Besarnya Resiko Bblr Dengan Ikterus Neonatorum

4
BESARNYA RESIKO BBLR TERHADAP IKTERUS NEONATORUM DI RUMAH SAKIT UMUM SUKOHARJO BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa angka kematian bayi sebagian besar disebabkan oleh asfiksia (20-60%), infeksi (25-30%), bayi dengan berat lahir rendah(25-30%), dan trauma persalinan (5-10%) (Depkes RI, 2008). Berdasarkan WHO (2007) prevalensi bayi berat badan lahir rendah diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3% - 3,8% dan lebih sering terjadi di negara-negara berkembang atau sosial ekonomi rendah. Menurut Riskesdas menjelaskan Jika diamati dari bayi lahir, prevalensi bayi dengan berat bayi lahir rendah (BBLR) di Indonesia berkurang dari 11,1 persen tahun 2010 menjadi 10,2 persen tahun 2013. Variasi antara provinsi sangat mencolok dari terendah di Sumatera Utara (7,2%) sampai yang tertinggi di Sulawesi Tengah (16,9%) (Riskesdas, 2013). Presentase bayi berat lahir rendah di jawa tengah pada tahun 2014 sebanyak (3,9%), meningkat bila dibandingkan tahun 2013 (3,75%). Presentase BBLR tertinggi adalah dikabupaten Grobogan (7,2%) dan yang terendah dikabupaten Pati (0,5%). Usia kehamilan merupakan salah satu faktor terjadinya bayi lahir dengan berat bayi lahir rendah, wanita dengan persalinan preterm umur kehamilan 34-36 minggu memiliki risiko bayi BBLR namun

description

ddffffff

Transcript of Besarnya Resiko Bblr Dengan Ikterus Neonatorum

Page 1: Besarnya Resiko Bblr Dengan Ikterus Neonatorum

BESARNYA RESIKO BBLR TERHADAP IKTERUS NEONATORUM DI RUMAH SAKIT UMUM SUKOHARJO

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar BelakangMenurut World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa angka kematian

bayi sebagian besar disebabkan oleh asfiksia (20-60%), infeksi (25-30%), bayi dengan berat lahir rendah(25-30%), dan trauma persalinan (5-10%) (Depkes RI, 2008).

Berdasarkan WHO (2007) prevalensi bayi berat badan lahir rendah diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3% - 3,8% dan lebih sering terjadi di negara-negara berkembang atau sosial ekonomi rendah.

Menurut Riskesdas menjelaskan Jika diamati dari bayi lahir, prevalensi bayi dengan berat bayi lahir rendah (BBLR) di Indonesia berkurang dari 11,1 persen tahun 2010 menjadi 10,2 persen tahun 2013. Variasi antara provinsi sangat mencolok dari terendah di Sumatera Utara (7,2%) sampai yang tertinggi di Sulawesi Tengah (16,9%) (Riskesdas, 2013).

Presentase bayi berat lahir rendah di jawa tengah pada tahun 2014 sebanyak (3,9%), meningkat bila dibandingkan tahun 2013 (3,75%). Presentase BBLR tertinggi adalah dikabupaten Grobogan (7,2%) dan yang terendah dikabupaten Pati (0,5%).

Usia kehamilan merupakan salah satu faktor terjadinya bayi lahir dengan berat bayi lahir rendah, wanita dengan persalinan preterm umur kehamilan 34-36 minggu memiliki risiko bayi BBLR namun dengan persalinan cukup bulan juga memiliki risiko bayi BBLR ( Leonardo,2011).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tutiek Herlina, dkk di RSUD Dr. Harjono Ponorogo pada tahun 2012 tentang Hubungan Antara Berat Bayi Lahir dengan kadar Bilirubin Bayi Baru Lahir, menyatakan bahwa dari 88 berat bayi lahir tidak normal, 72 bayi (81,8%) mempunyai kadar bilirubin tidak normal dan 16 bayi (18,2%) mempunyai kadar bilirubin normal, sedangkan dari 47 berat bayi normal, 40 bayi (85,1%) mempunyai kadar bilirubin normal, dan 7 bayi (14,9%) mempunyai kadar bilirubin tidak normal sehingga dapat disimpulkan bahwa berat bayi lahir berhubungan dengan kadar bilirubin.

Ikterus neonatorum dapat menimbulkan ensefalopati bilirubin indirek (kernikterus) yaitu manifestasi klinis yang timbul akibat efek toksis bilirubin pada sistem saraf pusat di ganglia basalis dan beberapa nuklei batang otak. Saat ini angka kelahiran bayi di Indonesia diperkirakan mencapai 4,6 juta jiwa per tahun, dengan

Page 2: Besarnya Resiko Bblr Dengan Ikterus Neonatorum

angka kematian bayi sebesar 48/1000 kelahiran hidup dengan ikterus neonatorum merupakan salah satu penyebabnya sebesar 6,6% (DEPKES RI, 2002).

Berdasarkan data di atas bahwa ikterus sangat berkaitan erat dengan bayi prematur dan bayi cukup bulan. Setiap tahun dilaporkan ada sekitar 15 juta bayi lahir prematur di dunia, lebih dari satu dalam 10 kelahiran. Kelahiran prematur meningkat setiap tahun hampir di semua negara (WHO, 2012).

Kelahiran prematur adalah bayi lahir hidup kurang dari 37 minggu kehamilan, menjadi morbiditas dan mortalitas perinatal (Zhang et al, 2012).

Berdasarkan latar belakang diatas, berapakah besarnya resiko BBLR terhadap ikterus neonatorum dan ikterus neonatorum yang tanpa BBLR.

B. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang masalah yang sudah di uraikan di atas maka dapat

dirumuskan sebagai berikut: “berapakah besarnya resiko BBLR terhadap ikterus neonatorum.

C. Tujuan PenelitianUntuk mengetahui dan menganalisis besarnya resiko BBLR terhadap ikterus neonatorum di RS Umum Sukoharjo.

Page 3: Besarnya Resiko Bblr Dengan Ikterus Neonatorum

Kerangka Konsep

Faktor Ibu

1. Gizi ibu hamil kurang

2. Merokok3. Minum alkohol4. Preeklamsia5. Infeksi6. Ketuban pecah

dini

Faktor Neonatus

1. Ketuban pecah dini2. Atresia bilier3. Perdarahan

antepartum4. Kehamilan ganda5. Kelainan

kongenital6. Kelainan bentuk

uterus7. hidroamnion

Berat bayi lahir normal BBLR Berat bayi lahir berlebih

PREMATUR CUKUP BULAN

Page 4: Besarnya Resiko Bblr Dengan Ikterus Neonatorum

Peningkatan hemolysis eritrosit dan HB fetus berumur pendek

Hepar imatur

Uridine difosfat glukoronil transferase menurun

Gangguan konjugasi dan ekskresi billirubin

IKTERUS

Peningkatan hemolysis eritrosit dan HB fetus

berumur pendek

IKTERUS