BRPN Jajan Fix

38
BAB I PENDAHULUAN Bronkopneumonia adalah peradangan pada daerah bronkus dan daerah paremkim paru. Pneumonia merupakan infeksi saluran napas akut yang paling sering menyebabkan kematian pada anak di negara berkembang (Said M, 2001). Menurut data Riskesdas 2007, prevalens pneumonia (berdasarkan pengakuan pernah didiagnosis pneumonia oleh tenaga kesehatan dalam sebulan terakhir sebelum survei) pada bayi di Indonesia adalah 0,76% dengan rentang antar provinsi sebesar 0-13,2%. Prevalensi tertinggi adalah provinsi Gorontalo (13,2%) dan Bali (12,9%), sedangkan provinsi lainnya di bawah 10% (weber dan fransiska, 2010) Penyebab pneumonia umumnya adalah bakteri tipik terutama Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae dan Staphylococcus aureus. Beberapa bakteri atipik respiratorik yang telah dikenal ialah Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, Legionella 1

Transcript of BRPN Jajan Fix

BAB IPENDAHULUAN

Bronkopneumonia adalah peradangan pada daerah bronkus dan daerah paremkim paru. Pneumonia merupakan infeksi saluran napas akut yang paling sering menyebabkan kematian pada anak di negara berkembang (Said M, 2001).Menurut data Riskesdas 2007, prevalens pneumonia (berdasarkan pengakuan pernah didiagnosis pneumonia oleh tenaga kesehatan dalam sebulan terakhir sebelum survei) pada bayi di Indonesia adalah 0,76% dengan rentang antar provinsi sebesar 0-13,2%. Prevalensi tertinggi adalah provinsi Gorontalo (13,2%) dan Bali (12,9%), sedangkan provinsi lainnya di bawah 10% (weber dan fransiska, 2010)Penyebab pneumonia umumnya adalah bakteri tipik terutama Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae dan Staphylococcus aureus. Beberapa bakteri atipik respiratorik yang telah dikenal ialah Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, Legionella pneumophila dan Ureaplasma urealyticum. Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydia spp. merupakan penyebab potensial infeksi saluran napas dan pneumonia pada anak, sedangkan Legionella pneumophila dan Ureaplasma urealyticum jarang dilaporkan sebagai penyebab infeksi pada anak. Chlamydia trachomatis sering ditemukan sebagai penyebab infeksi akut respiratorik pada bayimelalui transmisi vertikal dari ibu pada masa persalinan. (Said M, 2001). Pneumonia merupakan penyebab kematian no 2 pada anak dan balita di Indonesia setelah diare. Hal ini erat kaitannya dengan gagal nafas yang terjadi apabila pneumonia ini berlangsung lama. Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian pneumonia terbagi atas dua kelompok besar yaitu faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik meliputi umur, jenis kelamin, status gizi, berat badan lahir rendah, status imunisasi, pemberian ASI, dan pemberian vitamin A. Faktor ekstrinsik meliputi kepadatan tempat tinggal, polusi udara, tipe rumah, ventilasi, kelembaban, letak dapur, jenisbahan bakar, penggunaan obat nyamuk, asap rokok, penghasilan keluarga serta faktor ibu baik pendidikan, umur ibu, maupun pengetahuan ibu. Salah satu sumber media penularan penyakit pneumonia adalah kondisi fisik rumah serta lingkungannya yang merupakan tempat hunian dan langsung berinteraksi dengan penghuninya (PDPI, 2013).Adapun penalaksanaan dibagi menjadi penatalaksanaan umum dan penatalaksaan khusus. Pengobatannya terdiri dari antibiotic dan ppengobatan suportif. Secara umum emberian antibiotic diberikan sesuai dengan bakteri ppenyebab, tetapi sering ppula diberikan secara empiris (

BAB 2

Tinjauan Pustaka

2.1 Anatomi Saluran Nafas

Fungsi pernafasan yang utama adalah untuk mengambil oksigen (O2) dari atmosfer ke dalam sel-sel tubuh dan untuk mentranspor karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke atmosfer. Oleh karena itu, baik anatomi maupun fisiologi paru disesuaikan dengan fungsi ini. Secara anatomi, fungsi pernafasan ini dimulai dari hidung sampai ke parenkim paru.

Secara fungsional saluran pernafasan dibagi atas bagian yang berfungsi sebagai konduksi (penghantar gas) dan bagian yang berfungsi sebagai respirasi (pertukaran gas). Pada bagian konduksi, udara seakan-akan bolak-balik diantara atmosfir jalan nafas. Oleh karena itu, bagian ini seakan-akan tidak berfungsi, dan disebut dengan dead space. Akan tetapi, fungsi tambahan dari konduksi, seperti proteksi dan pengaturan kelembaban udara, justru dilaksanakan pada bagian ini. Adapun yang termasuk dalam konduksi ialah rongga hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea, sinus bronkus dan bronkiolus nonrespiratorius.

Pada bagian respirasi akan terjadi pertukaran udara (difusi) yang sering disebut dengan unit paru (lung unit), yang terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, atrium dan sokus alveolaris.

Bila ditinjau dari traktus respiratorius, maka yang berfungsi sebagai konduksi adalah trakea, bronkus utama, bronkus lobaris, bronkus segmental, bronkus Universitas Sumatera Utara

subsegmental, bronkus terminalis, bronkiolus, dan bronkiolus nonrespiratorius. Organ yang bertindak sebagai respirasi adalah bronkiolus respiratorius, bronkiolus terminalis, duktus alveolaris, sakus alveolaris dan alveoli.

Percabangan trakea sampai kepada sakus alveolaris dapat diklasifikasikan sebagai berikut : bronkus utama sebagai percabangan utama, bronkus lobaris sebagai percabangan kedua, bronkus segmental sebagai percabangan ketiga, bronkus subsegmental sebagai percabangan keempat, hingga sampai bagian yang keenam belas sebagai bagian yang berperan sebagai konduksi, sedangkan bagian percabangan yang ketujuh belas sampai ke sembilan belas yang merupakan percabangan bronkiolus respiratorius dan percabangan yang kedua puluh sampai kedua puluh dua yang merupakan percabangan duktus alveolaris dan sakus alveolaris adalah percabangan terakhir yang seluruhnya merupakan bagian respirasi.

2.2 Bronkoneumonia

2.2.1 Definisi Bronkopneumonia

Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus/bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution). Konsolidasi bercak berpusat disekitar bronkus yang mengalami peradangan multifokal dan biasanya bilateral.2.2.2 EpidemiologiDiperkirakan 2 5 juta bayi dan anak balita di berbagai negara setiap tahunnya. Duapertiga dari kematian ini terjadi pada kelompok usia bayi, terutama bayi usia 2 bulan pertama sejak kelahiran.1 Di Indonesia, episode kejadian ISPA pada balita berkisar 3 sampai 6 kali setahun. Dari sekitar 450.000 kematian balita yang terjadi setiap tahunnya diperkirakan 150.000 diantaranya disebabkan oleh ISPA terutama pneumonia .

Gambar 2.1 insidensi Pneumonia Balita di Indonesia pada tahun 2005

Menurut data Riskesdas 2007, prevalens pneumonia (berdasarkan pengakuan pernah didiagnosis pneumonia oleh tenaga kesehatan dalam sebulan terakhir sebelum survei) pada bayi di Indonesia adalah 0,76% dengan rentang antar provinsi sebesar 0-13,2%. Prevalensi tertinggi adalah provinsi Gorontalo (13,2%) dan Bali (12,9%), sedangkan provinsi lainnya di bawah 10%.

Gambar 1.1 Penyebaran kasus pneumonia di Indonesia (Riskerda 2010)2.2.3 EtiologiPenyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah (Bradley et.al., 2011) :1.Faktor Infeksia. Pada neonatus: Streptokokus group B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).b. Pada bayi :1) Virus: Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV, Cytomegalovirus.2) Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.3) Bakteri: Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza, Mycobacterium tuberculosa, Bordetella pertusis.c. Pada anak-anak :1) Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSV

2) Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia3) Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosisd. Pada anak besar dewasa muda :1) Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis2) Bakteri: Pneumokokus, Bordetella pertusis, M. tuberculosis

2. Faktor Non Infeksi.Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi a. Bronkopneumonia hidrokarbon :Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung (zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).b. Bronkopneumonia lipoid :Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan.Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.2.2.4 Klasifikasi

Adaun pembagian pneumonia adalah sebagai berikut

1. Berdasarkan lokasi lesi di paru a. Pneumonia lobarisb.Pneumonia interstitialisc. Bronkopneumonia2. Berdasarkan asal infeksia.Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community acquired pneumonia = CAP)b. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia) 3. Berdasarkan mikroorganisme penyebab a. Pneumonia bakterib. Pneumonia virusc. Pneumonia mikoplasmad. Pneumonia jamur4. Berdasarkan karakteristik penyakita. Pneumonia tipikalb. Pneumonia atipikal5. Berdasarkan lama penyakita. Pneumonia akutb. Pneumonia persisten2.2.5 Patogenesis Bronkopneumonia Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit.

Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :1. Stadium I/Hiperemia (4 12 jam pertama/kongesti)

Pada stadium I, disebut hyperemia karena mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.2. Stadium II/Hepatisasi Merah (48 jam berikutnya)

Pada stadium II, disebut hepatisasi merah karena terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host). sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.3. Stadium III/Hepatisasi Kelabu (3 8 hari)

Pada stadium III/hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai di reabsorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

4. Stadium IV/Resolusi (7 11 hari)

Pada stadium IV/resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorpsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.2.2.6 Manifestasi Klinik

bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-40C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif (Bennete, 2013).Dalam pemeriksaan fisik penderita pneumonia khususnya bronkopneumonia ditemukan hal-hal sebagai berikut (Bennete, 2013):1.Pada inspeksi terlihat setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping hidung. Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi dinding dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea; dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua.Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat head bobbing, yang dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga tegal lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada head bobbing, adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai. Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi. 2. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.3. Pada perkusi tidak terdapat kelainan4. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya).Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.2.2.7 Pemeriksaan Radiologi

Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan peningkatan corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir lapang paru. Bayangan bercak ini sering terlihat pada lobus bawah2.2.8 Gambaran morfologi

Bronkopneumonia ditandai dengan lokus konsolidasi radang yang menyebar menyeluruh pada satu atau beberapa lobus. Seringkali bilateral di basal sebab ada kecenderungan sekret untuk turun karena gravitasi ke lobus bawah. lesi yang telah berkembang penuh agak meninggi, kering granuler, abu-abu merah, sampai kuning, dan memiliki batas yang tidak jelas. Ukuran diameter bervariasi antara 3 sampai 4 cm. pengelompokan fokus ini terjadi pada keadaan yang lebih lanjut (florid) yang terlihat sebagai konsolidasi lobular total. Daerah fokus nekrosis (abses) dapat terlihat di antara daerah yang terkena.

Substansi paru di sekelilingi daerah konsolidasi biasanya agak hipermi dan edematosa, tetapi daerah yang luas diantaranya pada umumnya normal. Pleuritis fibrinosa atau supuratif terjadi bila fokus peradangan berhubungan dengan pleura, tetapi ini tidak biasa. Dengan meredanya penyakit, konsolidasi dapat larut bila tidak ada pembentukan abses, atau dapat menjadi terorganisasi meninggalkan sisa fokus fibrosis.

Secara histologis, reaksi itu terdiri dari eksudat supuratif yang memenuhi bronki, bronkioli dan rongga alveolar yang berdekatan. Netrofil dominan dalam eksudasi ini dan biasanya hanya didapatkan sejumlah kecil fibrin. Seperti yang diharapkan, abses ditandai oleh nekrosis dari arsitektur dasar.2.2.9 Kriteria Diagnosis

Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut (Bradley et.al., 2011):1.Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada2.Panas badan3.Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles)4.Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus5.Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)2.2.10 Komplikasi

Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi (Bradley et.al., 2011).

2.2.11 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri dari 2 macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus (IDAI, 2012)1. Penatalaksaan Umum Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit (sampai sesak nafas hilang Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit. Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyamanan pasien dan mengontrol batuk Nebulsasi dg B2 agonis dan atau NaCl untuk memperbaiki mucocilliary clearance 2. Penatalaksanaan Khususa. Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal.b. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau penderita kelainan jantungc.Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis. Pneumonia ringan ( amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari). Amoksilin merupakan pilihan pertama untuk antibiotik oral pada anak