86202583 Makalah Hubungan Kebiasaan Jajan Anak Usai Sekolah

30
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asupan nutrisi dan gizi yang baik akan berpengaruh terhadap tumbuh dan kembangnya anak secara optimal. Anak usia sekolah, 7-15 tahun, membutuhkan zat gizi lengkap agar dapat tumbuh dan berkembang, serta melakukan berbagai aktivitas secara sehat. Sejumlah faktor perlu diperhatikan agar anak tumbuh kembang dengan gizi baik. Seperti pola makan, jenis makanan , jumlah, dan jadwalnya. Lalu kebiasaan menjalani pola hidup bersih dan sehat serta yang juga tak kalah penting adalah fasilitas kebersihan dan kesehatan yang menunjang gizi baik untuk anak. Kebiasaan anak menjaga kebersihan diri dan lingkungan di sekolah, termasuk pilihan jajanan sehatc dan ketersediaan kantin sehat di sekolah juga turut memengaruhi status gizi anak. Akan tetapi, anak-anak saat ini memiliki kebiasaan makan di kantin sekolah atau di sekitar sekolah dan biasanya yang dimakannya adalah makanan cepat saji (fast food). Serta, makanan yang dijual di sekitar sekolah itu belum tentu terjamin kebersihannya seperti : tahu goreng, mie bakso dengan saus, gulali, batagor, mie instan dan 1 1

description

usia anak

Transcript of 86202583 Makalah Hubungan Kebiasaan Jajan Anak Usai Sekolah

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Asupan nutrisi dan gizi yang baik akan berpengaruh terhadap

tumbuh dan kembangnya anak secara optimal. Anak usia sekolah, 7-15

tahun, membutuhkan zat gizi lengkap agar dapat tumbuh dan berkembang,

serta melakukan berbagai aktivitas secara sehat. Sejumlah faktor perlu

diperhatikan agar anak tumbuh kembang dengan gizi baik. Seperti pola

makan, jenis makanan , jumlah, dan jadwalnya. Lalu kebiasaan menjalani

pola hidup bersih dan sehat serta yang juga tak kalah penting adalah

fasilitas kebersihan dan kesehatan yang menunjang gizi baik untuk anak.

Kebiasaan anak menjaga kebersihan diri dan lingkungan di sekolah,

termasuk pilihan jajanan sehatc dan ketersediaan kantin sehat di sekolah

juga turut memengaruhi status gizi anak.

Akan tetapi, anak-anak saat ini memiliki kebiasaan makan di

kantin sekolah atau di sekitar sekolah dan biasanya yang dimakannya

adalah makanan cepat saji (fast food). Serta, makanan yang dijual di

sekitar sekolah itu belum tentu terjamin kebersihannya seperti : tahu

goreng, mie bakso dengan saus, gulali, batagor, mie instan dan sebagainya.

Warna dan jenis kemasan jajanan yang biasa dikonsumsi anak usia sekolah

kerap memang menarik, tetapi orang kadang tidak tahu seperti apa

kandungan gizi jajanan tersebut, bahkan banyak yang sebenarnya

berbahaya untuk kesehatan anak. Misalnya, anak menjadi keracunan

makanan akibatnya anak mendapatkan penyakit seperti sakit perut, diare,

batuk, flu, dan sebagainya.

Seperti yang diketahui, anak sekolah sudah mempunyai sifat

konsumen aktif, yaitu mereka sudah bisa memilih makanan yang

disukainya. Akan tetapi, kebanyakan orang tua jarang memperhatikan apa

yang yang dimakan anaknya. Intinya, orang tua hanya memberi uang jajan

kepada anaknya dan mengabaikan jenis-jenis makanan yang dimakan

anaknya. Apalagi kebanyakan di sekolah-sekolah tidak diarahkan pula

1

1

oleh gurunya dengan praktik makan makanan yang sehat secara rutin. Hal

ini sudah sangat jelas akibat yang akan terjadi kepada gizi anak.

Berdasarkan hasil survei Badan Pengawas Obat dan Makanan

(BPOM) pada 2007 terhadap 4.500 sekolah di Indonesia, 45 persen jajanan

yang dijual di sekitar sekolah tercemar bahaya pangan mikrobiologis dan

kimia. Bahaya utama berasal dari cemaran fisik mikrobiologi dan kimia

seperti pewarna tekstil, sedangkan jenis jajanan berbahaya bisa berbentuk

makanan utama atau makanan dan minuman ringan. (http//google.co.id)

Oleh karena itu penulis ingin mengetahui hubungan kebiasaan

jajan anak sekolah terhadap gizi.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang belakang di atas maka identifikasi masalahnya

yakni :

1. Kebiasaan anak sekolah yang jajan di luar daripada makan di rumah.

2. Kurangnya upaya orang tua dan guru untuk mencegah kebiasaan

anaknya yang suka jajan.

C. Pembatasan Masalah

Dari masalah yang sudah diidentifikasi di atas, penulis membatasi

permasalahan pada poin ke 1 yaitu “kebiasaan anak sekolah yang jajan di

luar rumah daripada makan dirumah”.

D. Perumusan Masalah

1. Bagaimana hubungan kebiasaan jajan anak sekolah terhadap gizi ?

2. Bagaimana upaya orang tua dan guru untuk mengatasi masalah ini ?

E. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui hubungan kebiasaan jajan anak sekolah terhadap gizi dan

kesehatan anak .

2. Menjelaskan upaya orang tua untuk mencegah kebiasaan anaknya yang

suka jajan diluar daripada makan di rumah.

2

F. Manfaat Penulisan

1. Bagi penulis yakni sebagai referensi selanjutnya dalam pembuatan

makalah.

2. Bagi orang tua yakni dapat memberikan informasi dan masukan

kepada orang tua tentang makanan yang sehat dan bergizi.

3. Bagi Guru yakni dapat mengetahui tentang gizi dan mendiskripsikan

kepada siswanya untuk memilih makanan yang baik.

4. Bagi Siswa yakni siswa menjadi tahu dan paham serta bisa memilih

jajanan yang baik untuk kesehatan.

3

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis

1. Pengertian Gizi

Istilah “gizi” dan “Ilmu gizi” di Indonesia baru mulai dikenal

sekitar tahun 1952-1955 sebagai terjemahan kata bahasa Inggris

nutrition. Kata gizi berasal dari bahasa Arab “ghidza” yang berarti

makanan. Menurut dialek Mesir, ghidza dibaca ghizi. Selain itu,

sebagian orang menerjemahkan nutrition dengan mengejanya

sebgai “nutrisi”. Terjemahan ini terdapat dalam kamus umum

bahasa Indonesia Badudu-Zain tahun 1994. Ilmu makanan ternak

dalam disiplin ilmu kedokteran hewan disebut “ilmu nutrisi ternak

makanan”. Namun yang lazim dan resmi, baik dalam tulisan ilmiah

mauoun dokumen pemerintah seperti dalam buku Repelita, hanya

digunakan kata gizi. (Soekirman, 1999 : 4)

a) Pola Makan Sehat dan Gizi yang baik Untuk Anak

Secara umum ada tiga hal yang perlu diperhatikan para ibu

untuk membentuk pola makan anak.

1) Jumlah

Makanlah sesuai kebutuhan kalori, tidak

kekurangan dan tidak berlebih. Anak dengan berat badan 1-

10 kg, membutuhkan 100 kal/kilogram berat badan.

Sementara itu anak yang bobotnya 10-20 kg membutuhkan

kalori 50 kal/kg BB (ditambah 1000 kalori).

2) Jenis

Penuhi kebutuhan gizi yang meliputi karbohidrat,

protein nabati dan hewani, buah-buahan, sayuran, lemak

serta susu. Agar anak cepat menyukai makanannya,

sebaiknya menu makan anak disamakan dengan menu

4

4

keluarga agar anak tidak cepat bosan. Yang perlu

dimodifikasi  mungkin rasa pedasnya.

3) Jadwal

Buatlah jadwal makan yang teratur. Waktu makan

anak adalah tiga kali makan utama dan dua kali snack.

Biasakan juga anak untuk sarapan sebagai persiapan energi

sebelum beraktivitas. Sangat dianjurkan untuk melibatkan

anak pada acara makan bersama. Melalui kegiatan ini anak

bisa mengamati dan belajar tentang kebiasaan dan cara

makan yang baik.

Prinsip 4 sehat 5 sempurna menyamaratakan kebutuhan gizi

semua orang yang berusia di atas 2 tahun. Sedangkan Pedoman

Gizi Seimbang (PGS) berprinsip, tiap golongan usia, status,

kesehatan dan aktivitas fisik memerlukan PGS berbeda yang

sesuai.

Menurut Prof.Soekirman, ahli gizi sekaligus guru besar dari

Institut Pertanian Bogor (IPB), bila pola makan kita hanya

berdasarkan pada susunan makanan yang terdiri dari 4 kelompok

tanpa mempertimbangkan apakah jenis zat gizinya sesuai dengan

kebutuhan, maka pola makan itu dianggap tidak sehat.

Dalam prinsip PGS, setiap kelompok umur memiliki

kebutuhannya sendiri, misalnya kebutuhan gizi ibu hamil dan

orang dewasa tentu berbeda. Demikian pula kebutuhan gizi

kelompok lanjut usia.

"Seimbang berarti disesuaikan dengan kebutuhan. Jika

seseorang rajin berolahraga tentu ia boleh makan agak lebih

banyak dibanding orang yang kurang aktif," kata Prof.Soekirman

dalam acara peluncuran buku Pedoman Gizi Seimbang di Jakarta

(27/1/2011).

5

Ia menambahkan, setiap manusia membutuhkan makanan

yang beraneka ragam karena tidak ada satu pun bahan makanan

yang mengandung seluruh zat gizi yang dibutuhkan tubuh.

PGS juga tidak hanya memperhatikan aspek gizi namun

juga mempertimbangkan berbagai faktor di luar makanan yang

berpengaruh pada kesehatan, seperti aspek kebersihan makanan,

aktivitas fisik, dan kaitannya dengan pola hidup sehat lain. (Lusia

Kus Anna dan Asep Candra. 2011. Beda 4 Sehat 5 Sempurna

dengan Gizi Seimbang. http://health.kompas.com/)

2. Perilaku Makan pada Anak Usia Sekolah

Perilaku makan anak di luar rumah harus diperhatikan dan

dicermati. Pada mumnya kebiasaan yang sering menjadi masalah

adalah kebiasaan makan di kantin atau warung di sekitar sekolah

dan kebiasaan makan fast food.

a) Kebiasaan Makan Jajanan

Pengertian Makanan jajanan yang dijual oleh pedagang

kaki lima atau dalam bahasa Inggris disebut street food

menurut FAO didefinisikan sebagai makanan dan minuman

yang dipersiapkan dan atau dijual oleh pedagang kaki lima di

jalanan dan di tempat-tempat keramaian umum lain yang

langsung dimakan tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut

(Iswaranti dkk, 2007).

Usia prasekolah atau taman Kanak-kanak sudah

mempunyai sifat konsumen aktif, yaitu mereka sudah bisa

memilih makanan yang disukainya. Seorang ibu yang telah

menanamkan kebiasaan makan dengan gizi yang baik pada usia

dini tentunya sangat mudah mengarahkan makanan anak,

karena dia telah mengenal makanan yang baik pada usia

sebelumnya. Apalagi di sekolah diarahkan pula oleh gurunya

dengan praktik makan makanan yang sehat secara rutin. Hal ini

6

sangat menguntungkan seandainya ada anak yang susah makan

dan dengan petunjuk tentunya anak akan mengikuti. Program

makan bersama di sekolah sangat baik dilaksanakan karena ini

merupakan modal dasar bagi pengertian anak supaya anak mau

diarahkan pada pola makan dengan gizi yang baik.

Golongan usia SD usia 7-9 tahun dan 10-12 tahun bisa

menentukan makanan yang disukai karena mereka sudah

mengenal lingkungan. Untuk itu perlu pengawasan dari orang

tua supaya tidak salah melilih makanan karena pengaruh

lingkungan. Disini anak masih dalam tahap pertumbuhan

sehingga kebutuhan gizinya harus tetap seimbang. Banyak

makanan yang dijual dipinggir jalan atau tempat umum hanya

mengadung karbohidrat dan garam yang hanya kan membuat

cepat kenyang dan banyak disukai anak, sayangnya hal ini bisa

mengganggu napsu makan anak dan jika hal ini dibiarkan

berlarut2 akan dapat mengganggu atau menghambat

pertumbuhan tubuhnya.

Sedangkan pada anak usia 10-12 tahun sudah harus

dibagi dalam jenis kelaminnya mengingat kebutuhan mereka

yang berbeda. Anak laki-laki lebih banyak melakukan aktivitas

fisik sehingga mmerlukan kalori yang lebih banyak

dibandingkan anak perempuan. Pada usia ini biasanya anak

perempuan sudah mengalami masa haid sehingga memerlukan

lebih banyak protein, zat besi dari usia sebelumnya.

Makanan jajanan yang dijual oleh pedagang kaki lima

atau dalam bahasa Inggris disebut street food menurut FAO

didefisinikan sebagai makanan dan minuman yang

dipersiapkan dan dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan

di tempat-tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan

atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut.

Jajanan kaki lima dapat mejawab tantangan masyarakat

terhadap makanan yang murah, mudah, menarik dan bervariasi.

7

Anak-anak sekolah umumnya setiap hari menghabiskan ¼

waktunya di sekolah. Sebuah penelitian di Jakarta baru-baru ini

menemukan bahwa uang jajan anak sekolah rata-rata sekarang

berkisar antara Rp 2000 – Rp 4000 per hari. Bahkan ada yang

mencapai Rp 7000. Lebih jauh lagi, hanya sekitar 5% anak-

anak tersebut membawa bekal dari rumah. Mereka lebih

terpapar pada makanan jajanan kaki lima dan mempunyai

kemampuan untuk membeli makanan tersebut.

Menariknya, makanan jajanan kaki lima menyumbang

asupan energi bagi anak sekolah sebanyak 36%, protein 29%

dan zat besi 52%. Karena itu dapat dipahami peran penting

makanan jajanan kaki lima pada pertumbuhan dan prestasi

belajar anak sekolah. Namun demikian, keamanan jajanan

tersebut baik dari segi mikrobiologis maupun kimiawi masih

dipertanyakan. Pada penelitian yang dilakukan di Bogor telah

ditemukan Salmonella Paratyphi A di 25% – 50% sampel

minuman yang dijual di kaki lima. Bakteri ini mungkin berasal

dari es batu yang tidak dimasak terlebih dahulu. Selain cemaran

mikrobiologis, cemaran kimiawi yang umum ditemukan pada

makanan jajanan kaki lima adalah penggunaan bahan tambahan

pangan (BTP) ilegal seperti borax (pengempal yang

mengandung logam berat Boron), formalin (pengawet yang

digunakan untuk mayat), rhodamin B ( pewarna merah pada

tekstil), dan methanil yellow (pewarna kuning pada tekstil).

Bahan-bahan ini dapat terakumulasi pada tubuh manusia dan

bersifat karsinogenik yang dalam jangka panjang menyebabkan

penyakit-penyakit seperti antara lain kanker dan tumor pada

organ tubuh manusia. Pengaruh jangka pendek penggunaan

BTP ini menimbulkan gelaja-gejala yang sangat umum seperti

pusing dan mual. Karenanya Joint Expert Committee on Food

Additives (JECFA) dari WHO yang mengatur dan

mengevaluasi standar BTP melarang penggunaan bahan kimia

8

tersebut pada makanan. Standar ini juga diadopsi oleh Badan

POM dan Departemen Kesehatan RI melalui Peraturan Menkes

no. 722/Menkes/Per/IX/1998.

Secara umum penyakit bawaan makanan (foodborne

diseases) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang

utama di banyak negara. Karena penyakit ini dianggap bukan

termasuk penyakit yang serius, maka seringkali kasus-kasusnya

kurang terlaporkan. Temuan baru di Jakarta Timur

mengungkapkan bahwa jenis jajanan yang sering dikonsumsi

oleh anak-anak sekolah adalah lontong, otak-otak, tahu goreng,

mie bakso dengan saus, ketan uli, es sirop, dan cilok.

Berdasarkan uji lab, pada otak-otak dan bakso ditemukan

borax, tahu goreng dan mie kuning basah ditemukan formalin,

dan es sirop merah positif mengandung rhodamin B.

Wawancara dengan PKL menunjukkan bahwa mereka tidak

tahu adanya BTP ilegal pada bahan baku jajanan yang mereka

jual. Selain itu BTP ilegal menjadi primadona bahan tambahan

di jajanan kaki lima karena harganya murah, dapat memberikan

penampilan makanan yang menarik (misalnya warnanya sangat

cerah sehingga menarik perhatian anak-anak) dan mudah

didapat. Lebih jauh lagi, kita ketahui bahwa makanan yang

dijajakan oleh PKL umumnya tidak dipersiapkan dengan secara

baik dan bersih. Kebanyakan PKL mempunyai pengetahuan

yang rendah tentang penanganan pangan yang aman, mereka

juga kurang mempunyai akses terhadap air bersih serta fasilitas

cuci dan buang sampah. Terjadinya penyakit bawaan makanan

pada jajanan kaki lima dapat berupa kontaminasi baik dari

bahan baku, penjamah makanan yang tidak sehat, atau

peralatan yang kurang bersih, juga waktu dan temperatur

penyimpanan yang tidak tepat. (Anonim. 2009. “Kesulitan

makan dan pemberian nutrisi pada anak sekolah”.

http/google.co.id.)

9

b) Makanan Fast Food

Fast food atau makanan siap saji sering disebut juga Junk

food sangat disukai anak usia sekolah. Fast food sebenarnya

bukanlah makanan yang tidak ada faedahnya sama sekali.

Contohnya hamburger, mengandung protein dan lemak,

sumber zat besi dan vitamin B yang baik buat anak. Namun

perlu diingat bahwa lemak dan protein yang terkandung dalam

hamburger melebihi jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh. Anak

menyukai junk food, tidak ada salahnya sekali-kali diberikan,

namun sangat dianjurkan untuk tidak mengkonsumsinya secara

berlebihan. Jika hal itu sampai terjadi maka akan berpengaruh

kurang baik bagi kesehatan karena asupan gizi yang diperoleh

tidak seimbang, dan juga memicu terjadinya

obesitas/kegemukan.

Sudah menjadi gejala umum bila anak menyukai fastfood,

karena pada saat makan fastfood anak menyukai tempat yang

sejuk, nyaman, dekorasi yang menarik, ada tempat bermain,

penyajian cepat serta hadiah mainan yang menarik. Bahkan

anak yang biasanya di rumah mengalami sulit makan, tetapi

waktu makan di fastfood nafsu makannya meningkat.

Fastfood mengandung kalori, protein, lemak dan sodium

yang tinggi. Sementara kandungan vitamin A, C, E, kalsium,

zat besi, asam folat serta serat relatif rendah. Seorang anak 5

tahun memilih menu 1 porsi paha goreng (330 kal), kentang

goreng (330 kal) dan satu gelas minuman ringan (150 kal) akan

mendapatkan 810 kalori; sedangkan kebutuhan energi 1750

kalori, telah memenuhi ½ kebutuhan kalori sehari. Bila hal ini

sering dilakukan akan beresiko untuk terjadi kelebihan berat

badan atau kegemukan dengan segala manifestasi gangguan

seperti gangguan penyakit jantung, hipertensi atau penyakit

pembuluh darah lainnya.

10

Kandungan garam atau sodium tampaknya juga harus

menjadi perhatian, karena menurut penelitian kandungan

garam tinggi :

1) 1 porsi hamburger mengandung sodium 520 mg

2) ayam goreng mengandung sodium 409 mg

3) kentang goreng kecil mengandung sodium 109 mg

Sodium ini berasal dari MSG(monosodium

glutamat)/vetsin/garam. Dalam batas normal anak

membutuhkan 200 mg/hari, bila mengkonsumsi 2000 mg /

hari, dianggap aman tapi bila jangka panjang akan

menimbulkan resiko terjadinya penyakit darah tinggi, penyakit

jantung.

Kandungan makanan pada fastfood rata-rata 40-60% kalori

berasal dari lemak, sedangkan lemak biasanya dikonsumsi

hanya 20-25% dari kalori. Lemak didapat dari keju, saus,

mayonaese, cream. Serat pada fastfood didapat dari sup dan

salad, tetapi gizinya berkurang karena telah mengalami

pemanasan dan pendinginan yang terlalu lama.

Berbagai pertimbangan tersebut tampaknya kita harus

memahami manfaat dan kerugian mengkonsumsi fastfood bagi

anak. Hal lain yang menguntungkan adalah suasana yang

menarik di tempat fastfood tersebut sehingga nafsu makan

anak meningkat Beberapa ahli gizi berpendapat mengkonsumsi

fast food seminggu 1 hingga 2 kali masih dianggap relatif

aman. Kalaupun orang tua tidak bisa menolak keinginan anak

untuk datang ke fastfood, bisa saja disiasati dengan membawa

bekal dari rumah makanan yang lebih sehat sedangkan fastfood

yang dipesan bisa dimakan orang tua. Tips yang lain adalah

pilih makanan dengan tinggi serat berupa saur segar misalnya

salad atau sup sayur dan batasi jumlah makanan dengan

kandungan garam dan kalori yang berlebihan. (Anonim. 2009.

11

“Kesulitan makan dan pemberian nutrisi pada anak sekolah”.

http/google.co.id.)

B. Kerangka Pikir / Kerangka Konseptual

Anak-anak saat ini memiliki kebiasaan makan di kantin sekolah

atau di sekitar sekolah dan biasanya yang dimakannya adalah makanan

cepat saji. Seperti yang diketahui, makanan yang dijual di sekitar

sekolah itu belum tentu terjamin kebersihannya.

Warna dan jenis kemasan jajanan yang biasa dikonsumsi anak usia

sekolah kerap memang menarik, tetapi orang kadang tidak tahu seperti

apa kandungan gizi jajanan tersebut, bahkan banyak yang sebenarnya

berbahaya untuk kesehatan anak. Misalnya, anak menjadi keracunan

makanan akibatnya anak mendapatkan penyakit seperti sakit perut,

diare, batuk, flu, dan sebagainya.

BAB II

12

Kebiasaan Jajan Anak Sekolah Gizi

13

METODE PENULISAN

A. Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah

metode diskriptif kualitatif. Metode diskriptif kualitatif merupakan

suatu metode yang digunakan membuat gambaran secara sistematis

mengenai hubungan antara fenomena yang diselidiki dan hasilnya

tidak dinyatakan dalam angka.

Metode diskriptif kualitatif digunakan karena dapat membantu

tujuan yang ingin dicapai yaitu menjelaskan hubungan kebiasaan jajan

anak sekolah terhadap gizi. Gambaran dalam penulisan ini nantinya

diperoleh melalui pengalaman dan studi pustaka.

B. Teknik Pengumpulan Data

Data penulisan ini dikumpulkan dengan teknik studi pustaka (library

research). Penulis mengkaji sejumlah referensi berupa buk-buku,

artikel, dan karya tulis lainnya yang relevan dengan judul karya tulis

ini. Maksud dari studi pustaka ini adalah untuk menemukan teori yang

dapat menunjang keabsahan penulis. Selain itu, data pustaka juga

ditunjang dengan pengamatan di lapangan.

C. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yaitu data yang

diperoleh dari buku dan karya tulis lainnya yang berhubungan dengan

gizi.

D. Sistematika Penulisan

1. Pendahuluan

Pendahuluan berisi tentang gambaran umum tentang perilaku anak

usia sekolah yang memiliki kebiasaan jajan di sekitar sekolah.

2. Tinjauan Pustaka

Merupakan basis unutk dapat menganalisis permasalahan dan

diperoleh dari beberapa referensi.

13

3. Metodologi Penulisan

Merupakan uraian tentang metode yang digunakan dalam

menyusun makalah ini dan sistem penulisan.

4. Pembahasan

Merupakan inti dari penulisan ini, dimana dasar teori yang

diperoleh dianalisa dan dikaitkan satu sama lain.

5. Penutup

Merupakan bab yang memuat simpulan dan saran dari keseluruhan

isi penulisan.

BAB IV

PEMBAHASAN

14

15

A. Hubungan Kebiasaan Jajan Anak Usia Sekolah Terhadap Gizi

Berdasarkan dasar teori dapat kita mengetahui hubungan kebiasaan

jajan anak usai sekolah terhadap gizi dan kesehatan anak. Usia

prasekolah atau taman Kanak-kanak sudah mempunyai sifat konsumen

aktif, yaitu mereka sudah bisa memilih makanan yang disukainya.

Anak yang biasa memakan makanan diluar rumah, asupan gizi nya

tentu kurang memadai. Karena makanan yang dijual para pedagang

kaki lima belum tentu sehat dan bersih.

Makanan jajanan yang dijual oleh pedagang kaki lima atau

dalam bahasa Inggris disebut street food menurut FAO didefisinikan

sebagai makanan dan minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh

pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat keramaian umum

lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau

persiapan lebih lanjut. Jajanan kaki lima dapat mejawab tantangan

masyarakat terhadap makanan yang murah, mudah, menarik dan

bervariasi. Anak-anak sekolah umumnya setiap hari menghabiskan ¼

waktunya di sekolah. Sebuah penelitian di Jakarta baru-baru ini

menemukan bahwa uang jajan anak sekolah rata-rata sekarang berkisar

antara Rp 2000 – Rp 4000 per hari. Bahkan ada yang mencapai Rp

7000. Lebih jauh lagi, hanya sekitar 5% anak-anak tersebut membawa

bekal dari rumah. Mereka lebih terpapar pada makanan jajanan kaki

lima dan mempunyai kemampuan untuk membeli makanan tersebut.

Menariknya, makanan jajanan kaki lima menyumbang asupan

energi bagi anak sekolah sebanyak 36%, protein 29% dan zat besi

52%. Karena itu dapat dipahami peran penting makanan jajanan kaki

lima pada pertumbuhan dan prestasi belajar anak sekolah. Namun

demikian, keamanan jajanan tersebut baik dari segi mikrobiologis

maupun kimiawi masih dipertanyakan. Pada penelitian yang dilakukan

di Bogor telah ditemukan Salmonella Paratyphi A di 25% – 50%

sampel minuman yang dijual di kaki lima. Bakteri ini mungkin berasal

dari es batu yang tidak dimasak terlebih dahulu. Selain cemaran

mikrobiologis, cemaran kimiawi yang umum ditemukan pada makanan

15

jajanan kaki lima adalah penggunaan bahan tambahan pangan (BTP)

ilegal seperti borax (pengempal yang mengandung logam berat

Boron), formalin (pengawet yang digunakan untuk mayat), rhodamin

B ( pewarna merah pada tekstil), dan methanil yellow (pewarna kuning

pada tekstil). Bahan-bahan ini dapat terakumulasi pada tubuh manusia

dan bersifat karsinogenik yang dalam jangka panjang menyebabkan

penyakit-penyakit seperti antara lain kanker dan tumor pada organ

tubuh manusia. Pengaruh jangka pendek penggunaan BTP ini

menimbulkan gelaja-gejala yang sangat umum seperti pusing dan

mual. Karenanya Joint Expert Committee on Food Additives (JECFA)

dari WHO yang mengatur dan mengevaluasi standar BTP melarang

penggunaan bahan kimia tersebut pada makanan. Standar ini juga

diadopsi oleh Badan POM dan Departemen Kesehatan RI melalui

Peraturan Menkes no. 722/Menkes/Per/IX/1998.

B. Upaya yang Dilakukan oleh Orang tua, Guru, dan Lembaga yang

Terkait.

Pendidikan gizi adalah proses untuk memperkenalkan kepada

masyarakat nilai sumber yang ada dan menganjurkan mereka agar

mengubah kebiasaan makan. Oleh karena itu, pendidikan gizi perlu

disosialisasi kepada orang tua dan guru begitu juga dengan pedagang

kaki lima sehingga mereka tahu akan gizi yang baik dan sehat. ( Alan

Berg dan Robert J. Muscat : 1987, 89 )

Untuk mengurangi paparan anak sekolah terhadap makanan jajanan

yang tidak sehat dan tidak aman, perlu dilakukan usaha promosi

keamanan pangan baik kepada pihak sekolah, guru, orang tua, murid,

serta pedagang. Sekolah dan pemerintah perlu menggiatkan kembali

UKS (Usaha Kesehatan Sekolah). Materi komunikasi tentang

keamanan pangan yang sudah pernah dilakukan oleh Badan POM dan

Departemen Kesehatan dapat ditingkatkan pelaksanaannya. Materi

tersebut digunakan sebagai alat bantu penyuluhan keamanan pangan di

sekolah-sekolah, khususnya terhadap murid dan pedagang makanan.

16

Perlu diupayakan pemberian makanan ringan atau makan siang

yang dilakukan di lingkungan sekolah. Hal ini dilakukan untuk

mencegah agar anak tidak sembarang jajan. Koordinasi oleh pihak

sekolah, persatuan orang tua murid dibawah konsultasi dokter sekolah

atau Pusat Kesehatan Masyarakat setempat. Sehingga dapat

menyajikan makanan ringan pada waktu istirahat sekolah. yang bisa

diatur porsi dan nilai gizinya. Upaya ini tentunya akan lebih murah

dibanding anak jajan diluar disekolah yang tidak ada jaminan gizi dan

kebersihannya. Dengan menyelenggarakan kegiatan makanan

tambahan tersebut, diharapkan mendapat keuntungan, misalnya : anak

sudah ada jaminan makanan disekolah, sehingga orang tua tidak

khawatir dengan makanan yang dimakan anaknya disekolah. Ibu yang

selalu khawatir biasa memberi bekal makanan pada anaknya. Kalau

makanan yang baik dan bergizi tersedia disekolah, akan meringankan

tugas ibu. Dalam kegiatan ini bisa pula dikenalkan berbagai jenis

bahan makanan yang mungkin tidak disukai anak ketika disajikan

dirumah, tetapi akan menerima ketika disajikan disekolah. Dengan

demikan anak dapat mengenal aneka bahan pangan. Bila upaya

tersebut belum dapat terealisasi, hendaknya orang tua secara aktif

dapat menyiapkan bekal makanan bagi anak.

Banyak studi yang menunjukkan persentase anak sekolah

Amerika yang kelebihan berat badan bertambah hampir tiga kali lipat

dalam 20 tahun terakhir. Kecenderungan tersebut diduga akibat

makanan atau minutan tertentu dan kurang olahraga. Pengalaman yang

bisa diambil jadi contoh kita, yaitu statu kebijakan baru di Los

Angeles. Dalam beberapa tahun ke depan akan menghilangkan tahap

demi tahap minuman ringan di mesin-mesin penjaja dan kafetaria.

Minuman yang dianggap tak bermanfaat itu akan diganti dengan air

putih, susu dan buah-buahan dan minuman olahraga. Hal ini

menunjukkan suatu kepedulian yang sangat tinggi terhadap kesehatan

anak usia sekolah oleh salah satu instansi pemerintahan. Kepedulian

ini hendaknya dijadikan contoh bagi berbagai pihak dalam

17

mengantisipasi bahaya makanan jajajanan yang mengancam di

lingkungan sekolah.

Upaya sekolah dalam menyediakan layanan makan siang

sangat baik untuk dilanjutkan. Namun perlu pengawasan dan

pengamatan yang ketat dan berkesinambungan demi terciptanya

makanan sehat, bergizi dan tidak berbahaya. Pemberi layanan makanan

di sekolah bukan hanya mempertimbangkan resiko bahaya kandungan

maakanan aditif, tetapi juga mempertimbangkan pada anak yang

mengalami alergi dan hipersensitif makanan. Ternyata bahaya dan

dampak alergi makanan juga tidak kalah berbahaya dan mengganggu.

BAB V

PENUTUP

18

19

A. Kesimpulan

Kita dapat mengetahui hubungan kebiasaan jajan anak usai sekolah

terhadap gizi dan kesehatan anak. Usia prasekolah atau taman Kanak-

kanak sudah mempunyai sifat konsumen aktif, yaitu mereka sudah bisa

memilih makanan yang disukainya. Anak yang biasa memakan makanan

diluar rumah, asupan gizi nya tentu kurang memadai. Karena makanan

yang dijual para pedagang kaki lima belum tentu sehat dan bersih.

Berdasarkan dasar teori, bahwa kandungan makanan yang dijial oleh

pedagang kaki lima mengandung zat-zat yang mengancam kesehatan

seorang anak.

Untuk mengurangi paparan anak sekolah terhadap makanan jajanan

yang tidak sehat dan tidak aman, perlu dilakukan usaha promosi keamanan

pangan baik kepada pihak sekolah, guru, orang tua, murid, serta pedagang.

Sekolah dan pemerintah perlu menggiatkan kembali UKS (Usaha

Kesehatan Sekolah). Materi komunikasi tentang keamanan pangan yang

sudah pernah dilakukan oleh Badan POM dan Departemen Kesehatan

dapat ditingkatkan pelaksanaannya. Materi tersebut digunakan sebagai alat

bantu penyuluhan keamanan pangan di sekolah-sekolah, khususnya

terhadap murid dan pedagang makanan.

B. Saran

Orang tua, guru, persatuan orang tua murid dan guru, instansi

pemerintah khususnya departemen pendidikan atau departemen kesehatan

dan jajaran dibawahnya serta pihak legislatif harus mulai mengambil

langkah cepat berkoordinasi untuk melakukan upaya mengatasi

permaslahan ini. Perlu dipikirkan pembuatan peraturan, program kegiatan

penyuluhan atau pengawasan rutin baik oleh pihak sekolah atau instansi

terkait sehingga dapat mengatasi masalah ini. Peningkatan perhatian

kesehatan anak usia sekolah ini diharapkan dapat menciptakan peserta

didik yang sehat, cerdas dan berprestasi.

19