Bell's Palsy

6
BELL’S PALSY dr. Nani Kurniani, SpS(K) Sub. Divisi Saraf Tepi dan Neuro-fisiologi PENDAHULUAN Bell’s Palsy adalah paralisis nervus fasialis unilateral akut yang merniliki nama lain idiopatic fascial paralysis. Gejala parese n.fasialis ini mulai dikenalkan oleh dr Charles Bells pada tahun 1829. Istilah Bell’s Palsy pada awalnya digunakan untuk seluruh kasus paralisis n.fasialis tanpa memandang penyebabnya, namun beberapa tahun terakhir hanya dipakai bagi paralisis n.fasialis yang tidak memiliki etiologi yang jelas. EPIDEMIOLOGI Bell’s Palsy adalah penyebab terbanyak paralisis n.fasialis unilateral akut, kejadiannya berkisar 75%. insidensi Bell’s Palsy berkisar 20-30 kasus per 100.000 penduduk per tahun. insidensi ini tidak berhubungan dengan musim dan letak geografis. Insidensi tertinggi ditemukan didaerah Seekori, Jepang, pada tahun 1986 dan terendah di Swedia tahun 1971. Di Indonesia belum ada data mengenai angka kejadian Bell’s Palsy, penelitian Supartono G pada tahun 1989 menemukan 115 penderita parese N.Fasialis perifer di Poli Saraf RS.HS selama 1 tahun. Mariva R pada tahun 2004 meneliti 103 kasus Bell’s Palsy, dan pada tahun 2006, Arifin menemukan 136 kasus Bell’s Palsy. Wanita dan pria mempunyai risiko sama, tapi angka kejadian lebih tinggi sekitar 4,5 kali pada wanita hamil dan penderita diabetes melitus. Semua kelompok umur dapat terkena terutama pada kelompok 15-45 tahun. Tidak ada predileksi sisi wajah tertentu yang lebih sering terkena. ANATOMI DAN FISIOLOGI NERVUS FASIALIS Nervus fasialis berasal dan lapisan mesoderm pada lengkung brakial kedua, inti n.fasialis terdapat di tegmentum pontis. Inti motorik terdiri dan 2 bagian superior dan inferior Bagian superior mengurus persaratan otot wajah bagian atas mendapat kontrol dan traktus kortikobulbar bilateral, sedangkan bagian inferior mengurus persarafan otot wajah bagian bawah dan mendapat kontrol secara unilateral dan hemisfer kontralateral. Bila terdapat lesi sentral unilateral hanya otot wajah bagian bawah kontralateral yang lumpuh, bila lesi mengenai kedua inti motorik maupun serabut sarafnya maka seluruh otot wajah sesisi akan mengalami kelumpuhan.

description

menyon

Transcript of Bell's Palsy

BELLS PALSY

dr. Nani Kurniani, SpS(K) Sub. Divisi Saraf Tepi dan Neuro-fisiologi

PENDAHULUAN Bells Palsy adalah paralisis nervus fasialis unilateral akut yang merniliki nama lain idiopatic fascial paralysis. Gejala parese n.fasialis ini mulai dikenalkan oleh dr Charles Bells pada tahun 1829. Istilah Bells Palsy pada awalnya digunakan untuk seluruh kasus paralisis n.fasialis tanpa memandang penyebabnya, namun beberapa tahun terakhir hanya dipakai bagi paralisis n.fasialis yang tidak memiliki etiologi yang jelas.

EPIDEMIOLOGI Bells Palsy adalah penyebab terbanyak paralisis n.fasialis unilateral akut, kejadiannya berkisar 75%. insidensi Bells Palsy berkisar 20-30 kasus per 100.000 penduduk per tahun. insidensi ini tidak berhubungan dengan musim dan letak geografis. Insidensi tertinggi ditemukan didaerah Seekori, Jepang, pada tahun 1986 dan terendah di Swedia tahun 1971. Di Indonesia belum ada data mengenai angka kejadian Bells Palsy, penelitian Supartono G pada tahun 1989 menemukan 115 penderita parese N.Fasialis perifer di Poli Saraf RS.HS selama 1 tahun. Mariva R pada tahun 2004 meneliti 103 kasus Bells Palsy, dan pada tahun 2006, Arifin menemukan 136 kasus Bells Palsy. Wanita dan pria mempunyai risiko sama, tapi angka kejadian lebih tinggi sekitar 4,5 kali pada wanita hamil dan penderita diabetes melitus. Semua kelompok umur dapat terkena terutama pada kelompok 15-45 tahun. Tidak ada predileksi sisi wajah tertentu yang lebih sering terkena.

ANATOMI DAN FISIOLOGI NERVUS FASIALIS Nervus fasialis berasal dan lapisan mesoderm pada lengkung brakial kedua, inti n.fasialis terdapat di tegmentum pontis. Inti motorik terdiri dan 2 bagian superior dan inferior Bagian superior mengurus persaratan otot wajah bagian atas mendapat kontrol dan traktus kortikobulbar bilateral, sedangkan bagian inferior mengurus persarafan otot wajah bagian bawah dan mendapat kontrol secara unilateral dan hemisfer kontralateral. Bila terdapat lesi sentral unilateral hanya otot wajah bagian bawah kontralateral yang lumpuh, bila lesi mengenai kedua inti motorik maupun serabut sarafnya maka seluruh otot wajah sesisi akan mengalami kelumpuhan.

(gambar dikutp dan Netter Atlas of Neuroanatorny and Neurophysiology, 2002) Nervus Fasialis (Nervus kranial VII) mempunyai 4 buah inti yaitu;(1) Nukleus Fasialis, untuk saraf somato motorik disebut sebagai nukleus motorik utama mempersarafi otot wajah, (2) Nukleus Salivatorius, untuk sarat viseromotoris merupakan serabut para simpatis yang mempersarati mukosa taring, palatum, rongga hidung, sinus para nasal, dan glandula submaksilaris, sublingualis dan lakrimalis,(3) Nukleus solitarius, untuk sarat viserosensoris menghantarkan impuls dan alat kecap dua per tiga anterior lidah, dasar mulut dan palatum mole, (4) Nukleus sensoris trigeminus, untuk saraf somato sensoris menghantarkan rasa nyeri, suhu, raba, daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi oleb n.trigeminal.

PATOFISIOLOGI Penyebab pasti Bells Palsy saat ini belum diketahui, beberapa teori telah dikemukakan antara lain teori iskemi vaskular dan infeksi virus. Pada teori iskemi vaskular, Mc Groven tahun 1955 menyatakan adanya ketidak stabilan otonomik dengan respons simpatis yang berlebihan menyebabkan spasme pada arteriol dan stasis pada vena pada bagian bawah kanalis spinalis. Vasospasme ini menyebabkan iskemi dan terjadi edema yang menyebabkan bertambahnya kompresi aliran darah dalam tuba falopii eustachius, teori ini masih menjadi kontroversi karena vaskularisasi nervus fasialis sangat kaya. sehingga menentang teori ini dengan mengajukan teori infeksi viral. Teori infeksi virus mengatakan bahwa beberapa penyebab infeksi yang dapat ditemukan pada kasus paralisis n.fasialis adalah otitis media, meningitis bakterialis, penyakit lime, infeksi HIV dan lain lain. Pada tahun 1972 Mc.Cromick menyebutkan bahwa pada fase latent, VHS tipe 1 ditemukan di ganglion genikulatum dan dapat mengalami reaktivasi pada saat daya tahan tubuh menurun, menyebabkan neuropati nervus fasialis. Teori kombinasi diperkenalkan oleh Zalvan, menyebutkan bahwa kemungkinan Bells Palsy disebabkan oleh suatu infeksi atau reaktivasi virus Herpes Simpleks dan merupakan reaksi immunologis sekunder atau karena proses vaskuler sehingga menyebabkan inflamasi dan penekanan nervus tasialis periter ipsilateral.

DIAGNOSIS Diagnosis Bells Palsy ditegakan secara per ekskluasionam karena penyebab Bells Palsy masih dianggap idiopatik. Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik berupa kelemahan otot fasialis unilateral akut yang tidak diketahui penyebabnya. Tanda dan gejala fisik pada pemeriksaan klinis akan ditemukan: (1) Kelemahan otot wajah sesisi dimana penderita tidak dapat mengangkat alis, mengerutkan dahi, menutup mata, serta tidak dapat tersenyum, (2) Gejala lain yang mungkin ditemukan antara lain nyeri retroaurikuler, gangguan rasa kecap, hiperakusi, penurunan sekresi air mata, rasa baal pada sisi terkena. Pada pemeriksaan fisik ditemukan, ketika penderita suruh mengangkat alis terlihat kerutan dahi mendatar pada sisi terkena, pendataran plika nasolabialis pada sisi terkena dan mulut mencong kesisi yang sehat, dan penderita tidak dapat menutup mata sempurna pada sisi yang terkena.

Untuk menilai derajat parese n.fasialis digunakan House Brackmann Classification of fascial function terdiri dari 6 derajat, yang dilihat waktu bergerak. Derajat 1: Fungsional normal. Derajat 2: Angkat alis baik menutup mata komplit mulut sedikit asimetris. Derajat 3: Angkat alis sedikit, menutup mata komplit dengan usaha, mulut bergerak sedikit lemah dengan usaha maksimal. Derajat 4: Tidak dapat mengangkat alis menutup mata inkomplit dengan usaha, mulut bergerak asimetris dengan usaha maksimal. Derajat 5: Tidak dapat mengangkat alis,menutup mata inkomplit dengan usaha, mulut sedikit bergerak. Derajat 6: Tidak bergerak sama sekali.

Pemeriksaan khusus untuk menegakkan diagnosis pasti Bells Palsy pada saat ini belum ada. Pemeriksaan penunjang berupa pencitraan dan elektrodiagnosis dilakukan hanya pada kasus-kasus dimana tidak terjadi kesembuhan sempurna atau untuk mencari etiologi pada parese n.fasialis. Pemeriksaan elektrodiagnosis (EMG) / Blink Reflek diutamakan untuk menentukan prognosis.

Gambaran Recruitment EMG Intermedia dan Polifasik

Blink Reflek Pada N.Infraorbitalis

Pada dasarnya diagnosis banding untuk Bells Palsy dibedakan berdasarkan lesi sentral dan perefer. Pada lesi perifer perlu dipikirkan penyakit lime, otitis media, Sindroma Ramsay-hunt, Sindroma Gullian Barre, tumor parotis, dan tumor nasofaring. Sedangkan pada lesi sentral perlu dipikirkan diagnosis multiple sclerosis, stroke, dan tumor otak.

PENATA LAKSANAN Penatalaksanaan Bells Palsy masih kontroversi, sekitar 70% penderita penderita sembuh sempurna dengan atau tanpa terapi, 30% mengalami penyembuhan inkomplit, dan 5% diantaranya dengan gejala sisa yang berat. Terapi medika mentosa yang dapat digunakan adalah kortikosteroid, The Quality standar subcommitte of the America Academy of Neurology 1966-2000 merekomendasikan pemberian kortikosteroid oral secepatnya memberikan hasil probably efektif, 80% akan sembuh sempurna, pengobatan yang cepat dalam 72 jam pertama menunjukan implikasi baik berdasarkan waktu dan derajatnya. Dosis kortikosteroid 1mg/Kg RB/hari dibagi 2 dosis selama 6 hari dan diturunkan bertahap berhenti 10 hari. Pada penelitian Mariva thn 2004 pemberian kortikosteroid pada penderita Bells Palsy derajat tinggi dapat meningkatkan presentase penyembuhan penderita, tapi untuk yang derajat rendah tidak banyak pengaruhnya. The Quality Standars Subcommittee of the America academy of neurology (1966-2000) merekomendasikan pemberian asiklovir oral dengan kombinasi kortikosteroid memberikan hasil posible efektif dengan penambahan 18% dibandingkan dengan tenapi kortikosteroid saja. Dosis asiklovir yang digunakan adalah 1000 mg/hari selama 5 hari sampai 2400mg/hari selama 10 hari. Arifin R 2009 pemberian kombinasi prednison dan asiklovir pada pasien Bells Palsy derajat berat memberikan hasil lebih baik dibandingkan hanya prednison saja. Metilkobalamin adalah preparat aktit B12. Metilkobalamin berperan sebagai kofaktor dalam proses remielinisasi dengan membantu sintesa metionin,metionin diperlukan untuk mensintesa fosfolipid dan mielin sehingga mempercepat perbaikan jaringan saraf, dosis metilkobalamin 3X 500 ug /hari. Mariva R pada tahun 2004 meneliti bahwa pemberian kombinasi terapi prednison dengan metilkobalamin memberikan kesembuhan lebih besar (94,2%) dibandingkan metilkobalamin saja (84,3%) Fisioterapi yang dapat diberikan berupa terapi panas superfisial dan dalam dimulai hari keempat. Stimulasi listrik saat ini masih kontroversial, sedangkan latihan dan pemijatan wajah disertai kompres panas pada sisi yangg terkena dikatakan cukup dapat membantu. Tindakan bedah bukan merupakan penatalaksanaan yang rutin dilakukan. Indikasi dilakukan pembedahan adalah dengan kriteria tertentu antara lain tidak ada penyembuhan, Bells Palsy berulang, dan pemeriksaan neurodiagnosis menunjukan kelainan.

PROGNOSIS Secara keseluruhan prognosis baik, waktu penyembuhan bervariasi antara beberapa minggu sampai 12 bulan. Umumnya 70% akan sembuh sempurna dalam 6 minggu, 30% akan mengalami degenerasi aksonal yang akan mendasari terjadi kelemahan menetap, sinkenesis atau kontraktur. Faktor yang mempengaruhi penyembuhan adalah derajat kelumpuhan, pemberian terapi lebih awal, dan kombinasi terapi, usia penderita, dan faktor lain yang mempengaruhi. Prognosis buruk pada penderita dengan hiperakusis dan penurunan sekresi air mata dan terjadi spasme hemifasial.

KESIMPULAN Bells Palsy adalah paresis nervus pasialis akut dengan penyebab idiopatik, sekitar 70% sembuh sempurna dengan atau tanpa terapi. Pada parese n. fasialis akut kita harus memeriksa adakah kelainan neurologis lain yang menyertai parese n.fasialis. Penentuan derajat kerusakan berdasarkan House Brackman sangat bermanfaat untuk pemberian terapi dengan segera dan menentukan prognosis.

DAFTAR PUSTAKA Adour K.K., Ruboyianis J.M., Von Doersten D.C. Bells Palsy treatment with acyclovir band prednison compared with prednison alone A Double Blind randomised, controltrial Ann Otol Rhinol Laryngol 1996, 105 371-8. Arifin R, perbandingan hasil terapi antara kombinasi predison asikiovir dengan terapi tunggal prednison pada penderita BelIsPalsy (tesis) RS Hasan Sadikin I FK Unpad 2009. Gilroy J., Basic neurology ed 3;New York McGrow-Hill 2000, hIm. 587-588. Crogan P.M., Gronseth CS., Practice parameter Steroid,acyclovir and surgery for Bells Palsy Report of the standar sub comite of the American Academi of Neurology. Neurology 2001. 56:830-836. iacson CC., Doersten P.C., The facial nerve. Current trends indiagnosis, treatment and rehabilitation in otolaryngology for internist Medical cliniks of North America i 9gg;83WB Saunder Company Jalaludin MA., Methylcobalamin treatment of Bells Palsy Method find Exp Clin Pharmacol 1995,17(8) 539-44. Kimura J (ed.) Peripheral Nerve desease:Hand Book of Clinical Neurofisiology vol 7; Elsevier, 2006. hIm. 827-829.