi dan
intensitas (0-10).
Sediakan informasi mengenai
kebutuhan/efektivitas
intervensi.
2. Pantau tanda-tanda vital,
perhatikan takikardia, hipertensi
dan peningkatan pernapasan,
bahkan jika pasien menyangkal
adanya rasa sakit.
Dapat mengindikasikan rasa sakit
akut dan ketidaknyamanan
3. Catat munculnya rasa cemas/takut
dan hubungkan dengan
lingkungan dan perasaan setelah
prosedur tindakan.
Perhatikan hal-hal yang tidak
diketahui dan/atau persiapan
inadekuat
4. Berikan informasi mengenai sifat
ketidaknyamanan, sesuai
kebutuhan
Pahami penyebab
ketidaknyamanan, sediakan
pemenuhan emosional.
5. Lakukan reposisi sesuai petunjuk,
misalnya semi-fowler
Mengurangi rasa sakit dan
meningkatkan sirkulasi. Posisi
semi-fowler dapat mengurangi
tegangan otot abdominal dan otot
punggung artritis
kolaborasi
6. Pemberian analgetik IV sesuai
kebutuhan.
Analgetik IV akan dengan segera
mencapai pusat rasa sakit,
menimbulkan penghilang yang
lebih efektif dengan obat dosis
kecil.
L. EVALUASI
Evaluasi yang diharapkan pada pasien post operasi kanker recti antara lain:
Infeksi tidak terjadi / terkontrol.
Keseimbangan cairan tubuh adekuat.
Pasien mengatakan bahwa rasa nyeri telah terkontrol atau hilang.
M. REFERENSI
American Cancer Society. 2006. Cancer Facts and Figures. American Cancer
Society Inc: Atlanta.
Cirincione, Elizabeth. 2005. Rectal Cancer www.emedicine.com. Diakses pada
tanggal 22 April 2012.
Doenges, Marilynn. E. 2010. Nursing Diagnosis Manual: Planning,
Individualizing, and Documenting Client Care. Philadelphia: F.A Davis
Company.
Hassan, Isaac. 2006. Rectal Carcinoma. www.emedicine.com . Diakses pada 22
April 2012.
Mansjoer, Arif, et all, 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius.
Marijata. 2006. Pengantar Dasar Bedah Klinis. Yogyakarta: UGM.
Nanda Internasional. 2010. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi
2009-2011. Jakarta: EGC
Samsuhidajat, R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddart. Jakarta: EGC.