BIOFARMASI Rektal

30
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Rektum merupakan salah satu organ terakhir dari usus besar pada manusia dan beberapa jenis mamalia lainnya yang berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Pemberian obat baik bentuk padat maupun cair pada terapi pengobatan maupun perawatan di rektum akan mengalami suatu proses farmakodinamika (absorbsi, distribusi, metabolisme, serta ekskresi) yang berupa serangkain system dari pemberian hingga penyerapan molekul zat aktif pada reseptor. Rangkaian ini merupakan rincian dari DDS (Drug Delivery System). DDS adalah istilah yang terkait erat dengan penghantaran (delivery) senyawa farmasetik (obat) pada manusia atau binatang. Sistem penghantaran obat yang berkaitan dengan jumlah zat aktif yang diharapkan dapat dilepaskan sesuai dengan kinetika yang dikehendaki sehingga mencapai tempat tertentu 1

description

bu Rahmi

Transcript of BIOFARMASI Rektal

Page 1: BIOFARMASI Rektal

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Rektum merupakan salah satu organ terakhir dari usus besar pada manusia

dan beberapa jenis mamalia lainnya yang berakhir di anus. Organ ini

berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Mengembangnya

dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan

memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan

defekasi.

Pemberian obat baik bentuk padat maupun cair pada terapi pengobatan

maupun perawatan di rektum akan mengalami suatu proses

farmakodinamika (absorbsi, distribusi, metabolisme, serta ekskresi) yang

berupa serangkain system dari pemberian hingga penyerapan molekul zat

aktif pada reseptor. Rangkaian ini merupakan rincian dari DDS (Drug

Delivery System).

DDS adalah istilah yang terkait erat dengan penghantaran (delivery)

senyawa farmasetik (obat) pada manusia atau binatang. Sistem

penghantaran obat yang berkaitan dengan jumlah zat aktif yang diharapkan

dapat dilepaskan sesuai dengan kinetika yang dikehendaki sehingga

mencapai tempat tertentu dalam tubuh dimana titik penyerapan optimal.

Merupakan suatu kesatuan struktur yang mempengaruhi ketersediaan

hayati zat aktif.

Potensi untuk pengembangan bentuk sediaan oral sangat terbatas untuk

bahan aktif yang kurang diserap dalam saluran pencernaan bagian atas

(GI) dan tidak stabil untuk enzim proteolitik. Populasi pasien tertentu,

terutama anak-anak, orang tua, dan mereka dengan masalah menelan,

sering sulit diobati dengan tablet oral dan kapsul.

1

Page 2: BIOFARMASI Rektal

Selain itu, pengobatan beberapa penyakit yang terbaik dicapai dengan

administrasi langsung di dekat daerah yang terkena, terutama dengan

penyakit yang melibatkan mata, berhubung dgn telinga, kulit, rongga

mulut, dan jaringan anorectal. Meskipun oral dapat digunakan untuk obat

yang ditargetkan untuk beberapa jaringan yang sakit, paparan wadah

seluruh tubuh terhadap obat diberikan tidak efisien dan dapat

mengakibatkan efek samping yang tidak diinginkan.

Pemberian obat rektal ini bisa menerima, namun hanya untuk pemberian

obat lokal dan sistemik. Ini telah efektif digunakan untuk mengobati

penyakit lokal daerah anorectal serta memberikan obat sistemik sebagai

alternatif untuk pemberian oral. Pada makalah ini akan dipelajari tentang

organ rectal dan DDS (Drug Delivery System) pada rectal.

II. Permasalahan

Bagaimana mekanisme biofarmasi Drug Delivery System pada organ rectal.

III.Tujuan Dan Manfaat

1. Mengetahui anatomi dan fisiologi dari rectum.

2. Mengetahui sediaan obat yang dapat diberikan secara rektum.

3. Mengetahui hal – hal yang dapat mempengaruhi sistem penghantaran

molekul obat pada organ rektal.

4. Mengetahui contoh-contoh obat dipasaran serta mekanisme biofarmasinya

2

Page 3: BIOFARMASI Rektal

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Rektum

Rektum adalah organ terakhir dari usus besar pada beberapa jenis mamalia

yang berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan

sementara feses. Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan

material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan

keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali

material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan

kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama,

konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.

II. Anatomi Dan Fisiologi Rektum

Rectal atau rectum merupakan salah satu organ dalam saluran pencernaan

yang diketahui sebagai bagian akhir proses ekskresi feses sebelum anus.

Rectal merupakan bagian dari kolon.

Anatomi Rektum Dan Anus

Luas permukaan rectal 200-400 cm2, pada saat kosong rectum mengandung

sejumlah kecil cairan (1-3 ml) dengan kapasitas buffer yang rendah; pH

sekitar 7,2 karena kD(kecepatan disolusi), pH akan bervariasi sesuai obat yang

terlarut di dalamnya. Panjang dari kolon sekitar 5 kaki (150 cm) dan terbagi

lagi menjadi 5 segment. Rectum adalah segmen anatomi terakhir sebelum anus

yang merupakan bagian distal usus besar.

Rectum memiliki panjang pada manusia dewasa rata-rata 15-19 cm, 12-14 cm

bagian pelvinal sampai 5-6 cm bagian perineal, pada bagian teratas dibungkus

dengan lapisan peritoneum. Sedang pada bagian bawah tidak dibungkus

dengan peritoneum maka disebut pula dengan rectal ampula.Yaitu membrane

serosa yang melapisi dinding rongga abdomen dan pelvis dan melapisi

3

Page 4: BIOFARMASI Rektal

visera.Kedua lapisan tersebut menutupi ruang potensial, rongga

peritoneum.Anal canal memiliki panjang 4-5 cm.

Terdapat empat lapisan rektum dari arah luar ke dalam berurutan:

a) Lapisan serosa peritoneal

b) Lapisan otot

c) Lapisan bawah mukosa

d) Lapisan mukosa

Rektum dialiri 3 jenis pembuluh darah  :

a) Venae haemorrhoidales superior yang bermuara ke vena mesentericum

inferior, selanjutnya masuk kedalam vena porta, dan juga membawa darah

langsung ke peredaran umum.

b) Venae haemorrhoidales medialis dan vena haemorhoidales inferior yang

bermuara ke venae cava inferior dengan perantara venae iliaca interna

selanjutnya membawa darah ke peredaran umum (kecuali hati).

c) Vena haemorrhoidales anterior = Vena haemorrhoidales medialis 

Volume cairan dalam rektum sangat sedikit ( 2 mL) sehingga laju

difusi obat menuju tempat absorpsi lebih lambat.

pH cairan rektum netral 7,2 -7,4, sehingga kemungkinan obat melarut

lebih kecil dibanding oral yang terdiri dari beberapa bagian.

Adanya feses menghambat penyerapan, sehingga sebaiknya pemberian

sediaan setelah defekasi. 

Rektum mempunyai dua peranan mekanik, yaitu sebagai tempat penampungan

feses dan mendorongnya saat pengeluaran.

4

Page 5: BIOFARMASI Rektal

Pada bagian anus terdapat jaringan kulit subkutan yang tebal.Valve adalah

lipatan membrane di dalam saluran atau kanal yang mencegah aliran balik

refluks isi yang melaluinya.Levator berupa otot yang mengangkat organ atau

struktur. Kolon dan rektum merupakan bagian dari saluran pencernaan atau

saluran gastro intesinal dimana proses pencernaan makanan untuk

menghasilkan energi bagi tubuh dilakukan dan bahan-bahan yang tidak

berguna lagi (fecal matter/stol) dibuang.

III. Penyakit-penyakit Pada Daerah Rectum

Rectum adalah bagian terbawah pada usus besar dimana hasil metabolisme

dalam tubuh dikeluarkan.Anus membuka pada saat kotoran melewati rectum

untuk keluar dari tubuh.

Masalah dengan rectum dan anus umumnya telah banyak terjadi antara lain

meliputi:

a) Hemorroids

Hemorroids dapat terjadi pada daerah eksternal maupun internal pada

rectum. Adapula yang dikenal sebagai anal fissure, yakni adanya

belahan/celah pada anal. Hemoroid sangat umum terjadi baik pada pria

maupun wanita. Sekitar setengah dari populasi mengalami hemorrhoid

pada umur 50 Tahun. Hemmoroid umumnya terjadi pada wanita

hamil.Tepatnya karena adanya tekanan pada fetus di abdomen, ini dapat

terjadi dari perubahan hormonal yang menyebabkan pembuluh

hemmoroidal membesar.

b) Abscesses dan Fistula

Abscesses pada rectum adalah infeksi pada rongga yang terdapat pada

rectum. Ini disebabkan karena adanya blockage kelenjar anal yang

berlokasi di daerah sekitar anus. Awalnya terjadi cellulites, inflamasi,

dengan terlihat kemerahan dimana awalnya belum terbebtuk abscess.

Adanya infeksi dari mikroorganisme dapat memperparah penyakit ini.

5

Page 6: BIOFARMASI Rektal

Sedangkan Fistula adalah

bagian abnormal /

kelainan pada bagian interior pada anal canal dan rectum dan pada

permukaan kulit. sebagian besar fistula dimulai dari abscesses

anorektal. Ketika abscesses membuka dengan spontan, fistula dapat

terjadi. Hal-hal lain yang dapat menyebabkan fistula adalah adanya

penyakit tuberculosis, kanker, dan inflamasi usus.

c) Dan kanker pada rectum maupun anus. Awalnya bermula pada

pembentukan polip.

Gambar kanker rektum

IV. Drug Delivery System (DDS)

System pengiriman obat adalah metode atau proses administrasi sebuah

farmasi senyawa untuk mencapai efek terapi dalam manusia atau hewan. Obat

pengiriman paten teknologi formulasi dilindungi yang memodifikasi profil

pelepasan obat, penyerapan, distribusi dan eliminasi untuk manfaat

meningkatkan efikasi produk dan keamanan, serta kenyamanan dan kepatuhan

pasien. Yang paling umum rute administrasi termasuk non-invasif pilihan

peroral (melalui mulut), topikal (kulit), transmucosal ( hidung , bukal /

sublingual , vagina , mata dan dubur ) dan inhalasi rute.

Banyak obat seperti peptida dan protein , antibodi , vaksin dan gen obat

berbasis, pada umumnya tidak dapat disampaikan dengan menggunakan rute

ini karena mereka mungkin rentan terhadap degradasi enzimatik atau bisa

tidak diserap ke dalam sirkulasi sistemik efisien karena masalah ukuran dan

muatan molekul menjadi terapi efektif. . Untuk alasan ini banyak protein dan

6

Page 7: BIOFARMASI Rektal

peptida obat harus disampaikan oleh injeksi . Sebagai contoh, banyak

imunisasi didasarkan pada saat penyerahan obat protein dan sering dilakukan

oleh injeksi.

Kelancaran upaya di bidang pemberian obat mencakup pengembangan

pengiriman ditargetkan di mana obat ini hanya aktif di daerah target tubuh

(misalnya, dalam kanker jaringan) dan formulasi rilis berkelanjutan di mana

obat dilepaskan selama periode waktu dengan cara yang dikendalikan dari

formulasi.

V. Obat – Obat Pada Rektal

Rectal adalah pemberian obat melalui rektum yang layak untuk obat yang

merangsang atau yang diuraikan oleh asam lambung, biasanya supositoria,

kadang-kadang sebagai cairan (klisma 2-10ml, lavemen:10-500ml). tujuannya

memperoleh efek lokal dan efek sistemik. Bentuk sediaan obat yang

digunakan adalah larutan, suppositoria dan salep.

Penggunaan salep pada rektum ditujukan untuk efek lokal atau sistemik,

sedangkan yang bentuk larutan digunakan untuk larutan pembersih atau cairan

urus- urus. Rektum dan kolon mampu menyerap banyak obat yang diberikan

secara rektal untuk tujuan memperoleh efek sistemik, hal ini dapat

menghindari perusakan obat atau obat menjadi tidak aktif karena pengaruh

lingkungan perut dan usus.

Suppositoria rektal dimaksudkan untuk kerja lokal dan paling sering

digunakan untuk menghilangkan konstipasi dan rasa sakit, iritasi, rasa gatal,

dan radang sehubungan dengan wasir atau kondisi anorektal lainnya.

7

Page 8: BIOFARMASI Rektal

Gambar Suppositoria

USP menggambarkan suppositoria rektal untuk dewasa yaitu meruncing pada

satu atau kedua ujungnya dan biasanya berbobot kira-kira 2 gram.

Suppositoria rektal untuk bayi biasanya memiliki berat kira-kira ½ dari

suppositoria untuk dewasa.

Obat-obat yang memiliki efek sistemik seperti sedatif, tranquilizers dan

analgesik diberikan dengan suppositoria rektal ; biarpun, kategori penggunaan

tunggal terbesar memungkinkan bahwa obat hemoroid dilepaskan keluar

secara berlawanan.

Berat suppositoria rektal 2 gram untuk dewasa didasarkan pada penggunaan

oleum cacao sebagai basis, bila basis lain yang digunakan beratnya bisa lebih

besar atau kurang dari 2 gram.

Kerugian pemberian obat melalui rektum adalah :

a) Tidak menyenangkan

b) Absorpsi obatnya tidak teratur

c) Onset of action lebih lama

d) Jumlah total zat aktif yg dapat diabsorbsi kadang - kadang lebih kecil dari

rute pemberian yang lain

e) Dosis dan posisi absorbsi dapat menimbulkan peradangan bila digunakan

secara terus menerus.

VI. Pemberian Obat Per Rektal

Obat yang diberikan lewat rectum dapat ditujukan lokal (misal: wasir, radang

rectum, konstipasi) maupun untuk aktivitas sistemik. Pemberian obat melalui

rektum (dubur) layak sekali untuk obat yang merangsang atau dirusak oleh

lambung, biasanya dalam bentuk suppositoria, kadang-kadang sebagai cairan.

Seringkali digunakan untuk pasien mual atau muntah-muntah (mabok

perjalanan,migrain) atau yang terlampau sakit untuk menelan obat.

Sebagai bahan dasar digunakan lemak-lemak yang meleleh pada suhu tubuh,

yakni oleum cacao dan gliserida-gliserida sintetik. Demikian pula zat-zat

8

Page 9: BIOFARMASI Rektal

hidrofil yang melarut dalam getah rektum, misalnya campuran-sampuran

carbowax dan gelatin+gliserin.

Obat rektal adalah obat yang ditujukan untuk pengobatan local atau keadaan-

keadaan yang dibutuhkan seperti:

a) Penderita dalam keadaan muntah atau terdapat gangguan saluran cerna.

b) Bila terdapat kemungkinan zat aktif rusak oleh getah lambung yang asam

atau oleh enzim usus.

c) Bila zat aktif mengalami kerusakan pada perlintasan pertama melalui hati.

d) Penderita menolak karena resiko iritasi lambung.

Kelebihan pemberian obat per rektal:a) pembuluh pada rektum dibagi menjadi 2 bagian, yaitu 2/3 bagian

pembuluh pada rektum melewati vena cava inferior, tidak melewati

b) vena porta sehingga langsung dibawa ke jantung dan menghasilkan

kerja yang lebih cepat.

c) Tidak melewati hati sehingga lebih cepat.

Kelemahan pemberian obat per rektal:

a) koefisien absorpsi rendah karena dipengaruhi oleh kondisi rektum

sehingga sebaiknya digunakan jika kondisi rektum kosong.

b) Tidak praktis

c) Aktivitas awal obat berlangsung lambat

d) Jumlah total zat aktif yang diserap kadang-kadang lebih kecil dari

daripada cara pemberian oral.

VII. Drug Delivery System (DDS) Pada Rektal

Lima puluh persen aliran darah dari rektum melintas sirkulasi portal

(biasanya pada rute oral), sehingga biotransformasi obat (melalui hati

dikurangi). Bagian obat yang diabsorpsi dalam 2/3 bagian bawah rektum

langsung mencapai vena cava inferior dan tidak melalui vena porta.

9

Page 10: BIOFARMASI Rektal

Keuntungan pemberian melalui rektal (juga sublingual) adalah mencegah

penghancuran obat oleh enzim usus atau pH dalam lambung. Obat yang

diabsorpsi melalui rektal beredar dalam darah tidak melalui hati dahulu

hingga tidak mengalami detoksikasi atau biotransformasi yang

mengakibatkan obat terhindar dari tidak aktif.

Penyerapan direktum dapat terjadi dengan tiga cara yaitu:

1. Lewat pembuluh darah secara langsung

2. Lewat pembuluh getah bening

3. Lewat pembuluh darah secara tidak langsung melalui hati.

Mukosa rektum dalam keadaan tertentu bersifat permeable

sempurna.Penyerapan rektum kadang-kadang lebih baik dari penyerapan

bukal.Selain itu penyerapan juga tergantung pada derajat pengosongan saluran

cerna jadi tidak dapat diberlakukan secara umum.Bahkan bebrapa obat

tertentu tidak diserap oleh mukosa rektum.

Banyak obat yang tidak diresorbsi secara teratur dan lengkap dari rektum,

sebaiknya diberikan dosis yang melebihi dosis oral dan digunakan pada

rektum kosong, akan tetapi setelah obat diresorbsi efek sistemisnya lebih cepat

dan lebih kuat dibandingkan per oral, berhubung vena-vena bawah dan tengah

dari rektum tidak tersambung pada sistem porta dan obat tidak melalui hati

pada peredaran darah pertama, sehingga tidak mengalami perombakan FPE

(first pass effect).

Pengecualian adalah obat yang diserap dibagian atas rektum dan oleh vena

rectalis superior disalurkan ke vena portae dan kemudian ke hati, misalnya

thiazinamium.

1. Faktor – faktor yang mempengaruhi absorpsi obat per rektal :

a) Faktor Fisiologis

Rektum mengandung sedikit cairan dengan pH 7,2 dan kapasitas

daparnya rendah. Epitel rektum keadaannya berlipoid, maka diutamakan

permiabel terhadap obat yang tak terionisasi.Jumlah obat yang diabsorpsi

10

Page 11: BIOFARMASI Rektal

dan masuk keperedaran darah umumnya tergantung dimana obat itu

dilepas direktum.

b) Faktor Fisika Kimia dari Obat atau Basis

Urutan peristiwa yang menuju absorpsi obat melalui daerah anorektal

secara diagram adalah sebagai berikut :

Obat dalam pembawa → Obat dalam cairan – cairan kolon →

Absorpsi melalui cairan rektal.

Bila jumlah obat dalam cairan renal ada diatas level yang menentukan laju

maka peningkatan konsentrasi obat yang nyata tidak mempunyai peranan

dalam mengubah laju absorpsi obat yang ditentukan.

Absorpsi obat dari daerah anorektal dipengaruhi oleh faktor fisiologis :Isi

kolon, Sirkulasi, pH

Faktor yang berhubungan dengan laju absorbsi :

a) Kelarutan obat

Pelepasan obat tergantung koefisien partisi lipid air dari

obat.Artinya obat yang larut dalam basis lipid dan kadarnya rendah

mempunyai tendensi kecil untuk cairan rektal. Dan obat yang sedikit

larut dalam basis lipid dan kadarnya tinggi akan segera masuk didalam

cairan rektal.

b) Kadar obat dalam basis

Difusi obat dari basis merupakan fungsi kadar obat dan sifat

kelarutan obat dalam basis. Bilakadar obat dalam cairan renal tinggi

maka absorpsi obat akan menjadi cepat dan kecepatan absorpsi makin

tinggi bagi bentuk obat yang tidak terdisosiasi.

c) Ukuran partikel

Bila kelarutan obat dalam air terbatas dan tersuspensi didalam

basis sediaan obat maka ukuran partikel akan mempengaruhi

kecepatran larutan dari obat ke cairan renal.

d) Basis sediaan obat

Obat yang larut dalam air dan berada dalam basis lemak akan

dilepas segera kecairan renal bila basis cepat melepas setelah masuk

kedalam rektum, dan obat akan segera diabsorpsi serta kerja awal dari

11

Page 12: BIOFARMASI Rektal

aksi obat akan segera nyata. Bila obat yang larut dalam air dan berada

dalam basis larut air kerja awal dari aksi obat akan segera nyata

apabila basis tadi segera larut dalam air.

Kenyataan bahwa rektum atau kolom merupakan tempat absorpsi obat

yang dapat diandalkan terbukti dengan baik.Untuk menjaga

keefektifan terapis obat dalam suatu sediaan harus dilakukan pemilihan

garam obat dan basis yang sesuai.

VIII. Kinetika Pre-Disposisi Zat

Penyerapan zat aktif terjadi setelah proses pelepasan, pemindahan, pelarutan

dan penembusan ke cairan rektum dan keseluruhan proses itu dirangkum

dalam istilah ”kinetik pelepasan atau kinetik predisposisi” (A) sedangkan

fenomena difusi dan penyerapan disebut ” Kinetika penyerapan” (B).

Keseluruhan proses kinetik yang berurutan tersebut tidak dapat saling

dipisahkan dan terdapat sejumlah faktor yang berpengaruh pada berbagai

tahap tersebut.

pelelehan/peleburan; bahan pembawa dan sediaan obat →leleh →

pelarutan (zataktif berpindah ke cairan rektum) → proses difusi

→absorbsi.

IX. Faktor Yang Mempengaruhi Kinetik Pre-Disposisi Zat Aktif

Karena pemberiannya secara khusus ada kemungkinan terjadinya refleks

penolakan melebihi cara pemberian bentuk sediaan lain maka sediaan obat

harus melepaskan zat aktifnya agar segera menimbulkan efek seefektif cara

pemberian oral.

Kinetik predisposisi terdiri atas dua tahap yaitu:

1. Penghancur sediaan yang ditujukan untuk menimbulkan efek farmakologi

jauh lebih cepat.

2. Pemindahan dan pelarutan zat aktif kedalam cairan rektum diikuti difusi

menuju membran yang akan dibacanya (untuk efek setempat) atau

berdifusi melintasi embran agar dapat mencapai sistem peredaran

darah(efek sistemik).

12

Page 13: BIOFARMASI Rektal

Transfer zat aktif dari zat pembawa yang melebur atau terlarut pada

mukosa rektum (merupakan tahap penentu dalam rangkaian proses yang

terkait) tidak hanya sebagai fungsi dari sifat lapisan yang terpapar namun

juga keadaannya dalam bentuk sediaan obat dan beberapa sifat fisiko

kimianya.

Sifat zat aktifnya

Kelarutan zat aktif

Koefesien partisi zat aktif dalam fase lemak dan cairan rektum

X. Faktor Yang Mempengaruhi Kinetika Penyerapan Zat Aktif Yang

Diberikan Per-Rektum

Penyerapan rektum dapat dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang juga

mempengaruhi proses penyerapan pada cara pemberian lainnya, kecuali intra

vena dan intaarteri.

Penyerapan perektum dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut:

a. Kedudukan sediaan obat setelah pemakaian

b. Waktu-tinggal sediaan obat didalam rectum

c. pH cairan rectum

d. Konsentrasi zat aktif dalam cairan rectum

BAB III

METODELOGI

I. MACAM-MACAM TIPE SEDIAAN REKTAL DELIVERY

Rektal semisolids:

1) Creams

2) Gels

13

Page 14: BIOFARMASI Rektal

3) Ointments

4) Suppositories

Rektal liquids :

1)Solutions

2)Suspensions

 Rektal aerosols

1. Rectal semisolid

Rectal cream, gels dan ointments digunakan untuk pemberian topical ke area

perianal.Sebagian besar digunakan untuk terapi kondisi local pruritis anorektal,

inflamasi dan nyeri atau ketidak nyamanan akibat wasir.

Contohnya:

•Astrigents (Zinc oxide)

•Pelindung dan pelicin (cocoa butter dan lanolin)

•Anestesi lokal (PramoxineHCl)

•Antipruritis serta agen antiinflamasi (Hidrokortisone)

Basis yang digunakan untuk anorektal cream dan ointments merupakan

kombinasi dari PEG 300 dan 3350. Basis cream emulsi menggunakan

cetyl alcohol dan cetyl esters wax ,dan petroleum putih dan minyak

mineral.

Pengawet yang digunakan seperti methylparaben, propylparaben, benzyl

alcohol dan butylated hydrocortisole (BHA).

• Beberapa produk rectal cream, gel, dan ointment komersial yaitu : anusol

ointment, tronolane cream, analpram-hc cream, diastat gel.

14

Page 15: BIOFARMASI Rektal

Mekanisme kerja supositoria :

Supositoria berefek mekanik

Bahan dasar yang berefek mekanik tidak peka pada penyerapan

dibandingkan supositoria dengan pembawa gliserin, karena terjadi

fenomena osmose yang disebabkan oleh afinitas gliserin terhadap air.

Supositoria berefek setempat

Supositoria antiwasir masuk kedalam kelompok ini, missal supositoria

ratanhae, yaitu senyawa yang efeknya disebabkan oleh adanya sifat

adstringen. Ada juga supositoria benaftol sebagai obat cacing

Supositoria berefek sistemik

Supositoria nutritif: digunakan jika saluran cerna tidak dapat menyerap

makanan, biasanya diberikan dalam bentuk lavement.

Supositoria obat: mengandung zat aktif yang harus diserap, mempunyai

efek sistemik.

Beberapa produk suppositoria komersial

dulcolax (bisacodyl)

canasa (mesalamine)

numorphan (oxymorphane)

anusol hc (hydrocortisone)

panadol (parasetamol)

Suppositoria padat merupakan sediaan yang banyak digunakan untuk

penghantaran melalui rektal dan tersedia lebih dari 98% sediaan untuk rektal.

Sebagian besar, sediaan berbentuk torpedo terdiri dari basis lemak (titik leleh

rendah) atau basis larut air yang beratnya bervariasi dari 1 g (anak) sampai 2,5

g (dewasa). Obat lipofilik biasanya menggunakan basis larut air, sedangkan

obat hidrofilik menggunakan basis lemak.Untuk suppositoria yang dibuat dari

basis lemak, waktu lelehnya seharusnya terjadi dengan cepat pada suhu tubuh

(37°C). Idealnya lelehan akan melapisi jaringan rektal sehingga

meminimalkan waktu pelepasan obat dari basis suppositoria.Suppositoria yang

15

Page 16: BIOFARMASI Rektal

larut dalam air seharusnya juga terlarut pada suhu 37°C untuk memudahkan

pelepasan obat dan absorpsinya.

2. Rektal larutan

Rektal suspensi, emulsi, atau enema pada sediaan rectal sangat sedikit

digunakan, karena tidak menyenangkan dan kepatuhan pasien

rendah.Dalam banyak kasus, sediaan ini digunakan untuk memasukkan

media atau agen untuk rontgen saluran pencernaan bagian bawah.

Walaupun absorpsi obat dari larutan lebih baik dari pada dari suppositoria

solid, tetapi penggunaan jarang sekali.

Contoh : rowasa rectal suspension enema (mesalamine), asacol rectal

suspension enema (mesalazine).

Enema adalah sediaan larutan yang dimasukkan dalam rectum dan usus

besar dan akan merangsang pengeluaran feses 30 mL enema (suntikan)

yang tertinggal terutama di kolon sigmoid (99%), 60 ml enema yang

16

Page 17: BIOFARMASI Rektal

didistribusikan melalui rektum (9%) yang sigmoid (61%) dan kolon

menurun (15%) dan 100 ml enema yang didistribusikan antara kolon

sigmoid (66%) dan menurun (25%).

3. Rektal aerosol

Rektal aerosol atau busa rektal aerosol disertai dengan aplikator untuk memudahkan

penggunaannya. Aplikator dimasukkan kedalam wadah berisi produk, serta terdapat alat

pengatur dosis obat aerosol. Aplikator dimasukkan kedalam anus dan obat dapat

diberikan melalui rektal. Beberapa contoh rektal aerosol : proctofoam hc

(hidrocortisonedanpramoxine), cortifoam (hidrocortisone).

II. MEKANISME BIOFARMASI SEDIAAN RECTAL DELIVERY

Mekanisme kerja supositoria dibagi menjadi tiga kelompok yaitu

1.Supositoria berefek mekanik

Bahan dasar supositoria berefek mekanik tidak peka pada penyerapan. Supositoria

mulai berefek bila terjadi kontak yang menimbulkan refleks defikasi, namun pada

keadaan konstipasi refleks tersebut lemah. Pada efek kontak tersebut terutama

pada supositoria gliserin terjadi fenomena osmose yang disebabkan oleh afinitas

gliserin terhadap air. Hal tersebut menimbulkan gerakan peristaltik.

2. Supositoria berefek setempat

termasuk dalam kelopok ini adalah supositoria anti wasir yaitu senyawa yang

efeknya disebabkan oleh adanya sifat astringen atau peringkas pori ke dalam basis

supositoria yang sangat beragam kadang-kadang ditambahkan senyawa peringkas

pori baik dengan cara penyempitan maupun hemostatik. Dalam formula

supositoria sering terdapat senyawa penenang. Obat tersebut bekerja secara

rangkap baik terhadap perifer maupun sentral yang terakhir ini sepenuhnya

17

Page 18: BIOFARMASI Rektal

berefek sistemik. Efek lokal pada pengobatan : Hemorrhoids, Gatal-gatal, Infeksi,

Anestesi lokal, Anti septic, Adstringen, Emolient.

Suppositoria untuk efek lokal

Untuk hemoroid, anestetika lokal dan antiseptik (tidak untuk diabsorbsi). Basis

tidak diabsorpsi, melebur dan melepaskan obat secara perlahan-lahan. Basis harus

dapat melepas sejumlah obat yang memadai dalam 1/2 jam, dan meleleh

seluruhnya dengan melepas semua obat antara 4-6 jam agar terjadi efek lokal

dalam kisaran waktu tersebut. Pilih basis untuk efek lokal. Obat harus

didistribusikan secara homogen dalam basis suppositoria. Contohnya Anastetik

lokal (benzokain, tetrakain), Adstringen (ZnO, Bi-subgalat, Bi-subnitrat,

Vasokonstriktor (efedrin HCL), Analgesik (turunan salisilat), Emollient (balsam

peru untuk wasir), Konstipasi (glisin bisakodil), Antibiotika untuk infeksi.

3. Supositoria berefek sistemik

adalah supositoria yang mengandung senyawa yang diserap dan berefek pada

organ tubuh selain rektum. Pada kelompok ini termasuk supositoria nutritif,

supositoria obat.

Supositoria Nutritif

Digunakan pada penyakit tertentu dimana saluran cerna tidak dapat

menyerap makanan. Jumlah senyawa yang diserap tentu saja sedikit,

namun sudah cukup untuk mempertahankan hidup.

Supositoria Obat

Supositoria tersebut mengandung zat aktif yang harus diserap, mempunyai

efek sistemik dan bukan efek stempat. Bila supositoria obat dimasukan ke

dalam rektum pertama-tama akan timbul efek refleks, selanjutnya

supositoria melebur atau melarut dalam cairan rektum hingga zat aktif

tersebar dipermukaan mukosa, lalu berefek setempat dan selanjutnya

memasuki sistem getah bening. Obat yang masuk ke peredaran darah akan

berefek spesifik pada organ tubuh tertentu sesuai dengan efek

terapetiknya. Efek sistemik yaitu untuk pengobatan antimual dan muntah,

anti asma, analgesik, hormone, sedative, anti spasmolitik.

18

Page 19: BIOFARMASI Rektal

Suppositoria untuk tujuan sistemik

Basis yang digunakan tersedia dan ekonomis. Zat aktif harus terdispersi

baik dalam basis dan dapat lepas dengan baik (pada kecepatan yang

diinginkan) dalam cairan tubuh di sekitar suppositoria. Jika zat aktif larut

air, gunakan basis lemak dengan kadar air rendah. Jika zat aktif larut

lemak, gunakan basis larut air. Dapat ditambahkan surfaktan untuk

mempertinggi kelarutannya. Untuk meningkatkan homogenitas zat aktif

dalam basis sebaiknya digunakan pelarut yang melarutkan zat aktif atau

zat aktif dihaluskan sebelum dicampur dengan basis yang meleleh. Zat

aktif yang larut sedikit dalam air atau pelarut lain yang tercampur dalam

basis, dilarutkan dulu sebelum dicampur dengan basis. Zat aktif yang

langsung dapat dicampur dengan basis, terlebih dahulu digerus halus

sehingga 100 % dapat melewati ayakan 100 mesh. Contohnya

meringankan penyakit asma (teofilin, efedrin, amonifilin), Analgetik dan

antiinflamasi (turunan salisilat, parasetamol), Anti arthritis, radang

persendian (fenilbutason, indometasin) Hipnotik & sedatif (turunan

barbiturate), Trankuilizer dan anti emetik (fenotiazin, klorpromazin),

Khemoterapetik (antibiotik, sulfonamida).

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan :

Macam-macam tipe sediaan rektal delivery yaitu

Rektal semisolids:

1) Creams

2) Gels

3) Ointments

4) Suppositories

19

Page 20: BIOFARMASI Rektal

Beberapa produk rectal cream, gel, dan ointment komersial yaitu : anusol

ointment, tronolane cream, analpram-hc cream, diastat gel. Beberapa produk

suppositoria komersial yaitu dulcolax (bisacodyl), canasa (mesalamine),

numorphan (oxymorphane), anusol hc (hydrocortisone), panadol (parasetamol).

Rektal liquids :

1)Solutions

2)Suspensions

Contoh : rowasa rectal suspension enema (mesalamine), asacol rectal

suspension enema (mesalazine).

 Rektal aerosols

Beberapa contoh rektal aerosol : proctofoam hc (hidrocortisonedanpramoxine), cortifoam

(hidrocortisone).

20