bihun fix
-
Upload
anis-suhariati -
Category
Documents
-
view
383 -
download
53
Transcript of bihun fix
Tugas Kelompok
“Teknologi Pengolahan Bihun”
disusun guna melengkapi tugas mata kuliah teknologi pengolahan pangan
berkarbohidrat
Anggota kelompok :
1. Anis Suhariati 101710101011
2. Frida Maslikhah 101710101064
3. Alfindiya Balgies 101710101070
4. Rika Tafrikhah 101710101082
5. Alfiana 101710101097
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2013
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bihun adalah sejenis mie yang terbuat dari beras. Bihun adalah salah satu
bahan makanan pokok yang sesungguhnya cukup familiar di tengah masyarakat
Indonesia. Sebenarnya bihun atau mihun merupakan nama salah satu jenis
makanan dari Tiongkok, bentuknya seperti mie namun lebih tipis. Namun
kepopuleran bihun masih kalah jauh dibandingkan dengan mie, lebih-lebih lagi
dengan mi instan. Padahal potensi ekonomis bihun sangat besar, juga lebih cocok
untuk ketahanan pangan di Indonesia karena bahan bakunya adalah beras. Seperti
diketahui mie merupakan makanan yang berbahan baku tepung terigu, dan
Indonesia memenuhi kebutuhan tepung terigu dengan mengimpor. Sedangkan
potensi produksi beras di Indonesia masih bisa dikembangkan.
Bahan baku utama dalam pembuatan bihun adalah beras dan tepung dengan
prosentase komposisi bahan 95% : 5% (Rohmat. 2011). Dengan bahan baku
tepung beras yang merupakan salah satu sumber karbohidrat terbesar maka bihun
dapat dijadikan sebagai salah satu sumber kalori/ energi. Bihun mengandung
energi sebesar 360 kilokalori dengan kandungan karbohidrat sebesar 82,1 gram
dalam 10 gram.
Meskipun bihun yang diproduksi mempunyai bermacam-macam jenis,
namun bahan baku dan proses produksinya sama, yang membedakan adalah berat
bihun tiap ball dan kemasannya saja. Terdapat produk olahan beras lain yang
mempunyai bentuk hampir sama dengan bihun yaitu sohun. Namun, perbedaanya
ada pada bahan dasar pembuatnya. Bihun menggunakan amilosa sebagai bahan
dasar dan dalam pembuatanya dikukus dan direbus, sedangkan sohun terbuat dari
bahan dasar amilopektin dan dalam pembuatannya harus direbus (Yulianti, 2002).
Dalam proses pengolahannya sangat perlu diketahui tahapan proses,
formulasi yang tepat, dan factor- factor yang mempengaruhi proses pengolahan
serta perubahan yang terjadi ketika proses pengolahan. Oleh karena itu perlu
diketahui tahapan proses pengolahan bihun dengan formulasi yang tepat sehingga
dapat dihasilkan bihun dengan karateristik yang dapat diterima konsumen.
1.2 Tujuan
1.2.1 Mengetahui teknologi tahapan proses pengolahan bihun .
1.2.2 Mengetahui karakteristik bihun yang baik.
1.2.3 Mengetahui factor- factor yang mempengaruhi proses pengolahan bihun.
1.2.4 Mengetahui perubahan yang terjadi pada proses pengolahan bihun.
1.3 Rumusan Masalah
1.3.1 Bagaimana tahapan proses pengolahan bihun ?
1.3.2 Bagaimana karakteristik bihun yang baik ?
1.3.3 Faktor- factor apa sajakah yang mempengaruhi proses pengolahan bihun?
1.3.4 Perubahan apa yang terjadi selama proses pengolahan bihun?
1.4 Manfaat
1.4.1 Memberikan informasi mengenai tahapan proses pengolahan bihun
kepada masyarakat.
1.4.2 Memberikan informasi mengenai karakteristik bihun yang baik kepada
masyarakat.
1.4.2 Memberikan informasi mengenai factor- faktor yang memengaruhi
pengolahan bihun yang baik kepada masyarakat.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Bihun
Bihun berasal dari bahasa Tionghoa, yaitu “Bi” artinya beras dan “hun”
artinya tepung. Sebenarnya bihun atau mihun merupakan nama salah satu jenis
makanan dari Tiongkok, bentuknya seperti mie namun lebih tipis. Bahan baku
bihun sendiri terbuat dari tepung beras. Makanan tersebut sangat terkenal dari
negara China dan Asia Selatan, seperti India. Bihun adalah salah satu bahan
makanan pokok yang sesungguhnya cukup familiar di tengah masyarakat
Indonesia. Namun kepopulerannya masih kalah jauh dibandingkan dengan mi,
lebih-lebih lagi dengan mi instan. Padahal potensi ekonomis bihun sangat besar,
juga lebih cocok untuk ketahanan pangan di Indonesia karena bahan bakunya
adalah beras. Dalam bahasa Inggris disebut rice vermicelli atau rice
noodles atau rice sticks (Kurnia, 2011).
Biasanya bihun dijual dalam keadaan kering di pasar. Sebelum diolah
menjadi masakan, bihun direndam dahulu dalam air mendidih ± 3 menit lalu
ditiriskan agar teksturnya menjadi lunak, sehingga mudah diolah menjadi aneka
masakan. Jika ingin rasa bihun yang lebih gurih, bisa juga direndam dalam kuah
kaldu yang mendidih, baru kemudian diolah. Bihun yang siap olah hanya bertahan
satu hari jika disimpan pada suhu udara terbuka, namun jika dimasukan kulkas
bisa bertahan 4-5 hari dengan catatan harus membuang semua air pada saat
meniriskannya dan ditaruh dalam wadah bersih kedap udara. Bihun bisa dijadikan
berbagai macam olahan masakan, seperti untuk isian pastel, lumpia, dan pie,
bihun goreng, bihun rebus, campuran soto dan ketoprak, bahkan menjadi schootel
bihun(Wardani, 2011)
Bihun merupakan produk makanan yang tergolong basic food atau semi
komoditi yaitu jenis produk makanan sebagai bahan baku yang harus diolah
terlebih dahulu untuk menjadi makanan yang siap saji. Produk ini biasa
disebut industrial product atau bisnis to bisnis product, artinya pembeli
kebanyakan dari para pedagang yang akan mengolah produk ini menjadi bahan
yang siap untuk dikonsumsi. Bahan baku pembuatan bihun adalah beras dan
tepung dengan prosentase komposisi bahan 95% : 5% (Rohmat. 2011). Meskipun
bihun yang diproduksi mempunyai bermacam-macam jenis, namun bahan baku
dan proses produksinya sama, yang membedakan adalah berat bihun tiap ball dan
kemasannya saja.
Terdapat produk olahan beras lain yang mempunyai bentuk hampir sama
dengan bihun yaitu sohun. Namun, perbedaanya ada pada bahan dasar
pembuatnya. Bihun menggunakan amilosa sebagai bahan dasar dan dalam
pembuatanya dikukus dan direbus, sedangkan sohun terbuat dari bahan dasar
amilopektin dan dalam pembuatannya harus direbus (Yulianti, 2002).
2.2 Jenis-jenis Bihun
Ada dua jenis bihun yang biasa dijual di pasaran yaitu bihun kering dan
bihun instan. Menurut SII No.0228-79 (1979), bihum merupakan suatu bahan
makanan yang dibuat dari tepung beras dengan/tanpa bahan tambahan dan
berbentuk benang-benang. Bihun kering biasanya dijual dalam kemasan besar
dan harus direndam dengan air panas atau digoreng sebelum digunakan lalu diolah
menjadi berbagai masakan. Menurut SNI No.01-3742-1995 (1995), bihun instant
adalah produk makanan kering yang dibuat dari tepung beras dengan/tanpa
penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizikan,
berbentuk benang-benang, matang setelah dimasak atau diseduh dengan air
mendidih paling lama 3 menit. Sedangkan bihun instan biasanya dijual dalam
kemasan kecil yang dilengkapi dengan bumbu (Astawan, 2000).
2.3 karakteristik Bihun
Bihun merupakan salah satu jenis mie yang terbuat dari tepung beras.
Berikut ini adalah karakteristik fisik dan kimia dari bihun :
Merupakan mie dengan bentuk seperti mie pada umumnya namun lebih
tipis.
Memiliki warna putih dan tekstur yang keras sebelum melalui proses
pemasakan.
Terbuat dari tepung beras yang memiliki kandungan amilosa yang tinggi.
Kandungan amilosa tinggi pada bihun mempengaruhi kualitas bihun yang
dihasilkan, yaitu bihun tidak mudah putus saat pemasakan.
Sifat fisik yang dihasilkan bihun setelah proses pemasakan adalah
berwarna putih, dan menjadi keras apabila dibiarkan di lingkungan dalam
waktu yang lama.
Memiliki perbedaan sifat fisik bihun dengan sohun. Berikut ini adalah
tabel perbedaan antara sifat fisik bihun dengan sohun :
Bihun Sohun
Tidak lengket Lengket
Keras jika terlalu lama terpapar di
udara bebas
Tidak memiliki perubahan fisik
menjadi keras
Berwarna putih Berwarna transparan
Tidak kenyal Tekstur kenyal
Gambar bihun : Gambar sohun :
2.4 Bahan Penyusun Bihun
Bahan baku pada pembuatan bihun dapat digolongkan dalam dua
golongan, yaitu bahan baku utama dan bahan baku tambahan. Penggolongan ini
berdasarkan peran dan jumlah pemakaiannya.
1. Bahan baku utama
Bahan baku utama pada pembuatan bihun adalah beras
Bahan baku bihun terdiri atas bahan baku utamanya adalah beras atau
lebih tepatnya tepung beras. Jenis beras yang baik untuk digunakan adalah jenis
beras yang pera misalnya beras PB 5, PB 36, PB 42, IR 26, IR 36, Semeru,
Asahan, beras Bima, beras Siram, dan beras Hongkong. Beras pEra akan
menghasilkan bihun yang tidak lengket bila dimasak, juga memperingan kerja
mesin penggiling dan pencetak bihun, serta memudahkan pengontrolan tiap proses
pengolahan. Adapun penggunaan beras pulen akan menghasilkan bihun yang
lembek dan lengket (Astawan, 2000).
Beras yang digunakan sebagai bahan baku sebaiknya beras giling yang baru
dipanen agar bihun tidak mudah tengik dan tahan lebih lama. Tepung beras yang
digunakan mengandung pati sebesar 75,8% berat kering dimana lebih dari 25-
33% adalah amilosa atau memiliki kandungan amilopektin yang rendah.
Kandungan amilosa tinggi pada bihun mempengaruhi kualitas bihun yang
dihasilkan, yaitu bihun tidak mudah putus saat pemasakan (Astawan, 2000).
2. Bahan tambahan
Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan bihun yaitu air, tawas,
dan sodium bisulfit.
a. Air
Bahan tambahan utama dalam industri bihun adalah air bersih.
Kegunaan air yang utama adalah untuk melunakkan butir-butir beras
selama perendaman agar beras dan mudah untuk digiling, berpengaruh
pada kenampakan tekstur dan cita rasa dari bihun. Selain itu, air juga
dipergunakan sebagai pencuci beras dan peralatan yang digunakan
dalam proses produksi bihun.
b. Tawas
Tawas sering dimanfaatkan pada pembuatan bihun untuk
menjernihkan air yang berasal dari sumur. Jumlah tawas yang
ditambahkan perlu disesuaikan dengan jumlah air dan intensitas
kekeruhan. Semakin keruh air maka semakin banyak tawas yang
digunakan.
c. Sodium bisulfit
Sodium bisulfit digunakan pada pembuatan bihun untuk
meminimalkan pertumbuhan mikroba.
d. Air kan-sui
Air kan-sui digunakan dalam pembuatan bihun instan. Air kan-sui
merupakan campuran dari air dengan garam potassium karbonat,
natrium karbonat, natrium tripolifosfat, serta natrium klorida dengan
perbandingan tertentu. Contoh perbandingan yang dapat digunakan
yaitu 51,8 g nattrium klorida; 2,6 g natrium karbonat; 2,6 g kalium
karbonat; dan 3-9 g natrium tripolifosfat yang kesemuanya dilarutkan
dalam 1 liter air. Air kan-sui ini bersifat basa dengan nilai pH 10-11.
Tabel 1. Bahan-bahan Pembuatan Bihun
Bahan Jumlah
Beras
Air
Sodium bisulfit
100 kg
100 liter
5 gr
Bahan untuk pembuatan bihun instan sama seperti bahan untuk
pembuatan bihun kering diatas, hanya saja untuk air yang digunakan
diganti dengan air kan-sui (Astawan, 2000).
2.5 Teknologi Pembuatan Bihun
Bahan baku bihun terdiri atas bahan baku utama yaitu beras. Pada
pembuatan bihun, beras digiling menjadi tepung kemudian dimasak dan dicetak
menjadi benang-benang, lalu dilipat dalam bentuk empat persegi panjang,
kemudian dikeringkan. Jenis beras yang baik untuk digunakan adalah beras pera
(kadar amilosa 27-30%), misalnya PB5, PB36, IR42, dan IR66. Beras pera akan
menghasilkan bihun yang tidak lengket bila dimasak, sedangkan penggunaan
beras pulen (kadar amilosa 15-18%) akan menghasilkan bihun yang lembek dan
lengket. Beras yang digunakan sebagai bahan baku sebaiknya beras giling dari
gabah yang baru dipanen agar bihun tidak mudah tengik (Astawan, 1999).
Pembuatan Bihun Kering (Biasa)
1. Pencurian Beras
Beras dicuci dengan air bersih dalam suatu bak cuci. Proses pencucian
dilakukan sampai warna air tidak keruh lagi. Pencucian yang kurang bersih
akan menyebabkan bihun berwarna suram dan kadang-kadang berbau asam,
padahal warna putih merupakan warna yang disukai oleh konsumen. Setelah
bersih, beras direndam selama 1 jam. Kemudian beras yang telah direndam
ditiriskan kira-kira 1–1,5 jam. Hal ini dilakukan untuk mempermudah
pembuatan tepung beras.
2. Penggilingan
Setelah direndam dan bersih, beras digiling dengan cara basah menggunakan
mesin giling. Pada saat penggilingan, ditambahkan air sedikit demi sedikit
melalui sebuah pipa atau kran. Hasil penggilingan berupa cairan kental yang
langsung disaring dan dialirkan ke dalam bak penampungan. Tepung yang
tidak lolos saringan dikembalikan ke mesin giling. Semakin halus tepung yang
digunakan, mutu bihun yang dihasilkan semakin baik. Tepung yang terbaik
digunakan untuk pembuatan bihun adalah tepung dengan ukuran 100 mesh.
3. Pengepresan
Pengepresan dapat dilakukan dengan hidrolik press atau pengepresan
tradisional menggunakan beton dengan bobot 1–2,5 kuintal yang dipasang pada
sebuah bilik kayu. Pengepresan ini dilakukan selama 24 jam. Hasil
pengepresan berupa cake yang masih basah dan mengandung air sekitar 40%.
4. Pemasakan Tahap Pertama
Cake hasil pengepresan kemudian dimasak sampai matang selama 1 jam.
Kemasakan dilakukan dengan uap yang berasal dari boiler menggunakan
tempat pemasakan berupa retort. Pada saat pengukusan agar dijaga jangan
sampai tepung terlalu matang, atau masih terlalu mentah. Keduanya akan
menghasilkan benang-benang bihun yang mudah patah. Disamping itu, kerja
mesin pencetak bihun akan lebih kuat karena sifat tepungnya kasar.
5. Pembentukan lembaran (roll press)
Adonan yang telah masak kemudian dibentuk menjadi lembaran dengan alat
roll press. Ketebalan lembaran kira-kira 0,5 cm. Pembentukan lembaran
menyebabkan adonan menjadi rata, kompak dan ulet dengan kandungan air
yang lebih merata.
6. Pencetakan bihun dengan ekstruder
Bahan yang sudah siap dimasukkan ke dalam pencetakan bihun. Bihun
digunting setelah satu kali lipatan. Pada beberapa pabrik untuk mempermudah
pencetakan bihun, dilakukan pengolesan minyak kelapa pada bagian dalam
tabung agar kerja mesin tidak terlalu berat. Pada mesin pencetak bihun yang
menggunakan prinsip ekstrusi, lembaran-lembaran adonan masak dilipat empat
dan diekstrusi menjadi benang-benang bihun. Mesin ini (ekstruder) beroperasi
dengan sistem hidrolik. Benang-benang bihun lalu diletakkan di atas rak-rak
bambu sambil dilipat dengan ukuran panjang 25 cm dan lebar 15 cm.
7. Pemasakan tahap kedua
Bihun-tahap yang telah dicetak kemudian dimasak. Pemasakan keduanya
biasanya lebih lama daripada pemasakan pertama, yaitu sekitar 1,5 jam. Hasil
bihun masak kemudian dikeluarkan dari tempat pemasakan.
8. Penjemuran
Bihun yang telah dimasak lalu didinginkan. Bihun-bihun yang lengket
dipisahkan secara manual, kemudian dijemur di bawah sinar matahari. Jika
cuaca bagus dan matahari bersinar terang, penjemuran dilakukan selama 5 jam,
pukul 08.00–13.00. Apabila cuaca buruk karena mendung atau hujan, bihun
yang sudah masak ditutup dengan karung goni untuk menjaga agar bihun tetap
hangat dan tidak kering dengan sendirinya. Jika dibiarkan terbuka, permukaan
bihun akan kering dan mengeras, tetapi kadar airnya masih tetap tinggi. Kadar
air bahan yang tinggi dan kelembaban nisbi yang tinggi memungkinkan
tumbuhnya mikroorganisme pada produk tersebut. Adanya pertumbuhan
mikroorganisme dapat diketahui dengan adanya perubahan warna bihun dari
putih menjadi kehitam-hitaman.
9. Pengemasan
Setelah kering dengan kadar air sekitar 12%, bihun siap kemas dengan plastik
HDPE berkapasitas 5 kg dan 10 kg. Setelah dikemas, bihun disimpan dalam
ruang penyimpanan dengan penerangan yang redup untuk mencegah kenaikan
suhu ruang penyimpanan.
(Winarno, 1986).
Pembuatan Bihun Instan
Pada prinsipnya, tidak ada perbedaan antara produk bihun biasa dengan
bihun instan. Perbedaan yang menyolok hanya menyangkut waktu pemasakan.
Bihun instan akan matang dalam air panas sekitar 4 menit, sedangkan bihun biasa
memerlukan waktu yang lebih lama. Keunggulan bihun instan tersebut dapat
diperoleh melalui sedikit modifikasi pada proses pembuatannya. Modifikasi
tersebut yaitu sebagai berikut :
1. Pada pembuatan bihun instan, digunakan air kan-sui (air obat) yang
ditambahkan ke dalam adonan tepung, sebelum adonan tersebut mengalami
proses pemasakan tahap pertama.
2. Pemasakan tahap pertama dilakukan lebih lama dibandingkan pada pembuatan
bihun biasa agar sekitar 80% pati yang ada menjadi matang. Kalau pada
pembuatan bihun biasa waktu pemasakannya sekitar 1 jam maka pada bihun
instan waktunya menjadi lebih lama, sekitar 1,5 jam (tergantung juga pada
jumlah adonan yang dimasak).
3. Pencetakan bihun dengan ekstruder dilakukan dengan ukuran cetakan yang
lebih kecil dibandingkan bihun biasa sehingga dihasilkan bihun yang lebih
halus dan lembut. Ukuran yang lebih halus ini menyebabkan luas permukaan
bihun menjadi bertambah sehingga lebih mudah menyerap air pada saat
dimasak. Inilah yang menyebabkan bihun instan lebih cepat matang
dibandingkan bihun biasa.
4. Pemasakan tahap kedua juga dilakukan dengan waktu yang lebih lama agar
100% pati menjadi matang (pati tergelatinisasi sempurna). Pemasakan tahap
kedua bisa dilakukan sampai 2 jam, tergantung jumlah bahannya. Oleh karena
pati bihun telah matang sempurna maka proses pemasakan bihun instan tentu
saja menjadi lebih cepat dibandingkan bihun biasa.
(Kurnia, 2011).
BAB 3. METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Gilingan beras
Ayakan
Penyosok
Wadah perendam
Penyaring
Filter Press
Screw Extruder
Pengukus
Pengering
3.1.2 Bahan
Beras (dengan kadar amilosa tinggi)
Sodium metebisulfit
Air
Beras
diayak
Disosoh sampai putih mengkilat
Dicuci (berulang-ulang)
Direndam (4 jam)
Sodium metabisulfit 1 ppm
Ditiriskan
Digiling
Air (dengan perbandingan beras : air 1:4)
Bubur beras encer
DiperasAir bubur
Cake
Digiling
3.2 Diagram Alir
Pelet
Dikukus ( T: 1000C , 1 jam)
Pelet matang
Digiling
Bihun basah
Dipotong
Disusun diatas rak (tergantung)
Dikukus ( T: 1000C , 45 menit)
dikeringkan
Bihun kering
BAB 4. PEMBAHASAN
4.1 Proses Pembuatan Bihun
Bahan baku utama pada pembuatan bihun adalah beras yang berbentuk
tepung, beras yang digunakan adalah jenis beras dengan kandungan amilosa
tinggi, agar bihun yang dihasilkan tidak lembek dan volume bihun tidak mudah
putus. Dan ditambahkan pula air sebagai bahan tambahan pada pembuatan bihun.
Disamping itu ada pula bahan tambahan Sodium metabisulfit yang digunakan
untuk mempercepat proses pelunakkan beras pada saat perendaman.
Pada pembuatan bihun, yang pertala dilakukan adalah mengayak beras
untuk membuang kotoran-kotoran yang ada pada beras seperti kerikil, sekam dan
gabah. Setelah itu kemudian beras disosoh sampai beras berwarna putih
mengkilat. Dan dilanjutkan ke tahap pencucian beras dengan memasukkan beras
ke dalam tangki pencuci. Pencucian dilakukan berulang-ulang sampai air pencuci
jernih. Setelah itu beras direndam dengan air yang telah diberi sodium
metabisulfit sebanyak 1 ppm. Selama proses perendaman air diganti berulang-
ulang. Lama proses perendaman adalah 4 jam. Dan setelah perendaman, beras
ditiriskan.
Beras yang telah ditiriskan digiling dengan menggunakan penggiling,
dalam proses penggilingan ditambahkan air pada beras. Dengan perbandingan 1:4,
beras sebanyak 1 kg dan air 4 liter. Hasil dari proses penggilingan beras disebut
bubur beras encer. Bubur beras kemudian diperas dengan filter press untuk
mengeluarkan air bubur. Hasil dari pemerasan berupa padatan basah yang disebut
cake. Untuk memperoleh cake bias juga dengan membungkus bubur dalam kain
kemudian kain ditindih dengan batu selama semalaman.
Cake kemudian digiling menjadi lebih halus dengan menggunakan screw
extruder. Hasil penggilingan dengan alat ini disebut pelet, ukuran pelet tergantung
pada desain tempat pengeluaran alat. Pelet kemudian dikukus dengan
menggunakan uap pada suhu 1000C selama 1 jam sehingga diperoleh pelet
matang.
Pelet yang telah matang digiling kembali dengan menggunakan screw
extruder. Tempat pengeluaran pada alat ini berupa lobang-lobang kecil sehingga
bahan keluar dari alat berupa benang yang disebut sebagai bihun basah. Bihun
basah yang panjang kemudian dipotong, dan disusun diatas rak-rak dalam keadaan
tergantung. Selanjutnya rak dimasukkan dalam ruang pengukusan. Pengukusan
berlangsung selama 45 menit pada suhu 1000C.
Setelah proses pengukusan, bihun basah kemudian dijemur sampai kering
atau dikeringkan dengan alat menggunakan pengering. Bihun yang kering bersifat
rapuh sehingga mudah dipatahkan. Bihun kering kemudian dikemas.
4.2 Karakteristik Mutu Bihun
Karakteristik mutu bihun berdasarkan SNI 01-2975-2006 adalah sebagai
berikut :
No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1. Keadaan
1.1. Bau
1.2. Rasa
1.3. Warna
normal
normal
normal
2. Benda-benda asing tak boleh ada
3. Daya tahan tidak hancur jika
direndam dalam
air pada suhu
kamar selama 10
menit
4. Air %, b/b maks. 13
5. Abu %, b/b maks. 1
6. Protein (N x 6,25) %, b/b min. 4
7. Bahan tambahan
makanan
7.1. Pemutih dan
pematang
Sesuai SNI 0222- - M
No.--------/
722/MEN.KES/PE
R/IX/88
Revisinya
8. Cemaran logam
8.1 Timbal (Pb)
8.2. Tembaga (Cu)
8.3 Seng (Zn)
8.4. Raksa (Hg)
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
maks. 1,0
maks. 10,0
maks. 40,0
maks. 0,05
9. Arsen (As) mg/kg maks. 0,5
10. Cemaran mikroba
10.1. Angka
lempeng total
10.2. E.coli
10.3. kapang
koloni
--------
gram
APM/gram
koloni
--------
gram
maks. 1,0x106
maks. 10
maks. 1,0x104
(Badan Standarisasi Nasional, 2006).
4.3 Perubahan yang terjadi pada Bihun
4.3.1 Gelatinisasi pati
Bihun umumnya terbuat dari tepung beras, terutama dibuat dari beras
dengan kadar amilosa tinggi. Selain kandungan amilosa pada beras, faktor lain
yang juga berpengaruh terhadap kualitas bihun adalah suhu gelatinisasi dan
konsistensi gel pati. Gelatinisasi adalah kerusakan urutan molekul dalam butiran
pati yang tergantung pada suhu dan kandungan air, bersifat tidak dapat berubah,
berawal dari pembesaran ukuran granulasi pati, menyebabkan kenaikan
kekentalan larutan atau suspense. Kisaran suhu gelatinisasi dari umbi – umbian
atau akar biasanya lebih rendah daripada pati serealia.
Beras yang mempunyai suhu gelatinisasi tinggi apabila dimasak akan
membutuhkan air yang lebih banyak dan waktu lebih lama dibandingkan dengan
beras bersuhu gelatinisasi rendah. Jenis padi yang cocok untuk diolah menjadi
bihun yaitu memiliki amilosa tinggi (25-30%), suhu gelatinisasi rendah (55-69o
celcius), serta memiliki gel dengan konsistensi keras (Juliano dan Hicks, 1990).
Tingkat gelatinisasi 7-20% menghasilkan produk yang baik. Tingkat gelatinisasi
yang berlebihan menyebabkan kesulitan proses pencetakan. Gelatinisasi bihun
setelah pencetakan memperbaiki stabilitas dan tekstur selama bihun dimasak.
Derajat gelatinisasi bihun sesudah pencetakan pada umumnya 55-75%
(Sugiyono,2002).
4.3.2 Retrogradasi
Retrogadasi merupakan proses lanjutan setelah gelatinisasi. Polimer pati
yang terlarut dan sisa bagian butir yang tidak larut kembali bersatu setelah
pemanasan. Retrogadasi menghasilkan formasi agregat Kristal yang
mempengaruhi tekstur. Molekul amilosa linier lebih cenderung bersatudan
membentuk ikatan hidrogen daripada molekul amilopektin yang lebih besar dan
bercabang. Pada saat retrogadasi, pasta pati menjadi berwaran opak dan
membentuk gel. Gel berangsur – angsur menjadi elastis atau kenyal dan
cenderung melepas air. Perubahan ini terjadi selama dan setelah ekstruksi,
pemanggangan, penggorengan dan proses lainnya. (Lusas dan Rooney, 2001)
Bihun yang komponen penyusunnya terdiri dari pati amilosa memiliki
perbedaan yang signifikan terhadap tekstur sohun. Bihun cepat mengalami
retrogradasi dibanding sohun, karena didominasi oleh pati amilosa, molekul
amilosa lebih cepat untuk bergabung dengan molekul amilosa lainnya, selain itu
menurut Estiasih (2009) struktur amilosa yang berbentuk heliks dan mengandung
atom H membuatnya bersifat hidrofob yang memungkinkan amilosa membentuk
komplek dengan asam lemak bebas, komponen asam lemak dari gliserida. Kadar
amilosa yang tinggi menyebabkan retrogradasi yang sempurna sehingga struktur
instant starch noodle yang dihasilkan lebih tegar, kuat, dan kompak. Menurut Li
dan Vasanthan (2003) bahwa noodle yang dibuat dari bahan yang berkadar
amilosa tinggi, mempunyai tensile strength dan tekstur yang kuat/kompak.
Struktur amilosa yang berbentuk heliks dan tidak bercabang juga
berhubungan dengan tingkat kenyal bihun dan tidak lengketnya bihun, karena
semakin sedikit air dapat terikat pada pati maka semakin rendah tingkat
kekenyalan suatu produk mie, dan mie cenderung cepat untuk menjadi keras.
Amilosa merupakan polimer rantai lurus yang dibangun oleh ikatan α-(1,4)-
glikosidik dan pada setiap rantai terdapat 500-2000 unit D-glukosa. berikut
merupakan struktur kimia amilosa.
4.4 Faktor yang Mempengaruhi Pembuatan Bihun
4.4.1 Jenis Beras yang digunakan
Bahan baku beras pera, bihun yang dihasilkan tidak lengket bila dimasak,
kerja mesin penggiling dan pencetak bihun jadi lebih mudah, serta pengontrolan
tiap proses pengolahannyapun juga mudah. Penggunaan beras pulen akan
menghasilkan bihun yang lembek dan lengket. Perlu diketahui, pera tidaknya
suatu jenis beras ditentukan oleh kadar amilosa dan amilopektin. Keduanya adalah
molekul polisakarida, polimer dari glukosa yang membentuk pati beras. Beras
pera memiliki kadar amilosa yang tinggi (25%-33%) atau beramilopektin rendah
sehingga bila dimasak akan mengembang volumenya, tidak mudah pecah, kurang
empuk dan akan mengeras bila dingin. Pati dengan amilosa tinggi lebih baik
dalam pembuatan bihun karena lebih stabil dan tidak mudah putus selama
pemasakan. Selain kandungan amilosa pada beras, faktor lain yang juga
mempengaruhi kualitas bihun adalah suhu gelatinisasi dan konsistensi gel pati.
Beras yang mempunyai suhu gelatinisasi tinggi apabila dimasak akan
membutuhkan air yang lebih banyak dan waktu lebih lama dibandingkan dengan
beras bersuhu gelatinisasi rendah.
4.4.2 Proses Terjadianya Gelatinisasi dan Retrogadasi
Beras yang mempunyai suhu gelatinisasi tinggi apabila dimasak akan
membutuhkan air yang lebih banyak dan waktu lebih lama dibandingkan dengan
beras bersuhu gelatinisasi rendah. Tingkat gelatinisasi yang berlebihan
menyebabkan kesulitan proses pencetakan. Gelatinisasi bihun setelah pencetakan
memperbaiki stabilitas dan tekstur selama bihun dimasak. Derajat gelatinisasi
bihun sesudah pencetakan pada umumnya 55-75% (Sugiyono,2002).
Bihun cepat mengalami retrogradasi dibanding sohun, karena didominasi oleh pati
amilosa, molekul amilosa lebih cepat untuk bergabung dengan molekul amilosa
lainnya, selain itu menurut Estiasih (2009) struktur amilosa yang berbentuk heliks
dan mengandung atom H membuatnya bersifat hidrofob yang memungkinkan
amilosa membentuk komplek dengan asam lemak bebas, komponen asam lemak
dari gliserida. Kadar amilosa yang tinggi menyebabkan retrogradasi yang
sempurna sehingga struktur instant starch noodle yang dihasilkan lebih tegar,
kuat, dan kompak.
BAB 5 PENUTUP
5.2 Kesimpulan
Kesimpulan ang dapat ditarik dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
Bahan baku utama pada pembuatan bihun adalah beras yang berbentuk
tepung.
Pembuatan bihun dilakukan dengan membuat tepung dari beras beramilosa
tinggi untuk mendapatkan bihun dengan terktur yang baik dan mudah
dalam pengolahan selanjutnya.
Perubahan yang terjadi pada pengolahan bihun adalah gelatinisasi pati dan
retrogadasi pati.
Tingkat gelatinisasi 7-20% menghasilkan bihun produk yang baik.
Tingkat gelatinisasi yang berlebihan menyebabkan kesulitan proses
pencetakan.
Bihun cepat mengalami retrogradasi dibanding sohun, karena didominasi
oleh pati amilosa, molekul amilosa lebih cepat untuk bergabung dengan
molekul amilosa lainnya
Faktor yang mempengaruhi proses pembuatan bihun adalah jenis beras
yang digunakan.
Bahan baku beras pera, bihun yang dihasilkan tidak lengket bila dimasak,
kerja mesin penggiling dan pencetak bihun jadi lebih mudah, serta
pengontrolan tiap proses pengolahannyapun juga mudah
Beras pera memiliki kadar amilosa yang tinggi (25%-33%) atau
beramilopektin rendah sehingga bila dimasak akan mengembang
volumenya, tidak mudah pecah, kurang empuk dan akan mengeras bila
dingin.
5.3 Saran
Adanya kesulitan dalam menentukan beras yang mengandung amilosa
tinggi untuk menghasilkan bihun yang bermutu baik. Bihun yang baik untuk
dikonsumsi yang memiliki tekstur yang tidak mudah pecah saat dimasak dan lebih
stabil dalam segala perlakuan. Saran yang dapat diberikan dari makalah kami
adalah pemilihan beras yang baik utnuk diolah sebagai tepung beras dengan kadar
amilosa yang cukup tinggi. Beras pera yang beramilosa tinggi dapat diolah
menjadi tepung beras yang kemudian digunakan sebagai bahan utama bihun.
Beras pera lebih menghasilkan bihun dengan kualitas yang baik karena beramilosa
tinggi (25 – 33%). Bihun yang dibuat sebaiknya tidak menggunakan bahan kimia
seperti ( sodium maetabisulfit)
DAFTAR PUSTAKA
Astawan, M. 2000. Membuat Mi Bihun. Jakarta : Niaga Swadaya.
Astawan, Made. 1999. Membuat Mie dan Bihun. Bogor : PT. Penebar Swadaya.
Estiasih, T. dan Ahmadi, K. (2009). Teknologi Pengolahan Pangan. Jakarta: PT.
Bumi Aksara.
Juliano, B.O. 1985. Rice, Chemistry and Technology. American Association of
Cereal Chemists, Inc., St. Paul, Minnesota.
Kurnia, Rizki. 2011. Proses Pembauatan Bihun.
http://lordbroken.wordpress.com/2011/11/08/proses-pembuatan-bihun/ [22
April 2013]
Rohmat, Bahtiar. 2011. Perencanaan Pengadaan Bahan Baku Bihun untuk
Meminimasi total Biaya persedian di PT. Tiga Pilar sejahtera. Surabaya:
PT. Tiga Pilar sejahtera.
Wardani, Nela. 2011. Pengetian Bihun dan Pengolahannya. http://kreasiumbiku. blogspot com/2011/08/ v-behaviorurldefaultvml-o.html[diakses 20 April 2013].
Winarno, F. G. 1986. Pemanfaatan dan Pengolahan Beras Non Nasi. Makalah
dalam Konsultasi Teknis Pengembangan Industri Pengolahan Beras Non-
Nasi. Departemen Perindustrian dan Pusbangtepa-IPB. Jakarta. p. 39-69.
Yulianti, 2002. Analisi Strategi Pemasaran Produk Bihun Kering Rose Brand. Bogor : Fakultas Pertanian IPB.