blok 1 modul 2
-
Upload
reynaldisanjaya -
Category
Documents
-
view
234 -
download
13
description
Transcript of blok 1 modul 2
1
BAB I PENDAHULUAN
Komunikasi merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita sehari-hari. Komunikasi
memiliki arti yaitu suatu interaksi antara satu individu dengan individu yang lain dalam
hubungan sosial serta pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih
dengan cara yang tepat sehingga pesan tersebut dapat dipahami. Komunikasi ada dua bentuk
yaitu komunikasi verbal dan non-verbal.
Dengan adanya komunikasi, seseorang dapat mengetahui dan menerima informasi yang
disampaikan oleh lawan bicara serta seseorang juga dapat lebih mengerti informasi yang
disampaikan dengan mendengarkan. Komunikasi dan mendengarkan juga harus berisi empati
didalamnya, yaitu mengerti perasaan lawan bicara tanpa larut di dalamnya.
Sedangkan dalam bidang kedokteran pengertian komunikasi dokter pasien adalah
komunikasi dua arah yang dilakukan oleh seorang dokter dengan pasiennya. Komunikasi antara
dokter dengan pasien merupakan hal yang penting dan harus dilakukan oleh seorang dokter,
karena komunikasi dokter pasien memegang peranan besar dalam menentukan suatu diagnosis
dan prognosis pasien.
Dalam praktik kedokteran, komunikasi sangat penting untuk dibangun antara dokter
dengan pasiennya agar tidak terjadi misrepresentasi antara dokter dan pasien. Jika dokter tidak
membangun komunikasi dengan pasiennya, maka akan membawa pengaruh yang buruk dalam
hubungan antara dokter dan pasien. Dengan komunikasi dan empati diharapkan dokter tidak
hanya memandang pasien tersebut hanya sebagai objek untuk disembuhkan, tetapi agar dokter
tersebut juga memahami apa yang dirasakan pasien dan menempatkan diri sebagai pasien
tersebut. Dengan berempati, sebenarnya itu adalah obat alami yang bisa membantu kesembuhan
pasien karena sifat dari komunikasi itu yang terapeutik.
Makalah ini disusun dengan tujuan memberi pemahaman melalui informasi yang lebih
baik lagi bagi para komunikator (sender) kepada para penerima pesan (receiver), agar mampu
2
menciptakan suasana komunikasi yang lebih efektif, sehingga pesan yang disampaikan dapat
diterima dengan pemahaman yang baik serta ada pemberian respon yang baik pula.
1.1 Skenario
Seorang anak kecil usia 3 tahun sudah mulai diajarkan oleh ibunya untuk menggosok
gigi sendiri. Walau terkadang malas melakukannya, si anak oleh ibunya tetap diajak untuk
menggosok giginya terutama di pagi dan malam hari. Untuk mengurangi kemalasan itu ibu
memberi sebuah koin setiap si anak mau menggosok gigi. Koin ini bisa ditukarkan dengan
makanan kesukaan anak itu bila sudah berjumlah 10 buah.
1.2 Rumusan Masalah
Seorang anak usia 3 tahun sudah mulai diajarkan oleh ibunya untuk menggosok gigi sendiri.
Ibu memberikan hadiah sebuah koin kepada anak untuk mengurangi kemalasannya.
Jika sudah terkumpul 10 koin, maka dapat ditukarkan dengan makanan kesukaan anak itu.
1.3 Analisis Masalah
Perilaku dapat dipelajari
KEBIASAAN
MENGGOSOK
GIGI
Komunikasi efektif
Analisis transaksionil
Peningkatan perilaku
Perubahan perilaku
karena konsekuensi
Interaksi okmum
K-K D-D
Verbal Non Verbal
Anak Orangtua
3
1.4 Hipotesis
Perilaku dapat dipelajari.
Perubahan perilaku karena adanya konsekuensi, yaitu reinforcement.
Adanya peningkatan perubahan.
State tidak dipengaruhi oleh usia.
Setiap individu memiliki 3 state, yaitu orang tua, dewasa, dan kanak-kanak.
Dalam setiap interaksi dapat terjadi perubahan state sesuai dengan kebutuhan.
Adanya komunikasi verbal dan non-verbal.
1.5 Sasaran Pembelajaran
Untuk mengetahui dan memahami analisa transaksionil.
Untuk mengetahui dan memahami komunikasi empati beserta dengan jenis-jenisnya.
Untuk mengetahui dan memahami perilaku sehat.
4
BAB II ISI
2.1 Analisa Transaksionil
Analisa transaksionil adalah suatu sistem yang diperkenalkan oleh Eric Berne pada
tahun 1961, dimana analisa transaksionil memiliki arti yaitu proses analisa atau komunikasi
dalam hubungan sosial antara 2 individu atau lebih yang berbeda. Analisa transaksionil juga
dapat diartikan memusatkan perhatian pada interaksi yang sedang berlangsung dalam
pengobatan. Yang dianalisa dalam analisa transaksionil adalah proses dan isi pikiran, perasaan,
serta perilaku verbal dan non-verbal seseorang. Analisa transaksionil juga dipakai dalam
psikoterapi individu maupun kelompok.1
Analisa transaksionil digunakan untuk menentukan ego yang dominan yang sedang
berlangsung pada setiap individu yang sedang berinteraksi, dimana setiap individu memiliki 3
state atau okmum didalam dirinya, yaitu:1
Orang tua.
Pada okmum ini, individu berperasaan dan bertindak seperti yang dilakukan ibu dan ayah.
Pada okmum ini, individu juga dapat mengecam dan mendorong. Penampilan okmum orang
tua, yaitu:
Proteksi.
Kritik.
Bimbingan.
Bagaimana melakukan sesuatu.
Dewasa.
Pada okmum dewasa, individu akan mengolah persoalan berdasarkan data, analisa, dan
logika. Penampilan pada okmum ini yaitu:
Analisa.
5
Logika.
Mengumpulkan data.
Mengambil keputusan.
Bio-komputer.
Kanak-kanak
Pada okmum kanak-kanak ini, individu tersebut waktu masih kecil, perasaan dan pola
tingkah lakunya bersifat wajar, dapat bertindak sendiri lepas dari okmum orang tua, tetapi
dapat menyesuaikan diri untuk memuaskan orang tua dalam diri individu tersebut.
Penampilan okmum kanak-kanak ini, yaitu:
Perasaan.
Empati.
Intuisi-Fantasi.
Respon sesuai petunjuk.
Ada empat macam bentuk analisis yang dapat dianalisis, yaitu:1
Analisis Struktur: Analisis terhadap status ego yang menjadi dasar struktur kepribadian
secara global. Perasaan yang terkait dengan pengalaman masa lalu (mengenai fenomena
intrapsikik).
Analisis Transaksional: Menentukan dan mengetahui ego state yang mana yang lebih
dominan dan apakah ego state yang ditampilkan tersebut sudah tepat atau belum.
Analisis Mainan: Analisis hubungan transaksi yang terselubung dari interaksi yang
dilakukan. Mengidentifikasi permainan yang dilakukan dalam interaksi mereka dan
kepuasan yang diperoleh.
Analisis Skript: Analisa drama atau kejadian dalam kehidupan yang terlibat dalam semua
interaksi yang dilakukan, dan membuka penyebab masalah emosi pasien.
6
2.2 Komunikasi Ibu-Anak
2.2.1 Definisi Komunikasi
Komunikasi merupakan pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang
atau lebih dengan cara yang tepat, baik verbal maupun non-verbal sehingga pesan tersebut dapat
dipahami. Menurut KBBI, komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita
antara dua orang atau lebih dengan cara yang tepat sehingga pesan tersebut dapat dipahami.2
Cara atau teknik berkomunikasi adalah pengetahuan dan keterampilan mengenai
komunikasi yang mengikuti langkah-langkah komunikasi yaitu memberi perhatian, membuka
dialog, mencari solusi atau alternatif pemecahan masalah, dan menyimpulkan hasilnya.3
Hewitt (1981), menjabarkan tujuan penggunaan proses komunikasi secara spesifik
sebagai berikut:4
Mempelajari atau mengajarkan sesuatu.
Mempengaruhi perilaku seseorang.
Mengungkapkan perasaan.
Menjelaskan perilaku sendiri atau perilaku orang lain.
Berhubungan dengan orang lain.
Menyelesaian sebuah masalah.
Mencapai sebuah tujuan.
Menurunkan ketegangan dan menyelesaian konflik.
Menstimulasi minat pada diri sendiri atau orang lain.
2.2.2 Bentuk-bentuk Komunikasi
Menurut tujuannya:
Komunikasi satu arah: Komunikasi yang tidak berganti peran atau monolog.
Komunikasi dua arah: Komunikasi antara dua pihak, pengirim pesan dan penerima
pesan yang perannya bisa saling bergantian.
7
Menurut jenisnya:
Secara umum terdapat:
Komunikasi verbal: Komunikasi yang menggunakan kata-kata, dapat disuarakan
maupun ditulis dengan memperhatikan pemilihan kata-kata, kualitas suara (keras atau
tidak), pace (kecepatan) dan intonasi (tinggi rendahnya suara). Dengan komunikasi
verbal pasien dapat di undang untuk berbicara lebih banyak sehingga ia merasa diterima,
dihargai sebagai pribadi.
Komunikasi non-verbal: Komunikasi yang tidak menggunakan kata-kata, sehingga
hanya berupa gerakan/isyarat tubuh (gerakan tubuh, cara menatap/kontak mata, ekspresi
wajah), posisi (jarak terlalu dekat/jauh, berhadapan, menyamping, siku), sikap (santai,
wibawa) dan paralinguistik (hembusan nafas, perubahan tinggi nada, perubahan keras
suara, senyum yang dipaksakan).5 Makna dari komunikasi non-verbal sering sukar
dipastikan terhadap pasien karena pesan non verbal bersifat kabur atau susah diprediksi
dan kontradiksi sering terjadi antara pesan non verbal dengan pesan verbal.
Dalam dunia kedokteran terdapat 3 jenis, yaitu:1
Complementary transaction: Komunikasi dimana respon transaksinya sesuai dengan
yang diharapkan. Komunikasi ini merupakan komunikasi yang paling sehat, dimana
apabila komunikasi yang diterima sesuai dengan yang diharapkan maka proses
komunikasinya akan berjalan dengan lancar.
Crossed transaction: Komunikasi dimana respon transaksi tidak sesuai dengan yang
diharapkan. Komunikasi ini akan memberikan hasil akhir seperti kemarahan, perasaan
bersalah, ribut, serta menghindar.
Ulterior transaction: Dalam komunikasi yang dilakukan terdapat 2 makna yang
tersembunyi, yaitu tersurat dan tersirat. Contoh: Seorang guru merasa lucu dan
8
tersenyum melihat kelakuan bodoh muridnya. Makna tersuratnya adalah senang,
sedangkan makna tersiratnya adalah mengejek.
Berdasarkan langsung tidaknya komunikasi:4
Komunikasi langsung: Komunikasi yang tanpa menggunakan alat. Komunikasi
langsung berbentuk kata-kata, gerakan-gerakan yang berarti khusus dan penggunaan
isyarat, misalnya kita berbicara langsung kepada seseorang dihadapan kita.
Komunikasi tidak langsung: Komunikasi tidak langsung biasanya menggunakan alat
dan mekanisme untuk melipat-gandakan jumlah penerima-penerima pesan (sasaran)
ataupun untuk menghadapi hambatan geografis dan waktu, misalnya menggunakan
radio, buku, dan lain sebagainya.
Berdasarkan besarnya sasaran, komunikasi dibedakan menjadi:4
Komunikasi massa: komunikasi dengan sasaran berupa kelompok orang dalam jumlah
yang besar dan umumnya tidak dikenal. Dalam menerapkan komunikasi massa yang
baik, kita harus menyusun pesan dengan jelas, tidak rumit dan tidak bertele-tele. Bahasa
yang digunakan juga harus mudah dimengerti dan dipahami.
Komunikasi kelompok: komunikasi yang sasarannya berupa sekelompok orang yang
umumnya dapat dihitung atau dikenal dan merupakan komunikasi langsung yang
sifatnya timbal balik.
Komunikasi perorangan, yaitu komunikasi dengan tatap muka ataupun bisa juga melalui
telepon.
Hubungan komunikasi verbal dan non-verbal, yaitu:1
Pengulangan: Pesan non-verbal memperkuat pesan verbal (menunjuk materi yang sedang
dibahas), contoh: Ketika dokter mendiskripsikan berapa panjang sayatan yang akan
dilakukan dengan menunjukkan ukurannya.
9
Pertentangan: Pesan verbal dan non-verbal saling bertentangan, contoh: Dokter menyatakan
(verbal) “tidak ada yang serius”, tetapi non-verbal ia mengerutkan kening.
Melengkapi: Pesan verbal dan pesan non-verbal saling melengkapi, contoh: Pasien
menyatakan sakit di daerah perut/ abdomen yang sedang di palpasi oleh dokter dan
meunjukkan ekspresi wajah kesakitan.
Mengganti: Non-verbal sebagai satu-satunya sarana mengirimkan atau menyampaikan
pesan (ekspresi muka pada persaan tertentu), contoh: sedih, murung, mengantuk.
Menekankan: Non-verbal menekankan interpretasi pesan verbal (sentuhan dalam gerakan
tubuh).
Menurut Kurzt (1998), dalam dunia kedokteran ada dua pendekatan komunikasi yang
digunakan:
Disease centered communication style atau doctor centered communication style:
Komunikasi berdasarkan kepentingan dokter dalam usaha menegakkan diagnosis termasuk
penyelidikan dan penalaran klinik mengenai tanda dan gejala-gejala.
Illness centered communication style atau patient centered communication style:
Komunikasi berdasarkan apa yang dirasakan pasien tentang penyakitnya yang secara
individu merupakan pengalaman unik. Di sini termasuk pendapat pasien, kekhawatirannya,
harapannya, apa yang menjadi kepentingannya serta apa yang dipikirkannya.
Komunikasi memiliki beberapa komponen utama yang harus ada agar suatu komunikasi
dapat berjalan dengan baik. Beberapa komponen tersebut adalah:6
Pengirim atau komunikator (sender): Pihak yang mengirimkan pesan kepada pihak lain.
Pesan (message): Isi atau maksud yang akan disampaikan oleh satu pihak kepada pihak lain.
Saluran (channel): Media dimana pesan disampaikan kepada komunikan. dalam
komunikasi antar-pribadi (tatap muka) saluran dapat berupa udara yang mengalirkan
getaran nada/suara.
10
Penerima atau komunikate (receiver): Pihak yang menerima pesan dari pihak lain.
Umpan balik (feedback): Tanggapan dari penerimaan pesan atas isi pesan yang
disampaikannya.
Aturan yang disepakati para pelaku komunikasi tentang bagaimana komunikasi itu akan
dijalankan (Protokol).
2.2.3 Empati
Empati adalah upaya dan kemampuan untuk mengerti, menghayati dan menempatkan
diri seseorang di tempat orang lain sesuai dengan identitas: nama, usia, jenis kelamin, kondisi
fisik (warna kulit, tinggi, berat badan, raut muka, taraf kesehatan, dsb), status perkawinan,
orientasi seksual (heteroseksual, biseksual, homoseksual), ras, suku bangsa, etnik, latar
belakang pendidikan, pengetahuan, taraf perkembangan jiwa atau mental, tradisi, budaya,
agama, serta pikiran, perasaan, keinginan, perilaku dari orang itu, tanpa mencampur-baurkan
nilai-nilai atau selera pribadi dari orang yang berempati dengan nilai atau selera pribadi orang
yang diempati atau bereaksi secara emosional bila nilai-nilai orang yang berempati berbeda
dengan nilai-nilai orang yang diempati.1
Dengan adanya empati orang lain akan merasa lebih dihargai. Ketika seseorang merasa
lebih dihargai disitulah terjalin relasi intrapersonal yang baik. Memberikan empati kepada
orang lain juga berdampak positif kepada diri kita. Empati mengasah kepekaan kita terhadap
orang lain, secara tidak langsung hal ini mengasah kepribadian kita untuk berkembang lebih
luas lagi.
Jadi, berempati berarti tidak bersikap menghakimi, baik dalam artikata menyalahkan,
membenarkan, menyetujui, atau tidak menyetujui perbuatan seseorang.1
11
2.3 Perilaku Sehat
2.3.1 Definisi Perilaku Sehat
Perilaku sehat adalah sifat pribadi seperti kepercayaan, motif, nilai, persepsi dan elemen
kognitif lainnya. Karakter pribadi termasuk tingkat dan sifat afeksi emosional serta pola
perilaku yang jelas, tindakan dan kebiasaan yang terkait dengan pemeliharaan kesehatan,
pemulihan kesehatan, peningkatan kesehatan.1
Perilaku sehat menurut beberapa pakar, yaitu:1
Menurut Gochman
Perilaku sehat adalah karakter, sifat pribadi seperti kepercayaan, motif, nilai, presepsi dan
elemen kognitif lainnya. Kebiasaan yang terkait ialah:
Pemeliharaan kesehatan
Pemulihan kesehatan
Peningkatan kesehatan
Menurut Sarafino
Perilaku sehat merupakan segala aktifitas yang dilakukan seseorang untuk mempertahankan
atau meningkatkan kesehatannya, tidak tergantung status kesehatannya saat itu dan atau
apakah perilaku yang dilakukannya mencapai hal tersebut.
2.3.2 Bentuk-bentuk Perilaku Sehat
Ada lima perilaku sehat, yaitu:1
Pencegahan: Segala tindakan yang secara medis direkomendasikan, dilakukan secara
sukarela oleh seseorang yang sehat dan ingin mecegah penyakit untuk asimptomatik
(mendektesi penyakit yang tidak tampak nyata).
Perlindungan: Tindakan yang dilakukan seseorang untuk melindungi, meningkatkan dan
menjaga kesehatan, dapat tindakan medis atau bukan tindakan medis.
12
Perilaku sebelum sakit: Tindakan yang dilakukan oleh orang yang tidak yakin akan kondisi
kesehatannya.
Perilaku saat sakit: Tindakan yang dilakukan oleh orang yang sakit, baik yang dilakukan
oleh orang lain atau dirinya sendiri.
Kondisi sosial: Tindakan yang dilakukan oleh lingkungan sosial agar kesehatan tetap
terjamin.
Perilaku terdiri atas tiga domain (pengetahuan, sikap, tindakan). Secara konsep teori,
perilaku tersebut terjadi secara berurutan, artinya dari pengetahuan berubah menjadi sikap dan
sikap menjadi tindakan.7 Dalam kenyataannya, timbulnya perilaku sesuai dengan
kebutuhannya.
2.3.3 Faktor yang Mendorong Terjadinya Perilaku Sehat
Hal-hal yang menentukan perilaku sehat individu:1
Pembelajaran:
Perilaku sehat itu dipelajari, perilaku berubah karena ada konsekuensi. Tiga konsekuensi
yang berperan dalam pembelajaran:
Reinforcement (peningkatan): Dimana individu melakukan sesuatu karena mendapat
kepuasan, dan ingin mengulangi lagi agar mendapat kepuasan.
Extinction (peniadaan): Dimana bila konsekuensi yang mempertahankan perilaku sehat
dihilangkan maka akan melemahkan respon.
Punishment (hukuman): Jika perilaku yang dilakukan membawa konsekuensi yang tidak
menyenangkan.
Faktor sosial, kepribadian, dan emosional:
Dukungan sosial (keluarga, teman) dapat mendorong perilaku sehat.
Faktor kepribadian yang berhubungan adalah rasa kehati-hatian.
13
Faktor emosi berhubungan dengan stress yang mendorong melakukan perilaku tidak
sehat seperti merokok.
Persepsi dan Kognitif:
Persepsi tentang sakit, jika berat kebanyakan akan mencari pertolongan. Pengetahuan
tentang kesehatan mempengaruhi perilaku sehat. Pengetahuan yang salah (miskonsepsi)
membahayakan karena tidak didasari bukti ilmiah.
2.3.4 Perubahan Perilaku Sehat
Tingkatan perubahan perilaku sehat, yaitu:1
Perkontemplasi: Belum ada niat perubahan perilaku.
Kontemplasi.
Individu sadar adanya masalah dan secara serius ingin mengubah perilakunya menjadi
lebih sehat.
Belum siap berkomitmen untuk bertindak.
Persiapan.
Individu siap berubah dan ingin mengejar tujuan.
Sudah pernah melakukan, tetapi mungkin masih gagal.
Tindakan: Individu sudah melakukan perilaku sehat, sekurangnya 6 bulan dari sejak mulai
usaha memberlakukan perilaku sehat.
Pemeliharaan.
Individu berusaha untuk mempertahankan perilaku sehat yang telah dilakukan.
Mungkin akan berlangsung lama.
6 bulan dilihat kembali.
14
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Interaksi Okmum
Dalam skenario, terjadi interaksi antara orang tua dengan anak kecil berusia 3 tahun.
Okmum yang dominan pertama kali berinteraksi adalah okmum orang tua dengan okmum
kanak-kanak. Dimana okmum orang tua terbukti saat sang ibu sudah mulai mengajarkan sang
anak untuk menggosok gigi sendiri dan okmum kanak-kanak terbukti saat sang anak merespon
sesuai petunjuk, yaitu sang anak mau menggosok gigi saat sang ibu memberikan sebuah koin
setiap si anak mau menggosok gigi.
3.2 Perubahan Perilaku
Pada skenario ini, menunjukkan bahwa perilaku dapat dipelajari, perilaku pada skenario
ini dapat berubah karena adanya konsekuensi, yaitu reinforcement (peningkatan): Dimana
individu melakukan sesuatu karena mendapat kepuasan, dan ingin mengulangi lagi agar
mendapat kepuasan. Hal ini terbukti sang anak menjadi rajin menggosok gigi untuk
mendapatkan sebuah koin dari ibunya dan saat koinnya sudah terkumpul 10 buah, maka koin
tersebut dapat ditukarkan dengan makanan kesukaan sang anak.
3.3 Peningkatan Perubahan
Sang anak mengalami perubahan perilaku, dimana pada awalnya sang anak malas
menggosok giginya, namun karena dijanjikan sebuah koin setiap dia mau menggosok gigi,
maka sang anak pun menjadi rajin untuk menggosok giginya.
3.4 Analisa Transaksionil
Pada skenario ini terjadi analisa transaksionil, dimana pada awalnya okmum yang
dominan pada kedua individu tersebut adalah kanak-kanak dengan kanak-kanak, terbukti pada
saat sang anak malas untuk menggosok giginya kemudian sang ibu membujuk anaknya dengan
memberikan sebuah koin setiap sang anak mau menggosok giginya. Kemudian okmum tersebut
berubah menjadi dewasa dengan dewasa saat sang ibu mengajak anaknya untuk melakukan
15
analisa, dimana saat anaknya mau menggosok giginya sendiri, dia akan mendapatkan sebuah
koin untuk ditukarkan dengan makanan kesukaannya saat koinnya sudah terkumpul 10 koin.
3.5 Komunikasi dan Empati
Pada skenario ini terjadi komunikasi verbal dan non-verbal, serta empati. Komunikasi
verbal terjadi saat sang ibu mengajarkan anaknya untuk menggosok giginya sendiri, kemudian
sang ibu berjanji untuk memberikan sebuah koin setiap sang anak menggosok gigi, dan saat
sudah terkumpul 10 koin ibu berjanji agar koin itu dapat ditukarkan dengan makanan
kesukaannya. Sedangkan komunikasi non-verbal terjadi saat sang ibu sedang memberikan koin
kepada anaknya dan saat sang anak dengan senang menerima koin tersebut dan menukarkan
dengan makanan kesukaannya.
Empati terjadi saat sang ibu melihat anaknya senang saat menerima koin dan
menukarkan dengan makanan kesukaannya.
16
BAB IV PENUTUP
Kesimpulan
Dalam kehidupan sehari-hari kita melakukan komunikasi dengan orang lain, baik secara
verbal maupun non-verbal. Komunikasi yang baik biasanya disertai juga dengan empati, yaitu
tidak bersikap menghakimi, baik dalam artikata menyalahkan, membenarkan, menyetujui, atau
tidak menyetujui perbuatan seseorang.
Pada saat terjadi komunikasi atau interaksi yang baik dapat terjadi perubahan okmum
sesuai dengan kebutuhan, dimana setiap individu memiliki 3 okmum (orang tua, dewasa, kanak-
kanak), namun setiap individu memiliki okmum dominan yang berbeda, yang tidak bergantung
pada usia seseorang.
Dengan komunikasi yang baik juga, perilaku seseorang dapat berubah dengan cara
dipelajari dan karena adanya konsekuensi. Contohnya dalam skenario yang diberikan, dimana
perilaku sang anak berubah menjadi rajin menggosok gigi karena ada konsekuensi yaitu
reinforcement. Pada akhirnya anak akan terbiasa melakukan perilaku sehat dan dengan
dukungan dari orang tua, anak akan menganggap kegiatan menggosok gigi adalah kegiatan
yang menyenangkan.
Komunikasi yang baik disertai dengan empati juga perlu kita terapkan dalam dunia
kedokteran, sehingga dokter dapat berkomunikasi secara lancar dengan pasiennya serta
pasien juga dapat mengerti dan menerima informasi dengan baik dari dokternya untuk
menerapkan perilaku sehat.