Blok 19
-
Upload
judodododo -
Category
Documents
-
view
217 -
download
3
description
Transcript of Blok 19
Cor Pulmonale Kronik et causa PPOKAkrestivany Tandilimbong
102013329
Abstrak
Cor pulmonale kronik timbul akibt gangguan anatomi, peningkatan viskositas darah,
peningkatan aliran darah pada vascular paru, vasokonstriksi pulmonary dan penyakit
idiopatik lain. Pada pasien dengan cor pulmonale ditandai dengan adanya kelelahan,
takipneu, sesak saat beraktivitas dan batuk. Penatalaksanaan cor pulmonale kronis umumnya
difokuskan pada pengobatan penyakit paru yang mendasari dan meningkatkan oksigenasi dan
fungsi ventrikel kanan dengan meningkatkan kontraktilitas ventrikel kanan dan penurunan
vasokonstriksi paru.
Kata kunci : PPOK, kor pulmonal, dilatasi ventrikel kanan
Abstract
Chronic cor pulmonale arises akibt anatomical disturbances, increased blood viscosity,
increased blood flow to the pulmonary vascular, pulmonary vasoconstriction and other
idiopathic diseases. In patients with cor pulmonale characterized by fatigue, tachypnea,
dyspnoea on exertion and cough. Management of chronic cor pulmonale generally focused
on the treatment of the underlying lung disease and improve oxygenation and right
ventricular function by increasing the right ventricular contractility and decreased
pulmonary vasoconstriction.
Keywords: COPD, chronic cor pulmonale, right ventricular dilatation
1
Pendahuluan
Sesak napas sering kali diakibatkan oleh kelainan jantung dan paru-paru. akan tetapi bisa
juga sesak napas berhubungan dengan kelainan jantung dan paru-paru secara bersamaan,
yang disebut Cor Pulmonale. Penyakit ini tidak bisa dilepaskan dari sistem kerja jantung dan
paru-paru dalam sistem sirkulasi darah. seperti kita ketahui, jantung dan paru menjadi organ
utama dalam sistem sirkulasi darah manusia. Kor pulmonal adalah hipertrofi atau dilatasi
ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonal yang disebabkan oleh penyakit yang menyerang
struktur, fungsi paru, atau pembuluh darah pulmonal yang dapat berlanjut menjadi gagal
jantung kanan.1,2
Dikarenakan paru berkorelasi dalam sirkuit kardiovaskuler antara ventrikel kanan
dengan bagian kiri jantung, perubahan pada struktur atau fungsi paru akan mempengaruhi
secara selektif jantung kanan. Patofisiologi akhir yang umum yang menyebabkan kor
pulmonal adalah peningkatan dari resistensi aliran darah melalui sirkulasi paru dan mengarah
pada hipertensi arteri pulmonal.2
Kor pulmonal dapat terjadi secara akut maupun kronik. Penyebab kor pulmonal akut
tersering adalah emboli paru masif sedangkan kor pulmonal kronik sering disebabkan oleh
penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Pada kor pulmonal kronik umumnya terjadi
hipertrofi ventrikel kanan sedangkan pada kor-pulmonal akut terjadi dilatasi ventrikel kanan.1
Anamnesis
Anamnesis yang teliti akan didapatkan ada tidaknya penyakit paru yang mendasari
dan jenis kelainan paru seperti batuk kronik yang produktif, sesak nafas waktu beraktifitas,
nafas yang berbunyi, mudah lelah. Pada fase awal berupa pembesaran ventrikel kanan, tidak
menimbulkan keluhan jadi lebih banyak keluhan akibat penyakit parunya. Keluhan akibat
pembesaran ventrikel kanan baru timbul bila sudah ada gagal jantung kanan misalnya edema.
Infeksi paru sering mencetuskan gagal jantung, hipersekresi bronchus, edema alveolar, serta
bronkospasme yang menurunkan ventilasi paru lalu timbul gagal jantung kanan.2
Dispnea merupakan gejala yang paling umum terjadi, biasanya karena adanya
peningkatan kerja pernapasan akibat adanya perubahan dalam elastisitas paru-paru (fibrosis
penyakit paru atau adanya over inflasi pada penyakit PPOK). Nyeri dada atau angina juga
dapat terjadi. Hal ini terjadi disebabkan oleh iskemia pada ventrikel kanan atau teregangnya
arteri pulmonalis. Hemoptisis, karena rupturnya arteri pulmonalis yang sudah mengalami
arteroslerotik atau terdilatasi akibat hipertensi pulmonal juga dapat terjadi. Bisa juga
2
ditemukan variasi gejala-gejala neurologis, akibat menurunnya curah jantung dan
hipoksemia.2
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum pasien bagaimana, apakah tampak sakit berat, sedang atau ringan.
Lalu bagaimana kesadaraan apakah kompos mentis, apatik, samnolen sopor, koma, derilium.
Dan pastinya juga dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital: suhu, memeriksa tekanan darah,
frekuensi pernafasan, frekuensi nadi.
a. Inspeksi
Diameter dinding dada yang membesar (barrel chest) , sianosis , jari tabuh.3
b. Palpasi
Edema tungkai, peningkatan vena jugularis yang menandakan terjadinya gagal jantung
kanan dan ventrikel kanan dapat teraba di parasternal kanan. Hepatomegali,
splenomegali, asites dan efusi pleura merupakan tanda-tanda terjadinya overload pada
ventrikel kanan.2,3
c. Perkusi
Pada paru bisa terdengar hipersonor pada PPOK, pada keadaan yang berat bisa
menyebabkan asites.2,3
d. Auskultasi
Pada paru ditemukan wheezing dan rhonki, bisa juga ditemukan bising sistolik di paru
akibat turbulensi aliran pada rekanalisasi pembuluh darah pada chronic thromboembolic
pulmonary hypertension. Terdapatnya murmur pada daerah pulmonal dan triskuspid dan
terabanya ventrikel kanan merupakan tanda yang lebih lanjut. Bila sudah terjadi fase
dekompensasi, maka gallop (S3) mulai terdengar dan selain itu juga dapat ditemukan
murmur akibat insufisiensi trikuspid.2,3
Pemeriksaan dilakukan berupa fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan sianosis (kebiruan), jari tubuh, denyut jantung tampak di dada atau irama derap,
denyut menonjol di bawah tulang dada atau ulu hati, adanya pembesaran hati dan nyeri jika
ditekan, asites (cairan dalam rongga perut) dan pembekakan (edema).
3
Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan radiologi
Pada foto toraks, tampak kelainan paru disertai pembesaran ventrikel kanan, dilatasi
arteri pulmonal, dan atrium kanan yang menonjol. Kardiomegali sering tertutup oleh
hiperinflasi paru yang menekan diafragma sehingga jantung tampaknya normal.2
b. Elektrokardiografi.2
a. Pada EKG Deviasi sumbu ke kanan. Sumbu gelombang p + 900 atau lebih.
b. Rasio amplitude R/S di V1 lebih besar dari sadapan 1
c. Rasio amplitude R/S di V6 lebih kecil dari sadapan 1
d. Terdapat pola p pulmonal di sadapan 2,3, dan aVF
e. Terdapat gelombang T terbalik, mendatar, atau bifasik pada sadapan prekordial.
f. Gelombang QRS dengan voltase lebih rendah terutama pada PPOK karena adanya
hiperinflasi.
g. Hipertrofi ventrikel kanan yang sudah lanjut dapat memberikan gambaran gelombang
Q di sadapan prekordial yang dapat membingungkan dengan infark miokard.
c. Pemeriksaan tes faal paru
Sering ditemukan kelainan tes faal paru (spirometri) dan analisis gas darah.
Ada respons polisistemik terhadap hipoksia kronik. Tes faal paru dapat menentukan
penyebab dasar kelainan paru. Pada analisis gas darah bisa ditemukan saturasi O2
menurunnya PCO2 biasanya normal. Bila kor pulmonal disebabkan penyakit vaskular
paru, PCO2 biasanya normal. Bila kor pulmonal akibat hipoventilasi alveolar misalnya
karena PPOK menahun dengan emfisema, PCO2 menigkat.2
d. Ekokardiografi
Salah satu pencitraan yang bisa digunakan untuk melakukan penegakan
diagnosis kor pulmonal adalah dengan ekokardiografi. Dimensi ruang ventrikel kanan
membesar, tapi struktur dan dimensi ventrikel kiri normal. Pada gambaran
ekokardiografi katup pulmonal gelombang ’a’ hilang menunjukan hipertensi
pulmonal. Kadang-kadang dengan pemeriksaan ekokardiografi sulit terlihat katup
pulmonal karena accoustic window sempit akibat penyakit paru.2
4
Working Diagnosis
1. Kor pulmonal kronik et causa PPOK
Diagnosis kor pulmonal pada PPOK untuk menegakkan diagnosis kor pulmonal
secara pasti maka dilakukan prosedur anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang secara tepat. Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik pemeriksa dapat
menemukan data-data yang mendukung ke arah adanya kelainan paru baik secara
struktural maupun fungsional.1
Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan kor pulmonal adalah penyakit yang
secara primer menyerang pembuluh darah paru dan penyakit yang mengganggu aliran
darah paru. Berdasarkan penelitian lain di Ethiopia, menemukan penyebab terbanyak kor
pulmonal berturut-turut adalah asma bronkial, tuberkulosis paru, bronkitis kronik,
emfisema, penyakit interstisial paru, bronkiektasis, obesitas, dan kifoskoliosis. Kor
pulmonal mempunyai insiden sekitar 6-7% dari seluruh kasus penyakit jantung dewasa di
Amerika serikat, dengan penyakit PPOK karena bronkitis dan emfisema menjadi
penyebab lebih dari 50% kasus kor pulmonal.1
Kor pulmonal terjadi ketika hipertensi pulmonal menimbulkan tekanan berlebihan
pada ventrikel kanan. Tekanan yang berlebihan ini meningkatkan kerja ventrikel kanan
yang menyebabkan hipertrofi otot jantung yang normalnya berdinding tipis, yang
akhirnya dapat menyebabkan disfungsi ventrikel dan berlanjut kepada gagal jantung. 1
Differential Diagnosis
1. Kor pulmonal akut
Kor pulmonal akut biasanya menjadi kelainan sekunder akibat adanya emboli paru
masif. Akibatnya tahanan vaskuler paru meningkat dan hipoksia akibat pertukaran gas
ditengah kapiler-alveolar yang terganggu, hipoksia tersebut akan menyebabkan
vasokonstriksi pembuluh darah (arteri) paru. Tahanan vaskuler paru yang meningkat dan
vasokonstriksi menyebabkan tekanan pembuluh darah arteri paru semakin meningkat
(hipertensi pulmonal). 4
Hipertensi pulmonal yang terjadi secara akut tidak memberikan waktu yang cukup
bagi ventrikel kanan untuk kompensasi, sehingga terjadilah kegagalan jantung kanan
5
akut. Gagal jantung kanan mulai terjadi jika tekanan arteri pulmonalis meningkat tiba-tiba
melebihi 40-45 mmHg. Gagal jantung kanan akut ditandai dengan sesak nafas yang
terjadi secara tiba-tiba, curah jantung menurun sampai syok, JVP yang meningkat, liver
yang membengkak dan nyeri dan bising insufisiensi katup trikuspid. 4
2. Congestive heart failure
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelaiann fungsi
jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume
diastolik secara abnormal.5
Mekanisme yang mendasari terjadinya gagal jantung kongestif adalah penurunan
kontraksi ventrikel akan diikuti penurunan curah jantung yang selanjutnya terjadi
penurunan tekanan darah (TD), dan penurunan volume darah arteri yang efektif. Hal ini
akan merangsang mekanisme kompensasi neurohormonal. Vasokonteriksi dan retensi air
untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah, sedangkan peningkatan
preload akan meningkatkan kontraksi jantung melalui hukum starling. Apabila keadaan
ini tidak segera diatasi, peninggian afterload dan hipertensi disertai dilatasi jantung akan
lebih menambah beban jantung sehingga terjadi gagal jantung yang tidak terkompensasi.5
3. Perikarditis
Perikarditis adalah peradangan perikard parietalis, viseralis atau keduanya. Respon
perikard terhadap peradangan bervariasi dari akumulasi cairan atau darah (efusi perikard)
deposisi fibrin, proliferasi jaringan fibrosa, pembentukan granuloma atau klasifikasi.6
Salah satu dari reaksi radang pada perikarditis akut adalah penumpukan cairan
(eksudasi) di dalam rongga perikard yang disebut sebagai efusi perikard. Efek
hemodinamik efusi perikard ditentukan oleh jumlah dan kecepatan pembentukan cairan
perikard. Efusi yang banyak atau tiumbul cepat akan menghambat pengisian ventrikel,
penurunan volume akhir diastolik sehingga curah jantung sekuncup dan semenit kurang. 6
Kompensasinya adalah takikardia, tetapi pada tahap berat atau kritis akan
menyebabkan gangguan sirkulasi dengan penurunan tekanan darah serta gangguan perfusi
organ dengan segala akibatnya yang disebut sebagai tamponad jantung. Bila reaksi radang
ini berlanjut terus menerus, perikard mengalami fibrosis, jaringan parut luas, penebalan,
kalsifikasi, dan juga terisi eksudat yang akan menghambat proses diastolik ventrikel,
6
mengurangi isi sekuncup dan semenit serta mengakibatkan kongesti sistemik (perikarditis
konstriktifa). 6
Etiologi
Etiologi kor pulmonal dapat digolongkan dalam 4 kelompok :1
1. Penyakit pembuluh darah paru
2. Tekanan darah pada arteri pulmonal oleh mediastinum, aneurisma, granuloma atau
fibrosis
3. Penyakit neuromuskular dan dinding dada
4. Penyakit yang mengenai aliran udara paru, alveoli termasuk PPOK. Penyakit paru
lainnya adalah penyakit paru interstisial dan gangguan pernapasan saat tidur.
Epidemiologi
PPOK adalah penyebab paling umum dari kor pulmonal kronis di Amerika Utara.
PPOK mengenai lebih dari 14 juta orang setiap tahunnya di Amerika serikat dan merupakan
penyebab utama kematian. Prevalensi sebenarnya pasien kor pulmnal dengan PPOK sulit
untuk didapat, namun diperkirakan antara 10-30% daari seluruh pasien di rumah saki tuntuk
gagal jantung di Amerika Serikat tiap tahunnya adalah karena kor pulmonale. Pasien dengan
penyakit paru kronis ditemukan lebih dari 40% memiliki faktor resiko kor pulmonale.
Prevalensi kor pulmonal juga meningkat pada pasien hippoksemia, hiperkapnia, atau
obstruksi saluran nafas, dalam sebuah percobaan Administrasi Veteran 1966, pasien dengan
PPOK dan kor pulmonale memiliki angka kematian 73% tiap 4 tahunnya.7
Patofisiologi
Pada PPOK akan terjadi penurunan vascular bed paru, hipoksia, dan hiperkapnea/
asidosis respirtorik. Hipoksia dapat mengakibatkan penyempitan pembuluh darah arteri paru,
demikian juga asidosis respiratorik. Disamping itu, hipoksia akan menimbulkan polisitemia
sehingga visikositas darah akan meningkat. Visikositas darah yang meningkat ini pada
akhirnya juga akan meningkatkan tekanan pembuluh darah arteri paru. Jadi, adanya
penurunan vaskuler bed, hipoksia dan hiperkapnea akan mengakibatkan tekanan darah (arteri
pulmonal), hal ini disebut dengan hipertensi pulmonal. Adanya hipertensi pulmonal
menyebabkan beban tekanan pada ventrikel kanan, sehingga ventrikel kanan melakukan
7
kompensasi berupa hipretrofi dan dilatasi. Keadaan ini yang disebut dengan Cor Pulmonal.
Jika mekanisme kompensasi ini gagal maka terjadilah gagal jantung kanan.1
Manisfestasi klinis
Dalam perjalana penyakit kor pulmonal dibedakan 5 fase, yaitu :8
Fase I
Pada fase ini belum ada gejala klinis yang jelas, selain ditemukannya gejala awal penyakit
paru obstruktif kronis (PPOK), bronkitis kronis, tuberkulosis paru, bronkiektasis dan
sejenisnya. Pasien biasanya sudah berumur lebih dari 50 tahun dan sering dalam
anamnesis terdapat kebiasaan banyak merokok.8
Fase II
Pada fase ini mulai ditemukan tanda-tanda berkurangnya ventilasi paru. Gejalanya antara
lain, batuk lama yang berdahak terutama bronkiektasis, sesak napas, mengi, sesak napas
ketika berjalan menanjak atau setelah banyak bicara. Sedangkan sianosis masih belum
nampak. Pemeriksaan fisik ditemukan kelainan berupa, hipersonor, suara napas
berkurang, ekspirasi memanjang, ronki basah dan kering, mengi. Letak diafragma rendah
dan denyut jantung lebih redup. Pemeriksaan radiologi menunjukkan berkurangnya
corakan bronkovaskular, letak diafragma rendah dan mendatar, posisi jantung vertikal.8
Fase III
Pada fase ini terjadi gejala hipoksemia yang lebih jelas. Didapatkan keluhan
berkurangnya nafsu makan, berat badan berkurang, dan merasa cepat lelah. Pada
pemeriksaan fisik nampak sianotik, disertai sesak dan tanda-tanda emfisema paru yang
lebih nyata. Pemeriksaan laboratorium menunjukan adanya polisistemia.8
Fase IV
Ditandai dengan hiperkapnia, gelisah, mudah tersinggung kadang somnolen. Pada
keadaan yang berat dapat terjadi koma dan kehilangan kesadaran.8
8
Fase V
Pada fase ini nampak kelainan jantung, dan tekanan arteri pulmonal meningkat. Tanda-
tanda peningkatan kerja ventrikel, namun fungsi ventrikel kanan masih dapat kompensasi.
Selanjutnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan kemudian terjadi gagal jantung kanan.
Pemeriksaan fisik nampak sianotik, bendungan vena jugularis, hepatomegali, edema
tungkai dan kadang asites.8
Penatalaksanaan
1. Terapi oksigen
Mekanisme bagaimana terapi oksigen dapat menigkatkan kelangsungan hidup belum
diketahui pasti, namun ada 2 hipotesis: (1) terapi oksigen mengurangi vasokontriksi dan
menurunkan resistensi vaskuler paru yang kemudian meningkatkan isi sekuncup ventrikel
kanan, (2) terapi oksigen meningkatkan kadar oksigen arteri dan meningkatkan hantaran
oksigen ke jantung, otak, dan organ vital lainnya. 1
Pemakaian oksigen secara kontinyu selama 12 jam (National Institute of Health,
USA); 15 jam (British Medical Research Counsil) , dan 24 jam (NIH) meningkatkan
kelangsungan hidup dibanding kan dengan pasien tanpa terapi oksigen.1
2. Digitalis
Digitalis hanya digunakan pada pasien kor pulmonal bila disertai gagal jantung kiri.
Digitalis tidak terbukti meningkatkan fungsi ventrikel kanan pada pasien kor pulmonal
dengan fungsi ventrikel normal, hanya pada pasien kor pulmonal dengan fungsi ventrikel
kiri yang menurun, digoksin bisa meningkatkan fungsi ventrikel kanan. Pada pemberian
digitalis perlu diwaspadai resiko aritmia. 1
3. Diuretik
Diuretika diberikan untuk mengurangi tanda-tanda gagal jantung kanan. Namun harus
dingat, pemberian diuretika yang berlebihan dapat menimbulkan alkalosis metabolik yang
bisa memicu peningkatan hiperkapnia. Disamping itu, dengan terapi diuretika dapat
terjadi kekurangan cairan yang mengakibatkan preload ventrikel kanan dan curah jantung
menurun. 1
4. Vasodilator
9
Pemakaian vasodilator seperti nitrat, hidralazin, antagonis kalsium, agonis alfa
adrenergik, dan postaglandin. Bekerja langsung merelaksasikan otot polos arteri
menyebabkan vasodilatasi, namun pemakainnya belum direkomendasikan secara rutin. 1
5. Antikoagulan
Diberikan untuk menurunkan resiko terjadinya tromboemboli akibat disfungsi dan
pembesaran ventrikel kanan dan adanya faktor imobilisasi pada pasien. 1
Prognosis
Prognosis kor pulmonal berganstung pada patologi yang mendasarinya. Pasien dengan
PPOK yang berkembang menjadi kor pulmonal memiliki kesempatan 30% untuk bertahan
hidup selama 5 tahun, namun apakah kor pulmonal memiliki nilai prognosis yang independen
atau hanya mencerminkan tingkat keparahan yang mendasari PPOK tersebut atau penyakit
paru lainnya masih belum jelas.7
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain:2
– Sinkop
– Hipoksia
– Edema
– Kematian
Kesimpulan
Kor pulmonal didefinisikan sebagai perubahan dalam struktur dan fungsi dari
ventrikel kanan yang disebabkan oleh adanya gangguan primer dari sistem pernapasan.
Penyebab yang paling sering adalah PPOK, dimana terjadi perubahan struktur jalan napas
dan hipersekresi yang mengganggu ventilasi alveolar. Kelainan tertentu dalam sistem
persarafan, otot pernafasan, dinding dada, dan percabangan arteri pulmonal juga dapat
menyebabkan terjadinya kor pulmonal.
Kor pulmonale sangat erat hubunganya dengan hipertensi pulmonal. Diagnosis kor
pulmonal dapat ditegakkan jika terbukti terdapat adanya hipertensi pulmonal akibat dari
kelainan fungsi dan atau struktural paru. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk
mendukung diagnosis kor pulmonal diantaranya adalah pemeriksaan laboratoris, pemeriksaan
foto toraks, ekokardiografi, CT scan, serta pemeriksaan EKG. Ada beberapa cara yang
10
dilakukan untuk mengobati kor pulmonal, seperti pemberian oksigen, tirah baring dan,
diuretik, digitali, dan anikoagulan. Hipotesis diterima.
Daftar Pustaka
1. Harun S, Ika PW. Kor pulmonal kronik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K
Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi V. Jilid II. Jakarta:
FKUI; 2009.h. 1842-4.
2. Fauci AS, Dennis LK, dkk. Heart failure and cor pulmonale. Dalam: Harrison’s
Principles of Internal Medicine. Edisi 13. United States of America: The McGraw-
Hill Companies Inc; 2008.p. 217-244
3. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2005.h.
173.
4. Kumar, Clark. Cardiovascular disease. Clinical medicine. 6th ed. Philadelphia.:
Elsevier Saunders; 2005.p. 725-7.
5. Brashers VL. Aplikasi klinis patofisiologi pemeriksaan dan manajemen. Edisi 2.
Jakarta: EGC; 2007.h. 53-4.
6. Panggabean MM. perikarditis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K
Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi V. Jilid II. Jakarta:
FKUI; 2009.h. 1725-6.
7. Marie MB, , Alejandro C. Arroliga MD, Herbert P, and Richard A. cor pulmonale.
Diunduh dari www.medscape.com 06 september 2013.
8. Mubin AH. Kor pulmonale kronik. Dalam: Panduan praktis ilmu penyakit dalam
diagnosis dan terapi. Jakarta: EGC; 2001.h. 125-6.
11