Blok 24

31
Anemia defisiensi besi et causa kurangnya asupan besi Timothy Osho* Alamat Korespondensi: Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Terusan Arjuna no. 6 Jakarta 11510 ____________________________________________________ Pendahuluan Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. ADB di tandai oleh anemia hipkromik mikrositer dan hasil laboratorium yang menunjukkan cadangan besi kosong. Berbeda dengan ADB, pada anemia akibat penyakit kronik penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang oleh karena pelepasan besi dari sistem retikuloendotelial berkurang, sedangkan cadangan besi masih normal. Pada anemia sideroblastik penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang karena gangguan mitokondria yang menyebabkan inkorporasi besi ke dalam heme terganggu. Oleh karena itu ketiga jenis anemia ini digolongkan sebagai anemia dengan gangguan metabolism besi. Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang paling 1

description

blok 24

Transcript of Blok 24

Anemia defisiensi besi et causa kurangnya asupan besi

Timothy Osho*

Alamat Korespondensi: Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Terusan Arjuna no. 6

Jakarta 11510

Pendahuluan

Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. ADB di tandai oleh anemia hipkromik mikrositer dan hasil laboratorium yang menunjukkan cadangan besi kosong. Berbeda dengan ADB, pada anemia akibat penyakit kronik penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang oleh karena pelepasan besi dari sistem retikuloendotelial berkurang, sedangkan cadangan besi masih normal. Pada anemia sideroblastik penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang karena gangguan mitokondria yang menyebabkan inkorporasi besi ke dalam heme terganggu. Oleh karena itu ketiga jenis anemia ini digolongkan sebagai anemia dengan gangguan metabolism besi. Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering dijumpai, terutama di negara-negara tropic atau negara dunia ketiga, oleh karena sangat berkaitan erat dengan taraf sosial ekonomi. Anemia ini mengenai lebih dari sepertiga penduduk dunia yang memberikan dampak kesehatan yang sangat merugikan serta dampak sosial yang cukup serius.1* Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana * NIM: 10-2010-133

* Kelompok: F2

* Email:[email protected]

Gejala apa yang dirasakan oleh pasien? Lelah, malaise, sesak napas, nyeri dada, atau tanpa gejala?2 Apakah gejala tersebut muncul mendadak atau bertahap? 2 Adakah petunjuk mengenai penyebab anemia? 2 Tanyakan kecukupan makanan dan kandungan Fe. Adakah gejala yang konsisten dengan malabsorpsi? Adakah tanda-tanda kehilangan darah dari saluran cerna (tinja gelap, darah per rektal, muntah butiran kopi)? 2 Jika pasien seorang wanita, adakah kehilangan darah menstruasi berlebihan? Tanyakan frekuensi dan durasi menstruasi, dan penggunaan tampon serta pembalut. 2 Adakah sumber kehilangan darah yang lain? 2RPD

Adakah dugaan penyakit ginjal kronis sebelumnya? 2 Adakah riwayat penyakit kronis (misalnya artritis rheumatoid, atau gejala yang menunjukan keganasa)? 2 Adakah tanda-tanda kegagalan sumsum tulang (memar, perdarahan, dan infeksi yang tak lazim atau rekuren)? 2 Adakah tanda-tanda defisiensi vitamin seperti neuropati perifer (vitamin B12)? 2 Adakah alasan untuk mencurigai adanya hemolysis (misalnya ikterus, katub buatan yang diketahui bocor)? 2 Adakah riwayat anemia sebelumnya atau pemeriksaan seperti endoskopi gastrointestinal? 2 Adakah disfagia (akibat lesi esophagus yang menyebabkan anemia atau selaput pada esophagus akibat anemia defisiensi Fe)? 2Riwayat keluarga

Adakah riwayat anemia dalam keluarga? Khususnya pertimbangkan penyakit sel sabit, talasemia, dan anemia hemolitik yang diturunkan. 2BerpergianTanyakan riwayat bepergian dan pertimbangkan kemungkinan infeksi parasite (misalnya cacing tambang dan malaria). 2Obat-obatanObat-obatan tertentu berhubungan dengan kehilangan darah (misalnya OAINS menyebabkan erosi lambung atau supresi sumsum tulang akibat obat sitotoksik). 2Pemeriksaan fisik Apakah pasien sakit ringan atau berat? Apakah pasien sesak napas atau syok akibat kehilangan darah akut? 2 Adaka tanda-tanda anemia? Lihat apakah konjungtiva anemis dan telapak tangan pucat. (anemia yang signifikan mungkin timbul tanpa tanda klinis yang jelas). 2 Adakah koilonikia (kuku sendok) atau keilitis angularis seperti yang ditemukan pada defisiensi Fe yang sudah berlangsung lama? 2 Adakah tanda-tanda ikterus (akibat anemia hemolitik)? 2 Adakah bintik-bintik di sirkumoral (sindrom Osler-Weber-Rendu)? Adakah telangiectasia (telangiectasia hemoragik herediter)? 2 Adakah tanda-tanda kerusakan trombosit (misalnya memar, petekie)? 2 Adakah tanda-tanda leukosit abnormal atau tanda-tanda infeksi? 2 Adakah tanda-tanda keganasan? Adakah penurunan berat badan baru-baru ini, massa, jari tabuh, atau limfadenopati? 2 Adakah hepatomegaly, splenomegaly, atau massa abdomen? 2 Apakah hasil pemeriksaan rectal normal? Adakah darah samar pada feses? 2 Adakah tanda-tanda neuropati perifer? 2Pemeriksaan penunjang Tes darah: hitung darah lengkap menunjukkan anemia mikrositik, kecuali disertai pula oleh defisiensi vitamin B12/folat, dimana MCV bisa normal atau meningkat. 3 Status gizi zat besi:

Kadar besi serum; ada defisiensi besi, kadar besi serum bisa rendah atau bahkan normal. Nilai normalnya bervariasi antara 50 sampai 175 g/dl. Kadar tertinggi pada pagi hari dan terendah pada malam hari. Kadar besi menurun pada keadaan inflmasi serta malignasi dan selama menstruasi. 4 Total iron binding capacity [TIBC]; TIBC dan kejenuhan transferrin menunjukkan pasokan zat besi ke dalam jaringan tubuh. Nilai normal sekitar 300 g/dl. TIBC menurun pada penyakit kronis dan meningkat pada keadaan defisiensi zat besi. 4 Kejenuhan trasferin; merupakan rasio besi serum dan TIBC. Nilai normalnya 33%. Pada keadaan defisiensi besi terdapat penurunan kejenuhan, sementara pada penyakit kronis kejenuhan normal. 4 Protoporfirin; merupakan precursor heme. Protoporfirin sel darah merah yang bebas akan meninggi jika pasokan zat besi untuk sintesis hem tidak mencukupi. 4 Feritin serum; mencerminkan status simpanan total zat besi dalam tubuh. Umumnya pengukuran kadar ferritin dianggap sebagai pemeriksasan pilihan untuk memperkirakan besarnya simpanan zat besi. Nilai ferritin serum di bawah angka sekitar 10 ng/ml dianggap sebagai petunjuk diagnostic defisiensi zat besi. 4 Reseptor transferrin; akan bertambah pada permukaan sel dan dalam plasma jika pasokan zat besi ke dalam sel tidak mencukup atau jika terjadi deplesi besi. 4 Darah samar dalam feses (faecal occult blood [FOB]): pemeriksaan kimiawi untuk hem oksigenase sangant sensitive hasil positif kuat yang persisten menunjukkan kehilangan darah yang signifikan pada saluran pencernaan. 3 Endoskopi dan kolonoskopi: sebagian besar pasien defisiensi Fe membutuhkan pemeriksaan pada saluran pencernaan bagian atas dan bawah. Pada endoskopi saluran pencernaan bagian atas harus dilakukan biopsy duodenum untuk menyingkirkan penyakit seliaka. Polip yang ditemukan saat endoskopi harus dijerat dengan kawat atau simpul pada dasarnya dan diangkat. 3 Barium enema: pemeriksaan radiologi dengan kontras barium merupakan cara alternative untuk melakukan pencitraan kolon. 3 Pencitraan usus hulus: bila tidak ditemukan sumber pendarahan, harus dipertimbangkan untuk melakukan pencritaan usus halus (enema usus halus, enteroskopi). 3Working diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi (ADB) harus dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang teliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Terdapat 3 tahap diagnosis ADB. Tahap pertama adalah menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar hemoglobin atau hematocrit. Tahap kedua adalah memastikan adanya defisiensi besi, sedangkan tahap ketiga adalah menentukan penyebabb dari defisiensi besi yang terjadi. 1

Gambar 1,1 Titik cut off untuk nilai hemoglobin bagi diagnosis anemia6Secara laboratoris unutk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi (tahap satu dan tahap dua) dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi sebagai berikut (kriteria Kerlin at al): 1Anemia hipokromik mikrositer pada hapusan darah tepi atau MCV 450288-28

Hal ini memberikan konsep bahwa anemia disebabkan oleh penurunan kemampuan Fe dalam sintesis Hb. Penelitian akhir menunjukkan parameter Fe yang terganggu mungkin lebih penting untuk diagnosis daripada untuk patogensis anemia tersebut. 1Karena anemia yang terjadi umumnya derajat ringan dan sedang, sering kali gejalanya tertutup oleh gejala penyakit dasarnya, karena kadar Hb sekitar 7-11 gr/dl, umumnya asimtomatik. Anemia umumnya adalah normokrom-normositer meskipun banyak pasien yang mempunyai gambaran hiporkrom monositer. 1Anemia sideroblastik

Anemia sideroblastik adalah anemia mikrositik-hipokromik yang di tandai adanya sel-sel darah merah abnormal (sideroblas) dalam sirkulasi dan sumsum tulang. sideroblas membawa besi di mitokondira bukan dimolekul hemoglobin, sehingga tidak mampu untuk mengangkut oksigen ke jaringan. Oleh sebab itu tidak terjadi defisiensi besi. 5Berkurangnya pengangkutan oksigen menyebabkan hipoksia. Eritropoietin merangsang pembentukan sel-sel darah merah baru di sumsum tulang. Hal ini menyebabkan sumsum tulang mengalami kongesti dan meningkatkan pembentukan sideroblas yang memperparah anemia. 5Anemia sideroblastik primer dapat terjadi akibat kelainan genetic pada kromosom X yang jarang ditemukan atau dapat terjadi spontan, terutama pada individu lanjut usia. Penyebab sekunder anemia sideroblastik adalah obat-obat tertentu misalnya beberapa obat kemoterapi dan ingesti timah. 5Gambaran klinisnya memperlihatkan tanda sistemik anemia, penimbunan besi mengakibatkan hepatomegaly dan splenomegaly. Analisis darah memperlihatkan anemia yang ditandai dengan sel mirkositik-hipokrom, disertai peningkatan besi plasma dan kapasitas pengikatan besi normal. Pemeriksaan sumsum tulang memperlihatkan adanya penimbunan besi, sideroblas, dan makrofag fagositik. 5Talasemia

Talasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan dan masuk ke dalam kelompok hoemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi di dalam atau dekat gen globin. Terjadi penurunan kecepatan sintesis atau kemampuan produksi satu atau lebih rantai globin a atau b, ataupun rantai globin lainnya, dapat menimbulkan defisiensi produk sebagian atau menyeluruh rantai globin tersebut. Akibatnya, terjadi talasemia yang jenisnya sesuai dengan rantai globin yang terganggu produksinya. 1Pada thalassemia terjadi pengurangan atau tidak ada sama sekali produksi rantai globin satu atau lebih rantai globin. Penurunan secara bermakna kecepatan sintesis salah satu jenis rantai globin (rantai atau rantai ) menyebabkan sintesis rantai globin yang tidak seimbang. Bila pada keadaan normal rantai globin yang disintesis seimbang yakni berupa 22, maka pada thalassemia 0, di mana tidak disintesis samas sekali rantai , maka rantai globin yang diproduksi berupa rantai yang berlebihan. Sedangkan pada thalassemia 0, di mana tidak disintesis sama sekali rantai , maka rantai globin yang diproduksi berupa rantai yang berlebihan. 1Dibagi 3 sindrom klinik: 1 Thalassemia minor (trait): anemia hemolitik miikrositik hipokrom. Tampilan klinis normal. Hepatomegaly dan splenomegaly. Biasanya anemia ringan yang tidak bergejala. Hb terentang antara 10-13 g% dengan jumlah eritrosit normal atau sedikit tinggi. 1 Thalassemia mayor: anemia berat yang tergantung pada tranfusi darah. Kadar Hb rendah mencapai 3 atau 4 gr%. Eritrosit hipokrom, MCV terentang antara 50-60 fL. Rantai globin yang berlebihan dan merusak memban sel merupakan penyebab kematian precursor sel darah merah intramedula, sehingga menimbulkan eritropoesis yang inefektif. Sumsum tulang menunjukkan hyperplasia eritroid dengan rasio eritroid dan myeloid kurang lebih 20:1. Besi serum sangat meningkat, tetapi TIBC normal atau sedikit meingkat. Saturasi transferrin 80% atau lebih. Ferritin serum biasanya meningkat. 1 Thalassemia intermedia: gejala di antara thalassemia mayor dan minor. Hemoglobinnya minimum 7 gr% atau lebih tinggi tanpa mendapat transfuse. Gambaran klinik bervariasi dari bentuk ringan, walaupun dengan anemia sedang, sampai dengan anemia berat yang tidak dapat mentoleransi aktivitas berat dan fraktur patologis. Muatan besi berlebih dijumpai, walaupu ntidak mendapat transfuse darah. Eritropoesis nyata meningkat, namun tidak efektif, sehingga menyebabkan peningkatan turnover besi dalam plasma, kemudian merangsang penyerapan besi via saluran cerna. 1Thalassemia Thalassemia silent carier: delesi 1 gen menyisakan 3 gen . Klinisnya normal, tidak ditemukan kelainan hematologi. 1 Thalassemia trait/minor: delesi 2 gen. sindrom ini menunjukkan tampilan klinis normal, anemia ringan dengan peningkatan eritrosit yang mikrositik hipokrom. 1 HbH disease: hanya ada 1 gen yang memproduksi rantai globin . Penderita mengalami hemolitik kronik ringan sampai sedang, dengan kadar Hb terentang antara 7-10 gr%. Limpa biasanya membesar. Sumsum tulang menunjukkan hyperplasia eritroid. Splenektomi sering memberikan perbaikan. 1 Hydrops fetalis: tidak dapat bertahan hidup karena sintesis rantai globin tidak terjadi. 1Klasifikasi derajat defisiensi besiJika dilihat dari beratnya kekurangan besi dalam tubuh maka defisiensi besi dapat dibagi menjadi 3 tingkatan: 1 Deplesi besi: cadangan besi menurun tetapi penyediaan besi untuk eritropoesis belum terganggu.

Eritropoesis defisiensi besi: cadangan besi kosong, penyediaan besi untuk eritropoesis terganggu, tetapi belum timbul anemia secara laboratorik.

Anemia defisiensi besi: cadangan besi kosong disertai anemia defisiensi besi.Metabolisme besi

Metabolisme besi terutama ditujukan untuk pembentukan hemoglobin. Sumber utama untuk reutilisasi terutama bersumber dari hemoglobin eritrosit tua yang dihancurkan oleh makrofag sistem retikuloendotelial. Pada kondisi seimbang terdapat 25 ml eritrosit atau setara dengan 25 mg besi yang difagositosis oleh makrofag setiap hari, tetapi sebanyak itu pula eritrosit yang akan dibentuk dalam sumsum tulang atau besi yang dilepaskan oleh makrofag ke dalam sirkulasi darah setiap hari. Besi dari sumber makanan yang diserap duodenum berkisar 12 mg, sebanyak itu pula yang dapat hilang karena deskuamasi kulit, keringat, urin dan tinja.Besi plasma atau besi yang beredar dalam sirkulasi darah terutama terikat oleh transferin sebagai protein pengangkut besi. Kadar normal transferin plasma ialah 250 mg/dl, secara laboratorik sering diukur sebagai protein yang menunjukkan kapasitas maksimal mengikat besi. Secara normal 2545% transferin terikat dengan besi yang diukur sebagai indeks saturasi transferin.Total besi yang terikat transferin ialah 4 mg atau hanya 0,1% dari total besi tubuh.6Sebanyak 65% besi diangkut transferin ke prekursor eritrosit di sumsum tulang yang memiliki banyak reseptor untuk transferin. Sebanyak 4% digunakan untuk sintesis mioglobin di otot, 1% untuk sintesis enzim pernafasan seperti sitokrom C dan katalase. Sisanya sebanyak 30% disimpan dalam bentuk feritin dan hemosiderin. 6

Kompleks besi transferin dan reseptor transferin masuk ke dalam sitoplasma prekursor eritrosit melalui endositosis. Sebanyak 8090% molekul besi yang masuk ke dalam prekursor eritrosit akan dibebaskan dari endosom dan reseptor transferin akan dipakai lagi, sedangkan transferin akan kembali ke dalam sirkulasi. Besi yang telah dibebaskan dari endosom akan masuk ke dalam mitokondria untuk diproses menjadi hem setelah bergabung dengan protoporfirin, sisanya tersimpan dalam bentuk feritin. 6Dalam keadaan normal 3050% prekursor eritrosit mengandung granula besi dan disebut sideroblast. Sejalan dengan maturasi eritrosit, baik reseptor transferin maupun feritin akan dilepas ke dalam peredaran darah. Feritin segera difagositosis makrofag di sumsum tulang dan setelah proses hemoglobinisasi selesai eritrosit akan memasuki sirkulasi darah. Ketika eritrosit berumur 120 hari akan difagositosis makrofag sistem retikuloendotelial terutama yang berada di limpa. Sistem tersebut berfungsi terutama melepas besi ke dalam sirkulasi untuk reutilisasi.Terdapat jenis makrofag lain seperti makrofag alveolar paru atau makrofag jaringan lain yang lebih bersifat menahan besi daripada melepaskannya. Proses penghancuran eritrosit di limpa, hemoglobin dipecah menjadi hem dan globin. Dalam keadaan normal molekul besi yang dibebaskan dari hem akan diproses secara cepat di dalam kumpulan labil (labile pool) melalui laluan cepat pelepasan besi di dalam makrofag pada fase dini. Molekul besi ini dilepaskan ke dalam sirkulasi, yang selanjutnya berikatan dengan transferin bila tidak segera dilepas. Maka molekul besi akan masuk jalur fase lanjut yang akan diproses untuk disimpan oleh apoferitin sebagai cadangan besi tubuh. Kemudian dilepas ke dalam sirkulasi setelah beberapa hari melalui laluan lambat (the slower pathway). Penglepasan besi dari makrofag tidak berjalan secara langsung, tetapi melalui proses oksidasi di permukaan sel agar terjadi perubahan bentuk ferro menjadi ferri, sehingga dapat diangkut oleh transferin plasma. Reaksi oksidasi tersebut dikatalisasi oleh seruloplasmin. Kecepatan pelepasan besi ke dalam sirkulasi oleh makrofag lebih cepat terjadi pada pagi hari, sehingga kadar besi plasma menunjukkan variasi diurnal. 6

Gambar 1.2 Asupan besi yang di anjurkan WHO6EpidemiologiAnemia defisiensi besi (ADB) merupakan jenis anemia yang paling sering dijumpai baik di klinik maupun di masyarakat. Sering juga dijumpai di negara berkembang. 1Belum ada data yang pasti mengenai prevalesi ADB di Indonesia. Martoatmojo et al memperkirakan ADB pada laki-laki 16-50% dan 25-84% pada perempuan tidak hamil. Pada pensiunan pegawai negeri di Bali didapatkan prevalensi anemia 36% dengan 61% disebabkan karena defisiensi besi. Sedangkan pada penduduk suatu desa di Bali didapatkan angka prevalensi ADB sebesar 27%. 1Perempuan hamil merupakan segmen penduduk yang paling rentan pada ADB. Di India, Amerika Latin dan Filipina prevalensi ADB pada perempuan hamil berkisar antara 35% sampai 99%. Sedangkan di Bali, prevalensi anemia sebesar 50% dengan 75% anemia disebabkan oleh defisiensi besi. 1Di Amerika Serikat, berdasarkan survey gizi thaun 1988 sampai tahun 1994, defisiensi besi dijumpai kurang dari 1% pada laki dewasa yang berumur kurang dari 50 tahun, 2-4% pada laki dewasa yang berumur lebih dari 50 tahun, 9-11% pada perempuan masa reproduksi, dan 5-7% pada perempuan pascamenopause. 1

Gambar 1.3 Prevalensi anemia pada wanita di berbagai kawasan5EtiologiAnemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukan besi, gangguan absorpsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun: 1 Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari: 1 Saluran cerna: akibat dari tukak peptic, pemakaian NSAID, kanker lambung, etc.

Saluran genitalia perempuan: menorrhagia atau metrorhagia.

Saluran kemih: hematuria.

Saluran napas: hemoptoe.

Faktor nutrisi: akibatnya kurang jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi (bioavailabilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C dan rendah daging). 1 Kebutuhan besi meningkat: seperti pada prematuritas anak dalam masa pertumbuhan dan kehamilan. 1 Gangguan absorpsi besi: gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik. 1PatogenesisPerdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi makin menurun. Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut iron-depleted state atau negatice iron balance. Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar ferritin serum, peningkatan absorbs besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negative. Apabila kekurangan besi berlanjut terus menerus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi, keadaan ini disebut sebagai iron deficiency erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai ialah peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi tranferin menurun dan total iron binding capacity (TIBC) meningkat. Akhir-akhir ini parameter yang sangat spesifik ialah peningkatan reseptor transferrin dalam serum. Apabila jumlah besi menurun terus makan eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun, akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositer, disebut sebagai iron deficiency anemia. Pada saat ini juga terjadi kekurangan besi pada epiterl serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan faring serta berbagai gejala lainnya. 1Manifestasi klinikGejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar, yaitu: gejala umum anemia, gejala khas akibat defisiensi besi, gejala penyakit dasar. 1a) Gejala umum anemia

Gejala umum anemia yang disebut juga sindrom anemia dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin turun dibawah 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada ADB karena penurunan kadar hemoglobin yang terjadi secara perlahan-lahan sering kali sinroma anemia tidak terlalu menyolok dibandingkan dengan anemia lain yang penurunan kadar hemoglobinnya terjadi lebih cepat, oleh karena mekanisme kompensasi tubuh dapat berjalan dengan baik. Anemia bersifat simtomatik jika hemoglobin telah turun di bawah 7gr/dl. Pada pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan dibawah kuku. 1b) Gejala khas defisiensi besiGejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada anemia jenis lain adalah: 1 Koilonychia: kuku sendok, kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertical dan menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok.

Atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang.

Stomatitis angularis (cheilosis): adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampat sebagai bercak berwarna pucat keputihan.

Disfagia: nyeri menelah karena kerusakan epitel hipofaring.

Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia

Pica: keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti tanah liat, es, lem, dan lain-lain.c) Gejala penyakit dasar

Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi penyebab anemia defisiensi besi tersebut. Misalnya pada anemia akibat penyakit cacing tambang, dijumpai dyspepsia, parotis membengkak, dan kulit telapak tangan berwarna kuning seperti jerami. Pada anemia karena perdarahan kronik akibat kanker kolon dijumpai gejala gangguan kebiasaan buang air besar atau gejala lain bergantung dari lokasi kanker tersebut. 1Terapi

Terapi terhadap defisiensi besi adalah: 1a) Terapi kausal: terapi terhadap penyebab perdarahan.Misalnya pengobatan cacing tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan menorrhagia,. Terapi kasual harus dilakukan, kalau tidak makan anemia akan kambuh kembali.

b) Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh.

Terapi besi oral. Terapi besi oral merupakan terapi pilihan pertama oleh karena efektif, murah, dan aman. Preparat yang tersedia adalah ferrous sulphat merupakan preparat pilihan utama oleh karena paling murah tetapi efektif. Dosis anjuran adalah 3x200 mg, absorpsi besinya 50 mg per hari yang dapat menginkatkan eritropoesis dua sampai tiga kali normal. 1Preparat besi oral sebaiknya diberikan saat lambung kosong, tetapi efek samping lebih sering dibandingkan dengan pemberian setelah makan. Pada pasien mengalami intoleransi, sulfas ferosus dapat diberikan saat makan atau setelah makan. 1Efek samping utama besi per oral adalah gangguan gastrointestinal yang dijumpai pada 15 sampai 20% , yang sangat mengurangi kepatuhan pasien. Keluhan ini dapat berupa mual, muntaj, serta konstipasi. Untuk mengurangi efek samping besi diberikan saat makan atau dosis dikurangi menjadi 3x100 mg. 1Pengobatan besi diberikan 3-6 bulan, bisa sampai 12 bulan. Setelah normal dapat diberikan dosis pemeliharaan yang diberikan 100-200 mg. Jika tidak diberikan dosis pemeliharaan, anemia sering kambuh kembail. Untuk meningkatkan penyerapan besi dapat diberikan preparat vitamin V, tetapi dapat meningkatkan efek samping terapi. Dianjurkan pemberian diet yang banyak mengandung hati dan daging yang banyak mengandung besi. 1Terapi besi parentral. Terapi parentral sangat efektif tetapi mempunyai risiko lebih besar dan harganya lebih mahal. Oleh karena risiko ini maka besi parentral hanya diberikan atas indikasi tertentu. Indikasi pemberian besi parentral adalah: 11) Intoleransi terhadap pemberian besi oral2) Kepatuhan terhadap obat yang rendah3) Gangguan pencernaan seperti colitis ulseratif yang dapat kambuh jika diberikan besi4) Penyerapan besi terganggu, misalnya pada gastrektomi5) Keadaan di mana kehilangan darah yang banyak sehingga tidak cukup dikompensasi oleh pemberian besi oral, seperti misalnya pada hereditary hemorrhagic teleangiectasia6) Kebutuhan besi yang besar dalam waktu pendekm seperti kehamilan trimestes tiga atau sebelum operasi7) Defisiensi besi fungsional relative akibat pemberian eritropoetin pada anemia gagal ginjal kronik atau anemia akibat penyakit kronikPreparat yang tersedia ialah iron dextran comples, iron sorbitol citric acid, etc. Dapat diberikan secara intramuscular dalama atau intravena pelan. Pemberian secara intramuscular memberikan rasa nyeri dan memberikan warna hitam pada kulit. Efek samping yang dapat timbul adalah reaksi anafilaksis, meskipun jarang (0,6%). Efek samping lain adalah flebitis, sakit kepala, flushingmual, munth, nyeri perut dan sinkop. 1Pengobatan lain Diet: sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama yang berasal dari protein hewani. 1 Vitamin C: vitamin C diberikan 3x100 mg per hari untuk meningkatkan absorpsi besi. 1 Transfuse darah: ADB jarang memerlukan transfuse darah. Indikasi pemberian transfuse darah pada anemia kekurangan besi adalah: 1 Adanya penyakit jantung anemic dengan ancaman payah jantung. Anemia yang sangat simtomatik, misalnya dengan gejala pusing yang mencolok. Pasien memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang cepat seperti pada kehamilan trimester akhir atau preoperasi.Jenis darah yang diberikan adalah PRC untuk mengurangi bahaya overload. 1Dalam pengobatan dengan preparat besi, seorang pasien dinyatakan memberikan respons baik bila retikulosit naik pada minggu pertama, mencapai puncak pada hari ke-10 dan normal lagi setelah hari ke-14, diikuti kenaikan Hb 0,15 g/hari atau 2 g/dl setelah 3-4 minggu. Hemoglobin menjadi normal setelah 4-10 minggu. 1Jika respons terhadap terapi tidak baik, maka perlu dipikirkan: 1 Pasien tidak patuh sehingga obat tidak diminum

Dosis besi kurang

Masih ada pendarahan cukup banyak

Ada penyakit lain seperti misalnya penyakit kronik, keradangan menahun atau pada saat yang sama ada defisiensi asam folat

Diagnosis defisiensi besi salah

Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi adalah: 7

Gangguan jantungKardiomegali hingga gagal jantung akibat jantung harus bekerja lebih keras dalam memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik

Masalah kehamilanBerhubungan dengan kelahiran prematur dan berat badan lahir rendah

Masalah pertumbuhanPada bayi dan anak-anak defisiensi besi dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan disertai dengan resiko lebih rawan terkena infeksi.

Prognosis

Anemia defisiensi besi adalah suatu gangguan yang mudah diterapi dengan prognosis yang sangat baik. Namun prognosis yang buruk mungkin dapat ditemukan pada pasien dengan kondisi penyerta maupun komorbiditas yang berat seperti neoplasia dan penyakit arteri koronaria. Anemia defisiensi besi kronik yang sedang maupun berat dapat menyebabkan hipoksia yang menyebabkan kambuhnya gangguan pulmonar maupun kardiovaskular yang dimiliki pasien. Kematian akibat hipoksia dapat terjadi pada pasien yang menolak diberi transfusi darah karena alasan religious atau pada pasien dengan perdarahan akut yang berat. Pada anak yang lebih muda, anemia defisiensi besi berhubungan dengan IQ yang lebih rendah,kurangnya kemampuan belajar, dan kecepatan pertumbuhan yang suboptimal.7

Pencegahan

Pendidikan kesehatan: 1 Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban, perbaikan lingkungan kerja, misalnya pemakaian alas kaki sehingga dapat mencegah penyakit cacing tambang

Penyuluhan gizi untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu absorpsi besi

Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik paling sering dijumpai di daerah tropic. Pengobatan masal dengan antihelmentik dan perbaikan sanitasi.

Suplementasi besi yaitu pemberian besi profilaksis pada segmen pendidik yang rentan, seperti ibu hamil dan anak balita. Di Indonesia diberikan pada perempuan hamil dan anak balita memakai pil besi dan folat.

Fortifikasi bahan makanan dengan besi, yaitu mencampurkan besi pada bahan makan. Di negara barat dilakukan dengan mencapur tepung untuk roti atau bubuk susu dengan besi.

Analisis data

Berikut merupakan tabel perbandingan antara anemia defisiensi besi dengan DD lainnya.

Gambar 1.4 Diagnosis anemia mikrotik8Kesimpulan

Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang sering terjadi, terutama pada negara berkembang. Penyebab defisiensi besinya banyak, bisa dikarenakan kurangnya asupan, atau perdarahan yang mengakibatkan keluarnya darah serta besi yang di dalamnya. Terapinya tentu diberikan preparat besi, bisa oral maupun injeksi. Bila anemianya parah bisa diberikan transfuse PRC. Secara umum prognosis anemia defisiensi besi baik karena mudah diterapi, namun akan lebih buruk bila disertai penyakit kormobid seperti neoplasma.

Daftar Pustaka

1. Bakta IM, Suega K, Dharmayuda TG. Anemia defisiensi besi. Dalam: Sudoyono AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editor. Ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jilid ke-2. Jakarta: InternalPublishing; 2009.h. 1127-36

2. Safitri A, editor. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Edisi ke-8. Jakarta: Erlangga; 2003. h. 84-5

3. Safitri A, editor. At a glance medicine. Jakata: Penerbit Erlangga; 2005.h. 208-9

4. Vijayaraghanvan K. Anemia karena defisiensi zat besi. Dalam: Widyastuti P, Hardiyanti EA, editor. Gizi kesehatan masyarakat. Jakarta: Penerbit EGC; 2009.h. 276-82

5. Yudha EK, Wahyuningsih E, Yulianti D, Karyuni PE, editor. Buku saku patofisiologi. Edisi ke-3. Jakarta: Penerbit EGC: 2009.h. 427-9

6. McPhee S J, Ganong WF. Patofisiologi penyakit: pengantar menuju kedokteran klinis. Edisi ke-5. Jakarta: EGC; 2010.h. 136-407. Mehta AB, Hoffbrand AV. At a glance hematologi. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2008.h. 84-5

8. Longo, Fauci, Kasper, Hauser, Jameson, Loscalzo. Harrisons principles of internal medicine. 18th edition. 1 st Volume. United States: The McGraw Hill Companies;2011.pg. 84815