BRPN Jajan Fix

38
BAB I PENDAHULUAN Bronkopneumonia adalah peradangan pada daerah bronkus dan daerah paremkim paru. Pneumonia merupakan infeksi saluran napas akut yang paling sering menyebabkan kematian pada anak di negara berkembang (Said M, 2001). Menurut data Riskesdas 2007, prevalens pneumonia (berdasarkan pengakuan pernah didiagnosis pneumonia oleh tenaga kesehatan dalam sebulan terakhir sebelum survei) pada bayi di Indonesia adalah 0,76% dengan rentang antar provinsi sebesar 0-13,2%. Prevalensi tertinggi adalah provinsi Gorontalo (13,2%) dan Bali (12,9%), sedangkan provinsi lainnya di bawah 10% (weber dan fransiska, 2010) Penyebab pneumonia umumnya adalah bakteri tipik terutama Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae dan Staphylococcus aureus. Beberapa bakteri atipik respiratorik yang telah dikenal ialah Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, Legionella 1

description

referat

Transcript of BRPN Jajan Fix

Page 1: BRPN Jajan Fix

BAB I

PENDAHULUAN

Bronkopneumonia adalah peradangan pada daerah bronkus dan daerah

paremkim paru. Pneumonia merupakan infeksi saluran napas akut yang paling

sering menyebabkan kematian pada anak di negara berkembang (Said M, 2001).

Menurut data Riskesdas 2007, prevalens pneumonia (berdasarkan

pengakuan pernah didiagnosis pneumonia oleh tenaga kesehatan dalam sebulan

terakhir sebelum survei) pada bayi di Indonesia adalah 0,76% dengan rentang

antar provinsi sebesar 0-13,2%. Prevalensi tertinggi adalah provinsi Gorontalo

(13,2%) dan Bali (12,9%), sedangkan provinsi lainnya di bawah 10% (weber dan

fransiska, 2010)

Penyebab pneumonia umumnya adalah bakteri tipik terutama

Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae dan Staphylococcus aureus.

Beberapa bakteri atipik respiratorik yang telah dikenal ialah Mycoplasma

pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, Legionella pneumophila dan Ureaplasma

urealyticum. Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydia spp. merupakan penyebab

potensial infeksi saluran napas dan pneumonia pada anak, sedangkan Legionella

pneumophila dan Ureaplasma urealyticum jarang dilaporkan sebagai penyebab

infeksi pada anak. Chlamydia trachomatis sering ditemukan sebagai penyebab

infeksi akut respiratorik pada bayimelalui transmisi vertikal dari ibu pada masa

persalinan. (Said M, 2001).

Pneumonia merupakan penyebab kematian no 2 pada anak dan balita di

Indonesia setelah diare. Hal ini erat kaitannya dengan gagal nafas yang terjadi

apabila pneumonia ini berlangsung lama. Faktor risiko yang berhubungan dengan

1

Page 2: BRPN Jajan Fix

kejadian pneumonia terbagi atas dua kelompok besar yaitu faktor instrinsik dan

faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik meliputi umur, jenis kelamin, status gizi, berat

badan lahir rendah, status imunisasi, pemberian ASI, dan pemberian vitamin A.

Faktor ekstrinsik meliputi kepadatan tempat tinggal, polusi udara, tipe rumah,

ventilasi, kelembaban, letak dapur, jenisbahan bakar, penggunaan obat nyamuk,

asap rokok, penghasilan keluarga serta faktor ibu baik pendidikan, umur ibu,

maupun pengetahuan ibu. Salah satu sumber media penularan penyakit

pneumonia adalah kondisi fisik rumah serta lingkungannya yang merupakan

tempat hunian dan langsung berinteraksi dengan penghuninya (PDPI, 2013).

Adapun penalaksanaan dibagi menjadi penatalaksanaan umum dan

penatalaksaan khusus. Pengobatannya terdiri dari antibiotic dan ppengobatan

suportif. Secara umum emberian antibiotic diberikan sesuai dengan bakteri

ppenyebab, tetapi sering ppula diberikan secara empiris (

2

Page 3: BRPN Jajan Fix

BAB 2

Tinjauan Pustaka

2.1 Anatomi Saluran Nafas

Fungsi pernafasan yang utama adalah untuk mengambil oksigen (O2) dari

atmosfer ke dalam sel-sel tubuh dan untuk mentranspor karbon dioksida (CO2)

yang dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke atmosfer. Oleh karena itu, baik anatomi

maupun fisiologi paru disesuaikan dengan fungsi ini. Secara anatomi, fungsi

pernafasan ini dimulai dari hidung sampai ke parenkim paru.

Secara fungsional saluran pernafasan dibagi atas bagian yang berfungsi

sebagai konduksi (penghantar gas) dan bagian yang berfungsi sebagai respirasi

(pertukaran gas). Pada bagian konduksi, udara seakan-akan bolak-balik diantara

atmosfir jalan nafas. Oleh karena itu, bagian ini seakan-akan tidak berfungsi, dan

disebut dengan “dead space”. Akan tetapi, fungsi tambahan dari konduksi, seperti

proteksi dan pengaturan kelembaban udara, justru dilaksanakan pada bagian ini.

Adapun yang termasuk dalam konduksi ialah rongga hidung, rongga mulut,

faring, laring, trakea, sinus bronkus dan bronkiolus nonrespiratorius.

Pada bagian respirasi akan terjadi pertukaran udara (difusi) yang sering disebut

dengan unit paru (lung unit), yang terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus

alveolaris, atrium dan sokus alveolaris.

Bila ditinjau dari traktus respiratorius, maka yang berfungsi sebagai

konduksi adalah trakea, bronkus utama, bronkus lobaris, bronkus segmental,

bronkus Universitas Sumatera Utara

3

Page 4: BRPN Jajan Fix

subsegmental, bronkus terminalis, bronkiolus, dan bronkiolus nonrespiratorius.

Organ yang bertindak sebagai respirasi adalah bronkiolus respiratorius, bronkiolus

terminalis, duktus alveolaris, sakus alveolaris dan alveoli.

Percabangan trakea sampai kepada sakus alveolaris dapat diklasifikasikan

sebagai berikut : bronkus utama sebagai percabangan utama, bronkus lobaris

sebagai percabangan kedua, bronkus segmental sebagai percabangan ketiga,

bronkus subsegmental sebagai percabangan keempat, hingga sampai bagian yang

keenam belas sebagai bagian yang berperan sebagai konduksi, sedangkan bagian

percabangan yang ketujuh belas sampai ke sembilan belas yang merupakan

percabangan bronkiolus respiratorius dan percabangan yang kedua puluh sampai

kedua puluh dua yang merupakan percabangan duktus alveolaris dan sakus

alveolaris adalah percabangan terakhir yang seluruhnya merupakan bagian

respirasi.

2.2 Bronkoneumonia

2.2.1 Definisi Bronkopneumonia

Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang

melibatkan bronkus/bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak

(patchy distribution). Konsolidasi bercak berpusat disekitar bronkus yang

mengalami peradangan multifokal dan biasanya bilateral.

2.2.2 Epidemiologi

Diperkirakan 2 – 5 juta bayi dan anak balita di berbagai negara setiap

tahunnya. Duapertiga dari kematian ini terjadi pada kelompok usia bayi, terutama

bayi usia 2 bulan pertama sejak kelahiran.1 Di Indonesia, episode kejadian ISPA

pada balita berkisar 3 sampai 6 kali setahun. Dari sekitar 450.000 kematian balita

4

Page 5: BRPN Jajan Fix

yang terjadi setiap tahunnya diperkirakan 150.000 diantaranya disebabkan oleh

ISPA terutama pneumonia .

Gambar 2.1 insidensi Pneumonia Balita di Indonesia pada tahun 2005

Menurut data Riskesdas 2007, prevalens pneumonia (berdasarkan

pengakuan pernah didiagnosis pneumonia oleh tenaga kesehatan dalam sebulan

terakhir sebelum survei) pada bayi di Indonesia adalah 0,76% dengan rentang

antar provinsi sebesar 0-13,2%. Prevalensi tertinggi adalah provinsi Gorontalo

(13,2%) dan Bali (12,9%), sedangkan provinsi lainnya di bawah 10%.

Gambar 1.1 Penyebaran kasus pneumonia di Indonesia (Riskerda 2010)

2.2.3 Etiologi

Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah (Bradley et.al., 2011) :

5

Page 6: BRPN Jajan Fix

1.  Faktor Infeksi

a. Pada neonatus: Streptokokus group B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).

b. Pada bayi :

1)   Virus: Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,

Cytomegalovirus.

2)   Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.

3)   Bakteri: Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza,

Mycobacterium tuberculosa, Bordetella pertusis.

c.    Pada anak-anak :

1)   Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSV

2)   Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia

3)   Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosis

d.   Pada anak besar – dewasa muda :

1)   Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis

2)   Bakteri: Pneumokokus, Bordetella pertusis, M. tuberculosis

2. Faktor Non Infeksi.

Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi

a.     Bronkopneumonia hidrokarbon :

Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung

(zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).

b.    Bronkopneumonia lipoid :

Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara

intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu

mekanisme menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan

6

Page 7: BRPN Jajan Fix

posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan

pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada

jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung

asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan

minyak ikan.

Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk

terjadinya bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita

penyakit yang berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang

pada bayi dan anak merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.

2.2.4 Klasifikasi

Adaun pembagian pneumonia adalah sebagai berikut

1.    Berdasarkan lokasi lesi di paru

a.     Pneumonia lobaris

b.   Pneumonia interstitialis

c.    Bronkopneumonia

2.    Berdasarkan asal infeksi

a.   Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community acquired

pneumonia = CAP)

b.   Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia)

3.    Berdasarkan mikroorganisme penyebab

a.    Pneumonia bakteri

b.    Pneumonia virus

c.    Pneumonia mikoplasma

d.   Pneumonia jamur

7

Page 8: BRPN Jajan Fix

4.    Berdasarkan karakteristik penyakit

a.    Pneumonia tipikal

b.    Pneumonia atipikal

5.    Berdasarkan lama penyakit

a.    Pneumonia akut

b.    Pneumonia persisten

2.2.5 Patogenesis Bronkopneumonia

Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan

mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan

paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara

daya tahan tubuh sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat

timbulnya infeksi penyakit.

Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui

jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan

jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu

proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :

1. Stadium I/Hiperemia (4 – 12 jam pertama/kongesti)

Pada stadium I, disebut hyperemia karena mengacu pada respon

peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini

ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat

infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari

sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator

tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga

mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan

8

Page 9: BRPN Jajan Fix

prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan

permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke

dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler

dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan

jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan

gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan

saturasi oksigen hemoglobin.

2. Stadium II/Hepatisasi Merah (48 jam berikutnya)

Pada stadium II, disebut hepatisasi merah karena terjadi sewaktu alveolus

terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu

(host). sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat

oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan sehingga warna paru

menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli

tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini

berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

3. Stadium III/Hepatisasi Kelabu (3 – 8 hari)

Pada stadium III/hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah

putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin

terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.

Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai di reabsorbsi, lobus masih tetap padat

karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler

darah tidak lagi mengalami kongesti.

4. Stadium IV/Resolusi (7 – 11 hari)

9

Page 10: BRPN Jajan Fix

Pada stadium IV/resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan

peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorpsi oleh

makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

2.2.6 Manifestasi Klinik

bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian

atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39◦-40◦C dan

mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu,

pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di

sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak

akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk

kering kemudian menjadi produktif (Bennete, 2013).

Dalam pemeriksaan fisik penderita pneumonia khususnya

bronkopneumonia ditemukan hal-hal sebagai berikut (Bennete, 2013):

1.  Pada inspeksi terlihat setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal,

suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.

Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah

retraksi dinding dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung;

orthopnea; dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang

bertambah negatif selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas

menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada,

yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan

suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat terlihat

apabila tekanan intrapleura yang semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat

10

Page 11: BRPN Jajan Fix

pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah

dibandingkan anak yang lebih tua.

Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan

fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat

dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi

akibat “head bobbing”, yang dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat

dengan kepala disangga tegal lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada

tanda distres pernapasan yang lain pada “head bobbing”, adanya kerusakan sistem

saraf pusat dapat dicurigai.

Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya

distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal

(contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase

hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan napas atas dan keseluruhan.

Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah tekanan

negatif faring selama inspirasi.    

2.    Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.

Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan

getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan

infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan

berkurang.

3.    Pada perkusi tidak terdapat kelainan

4.    Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.

Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan

berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi

11

Page 12: BRPN Jajan Fix

ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras

atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung

jumlah crackles individual) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme

terjadinya).

Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret

jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.

2.2.7 Pemeriksaan Radiologi

Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan

peningkatan corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar

di pinggir lapang paru. Bayangan bercak ini sering terlihat pada lobus bawah

2.2.8 Gambaran morfologi

Bronkopneumonia ditandai dengan lokus konsolidasi radang yang

menyebar menyeluruh pada satu atau beberapa lobus. Seringkali bilateral di basal

sebab ada kecenderungan sekret untuk turun karena gravitasi ke lobus bawah. lesi

yang telah berkembang penuh agak meninggi, kering granuler, abu-abu merah,

sampai kuning, dan memiliki batas yang tidak jelas. Ukuran diameter bervariasi

antara 3 sampai 4 cm. pengelompokan fokus ini terjadi pada keadaan yang lebih

lanjut (florid) yang terlihat sebagai konsolidasi lobular total. Daerah fokus

nekrosis (abses) dapat terlihat di antara daerah yang terkena.

Substansi paru di sekelilingi daerah konsolidasi biasanya agak hipermi dan

edematosa, tetapi daerah yang luas diantaranya pada umumnya normal. Pleuritis

fibrinosa atau supuratif terjadi bila fokus peradangan berhubungan dengan pleura,

tetapi ini tidak biasa. Dengan meredanya penyakit, konsolidasi dapat larut bila

12

Page 13: BRPN Jajan Fix

tidak ada pembentukan abses, atau dapat menjadi terorganisasi meninggalkan sisa

fokus fibrosis.

Secara histologis, reaksi itu terdiri dari eksudat supuratif yang memenuhi

bronki, bronkioli dan rongga alveolar yang berdekatan. Netrofil dominan dalam

eksudasi ini dan biasanya hanya didapatkan sejumlah kecil fibrin. Seperti yang

diharapkan, abses ditandai oleh nekrosis dari arsitektur dasar.

2.2.9 Kriteria Diagnosis

Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut (Bradley et.al.,

2011):

1. Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada

2. Panas badan

3. Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles)

4. Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus

5. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit

predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)

2.2.10 Komplikasi

Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri

dalam rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau

penyebaran bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan

osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi

(Bradley et.al., 2011).

2.2.11 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak

terdiri dari 2 macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus (IDAI, 2012)

13

Page 14: BRPN Jajan Fix

1.    Penatalaksaan Umum

Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit àsampai sesak nafas hilang

Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.

Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyamanan

pasien dan mengontrol batuk

Nebulsasi dg B2 agonis dan atau NaCl untuk memperbaiki mucocilliary

clearance

2.    Penatalaksanaan Khusus

a.    Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan

pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi

antibioti awal.

b.    Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,

takikardi, atau penderita kelainan jantung

c.    Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan

manifestasi klinis. Pneumonia ringan à amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis

(di wilayah dengan angka resistensi  penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan

menjadi 80-90 mg/kgBB/hari). Amoksilin merupakan pilihan pertama

untuk antibiotik oral pada anak <5th, karena efektif melawan sebagian

besar patogen yang menyebabkan pneumonia pada anak, ditoleransi

dengan baik murah. Alternatifnya adalah co-amoxiclav, ceflacor,

aritromisin, claritromisin, dan azitromisin. M.pneumoniae lebih sering

terjadi pada anak yang lebih tua maka antibiotik golongan makrolid

diberikan sebagai pilihan pertama secara empiris pada anak ≥ 5

14

Page 15: BRPN Jajan Fix

tahun.Makrolid diberikan jika M.pneumoniae atau C.Pneumonia dicurigai

sebagai penyebab

15

Page 16: BRPN Jajan Fix

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Penderita

• Nama : An. S

• Umur : 1 bulan 14 hari

• Jenis Kelamin: Perempuan

• Agama : Islam

• Suku : Jawa

• Alamat : , Jombang

• MRS : 12 oktober 2014 jam : 21.00

• No. RM : 15-28-75

3.2 Anamnesis

3.2.1 Keluhan Utama

sesak

3.2.3 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien kiriman IGD dengan keluhan sesak, sesak mulai 1 jam terakhir

SMRS, sebelumnya pasien mengeluh panas badan mulai sabtu 11-10-14

jam 17.00. pasien juga mengeluh flu mulai jumat tanggal 10-11-14.

Dibawa ke bidan dan diberi puyer tapi demam tidak reda. Tidak mau

minum mulai jam 15.00 5 jam SMRS. Mual (-), mumtah (-). Batuk mulai

jumat disertai pilek 10-10-14. BAK terakhir jam 18.30. BAB terakhir jam

18.30 warna kuning, tidak lembek

3.2.4 Riwayat pengobatan

Berobat ke bidan tapi demam tidak reda

16

Page 17: BRPN Jajan Fix

3.2.5 Riwayat penyakit dahulu

Tidak pernah mengalami sakit ini sebelumnya

3.2.6 Riwayat penyakit keluarga

Ibu pasien mengatakan tidak ada keluarga pasien yang menderita penyakit

batuk-batuk lama ataupun sesak napas

3.2.7 Riwayat Sosial

Pasien merupakan anak tunggal yang kesehariannya tinggal bersama

kedua orang tua. Kebersihan dari orang tua kurang, bayi kurang minum

ASI

3.2.8 Riwayat kelahiran :

Pasien lahir di bidan cukup bulan dengan berat badan 2,7 kg dan panjang

badan 48 cm. lahir spt B, langsung menangis ketuban jernih

3.2.9 Riwayat gizi :

Sejak lahir diberi ASI

3.3 Pemeriksaan Fisik

3.3.1 Status Generalis

Keadaan umum : lemah, rewel

kesadaran : somnolen

Tanda Vital :

• N : 100 x / menit, reguler, kuat.

• RR : 64 x / menit.

• Suhu : 39°C

Berat Badan : 3,3 kg

17

Page 18: BRPN Jajan Fix

Tinggi Badan : 5,2 cm

Status gizi : Baik

Pemeriksaan Fisik:

• Kepala :

– A/I/C/D -/-/-/-, pernafasan cuping hidung (-)

• Leher :

– Pembesaran KGB (-)

• Thoraks : Simetris +/+, retraksi +/+ suprasternal

– Cor : S1&S2 tunggal reguler, Murmur (-),

Gallop (-)

– Pulmo : rhonki +/+, wheezing -/-

• Abdomen :

– Inspeksi : flat, retraksi epigastrium (+)

– Auskultasi : bising usus (+) normal

– Perkusi : timpani

– Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, nyeri

tekan (-).

• Ekstremitas :

– akral hangat (+), edema (-)

3.4 Pemeriksaan Penunjang

Lab DL :

Hb: 12,4 g/dL

Leukosit : 10700/cmm

18

Page 19: BRPN Jajan Fix

Hematokrit : 37,3%

Eritrosit : 3.640.000

Trombosit : 197.000/cmm

Foto thorax :

Gambar 3.1 Fototorak pasien dengan Bronkopneumonia

Cor : normal

Pulmo : tampak bercak-bercak infiltrat parahilus kanan-kiri

Kesan : Bronchopneumonia

3.5 Resume

Anak S, 1 bulan 14 hari, Pasien kiriman IGD dengan keluhan sesak 1 jam

SMRS. panas badan mulai sabtu 11-10-14 jam 17.00. Mual (-), muntah

(-). Batuk dan flu mulai jumat 10-10-14. Pemeriksaan fisik didapatkan

suara pada nafas menurun dan didapatkan ronkhi pada kedua lapang paru.

Leukosit 10.700, tampak bercak-bercak infiltrat parahilus kanan-kiri

3.6 Diagnosis

Pneumonia

19

Page 20: BRPN Jajan Fix

3.7 Diagnosis Banding

Bronkiolitis

Asma bronchiale

3.8 Planning

3.8.1 Planing Terapi:

Oksigen kanul 2 literpermenit

D10 0,18 100 cc/24 jam

Pyrec 3,5 cc

Nebulizer+suction combivent/pulmicort 2x1amp selang seling

penicillin injeksi 3x 50 mg

Gentamisin 1x 15 mg

ASI eksklusif

3.9 Monitoring

Keadaan umum dan vital sign

sesak

Keluhan Pasien

3.10 Edukasi :

Menginformasikan kepada keluarga pasien mengenai:

o Penyakit pasien pneumonia

o Tindakan pemeriksaan yang akan dilakukan

o Menjelaskan macam-macam obat yang diberikan dan efeknya

o Prognosis dan komplikasi yang mungkin dapat terjadi

o Hindari jajan-jananan yang kurang kebersihannya

o Jika sudah keluar RS : kontrol rutin di poli anak

20

Page 21: BRPN Jajan Fix

3.11 Prognosis

Prognosis pada pasien ini umumnya baik bila penanganan cepat, tepat,

adekuat dan dipicu dari kemauan pasien untuk sembuh

Perkembangan Harian

11-10-2014 12-10-2014 S Batuk (+) berdahak

Sesak (+) Demam (+), mual (-), muntah (-), BAK (+) , BAB(+) encer (-)

Batuk (+) berdahakSesak (+) Demam (+), mual (-), muntah (-), BAK (+) , BAB(+) encer (-)

O KU: cukupHR: 120x/mnt, RR: 64x/mnt, t: 39°CKepala: A/I/C/D -/-/-/+Thorax: simetris,retraksi (+) suprasternalPulmo : rhonki (+/+),whezing -/- Cor: S1S2 tunggal, m(-), g(-)Abdomen

Inspeksi : flat, retraksi epigastrium (-), bising usus (+) normal, timpani

Ekstremitas : akral hangat

KU: cukupHR: 124x/mnt, RR: 58x/mnt, t: 38,5°CKepala: A/I/C/D -/-/-/+Thorax: simetris, retraksi (+) suprastrenalPulmo : rhonki (+/+), Cor: dbnAbdomen

Inspeksi : flat, retraksi epigastrium (-), bising usus (+) normal, timpani

Ekstremitas : akral hangat

A Suspect pneumonia Observasi febris hari kedua

pneumonia

P O2 nasal 2lpmInfus D5 ¼ NS 100cc/24jInj viccilin sx 3x 250mgNebulizer+suction combivent/pulmicort 2x1amp selang selingTamoliv 3,5 cc (K/P)Asi / PasiFototorak dan pemeriksaan darah lengkap

O2 nasal 2lpmInfus D5 ¼ NS 100cc/24jInj gentamisin 1x 20Inj viccilin sx 3x 250mgNebulizer+suction combivent/pulmicort 2x1amp selang selingTamoliv 3,5 cc (K/P)Asi / Pasi

21

Page 22: BRPN Jajan Fix

14-10-2014 15-10-2014 S Batuk (+) berdahak

Sesak menurun, Demam(-), mual (-), muntah (-), BAK (+), BAB(+)encer (-)

Batuk berkurang, sesak (-), demam(-), mual(-), muntah (-), BAK (+), BAB (+)encer (-)

O KU: cukupHR: 120x/mnt, RR: 52x/mnt, t: 37,5°CKepala: A/I/C/D -/-/-/-Thorax: simetris,retraksi (-)Pulmo : rhonki (-/-),whezing -/- Cor: S1S2 tunggal, m(-), g(-)Abdomen

Inspeksi : flat, retraksi epigastrium (-), bising usus (+), timpani

Ekstremitas : akral hangat

KU: cukupHR: 120x/mnt, RR: 46x/mnt, t: 37°CKepala: A/I/C/D -/-/-/-Thorax: simetris,retraksi (-)Pulmo : rhonki (-/-),whezing -/- Cor: S1S2 tunggal, m(-), g(-)Abdomen

Inspeksi : flat, retraksi epigastrium (-), bising usus (+) normal, timpani

Ekstremitas : akral hangatA Pneumonia pnemoniaP Infus D5 ¼ NS 100cc/24j

Inj gentamisin 1x20mgInj viccilin sx 3x 250mgTamoliv 3,5 cc (Stop)Asi / Pasi

Infus D5 ¼ NS 100cc/24jInj gentamisin 1x20mgInj viccilin sx 3x 250mgTamoliv 3,5 cc (stop)Asi / Pasi

22

Page 23: BRPN Jajan Fix

BAB IV

PEMBAHASAN

Anak perempuan 3 bulan, keluhan Batuk mulai jumat 10-10-14. panas

badan mulai sabtu 11-10-14 jam 17.00. Mual (-), mumtah (-)Pemeriksaan fisik

didapatkan suara pada nafas menurun dan didapatkan ronkhi pada kedua lapang

paru. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan Pneumonia diklasifikasikan

berdasarkan usia, dimana pada kasus ini termasuk dalam klasifikasi ppneuomonia

kurang dari 3 bulan. Kuman patogen masuk kedalam trakhea, di dalam trakhea

kuman sebenarnya sudah dihadang 0leh 3 mekanisme pertahanan tubuh, yaitu

pertahanan mekanik(epitel dan silia) dan ketika di broknkus di lawan oleh , respon

imun selular dan humoral, di dalam bronkus dan daerah terminal bronkiolus inilah

mereka berkolonisasi, terjadi perlawanan dari sistem imun tubuh yang

merangsang mediator inflamasi, sehingga terjadi keradangan di daerah bronkus,

kerangan tersebut merangsang terjadinya batuk dan ppeningkatan sekresi cairan

mukus d bronkus sehingga terjadi ronkhi. Kolonisasi tersebut juga menyebakan

terjadinya konsolidasi (pengerasan pada parenkim) sehingga suara nafas

menurun).

Pada kasus di atas terjadi peningkatan leukosit dan tampak infiltrat di

daerah parahilus kanan dan kiri. Hal ini sesuai dengan teori dimana penyebab dari

bronkoppneumonia adalah kuman , bakteri, ketika terjadi infeksi bakteri maka

makrofag dan imunitas tubuh yang lain meningkat menuju daerah yang terinfeksi

melalui darah, sehingga ketika diperiksa darahnya terjadi . peningkatan leukosit

23

Page 24: BRPN Jajan Fix

Infiltrat di daerah parahilus kanan dan kiri merupakan gambaran khas radiologi

dari bronkopneumonia.

Dalam kasus diatas menggunakan terapi penicillin, gentamisin,

parasetamol dan asi eksklusif. penisilin adalah antibiotik yang bekerja sebagai

broadspectrum terhadap kuman gram positif dan negatif. Merupakan obat lini pertama

untuk infeksi ada anak.Gentamisin merupakan antibiotik golongan aminoglikosida,

pemberian golongan penicilin dikombonasikan dengan aminoglikosida terbukti

efektif terhadap kuman penyebab eneumonia seperti S. pneumonia, klamidia dan

mycoplasma pnenumonia (harnden A et al ., 2011). parasetamol (NSAID) yang

bekerja menghambat Cox 1 sehingga tidak terangsangnya zat irogen penyebab

demam (FKUI, 2007). Kekurangan vitamin A dihubungkan dengan peningkatan

insiden, morbiditas, dan mortalitas penyakit saluran pernafasan. Vitamin A

menstabilkan struktur dan fungsi mukosa dan terlibat dalam sel imun khususnya

sel T. dan produksi mukus, ASI menyediakan vitamin A 6 bulan pertama

kelahiran

24

Page 25: BRPN Jajan Fix

BAB V

Kesimpulan

Anak S, 1 bulan 14 hari, Pasien kiriman IGD dengan keluhan sesak 1 jam

SMRS. panas badan mulai sabtu 11-10-14 jam 17.00. Mual (-), muntah (-). Batuk

dan flu mulai jumat 10-10-14. Pemeriksaan fisik didapatkan suara pada nafas

menurun dan didapatkan ronkhi pada kedua lapang paru. Leukosit 10.700,

tampak bercak-bercak infiltrat parahilus kanan-kiri. Dari situ ditarik suatu

diagnosis yaitu pneumonia.

Adapun diagnosis banding adalah asthma bronkiale dan bronkiolitis.

Penatalaksanaannya sebagai berikut O2 nasal 2lpm, Infus D5 ¼ NS 100cc/24j, Inj

gentamisin 1x 20, Inj viccilin sx 3x 250mg, Nebulizer+suction

combivent/pulmicort 2x1amp selang seling, Tamoliv 3,5 cc (bila demam).

Monitoring pada pasien ini adalah Keadaan umum dan vital sign sesak,Keluhan

Pasien, serta efek samping dari pengobatan

25

Page 26: BRPN Jajan Fix

DAFTAR PUSTAKA

Bennete M.J. 2013. Pediatric Pneumonia.

http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview. (9 April 2013)

Said, M . 2001. Neumonia Atipik pada Anak. Jurnal sari Pediatri, Vol. 3,

desember 2001: 144-146

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2013. Pneumonia Komuniti. Pedoman

diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.pp hal : 2-24

Sectish Theodore C, Prober Charles G. Nelson Textbook of Pediatrics:

“Pneumonia”. Edisi ke-17. Saunders. 2004

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan

Anak. Jakarta : Penerbit IDAI

Harris M, Clark J, Coote M, et al., 2011. Guidelines for the management

ofcommunity acquired pneumonia inchildren: update 2011. British

Thoracic Society Community Acquired Pneumonia in Children Guideline

Group

Nurjazuli dan widianingtias R, 2009. Faktor Risiko Dominan Kejadian Pnumonia

Pada Balita (Dominant risk factors on the occurrence of pneumonia on

children under five years). Faculty of Public Health Diponegoro

University, Semarang.

Wirahmi, Halim, dan Ucida, 2010. Analisa Penggunaan Kombinasi Gentamisin

dan Ampisilin pada Pasien Pediatri di Bangsal Anak RSUD Dr. M. Yunus

Bengkulu. Fakultas Farmasi Universitas Andalas

26