BFFK Biofarmasi Sediaan Obat Yang Diberikan Secara Opthalmic

download BFFK Biofarmasi Sediaan Obat Yang Diberikan Secara Opthalmic

of 29

description

bffk

Transcript of BFFK Biofarmasi Sediaan Obat Yang Diberikan Secara Opthalmic

  • Makalah Biofarmasetika dan Farmakokinetika I

    1 Biofarmasi Sediaan Obat yang Diberikan Secara Opthalmik

    A. Anatomi dan fisiologi mata

    Mata manusia secara umum terbagi atas segmen anterior dan posterior. Segmen anterior

    yaitu kornea, konjungtiva, iris, badan siliari, cairan humor, dan lensa. Sedangkan bagian

    posterior yaitu sclera, koroid, retina dan humor viterous. Kornea merupakan membran

    transparan multilayer yang terletak paling luar pada bagian mata, tidak disuplai darah dan

    mendapatkan nutrisi yang diperoleh dari humor aquos dan kapiler limbal. Kornea manusia

    terdiri atas 5 lapisan, yaitu corneal epitelium, membran bowman, stroma, membran descemet,

    endotelium. Humor aquor merupakan cairan yang terdapat pada segmen anterior pada mata,

    merupakan sumber nutrisi terbesar untuk lensa dan kornea. Iris merupakan bagian berwarna

    dari mata, terdiri atas sel epitel berpigmen dan otot sirkular. Bagian tengan dari iris adalah pupil.

    Sfingter iris dan otot dilator membantu dalam menyesuaikan ukuran pupil yang mengatur

    jumlah cahaya yang masuk ke mata badan siliari, otot berbentuk cincin yang menempel pada

    iris terdiri dari otot siliari. Kontraksi dan relaksasi dari otot ciliary mengontrol bentuk lensa.

    Lensa adalah unit kristal dan fleksibel yang terdiri dari lapisan jaringan tertutup dalam kapsul.

    konjungtiva adalah membran mukosa yang melapisi bagian dalam kelopak mata yang jelas dan

    menyebar dari permukaan anterior sclera hingga limbus. Hal ini memfasilitasi pelumasan mata

    karena adanya mukus dan tear film. Sclera adalah selubung putih sekitar bola mata dan disebut

    " bagian putih mata ". Ini bertindak sebagai perisai utama untuk melindungi organ internal.

    Sclera ini disandingkan dengan jaringan vaskular dikenal sebagai koroid, yang terdapat di

    antara retina dan sclera. Koroid menyediakan nutrisi ke sel-sel fotoreseptor di retina. Retina

    adalah sensori multilayer,jaringan sensitif terhadap cahaya yang melapisi bagian dalam mata,

    berisi jutaan fotoreseptor atau elemen fotosensitif yang menangkap cahaya dan mengkonversi

    nya menjadi impuls listrik. Impuls ini menjalar di sepanjang saraf optik ke otak , di mana

    mereka diubah menjadi gambar. Humor vitreous adalah zat seperti jelly atau matriks hidrogel

    , didistribusikan antara retina dan lensa.

    Mata adalah struktur bola dengan dinding terdiri dari tiga lapisan; bagian terluar sclera,

    bagian tengah lapisan koroid, ciliary tubuh dan iris dan bagian dalam saraf lapisan jaringan

    retina. Sclera adalah lapisan berserat keras yang melindungi jaringan dalam pada mata bagian

    putih kecuali area transparan pada bagian depan dan kornea memungkinkan cahaya untuk

    masuk ke mata.

  • Makalah Biofarmasetika dan Farmakokinetika I

    2 Biofarmasi Sediaan Obat yang Diberikan Secara Opthalmik

    Lapisan koroid, terletak di sclera, mengandung banyak pembuluh darah yang

    dimodifikasi pada depan mata sebagai iris berpigmen bagian berwarna dari mata (biru, hijau,

    coklat, cokelat, atau abu-abu).

    1. Struktur kornea

    Kornea terletak pada bagian depan mata yang menyampaikan gambar ke bagian

    belakang sistem saraf. Kornea dewasa memiliki radius sekitar 7-8mm yang mencakup

    sekitar seperenam dari total luas permukaan bola mata yang merupakan jaringan

    pembuluh darah yang menyediakan nutrisi dan oksigen yang dipasok melalui cairan

    lakrimal dan cairan hmor dan juga dari pembuluh darah yang terletak diantara kornea

    dan sklera.

    Kornea terdiri dari 5 lapisan, yaitu epitel, bowman, stroma, membran descemet,

    dan endotelium, yang merupakan jalur utama permeasi obat pada mata. Epitel terbuat

    dari 5 hingga lapisan sel. Epitel skuamosa (5-6 lapisan sel) dengan ketebalan sekitar

    50-100 um dan waktu turnover sekitar satu lapisan sel setiap hari. Sel-sel basal

    dikemas dengan tight junction untuk membentuk tidak hanh ya penghalang yang

    efektif untuk partikel debu dan kebanyakan mikroorganisme, dan juga untuk

    penyerapan obat. jalur transelular atau paracellular adalah jalur utama untuk absorbsi

  • Makalah Biofarmasetika dan Farmakokinetika I

    3 Biofarmasi Sediaan Obat yang Diberikan Secara Opthalmik

    obat di epitel kornea. Obat lipofilik memilih rute transelular sedangkan yang hidrofilik

    memilih jalur paracellular untuk penetrasi (difusi pasif atau difusi melalui intraseluler

    pada sel). Membran Bowman adalah lembar homogen acellular dengan tebal 8 14

    m yang terletak di antara membran basal epitel dan stroma.

    Stroma, atau substania propria, mengandung air sekitar 85% dan sekitar 200-250

    lamellae kolagen.

    2. Konjungtiva

    Konjungtiva melindungi mata dan juga terlibat dalam pembentukan dan

    pemeliharaan precorneal tear film. Konjungtiva adalah membran transparan tipis

    terletak pada permukaan bagian dalam kelopak mata. Molekul-molekul sampai 20.000

    Da bisa menyeberangi conjuctiva, sementara kornea membatasi masuknya molekul

    yang berukuran lebih besar dari 5000 Da.

    a. Sistem drainase nasolacrimal

    Sistem drainase Nasolachrymal terdiri dari tiga bagian; sistem sekresi,

    sistem distributif dan sistem ekskresi. Bagian sekresi terdiri dari kelenjar

    lakrimal yang mensekresikan air mata, menyebar di permukaan okular oleh

    kelopak mata dengan adanya kedipan. Sistem sekresi dirangsang oleh kedipan

    dan perubahan suhu karena adanya evaporasi air mata dan refluks secretors

    yang memiliki saraf parasimpatis eferen yang kemudian disekresikan sebagai

    respon pengaruh emosional, misalnya keadaan menangis.Sistem distributif

    terdiri dari kelopak mata dan meniskus air mata yang menyebarkan air mata

    di atas permukaan okular dengan berkedip, sehingga mencegah kering pada

    mata.

    Bagian ekskretoris dari sistem drainase Nasolachrymal terdiri dari puncta

    lakrimal, bagian superior, bagian inferior dan kanalikuli; kantung air mata, dan

    saluran nasochrymal. Pada manusia, dua puncta adalah bukaan dari kanikuli

    lakrimal yang terletak di tempat yang tinggi dikenal sebagai papilla lakrimal.

  • Makalah Biofarmasetika dan Farmakokinetika I

    4 Biofarmasi Sediaan Obat yang Diberikan Secara Opthalmik

    air mata dalam jumlah besar akan terabsorbsi oleh mebran mukosa, dan hanya

    sebagian yang mencapai rongga hidung.

    A.1 Anatomi dan Fisiologi Kelopak Mata

    Kelopak mata atau sering disebut palpebra mempunyai fungsi melindungi bola

    mata dari trauma, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air

    mata di depan kornea. Kelopak mata merupakan pelindung mata yang paling baik dengan

    membasahi mata dan melakukan penutupan mata bila terjadi rangsangan dari luar.

    Kelopak mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan sedangkan di

    bagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal. Pada

    kelopak mata terdapat beberapa bagian antara lain; kelenjar sebasea, kelenjar keringat

    atau kelenjar Moll, kelenjar zeis pada pangkal rambut bulu mata, serta kelenjar

    Meibom pada tarsus. Kelopak mata bisa terjadi kelainan yaitu lagoftalmos (mata tidak

    menutup bola mata), ptosis (kelopak mata tidak bisa dibuka).

    A.2 Anatomi dan Fisiologi Sistem Lakrimalis

    Sistem sekresi air mata atau lakrimal terletak di daerah temporal bola mata. Sistem

    ekskresi mulai pada pungtum lakrimalis, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal yang terletak

    di bagian depan rongga orbita, air mata dari duktus lakrimal akan mengalir ke dalam rongga

    hidung di dalam meatus inferior.

    A.3 Anatomi dan Fisiologi Konjungtiva

    Konjungtiva atau selaput lendir mata adalah membran yang menutupi sklera dan

    kelopak bagian belakang. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang bersifat

    membasahi bola mata terutama kornea dihasilkan oleh sel Goblet. Terdapat tiga bagian

    konjungtiva yaitu ; konjungtiva tarsal yang menutup tarsus, konjungtiva bulbi

    membungkus bulbi okuli serta menutupi sklera, dan konjungtiva forniks sebagai

    tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.

  • Makalah Biofarmasetika dan Farmakokinetika I

    5 Biofarmasi Sediaan Obat yang Diberikan Secara Opthalmik

    A.3 Anatomi dan Fisiologi Bola Mata

    a. Sklera

    Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata

    serta bagian putih pada bola mata yang bersama kornea sebagai pembungkus dan

    pelindung isi bola mata. Kekakuan tertentu pada sklera mempengaruhi tekanan

    bola mata.

    b. Kornea

    Merupakan selaput bening mata dan bagian terdepan dari sklera yang bersifat

    transparan sehingga memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata. Kornea

    berperan meneruskan dan memfokuskan cahaya ke dalam bola mata. Pembiasan

    terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar

    masuk kornea dilakukan oleh kornea. Kornea terdiri dari beberapa lapis jaringan yang

    menutup bola mata bagian depan yaitu epitel, membran bowman, stroma, membran

    descement dan endotel. Saraf sensoris yang mempersarafi kornea yaitu saraf siliar

    longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid yang

    masuk ke dalam stroma kornea menembus membran Bowman dan melepaskan

    selubung Schwannya.

    c. Bilik-bilik dalam mata

    Bola mata mempunyai 2 bilik yaitu, bilik mata depan yang merupakan ruangan

    dibatasi oleh kornea, iris, lensa dan pupil serta berisi humor aquos yang membawa

    makanan untuk jaringan mata sebelah depan. Kemudian bilik mata belakang yang

    paling sempit pada mata.

    d. Humor Aquos

    Humor aquos atau cairan mata merupakan bagian dari mata yang dihasilkan

    oleh badan siliar masuk ke bilik mata melalui pupil serta berfungsi memberikan

    makanan dan oksigen untuk mempertahankan kornea dan lensa.

  • Makalah Biofarmasetika dan Farmakokinetika I

    6 Biofarmasi Sediaan Obat yang Diberikan Secara Opthalmik

    e. Uvea

    Uvea merupakan lapis vaskuler di dalam bola mata yang banyak mengandung

    pembuluh darah yaitu ; iris, badan siliar, koroid. Iris atau selaput pelangi mempunyai

    kemampuan mengatur secara otomatis masuknya sinar ke dalam bola mata. Badan

    siliar mengandung otot untuk melakukan akomodasi sehingga lensa dapat

    mencembung dan merupakan susunan otot melingkar dan mempunyai sistem ekskresi

    di belakang limbus. Koroid itu sendiri lapis tengah pembungkus bola mata yang

    banyak mengandung pembuluh darah dan memberikan makan lapis luar retina.

    f. Pupil

    Pupil pada anak-anak pupil berukuran kecil karena belum berkembangnya saraf

    simpatis. Orang dewasa ukuran pupil sedang, dan orang tua pupil mengecil akibat rasa

    silau yang dibangkitkan oleh lensa yang sklerosis. Pada waktu tidur pupil mengalami

    pengecilan akibat dari berkurangnya rangsangan simpatis dan kurang rangsangan

    hambatan miosis. Mengecilnya pupil berfungsi untuk mencegah aberasi kromatis pada

    akomodasi.

    g. Retina

    Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung

    reseptor dan akan meneruskan rangsangan cahaya yang diterimanya berupa

    bayangan. Dalam retina terdapat makula lutea atau bintik kuning yang merupakan

    bagian kecil dari retina dan area sensitif paling rentan pada siang hari.

    B. Saraf yang ada di mata

    1. Saraf optikus, membawa gel. Saraf yang dihasilkan didalam retina ke otak.

    2. Saraf Lakrimalis, merangsang pembentukan air mata oleh kelenjar air mata.

    3. Saraf lainnya, menghantarkan sensasi ke bag. Mata yang lain dan mrangsang otot pada tulang

    orbita.

  • Makalah Biofarmasetika dan Farmakokinetika I

    7 Biofarmasi Sediaan Obat yang Diberikan Secara Opthalmik

    C. Pembuluh darah yang melewati bagian mata

    Arteri opthalmika dan arteri retinalis menyalurkan darah ke mata kiri dan mata kanan,

    sedangkan darah dari mata dibawa oleh vena opthalmika dan vena retinalis. Pembuluh darah

    ini masuk dan keluar melalui mata bagian belakang. Arteri inilah juga yang akan menyalurkan

    darah ke cabang arteri lainnya :

    1. Arteri retina sentralis,

    2. Arteri lakrimalis,

    3. Arteri siliaris posterior longa dan brevis, atau

    4. Arteri palpebralis.

    (J Hogan, michael. 1949)

    D. Karakteristik Organ Mata

    Kornea tidak mempunyai pembuluh darah tetapi banyak mengandung akan ujung saraf.

    Ketika sediaan topikal diberikan untuk mata, akan terpapar pertama kali oleh kornea dan

    konjungtiva, mewakili hambatan utama untuk penetrasi obat. Epitelium dan endotelium dari

    kornea banyak mengandung lipid, sehingga menjadi penghalang untuk senyawa yang larut

    dalam air. Stroma adalah lapisan hidrofilik mengandung 70% sampai 80% air, menjadi

    penghalang untuk senyawa yang tidak larut dalam air. Sklera mengandung banyak pembuluh

    darah yang mensuplai darah ke jaringan anterior pada mata. Konjungtiva dan permukaan kornea

    dilumasi oleh sebuah lapisan cairan yang disekresikan oleh kelenjar air mata dan konjungtiva.

    Kelenjar lakrimal menghasilkan cairan yang disebut dengan air mata. Kelenjar sebaceous

    menghasilkan cairan berminyak yang akan tersebar dilapisan mata.

    E. Penggunaan Obat dengan Rute Melalui Mata

    Dibandingkan dengan pemberian obat rute yang lain,penghantaran obat melalui mata

    harus mengatasi tantangan penting yang ditimbulkan oleh berbagai hambatan okular. Banyak

    hambatan yang terkait dengan anatomi dan fisiologi mata membuatnya menjadi tantangan

    untuk memberikan dosis yang tepat pada tempat yang sesuai. Kemajuan yang signifikan telah

    dibuat untuk mengoptimalkan penghantaran obat yang terlokalisasi pada mata, sehingga rute

  • Makalah Biofarmasetika dan Farmakokinetika I

    8 Biofarmasi Sediaan Obat yang Diberikan Secara Opthalmik

    yang sekarang terkait dengan teknik pemberian obat yang sangat canggih. Beberapa teknologi

    ini unik untuk mata dan banyak juga ditemukan di rute pengiriman lainnya.

    Bioavailabilitas sistem pengiriman obat mata tradisional seperti tetes mata sangat buruk

    karena mata dilindungi oleh serangkaian mekanisme pertahanan yang kompleks yang

    membuatnya sulit untuk mencapai konsentrasi obat yang efektif dalam area target mata.

    Anatomi dan fisiologi mata adalah salah satu sistem yang paling kompleks dan unik dalam

    tubuh manusia. Lachrymasi, drainase efektif oleh sistem nasolakrimalis, bagian dalam dan luar

    barrier blood retinal, impermeabilitas kornea, dan ketidakmampuan struktur non-kornea lainnya

    untuk menyerap Senyawa membuat mata sangat tahan terhadap zat-zat asing. Meskipun

    hambatan-hambatan ini membuat mata terlindungi dari invasi senyawa asing, patogen dan

    partikulat yang membahayakan mata, tapi dilain hal ini merupakan tantangan untuk sistem

    penghantaranobat melalui mata.

    F. Mekanisme Umum Perpindahan Obat Melalui Kornea Mata

    1. Tingkat Organ

    Rate-limiting membrane untuk kebanyakkan obat adalah epithelium kornea yang

    beraksi ganda sebagai penghalang (barrier) untuk penetrasi dan sebagai reservoir untuk obat.

    The rate-limiting barrier untuk kebanyakan obat tampaknya berada pada lapisan dua sel

    bagian atas dari epithelium. Stroma adalah rate-limiting untuk obat-obat yang sangat larut

    lemak (Malhorta and Majumdar, 2001).

    2. Tingkat Sel

    Molekul-molekul kecil, contohnya seperti : air, metanol, etanol, propanol, dan butanol,

    mudah melintasi kornea diasumsikan melalui pori-pori berair. Konstanta permeabilitas

    mereka sangat besar. Senyawa larut air melintasi kornea melalui rute paraselular. Konstanta

    permeabilitas adalah konstanta partisi paling kecil. Peptida, ion-ion, dan senyawa muatan

    lainnya tampaknya berpenetrasi ke kornea melalui rute paraselular. Zat-zat yang memiliki

    kelarutan ganda lebih mudah melintasi kornea. Zat-zat larut lemak mudah melewati

    membran selular yang membatasi. Mereka tidak bisa berpenetrasi dalam proporsi

    konsentrasi mereka(Malhorta and Majumdar, 2001).

  • Makalah Biofarmasetika dan Farmakokinetika I

    9 Biofarmasi Sediaan Obat yang Diberikan Secara Opthalmik

    G. Faktor-faktor formulasi yang mempengaruhi proses biofarmasetik sediaan optalmik

    1. Faktor Fisiologi

    Hilangnya obat dari area precorneal adalah efek dari drainase sekresi air mata, absorpsi

    non-korneal, dan kecepatan proses absorpsi korneal. Secara kolektif proses ini menyebabkan

    waktu kontak kornea yang khas sekitar 2-4 menit pada manusia, untuk memberikan larutan

    dan bioavailbilitas ocular kurang dari 10% (Malhorta and Majumdar, 2001).

    a. Faktor Prekorneal

    Faktor prekorneal yang menyebabkan hilangnya obat adalah :

    1. Pergantian air mata yang normal

    Air mata mencuci dengan kecepatan kira-kira 16% permenit, kecuali selama

    periode tidur atau selama anastesi. Volume normal air mata hanya 7 mikroliter,

    jadi obat yang menghilang besar (Malhorta and Majumdar, 2001).

    2. Drainase larutan yang diberikan

    Area prekorneal bisa menampung kira-kira 30 mikroliter, termasuk air mata

    pada saat mata tidak berkedip. Volume berkurang menjadi 10 mikroliter ketika

    mata berkedip. Oleh karena itu, kelebihan volume yang diberikan baik tumpahan

    atau kecepatan saluran dari mata ke saluran nasokrimal dengan absorpsi ke dalam

    sirkulasi sistemik. Drainase dari larutan yang diberikan jauh dari mata adalah

    penyebab hilangnya obat dan karenanya mempengaruhi aktivitas biologis obat

    pada mata. Kecepatan drainase berhubungan dengan volume larutan obat yang

    diberikan dan peningkatan seiring dengan meningkatnya volume. Kecepatan

    drainase dari volume yang diberikan meningkatkan kecepatan sebanding dengan

    volume cairan pada mata lebih dari volume normal lakrimal. Kecepatan drainase

    100 kali lebih cepat dari kecepatan absorpsi (Malhorta and Majumdar, 2001).

    3. Pengikatan protein

    Air mata umumnya mengandung 0.7% protein dan level protein meningkat

    dengan adanya infeksi atau inflamasi. Tidak seperti darah, dimana kompleks

    protein-obat berlanjut ke sirkulasi, air mata digantikan secara cepat jadi

  • Makalah Biofarmasetika dan Farmakokinetika I

    10 Biofarmasi Sediaan Obat yang Diberikan Secara Opthalmik

    memindahkan kedua bentuk bebas dan terikat dari obat (Malhorta and Majumdar,

    2001).

    4. Absorpsi obat tidak produktif

    Setelah pemberian, obat diabsorpsi ke dalam kornea dan konjungtiva. Luas

    area konjungtiva 17 kali dari luas kornea dengan 2-30 kali permeabilitas yang

    lebih besar terhadap banyak obat. Semua jaringan absorpsi yang lain dirasakan

    sebagai kehilangan yang tidak produktif ketika target jaringan adalah bagian

    dalam mata (Malhorta and Majumdar, 2001).

    b. Faktor Membran

    Faktor membran termasuk area yang tersedia untuk absorpsi, ketebalan,

    porosity, dan tortuosity (sifat berliku-liku) kornea dan kesimbangan

    lipofilik/hidrofilik. Kornea terdiri dari tiga lapisan yaitu epithelium, stroma, dan

    endothelium (Malhorta and Majumdar, 2001).

    1. Epithelium

    Studi permeabilitas pada kornea mengindikasikan lapisan paling luar

    dari epithelium sebagai yang menentukan penilaian utama barrier

    (penghalang) untuk penetrasi untuk obat larut air dan larut lemak. Karena

    epithelium larut lemak, porositas yang rendah dan secara relatif tortuositas

    dan ketebalan tinggi, penetrasi obat yang cepat harus memiliki koefisien

    partisi lebih dari 1 untuk mencapai kecepatan penetrasi. Walaupun

    epithelium dan endothelium adalah lipofilik, pengukuran permeabilitas air

    dari tiap lapisan mengindikasikan endothelium lebih permeable 2.7 kali dari

    epithelium (Malhorta and Majumdar, 2001).

    2. Endhothelium

    Penetrasi non elektrolit melalui endothelium terjadi secara utama

    melalui ruang intraseluler (Malhorta and Majumdar, 2001).

  • Makalah Biofarmasetika dan Farmakokinetika I

    11 Biofarmasi Sediaan Obat yang Diberikan Secara Opthalmik

    3. Stroma

    Stroma pada dasarnya merupakan aseluler, hidrofilik, porositas tinggi,

    dan tortuosity yang rendah tapi karena ini merupakan 90% dari ketebalan

    kornea, stroma signifikan pada kontribusi keseuruhan terhadap resistensi.

    Epithelium sebagai penentu penilaian barrier untuk senyawa hidrofilik dan

    stroma untuk senyawa lipofilik. Ketika nilai absolut dibandingkan senyawa

    lipofilik ditemukan memiliki koefisien permeabilitas yang lebih besar

    (Malhorta and Majumdar, 2001).

    Penetrasi kornea dapat ditingkatkan dengan cara :

    a. Penyesuaian keasaman sehingga pH sediaan memungkinkan untuk

    menghasilkan partikel tidak terionisasi secara optimal.

    b. Penggabungan peningkat absorbansi ke dalam komposisi sediaan.

    c. Produksi prodrug atau pasangan ion.

    (Masteikova. Et al. 2004).

    Karena dual kemampuan untuk mengakhiri aktivitas farmakologi obat inheren

    aktif dan untuk mengubah obat aktif untuk menjadi gugus aktif mereka, metabolisme

    obat di mata merupakan aspek aksi obat yang penting. Obat yang mengalami

    degradasi secara oksidasi atau reduksi sedikit dimetabolisme di mata dibandingkan

    dengan obat yang didegradasi secara hidrolisis (Malhorta and Majumdar, 2001)

    2. Faktor Fisiokimia

    Faktor fisiokimia adalah penentu terbesar untuk difusi pasif melintasi kornea.

    a. Koefisien partisi

    Koefisien partisi adalah parameter untuk menentukan status yang cepat dari potensi

    penetrasi obat ke membran biologis yang berbeda. Korelasi hubungan koefisien partisi

    dengan permeabilitas membantu untuk mendesain obat-obat opthalmik yang

    permeabilitasnya optimal. Obat yang hdirofilik (log koefisien partisi < 0), epithelium

    memberikan persentase yang besae dari resistensi ke penetrasi kornea. Untuk obat

    lipofilik dengan log koefisien partisi 1.6-2.5, stroma berkontribusi dengan persentase

  • Makalah Biofarmasetika dan Farmakokinetika I

    12 Biofarmasi Sediaan Obat yang Diberikan Secara Opthalmik

    yang signifikan terhadap resistensi. Keseimbangan lipofilik/hidrofilik yang optimal pada

    struktur molekul dari penetrant harus dicapai untuk menghasilkan efek penetrasi yang

    cepat melalui barrier lipofilik dan hidrofilik di kornea (Malhorta and Majumdar, 2001).

    b. Kelarutan

    Kecepatan penetrasi maksimum dicapai oleh permeating obat ke kornea adalah faktor

    multiplikatif dari koefisien permeabilitas dan kelarutan air mata. Jika kelarutan obat

    rendah, konsentrasinya pada lapisan air mata perkorneal mungkin dibatasi dan oleh

    karena itu kecepatan absorpsi mungkin tidak cukup tinggi untuk mencapai konsentrasi

    yang adekuat untuk aktivitas terapetik (Malhorta and Majumdar, 2001).

    c. Konstanta Ionisasi

    pKa dari obat-obat yang dapat terionisasi adalah faktor penting pada penetrasi

    korneal. Derajat ionisasi mempengaruhi luas difusi yang melewati membran. Banyak

    obat-obatan adalah asam dan basa lemah dan oleh karena itu sebagian terionisasi pada pH

    fisiologis. Rata-rata pH air mata adalah 7.2 dan pKa dari obat sekitar 1 atau 2 dari nilai

    tersebut, penetrasi kornea akan lebih karena proporsi yang besar dari dosis yang

    diadministrasikan akan dalam bentuk tidak terionisasi. Bentuk ionisasi dari obat sedikit

    larut lemak, jika fraksi ini terlalu besar, kecepatan penetrasi kornea mungkin tidak cukup

    untuk menghasilkan efek terapeutik pada mata (Malhorta and Majumdar, 2001).

    d. Berat Molekul

    Berat molekul berhubungan dengan kekuatan difusional aktif selama permeasi

    korneal. Untuk molekul kecil, koefisien difusi berhubungan terbalik dengan akar kuadrat

    dari berat molekul. Molekul besar, koefisien difusi berhubungan terbalik dengan akar

    pangkat tiga dari berat molekul. Perubahan berat molekul menunjukkan hubungan

    terbalik terhadap permeabilitas (Malhorta and Majumdar, 2001).

  • Makalah Biofarmasetika dan Farmakokinetika I

    13 Biofarmasi Sediaan Obat yang Diberikan Secara Opthalmik

    e. Pengikatan Melanin

    Kehadiran melanin dapat mengubah disposisi obat mata. Interaksi dengan pigmen ini

    dapat mengubah ketersediaan obat bebas di tempat yang ditargetkan. Sehingga

    pengikatan melanin akan menurunkan aktivitas farmakologis. Melanin dalam jaringan

    okular terdapat pada uvea dan RPE. Melanin mengikat radikal bebas dan obat dengan

    elektrostatik dan ikatan van der waals atau dengan transfer muatan sederhana. Dapat

    disimpulkan bahwa semua obat lipofilik mengikat melanin. Obat yang terikat dengan

    melanin biasanya tidak bisa berikatan dengan reseptor sehingga memerlukan pemberian

    dosis yang lebih besar. Keberadaan melanin dalam koroid dan RPE mempengaruhi

    tingkat penyerapan obat ke dalam retina dan vitreous transscleral atau pemberian obat

    sistemik (Gaundana. Et al. 2010).

    C. Faktor Formulasi

    1. Konsentrasi

    Peningkat penetrasi kornea bisa dicapai dengan peningkatan konsentrasi larutan obat,

    untuk meningkatkan hasil terapi. Peningkatan konsentrasi akan menghasilkan larutan

    yang hipertonis, yang berpotensi tidak nyaman dan bisa menginduksi peningkatan

    lakrimasi yang bisa mempercepat kecepatan drainase dan mengurang persentase absorpsi

    (Malhorta and Majumdar, 2011).

    2. Tonisitas

    Tonisitas adalah kemampuan larutan untuk memvariasikan ukuran dan bentuk sel

    dengan mengubah jumlah air dalam sel. (James, 2008)

  • Makalah Biofarmasetika dan Farmakokinetika I

    14 Biofarmasi Sediaan Obat yang Diberikan Secara Opthalmik

    Tonisitas adalah istilah yang sering dipertukarkan dengan osmolaritas dan

    osmolalitas. Sebenarnya, tonisitas menggambarkan efek dari larutan terhadap volume sel.

    Larutan isotonik tidak mempunyai efek terhadap volume sel, sedangkan larutan hipotonik

    dan hipertonik akan meningkatkan dan menurunkan volume sel.

    Larutan dengan tekanan osmotic lebih rendah daripada cairan tubu(0,9% larutan

    NaCl) disebut hipotonik. Sedangkan, larutan dengan tekanan osmotik yang lebih besar

    dari cairan fisiologis disebut hipertonik.

    Larutan hipertonik yang ditambahkan ke dalam system tubuh cendrung akan menarik

    air dari jaringan tubuh dan membawanya ke dalam larutan, dalam usaha mengencerkan

    dan membentuk keseimbangan konsentrasi. Suatu injeksi hipertonik dapat menyebabkan

    sel darah menciut pada alirannya, pada mata larutan akan menarik air menuju tempat di

    mana larutan tadi dikenakan. Sebaliknya, bila larutan hipotonik mungkin menimbulkan

    hemolisis sel darah merah, atau lintasan air dari tempat pemakaian obat mata melalui

    jaringan pada mata.

    Batas-batas isotonisitas suatu larutan untuk mata berupa natrium klorida atau

    ekuivalensinya berkisar antara 0,6-2,0% tanpa rasa tidak nyaman pada mata. NaCl tidak

  • Makalah Biofarmasetika dan Farmakokinetika I

    15 Biofarmasi Sediaan Obat yang Diberikan Secara Opthalmik

    dapat dipakai untuk membentuk tekanan osmotic dalam larutan. Asam borat dengan

    konsentrasi 1,9% membentuk tekanan osmotic yang sama dengan yang dibentuk oleh

    0,9% NaCl. Semua zat terlarut dalam larutan untuk mata, melarut termasuk bahan-bahan

    pembantu, bahan aktif dan penunjang tekanan osmotic dari larutan. (Ansel,1989). Contoh

    larutan Isotonik : Atropin Sulfat, asam borat, klorobutanol (hidrat), dan lainnya.

    3. Surfaktan (Surface Active Agent)

    Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofilik dan

    gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak.

    Surfaktan adalah bahan aktif permukaan. Aktifitas surfaktan diperoleh karena sifat ganda

    dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang suka akan air (hidrofilik)

    dan bagian non polar yang suka akan minyak/lemak (lipofilik). Bagian polar molekul

    surfaktan dapat bermuatan positif, negatif atau netral. Sifat rangkap ini yang

    menyebabkan surfaktan dapat diadsorbsi pada antar muka udara-air, minyak-air dan zat

    padat-air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus hidrofilik berada pada fase air dan

    rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak dengan zat padat ataupun terendam dalam fase

    minyak. Umumnya bagian non polar (lipofilik) adalah merupakan rantai alkil yang

    panjang, sementara bagian yang polar (hidrofilik) mengandung gugus hidroksil. (Jatmika,

    1998)

    Klasifikasi surfaktan berdasarkan muatannya dibagi menjadi empat golongan yaitu:

    Surfaktan anionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu anion.

    Contohnya adalah garam alkana sulfonat, garam olefin sulfonat, garam sulfonat

    asam lemak rantai panjang.

    Surfaktan kationik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu kation.

    Contohnya garam alkil trimethil ammonium, garam dialkil-dimethil ammonium

    dan garam alkil dimethil benzil ammonium.

    Surfaktan nonionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya tidak bermuatan.

    Contohnya ester gliserin asam lemak, ester sorbitan asam lemak, ester sukrosa

    asam lemak, polietilena alkil amina, glukamina, alkil poliglukosida, mono alkanol

    amina, dialkanol amina dan alkil amina oksida.

  • Makalah Biofarmasetika dan Farmakokinetika I

    16 Biofarmasi Sediaan Obat yang Diberikan Secara Opthalmik

    Surfaktan amfoter yaitu surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai muatan positif

    dan negatif. Contohnya surfaktan yang mengandung asam amino, betain,

    fosfobetain.

    Sediaan optalmik menggunakan surfaktan nonionic

    Surfaktan nonionic

    Lebih banyak dipilih karena resiko toksiknya rendah. Jumlah surfaktan yang

    digunakan dalam formulasi harus ditentukan dengan baik karena jika jumlahnya

    terlalu banyak akan menyebabkan iritasi, akan terjadi foming selama proses

    manufaktur dan saat produk dikocok, dan terjadi interaksi dengan eksipien lain.

    Contoh: ester gliserin asam lemak, ester sorbiton asam lemak, ester sukrosa asam

    lemak. Penambahan surfaktan dalam formula akan menambah kecepatan

    pelarutan bahan obatnya.

    Sifat dari surfaktan adalah menambah kelarutan senyawa organic dalam

    system berair, hal ini dikarenakan adanya efek pembahasan dan solubilisasi

    senyawa dalam misel dari surfaktan.

    Faktor yang mempengaruhi efektivitas surfaktan dalam membantu pelarutan

    obat dalam media air :

    a. Struktur surfaktan : makin besar bagian hidrofobik dari surfaktan , maka

    makin besar pengaruhnya tehadap kelarutan obat dalam air

    b. Suhu : pelarutan meningkat dengan kenaikan suhu

    c. Elektrolit

    d. Senyawa organik

    4. Ukuran partikel

    Peningkatan ukuran partikel pada suspensions ophthalmic akan meningkatkan

    bioavaibilitas. Kekurangan: pada ukuran partikel > 10 m(diameter) menyebabkan rasa

    tidak nyaman dan peningkatan sekresi air mata. (Lorenzo et al, 2006 ; Ali et al, 2006;

    Wilson et al, 2001).

  • Makalah Biofarmasetika dan Farmakokinetika I

    17 Biofarmasi Sediaan Obat yang Diberikan Secara Opthalmik

    a. Mikroemulsi

    Mikroemulsi adalah disperse air dan minyak yang difasilitasi oleh kombinasi

    oleh surfaktan dan kosurfaktan dengan cara mengurangi tegangan antar muka.

    Ditandai dengan stabilitas termodinamika yang tinggi, ukuran tetesan kecil(sekitar

    100nm) dan penampilan yang jelas. Penampilan transaparan, ukuran berkisar dari

    100-1000 angstrom. Dimanfaatkan untuk meningkatkan peresapan dikornea.

    Formulasi ini memberikan pelepasan obat diperpanjang sehingga mengurangi

    frekuensi pemberian obat.

    b. Nanosuspensi

    Didefinisikan sebagai koloid submicron yang kelarutannya buruk tergantung

    dari media disperse dan dapat distabilkan oleh surfaktan. Nanosuspensi terdiri dari

    pembawa koloid seperti resin polimer yang inert di alam. Di gunakan untuk

    membantu meningkatkan kelarutan obat dan juga bioavaibilitasnya. Tidak seperti

    mikroemulsi, nanosuspensi ini non iritasi.

    c. Nanopartikel

    Didefinisikan sebagai partikel dengan diameter kurang dari 1 m terdiri dari

    biodegradable atau non polimer terurai secara hayati, lipid, fosfolipid atau logam.

    Penyerapan dan distribusi nanopartikel tergantung pada ukurannya.

    5. Bentuk sediaan

    a. Larutan

    Larutan yang steril ditujukan untuk mata. Selain steril, preparat tersebut

    memerlukan kewaspadaan seperti agen antimikroba, osmolaritas, buffer, viskositas,

    dan kemasan yang tepat. Waktu kontak larutan ophtalmik topical meningkat dengan

    formulasi viskositas hingga 20 cp (sentipose). Kenaikan lebih lanjut mengakibatkan

    robek dan reflex berkedip untuk mendapatkan kembali viskositas asli dari cairan

    lakrimal (1,05-5,97 cp). Poli sintesis, seperti polivinil alcohol(PVA), polivinil

    pirolidon(PVP), polietilen glikol(PEG), asam poliakrilat(PAA) dan turunan selulosa

  • Makalah Biofarmasetika dan Farmakokinetika I

    18 Biofarmasi Sediaan Obat yang Diberikan Secara Opthalmik

    bias digunakan sebagai peningkat viskositas karena kompatibilitas fisiologis dan sifat

    fisikokimia yang memuaskan.

    b. Suspensi Obat mata

    Suspensi obat mata digunakan lebih sedikit daripada larutan. Suspense optalmik

    digunakan untuk meningkatkan waktu kontak kornea sehingga memberikan kerja

    lepas lambat yang lebih lama. Suspensi di perlukan ketika bahan aktif tidak larut dalam

    pembawa yang diinginkan atau tidak stabil dalam bentuk larutan.

    Suspensi obat mata harus mempunyai cirri-ciri sterilitas yang sama yang dimiliki

    oleh larutan yaitu terhadap pengawetan, isotonisitas, pendaparan, viskositas dan

    pengemasan. Suspense obat mata harus mempunyai kualitas sedemikian rupa,

    sehingga partikel yang disuspensikan tidak menggumpal menjadi satu jika disimpan.

    Suspensi harus dikocok sebelum dipakai dan partikel-partikelnya harus menyebar

    merata ke seluruh pembawa. Suspensi untuk mata dikemas dalam wadah dengan jenis

    penetes yang sama dengan yang dipakai pada larutan untuk mata.

    Contoh : suspense steril untuk mata Tetrasiklin HCl 1% dalam plastibase 50W

    dan minyak mineral ringan, Suspensi untuk Mata Deksametason untuk permukaan

    mata dari adrenokortikal steroid deksametason(0,1%), Suspensi steril untuk Mata

    Prednisolon Asetat dan Sulfasetamid Natrium digunakan bila kombinasi zat

    antiinflamasi dan antiinfeksi dianggap perlu.

    c. Salep Mata

    Dasar salep untuk salep mata harus tidak mengiritasi mata dan harus

    memungkinkan difusi bahan obat ke seluruh mata yang dibasahi karena sekresi cairan

    mata. Dasar salep harus bertitik lebur mendekati suhu tubuh. Contoh dasar salep mata

    yaitu: sampuran dari petrolatum dan cairan petrolatum(minyak mineral).

    Keuntungan utama suatu salep untuk mata adalah penambah waktu hubungan

    antara obat dengan mata. Waktu kontak antara obat dengan mata, dua sampai empat

  • Makalah Biofarmasetika dan Farmakokinetika I

    19 Biofarmasi Sediaan Obat yang Diberikan Secara Opthalmik

    kali lebih besar dipakai salep dibandingkan jika dipakai larutan garam. Kekurangan

    adalah kaburnya pandangan yang terjadi begitu dasar salep meleleh dan menyebar

    melalui lensa mata. Contoh: salep Mata Atropin Sulfat, Salep Mata Kloramfenikol,

    salep Mata Klortetrasiklin HCl, salep mata deksametason Na Fosfat, dan lainnya.

    d. Emulsi

    Umumnya dibuat dengan melarutkan atau mendispersikan bahan aktif ke dalam

    fase minyak, menambah emulsifying yang cocok. Setiap fase biasanya disterilkan

    sebelum atau selama pengisian ke wadah. Bentuk sediaan yang dihasilkan harus

    mengandung tetesan minyak kecil dan seragam.

    Kelarutan air yang terbatas dari zat obat adalah alasan untuk mengmbangjan

    emulsi mata. Zat obat ditambahkan ke tahap di mana ia dapat larut pada awal proses

    manukatur, atau ditambahkan setelah emulsi dibuat dengan proses disperse yang

    cocok.

    e. Gel

    Terdiri dari polimer mukoadhesif untuk mata. Polimer ini memperpanjang waktu

    kontak obat dengan jaringan biologi sehingga meningkatkan bioavaibilitas ocular.

    Polimer memainkan peran penting dalam kinetika pelepasan obat dari bentuk sediaan.

    Contoh: karboksimetilselulosa, karbopol, polycarbophil, dan natrium alginate.

    f. Sisipan pada Mata (Ophthaalmic Inserts)

    Suatu macam alat dengan system OCUSERT (Alza Pharmaceuticals). Unit inserts

    dirancang supaya siap melepaskan jumlah obat yang telah ditetapkan dan

    diperhitungkan sebelumnya, sehingga kemungkinan pengurangan pemakaian dosis

    oleh sipasien, menjamin pengobatan waktu malam, dan menyajikan cara yang lebih

    dapat di terima oleh pasien.

  • Makalah Biofarmasetika dan Farmakokinetika I

    20 Biofarmasi Sediaan Obat yang Diberikan Secara Opthalmik

    6. Sterilisasi dan Penggunaan Pengawet

    Sediaan optalmik harus steril dan bila mungkin ditambahkan pengawet yang cocok

    untuk menjamin sterilitas selama pemakaian. Larutan untuk mata yang dimaksudkan

    untuk digunakan selama operasi atau pada mata yang terkena trauma, umumnya tidak

    mengandung bahan pengawet, karena hal ini menyebabkan iritasi pada jaringan di dalam

    mata. Larutan ini biasanya dikemas dalam wadah untuk dosis tunggal dan semua larutan

    yang tidak dipakai harus dibuang. (Ansel,H. 1989).

    Larutan untuk mata disterilkan dengan uap air mengalir dalam otoklaf. Metode ini

    mahal, memakan waktu dan boros. Cara lain, yaitu metode saringan bakteri. Saringan

    bakteri digunakan untuk menghindari pemakaian panas. Sterilisasi dengan saringan

    bakteri tidak dapat menjamin seperti otoklaf. Sterilisasi dengan filtrasi , pembuatan

    larutan steril dengan melewatkan melalui syringe tetap dengan penyaring mikroba(atas

    bantuan Millipore Corporation). Cara lain , yaitu Menambahkan zat kimia obat untuk

    menghilangkan kuman yg dimasukkan kedalam air destilasi yg mendidih atau botol pada

    air destilasi steril yg komersial atau larutan isotonik yg mengandung garam atau

    dididihkan atau larutan baffer steril. Pengawet yang digunakan harus kompatibel dengan

    zat aktif dan zat tambahan yang lain.

    Jenis pengawet yang biasa digunakan: Klorbutanol 0,5% , Benzalkonium klorida

    0,013%, Benzetonium klorida 0,01%, fenilmerkuri asetat 0,004%, fenilmerkuri nitrat

    0,004%, timerosal 0,01%. (Ansel,1989).

    Syarat pengawet dalam sediaan optalmik:

    a. Harus efektif

    b. Tidak berinteraksi dengan bahan aktif atau bahan pembantu lainnya

    c. Tidak iritan terhadap mata

    d. Tidak toksik

    (Ansel,1989)

  • Makalah Biofarmasetika dan Farmakokinetika I

    21 Biofarmasi Sediaan Obat yang Diberikan Secara Opthalmik

    7. Pendaparan (pH)

    Dapar mungkin digunakan dalam suatu larutan untuk mata karena salah satu atau

    semua alasan, yaitu: 1. untuk mengurangi ketidaknyamanan pasien, 2. Untuk menjamin

    kestabilan obat, 3. Untuk mengawasi aktivitas terapeutik bahan obat. (Ansel,1989)

    pH air mata normal 7,4 memiliki suatu kemampuan dapar. Pemakaian suatu larutan

    yang mengandung obat pada mata merangsang aliran air mata mencoba menetralkan

    setiap kelebihan ion hydrogen atau hidroksil yang dikenakan pada mata bersama larutan.

    Kebanyakan obat yang digunakan untuk mata seperti garam-garam alkaloid adalah asam

    lemah dan kemampuan daparnya juga lemah. Kerja mendapar air mata mampu

    menetralkan larutan untuk mata, dengan demikian dapat mencegah tanda-tanda

    ketidaknyamanan. (Ansel,1989).

    Beberapa obat seperti pilokarpin hidroklorida dan epineprin barbiturat sangat bersifat

    asam dan melemahkan sapar dari cairan mata. Untuk kenyamanan, suatu larutan mata

    harus mempunyai pH yang sama dengan pH cairan mata.

    USP menyediakan formula-formula untuk pembuatan larutan dapar, yaitu:

    Ansel,1989)

    a. Pembawa Asam Borat.

    pH dibawah 5,0. Dibuat dengan melarutkan 1,9 gr asam borat ke dalam air

    yang sukup untuk mendapatkan 100 mL larutan. Pembawa ini cocok untuk garam

    yang larut dalam air dari zat obat: benoksinat, kokain, dibukain, fenilefrin,

    pilokarpin, piperokain, prokain, proparakain, tetrakain, dan seng.

    b. Pembawa Fosfat Isotonik

    Pembawa ini disesuaikan untuk tonisitas dan pH berkisar antara 5,9-8,0.

    Dibuat dengan menggunakan dua larutan persediaan, satu mengandung 8,0 gr

    mononatrium difosfat(NaHPO4)/ L dan lainnya mengandung 9,47 gr dinatrium

    monofosfat(Na2HPO4)/L, sedangkan beratnya sebagai anhidrat.

  • Makalah Biofarmasetika dan Farmakokinetika I

    22 Biofarmasi Sediaan Obat yang Diberikan Secara Opthalmik

    8. Agen peningkat viskositas

    Viskositas adalah ukuran yang menyatakan kekentalan suatu cairan atau fluida.

    Kekentalan merupakan sifat cairan yang berhubungan erat dengan hambatan untuk mengalir.

    Cairan yang mengalir cepat memiliki nilai viskositas kecil. Cairan yang mengalir lambat,

    viskositasnya besar. Jadi viskositas tidak lain menentukan kecepatan mengalirnya suatu

    cairan.

    Agen peningkat viskositas digunakan untuk memperpanjang kontak waktu mata,

    sehingga mengurangi tingkat pengeringan dan meningkatkan bioavaibilitas obat. Manfaat

    lainnya dari bahan pengental yaitu efek pelumas. Untuk mengetahui viskositas di uji dengan

    metode viskometer kapiler, metode rotasi Rheometer dan viscometer rolling ball.

    Untuk menaikkan viskositas ditambahkan metilselulosa sehingga menambah efektivitas

    terapinya. Pada umumnya, meltilselulosa tipe 4000 cps viskositas dipergunakan dalam

    konsentrasi 0,25%, dan tipe 25 cps pada konsentrasi 1%. Hidroksipropil metilselulosa dan

    pilovinil alcohol digunakan sebagai pengental pada larutan untuk mata. Kadang-kadang

    larutan metilseluloasa 1% tanpa obat dipakai sebagai pengganti air mata. Viskositas untuk

    sediaan mata berkisar 15-25 cp. (Ansel,1989)

    Polimer sintesis peningkat viskositas:

    a. Polivinilalkohol (PVA)

    b. Polivinilpirolidin (PVP)

    c. Polietilen glikol (PEG)

    d. Asam poliakrilat (PAA)

    9. Waktu kontak (tipe Eye Ophthalmic solution)

    Waktu kontak - Kornea optimal pada viskositas formula 20(eP). Kenaikan viskositas

    selanjutnya: Reflex mengeluarkan air mata dan berkedip untuk mendapatkan kembali

    viskositas asli dari cairan lakrimal(1,05-5,97 ep).

  • Makalah Biofarmasetika dan Farmakokinetika I

    23 Biofarmasi Sediaan Obat yang Diberikan Secara Opthalmik

    Peningkatan viskositas yang sesuai akan meningkatkan waktu kontak, bioavaibilitas

    tinggi dan dosis obat terpenuhi, efek obat lebih tahan lama, frekuensi pemberian obat dapat

    direduksi, sehingga kenyamanan dalam pengobatan akan tercapai.

    H. Evaluasi Sediaan Opthalmic

    Prosedur dan kriteria penerimaan untuk menguji sediaan ophtalmik dibagi menjadi dua

    kategori:

    1. Tes Kualitas Produk Obat (Tes Universal)

    a. Deskripsi

    Penjelasan kualitatif dari produk obat merupakan bagian dari spesifikasi pembuatan

    produk. Kriteria penerimaan harus berisi ; penampilan akhir yang diterima, termasuk

    kejernihan dan warna, bentuk sediaan, dan kemasan. Jika ada perubahan warna selama

    penyimpanan, Mungkin diperlukan prosedur kuantitatif.

    b. Identifikasi

    Tes Identifikasi harus menentukan identitas obat atau obat yang ada dalam produk

    obat dan harus dapat membedakan antara senyawa struktur terkait dengan yang

    kemungkinan akan ada. Tes identitas harus spesifik untuk bahan obat (misalnya,

    spektroskopi inframerah). Prosedur identifikasi yang paling sering digunakan untuk

    bahan obat yang terkandung dalam bentuk sediaan farmasi adalah dengan menggunakan

    kromatografi dengan perbandingan dengan standar yang sesuai.

    c. Assay

    Sebuah tes yang menunjukkan spesifik dan stabilitas harus digunakan untuk

    menentukan kekuatan (content) dari produk obat. Misal dalam kasus ketika penggunaan

    tes nonspesifik-assay dibenarkan, prosedur analitis pendukung lainnya harus digunakan

    untuk mencapai spesifisitas keseluruhan. Sebuah prosedur spesifik harus digunakan bila

    ada bukti terdapat gangguan eksipien dengan uji assay spesifik.

  • Makalah Biofarmasetika dan Farmakokinetika I

    24 Biofarmasi Sediaan Obat yang Diberikan Secara Opthalmik

    d. Ketidakjernihan

    Proses ketidakjernihan, sintetis dengan produk, dan anorganik & organic tak jernih

    lainnya mungkin ada dalam zat obat dan eksipien yang digunakan dalam pembuatan

    produk obat. Ketidakjernihan ini dikendalikan oleh zat obat dan eksipien monograf

    kompendial. Kotoran organik yang berasal dari degradasi zat obat dalam produk obat dan

    yang timbul selama proses pembuatan produk obat harus dipantau.

    e. pH

    pH dan kapasitas dapar sediaan ophthalmic dapat berefek dengan keawetan sediaan,

    karena stabilitas yang paling umum digunakan obat tetes mata sebagian besar

    dikendalikan oleh pH lingkungan. Selain efek stabilitas, pH penyesuaian dapat

    mempengaruhi kenyamanan, keamanan, dan aktivitas dari produk. Iritasi mata biasanya

    disertai dengan peningkatan sekresi cairan air mata sebagai mekanisme pertahanan untuk

    mengembalikan kondisi fisiologis normal. Oleh karena itu, di samping ketidaknyamanan,

    produk yang menghasilkan iritasi akan cenderung terbilas dari mata, dan karenanya

    kerugian lebih besar dari obat dapat terjadi dengan kemungkinan pengurangan respon

    terapi.

    Air mata normal memiliki pH sekitar 7,4, tetapi bervariasi; misalnya, air mata yang

    lebih asam pada pemakai lensa kontak. Air mata memiliki beberapa kapasitas buffer.

    Masuknya produk obat ke dalam mata merangsang aliran air mata, yang menetralisir

    hidrogen atau ion hidroksil berlebih dimasukkan. Larutan hyperosmotic intraokular dapat

    menimbulkan beberapa pengeringan sementara pada jaringan ruang anterior sedangkan

    larutan hipotonik intraokuler dapat menyebabkan edema yang dapat menyebabkan kornea

    berkabut.

    Biasanya, tindakan penyangga dari air mata yang mampu menetralkan produk topikal

    yang diaplikasikan dan dengan demikian mampu mencegah ketidaknyamanan. Untuk

    kenyamanan maksimal, sediaan ophthalmic harus memiliki pH yang sama dengan cairan

    lacrimalis. Namun, hal ini tidak memungkinkan secara farmasi karena pada pH 7,4

    banyak obat yang tidak larut dalam air. pH yang memungkinkan aktivitas terbesar juga

  • Makalah Biofarmasetika dan Farmakokinetika I

    25 Biofarmasi Sediaan Obat yang Diberikan Secara Opthalmik

    mungkin terjadi pada pH di mana obat ini paling tidak stabil. Untuk alasan ini maka

    dibutuhkan buffer, Jika buffer digunakan, kapasitas obat tersebut dikendalikan menjadi

    serendah mungkin, sehingga memungkinkan air mata untuk membawa pH mata kembali

    ke kisaran fisiologis. Efek buffer pada tonisitas juga harus diperhitungkan dan menjadi

    alasan lain bahwa produk ophthalmic biasanya hanya menggunakan buffer ringan.

    f. Osmolaritas

    Dalam memformulasikan sediaan ophthalmic , sangat penting untuk

    mempertimbangkan sterilitas, stabilitas, dan pengawet, namun tidak membahayakan

    untuk memperoleh larutan tepat isotonik.

    g. Partikulat dan Benda asing

    Partikel dapat berasal dari bahan baku serta pecahan kaca yang dihasilkan dari

    pemutusan gelas ampul. Semua sediaan ophthalmic termasuk larutan, suspensi, emulsi

    dan implan yang dimaksudkan untuk injeksi ophthalmic harus diperiksa sedapat mungkin

    untuk diamati keberadaan benda asing dan partikulat.

    Sediaan Ophthalmic, termasuk larutan, suspensi, emulsi dan implan, serta

    pengemasannya harus dikembangkan dan diproduksi dengan cara yang dirancang khusus

    untuk menyingkirkan materi partikulat asing yang terlihat dan untuk meminimalkan

    kandungan partikulat asing yang tak terlihat. Wadah untuk penggunaan ophthalmic harus

    dievaluasi untuk kebersihan dan terbukti bebas dari partikel keras seperti logam atau kaca.

    h. Sterilitas dan pengawet antimikroba

    Setiap produk ophthalmic harus diproduksi dalam kondisi tervalidasi untuk membuat

    itu steril dalam wadah akhir untuk masa penyimpanan produk. Semua sediaan ophthalmic

    harus steril ketika disalurkan, dan bila memungkinkan, bahan pengawet yang sesuai harus

    ditambahkan untuk memastikan sterilitas selama digunakan.

    Sediaan Ophthalmic yang dimaksudkan untuk digunakan selama operasi atau dalam

    mata yang mengalami trauma umumnya tidak mengandung bahan pengawet karena dapat

  • Makalah Biofarmasetika dan Farmakokinetika I

    26 Biofarmasi Sediaan Obat yang Diberikan Secara Opthalmik

    mengiritasi jaringan dalam mata. Sediaan ini biasanya dikemas dalam wadah dosis

    tunggal dan bahan yang tidak terpakai akan dibuang.

    Prosedur sterilisasi yang digunakan akan tergantung pada sifat dari bentuk sediaan.

    Metode yang paling banyak digunakan untuk mencapai produk steril adalah: sterilisasi

    uap (autoklaf), sterilisasi panas kering, sterilisasi gas, sterilisasi dengan radiasi pengion,

    sterilisasi dengan penyaringan, dan pengolahan aseptik.

    Kombinasi dari dua atau lebih dari enam metode ini secara rutin digunakan untuk

    produk ophthalmic yang dikemas dalam wadah plastik. Meskipun lebih baik untuk

    mensterilkan ophthalmics dalam wadah akhir mereka dengan autoklaf, metode ini dapat

    mengahalangi ketidakstabilan termal dari formulasi. Sebagai alternatif, prosedur

    sterilisasi lain seperti filter bakteri atau radiasi dapat digunakan, asalkan

    kompatibilitasnya dengan formulasinya telah diteliti.

    i. Bakteri Endotoksin

    Semua produk obat ophthalmic injeksi harus dipersiapkan dengan cara yang

    dirancang untuk meminimalkan endotoksin bakteri

    j. Keseragaman Unit Dosis

    Tes ini berlaku untuk bentuk sediaan yang dikemas dalam satu unit kontainer.

    Keseragaman unit dosis biasanya ditunjukkan oleh salah satu dari dua prosedur:

    keseragaman konten atau variasi berat

    k. Tempat penyimpanan

    Bentuk sediaan semipadat seperti salep, lotion, krim, dan emulsi dapat menunjukkan

    pemisahan fisik selama proses manufaktur dan / atau selama masa penyimpanan. Untuk

    memastikan integritas dari produk obat, adalah penting untuk mengevaluasi keseragaman

    produk jadi selama umur simpan yang ditetapkan. Selain itu kemasan harus ditutup atau

    disegel sedemikian rupa untuk mencegah kontaminasi atau hilangnya isi. Validasi

  • Makalah Biofarmasetika dan Farmakokinetika I

    27 Biofarmasi Sediaan Obat yang Diberikan Secara Opthalmik

    integritas wadah harus menunjukkan tidak ada penetrasi dari kontaminasi mikroba atau

    kotoran kimia atau fisik.

    2. Pengujian Kualitas Produk Obat (Tes Spesifik)

    a. Viskositas

    Dalam pembuatan larutan ophthalmic sering ditambahkan zat pengental yang sesuai

    untuk meningkatkan viskositas. Meskipun mengurangi tegangan permukaan secara

    signifikan, namun manfaat utamanya adalah untuk meningkatkan waktu kontak pada

    mata, sehingga mengurangi tingkat drainase dan meningkatkan bioavailabilitas obat.

    Manfaat sekunder sebagian besar zat pengental adalah efek lubrican. Sejumlah penelitian

    telah menunjukkan bahwa meningkatkan viskositas produk ophthalmic akan

    meningkatkan waktu kontak dan efek farmakologis, tapi ada sebuah tahapan yang

    tercapai setelah kenaikan lebih lanjut dalam viskositas menghasilkan hanya sedikit atau

    tidak ada peningkatan efek. Letak tahapan tersebut pada obat dan tergantung formulasi.

    Viskositas untuk larutan ophthalmic dianggap optimal di kisaran 15-25 cp

    b. Content dari Antioksidant

    Stabilisator adalah bahan yang ditambahkan ke formulasi untuk menurunkan laju

    dekomposisi obat yang ada dalam produk. Antioksidan adalah stabilisator utama yang

    ditambahkan ke dalam beberapa produk ophthalmic, terutama yang mengandung

    epinefrin dan obat oxidizable lainnya. Jika antioksidan terdapat dalam produk obat, tes

    untuk jumlah konten harus dibuat kecuali degradasi oksidatif dapat dideteksi dengan

    metode tes yang lain seperti tes pengotor. Kriteria penerimaan kadar antioksidan harus

    dibuat. Hal ini harus didasarkan pada tingkat antioksidan yang diperlukan untuk

    menjaga stabilitas produk pada semua tahap selama penggunaan yang diusulkan dan

    umur simpan.

    c. Kemampuan resuspensi / redispersi

    Sebuah aspek penting dari setiap suspensi adalah kemampuan untuk resuspensi

    partikel dengan mudah sebelum dipakaikan di mata dan memastikan dosis seragam

    tersampaikan.

  • Makalah Biofarmasetika dan Farmakokinetika I

    28 Biofarmasi Sediaan Obat yang Diberikan Secara Opthalmik

    Kemampuan resuspensi / redispersi suspensi pun harus dievaluasi di selama umur

    simpan produk.

    d. Ukuran partikel dan ukuran partikel terdistribusi

    Potensi untuk setiap perubahan ukuran partikel suspensi oftalmik dan emulsi perlu

    dievaluasi melalui pengujian stabilitas.

    e. Ukuran tetesan

    Volume tetesan tergantung pada sifat fisikokimia formulasi, khususnya tegangan

    permukaan, desain dan geometri lubang pengeluaran, dan sudut di mana lubang

    pengeluaran dalam kaitannya dengan permukaan yang menerima tetesan tersebut

    (dalam hal ini, mata). Kontrol manufaktur harus dilakukan untuk memberikan ukuran

    tetesan yang seragam di selama umur simpan produk. Ukuran drop biasanya bisa

    berkisar 20-70 L.

    f. Penambahan Bahan

    Sensitivitas jaringan intraokular menempatkan pembatasan tertentu pada bentuk

    sediaan intraokular. Secara umum, sediaan yang menggabungkan bahan-bahan yang

    lebih sedikit dalam larutan yang seimbang akan memiliki lebih sedikit kemungkinan

    inkompatibilitas jaringan. Pemilihan bahan aktif tertentu dan konsentrasi didasarkan

    bukan hanya pada kompatibilitas fisik dan kimia tetapi juga pada biokompatibilitas

    dengan jaringan ocular.

    Beberapa agen yang biasa digunakan dalam obat topikal okular hanya dapat

    digunakan secukupnya atau tidak sama sekali untuk penggunaan intraokular, serta pH

    dan kapasitas penyangga harus diperhitungkan.

    Zat penstabil obat seperti antioksidan dan agen pengkhelat harus digunakan dengan

    hati-hati dan harus digunakan dalam jumlah yang benar-benar minim hanya bila

    diperlukan. Penggunaan surfaktan sangat dibatasi dalam memformulasikan produk

    ophthalmic. Penggunaan bahan-bahan yang tidak perlu harus dihindari, dan penggunaan

    bahan-bahan semata-mata untuk memberikan warna, bau, atau rasa adalah dilarang.

  • Makalah Biofarmasetika dan Farmakokinetika I

    29 Biofarmasi Sediaan Obat yang Diberikan Secara Opthalmik

    DAFTAR PUSTAKA

    Ansel,H. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat. Penerjemah: farida Ibrahim.

    Jakarta : UI-Press. Hal 541-557.

    Ansel HC- Introduction to Pharmaceutical dosage form. 4th ed. Philadelphia: Lea & Febiger, 1985

    : 321-336.

    Dale S. Aldrich, dkk. 2013. Ophthalmic Preparations. Vol 39.

    Gaudana, Ripal. Et al. The American Association of Pharmaceutical Scientist Journal. Ocular Drug

    Delivery. Vol 12. No. 3. September 2010.

    James, Joyce. dkk. 2008. Prinsip-prinsip Sains untuk Keperawatan. Jakarta: Erlangga Medical

    Series.

    Lorenzo CA, Hiratani H, Concherio A. Contact lens for drug delivery. Achieving sustained release

    with novel systems. Am J Drug Deliv. 2006; 4(3): 131-151. 1: 329-354.

    Malhorta, Manjusha and D. K. Majumdar. Indian Journal of Experimental Biology. Permeation

    Through Cornea. Vol. 39. January 2001, pp. 11-24.

    Michael J. Hogan, M.D. 1949. The Preparation and Sterilization of Ophthalmic Solution. Vol 71.

    San Francisco.

    R, Masteikova. Et al. Biological Availbility of Opthalmic Drugs. 1. Increasing Drug Permeability

    in The Cornea.2004. Mar;53(2):73-9.

    Syamsuni. 2006. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta : EGC