makalah biofarmasi

57
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Efektifitas sediaan oral sangat tergantung dari berbagai faktor seperti waktu pengosongan lambung, lamanya tinggal sediaan di lambung, pelepasan obat dari sediaan dan lokasi absopsi obat. Sebagian besar bentuk sediaan oral memiliki beberapa keterbatasan fisiologis seperti berubah-ubahnya waktu transit di lambung menjadikan tidak seragamnya profil absorpsi, tidak sempurnanya pelepasan obat dari sediaan, dan singkatnya waktu tinggal sediaan di lambung. Modifikasi sistem penghantaran obat dengan memperpanjang waktu tinggal dilambung cocok untuk obat- obat yang memiliki kriteria : untuk aksi lokal dilambung, absorbsi baik dilambung, tidak stabil dan terdegradasi didalam saluran intestinal/ kolon, kelarutannya rendah pada pH tinggi, dapat diabsorbsi secara cepat dilambung, dan memiliki rentang absorbsi yang sempit (Rocca et al., 2003) Drug Delivery system (DDS) didefinisikan sebagai formulasi atau alat yang dapat menghantarkan agent terapeutik ke dalam tubuh dan meningkatkan efikasi dan keamanannya dengan mengkontrol pelepasan, waktu, dan tempat lepas obat dalam badan. Proses penghantaranmeliputi cara penggunaan produk terapi, 1

description

biofar

Transcript of makalah biofarmasi

Page 1: makalah biofarmasi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Efektifitas sediaan oral sangat tergantung dari berbagai faktor seperti waktu

pengosongan lambung, lamanya tinggal sediaan di lambung, pelepasan obat dari

sediaan dan lokasi absopsi obat. Sebagian besar bentuk sediaan oral memiliki

beberapa keterbatasan fisiologis seperti berubah-ubahnya waktu transit di lambung

menjadikan tidak seragamnya profil absorpsi, tidak sempurnanya pelepasan obat dari

sediaan, dan singkatnya waktu tinggal sediaan di lambung.

Modifikasi sistem penghantaran obat dengan memperpanjang waktu tinggal

dilambung cocok untuk obat-obat yang memiliki kriteria : untuk aksi lokal dilambung,

absorbsi baik dilambung, tidak stabil dan terdegradasi didalam saluran intestinal/

kolon, kelarutannya rendah pada pH tinggi, dapat diabsorbsi secara cepat dilambung,

dan memiliki rentang absorbsi yang sempit (Rocca et al., 2003)

Drug Delivery system (DDS) didefinisikan sebagai formulasi atau alat yang

dapat menghantarkan agent terapeutik ke dalam tubuh dan meningkatkan efikasi dan

keamanannya dengan mengkontrol pelepasan, waktu, dan tempat lepas obat dalam

badan. Proses penghantaranmeliputi cara penggunaan produk terapi, pelepasan zat

aktif dari produk, dan transport yang terlibat dalam menghantarkan zat aktif untuk

menembus membran biologi menuju tempat aksi.

Banyak metode yang dapat digunakan untuk membuat sediaan lepas terkendali, salah

satunya adalah sediaan yang dirancang untuk tetap tinggal dilambung. Bentuk sediaan

yang dapat dipertahankan di dalam lambung disebut Gastroretentive Drug Delivery

System (GRDDS). GRDDS dapat memperbaiki pengontrolan penghantaran obat

yang memiliki jendela terapeutik sempit, dan absorbsinya baik di lambung.

Keuntungan GRDDS diantaranya adalah mampu meningkatkan bioavailabilitas,

mengurangi obat yang terbuang dengan sia-sia, meningkatkan kelarutan obat-obatan

yang kurang larut pada lingkungan pH yang tinggi. Hal-hal yang dapat meningkatkan

waktu tinggal dilambung meliputi: sistem penghantaran bioadhesieve yang melekat

1

Page 2: makalah biofarmasi

pada permukaan mukosa, sistem penghantaran yang dapat meningkatkan ukuran obat

sehingga tertahan karena tidak dapat melewati pylorus dan sistem penghantaran

dengan mengontrol densitas termasuk floating system dalam cairan lambung (Gohel et

al., 2004).

B. Tujuan

Untuk mengetahui sistem pelepasan gastro retentive system floating.

Untuk mengetahui mekanisme system floating.

Mengerti apa itu sediaan tablet floating.

Memahami senyawa aktif apa saja yang dapat dibuat tablet floating

Memahami bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatan sediaan tablet

floating

Memahami metode pembuatan sediaan tablet floating.

Memahami cara evaluasi sediaan tablet floating.

2

Page 3: makalah biofarmasi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fisiologi Pencernaan

Gambar 2.1. Anatomi lambung

Lambung merupakan organ yang berbentuk kantong seperti huruf ‘J’,

dengan volume 1200-1500 ml pada saat berdilatasi. Pada bagian superior,

lambung berbatasan dengan bagian distal esofagus, sedangkan pada bagian

inferior berbatasan dengan duodenum. Lambung terletak pada daerah

epigastrium dan meluas ke hipokhondrium kiri. Kecembungan lambung

yang meluas ke gastroesofageal junction disebut kurvatura mayor.

Kelengkungan lambung bagian kanan disebut kurvatura minor, dengan

ukuran ¼ dari panjang kurvatura mayor. Seluruh organ lambung terdapat

di dalam rongga peritoneum dan ditutupi oleh omentum.

Gambar 2.2. Pembagian daerah anatomi lambung

ii

Page 4: makalah biofarmasi

Secara anatomik, lambung terbagi atas 5 daerah (gambar 2.1.) yaitu:

Kardia, daerah yang kecil terdapat pada bagian superior di dekat

gastroesofageal junction,

Fundus, bagian berbentuk kubah yang berlokasi pada bagian kiri dari

kardia dan meluas ke superior melebihi tinggi gastroesofageal

junction,

Korpus, merupakan 2/3 bagian dari lambung dan berada di bawah

fundus sampai ke bagian paling bawah yang melengkung ke kanan

membentuk huruf ‘J’,

Antrum pilori, adalah bagian 1/3 bagian distal dari lambung.

Keberadaannya secara horizontal meluas dari korpus hingga ke

sphincter pilori; dan

Sphincter pilori, merupakan bagian tubulus yang paling distal dari

lambung. Bagian ini secara kelesulurhan dikelilingi oleh lapisan otot

yang tebal dan berfungsi untuk mengontrol lewatnya makanan ke

duodenum.

Dinding lambung terdiri dari empat lapisan yaitu lapisan mukosa, sub-

mukosa, muskularis eksterna (propria) dan serosa. Permukaan mukosa

dilapisi oleh sel epitel kolumnar penghasil mukus dan meluas ke sebagian

foveolar atau pit. Lapisan mukosa terbagi atas dua lapisan yaitu lamina

propria dan lapisan muskularis mukosa.

Pada lapisan muskularis mukosa, terdapat lapisan otot sirkuler pada

bagian dalam dan lapisan otot longitudinal pada bagian luarnya. Otot-otot

ini berkelanjutan membentukan kelompokan kecil (fascicle) otot polos

yang tipis menuju ke bagian dalam lamina propria hingga ke permukaan

epitel. Pada lapisan sub-mukosa, jaringannya longgar dan mengandung

sejumlah jaringan ikat elastik, terdapat pleksus arteri, vena, pembuluh

limfe dan pleksus nervus Meissner. Muskularis eksterna terdiri dari tiga

lapisan yaitu longitudinal luar (outer longitudinal), sirkuler dalam (inner

sirkuler) dan oblik yang paling dalam (innermost oblique). Lapisan

ii

Page 5: makalah biofarmasi

sirkuler sphincter pilorik pada gastroesofageal junction. Pleksus Auerbach

(myenteric) berlokasi pada daerah di antara lapisan sirkular dan

longitudinal dari muskularis eksterna.

Semua kelenjar lambung mempunyai dua komponen yaitu bagian

foveola (kripta, pit) dan bagian sekresi (kelenjar). Mukosa lambung secara

histologi terbagi atas 3 jenis yaitu kardiak, fundus dan pilorik (antral),

dengan daerah peralihan di antaranya. Perbedaan berbagai jenis mukosa

lambung tergantung pada perbandingan relatif antara bagian foveolar

dengan bagian sekresi, serta komposisinya secara mikroskopik. Kelenjar

kardiak dan pilorik mempunyai kemiripan yaitu perbandingan antara

foveola terhadap kelenjar yang mensekresi mukus adalah satu berbanding

satu.

Yang membedakan keduanya adalah jarak antar kelenjar di daerah

kardiak berjauhan, kadang dijumpai lumen kelenjar yang berdilatasi kistik.

Sedangkan kelenjar pada daerah pilorik mempunyai pelapis epitel dengan

sitoplasma sel yang ‘bubly’, bervakuola, bergranul dan ‘glassy’. Sub-

nukleus vakuolisasi sel mukus kadang-kadang dapat ditemukan, keadaan

ini kadang-kadang salah diinterpretasi sebagai metaplasia. Sedangkan

sitoplasma sel pada daerah pilorik yang ‘glassy’ dan berkelompok dapat

salah diinterpretasi sebagai adenokarsinoma ‘signet ring cell’. Sel bersilia

yang kadang-kadang dijumpai pada daerah pilorik, dan lebih sering

dijumpai pada orang Jepang, keadaan ini kadang kala dianggap sebagai

suatu metaplasia. Kelenjar fundik (oxyntic, acidopeptic) ditandai dengan

bagian foveolar hanya ¼ dari ketebalan mukosa, kelenjarnya cendrung

lebih lurus dan terdiri dari sebaran sel chief, sel parietal (penghasil asam),

sel endokrin dan sel mukosa leher.

B. Tahap Pengosongan Lambung

Pengosongan lambung terjadi baik pada orang yang puasa maupun

yang tidak puasa, namun memiliki pola berbeda. Pada orang yang

berpuasa interdigestive terjadi melalui lambung dan usus kecil setiap 2-3

ii

Page 6: makalah biofarmasi

jam. Aktivitas listrik ini disebut sebagai siklus myoelectric interdigestive

atau migrating myoelectric complex (MMC) yang dibagi menjadi empat

tahap, yaitu

Tahap I : Ini adalah periode diam dengan kontraksi yang jarang

berlangsung 40-60 menit.

Tahap II : Ini berlangsung selama 20-40 menit dan terdiri dari

potensial aksi intermiten dan kontraksi yang secara bertahap

meningkatkan intensitas dan frekuensi sebagai fase berlangsung.

Tahap III : Fase ini relatif pendek dan intens, kontraksi teratur

selama 4-6 menit. Ini adalah fase III yang mendapatkan siklus istilah

" housekeeper " gelombang, karena memungkinkan untuk menyapu

bersih semua bahan yang tercena dari perut dan turun ke usus kecil.

Telah diamati bahwa fase III dari satu siklus mencapai akhirusus

kecil, fase III dari siklus berikutnya dimulai pada duodenum.

Tahap IV : Ini berlangsung selama 0-5 menit. Ini terjadi antara fase

III dan tahap I dari dua siklus berturut-turut.

C. Pengertian Gastro Retentive DDS

Gastro Retentive DDS merupakan sistem penghantaran obat yang

memiliki kemampuan menahan obat di dalam saluran pencernaan

khususnya di lambung untuk memperpanjang periode waktu. Setelah obat

ii

Page 7: makalah biofarmasi

lepas selama periode waktu yang disyaratkan, bentuk sediaan harus

terdegradasi tanpa menyebabkan gangguan pencernaan.

Pada sistem penghantaran lepas terkendali tertahan di lambung, zat

aktif yang cocok digunakan adalah obat yang memiliki lokasi absorpsi

utama di lambung atau usus bagian atas, tidak stabil pada lingkungan usus

halus atau kolon dan memiliki kelarutan yang rendah pada pH yang tinggi.

Bentuk sediaan tertahan di lambung dapat mengatur pelepasan obat yang

memiliki indeks terapeutik yang sempit dan absorpsiyang baik di lambung.

Secara umum, sistem pelepasan obat yang tertahan di lambung

terdiri dari beberapa sistem, yaitu sistem mengembang (swelling system),

sistem mengapung (floating system) dan sistem bioadhesif (bioadhesive

system).

D. Kelebihan dan Kekurangan Gastro Retentive DDS

Kelebihan dari Gastro Retentive DDS :

Mampu meningkatkan bioavailabilitas.

Meningkatkan kelarutan obat-obatan yang kurang larut pada

lingkungan pH yang tinggi.

Meningkatkan absorpsi obat, karena meningkatkan GRT dan

meningkatkan waktu kontak bentuk sediaan pada tempat absorpsinya.

Obat dihantarkan secara terkontrol.

Penghantaran obat untuk aksi lokal di lambung.

Meminimalkan iritasi mukosa oleh obat, dengan melepaskan obat

secara lambat pada laju yang terkontrol

Kekurangan dari Gastro Retentive DDS :

Sistem floating tidak cocok untuk obat-obatan yang memiliki masalah

kelarutan atau stabilitas dalam cairan gastrik/lambung.

ii

Page 8: makalah biofarmasi

Obat-obatan yang diabsorbsi secara baik sepanjang saluran pencernaan

dan yang menjalani first-pass metabolisme signifikan mungkin kurang

pas untuk GRDDS karena pengosongan lambung yang lambat dapat

menyebabkan penurunan bioavailabilitas sistemik.

Obat-obatan yang iritan terhadap mukosa lambung tidak cocok untuk

GRDDS.

E. Faktor yang Mempengaruhi Sistem Gastro Retentif

Pemberiaan obat yang bersamaan

Pemberian bersama obat seperti atropine dan kodein mempengaruhi

waktu mengambang.

Umur

Orang tua terutama diatas 70 tahun memiliki GRT lebih lama.

Postur

GRT dapat bervariasi antara posisi pasien tegak dan terlentang.

Jenis kelamin

GRT pada laki-laki lebih kecil dibandingkan dengan wanita, terlepas

dari berat badan, tinggi badan dan tubuh permukaan.

Kalori

GRT dapat ditingkatkan 4 sampai 10 jam dengan makanan yang

tinggi protein dan lemak.

Frekuensi Makan

GRT dapat meningkat lebih dari 400 menit ketika mngkonsumsi

makanan secara terus-menerus.

Ukuran

Dosis diameter lebih dari 7,5 mm memiliki peningkatan GRT

dibandingkan dengan diameter 9,9 mm.

F. Sistem Floating

Pertama kali diperkenalkan oleh Davis pada tahun 1968,

merupakan sistem dengan densitas yang kecil, yang memiliki kemampuan

mengambang kemudian mengapung dan tinggal dilambung untuk

ii

Page 9: makalah biofarmasi

beberapa waktu. Pada saat sediaan mengapung dilambung, obat dilepaskan

perlahan pada kecepatan yang dapat ditentukan, hasil yang diperoleh

adalah peningkatan gastric residence time (GRT) dan pengurangan

fluktuasi konsentrasi obat dalam plasma (Chawla et al., 2003).

Sistem mengapung pada lambung berisi obat yang pelepasannya

perlahan-lahan dari sediaan yang memiliki densitas yang rendah atau

floating drug delivery system (FDDS) atau biasa disebut hydrodynamically

balanced system (HBS). FDDS atau HBS memiliki bulk density yang lebih

rendah dari cairan lambung. FDDS tetap mengapung dalam lambung tanpa

mempengaruhi kondisi lambung dan obat dilepaskan perlahan pada

kecepatan yang diinginkan dari sistem (Anonim, 2003).

Floating tablet merupakan salah satu sediaan gastroretentive yang

menggunakan sistem dengan densitas kecil, memiliki kemampuan

mengambang, mengapung, dan tetap berada di lambung dalam beberapa

waktu. Saat sediaan mengapung di lambung, obat dilepaskan secara

perlahan – lahan dengan kecepatan yang dapat dikendalikan. Dengan cara

seperti ini, gastric residence time (GTR) suatu obat dapat ditingkatkan dan

fluktuasi kadarnya dalam plasma dapat diturunkan (Chawla et al., 2003).

Floating tablet merupakan formulasi yang cocok untuk obat – obat yang

bermasalah dalam hal disolusi dan / atau stabilitasnya dalam cairan usus

halus, diharapkan memberikan efek lokal di lambung, sertahanya

diabsorbsi di bagian atas intestin (Patil, dkk, 2010).

Mekanisme floating system (Garg and Sharma, 2003).

ii

Page 10: makalah biofarmasi

Bentuk floating system banyak diformulasi dengan menggunakan

matriks-matriks hidrofilik dan dikenal dengan sebutan hydrodynamically

balanced system (HBS), karena saat polimer berhidrasi intensitasnya

menurun akibat matriknya mengembang, dan dapat menjadi gel

penghalang dipermukaan bagian luar. Bentuk-bentuk ini diharapkan tetap

dalam keadaan mengapung selama tiga atau empat jam dalam lambung

tanpa dipengaruhi oleh laju pengosongan lambung karena densitasnya

lebih rendah dari kandungan gastrik. Hidrokoloid yang direkomendasikan

untuk formulasi bentuk floating adalah cellulose ether polymer, khususnya

hydroxypropyl methylcellulose (Moes, 2003). Floating system dapat

diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu :

1. Non-Effervescent system

Pada sistem non effervescent menggunakan pembentuk gel atau

senyawa hidrokoloid yang mampu mengambang, polisakarida dan

polimer-polimer pembentuk matriks seperti polikarbonat, poliakrilat,

polimetakrilat, dan polistirena. Metode formulasinya yaitu dengan

mencampurkan obat dengan hidrokoloid pembentuk gel. Setelah

pemberian maka sediaan ini akan mengembang ketika kontak dengan

cairan lambung, masih berbentuk utuh dengan densitas bulk kurang dari

satu. Udara yang terjerap di dalam matriks yang mengembang

mengakibatkan sediaan mampu mengambang, membentuk struktur

yang mirip gel. Kemudian struktur gel bertindak sebagai reservoir

untuk obat yang akan dilepaskan perlahan-lahan dan dikontrol oleh

difusi melalui lapisan gel (Utami. 2007 dan Baboota. 2005)

ii

Page 11: makalah biofarmasi

Gambar 3.  (A) Multiple-unit oral floating drug delivery system. (B)

Working principle of effervescent floating drug delivery system.

2. Effervescent system

Pada sistem effervescent biasanya menggunakan matriks dengan

bantuan polimer yang dapat mengembang seperti metil selulosa,

kitosan, dan senyawa effervescent seperti natrium bikarbonat, asam

tartrat, dan asam sitrat. Sistem effervescent ketika kontak dengan

asam lambung maka akan membebaskan gas karbon dioksida yang

akan terperangkap di dalam senyawa hidrokoloid yang mengembang.

Sehingga menyebabkan sediaan akan mengambang (Utami. 2007 dan

Baboota. 2005)

Sistem penghantaran mengapung ini dipersiapkan dengan polimer

yang dapat mengembang seperti Methocel, polisakarida, chitosan dan

komponen effervescent (misal; natrium bikarbonat dan asam sitrat atau

tartrat). Matriks ketika kontak dengan cairan lambung akan

membentuk gel, dengan adanya gas yang dihasilkan dari sistem

effervescent, maka gas akan terperangkap dalam gelyfiedhydrocolloid,

akibatnya tablet akan mengapung, meningkatkan pergerakan sediaan,

sehingga akan mempertahankan daya mengapungnya (Anonim, 2003).

ii

Page 12: makalah biofarmasi

Gambar 2. Desain alat disolusi untuk floating

(Gohel et al., 2004).

Keuntungan dan Kerugian Sistem Floating

Keuntungan Sistem Floating Tablet :

1. Sistem floating menguntungkan untuk obat diserap melalui lambung .

2. Zat asam seperti aspirin menyebabkan iritasi pada dinding lambung

karenanya Formulasi HBS mungkin berguna untuk mencegah iritasi

3. Pelepasan bentuk dosis mengambang, tablet atau kapsul , akan

mengakibatkan pengosongan obat dalam cairan lambung . Mereka

larut dalam cairan lambung akan tersedia untuk penyerapan dalam

usus kecil setelah pengosongan isi lambung . Oleh karena itu

diharapkan bahwa obat akan sepenuhnya di serap dari bentuk sediaan

floating jika tetap di bentuk solusi bahkan pada pH basa dari usus .

4. Ketika ada gerakan usus yang kuat dan waktu transit sesingkat

mungkin. Keadaan seperti itu mungkin menguntungkan untuk

menjaga obat dalam kondisi mengambang di perut untuk mendapatkan

relative respon yang lebih baik

ii

Page 13: makalah biofarmasi

Kerugian Sistem Floating Tablet :

1. Sistem mengambang tidak layak untuk obat yang memiliki kelarutan

atau masalah stabilitas di saluran pencernaan.

2 . Sistem ini memerlukan cairan dalam perut untuk pengiriman obat untuk

mengapung dan bekerja secara efisien.

3. Hanya obat-obatan signifikan yang dapat di serap melalui saluran

pencernaan .

Tempat Pelepasan Obat

Perpanjangan kerja pada sediaan lepas lambat dapat dilakukan

dengan pembentukan garam, ester atau eter dengan bantuan senyawa adisi,

senyawa kompleks atau molekuler bahan obat yang sukar larut sehingga

resorbsi menurun. Dalam pembuatan tablet floating, yang perlu

diperhatikan adalah dimana obat akan dilepaskan (tempat pelepasan obat).

Untuk pemilihan lokasi pemakaian dalam tubuh untuk obat sediaan

lepas lambat oral mengapung, ada beberapa tempat. Yaitu :

1. Lambung

Lambung merupakan suatu organ pencampur dan pensekresi di mana

makanan dicampur dengan cairan cerna dan secara periodik

dikosongkan ke dalam usus halus. Akan tetapi gerakan makanan dan

produk obat dalam lambung dan usus halus sangat berbeda tergantung

pada keadaan fisiologik. Dengan adanya makanan lambung melakukan

fase “digestive” dan tanpa adanya makanan lambung melakukan fase

“interdigestive”. Selama fase digestive partikel – pertikel makanan

atau partikel – partikel padat yang lebih besar dari 2 mm ditahan dalam

lambung, sedangkan partikel – partikel yang lebih kecil dikosongkan

melalui sphincter pilorik pada suatu laju order kesatu yang tergantung

pada isi dan ukuran dari makanan. Selama fase interdigestive lambung

istirahat selama 30 – 40 menit sesuai dengan waktu istirahat yang sama

ii

Page 14: makalah biofarmasi

dalam usus halus. Kemudian terjadi kontraksi peristaltik, yang diakhiri

dengan housekeeper contraction. Suatu obat dapat tinggal dalam

lambung selama beberapa jam jika diberikan selama fase pencernaan,

bahan – bahan berlemak, makanan dan osmolitas dapat

memperpanjang waktu tinggal dalam lambung. Di samping itu, bila

obat diberikan selama fase pencernaan dalam, obat berpindah secara

cepat ke dalam usus halus. Pelarutan obat dalam lambung juga dapat

dipengaruhi oleh ada atau tidaknya makanan. Harga normal pH

lambung pada istirahat adalah 1, bila ada makanan pH sering naik

menjadi 3 – 5 disebabkan adanya pendaparan bahan makanan. Suatu

obat diuji secara In Vitro dengan HCl 0,1 N melepaskan obat pada laju

order nol, dapat tidak melepaskan obat pada laju yang sama pada pH

3-5

2. Usus Halus

Bagian proksimal dari usus halus mempunyai pH sekitar 6 sehubungan

dengan netralisais asam dengan bikarbonat yang disekresi oleh

duodenum ddan pankreas. Dengan adanya mikrovili usus halus

memberi suatu luas permukaan yang sangat besar untuk absorbsi obat.

Waktu transit dalam usus halus suatu sediaan padat dari 95% populasi

disimpulkan sekitar 3 jam atau kurang. Untuk memperkirakan waktu

transit, berbagai penelitian telah dilakukan dengan menggunakan uji

lactulose hidrogen yang mengukur penampakan hidrogen dalam nafas

penderita (laktulosa dimetabolisme secara cepat oleh bakteri – bakteri

didalam usus besar yang menghasilkan hidrogen yang secara normal

tidak terdapat dalam pernapasan orang). Hal ini sesuai bahwa waktu

transit G1 yang relatif pendek dari mulut ke cecum yaitu 4 – 2,6 jam.

Jarak ini disimpulkan terlalu pendek untuk sedian sustained release

yang bekerja sampai 12 jam, kecuali kalau obat untuk diabsorbsi

dalam kolon. Kolon mempunyai sedikit cairan dan bakteri yang

berlimpah yang dapat membuat absorbsi obat tidak menentu dan tidak

sempurna. Waktu transit untuk pellet telah diteliti dalam bentuk

ii

Page 15: makalah biofarmasi

disintegrasi yang keduanya menggunakan bahan radiopaq tidak larut

dan terlarut. Sebagian besar pellet yang tidak larut dilepaskan dari

kapsul setelah 15 menit , setelah 3 jam pellet telah tersebar dalam

lambung dan sepanjang usus halus. Pada waktu 12 jam seluruh pellet

berada pada kolon bagian naik dan setelah 24 jam berada pada kolon

bagian menurun yang siap memasuki rektum.

3. Usus Besar.

Dalam kolon ada sedikit cairan dan transit obat diperlambat, absorbsi

obat dalam daerah ini tidak banyak diketahui, meskipun obat tak

terabsorbsi yang mencapai daerah. Daerah ini dapat dimetabolisme

oleh bakteri. Obat – obat diabsorbsi cepat bila diberikan dalam sediaan

rektal. Tetapi laju transit dipengaruhi oleh kecepatan defekasi.

Mungkin obat – obat yang diformulasi untuk 24 jam akan tinggal

dalam daerah ini untuk diabsorbsi. Ada sejumlah produk sustained

release yang diformulasi untuk memperoleh keuntungan dari kondisi

fisiologis saluran GI. Butir – butir salut enterik telah terbukti

melepaskan obat lebih 8 jam bila digunakan bersama – sama makanan,

sehubungan dengan pengosongan butir – butir salut enterik berangsur

– angsur ke dalam usus halus. Formulasi khusus floating tablet yang

tetap tinggal di bagian atas lambung telah digunakan untuk

memperpanjang waktu tinggal obat dalam lambung. Untuk pengobatan

yang manjur, tidak satupun metode ini memberikan keterandalan yang

cukup konsisten.

G. Perbedaan sediaan Tablet dengan Sediaan Lepas Lambat

1. Tablet

Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau

tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan dapat digolongkan

sebagai tablet cetak dan tablet kempa. (Farmakope Indonesia Edisi IV)

Tablet merupakan bentuk sediaan yang paling banyak

digunakan, karena memiliki beberapa keuntungan diantaranya

ii

Page 16: makalah biofarmasi

ketepatan dosis, mudah dalam pemakaiannya, stabil dalam

penyimpanan, mudah dalam transportasi dan dari segi ekonomi relatif

murah dibanding dengan bentuk sediaan obat lainnya. Kelebihan

lainnya sediaan tablet yaitu ringan, mudah dalam pembungkusan,

pemindahan dan penyimpanan. Pasien menemukan kemudahan untuk

membawanya dan tidak perlu menggunakan alat bantu seperti sendok

untuk pemakaiannya.

Kerugian sediaan tablet yaitu beberapa obat tidak dapat

dikempa menjadi padat dan kompak dan obat yang rasanya pahit, obat

dengan bau yan tidak dapat dihilangkan atau obat yang peka terhadap

kelembaban udara perlu pengapsulan atau penyelubungan dulu

sebelum dikempa (bila mungkin) atau memerlukan penyalutan dulu.

Beberapa kriteria yang harus diperhatikan agar tablet mempunyai

kualitas baik adalah:

a. Mempunyai kekerasan yang cukup dan tidak rapuh, sehingga

kondisinya tetap baik selama pabrikasi, pengemasan dan

pengangkutan sampai pada konsumen

b. Dapat melepaskan bahan obatnya sampai pada ketersediaan

hayatinya.

c. Memenuhi persyaratan keseragaman bobot tablet dan kandungan

obatnya.

d. Mempunyai penampilan yang menarik, baik pada bentuk, warna,

maupun rasanya.

Tablet dapat berbeda dalam ukuran, bentuk, berat, kekerasan,

ketebalan, daya hancurnya dan dalam aspek lainnya tergantung pada

cara pemakaian tablet dan metode pembuatannya. Kebanyakan tablet

digunakan pada pemberian oral dan kebanyakan dari tablet ini dibuat

dengan penambahan zat warna, zat pemberi rasa, dan lapisan lapisan

dalam berbagai jenis (Ansel et al., 1989)

ii

Page 17: makalah biofarmasi

Tablet yang berkualitas baik harus memenuhi persyaratan dalam

Farmakope Indonesia dan kepustakaan lain, syarat tersebut antara lain :

Pertama, tablet tidak mudah rapuh dan mempunyai kekerasan

antara 4-8 kg. Kekerasan tablet tidak mutlak bila tablet yang dihasilkan

tidak mudah rapuh, baik selama fabrikasi, pengemasan, dan

pengangkutan sampai konsumen.

Kedua, mudah melepaskan zat aktifnya. Tablet yang baik adalah

tablet yang selain mempunyai sifat fisis baik juga harus mempunyai

kemampuan melepaskan zat aktifnya dengan mudah. Ketiga,

keseragaman bobot tablet dan kandungan aktifnya memenuhi

persyaratan. Keempat, mempunyai penampilan menyenangkan baik

mengenai bentuk, warna dan rasa (Sheth dkk., 1980).

Bahan yang akan dikempa menjadi tablet harus mempunyai sifat

yang baik sehingga dapat menghasilkan tablet yang memenuhi

persyaratan. Sifat bahan tersebut yaitu antara lain: mudah mengalir (free

flowing), mudah kompak bila dikempa (kompressibel) serta tablet

mudah lepas dari cetakan dan tidak ada bagian yang melekat pada

cetakan sehingga permukaan tablet harus licin (Sheth dkk., 1980).

2. Sediaan lepas lambat

Sediaan lepas lambat merupakan bentuk sediaan yang dirancang

untuk melepaskan obatnya ke dalam tubuh secara perlahan-lahan atau

bertahap supaya pelepasannya lebih lama dan memperpanjang aksi

obat. Tujuan utama dari sediaan lepas terkendali adalah untuk mencapai

suatu efek terapetik yang diperpanjang disamping memperkecil efek

samping yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh fluktuasi kadar

obat dalam plasma. Long-acting menyatakan durasi kerja obat yang

relatif lama tanpa menjelaskan durasi pelepasan bahan aktif dari bentuk

sediaannya (Sulaiman, 2007).

ii

Page 18: makalah biofarmasi

Sediaan lepas lambat mempunyai beberapa keuntungan dibanding

bentuk sediaan konvensional, yaitu (Ansel et al, 1999)

a. Mengurangi fluktuasi kadar obat dalam darah.

b. Mengurangi frekuensi pemberian

c. Meningkatkan kepuasan dan kenyamanan pasien

d. Mengurangi efek samping yang merugikan

e. Mengurangi biaya pemeliharaan kesehatan

Sedangkan kerugian bentuk sediaan lepas lambat antara lain (Ballard,

1978):

1. Biaya produksi lebih mahal dibanding sediaan konvensional

2. Adanya dose dumping yaitu sejumlah besar obat dari sediaan obat

dapat lepas secara cepat

3. Sering mempunyai korelasi in vitro – in vivo yang jelek

4. Mengurangi fleksibilitas pemberian dosis

5. Efektifitas pelepasan obat dipengaruhi dan dibatasi oleh lama tinggal

di saluran cerna

6. Jika penderita mendapat reaksi samping obat atau secara tiba–tiba

mengalami keracunan maka untuk menghentikan obat dari sistem

tubuh akan lebih sulit dibanding sediaan konvensional

7. Tidak dapat digunakan untuk obat yang memiliki dosis besar (500

mg)

Sifat fisikokimia dan biologis dari bahan obat yang akan

diformulasikan sebagai tablet lepas lambat merupakan faktor yang perlu

diperhatikan. Sifat-sifat fisikokimia ini akan mempengaruhi sifat

fisikokimia tablet yang akan dihasilkan (Lee dan Robinson, 1978).

1. Dosis

Produk yang digunakan peroral dengan dosis lebih besar dari 500 mg

sangat sulit untuk dijadikan sediaan lepas lambat karena pada dosis

ii

Page 19: makalah biofarmasi

yang besar akan dihasilkan volume sediaan yang terlalu besar yang

tidak dapat diterima sebagai produk oral.

2. Kelarutan

Obat dengan kelarutan dalam air yang terlalu rendah atau terlalu tinggi

tidak cocok untuk sediaan lepas lambat. Batas terendah untuk

kelarutan pada sediaan lepas lambat adalah 0,1 mg/ml. Obat yang

kelarutannya tergantung pada pH fisiologis akan menimbulkan

masalah yang lain karena variasi pH pada saluran cerna dapat

mempengaruhi kecepatan disolusinya.

3. Koefisien partisi

Obat yang mudah larut dalam air memungkinkan tidak mampu

menembus membran biologis sehingga obat tidak sampai ke tempat

aksi. Sebaliknya, untuk obat yang sangat lipofil akan terikat pada

jaringan lemak sehingga obat tidak mencapai sasaran.

4. Stabilitas obat

Bahan aktif yang tidak stabil terhadap lingkungan yang bervariasi di

sepanjang saluran cerna (enzim, variasi pH, flora usus) tidak dapat

diformulasikan menjadi sediaan lepas lambat.

5. Ukuran partikel

Molekul obat yang besar menunjukkan koefisien difusi yang kecil dan

kemungkinan sulit dibuat sediaan lepas lambat.

Beberapa sifat biologis yang perlu diperhatikan dalam pembuatan

sediaan lepas lambat (Lee dan Robinson, 1978) :

a. Absorbsi

Obat yang lambat diabsorbsi atau memiliki kecepatan absorbs yang

bervariasi sulit untuk dibuat sediaan lepas lambat. Batas terendah

harga konstanta kecepatan absorbsi untuk sediaan oral adalah sekitar

0,25/jam dengan asumsi waktu transit gastrointestinal 10-12 jam.

ii

Page 20: makalah biofarmasi

b. Volume distribusi

Obat dengan volume distribusi yang benar-benar tinggi dapat

mempengaruhi kecepatan eliminasinya sehingga obat tersebut tidak

cocok untuk dibuat sediaan lepas lambat.

c. Durasi

Obat dengan waktu paro yang pendek dan dosis yang besar tidak

cocok untuk dijadikan sediaan lepas lambat sedang obat dengan waktu

paro (t1/2) yang panjang dengan sendirinya akan mempertahankan

kadar obat pada indeks terapetiknya sehingga tidak perlu dibuat

sediaan lepas lambat. Bahan aktif berwaktu paruh biologis relatif

pendek, misalnya 1 jam, mungkin sulit diformulasi menjadi sediaan

lepas lambat karena ukurannya juga menjadi terlalu besar.

d. Indeks terapetik

Obat dengan indeks terapi yang kecil memerlukan kontrol yang teliti

terhadap kadar obat yang dilepaskan dalam darah, karena itu sediaan

lepas lambat dapat berperan dalam mengontrol pelepasan obat agar

tetap dalam indeks terapetiknya.

ii

Page 21: makalah biofarmasi

BAB III

PEMBAHASAN

A. Mekanisme Biofarmasi Floating System

Sistem yang seimbang secara hidrodinamis (Hydrodynamically

Balance Systems = HBS) yang dapat berupa tablet atau kapsul, dirancang

untuk memperpanjang waktu tinggal sediaan di dalam saluran cerna

(dalam hal ini dilambung) dan meningkatkan absorpsi. Sistem dibuat

dengan menambahkan 20-75% b/b hidrokoloid tunggal atau campuran ke

dalam formula tablet atau kapsul.

Pada sistem ini akan dicampurkan bahan aktif obat, hidrokoloid (20-

75% dari bobot tablet) dan bahan bahan pembantu lain yang diperlukan

(pada umumnya proses pencampuran ini diikuti dengan proses granulasi),

selanjutnya granul dicetak menjadi tablet atau diisikan ke dalam kapsul.

Setelah dikonsumsi, di dalam lambung, hidrokoloid dalam tablet

atau kapsul berkontak dengan cairan lambung dan menjadi mengembang.

ii

Page 22: makalah biofarmasi

Karena jumlahnya hidrokoloidnya banyak (sampai 75%) dan mengembang

maka berat jenisnya akan lebih kecil dari berat jenis cairan lambung.

Akibatnya sistem tersebut menjadi mengapung di dalam lambung. Karena

mengapung sistem tersebut akan bertahan di dalam lambung, tidak mudah

masuk ke dalam pylorus dan terus ke usus. Hidrokoloid yang mengembang

akan menjadi gel penghalang yang akan membatasi masuknya cairan

lambung ke dalam sistem dan berkontak dengan bahan aktif obat,

sekaligus akan mengatur pelepasan bahan aktif obat dari sistem terapung

itu ke dalam cairan lambung.

Sistem HBS paling baik diterapkan pada obat yang memiliki

kelarutan yang lebih baik dalam lingkungan asam dan obat yang memiliki

tempat absorpsi khusus di daerah usus bagian atas. Untuk dapat bertahan

dalam lambung untuk waktu yang lebih lama maka bentuk sediaan harus

memiliki bobot jenis kurang dari satu. Sediaan tersebut harus bertahan

dalam lambung, integritas strukturnya terjaga dan melepaskan obat secara

konstan dari bentuk sediaan.

Rancangan sistem pelepasannya berdasarkan kemampuan

mengembang dari sediaan tiga lapis. Sistem ini dapat digambarkan sebagai

berikut. Sediaan dibuat menjadi 3 lapis. Lapis pertama berisi garam bismut

yang diformulasikan untuk pelepasan segera. Bahan aktif berada di lapis

kedua, dimasukkan sebagai komponen tablet inti yang pelepasannya

dikendalikan oleh matriks. Lapis ketiga berisi komponen pembentuk gas.

Efek mengapung disebabkan oleh lapisan pembentuk gas yang terdiri dari

natrium bikarbonat : kalsium karbonat (1:2).

Saat berkontak dengan cairan lambung, karbonat pada komponen

pembentuk gas bereaksi dengan asam lambung membentuk

karbondioksida. Karena diformulasikan untuk pelepasan segera, lapis

pertama akan segera terdiintegrasi dan garam bismut akan segera terlepas

dari sediaan tablet itu. Sedangkan lapis kedua, hidrokoloidnya akan

mengembang. Adanya karbondioksida yang terperangkap dalam

hidrokoloid yang mengembang menyebabkan sistem menjadi mengapung.

ii

Page 23: makalah biofarmasi

Dan hidrokoloid yang mengembang itu akan menjadi gel penghalang

pelepasan bahan aktif ke dalam cairan lambung, sehingga pelepasannya

dikatakan diperlambat.

B. Contoh Obat Gastroretentive Floating System 1. Captropil

Captopril merupakan obat antihipertensi yang menurunkan tekanan

darah tinggi dengan jalan menghambat Angiotensin Converting Enzyme

(ACE) dan pembentukan angiotensin II, yang bersifat vasokonstriksi kuat

(Tjay, 1986). Pengembangan Captopril dibuat Sustained Release dengan

sistem floating memiliki beberapa kelebihan diantaranya aktivitas obat

yang diperpanjang, mengurangi terjadinya efek samping obat, mengurangi

frekuensi pemberian obat, dan meningkatkan kepatuhan pasien (Ansel,

2005).

Alasan Captopril dibuat sustained release karena waktu paruhnya yang

pendek yaitu 1-3 jam dengan dosis pemakaian rendah yaitu 12,5 mg; 25

mg dan 50 mg, digunakan dalam jangka waktu lama untuk hipertensi,

mudah larut dalam air dan teroksidasi pada pH usus (Asyarie et al., 2007).

Salah satu metode yang digunakan untuk membuat Sustained Release

adalah bentuk sediaan yang dirancang untuk tinggal di lambung dalam

waktu yang lama. Bentuk Sediaan yang dapat mempertahankan obatnya di

lambung dalam waktu tertentu disebut Gastroretentive Drug Delivery

System (GRDDS). Salah satu tehnik gastroretentive adalah sistem floating

(Arora et al., 2005). Sistem Floating pada lambung berisi obat yang

dilepaskan secara perlahan-lahan dari sediaan yang memiliki densitas lebih

rendah dari cairan lambung sehingga dapat tetap mengapung pada

lambung tanpa mempengaruhi kondisi lambung dan obat dapat lepas

secara perlahan sesuai kecepatan yang diinginkan (Sulaiman et al., 2007).

Hydroxyprophyl methylcellulosa merupakan matriks hidrokoloid yang

mempunyai daya pengembang dan etilselulosa merupakan matriks

hidrofobik yang memiliki stabilitas baik dalam berbagai pH dan

ii

Page 24: makalah biofarmasi

kelembaban (Prajapati and Patel, 2010). Ganesh and Deecaraman (2011)

menunjukkan bahwa kombinasi keduanya dapat digunakan sebagai

matriks Sustained Release floating Captopril yang menghasilkan tablet

floating Captopril yang baik.

Alasan hydroxypropyl methylcellulosa dikombinasi dengan

Ethylcellulosa dalam pengembangan sustained release adalah untuk obat

dengan daya larut cepat didalam air, matriks hidrofilik dikombinasi

dengan matriks hidrofobik. Hydroxypropyl methylcellulosa merupakan

matriks hidrofilik yang terbatas penggunaannya untuk obat-obat yang

kelarutannya tinggi didalam air dikarenakan difusi melalui gel hidrofilik

sangat cepat sehingga untuk mengatasi hal tersebut digunakan kombinasi

dengan ethylcellulosa yang merupakan matriks hidrofobik yang memiliki

keuntungan stabilitas baik pada berbagai pH dan kelembaban (Prajapati

and Patel, 2010). Dengan penambahan ethyllcellulosa maka dapat

meningkatkan viskositas sehingga pelepasan dapat diperlambat (Rowe

etal., 2009). Ganesh and Deecaraman (2011) menunjukkan bahwa

kombinasi matriks hidrofilik dan matriks hidrofobik tersebut menghasilkan

suatu tablet yang memiliki viskositas yang baik yang akan berpengaruh

pada proses swelling, integritas matriks dan kemungkinan floating yang

baik.

Berdasarkan uraian diatas, perlu dilakukan penelitian pengaruh

kombinasi matriks ethylcellulosa dan hydroxyprophyl metilselulosa tablet

sustained release sistem floating Captopril terhadap sifat fisik dan disolusi

tablet serta mengetahui konsentrasi yang dapat menghasilkan tablet

Captopril floating yang optimum.

Tablet lepas lambat kaptopril dibuat dengan metode granulasi basah,

dengan komposisi formula .Bahan aktif (kaptopri) dicampur dengan

kombinasi matriks (HPMC K4Mxanthan gum), kalsium sulfat, dan PVP K-

30, kemudian ditambahkan alkohol 96% sampai terbentuk massa granul,

diayak dengan pengayak mesh 16 dan dikeringkan dengan oven pada suhu

50 °C hingga kelembaban granul antara 3-5%. Granul kering diayak lagi

ii

Page 25: makalah biofarmasi

dengan pengayak mesh 18 dan ditambahkan fase luar, yaitu asam tartrat,

natrium bikarbonat, magnesium stearat, dan talk. Setelah itu dilakukan

pengujian mutu granul. Campuran dicetak dengan bobot 300 mg per tablet.

Pentabletan dilakukan dengan tekanan kompresi yang sama pada semua

formula, kemudian dilakukan uji mutu tablet.

Formula optimum tablet katopril dapat diperoleh dengan kombinasi

asam tartrat 4,5% dan kombinasi perbandingan polimer HPMC K4M –

xanthan gum 3,75:1 yang memiliki sifat fisik tablet dan disolusi yang

memenuhi persyaratan, yaitu kekerasan tablet 12,02 Kp, kerapuhan tablet

0,47%, floating lag time 0,32 menit, dan konstanta laju disolusi 0,05 mg/

menit.Asam tartrat sebagai bahan effervescent tablet berpengaruh secara

signifikan terhadap sifat fisik tablet dan konstanta laju disolusi tablet lepas

lambat kaptopril. Asam tartrat menurunkan kekerasan tablet,

meningkatkan kerapuhan tablet, mempercepat floating lag time, dan

memperbesar konstanta laju disolusi. Sedangkan kombinasi perbandingan

polimer HPMC K4M–xanthan gum meningkatkan kekerasan tablet,

menurunkan kerapuhan tablet, mempercepat floating lag time, dan

memperbesar konstanta laju disolusi. Interaksi konsentrasi asam tartrat dan

kombinasi perbandingan polimer HPMC K4M–xanthan gum memberikan

pengaruh menurunkan kekerasan tablet, meningkatkan kerapuhan tablet,

memperlambat floating lag time, dan memperbesar konstanta laju disolusi.

1.1 Bahan Pembantu Dalam Pembuatan Tablet Floating

Bahan pembantu dalam pembuatan tablet oral berdasarkan

fungsinya terbagi atas pengisi, pengikat, penghancur, dan pelicin.

Bahan pembawa yang sering digunakan dapat digolongkan menjadi

bahan pembawa tidak larut air bersifat lilin/wax dan hidrofilik pembuatan

gel

a. Bahan Pengisi ( Diluent )

Bahan pengisi ditambahkan dalam tablet berfungsi untuk

menambah berat tablet dan memperbaiki daya kohesi sehingga

ii

Page 26: makalah biofarmasi

dapat dikempa langsung atau untuk memacu aliran (Banker and

Anderson, 1986). Bahan pengisi yang sering digunakan antara lain

laktosa, pati dan selulosa mikrokristal (Anonim, 1995).

b. Pengikat (binders)

Zat ini ditambahkan dalam bentuk kering atau cairan selama

granulasi basah untuk membentuk granul atau menaikkan

kekompakan kohesi bagi tablet yang dicetak langsung. Contoh

bahan pengikat adalah akasi dimosinte.

c. Gas Forming Agent

Gas forming agent ditambahkan agar tablet yang mempunyai

partikel padat pada saat bersentuhan dengan air akan melepaskan

gas dan membantu tablet untuk mengapung.

Contoh : asam sitrat dan natrium bikarbonat.

d. Pelicin (Lubricant)

Bahan pelincin berfungsi memudahkan mendorong tablet ke

atas keluar cetakan melalui pengurangan gesekan antara dinding

dalam ruang cetak dengan permukaan sisi tablet. Bahan pemisah

bentuk (anti adherent) berfungsi mengurangi lekatnya massa tablet

pada dinding ruang cetak dan permukaan punch serta menghasilkan

kilap percetakan pada tablet (Voigt, 1984)

Bahan pengikat dan pengisi yang digunakan untuk membuat sediaan

tablet floating adalah bahan polimer dengan kepadatan curah kurang

dari 1 g/cm3, sehingga membentuk penghalang gel kohesif dan

mempunyai kemampuan melarut perlahan-lahan yang cukup untuk

mempertahankan obat tersebut selama jangka waktu yang lama.

Hidrokoloid alam atau semisintetik biasanya digunkan untuk

pengembang system hidrodinamis seimbang tersebut. HPMC yang

paling banyak digunakan sebagai bahan pembantu matriks dalam

system gastroretentif dan bahan lainnya yang dapat digunakan adalah

Carbopol, HPC, EC, agar-agar, asam alginat, carragenans atau getah

alam sebagai bahan pembantu membentuk matriks [129,130,200-203].

ii

Page 27: makalah biofarmasi

Prinsipfungsional bahan ini didasarkan pada kenyataan, bahwa

matriks mulai membengkak dan bentuk gel lapisan dengan udara

terperangkap di sekitar inti tablet setelah kontak dengan cairan

lambung, sedangkan lapisan gel mengontrol pelepasan obat. Setelah

lapisan gel luar terkikis,batas pembengkakan bergerak menuju inti

kering, menjaga hidrasi dan apung sistem.

Penambahan asam lemak untuk formulasi ini mengarah ke

bahan yang menunjukkan kepadatan rendah, sedangkan difusi media

air ke dalam bahan menurun mengurangi erosi dari sediaan tablet

tersebut. Kelemahan pasient/konsumen dalam konsunsi sediaan

tersebut adalah terletak pada kepasifan sistem pencernaan, dimana

tergantung pada udara terperangkap dalam tablet. Sebuah pendekatan

untuk menghindari masalah ini terletak pada peningkatan kekuatan

mengambang dengan memasukkan natrium bikarbonat sebagai agen

gas membentuk tersebar, di HPMC matriks hidrogelnya.

Penggunaan polimer sintetis seperti asam metakrilat-

metilmetakrilat, kopolimer atau poli (vinil asetat) mengarah ke

pembentukan matriks inert. Terlepas dari penambahan bahan

pembantu tablet umum seperti laktosa atau dikalsium fosfat, profil

pelepasan obat dari matriks polimer dapat disesuaikan oleh polimer

pencampuran dengan hidrofilisitas berbeda.

Selanjutnya, polimer campuran digunakan untuk meningkatkan

kekerasan tablet dan kemampuan untuk menghambat pelepasan obat.

Sistem ini membengkak hanya sampai batas tertentu. Dalam

hubungan ini Kollidon SR dapat digunakan juga untuk mengontrol

pelepasan obat berbagai macam seperti Metformin HCl, propranolol

HCl, Diphenhydramine HCl dan diltiazem HCl. Bahab pembantu ini

sangat baik dan dapat digunakan sebagai eksipien untuk kompresi

langsung, sedangkan tablet ini ditandai dengan rendahnya kerapuhan

dan kekuatan menghancurkan tinggi pada kekuatan kompresi rendah

selama tablet proses.

ii

Page 28: makalah biofarmasi

1.2 Evaluasi Sediaan

Evaluasi sediaan di lakukan untuk mengetahui karakteristik

sediaan sehingga dapat di ketahui kualitas sediaan dan kemmapuan

sediaan untuk bertahan di dalam lambung. Evaluasi yang di lakukan

pada sediaan meliputi pengujian distribusi ukuran partikel, laju alir,

uji keterapungan, uji daya mengambang, penentuan kandungan obat

serta uji pelepasan obat secara invitro (uji disolusi).

a. Distribusi Ukuran Paritkel

Penentuan distribusi ukuran partikel dilakukan untuk

mengetahui distribusi ukuran granul yang dihasilkan dari proses

granulisasi. Distribusi ukuran partikel ditentukan dengan mengayak

granul dengan ayakan ukuran tertentu.

b. Laju Alir

Evaluasi laju alir dilakukan untuk mengetahui sifat aliran

granul, terutama untuk granul yang akan di masukkan ke dalam

kapsul atau dicetak menjadi tablet. Laju alir granul di tentukan

dengan menggunakan alat flowmeter.

c. Uji Kandungan Obat

Uji kandungan obat dilakukan untuk mengetahui kadar obat

yang terkandung dalam suatu sediaan. Hal ini dilakukan untuk

menjamin bahwa kandungan obat yang terdapat dalam sediaan

sesuai dengan dosis yang di tentukan agar dapat mmberikan efek

terapeutik yang diinginkan.

Penetapan kadar granul dilakukan dengan menghancurkan granul

menjadi serbuk kembali, kemudian dilarutkan dalam HCl 0,1 N dan

kadarnya di tentukan dengan melihat serapannya dengan

spektrofotometri UV-Vis.

a. Uji keterapungan

Uji keterapungan dilakukan untuk mengetahui waktu yang

dibutuhkan sediaan untuk mulai mengapung dan lamanya sediaan

mengapung dalam medium HCl 0,1 N. Semakin lama sediaan

ii

Page 29: makalah biofarmasi

mengapung, maka semakin lama sediaan dapat bertahan di

lambung.

b. Uji daya mengembang

Uji daya mengambang dilakukan untuk mengetahui kekuatan

mengambang sediaan dengan polimer tertentu. Pada sediaan

mengapung, uji ini dilakukanuntuk mengetahui kekuatan

mengambang polimer dalam medium asam sehingga dapat

membentuk lapisan gel yang akanmemrangkap gas CO2 yang

terbentuk.

c. Uji disolusi

Disolusi adalah suatu proses melarutnya bahan padat. Laju

disolusi di definisikan sebagai jumlah bahan aktif dari suatu

sediaan padat yang melarut persatuan waktu dalam kondisi

temperatur dan suhu yang telah terstandarisasi. Uji disolusi invitro

dilakukan untuk mengukur laju dan jumlah obat yang terlarut

dalam medium sehingga dapat menggambarkan profil pelepasan

obat di dalam tubuh. Beberapa faktor yang mempengaruhi laju

pelepasan obat, antara lain:

1. Kelarutan obat yang dipengaruhi oleh struktur ,berat molekul,

dan Pka

2. Karakteristik polimer, seperti hidrofilisitas/lipofilisitas, berat

molekul, dan tortuitas.

3. Perbandingan antara polimer dan obat dalam sediaan

ii

Page 30: makalah biofarmasi

BAB IV

KESIMPULAN

1. Gastro Retentive DDS merupakan sistem penghantaran obat yang memiliki

kemampuan menahan obat di dalam saluran pencernaan khususnya di lambung untuk

memperpanjang periode waktu. Setelah obat lepas selama periode waktu yang

disyaratkan, bentuk sediaan harus terdegradasi tanpa menyebabkan gangguan

pencernaan.

2. Tablet floating adalah system dengan densitas yang kecil, yang memiliki kemampuan

mengambang kemudian mengapung dan tinggal dilambung untuk beberapa waktu.

Pada saat sediaan mengapung dilambung, obat dilepaskan perlahan pada kecepatan

yang dapat ditentukan, hasil yang diperoleh adalah peningkatan gastric residence time

(GRT) dan pengurangan fluktuasi konsentrasi obat dalam plasma (Chawla et al.,

2003).

3. Bentuk floating system banyak diformulasi dengan menggunakan matriks-matriks

hidrofilik dan dikenal dengan sebutan hydrodynamically balanced system (HBS),

karena saat polimer berhidrasi intensitasnya menurun akibat matriknya mengembang,

dan dapat menjadi gel penghalang dipermukaan bagian luar. Bentuk-bentuk ini

diharapkan tetap dalam keadaan mengapung selama tiga atau empat jam dalam

lambung tanpa dipengaruhi oleh laju pengosongan lambung karena densitasnya lebih

rendah dari kandungan gastrik. Hidrokoloid yang direkomendasikan untuk formulasi

bentuk floating adalah cellulose ether polymer, khususnya hydroxypropyl

methylcellulose (Moes, 2003).

4. Zat aktif yang digunakan dalam membuat sediaan tablet floting adalah zat aktif yang

digunakan untuk terapi lambung, tidak stabil karena adanya reaksi dengan cairan

lambung (terdegradasi didalam saluran intestinal / kolon), kelarutannya rendah pada

pH tinggi, zat yang dapat diabsorbsi secara cepat dilambung dan memiliki rentang

absorbs yang sempit.

Captopril merupakan salah satu obat yang sering digunakan dalam pengobatan

hipertensi dengan frekuensi penggunaan berulang kali dalam sehari, karena itu

kaptopril perlu diformulasikan dalam bentuk lepas lambat serta dicari formula

optimumnya.

ii

Page 31: makalah biofarmasi

Captopril mempunyai waktu paruh biologis satu sampai tiga jam dengan dosis sekali

pakai 12,5-25 mg dua sampai tiga kali sehari, dosis maksimum 150 mg sehari.

Captopril mudah larut dalam air dan mudah teroksidasi pada pH usus, sehingga perlu

diperhatikan strategi pengembangan tablet captopril lepas lambat yang cukup kuat

menahan pelepasan obat dan dapat bertahan dalam lambung dalam waktu yang cukup

lama, karena itu sediaan lepas lambat dari captopril dianggap dapat memberikan

manfaat yaitu dapat mengurangi frekuensi pemberian obat sehingga kepatuhan pasien

dapat ditingkatkan, keefektifan pengobatan dapat tercapai, dan mengurangi efek

samping (Seta et al., 1988).

Sediaan lepas lambat mempunyai beberapa keuntungan dibanding bentuk

sediaan konvensional, yaitu (Ansel et al, 1999):

- Mengurangi fluktuasi kadar obat dalam darah.

- Mengurangi frekuensi pemberian

- Meningkatkan kepuasan dan kenyamanan pasien

- Mengurangi efek samping yang merugikan

- Mengurangi biaya pemeliharaan kesehatan

Sedangkan kerugian bentuk sediaan lepas lambat antara lain (Ballard, 1978):

- Biaya produksi lebih mahal dibanding sediaan konvensional

- Adanya dose dumping yaitu sejumlah besar obat dari sediaan obat dapat lepas

secara cepat

- Sering mempunyai korelasi in vitro – in vivo yang jelek

- Mengurangi fleksibilitas pemberian dosis

- Efektifitas pelepasan obat dipengaruhi dan dibatasi oleh lama tinggal di saluran

cerna

- Jika penderita mendapat reaksi samping obat atau secara tiba–tiba mengalami

keracunan maka untuk menghentikan obat dari sistem tubuh akan lebih sulit

dibanding sediaan konvensional

- Tidak dapat digunakan untuk obat yang memiliki dosis besar (500 mg)

5. Evaluasi Sediaan

ii

Page 32: makalah biofarmasi

Distribusi Ukuran Paritkel

Laju Alir

Uji Kandungan Obat

Uji keterapungan

Uji daya mengembang

Uji disolusi

DAFTAR PUSTAKA ii

Page 33: makalah biofarmasi

Formulasi tablet floating famotidin dengan sistem swelling menggunakan

kombinasi matriks hpmc k4m dan metolose 90sh-15000sr, dr. Teti indrawati

M.Si., apt. 2012.

Indrawati, T. Sistem Penghantaran Obat Oral Yang Ditahan

Dilambug( gastroretentive).2012 : ISTN Jakarta

Shep, Santosh, dkk. Swelling System: A Novel Approach Towards Gastroretentive

Drug Delivery System. Indo-Global Journal of Pharmaceutical

Sciences, 2011, Vol 1., Issue 3: Page No. 234-242.

Omidian, H., Park, K. Swelling agents and devices in oral drug

delivery. J. DRUG DEL. SCI. TECH., 18 (2) 83-93 2008.

International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Science Vol 1, Nov-Dec

2009

Karakterisasi Sediaan, Nurina Rezki Pratiwi, FMIPA UI.

DAFTAR ISI

ii

Page 34: makalah biofarmasi

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………. i

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………… ii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang …………………………………………………………………1

B. Tujuan ………………………………………………………………………… 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fisiologi Pencernaan ………………………………………........ 3

B. Tahap Pengosongan Lambung ..............................…………………………... 5

C. Pengertian Gastro Retentive DDS ..............................……………………….. 6

D. Kelebihan dan Kekuangan Gastro Retentive DDS……………………………. 7

E. Faktor Yang Mempengaruhi Sistem Gastro Retentif ........……………………. 8

F. Sistem Floating ……………………………………….……………………… 8

G. Perbedaan Sediaan Tablet dengan Lepas lambat……………………………. 15

BAB III. PEMBAHASAN

A. Mekanisme Biofarmasi Floating System ……………...……………………… 21

B. Contoh Obat ………………………………………………………………….. 23

BAB IV. KESIMPULAN ..………………………………………………………………. 30

DAFTAR PUSTAKA

MAKALAH BIOFARMASI

ii

Page 35: makalah biofarmasi

GASTRO RETENTIVE FLOATING SYSTEM

Di Susun Oleh :

1) Sandra Dwi M eigawati (15334707)

2) Agriana Yudhayanty (15334708)

3) Indri Hapsari (15334710)

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL

JAKARTA SELATAN

2015

KATA PENGANTAR

ii

Page 36: makalah biofarmasi

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka

penulis dapat  menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Gastro Retentive Floating

System”

Penulisan makalah ini adalah merupakan salah satu tugas mata kuliah Biofarmasi.

Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik

pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis.

Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan

pembuatan makalah ini dan selanjutnya.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang  tak

terhingga kepada semua pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya dan

dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon

maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik

dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Jakarta, November 2015

Penyusun

ii

Page 37: makalah biofarmasi

37