Bell's Palsy

37
REFERAT *Kepanitraan Klinik Senior/G1A106082 **Pembimbing BELL’S PALSY Putri Ulya Rachman* dr. Attiya Rahma, Sp.S** KEPANITRAAN KLINIK SENIOR BAGIAN NEUROLOGI 1

description

referat Bell's Palsy

Transcript of Bell's Palsy

Page 1: Bell's Palsy

REFERAT

*Kepanitraan Klinik Senior/G1A106082

**Pembimbing

BELL’S PALSY

Putri Ulya Rachman* dr. Attiya Rahma, Sp.S**

KEPANITRAAN KLINIK SENIOR

BAGIAN NEUROLOGI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

RSUD. RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI

2012

1

Page 2: Bell's Palsy

BAB I

PENDAHULUAN

Bell’s palsy atau prosoplegia adalah kelumpuhan nervus fasialis perifer,

terjadi secara akut dan penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) atau tidak

menyertai penyakit lain yang dapat mengakibatkan lesi nervus fasialis. Penyakit

ini dapat mengenai semua umur, namun lebih sering terjadi pada umur 20-50

tahun. Peluang untuk terjadinya bell’s palsy pada laki-laki sama dengan para

wanita. Pada kehamilan trimester ketiga dan 2 minggu pasca persalinan

kemungkinan timbulnya bell’s palsy lebih tinggi dari pada wanita tidak hamil,

bahkan bisa mencapai 10 kali lipat.1,2

Para ahli menyebutkan bahwa pada bell’s palsy terjadi proses inflamasi

akut pada nervus fasialis di daerah tulang temporal, disekitar foramen

stilomastoideus. Bell’s palsy hampir selalu terjadi unilateral. Namun demikian

dalam jarak waktu satu minggu atau lebih dapat terjadi paralisis bilateral. Penyakit

ini berulang atau kambuh.1

Paralisis fasialis perifer dapat terjadi pada penyakit-penyakit tertentu,

misalnya diabetes melitus, hipertensi berat, anestesi lokal pada pencabutan gigi,

infeksi telinga bagian tengah, sindrom Guillain Barre. Apabila faktor penyebab

jelas maka disebut paralisis fasialis perifer dan bukannya bell’s palsy.1

Biasanya penderita mengetahui kelumpuhan fasialis dari teman atau

keluarga atau pada saat bercermin atau sikat gigi/berkumur. Pada saat penderita

menyadari bahwa ia mengalami kelumpuhan pada wajahnya, maka ia mulai

merasa takut, malu, rendah diri, mengganggu kosmetik dan kadangkala jiwanya

tertekan terutama pada wanita dan pada penderita yang mempunyai profesi yang

mengharuskan ia untuk tampil di muka umum. Seringkali timbul pertanyaan di

dalam hatinya, apakah wajahnya bisa kembali secara normal atau tidak.2,3

2

Page 3: Bell's Palsy

Pada saat penderita menyadari bahwa ia mengalami kelumpuhan pada

wajahnya, maka ia merasa takut dan timbul pertanyaan di dalam hatinya apakah ia

menderita stroke yang berarti separuh tubuhnya akan menjadi lumpuh juga. Bila

terjadi pada penderita wanita akan menjadi malu dan jiwanya tertekan, takut kalau

menetap untuk selamanya.2

Permasalahan yang ditimbulkan Bell’s palsy cukup kompleks, diantaranya

masalah fungsional, kosmetika dan psikologis sehingga dapat merugikan tugas

profesi penderita. Sehingga diperlukan terapi secara cepat dan tepat untuk

mencapai pemulihan terbaik fungsi saraf wajah dan penderita dapat kembali

melakukan aktivitas kerja sehari-hari serta bersosialisasi dengan masyarakat.

3

Page 4: Bell's Palsy

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Bell’s palsy adalah kelumpuhan nervus fasialis perifer (N.VII), terjadi

secara akut dan penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) atau tidak menyertai

penyakit lain yang dapat mengakibatkan lesi nervus fasialis atau kelumpuhan

fasialis perifer akibat proses non-supuratif, non-neoplasmatik, non-degeneratif

primer namun sangat mungkin akibat edema jinak pada bagian nervus fasialis di

foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen tersebut, yang

mulanya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.1,3

2.2 Epidemologi

Insiden Bell’s palsy secara pasti sulit ditentukan karena penderita tidak

hanya berobat ke dokter saraf saja, tetapi kemungkinan ada yang berobat kepada

dokter umum, dokter THT maupun dokter mata. Data yang dikumpulkan dari 4

buah Rumah sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bell’s palsy sebesar 19,55 %

dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia 21–30 tahun. Lebih sering

4

Page 5: Bell's Palsy

terjadi pada wanita daripada pria. Tidak didapati perbedaan insiden antara iklim

panas maupun dingin, tetapi pada beberapa penderita didapatkan adanya riwayat

terpapar udara dingin seperti naik kendaraan dengan kaca terbuka, tidur di lantai

atau bergadang sebelum menderita bell’s palsy.2,4

2.3 Etiologi

Ada 4 teori yang dihubungkan dengan etiologi Bell’s palsy yaitu:2,4

1. Teori iskemik vaskuler

Terjadi gangguan regulasi sirkulasi darah ke N.VII. Terjadi

vasokontriksi arteriole yang melayani N.VII sehingga terjadi iskemik,

kemudian diikuti oleh dilatasi kapiler dan permeabilitas kapiler yang

meningkat dengan akibat terjadi transudasi. Cairan transudat yang keluar akan

menekan dinding kapiler limfe sehingga menutup. Selanjutnya akan

menyebabkan keluar cairan lagi dan akan lebih menekan kapiler dan venula

dalam kanalis fasialis sehingga terjadi iskemik.

2. Teori infeksi virus

Bell’s palsy sering terjadi setelah penderita mengalami penyakit virus,

sehingga menurut teori ini penyebab bell’s palsy adalah virus. Juga dikatakan

bahwa perjalanan klinis bell’s palsy menyerupai viral neurophaty pada saraf

perifer lainnya.

3. Teori herediter

Penderita bell’s palsy kausanya herediter, autosomal dominan. Bell’s

palsy terjadi mungkin karena kanalis fasialis yang sempit pada keturunan atau

keluarga tersebut, sehingga menyebabkan predisposisi untuk terjadinya paresis

fasialis.

4. Teori imunologi

5

Page 6: Bell's Palsy

Dikatakan bahwa Bell’s palsy terjadi akibat reaksi imunologi terhadap

infeksi virus yang timbul sebelumnya atau sebelum pemberian imunisasi.

Berdasarkan teori ini maka penderita bell’s palsy diberikan pengobatan

kotikosteroid dangan tujuan untuk mengurangi inflamasi dan edema di dalam

kanalis Fallopii dan juga sebagai immunosupresor.

2.4 Patofisiologi

Patofisiologi timbulnya Bell‘s Palsy secara pasti masih dalam perdebatan.

N.VII berjalan melalui bagian dari tulang temporal yang disebut dengan kanalis

fasialis. Adanya edema dan ischemia menyebabkan kompresi dari N.VII dalam

kanalis tulang ini, karena itu ia terjepit di dalam foramen stilomastoideum dan

menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Kompresi N.VII ini dapat dilihat dengan

MRI. Bagian pertama dari kanalis fasialis yang disebut dengan segmen

labyrinthine adalah bagian yang paling sempit, meatus foramien ini memiliki

diameter 0,66 mm. Lokasi inilah yang diduga merupakan tempat paling sering

terjadinya kompresi pada N.VII pada Bell‘s Palsy, karena bagian ini merupakan

tempat yang paling sempit maka terjadinya inflamasi, demielinisasi, ischemia,

ataupun proses kompresi paling mungkin terjadi. Lokasi terserangnya Nervus

Fasialis di Bell‘s Palsy bersifat perifer dari nukleus saraf tersebut, dimana

timbulnya lesi diduga terletak didekat ataupun di ganglion genikulatum. Jika

lesinya timbul di bagian proksimal ganglion genikulatum maka akan timbul

kelumpuhan motorik disertai dengan ketidak abnormalan fungsi gustatorium dan

otonom. Apabila lesi terletak di foramen stilomastoideus dapat menyebabkan

kelumpuhan fasial saja.4,5,6,7

6

Page 7: Bell's Palsy

2.5 Gambaran Klinis dan Keluhan

Biasanya timbul secara mendadak, penderita menyadari adanya

kelumpuhan pada salah satu sisi wajahnya pada waktu bangun pagi, bercermin

atau saat sikat gigi/berkumur atau diberitahukan oleh orang lain/keluarga bahwa

salah satu sudutnya lebih rendah. Bell’s palsy hampir selalu unilateral. Gambaran

klinis dapat berupa hilangnya semua gerakan volunter pada kelumpuhan total.

Pada sisi wajah yang terkena, ekspresi akan menghilang sehingga lipatan

nasolabialis akan menghilang, sudut mulut menurun, bila minum atau berkumur

air menetes dari sudut ini, kelopak mata tidak dapat dipejamkan sehingga fisura

papebra melebar serta kerut dahi menghilang.1,2,3

Bila penderita disuruh untuk memejamkan matanya maka kelopak mata

pada sisi yang lumpuh akan tetap terbuka dimana kelumpuhan N.VII yang

mempersyarafi m.orbikularis okuli dapat menyebabkan lagoftalmus yaitu palpebra

tidak dapat menutup dengan sempurna. Kelainan ini akan mengakibatkan trauma

konjungtiva dan kornea karena mata tetap terbuka sehingga konjungtiva dan

kornea menjadi kering dan terjadi infeksi. Infeksi ini dapat dalam bentuk

konjungtivitis atau suatu keratitis. Serta bola mata pasien berputar ke atas.

Keadaan ini dikenal dengan tanda dari Bell (lagoftalmus disertai dorsorotasi bola

mata). Karena kedipan mata yang berkurang maka akan terjadi iritasi oleh debu

7

Page 8: Bell's Palsy

dan angin, sehingga menimbulkan epifora. Dalam mengembungkan pipi terlihat

bahwa pada sisi yang lumpuh tidak mengembung. Disamping itu makanan

cenderung terkumpul diantara pipi dan gusi sisi yang lumpuh. Selain kelumpuhan

seluruh otot wajah sesisi, tidak didapati gangguan lain yang mengiringnya, bila

paresisnya benar-benar bersifat Bell’s palsy.2,3,7

Bila khorda timpani juga ikut terkena, maka terjadi gangguan pengecapan

dari 2/3 depan lidah yang merupakan kawasan sensorik khusus N.intermedius. dan

bila saraf yang menuju ke m.stapedius juga terlibat, maka akan terjadi hiperakusis.

Keadaan ini dapat diperiksa dengan pemeriksaan audiometri. Pada kasus yang

lebih berat akan terjadi gangguan produksi air mata berupa pengurangan atau

hilangnya produksi air mata. Ini menunjukkan terkenanya ganglion genikulatum

dan dapat diperiksa dengan pemeriksaan tes Schirmer.2,4,5

Komplikasi ke bagian mata antara lain :4,5,8

- Lagoftalmus

- Ektropion paralitik dari kelopak mata bagian bawah

- Alis Jatuh

- Retraksi kelopak mata atas

- Erosi Kornea

- Crocodile-tears tearing

Komplikasi ke bagian telinga antara lain: 4,5,8

Hampir separuh pasien yang mengalami Bell Palsy mengeluhkan nyeri

pada bagian belakang telinga. Nyeri biasanya terjadi bersamaan dengan timbulnya

gejala Bell Palsy, namun pada 25% kasus nyeri telinga terjadi lebih dulu 2-3 hari

sebelum timbulnya Bell Palsy. Beberapa pasien juga mengeluhkan terjadinya

hyperacusis pada telinga ipsilateral dari Palsy yang terjadi, yang merupakan akibat

sekunder dari kelemahan otot stapedius.

8

Page 9: Bell's Palsy

Gangguan Pengecapan: 4,5,8

Sepertiga pasien Bell Palsy melaporkan gangguan pengecapan, dimana

80% dari penderita Bell Palsy mengalami penurunan kemampuan merasa.

Spasme Fasial4,5,8

Spasme fasial adalah komplikasi yang jarang dari Bell Palsy, terjadi akibat

kontraksi tonic pada salah satu sisi wajah. Spasme ini biasanya terjadi pada saat

stress dan timbul akibat kompreksi dari akar Nervus VII akibat gangguan

pembuluh darah, tumor, ataupun proses demielinisasi akar saraf. Spasme ini lebih

sering menyerang pada usia 50 atau 60an. Selain itu juga dapat timbul Synkinesis

yaitu suatu kontraksi abnormal dari otot wajah saat tersenyum atau menutup

mata, contoh yang dapat terjadi adalah mulut pasien tertarik ketika tersenyum

atau ketika mengedipkan mata.

Keluhan dan gejala bergantung kepada lokasi lesi sebagai berikut :1,4,5

a. Lesi pada nervus fasialis disekitar foramen stylomastoideus baik yang

masih berada disebelah dalam dan sebelah luar foramen tersebut. Mulut

turun dan mencong ke sisi yang sehat sehingga sudut mulut yang lumpuh

tampaknya lebih tinggi kedudukannya daripada posisi yang sehat, maka

penderitanya tidak dapat bersiul, mengedip dan menutupkan matanya.

Lakrimalis yang berlebihan akan terjadi jika mata tidak terlindungi / tidak

bisa menutup mata sehingga pada mata akan lebih mudah mendapat iritasi

berupa angin, debu dan sebagainya, selain itu pula lakrimalis yang

berlebihan ini terjadi karena proses regenerasi dan mengalirnya axon dari

kelenjar liur ke kelenjar air mata pada waktu makan

b. Lesi pada canalis fasialis mengenai nervus chorda tympani.

Seluruh gejala di atas terdapat, ditambah dengan hilangnya sensasi

pengecapan dua pertiga depan lidah berkurangnya salivasi yang terkena.

9

Page 10: Bell's Palsy

c. Lesi yang lebih tinggi dalam canalis fasialis dan mengenal muskulus

stapedius

Gejala tanda klinik seperti pada (a) dan (b) ditambah adanya hiperakusis.

d. Lesi yang mengenai ganglion geniculatum.

Gejala tanda klinik seperti pada (a), (b), dan (c) ditambah onsetnya

seringkali akut dengan rasa nyeri di belakang dan didalam telinga. Herpes

Zoster pada tympanium dan concha dapat mendahului keadaan timbul

parese nervus fasilais. Sindrome Ramsay Hunt merupakan Bell’s yang

disertai herpes Zoster pada ganglion geniculatum, lesi – lesi herpetik

terlihat pada membrana tympani, canalis auditorium eksterna, dan pada

pinna.

e. Lesi di dalam Meatus Auditorius Internus

Gejala - gejala Bell’s Palsy di atas ditambah ketulian akibat terkenanya

nervus VIII.

f. Lesi pada tempat keluarnya Nervus Fasialis dari Pons

Lesi di pons yang terletak disekitar inti nervus abdduces bisa merusak akar

nervus fasialis, inti nervus abducens dan fasikulus longituinalis medialis.

Lesi pada daerah tersebut dapat menyebabkan kelumpuhan muskulus

rectus lateralis atau gerakan melirik kearah lesi.

g. Gangguan gerakan pada otot wajah yang sering dijumpai ialah gerakan

involunter yang dinamakan tic fasialis atau spasmus klonik fasialis. Sebab

dan mekanisme sebenarnya belum diketahui yang dianggap sebagai

sebabnya adalah suatu rangsangan iritatif di ganglion feniculatum. Namun

demikian gerakan - gerakan otot wajah involunter bisa bangkit juga

sebagai suatu pencerminan kegelisahan atau depresi. Pada gerakan

involunter tersebut, sudut muka terangkat dan kelompok mata memejam

secara berlebihan.

10

Page 11: Bell's Palsy

2.6 Diagnosa

Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa serta beberapa pemeriksaan

fisik, dalam hal ini yaitu pemeriksaan neurologis. Untuk menegakkan diagnosis

suatu bell’s palsy harus ditetapkan dulu adanya paresis fasialis tipe perifer,

kemudian menyingkirkan semua kemungkinan penyebabnya paresis fasialis

tersebut.2

Paresis fasialis perifer berbeda dari tipe sentral. Pada tipe sentral yang

terganggu atau paresis hanya pada bagian bawah wajah saja.

Anamnesa : 4,5,8

- Rasa nyeri.

- Gangguan atau kehilangan pengecapan.

- Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas yang dilakukan pada malam hari

di ruangan terbuka atau di luar ruangan.

- Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh penderita seperti infeksi

saluran pernafasan, otitis, herpes, dan lain-lain.

11

Page 12: Bell's Palsy

Pemeriksaan : 4,5,8

1. Pemeriksaan neurologi

Kelumpuhan nervus fasilalis melibatkan semua otot wajah sesisi

dan dapat dibuktikan dengan pemeriksaan - pemeriksaan berikut, yaitu:

a. Pemeriksaan motorik nervus fasialis.4

- Mengerutkan dahi : lipatan kulit dahi hanya tampak pada sisi yang

sehat saja.

- Mengangkat alis : alis pada sisi yang sakit tidak dapat diangkat

- Memejamkan mata dengan kuat : pada sisi yang sakit kelompak

mata tidak dapat menutupi bola mata dan berputarnya bola mata ke

atas dapat dilihat. Hal tersebut dikenal Fenomena Bell. Selain itu

dapat dilihat juga bahwa gerakan kelopak mata yang sakit lebih

lambat dibandingkan dengan gerakan kelopak mata yang sehat, hal

ini dikenal sebagai Lagoftalmus.

- Mengembungkan pipi : pada sisi yang tidak sehat pipi tidak dapat

dikembungkan.

- Pasien disuruh utnuk memperlihatkan gigi geliginya atau disuruh

meringis menyeringai : sudut mulut sisi yang lumpuh tidak dapat

diangkat sehingga mulut tampaknya mencong ke arah sehat. Dan

juga sulcus nasolabialis pada sisi wajah yang sakit mendatar.

12

Page 13: Bell's Palsy

b. Pemeriksaan sensorik pada nervus fasialis. 4,5,8

Sensasi pengecapan diperiksa sebagai berikut : rasa manis

diperiksa pada bagian ujung lidah dengan bahan berupa garam, dan

rasa asam diperiksa pada bagian tengah lidah dengan bahan asam

sitrat. Pengecapan 2/3 depan lidah : pengecapan pada sisi yang tidak

sehat kurang tajam.

c. Pemeriksaan Refleks. 4,5,8

Pemeriksaan reflek yang dilakukan pada penderita Bell’s Palsy

adalah pemeriksaan reflek kornea baik langsung maupun tidak

langsung dimana pada paresis nervus VII didapatkan hasil berupa

pada sisi yang sakit kedipan mata yang terjadi lebih lambat atau tidak

ada sama sekali. Selain itu juga dapat diperiksa refleks nasopalpebra

pada orang sehat pengetukan ujung jari pada daerah diantara kedua

alis langsung dijawab dengan pemejaman kelopak mata pada sisi,

sedangkan pada paresis facialis jenis perifer terdapat kelemahan

kontraksi m. orbikularis oculi (pemejaman mata pada sisi sakit).

Beberapa pemeriksaan sederhana lain yang dapat dilakukan

untuk membantu penegakkan diagnosa antara lain :

- Stethoscope Loudness Test

Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk menilai fungsi dari

muskulus stapedius. Pasien diminta menggunakan stetoskop

13

Page 14: Bell's Palsy

kemudian dibunyikan garpu tala pada membran stetoskop, maka

suara yang keras akan terlateralisasi ke sisi muskulus stapedius

yang lumpuh

- Schirmer Blotting Test.

Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai fungsi lakrimasi.

Digunakan benzene yang menstimulasi refleks nasolacrimalis

sehingga dapat dibandingkan keluar air mata dapat dibandingkan

antara sisi yang lumpuh dan yang normal.

2. Pemeriksaan radiologis. 4,5,8

Pemeriksaan Radiologis yang dapat dilakukan untuk Bell‘s Palsy

antara lain adalah MRI (Magnetic Resonance Imaging) dimana pada

pasien dengan Bell Palsy dapat timbul gambaran kelainan pada nervus

fasialis. Selain itu pemeriksaan MRI juga berguna apabila penderita

mengalami Kelumpuhan wajah yang berulang, agar dapat dipastikan

apakah kelainan itu hanya merupakan gangguan pada nervus Fasialis

ataupun terdapat tumor.

2.7 Diagnosa Banding2,3,4

1. Otitis Media Supurativa dan Mastoiditis

Disamping kemungkinan adanya paresis fasialis, maka ditemukan adanya

rasa nyeri di dalam atau di belakang telinga. Pada foto mastroid ditemukan

gambaran infeksi. Pada otitis media terjadi proses radang di dalam kavum

timpani sehingga dinding tulang kanalis fasialis ikut mengalami kerusakan

sehingga terjadi paresis fasialis.

2. Herpes Zoster Oticus

Terjadi infeksi herpes zoster pada ganglion genikulatum. Di samping

adanya paresis fasialis juga ditemukan adanya tuli persetif dan tampak

14

Page 15: Bell's Palsy

vesikel-vesikel yang terasa amat nyeri di daun telinga. Karena adanya

proses inflamasi maka akan menimbulkan pembengkakan, timbunan

metabolit di dalam kanalis Fallopii dan selanjutnya menyebabkan iskemia

dan paresis fasialis. Pada pemeriksaan darah didapatkan adanya kenaikan

titer antibodi terhadap virus varisela-zoster.

3. Trauma kapitis

Paresis fasialis terdapat pada trauma kapitis (misalnya fraktur os temporal,

fraktur basis kranii atau trauma lahir/forceps) atau karena operasi. Pada

cedera kepala sering terjadi fraktura os temporale parspetrosus yang selalu

terlihat pada foto rontgen.

4. Sindroma Guillain – Barre dan Miastenia Gravis

Pada kedua penyakit ini, perjalanan dan gambaran penyakitnya khas dan

paresis hampir selalu bilateral.

5. Tumor Intrakranialis

Semua neoplasma yang mengenai sepanjang perjalanan N.VII dapat

menyebabkan paresis fasialis. Tumor intra kranial yang tersering yaitu

tumor sudut serebelo pontis. Di sini selain terdapat paresis N.VII juga

biasanya ditemukan adanya lesi N.V dan N.VIII. tumor yang lain misalnya

Ca-nasofaring (biasanya disertai dengan kelainan saraf kraniales lain) dan

tumor kelenjar parotis.

6. Leukimia

Paresis fasialis disebabkan karena infiltrat sel-sel lekemia. Paresis terjadi

bilateral dan simultan. Diawali dengan rasa nyeri di dalam kepala atau

telinga dan tuli.

15

Page 16: Bell's Palsy

2.8 Terapi

1. Terapi medikamentosa :2,9

- Kortikosteroid dapat digunakan salah satu contohnya adalah prednison

atau methylprednisolon 80 mg (medrol) dosis awal dan diturunkan secara

bertahap (tappering off) selama 7 hari. 2,9

- Penggunaan obat antiviral (acyclovir) dengan kortioksteroid. Penggunaan

Aciclovir 400 mg sebanyak 5 kali per hari P.O selama 10 hari. Atau

penggunaan Valacyclovir 500 mg sebanyak 2 kali per hari P.O selama

lima hari, penggunaan Valacyclovir memiliki efek yang lebih baik. 2,9

Kortikosteroid oral mengurangi peradangan saraf wajah pada

pasien dengan Bell’s palsy. Tiemstra JD and Khathare N melalui

penelitian Meta-analisis dari tiga uji coba terkontrol secara acak

membandingkan kortikosteroid dengan plasebo ditemukan pengurangan

kecil dan secara statistik tidak signifikan dalam persentase.10

Ada Karena Peran Kemungkinan HSV-1 dalam penyebab Bell

palsy, obat antivirus acyclovir (Zovirax) dan valacyclovir (Valtrex) telah

mempelajari tulang manfaat dalam pengobatan. Asiklovir 400 mg lima

kali per hari selama tujuh hari atau valacyclovir 1 g tiga kali per hari

selama tujuh hari. Dua terakhir uji coba terkontrol plasebo menunjukkan

pemulihan penuh dalam persentase yang lebih tinggi pasien diobati dengan

obat antivirus dalam kombinasi dengan prednisolon dibandingkan dengan

prednisolon saja (100 persen dengan 91 persen dan 95 persen dengan 90

persen).10

Namun, tidak bermanfaat terlihat Ketika pengobatan tertunda

lebih dari empat hari setelah timbulnya gejala (86 persen dengan 87

persen). Mengingat profil keamanan kortikosteroid oral asiklovir,

valasiklovir, dan jangka pendek. Pasien yang hadir di dalam-tiga hari dari

timbulnya gejala dan yang tidak harus menentukan kontraindikasi obat

16

Page 17: Bell's Palsy

harus ditawarkan terapi kombinasi. Pasien yang datang dengan

kelumpuhan saraf wajah lengkap memiliki tingkat lebih rendah pemulihan

spontan dan mungkin lebih mungkin memperoleh manfaat dari

pengobatan.10

Penelitian lain Numthavaj .P et al menyimpulkan dalam mengobati

Bell’s palsy dengan antiviral ditambah kortikosteroid dapat menyebabkan

sedikit lebih tinggi tingkat pemulihan dibandingkan dengan mengobati

dengan prednison saja tapi ini tidak cukup bermakna secara statistik,

prednisone merupakan pengobatan berbasis bukti terbaik.11

Berbeda dengan Frank M et al yang menyatakan pasien dengan

Bell’s palsy, perawatan dini dengan prednisolon secara signifikan

meningkatkan kemungkinan pemulihan lengkap pada 3 dan 9 bulan. Tidak

ada bukti dari manfaat mengingat pengobatan tunggal atau manfaat

tambahan dalam kombinasi dengan prednisolon atau asiklovir.12

Goudakos JK and Markou KD pada penelitian meta-analisis,

berdasarkan bukti yang tersedia menunjukkan bahwa agen antivirus untuk

kortikosteroid pengobatan Bell’s palsy tidak terkait meningkat dalam

tingkat pemulihan lengkap dari fungsi motorik wajah.13.

- Vitamin B1, B6 dan B12 dalam dosis tinggi dan vasodilatasi peros dengan

ACTH im 40-60 satuan selama 2 minggu dapat dipercepat

penyembuhan.2,9

- Analgesic untuk menghilangkan rasa nyeri. 2,9

2. Terapi operatif

Indikasi terapi operatif yaitu:2

- Produksi air mata berkurang menjadi < 25%

- Aliran saliva berkurang menjadi < 25%

17

Page 18: Bell's Palsy

- Respon terhadap tes listrik antara sisi sehat dan sakit berbeda 2,5 mA.

Beberapa terapi bedah yang dapat dilakukan antara lain dekompresi

nervus Fasialis, Subocularis Oculi Fat Lift (SOOF), Implantasi alat ke dalam

kelopak mata, tarsorrhapy, transposisi otot muskulus temporalis, facial nerve

graftingdan direct brow lift.2

Tiemstra JD and Khathare N dalam American Academy of Neurology

saat ini tidak merekomendasikan dekompresi bedah untuk Bell’s palsy.

Komplikasi yang paling umum dari pembedahan adalah pasca operasi yaitu

berkurangnya pendengaran yang mempengaruhi 3 sampai 15 persen pasien.

Berdasarkan potensi yang signifikan untuk kerugian dan kurangnya manfaat

data pendukung, American Academy of Neurology saat ini tidak

merekomendasikan dekompresi bedah untuk Bell’s palsy.10

McAllister K pada penelitian juga menyimpulkan demikian bahwa ada

bukti kualitas yang sangat rendah dan ini tidak cukup untuk memutuskan

apakah operasi akan bermanfaat atau merugikan pada pengelolaan palsy Bell.

Penelitian ini tidak secara statistik membandingkan kelompok tetapi nilai dan

ukuran kelompok menyarankan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan

secara statistik. Studi kedua melaporkan tidak ada perbedaan statistik yang

signifikan antara kelompok mereka dioperasikan dan kontrol. Satu pasien yang

dioperasikan dalam studi pertama memiliki 20 dB kehilangan pendengaran

sensorineural dan vertigo yang persisten. Penelitian lebih lanjut ke dalam peran

operasi tidak mungkin dilakukan karena pemulihan spontan terjadi dalam

banyak kasus. 14

3. Rehabilitasi Medik

Rehabilitasi medik menurut WHO adalah semua tindakan yang

ditujukan guna mengurangi dampak cacat dan handicap serta meningkatkan

kemampuan penyandang cacat mencapai integritas sosial.9

18

Page 19: Bell's Palsy

Tujuan rehabilitasi medik adalah :9

Meniadakan keadaan cacat bila mungkin

Mengurangi keadaan cacat sebanyak mungkin

Melatih orang dengan sisa keadaan cacat badan untuk dapat hidup dan

bekerja dengan apa yang tertinggal.

Untuk mencapai keberhasilan dalam tujuan rehabilitasi yang efektif

dan efisien maka diperlukan tim rehabilitasi medik yang terdiri dari dokter,

fisioterapis, okupasi terapis, ortotis prostetis, ahli wicara, psikolog, petugas

sosial medik dan perawat rehabilitasi medik.9

Sesuai dengan konsep rehabilitasi medik yaitu usaha gabungan terpadu

dari segi medik, sosial dan kekaryaan, maka tujuan rehabilitasi medik pada

Bell’s palsy adalah untuk mengurangi/mencegah paresis menjadi bertambah

dan membantu mengatasi problem sosial serta psikologinya agar penderita

tetap dapat melaksanakan aktivitas kegiatan sehari-hari. Program-program

yang diberikan adalah program fisioterapi, okupasi terapi, sosial medik,

psikologi dan ortotik prostetik, sedang program perawat rehabilitasi dan terapi

wicara tidak banyak berperan. 9

1) Program Fisioterapi4,5,9

- Pemanasan

a. Pemanasan superfisial dengan infra red.

b. Pemanasan dalam berupa Shortwave Diathermy atau Microwave

Diathermy.

- Stimulasi listrik

Tujuan pemberian stimulasi listrik yaitu menstimulasi otot

untuk mencegah/memperlambat terjadi atrofi sambil menunggu proses

regenerasi dan memperkuat otot yang masih lemah. Misalnya dengan

19

Page 20: Bell's Palsy

faradisasi yang tujuannya adalah untuk menstimulasi otot, reedukasi

dari aksi otot, melatih fungsi otot baru, meningkatkan sirkulasi serta

mencegah/meregangkan perlengketan. Diberikan 2 minggu setelah

onset.

- Latihan otot-otot wajah dan massage wajah

Latihan gerak volunter otot wajah diberikan setelah fase akut.

Latihan berupa mengangkat alis tahan 5 detik, mengerutkan dahi,

menutup mata dan mengangkat sudut mulut, tersenyum,

bersiul/meniup (dilakukan didepan kaca dengan konsentrasi penuh).

Massage adalah manipulasi sitemik dan ilmiah dari jaringan

tubuh dengan maksud untuk perbaikan/pemulihan. Pada fase akut,

Bell’s palsy diberi gentle massage secara perlahan dan berirama.

Gentle massage memberikan efek mengurangi edema, memberikan

relaksasi otot dan mempertahankan tonus otot. Setelah lewat fase akut

diberi Deep Kneading Massage sebelum latihan gerak volunter otot

wajah. Deep Kneading Massage memberikan efek mekanik terhadap

pembuluh darah vena dan limfe, melancarkan pembuangan sisa

metabolik, asam laktat, mengurangi edema, meningkatkan nutrisi

serabut-serabut otot dan meningkatkan gerakan intramuskuler

sehingga melepaskan perlengketan. Massage daerah wajah dibagi 4

area yaitu dagu, mulut, hidung dan dahi. Semua gerakan diarahkan

keatas, lamanya 5-10 menit.

2) Program Terapi Okupasi 4,5,9

Pada dasarnya terapi disini memberikan latihan gerak pada otot

wajah. Latihan diberikan dalam bentuk aktivitas sehari-hari atau dalam

bentuk permainan. Perlu diingat bahwa latihan secara bertahap dan melihat

kondisi penderita, jangan sampai melelahkan penderita. Latihan dapat

berupa latihan berkumur, latihan minum dengan menggunakan sedotan,

20

Page 21: Bell's Palsy

latihan meniup lilin, latihan menutup mata dan mengerutkan dahi di depan

cermin.

3) Program Sosial Medik 4,5,9

Penderita Bell’s palsy sering merasa malu dan menarik diri dari

pergaulan sosial. Problem sosial biasanya berhubungan dengan tempat

kerja dan biaya. Petugas sosial medik dapat membantu mengatasi dengan

menghubungi tempat kerja, mungkin untuk sementara waktu dapat bekerja

pada bagian yang tidak banyak berhubungan dengan umum. Untuk

masalah biaya, dibantu dengan mencarikan fasilitas kesehatan di tempat

kerja atau melalui keluarga. Selain itu memberikan penyuluhan bahwa

kerja sama penderita dengan petugas yang merawat sangat penting untuk

kesembuhan penderita.

4) Program Psikologik 4,5,9

Untuk kasus-kasus tertentu dimana ada gangguan psikis amat

menonjol, rasa cemas sering menyertai penderita terutama pada penderita

muda, wanita atau penderita yang mempunyai profesi yang mengharuskan

ia sering tampil di depan umum, maka bantuan seorang psikolog sangat

diperlukan.

5) Program Ortotik – Prostetik 4,5,9

Dapat dilakukan pemasangan “Y” plester dengan tujuan agar sudut

mulut yang sakit tidak jatuh. Dianjurkan agar plester diganti tiap 8 jam.

Perlu diperhatikan reaksi intoleransi kulit yang sering terjadi. Pemasangan

“Y” plester dilakukan jika dalam waktu 3 bulan belum ada perubahan pada

penderita setelah menjalani fisioterapi. Hal ini dilakukan untuk mencegah

teregangnya otot Zygomaticus selama parese dan mencegah terjadinya

kontraktur.

6) Home Program: 4,5,9

21

Page 22: Bell's Palsy

a. Kompres hangat daerah sisi wajah yang sakit selama 20 menit

b. Massage wajah yang sakit ke arah atas dengan menggunakan tangan

dari sisi wajah yang sehat

c. Latihan tiup lilin, berkumur, makan dengan mengunyah disisi yang

sakit, minum dengan sedotan, mengunyah permen karet

4. Perawatan mata :2,4,15,16

Tindakan yang dilakukan antara lain:

a. Memakai salep mata (golongan artifial tears) 3x sehari dan salep mata.

b. Mamakai kaca mata untuk mencegah iritasi debu dan cahaya.

c. Kelopak mata diplaster agar tetap dalam keadaan tertutup.

d. Bila keadaan terlalu berat maka dilakukan tarsorafi ataupun blefarofati

dengan menjahit dan mendekatkan kedua kelopak atas dengan bawah.

Pada tempat jahit diberikan salep antibiotika.

2.9 Komplikasi2,4,9

a. Crocodile tear phenomenon

Yaitu keluarnya air mata pada saat penderita makan makanan. Ini

timbul beberapa bulan setelah terjadi paresis dan terjadinya akibat dari

regenerasi yang salah dari serabut otonom yang seharusnya ke kelenjar saliva

tetapi menuju ke kelenjar lakrimalis. Lokasi lesi di sekitar ganglion

genikulatum.

b. Synkinesis

22

Page 23: Bell's Palsy

Dalam hal ini otot-otot tidak dapat digerakkan satu per satu atau

tersendiri, selalu timbul gerakan bersama. Contohnya yaitu:

Bila pasien disuruh memejamkan mata, maka akan timbul gerakan

(involunter) elevasi sudut mulut, kontraksi platisma, atau berkerutnya

dahi.

Pada saat meperlihatkan gigi (menyeringai), maka mata penderita pada sisi

sakit manjadi tertutup.

Bila penderita menggerakkan suatu bagian wajahnya, maka semua otot

wajah pada sisi lumpuh manjadi kontraksi.

Penyebabnya adalah innervasi yang salah, serabut saraf yang

mengalami regenerasi bersambung dengan serabut-serabut otot yang

salah/keliru.

c. Clonic fasial spasm (Hemifacial spasm)

Timbul “kedutan” (otot wajah bergerak secara spontan dan tidak

terkendali) pada wajah yang pada stadium awal hanya mengenai 1 sisi wajah

saja tetapi kemudian kontraksi ini dapat mengenai pada sisi lainnya. Bila

mengenai kedua sisi wajah, maka tidak terjadi bersamaan pada kedua sisi

wajah.

Kelelahan dan kelainan psikis dapat memperberat spasme ini.

Komplikasi ini terjadi bila penyembuhan tidak sempurna, yang timbul dalam

beberapa bulan atau 1-2 tahun kemudian. Kecuali sebagai komplikasi bell’s

palsy, maka hemifacial spasm dapat disebabkan oleh kompresi N.VII oleh

tumor atau aneurisme pada daerah sudut serebelo pontis atau lengkungan

arteri serebeler antero inferior yang berlebihan atau arteri auditorius internus.

d. Kontraktur

23

Page 24: Bell's Palsy

Hal ini dapat terlihat dari tertariknya otot, sehingga lipatan

nasolabialis lebih jelas terlihat pada sisi yang lumpuh dibanding pada sisi

yang sehat. Terjadi bila kembalinya fungsi sangat lambat. Kontraktur tidak

tampak pada waktu otot wajah istirahat, tetapi menjadi jelas saat otot wajah

bergerak.

2.10 Prognosis1

Antara 80-85% penderita akan sembuh sempurna dalam waktu 3 bulan.

Paralisis ringan atau sedang pada saat gejala awal terjadi merupakan tanda

prognosis baik. Denervasi otot-otot wajah sesudah 2-3 minggu menunjukkan

bahwa terjadi degenerasi aksonal dan hal demikian ini menunjukkan pemulihan

yang lebih lama dan tidak sempurna.

Pemulihan daya pengecapan lidah dalam waktu 14 hari pasca awitan

biasanya berkaitan dengan pemulihan paralisis secara sempurna. Apabila lebih 14

hari, maka hal tersebut menunjukkan prognosis yang buruk.

BAB III

24

Page 25: Bell's Palsy

KESIMPULAN

1. Bell’s palsy adalah kelumpuhan nervus fasialis perifer (N.VII), terjadi secara

akut dan penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) atau tidak menyertai

penyakit lain yang dapat mengakibatkan lesi nervus fasialis.

2. Ada 4 teori yang dihubungkan dengan etiologi Bell’s palsy yaitu teori

iskemik vaskuler, teori infeksi virus, teori herediter, teori imunologi.

3. Gambaran klinis bell’s palsy dapat berupa hilangnya semua gerakan volunter

pada kelumpuhan total. Pada sisi wajah yang terkena, ekspresi akan

menghilang sehingga lipatan nasolabialis akan menghilang, sudut mulut

menurun, bila minum atau berkumur air menetes dari sudut ini dan

lagoftalmus.

5. Penatalaksanaannya dengan terapi medikamentosa yaitu kortikosteroid,

vitamin B1, B6 dan B12, analgesic, penggunaan obat antiviral (acyclovir).

Juga dilakukan rehabilitasi medik, perawatan mata seperti memakai obat

salap mata (golongan artifial tears), memakai kaca, kelopak mata diplaster

dan jika keadaan terlalu berat pada lagoftalmus dilakukan tarsorafi ataupun

blefarofati.

6. Antara 80-85% penderita akan sembuh sempurna dalam waktu 3 bulan.

Paralisis ringan atau sedang pada saat gejala awal terjadi merupakan tanda

prognosis baik.

25