Bahan Week 2(Bronkhiolitis)

download Bahan Week 2(Bronkhiolitis)

of 25

Transcript of Bahan Week 2(Bronkhiolitis)

  • 8/21/2019 Bahan Week 2(Bronkhiolitis)

    1/25

    I. PENDAHULUAN

    Bronkiolitis akut adalah infeksi saluran pernafasan bawah akut dengan gejala utama akibat

    peradangan bronkioli yang terutama disebabkan oleh virus.(1)

    Sering mengenai anak usia

    dibawah satu tahun dengan insiden tertinggi umur 6 bulan,(2,3)

    Bronkiolitis akut yang terjadi

    dibawah umur satu tahun kira-kira 12 % dari seluruh kasus, sedangkan pada tahun kedua lebih

    jarang lagi, yaitu sekitar setengahnya. Penyakit ini menimbulkan morbiditas infeksi saluran

    pernafasan bawah terbanyak pada anak. Penyebab yang paling banyak adalah virus Respiratory

    Syncytial, kira-kira 45 55 % dari total kasus. Sedangkan virus lain seperti Parainfluenza,

    Rhinovirus, Adenovirus dan Enterovirus sekitar 20%.(2)

    Bakteri dan Mikoplasma sangat jarang menyebabkan bronkiolitis pada bayi.(2,4)

    Belum ada

    bukti bahwa bakteri sebagai penyebab bronkiolitis.

    (1,4)

    Sekitar 70 % kasus bronkiolitis pada bayiterjadi gejala yang berat sehingga harus dirawat dirumah sakit, sedangkan sisanya dirawat

    dipoliklinik. Sebagian besar infeksi saluran nafas ditularkan lewat droplet infeksi. Infeksi primer

    oleh virus RSV biasanya tidak menimbulkan gejala klinik, tetapi infeksi sekunder pada anak

    tahun-tahun pertama kehidupan akan bermanifestasi berat.(2)

    Sebanyak 11,4 % anak berusia dibawah 1 tahun dan 6 % anak berusia 1 2 tahun di AS

    pernah mengalami bronkiolitis. Penyakit ini menyebabkan 90.000 kasus perawatan di RS dan

    menyebabkan 4500 kematian setiap tahunnya. Bronkiolitis merupakan 17 % dari semua kasusperawatan di RS pada bayi. Frekuensi bronkiolitis dinegara-negara berkembang hampir sama

    dengan di Amerika Serikat. Insiden terbanyak terjadi pada musim dingin atau musim hujan di

    negara-negara tropis.(4)

    Diagnosis bronkiolitis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis. Keadaan tersebut harus

    dibedakan dengan asma yang kadang-kadang juga timbul pada usia muda. Anak dengan asma

    akan memberikan respon terhadap pengobatan dengan bronkodilator, sedangkan anak dengan

    bronkiolitis tidak. Bronkiolitis juga harus dibedakan dengan bronkopneumonia yang disertai

    enfisema obstruktif dan gagal jantung.(3)

    Bronkiolitis virus dapat menyebabkan infeksi pernafasan berat pada masa kanak-kanak.

    Walaupun demikian pada kondisi yang terbatas seringkali tidak memerlukan pengobatan. Pada

    jumlah yang sedikit anak yang mendapatkan pengobatan penanganan utama termasuk pemberian

  • 8/21/2019 Bahan Week 2(Bronkhiolitis)

    2/25

    oksigen dan cairan yang adekuat dan pengawasan hati-hati untuk mendeteksi sebagian anak yang

    mungkin memerlukan intervensi lebih.(5)

    Infeksi oleh respiratory syncitial virus (RSV) memiliki morbiditas dan mortalitas yang

    tinggi terutama pada anak dengan resiko tinggi dan imunokompromise. Oleh karena itu langkahpreventif dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif dan pasif. Saat ini juga sedang

    dikembangkan vaksin virus. Usaha untuk mengembangkan vaksin virus hidup yang dilemahkan

    (attenuated live viral vaccines) mengalami hambatan karena imunogenositas yang rendah dan

    kecenderungan virus untuk berubah kembali menjadi tipe liar.(6)

    Bronkhiolitis yang disebabkan oleh virus jarang terjadi pada masa neonatus. Hal ini karena

    antibodi neutralizing dari ibu masih tinggi pada 4 6 minggu kehidupan, kemudian akan

    menurun. Antibodi tersebut mempunyai daya proteksi terhadap infeksi saluran nafas bawah,

    terutama terhadap virus.(2)

    Prognosis dari bronkiolitis tergantung berat ringannya penyakit, cepatnya penangangan dan

    penyakit latar belakang (penyakit jantung, defisiensi imun dan prematuritas).(1)

    II. DEFINISI

    Bronkhiolitis adalah penyakit IRA bawah yang ditandai dengan adanya inflamasi pada

    bronkiolus.(1,2,4)

    yang sering di derita bayi dan anak kecil yang berumur kurang dari 2 tahun.(3,7,8)

    angka kejadian tertinggi rata-rata ditemukan pada usia 6 bulan(2,3)

    secara klinis ditandai dengan

    pernafasan cepat, retraksi dinding dada dan whezing.(4,8)

    bronkhiolitis bisa disertai dengan

    superinfeksi bakteri.(1)

  • 8/21/2019 Bahan Week 2(Bronkhiolitis)

    3/25

    http://www.nlm.nih.gov/MEDLINEPLUS/ency/imagepages/17098.htm

    III. ETIOLOGI

    Bronkiolitis sebagian besar disebabkan oleh Respiratory syncytial virus(RSV)(1,3,4,7

    ), penyebab

    lainnya adalah parainfluenza virus, Eaton agent (mycoplasma pneumoniae), adenovirus dan

    beberapa virus lainnya.(1,3,7)

    tetapi belum ada bukti kuat bahwa bronkhiolitis disebabkan oleh

    bakteri.(1,4)

    Pada tahun 1957 Chanock dan Finberg mengisolasi RSV dari 2 orang anak yang menderita

    penyakit saluran pernafasan bagian bawah. Beem dan rekan kerjanya pada tahun 1960

    mengidentifikasi virus tersebut mula-mula diisolasi dari simpanse dan disebut dengan chimpanze

    coryza agent pada anak belia usia dibawah 2 tahun dengan penyakit saluran pernafasan bawah.

    Sesudah itu RSV ditemukan sebagai agen penyebab pada sebagian besar kasus anak dengan

    bronkhiolitis baik sebelumnya maupun saat ini. Human metapneumovirus sekarang menjadi

    penyebab 8 % dari bronkhiolitis, dimana sebelumnya RSV ditemukan negatif. Infeksi oleh virus

    lainnya terutama rhinovirus, adenovirus, semua tipe parainfluenza virus, enterovirus dan

    influenza virus telah diringkas oleh Hall dan Hall.(8)

    IV. EPIDEMIOLOGI

    http://www.nlm.nih.gov/MEDLINEPLUS/ency/imagepages/17098.htmhttp://www.nlm.nih.gov/MEDLINEPLUS/ency/imagepages/17098.htmhttp://4.bp.blogspot.com/-723ChkUiROU/Tz1EiVDo4uI/AAAAAAAAAJM/w7Xjss-IME0/s1600/1.pnghttp://www.nlm.nih.gov/MEDLINEPLUS/ency/imagepages/17098.htm
  • 8/21/2019 Bahan Week 2(Bronkhiolitis)

    4/25

    Bronkiolitis merupakan infeksi saluran respiratory tersering pada bayi. Paling sering terjadi pada

    usia 2 24 bulan, puncaknya pada usia 2 8 bulan. Sembilan puluh lima persen kasus terjadi

    pada anak berusia dibawah 2 tahun dan 75 % diantaranya terjadi pada anak dibawah usia 1

    tahun. Orenstein menyatakan bahwa bronkiolitis paling sering terjadi pada bayi laki-laki berusia

    3 6 bulan yang tidak mendapatkan ASI, dan hidup dilingkungan padat penduduk. Selain

    Orenstein, Louden menyatakan bahwa bronkiolitis terjadi 1,25 kali lebih banyak pada anak laki-

    laki daripada anak perempuan. Dominasi pada anak laki-laki yang dirawat juga disebutkan oleh

    Shay, yaitu 1,6 kali lebih banyak daripada anak perempuan; sedangkan Fjaerli menyebutkan 63%

    kasus bronkiolitis adalah laki-laki.(4)

    Sebanyak 11,4 % anak berusia dibawah 1 tahun dan 6 % anak berusia 1 2 tahun di AS pernah

    mengalami bronkhiolitis. Penyakit ini menyebabkan 90.000 kasus perawatan di rumah sakit dan

    menyebabkan 4500 kematian setiap tahunnya. Bronkiolitis merupakan 17 % dari semua kasus

    perawatan di RS pada bayi. Frekuensi bronkiolitis di negara-negara berkembang hampir sama

    dengan di AS. Insiden terbanyak terjadi pada musim dingin atau pada musim hujan di negara-

    negara tropis.(4,9)

    Di RSU Dr. Soetomo penderita laki-Iaki lebih banyak. Faktor resiko terjadinya bronkiolitis

    adalah jenis kelamin laki-laki, status sosial ekonomi rendah, jumlah anggota keluarga yang

    besar, perokok pasif, berada pada tempat penitipan anak atau ke tempat-tempat umum yang

    ramai, rendahnya antibodi maternal terhadap RSV, dan bayi yang tidak mendapatkan air susu

    ibu. RSV menyebar melalui droplet dan inokulasi/kontak langsung, seseorang biasanya aman

    apabila berjarak lebih 6 feet dari seseorang yang menderita infeksi RSV. Droplet yang besar

    dapat bertahan di udara bebas selama 6 jam, dan seorang penderita dapat menularkan virus

    tersebut selama 10 hari. Di negara dengan 4 musim, bronkiolitis banyak terdapat pada musim

    dingin sampai awal musim semi, di negara tropis pada musim hujan. Di Bagian Ilmu Kesehatan

    Anak RSU Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2002 dan tahun 2003, bronkiolitis banyak

    didapatkan pada bulan Januari sampai bulan Mei.(10)

    Pada tahun 2005 pada pola rawat jalan umur < 1 tahun di rumah sakit Pemerintah Provinsi NAD

    didapatkan angka 355 kasus atau sekitar 8,62 % kasus bronkhitis dan bronkiolitis akut. Pada usia

    1 - 4 tahun kasus yang sama didapatkan angka 544 atau 12 %, usia 5 14 tahun 578 kasus atau

  • 8/21/2019 Bahan Week 2(Bronkhiolitis)

    5/25

    9,74 %, usia 1524 tahun 789 kasus atau 10.8 %, usia 2544 tahun 566 kasus atau 7,6 %, usia

    4564 tahun 388 kasus atau 9,5 %, usia > 65 tahun 558 kasus atau 10.8 %.(11)

    Rerata insidens perawatan setahun pada anak berusia di bawah 1 tahun adalah 21,7 per 1000 dan

    semakin menurun seiring dengan pertambahan usia, yaitu 6,8 per 1000 pada usia 1 2 tahun.Lama perawatan adalah 2 4 hari, kecuali pada bayi prematur dan kelainan bawaan seperti

    penyakit jantung bawaan (PJB). Bradley menyebutkan bahwa penyakit akan lebih berat pada

    bayi muda. Hal ini ditunjukkan dengan lebih rendahnya saturasi O2juga pada bayi yang terpapar

    asap rokok pasca natal. Beberapa prediktor lain untuk beratnya bronkiolitis atau yang akan

    menimbulkan komplikasi yaitu bayi dengan masa gestasi < 34 minggu, usia < 3 bulan, sianosis,

    saturasi < 90 %, laju respiratori > 70 x/menit, adanya ronki, dan riwayat displasia

    bronkopulmoner (bronchopulmonary displasia, BPD).

    Kenaikan jumlah perawatan karena bronkiolitis dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu

    perubahan kriteria perawatan anak dengan IRA, kebiasaan pengasuhan dengan lebih banyak anak

    yang dititipkan ditempat penitipan anak (TPA), dan faktor virus sendiri yaitu perubahan virulensi

    strain RSV. Selain itu terdapat juga faktor perubahan kriteria diagnostik terutama mikrobiologis

    dan panduan terapi serta turunya mortalitas bayi prematur dan bayi dengan kelainan bawaan

    kompleks yang merupakan resiko tinggi perawatan karena RSV.

    Angka morbiditas dan mortalitas lebih tinggi di negara-negara berkembang daripada di negara-

    negara maju. Hal ini mungkin disebabkan oleh rendahnya status gizi dan ekonomi, kurangnya

    tunjangan medis, serta kepadatan penduduk di negara berkembang. Angka mortalitas di negara

    berkembang pada anak-anak yang dirawat adalah 13 %.(4)

    V. PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI

    RSV adalah single stranded RNA virus yang berukuran sedang (80-350nm), termasuk

    paramyxovirus. Terdapat dua glikoprotein permukaan yang merupakan bagian penting dari RSV

    untuk menginfeksi sel, yaitu protein G (attachment protein )yang mengikat sel dan protein F

    (fusion protein) yang menghubungkan partikel virus dengan sel target dan sel tetangganya.

    Kedua protein ini merangsang antibodi neutralisasi protektif pada host. Terdapat dua macam

    strain antigen RSV yaitu A dan B. RSV strain A menyebabkan gejala yang pernapasan yang

  • 8/21/2019 Bahan Week 2(Bronkhiolitis)

    6/25

    lebih berat dan menimbulkan sekuele. Masa inkubasi RSV 2 - 5 hari. Virus bereplikasi di dalam

    nasofaring kemudian menyebar dari saluran nafas atas ke saluran nafas bawah melalui

    penyebaran langsung pada epitel saluran nafas dan melalui aspirasi sekresi nasofaring. RSV

    mempengaruhi sistem saluran napas melalui kolonisasi dan replikasi virus pada mukosa bronkus

    dan bronkiolus yang memberi gambaran patologi awal berupa nekrosis sel epitel silia. Nekrosis

    sel epitel saluran napas menyebabkan terjadi edema submukosa dan pelepasan debris dan fibrin

    kedalam lumen bronkiolus.(8,10)

    Infeksi virus pada epitel bersilia bronkus menyebabkan respon inflamasi akut, ditandai dengan

    obstruksi bronkiolus akibat edema, sekresi mucus, timbunan debris selular/sel-sel mati yang

    terkelupas, kemudian diikuti dengan infiltrasi limfosit peribronkial dan edema submukosa.(4)

    Karena tahanan aliran udara berbanding terbalik dengan diameter penampang saluran

    pernafasan, maka sedikit saja penebalan mukosa akan memberikan hambatan aliran udara yang

    besar.(2,4,8)

    terutama pada bayi yang memiliki penampang saluran pernafasan yang kecil.

    Resistensi pada bronkiolus meningkat selama fase inspirasi dan ekspirasi, tetapi karena radius

    saluran respiratori lebih kecil selama ekspirasi, maka akan menyebabkan air traping dan

    hiperinflasi. Ateletaksis dapat terjadi pada saat terjadi obstruksi total dan udara yang terjebak

    diabsorbsi total.(4)

    Anatomi Pernafasan Manusia

    http://4.bp.blogspot.com/-TfdsOJJLUzY/Tz1FUC00kvI/AAAAAAAAAJU/9UkrgNinaJA/s1600/2.png
  • 8/21/2019 Bahan Week 2(Bronkhiolitis)

    7/25

    Sumber :http://breathebetter.blogspot.com

    Saluran Pernafasan Anak

    Sumber : http://healthlibrary.epnet.com

    Virus yang merusak epitel bersilia juga mengganggu gerakan mukosilier, mukus tertimbun di

    dalam bronkiolus . Kerusakan sel epitel saluran napas juga mengakibatkan saraf aferen lebih

    terpapar terhadap alergen/iritan, sehingga dilepaskan beberapa neuropeptida (neurokinin,

    substance P) yang menyebabkan kontraksi otot polos saluran napas. Pada akhirnya kerusakan

    epitel saluran napas juga meningkatkan ekpresi Intercellular Adhesion Molecule-1 (ICAM-1)

    dan produksi sitokin yang akan menarik eosinofil dan sel-sel inflamasi. Jadi, bronkiolus menjadi

    sempit karena kombinasi dari proses inflamasi, edema saluran nafas, akumulasi sel-sel debris dan

    mukus serta spasme otot polos saluran napas.Adapun respon paru ialah dengan meningkatkan

    kapasitas fungsi residu, menurunkan compliance, meningkatkan tahanan saluran napas, dead

    space serta meningkatkan shunt.(8)

    http://breathebetter.blogspot.com/http://breathebetter.blogspot.com/http://breathebetter.blogspot.com/http://healthlibrary.epnet.com/http://healthlibrary.epnet.com/http://1.bp.blogspot.com/-Ho1vbjN-Fdw/Tz1FlkaOcfI/AAAAAAAAAJc/HEQPZKo4BgE/s1600/3.pnghttp://healthlibrary.epnet.com/http://breathebetter.blogspot.com/
  • 8/21/2019 Bahan Week 2(Bronkhiolitis)

    8/25

    Sumber :http://www.uptodate.com/patients/content

    Proses patologis ini akan mengganggu pertukaran gas normal di paru. Penurunan kerja ventilasi

    paru akan menyebaban ketidakseimbangan ventilasi perfusi, yang berikutnya akan

    menyebabkan hipoksemia dan kemudian terjadi hipoksia jaringan. Resistensi karbondioksida

    (hiperkapnea) tidak selalu terjadi, kecuali pada beberapa pasien. Semakin tinggi laju pernafasan,

    maka semakin rendah tekanan oksigen arteri. Kerja pernafasan akan meningkat selama end

    expiratory lung volumemeningkat dan compliance paru menurun. Hiperkapnea biasanya baru

    terjadi bila respirasi mencapai 60x/menit.(4)

    Penyembuhan bronkiolitis akut diawali dengan regenerasi epitel bronkus dalam 3-4 hari,

    sedangkan regenerasi dari silia berlangsung lebih lama dapat sampai 15 hari .(4,10)

    Jaringan mati

    akan dibersihkan oleh makrofag.(4)

    Ada 2 macam fenomena yang mendasari hubungan antara

    infeksi virus saluran napas dan asma: (1) Infeksi akut virus saluran napas pada bayi atau anak

    keci seringkali disertai wheezing. (2) Penderita wheezing berulang yang disertai dengan

    penurunan tes faal paru, ternyata seringkali mengalami infeksi virus saluran napas pada saat

    bayi/usia muda. Infeksi RSV dapat menstimulasi respon imun humoral dan selular. Respon

    antibodi sistemik terjadi bersamaan dengan respon imun lokal. Bayi usia muda mempunyai

    respon imun yang lebih buruk.(10)

    http://www.uptodate.com/patients/contenthttp://www.uptodate.com/patients/contenthttp://www.uptodate.com/patients/contenthttp://1.bp.blogspot.com/-D0-_85K7TNI/Tz1F2gV62VI/AAAAAAAAAJk/Ca785VQlptg/s1600/4.pnghttp://www.uptodate.com/patients/content
  • 8/21/2019 Bahan Week 2(Bronkhiolitis)

    9/25

    VI. KLASIFIKASI DAN MANIFESTASI KLINIS

    Mula-mula bayi menderita gejala ISPA atas ringan berupa pilek yang encer dan bersin. Gejala ini

    berlangsung beberapa hari, kadang-kadang disertai demam dan nafsu makan berkurang.

    Kemudian timbul distres nafas yang ditandai oleh batuk paroksismal, wheezing, sesak napas.Bayi-bayi akan menjadi rewel, muntah serta sulit makan dan minum. Bronkiolitis biasanya

    terjadi setelah kontak dengan orang dewasa atau anak besar yang menderita infeksi saluran nafas

    atas yang ringan.Bayi mengalami demam ringan atau tidak demam sama sekali dan bahkan ada

    yang mengalami hipotermi.(2,3,10)

    Terjadi distres nafas dengan frekuensi nafas lebih dari 60 kali per menit, kadang-kadang disertai

    sianosis, nadi juga biasanya meningkat. Terdapat nafas cuping hidung, penggunaan otot bantu

    pernafasan dan retraksi. Retraksi biasanya tidak dalam karena adanya hiperinflasi paru

    (terperangkapnya udara dalam paru). Terdapat ekspirasi yang memanjang , wheezing yang dapat

    terdengar dengan ataupun tanpa stetoskop. Hepar dan lien teraba akibat pendorongan diafragma

    karena tertekan oleh paru yang hiperinflasi.(2,10)

    Ronkhi nyaring halus kadang-kadang terdengar

    pada akhir inspirasi atau pada permulaan ekspirasi.(2,3)

    Pada keadaan yang berat sekali suara

    pernafasan hampir tidak terdengar karena kemungkinan obstruksi hamper total.(3)

    Ekspirasi

    memanjang dan mengi kadang-kadang terdengar dengan jelas.(2)

    Beratnya penyakit ditentukan berdasarkan skala klinis. Digunakan berbagai skala klinis,

    misalnya Respiratory Distress Assessment Instrument (RDAI) atau modifikasinya yang

    mengukur laju pernafasan/respiratory rate(RR), usaha nafas, beratnya wheezingdan oksigenasi.

    Skala klinis yang digunakan AbulAinine dan Luyt adalah :

    1. Respiratory Rate (RR) : dihitung manual, baik dengan palpasi dan melihat gerakan dada,

    dilakukan selama 1 menit penuh, dua kali perhitungan diambil rata-ratanya.

    2. Heart Rate(HR) diambil daripulse oxymetriyang dibaca lima kali selama pengamatan 1 menit,

    diambil rata-ratanya.

    3. Saturasi O2: daripulse oxymetriyang dibaca lima kali selama pengamatan 1 menit, diambil rata-

    ratanya.

    4. Respiratory clinical statusyang dinilai menggunakan RDAI menurut Lowell dkk.

    5. Status aktivitas bayi (empat tingkat : tidur, tenang, rewel dan menangis).

  • 8/21/2019 Bahan Week 2(Bronkhiolitis)

    10/25

    Sedangkan Shuh, yang diadaptasi oleh Dobson, menilai skor klinis sebagai berikut :

    1. Keadaan umum : diberi skor 0 (tidur) hingga 4 (sangat rewel)

    2. Penggunaan otot bantu nafas : Skor 0 (tidak ada retraksi) hingga 3 (retraksi berat)

    3. Wheezing: skor 0 (tidak ada) hingga 3 (wheezing hebat inspiratorik dan ekspiratorik).(4)

    Atas dasar frekuensi nafas dan keadaan umum bronkiolitis dibagi menjadi : bronkiolitis ringan

    dan bronkiolitis berat (R 60 x/ menit).(1)

    Berdasarkan gejala klinis, bronkiolitis juga dibagi menjadi bronkiolitis ringan, sedang, berat

    dengan tanda sebagai berikut(5,12)

    :

    Tabel 1.

    Klasifikasi Bronkiolitis berdasarkan gejala klinis

    Bronkiolitis

    Ringan Sedang Berat

    Kemampuan untuk

    makan normal

    Sedikit atau tidak adagangguan pernafasan

    Tidak kebutuhan akan

    oksigen tambahan(saturasi O2> 95 %

    Gangguan pernafasan

    sedang dengan

    beberapa kontraksidinding dada dan nafas

    cuping hidung

    Hipoksemia ringan dandapat dikoreksi dengan

    oksigen

    Mungkinmenampakkan

    pernafasan yang

    pendek ketika makanMungkin memiliki

    episode apnoe yang

    singkat

    Tidak dapat untuk

    makan

    Gangguan pernafasanberat, dengan retraksi

    dinding dada yang

    jelas, nafas cupinghidung dan dengkuran.

    Hipoksemia yang

    tidak terkoreksidengan oksigen

    tambahan

    Mungkin terdapatpeningkatan frekuensi

    atau episode apnoe

    yang panjang.

    Mungkin

    menampakkanpeningkatan kelelahan.

    VII. DIAGNOSIS

  • 8/21/2019 Bahan Week 2(Bronkhiolitis)

    11/25

    Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan laboratorium dan

    pemeriksaan penunjang lainnya,(4)

    berdasarkan gambaran klinis, umur penderita dan adanya

    epidemi RSV di masyarakat.(10)

    7.1. Anamnesis

    Gejala awal berupa gejala infeksi saluran nafas atas akibat virus, seperti pilek ringan, batuk dan

    demam.(4)

    yang mengenai anak usia maksimal 24 bulan yang lebih banyak terkena adalah usia

    dibawah 12 bulan.(7)

    Satu hingga dua hari kemudian timbul batuk yang disertai dengan sesak

    nafas. Selanjutnya dapat ditemukan wheezing, merintih, nafas berbunyi, muntah setelah batuk,

    rewel dan penurunan nafsu makan.(1,4,7)

    Adanya riwayat kontak dengan penderita infeksi saluran

    pernafasan atas.(13)

    Kriteria bronkiolitis terdiri dari: (1) wheezing pertama kali, (2) umur 24 bulan atau kurang, (3)

    pemeriksaan fisik sesuai dengan gambaran infeksi virus misalnya batuk, pilek, demam dan(4)

    menyingkirkan pneumonia atau riwayat atopi yang dapat menyebabkan wheezing.(10)

    7.2. Pemeriksaan Fisik

    Pemeriksaan fisis pada anak yang mengarah ke diagnosis bronkiolitis adalah adanya takipnea,

    takikardia, dan peningkatan suhu diatas 38,50C dan bisa mencapai suhu 41

    0C. Selain itu dapat

    juga ditemukan konjungtivitis ringan faringitis, dan otitis media.(4,7)

    Obstruksi saluran respiratori bawah akibat respon inflamasi akut akan menimbulkan gejala

    ekspirasi memanjang hingga wheezing. Usaha-usaha pernafasan yang dilakukan anak untuk

    mengatasi obstruksi akan menimbulkan nafas cuping hidung dan retraksi interkostal. Selain itu

    dapat juga ditemukan ronki dari pemeriksaan auskultasi paru. Sianosis dapat terjadi dan bila

    gejala menghebat dapat terjadi apnea, terutama pada bayi berusia < 6 minggu.(4,7)

    Selain itu

    ditemukan pernafasan yang pendek dan saturasi O2yang rendah dan tanda dehidrasi.(13)

    7.3. Pemeriksaan Penunjang

    7.3.1. Laboratorium

    Tes laboratorium rutin tidak spesifik. Hitung lekosit biasanya normal demikian pula dengan

    elektrolit. Pada pasien dengan peningkatan lekosit biasanya didominasi oleh PMN dan bentuk

  • 8/21/2019 Bahan Week 2(Bronkhiolitis)

    12/25

    batang.(4,10)

    Analisa gas darah (AGD) diperlukan untuk anak dengan gangguan pernafasan berat,

    khususnya yang membutuhkan ventilator mekanik, gejala kelelahan dan hipoksia.(4,7)

    Analisa gas

    darah dapat menunjukkan adanya hipoksia akibat V/Q mismatch dan asidosis metabolik jika

    terdapat dehidrasi.(10)

    Untuk menemukan RSV dilakukan kultur virus, rapid antigen detection test (direct

    immunofluoresence assay dan enzyme linked immunosorbant assay. ELISA). Ataupolimerase

    chain reaction(PCR), dan pengukuran titer antibody pada fase akut dan konvalesens.(4)

    Untuk menentukan penyebab bronkiolitis, dibutuhkan pemeriksaan aspirasi atau bilasan

    nasofaring. Pada bahan ini dapat dilakukan kultur virus tetapi memerlukan waktu yang lama, dan

    hanya memberikan hasil positif pada 50% kasus.(10)

    7.3.2. Radiologi

    Foto Thorak diindikasikan pada :

    - Pasien yang diperkirakan memerlukan perawatan lebih

    - Pasien dengan pemburukan klinis yang tidak terduga

    - Pasien dengan penyakit jantung dan paru yang mendasari.(7)

    Gambaran radiologik mungkin masih normal bila bronkiolitis ringan. Umumnya terlihat paru-

    paru mengembang (hyperaerated). Bisa juga didapatkan bercak-bercak yang tersebar, atau

    pneumonia (patchy infiltrates). Tetapi gambaran ini tidak spesifik dan dapat ditemukan pada

    asma, pneumonia viral atau atipikal, dan aspirasi. Dapat pula ditemukan gambaran ateletaksis

    terutama saat konvalesens akibat secret pekat bercampur sel-sel mati yang menyumbat, air

    trapping, diafragma datar, dan peningkatan diameter anteroposterior.(4,6,10)

    Bronchiolitis Obliterans X-ray imaging

  • 8/21/2019 Bahan Week 2(Bronkhiolitis)

    13/25

    Sumber :www.pharmacology2000.com

    Pada x-foto lateral, didapatkan diameter AP yang bertambah dan diafragma tertekan ke bawah.

    Pada pemeriksaan x-foto dada, dikatakan hyperaerated apabila kita mendapatkan: siluet jantung

    yang menyempit, jantung terangkat, diafragma lebih rendah dan mendatar, diameter

    anteroposterior dada bertambah, ruang retrosternal lebih lusen, iga horisontal, pembuluh darah

    paru tampak tersebar.(10)

    Dalam penegakan diagnosis bronkiolitis perlu memperhatikan manifestasi klinis yang dapat

    menyerupai penyakit lain, epidemiologi, rentang usia terjadinya kasus, dan musim-musim

    tertentu dalam satu tahun.(4,6)

    VIII. DIAGNOSIS BANDING

    Dalam penegakan diagnosis bronkiolitis, perlu memperhatikan manifestasi klinis yang dapat

    menyerupai penyakit lain. Diagnosis banding sebaiknya dipikirkan, misalnya asma bronkiale

    serangan pertama, bronkhitis, gagal jantung kongestif, edema paru, pneumonia, aspirasi benda

    asing, refluks gastroesophageal, sistik fibrosis, miokarditis, pneumothorak, pertussis.(1,4,5,9,10)

    http://www.pharmacology2000.com/http://www.pharmacology2000.com/http://www.pharmacology2000.com/http://1.bp.blogspot.com/-o1KL_HeYjtM/Tz1GbOJkjDI/AAAAAAAAAJs/zsOX0TU9D5g/s1600/5.pnghttp://www.pharmacology2000.com/
  • 8/21/2019 Bahan Week 2(Bronkhiolitis)

    14/25

    IX. PENATALAKSANAAN

    Infeksi virus RSV biasanya sembuh sendiri (self limited) sehingga sebagian besar tatalaksana

    bronkiolitis pada bayi bersifat suportif, yaitu pemberian oksigen, minimal handling pada bayi,

    cairan intravena dan kecukupan cairan, penyesuaian suhu lingkungan agar konsumsi oksigenminimal, tunjangan respirasi bila perlu, dan nutrisi. Setelah itu barulah digunakan bronkodilator,

    antiinflamasi seperti kortikosteroid, antiviral seperti ribavirin, dan pencegahan dengan vaksin

    RSV, RSV immunoglobuline (polyclnal) atau humanized RSV monoclonal antibody

    (palvizumad).(2,4)

    Bronkiolitis ringan biasanya bisa rawat jalan dan perlu diberikan cairan peroral yang adekuat.

    Bayi dengan bronkiolitis sedang sampai berat harus dirawat inap. Penderita resiko tinggi harus

    dirawat inap, diantaranya: berusia kurang dari 3 bulan, prematur, kelainan jantung, kelainan

    neurologi, penyakit paru kronis, defisiensi imun, distres napas. Tujuan perawatan di rumah sakit

    adalah terapi suportif, mencegah dan mengatasi komplikasi, atau bila diperlukan pemberian

    antivirus.(10)

    Manajemen dasar pengobatan bronkiolitis adalah meyakinkan pasien secara klinis stabil,

    oksigenasi baik dan hidrasi baik. Manfaat utama dari rawat inap bagi pasien dengan akut

    bronkiolitis adalah :

    - Pengawasan yang hati-hati terhadap status klinis

    - Pemantauan saluran nafas (melalui penempatan posisi, pengisapan dan pembersihan cairan).

    - Pemantauan hidrasi cairan tubuh yang adekuat

    - Edukasi orang tua.(13)

    - Untuk mendukung pasien anak

    - Untuk mendeteksi dan mengobati komplikasi yang mungkin timbul

    - Untuk mencegah penyebaran infeksi terhadap pasien lain dan pegawai

    - Untuk pengobatan menggunakan antivirus yang spesifik jika terdapat indikasi.(8)

    Indikasi-indikasi untuk perawatan di rumah sakit :

    - Tanda klinis gangguan pernafasan atau tanda kelelahan

  • 8/21/2019 Bahan Week 2(Bronkhiolitis)

    15/25

    - Apnoe

    - Ketidakmampuan untuk makan

    - Keadaan sosial khusus

    - Hypoxemia

    - Pasien dengan kondisi dasar medis.(7)

    Pengobatan Suportif

    A. Pengawasan

    Untuk pasien yang dirawat inap penting dilakukan pengawasan sistem jantung paru dan jika ada

    indikasi dilakukan pemasanagpulse oxymetri.(7,13)

    B. Oksigenasi

    Oksigenasi sangat penting untuk menjaga jangan sampai terjadi hipoksia, sehingga memperberat

    penyakitnya. Hipoksia terjadi akibat gangguan perfusi ventilasi paru-paru.(2)

    Pemberian oksigen

    tambahan direkomendasikan ketika saturasi oksigen menetap dibawah 91% dan dihentikan

    ketika saturasi oksigen menetap diatas 94%.(13)

    Oksigenasi dengan kadar oksigen 30 40 %

    sering digunakan untuk mengoreksi hipoksia.(2,8)

    gunakan nasal kanul (dengan kecepatan

    maksimun 2L/m); masker muka atau kotak kepala.

    Sumber :http://breathebetter.blogspot.com

    http://breathebetter.blogspot.com/http://breathebetter.blogspot.com/http://breathebetter.blogspot.com/http://3.bp.blogspot.com/-1pNSJnjkdSI/Tz1GmCN5iiI/AAAAAAAAAJ0/7ye6GoKoOeA/s1600/6.pnghttp://breathebetter.blogspot.com/
  • 8/21/2019 Bahan Week 2(Bronkhiolitis)

    16/25

    Jika mungkin gunakan oksigen yang dilembabkan. Jika hipoksemia menetap dengan atau tanpa

    distress berat, meskipun sudah diberikan oksigen dengan kecepatan tinggi, maka segera lakukan

    permintaan untuk penangan ICU anak dengan pemasangan ventilator.(5,8)

    C. Pengaturan Cairan

    Pemberian cairan sangat penting untuk mencegah dehidrasi akiba keluarnya cairan lewat

    evaporasi, karena pernafasan yang cepat dan kesulitan minum. Jika tidak terjadi dehidrasi

    diberikan cairan rumatan. Berikan tambahan cairan 20 % dari kebutuhan rumatan jika didapatkan

    demam yang naik turun atau menetap (suhu > 38,50C). Cara pemberian cairan ini bisa secara

    intravena atau pemasangan selang nasogastrik. Akan tetapi harus hati-hati pemberian cairan

    lewat lambung karena dapat terjadi aspirasi dan menambah sesak nafas, akibat lambung yang

    terisi cairan dan menekan diafragma ke paru-paru. Selain itu harus dicegah terjadinya overload

    cairan.(2,5,7)

    Lakukan pemeriksaan serum elektrolit dan jika mendapatkan nilai yang tidak normal

    lakukan penggantian dengan cairan elektrolit.(5)

    Pengobatan Medikamentosa

    A. Antivirus (Ribavirin)

    Bronkiolitis paling banyak disebabkan oleh virus sehingga ada pendapat untuk mengurangi

    beratnya penyakit dapat diberikan antivirus. Ribavirin adalah obat antivirus yang bersifat virus

    statik. Tetapi, penggunaan obat ini masih kontroversial mengenai efektivitas dan keamanannya.

    The American of Pediatricmerekomendasikan penggunaan ribavirin pada keadaan diperkirakan

    penyakitnya menjadi lebih berat seperti pada penderita bronkiolitis dengan kelainan jantung,

    fibrosis kistik, penyakit paru-paru kronik, immunodefisiensi, dan pada bayi-bayi premature. Ada

    beberapa penelitian prospektif tentang penggunaan ribavirin pada penderita bronkiolitis dengan

    penyakit jantung dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian jika diberikan pada saat awal.

    Penggunaan ribavirin biasanya dengan cara nebulizer aerosol 12-18 jam per hari atau dosis kecil

    dengan 2 jam 3 x/hari.(2,4)

    B. Bronkodilator

  • 8/21/2019 Bahan Week 2(Bronkhiolitis)

    17/25

    Peran bronkodilator sampai saat ini masih kontroversial.(2,4,8)

    Secara umum jangan gunakan

    bronkodilator pada pasien anak dengan usia dibawah 6 bulan.(5)

    bronkodilator juga tidak

    dianjurkan dan sebetulnya merupakan kontra indikasi karena dapat memperberat keadaan anak.

    Penderita dapat menjadi lebih gelisah dan keperluan oksigen akan meningkat.(3)

    Bronkodilator digunakan secara luas untuk bayi dengan bronkiolitis, yaitu sekitar 68-96% bayi

    dipusat pelayanan pediatrik tersier di Kanada. Pada survey yang dilakukan pada 88 pusat

    pelayanan pediatrik di Eropa, 54 pusat pelayanan melaporkan penggunaan bronkodilator pada

    semua pasien dengan bronkiolitis, dan 15 pusat pelayanan melaporkan hanya menggunakan

    bronkodilator pada pasien dengan resiko tinggi. Di Inggris dan Australia, penggunaan

    bronkodilator lebih jarang.

    Wohl dan Chernick menyatakan bahwa penyebab obstruksi saluran respiratory adalah inflamasi

    dan penyempitan akibat edema mukosa dan sumbatan mukosa, serta kolapsnya saluran

    respiratori kecil pada bayi dengan bronkiolitis, sehingga pendekatan logis terapi adalah

    kombinasi -adrenergik dan agonis -adrenergik.

    Kelebihan epinefrin dibandingkan dengan bronkodilator -adrenergik selektif adalah :

    - Kerja konstriktor -adrenergik yang merupakan dekongestan mukosa, membatasi absorbsinya

    dan mengatur aliran darah pulmoner, dengan sedikit efek pada ventilation perfusing matching.

    - Relaksasi otot bronkus karena efek -adrenergik

    - Kerja -adrenergik menekan pelepasan mediator kimiawi

    - Efek fisiologik antihistamin yang melawan efek histamin seperti edema

    - Mengurangi sekresi kataral.

    Betaagonis masih sering digunakan dengan alasan 15 25 % pasien bronkiolitis nantinya akan

    menjadi asma. Inhalasi 2-agonis diberikan satu kali sebagai trial dose. Karena efek akan tampak

    dalam 1 jam, maka dosis ulangan akan diberikan bila pasien menunjukkan perbaikan klinis

    fungsi paru yang jelas dan menetap.(4)

    C. Kortikosteroid

  • 8/21/2019 Bahan Week 2(Bronkhiolitis)

    18/25

    Tentang pemberian kortikosteroid masih belum ada keseragaman.(3)

    masing-masing negara

    melakukan pemberian kortikosteroid disesuaikan dengan masing-masing Panduan Nasional

    maupun konsensus yang berdasarkan bukti.(4)

    Untuk pasien rawat jalan dengan akut bronkiolitis

    pemberian steroid sistemik mungkin dapat dipertimbangkan tetapi total pemberian tidak lebih

    dari 5 hari. Untuk pasien rawat inap steroid sistemik tidak rutin diberikan tergantung dari studi

    penelitian. Sedangkan untuk penanganan pasien pada intensive care unit dengan bronkiolitis

    berat pemberian steroid sistemik dapat dipertimbangkan. Sedangkan pemberian steroid inhalasi

    (budesonide & Fluticasone) sangat sedikit evidence based yang merekomendasikan.(7)

    D. Antibiotik

    Pemberian antibiotik biasanya tidak diperlukan pada penderita bronkiolitis, karena sebagian

    besar disebabkan oleh virus, kecuali jika ada tanda-tanda infeksi sekunder dan diberikan

    antibiotik spektrum luas.(2,3,6,12)

    Pemberian antibiotik justru akan meningkatkan infeksi sekunder

    oleh kuman yang resisten terhadap antibiotik tersebut.(2)

    Antibiotik bila dicurigai adanya infeksi

    bakteri dapat digunakan ampisilin 100-200 mg/kgBB/hr secara intravena dibagi 4 dosis. Bila ada

    konjungtivitis dan bayi berusia 1 4 bulan kemungkinan sekunder oleh Chlamidia

    trachomatis.(1)

    Pengobatan Intensive Care Unit

    Dilakukan konsultasi untuk perawatan pada ICU anak jika :

    - Terjadi progresivitas untuk gangguan pernafasan berat terutama pada kelompok yang beresiko.

    - Terdapat episode apnoe yang signifikan dengan gangguan saturasi atau adanya frekuensi

    pernafasan pendek lebih dari 15 detik.

    - Saturasi oksigen rendah yang menetap

    - Ketika pemeriksaan analisa gas darah telah selesai dan menggambarkan gangguan pernafasan

    dimana pada darah arteri didapatkan : pO2< 80 mmHg; pCO2> 50 mmHg; pH < 7,25.(5,12)

    Tabel 2.

  • 8/21/2019 Bahan Week 2(Bronkhiolitis)

    19/25

    Penatalaksanaan Bronkiolitis Berdasarkan Berat Ringannya Gejala(12)

    Bronkiolitis

    Ringan Sedang Berat

    Tidak

    memerlukanpenilaian lebih

    lanjutPerawatan

    dirumah, jika

    orang tua pasienmampu dan

    sudah dijelaskan

    serta mempunyai

    kendaraan.Berobat ulang ke

    dokter setelah 23 hari kemudian

    Perawatan di rumah

    sakitBerikan oksigen

    sehingga saturasioksigen > 93 %

    Pertimbangkan

    pemberian cairanintravena

    Pengamatan

    seksama terhadap

    perburukan kondisiFoto thorak

    Aspirasinasopharyngeal

    untuk virusimunoflurorecency

    dan kultur

    Perawatan di rumah

    sakitPemberian oksigen

    sampai saturasioksigen > 95 %

    Pengamatan

    seksama untukantisipasi

    kemungkinan

    memerlukan intubasi

    dan pemakaianventilator

    Berikan cairanintravena

    Monitor systemcardiorespiratori

    Foto thorak

    Aspirasinasopharyngeal

    untuk virus

    imunoflurorecency

    dan kulturPertimbangkan

    pengawasan gaspembuluh daraharteri

    Pertimbangkan

    untuk konsultasiperawatan ICU

    anak.

    Kriteria Pulang

    Pasien direkomendasikan pulang dengan kriteria :

    - Status pernafasan

    o Laju pernafasan kurang dari 70 kali dalam 1 menit dan tidak didapatkan tanda klinis usaha

    pernafasan lebih

  • 8/21/2019 Bahan Week 2(Bronkhiolitis)

    20/25

    o Orang tua dapat membersihkan saluran pernafasan anak dengan menggunakan alat sedot

    gelembung.

    o Pasien dapat berada dalam ruang dengan udara bebas dengan oksigen terapi yang stabil.

    o Saturasi oksigen harus lebih dari 90% tanpa pemberian oksigen tambahan kecuali anak dengan

    penyakit paru kronis, penyakit jantung atau mempunyai faktor resiko lain harus dilakukan

    diskusi terlebih dahulu dengan konsultan.(5)

    - Status nutrisi

    o Pasien dapat makan melalui mulut pada tingkatan dapat mencegah dehidrasi

    - Sosial

    o Peralatan dirumah mampu untuk digunakan dalam perawatan dirumah

    o Orang tua atau penjaga anak mampu untuk melakukan perawatan dirumah

    o Dilakukan edukasi keluarga yang lengkap

    - Peninjauan lebih lanjut

    o Ketika ada indikasi, perawat rumah dan penyedia alat medis harus melukakan visit terakhir.

    o Pemberi pertolongan utama harus memberikan persetujuan untuk pemulangan

    o Janji untuk peninjauan lebih lanjut harus dilakukan.

    (13)

    Edukasi Keluarga

    Dilakukan pada saat pasien akan dipulangkan. Yaitu dengan memberitahukan :

    - Informasi mengenai penyakit bronkiolitis

    -

    Bagaimana cara membersihkan jalan nafas dengan menggunakan penghisap gelembung.

    - Segera memanggil bantuan atau membawa pasien ke rumah sakit kembali jika didapatkan

    gangguan pernafasan

    - Cara pencegahan penyakit dan penyebarannya dengan menghindari anak dari paparan asap

    rokok ataupun zat yang mengiritasi lainnya, melakukan cuci tangan, dll.(9,13)

  • 8/21/2019 Bahan Week 2(Bronkhiolitis)

    21/25

    X. KOMPLIKASI

    Komplikasi dari bronkiolitis sangat minimal dan tergantung dari penatalaksanaan penyakit

    sebelumnya. Pada beberapa kasus didapatkan adanya gangguan fungsi paru yang menetap,

    dimana timbulnya whezing berulang dan hiperaktifitas bronkial.(1,8)

    Komplikasi seperti otitis

    media akut, pneumonia bakterial dan gagal jantung jarang dijumpai.(3)

    Beberapa studi kohort

    menghubungkan infeksi bronkiolitis akut berat pada bayi akan berkembang menjadi asma. Suau

    studi kohort prospektif menemukan bahwa 23 % bayi dengan riwayat bronkhiolitis berkembang

    menjadi asma pada usia 3 tahun, dibandingkan dengan 1 % pada kelompok kontrol.(4)

    XI. PENCEGAHAN

    Langkah preventif yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian imunisasi aktif dan pasif.

    Imunisasi pasif dapat dilakukan dengan pemberian gammaglobulin yang mengandung titer

    antibodi protektif tinggi, (respigrama). Dosis yang dianjurkan 750 mg/KgBB setiap bulan,

    diberikan secara intravena pada anak dibawah umur 24 bulan. Indikasi lain adalah bayi yang

    lahir dengan umur kehamilan < 35 minggu dan bayi dengan displasia bronchopulmonari. Produk

    lain adalah antibodi kelas IgA monoklonal yang diberikan melalui tetes hidung setiap hari dan

    antibodi kelas IgG monoklonal yang diberikan secara intramuscular setiap bulan.(6)

    Pendekatan profilaksis pada populasi resiko tinggi adalah meningkatkan (augmentation) antibodi

    yang menetralisasi protein F dan G dengan cara pemberian dari luar dan imunisasi dari ibu. Pada

    manusia, efek imunoglobulin yang mengandung neutralizing antibody titer tinggi atau

    monoklonal terhadap protein F akan mengurangi beratnya penyakit. Bila pada bayi premature

    atau bayi dengan penyakit paru kronis diberikan RSV hyperimmune globulin atau antibodi

    monoklonal terhadap protein F yang disebut dengan Palizumab setiap bulan, diberikan secara

    intramuskular setiap hari, lama perawatan RSV akan berkurang secara bermakna. Akan tetapi

    resiko efek samping kemungkinan meningkat pada bayi dengan penyakit jantung sianotik.(4)

    Sesudah penelitian dengan vaksin inaktif, dikembangkan vaksin live attenuated. Vaksin RSV

    pertama, yang terdiri dari cold passaged mutan, efektif untuk orang dewasa, tetapi pada anak

    terlalu virulen dan tidak stabil karena dapat berubah menjadi virus biasa kembali. Kemudian dari

  • 8/21/2019 Bahan Week 2(Bronkhiolitis)

    22/25

    permukaan glikoprotein murni, dikembangkan DNA dan peptik sintetik. Vaksin liveattenuated

    mempunyai kelebihan, yaitu dapat diberikan intranasal dan menginduksi imunitas mukosa dan

    sistemik.(4)

    Selain itu dilakukan pencegahan penyebaran silang dari virus RSV. RSV menyebar melaluihidung/muka ke tangan atau muka dari individu lain, sehingga perlu dilakukan prosedur cuci

    tangan yang baik terhadap perawat, pegawai maupun orang tua pasien untuk meminimalisir

    masalah tersebut. Dan hindari perawatan pasien anak dengan bronkiolitis (RSV positif atau

    sedang menunggu hasil) dengan anak-anak yang mempunyai resiko tinggi tertular RSV.(5)

    XII. PROGNOSIS

    Prognosis tergantung berat ringannya penyakit, cepatnya penanganan, dan penyakit latar

    belakang (penyakit jantung, defisiensi imun, prematuritas).(1)

    Anak biasanya dapat mengatasi serangan tersebut sesudah 48 72 jam. Mortalitas kurang dari 1

    %. Anak biasanya meninggal karena jatuh ke dalam apneu yang lama, asidosis respiratorik yang

    tidak terkoreksi atau karena dehidrasi yang disebabkan oleh takipneu dan kurang makan-

    minum.(3)

    Penelitian di Norwegia menunjukkan bahwa bayi yang dirawat dengan bronkhiolitis mempunyai

    kecendrungan menderita asma dan penurunan fungsi paru pada usia 7 tahun dibandingkan

    dengan kontrol. Hal ini menunjukkan adanya hipereaktifitas bronkhial yang menetap selama

    beberapa tahun setelah menderita bronkiolitis pada bayi muda, baik para RSV positif, maupun

    RSV negatif.

    Tidak dapat dibuktikan secara jelas bahwa bronkiolitis terjadi pada anak dengan kecendrungan

    asma, keberhasilan pengobatan dengan kortikosteroid mungkin dapat mengurangi prevalens

    asma pada anak dari kelompok pengobatan.(4)

    XIII. KESIMPULAN

    1. Bronkhiolitis adalah penyakit IRA bawah yang ditandai dengan adanya inflamasi pada

    bronkiolus. yang sering di derita bayi dan anak kecil yang berumur kurang dari 2 tahun.

  • 8/21/2019 Bahan Week 2(Bronkhiolitis)

    23/25

    2. Bronkiolitis sebagian besar disebabkan olehRespiratory syncytial virus(RSV), penyebab lainnya

    adalah parainfluenza virus, Eaton agent (mycoplasma pneumoniae), adenovirus dan beberapa

    virus lainnya. tetapi belum ada bukti kuat bahwa bronkhiolitis disebabkan oleh bakteri.

    3.

    Bronkiolitis merupakan infeksi saluran respiratory tersering pada bayi. Paling sering terjadi padausia 224 bulan, puncaknya pada usia 28 bulan. Sebanyak 11,4 % anak berusia dibawah 1

    tahun dan 6 % anak berusia 1 2 tahun di AS pernah mengalami bronkhiolitis. Penyakit ini

    menyebabkan 90.000 kasus perawatan di rumah sakit dan menyebabkan 4500 kematian setiap

    tahunnya.

    4. Faktor resiko terjadinya bronkiolitis adalah jenis kelamin laki-laki, status sosial ekonomi rendah,

    jumlah anggota keluarga yang besar, perokok pasif, berada pada tempat penitipan anak atau ke

    tempat-tempat umum yang ramai, rendahnya antibodi maternal terhadap RSV, dan bayi yang

    tidak mendapatkan air susu ibu.

    5. Bronkiolitis secara klinis ditandai dengan pernafasan cepat, retraksi dinding dada dan whezing.

    6. Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan laboratorium

    dan pemeriksaan penunjang lainnya, berdasarkan gambaran klinis, umur penderita dan adanya

    epidemi RSV di masyarakat

    7. Diagnosis banding sebaiknya dipikirkan, misalnya asma bronkiale serangan pertama, bronkhitis,

    gagal jantung kongestif, edema paru, pneumonia, aspirasi benda asing, refluks gastroesophageal,

    sistik fibrosis, miokarditis, pneumothorak, pertussis

    8. Infeksi virus RSV biasanya sembuh sendiri (self limited) sehingga sebagian besar tatalaksana

    bronkiolitis pada bayi bersifat suportif, yaitu pemberian oksigen, minimal handling pada bayi,

    cairan intravena dan kecukupan cairan, penyesuaian suhu lingkungan agar konsumsi oksigen

    minimal, tunjangan respirasi bila perlu, dan nutrisi. Setelah itu baru pemberian medikamentosa

    9. Komplikasi dari bronkiolitis sangat minimal dan tergantung dari penatalaksanaan penyakit

    sebelumnya. Pada beberapa kasus didapatkan adanya gangguan fungsi paru yang menetap,

    dimana timbulnya whezing berulang dan hiperaktifitas bronkial.

    10. Pencegahan dengan imunisasi aktif dan pasif serta menghindari penyebaran virus RSV

    11. Prognosis tergantung berat ringannya penyakit, cepatnya penanganan, dan penyakit latar

    belakang (penyakit jantung, defisiensi imun, prematuritas).

  • 8/21/2019 Bahan Week 2(Bronkhiolitis)

    24/25

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Herry Garna, Prof, dr. Sp.A(K), Ph.D, Heda Melinda D. Nataprawira, dr. Sp.A(K), Bronkhiolitis

    dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi Ke -3, Bagian Ilmu

    Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Rs. Dr. Hasan Sadikin Bandung,

    2005. Hal : 400-402

    2. Edi Hartoyo dan Roni Naning, Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas

    Gajah Mada/ Instalasi Kesehatan Anak RSUP dr. Sardjito Yogyakarta. Mengi Berulang Setelah

    Bronkhiolitis Akut Akibat Infeksi Virus.

    3. Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Bronkiolitis Akut dalam Buku Kuliah 3 Ilmu

    Kesehatan Anak, Bagian Ilmu Kesehatan FKUI, 1985, hal : 1233-1235

    4. Magdalena Sidharta Zain, Bronkhiolitis dalam Buku Ajar Respirology Anak, Edisi Pertama,

    Ikatan Dokter Anak Indonesia, Badan Penerbit IDAI, 2008

    5. NSW HEALTH, Acut Management of Infant and Children with Acute Bronchiolitis. Revision

    December 2006www.health.nsw.gov.au

    6. Ikatan Dokter Anak Indonesia, Bronkiolitis dalam Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak,

    Edisi I, Badan Penerbit IDAI, 2005. Hal : 348 - 350

    7. A Tam, SY Lam, et all. Clinical Guideline on The Management pf Acute Bronchiolitis,

    Hongkong Journal Pediatric (New Series) 2006; 11; 235241.

    8. Mary Ellen B, Wohl, MD. Bronchiolitis in Kendigs Disorder of The Respiratory Tract in

    Children. Seventh Edition, Elsevier Inc, 2006 page : 423431.

    9. Mark Louden, MD, FACEP. Pediatric Bronchiolitis. Update 1 November 2007

    http://www.emedicine.com/emerg/topic365.htm

    10. Administrator, Tata Laksana Bronkhiolitis, Desember 2007,

    http://cpddokter.com/home/index.php?option=com_content&task=view&id=140&Itemid=38

    11. Departemen Kesehatan RI, Profil Kesehatan Provinsi NAD tahun 2005 .

    www.depkes.go.id/downloads/profil/NAD05/profil_dinkes05baru.pdf

    http://www.health.nsw.gov.au/http://www.health.nsw.gov.au/http://www.health.nsw.gov.au/http://www.emedicine.com/emerg/topic365.htmhttp://www.emedicine.com/emerg/topic365.htmhttp://cpddokter.com/home/index.php?option=com_content&task=view&id=140&Itemid=38http://cpddokter.com/home/index.php?option=com_content&task=view&id=140&Itemid=38http://www.depkes.go.id/downloads/profil/NAD05/profil_dinkes05baru.pdfhttp://www.depkes.go.id/downloads/profil/NAD05/profil_dinkes05baru.pdfhttp://www.depkes.go.id/downloads/profil/NAD05/profil_dinkes05baru.pdfhttp://www.depkes.go.id/downloads/profil/NAD05/profil_dinkes05baru.pdfhttp://www.depkes.go.id/downloads/profil/NAD05/profil_dinkes05baru.pdfhttp://cpddokter.com/home/index.php?option=com_content&task=view&id=140&Itemid=38http://www.emedicine.com/emerg/topic365.htmhttp://www.health.nsw.gov.au/
  • 8/21/2019 Bahan Week 2(Bronkhiolitis)

    25/25

    12. Dominic A Fitzgerald and Henry A Kilham, Bronchiolitis : Assesment and Evidence - Based

    Management. MJA volume 180, 19 April 2004, Page : 399 404.

    13. Chris Bolling, MD, et all. Evidence Based Clinical Practice Guideline For Medical

    Management of Bronchiolitis in Infants less than 1 years of age presenting with a first time

    episode. Cincinati Childrens Hospital Medical Center. 2006.www.cincinatichildrens.org

    http://www.cincinatichildrens.org/http://www.cincinatichildrens.org/http://www.cincinatichildrens.org/http://www.cincinatichildrens.org/