Bab1-Bab5

56
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Saliva merupakan salah satu komponen penting dalam rongga mulut. Saliva berperan dalam melindungi jaringan di dalam rongga mulut dengan cara pembersihan secara mekanis untuk mengurangi akumulasi plak, lubrikasi elemen gigi-geligi, pengaruh buffer, agreasi bakteri yang dapat menghambat kolonisasi mikroorganisme, aktivitas antibakterial, perncernaan, retensi kelembaban, dan pembersihan makanan. Oleh karena itu, saliva sangat mempengaruhi kesehatan rongga mulut seseorang. 1 Agar dapat menjalankan fungsinya dengan baik, saliva perlu dihasilkan dalam rongga mulut dalam jumlah yang cukup. Umumnya sekresi saliva yang normal adalah 800-1500 ml/hari, Banyaknya saliva yang disekresikan di dalam mulut dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti

Transcript of Bab1-Bab5

Page 1: Bab1-Bab5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Saliva merupakan salah satu komponen penting dalam rongga mulut. Saliva

berperan dalam melindungi jaringan di dalam rongga mulut dengan cara

pembersihan secara mekanis untuk mengurangi akumulasi plak, lubrikasi elemen

gigi-geligi, pengaruh buffer, agreasi bakteri yang dapat menghambat kolonisasi

mikroorganisme, aktivitas antibakterial, perncernaan, retensi kelembaban, dan

pembersihan makanan. Oleh karena itu, saliva sangat mempengaruhi kesehatan

rongga mulut seseorang.1

Agar dapat menjalankan fungsinya dengan baik, saliva perlu dihasilkan

dalam rongga mulut dalam jumlah yang cukup. Umumnya sekresi saliva yang

normal adalah 800-1500 ml/hari, Banyaknya saliva yang disekresikan di dalam mulut

dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti rangsangan olfaktorius, melihat dan

memikirkan makanan, rangsangan mekanis, kimiawi, neuronal, rasa sakit, dan

konsumsi obat-obatan tertentu. Selain itu, keadaan stres, depresi, dan cemas juga

dapat mempengaruhi sekresi saliva.1,2,3,4

Telah dilakukan beberapa penelitian sebelumnya yang mengkaji mengenai

saliva, stres, depresi, dan kecemasan. Seperti dalam penelitian Little Mahendra dkk,

2011, dilaporkan bahwa stres kerja dapat menjadi faktor yang memperburuk

Page 2: Bab1-Bab5

penyakit periodontal. Dalam penelitian lain, Bezerra Junior dkk, 2010, menunjukkan

bahwa periodontitis kronis mempengaruhi komposisi dari saliva. Adapun penelitian

yang mengemukakan bahwa depresi dan kecemasan dapat meningkatkan angka

kematian (mortalitas) seperti penelitian yang telah dilakukan Mykletun dkk, 2007,

Schoevers, Beekman, Tilburg, 2000.5,6,7,8

Sekolah kedokteran gigi diketahui sebagai lingkungan pembelajaran yang

meminta tuntutan yang tinggi dan penuh dengan tekanan jiwa (stresful). Kurikulum

saat ini menghendaki mahasiswa kedokteran gigi untuk mencapai bermacam-macam

kecakapan/keahlian, termasuk kemahiran dalam pengetahuan teori, kompetensi

klinik, dan keterampilan dalam berhubungan dengan orang-orang (interpersonal

skill). Telah banyak penelitian yang dilakukan di berbagai sekolah kedokteran gigi di

seluruh dunia dan kebanyakan dari penelitian ini menunjukkan peningkatan yang

signifikan dari stres di antara mahasiswa kedokteran gigi.9,10

Dalam beberapa penelitian sebelumnya ditemukan bahwa tingkat stres pada

mahasiswa kedokteran gigi cukup tinggi. Ada pula penelitian yang menemukan

bahwa tingkat stres lebih tinggi pada mahasiswa klinik daripada mahasiswa

preklinik. Dalam penelitian Alzahem dkk, 2010, ditemukan bahwa sumber stres pada

mahasiswa kedokteran gigi berhubungan dengan ujian, kebutuhan dan syarat klinik,

dan dental supervisor. Pada penelitian Polychronopoulou dan Divaris, 2005,

mengemukakan bahwa sumber stres pada mahasiswa kedokteran gigi berasal dari

banyaknya kuliah, ujian dan peringkat, kurangnya kepercayaan diri akan menjadi

dokter gigi yang sukses, melengkapi syarat kelulusan, kurangnya waktu untuk

mengerjakan tugas sekolah, dan kurangnya waktu santai.9,10

2

Page 3: Bab1-Bab5

Setelah melihat fakta-fakta seperti yang telah tertulis di atas, timbul dalam

benak penulis pertanyaan-pertanyaan, antara lain benarkah stres, depresi, dan

kecemasan dapat mempengaruhi sekresi saliva dan apakah tingkat keparahan dari

ketiga hal tersebut berpengaruh terhadap volume saliva. Oleh karena itulah peneliti

kemudian tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai hal-hal tersebut. Secara

keseluruhan penelitian ini penting dan perlu dilakukan sebab dengan melakukan

penelitian ini, artinya dapat diketahui pengaruh stres, depresi, dan kecemasan dengan

volume saliva dan dengan mengetahui pengaruh stres, depresi, dan kecemasan

dengan volume saliva artinya dapat dilakukan pencegahan sebelum terjadi penyakit

yang lebih serius, baik dari segi pencegahan terhadap penyakit di dalam rongga

mulut, maupun pencegahan terhadap risiko dari faktor psikologis secara keseluruhan

seperti kesehatan fisik, mental, dsb. Berdasarkan alasan-alasan tersebut penulis

kemudian mengangkat sebuah penelitian dengan judul “Pengaruh Stres, Depresi, Dan

Kecemasan Terhadap Volume Saliva Pada Mahasiswa Preklinik Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin”.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, diajukan permasalahan sebagai

berikut:

1. Apakah ada pengaruh stres terhadap volume saliva pada mahasiswa preklinik

fakultas kedokteran gigi Universitas Hasanuddin (tahun 2012)?

2. Apakah ada pengaruh depresi terhadap volume saliva pada mahasiswa

preklinik fakultas kedokteran gigi Universitas Hasanuddin (tahun 2012)?

3

Page 4: Bab1-Bab5

3. Apakah ada pengaruh kecemasan terhadap volume saliva pada mahasiswa

preklinik fakultas kedokteran gigi Universitas Hasanuddin (tahun 2012)?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh stres, depresi, dan kecemasan terhadap

volume saliva pada mahasiswa preklinik fakultas kedokteran gigi

Universitas Hasanuddin.

1.1.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pengaruh stres terhadap volume saliva pada

mahasiswa preklinik fakultas kedokteran gigi Universitas Hasanuddin.

2. Untuk mengetahui pengaruh depresi terhadap volume saliva pada

mahasiswa preklinik fakultas kedokteran gigi Universitas Hasanuddin.

3. Untuk mengetahui pengaruh kecemasan terhadap volume saliva pada

mahasiswa preklinik fakultas kedokteran gigi Universitas Hasanuddin.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1. Dapat menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman peneliti saat

melakukan penelitian ini.

2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai stres,

depresi, dan kecemasan dan hubungannya dengan volume saliva pada

mahasiswa preklinik fakultas kedokteran gigi Universitas Hasanuddin.

4

Page 5: Bab1-Bab5

3. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah kepada

mahasiswa sehingga mahasiswa dapat melakukan upaya pencegahan terhadap

terjadinya penyakit yang lebih serius.

4. Penelitian ini diharapkan pula dapat menjadi salah satu acuan untuk penelitian-

penelitian selanjutnya.

1.5 HIPOTESIS PENELITIAN

1. Ada pengaruh stres terhadap volume saliva pada mahasiswa preklinik fakultas

kedokteran gigi Universitas Hasanuddin.

2. Ada pengaruh depresi terhadap volume saliva pada mahasiswa preklinik

fakultas kedokteran gigi Universitas Hasanuddin.

3. Ada pengaruh kecemasan terhadap volume saliva pada mahasiswa preklinik

fakultas kedokteran gigi Universitas Hasanuddin.

5

Page 6: Bab1-Bab5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SALIVA

Saliva merupakan unsur pelindung di dalam rongga mulut yang bekerja dengan

cara membasahi dan melapisi permukaan gigi dan mukosa mulut, serta

mempertahankan kapasitas buffer di rongga mulut. Hal ini dipengaruhi oleh sekresi

saliva, volume saliva, dan pH saliva. Jika sekresi saliva meningkat, maka volume

saliva akan meningkat pula, disertai meningkatnya pH, sehingga fungsi perlindungan

di dalam rongga mulut pun akan meningkat.11

Fungsi saliva di dalam rongga mulut adalah sebagai berikut:1,2,3,12,13,14,15,16,17

1. Memberikan efek self cleansing dan sebagai lubrikasi pada permukaan

mukosa mulut.

2. Sebagai buffer yang dapat menahan turunnya pH atau meningkatnya

keasaman mulut.

3. Berfungsi dalam proses pengunyahan dan penelanan makanan.

4. Berfungsi dalam proses bicara.

5. Sebagai pelindung dalam melawan karies

6. Membantu menjaga integritas gigi (demineralisasi dan remineralisasi email)

dengan adanya kandungan kalsium dan fosfat.

7. Melakukan aktivitas anti-bakteri dan anti-virus karena mengandung

antibody spesifik (sIgA), lysozyme, lactoferrin, dan laktoperoksidase.

Page 7: Bab1-Bab5

8. Membantu perbaikan jaringan.

9. Membantu proses pencernaan karbohidrat melalui aksi dari enzim amylase.

10. Melarutkan makanan untuk membantu fungsi dari taste bud (indera

pengecap).

11. Melindungi gigi dari erosi, abrasi, dan atrisi.

Saliva dihasilkan oleh kelenjar mayor dan kelenjar minor. Untuk mengetahui

lebih lanjut mengenainya dapat dilihat pada tabel II.1.

Tabel II.1 Karakteristik morfologi dan biomekanik dari kelenjar saliva

Sekresi saliva normal adalah 800-1500 ml/hari. Pada orang dewasa kecepatan sekresi

saliva normal saat stimulasi adalah 1-2 ml/menit, sedangkan pada saat tidak

7

Kelenjar Saliva Acinelar cell type Karakteristik Cairan Inervasi*

Kelenjar saliva mayor

Kelenjar parotis Serous Encer, kaya amilase IX

Kelenjar submandibularis

Campur, sebagian besar

mucousKental, kaya mucin VII

Kelenjar sublingualisCampur, sebagian besar

mucousKental, kaya mucin VII

Kelenjar saliva minor

Palatinal Mucous Kaya mucin VII

Bukal Seromucous Kaya mucin VII

Labial Seromucous Kaya mucin VII

Lingual (kelenjar von Ebner) Serous Encer, cairan kaya lipase IX

Retromolar Sebagian besar mucous Kaya mucin VII/IX

*Suplai nervus Parasympathetic. Suplai nervus sympathetic berasal dari superior cervical ganglion.

Sumber: Miles T. S, Nauntofte B, Svensson P. Clinical Oral Physiology. Copenhagen: Quintecssence Publishing Co. Ltd; 2004. p 18.

Page 8: Bab1-Bab5

terstimulasi sekitar 0,32 ml/menit. Volume saliva dipengaruhi oleh berbagai

hal, salah satunya adalah umur. Perubahan umur dapat berpengaruh terhadap

penurunan produksi saliva karena terjadi penurunan fungsi glandula parenkim

saliva. Beers dan Berkow mengemukakan bahwa pada orang lanjut usia

morfologi kelenjar saliva mengalami perubahan, dengan akibat penurunan

produksi saliva. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hidayani dan

Handajani, 2007, yang membandingkan efek merokok terhadap status pH dan

volume saliva pada laki-laki usia dewasa dan usia lanjut ditemukan bahwa

pada usia lanjut volume saliva yang dihasilkan lebih sedikit dibandingkat

pada usia dewasa. Hal ini diperkuat pula oleh penelitian yang dilakukan

Palomares dkk., yang menyatakan bahwa kecepatan sekresi saliva pada orang

sehat tergantung pada usia dan jenis kelamin.2

Volume saliva dipengaruhi pula oleh hormon. Hal ini dibuktikan

melalui penelitian yang dilakukan Joenes, Fatma, Gulton, dan Djamal, 2007,

yang mendapati bahwa terjadi penurunan sekresi saliva pada wanita sesudah

menopause. Dilaporkan pula bahwa sebagian besar kelompok wanita

menopause (20-90%) mengalami mulut kering (xerostomia) yang disebabkan

berkurangnya kualitas saliva akibat menurunnya kadar estrogen dalam darah.

Namun perbedaan pada kedua kelompok pada penelitian tersebut tidak

bermakna. Akan tetapi pada penelitian yang dilakukan Streckfus dkk.,

ditemukan hasil yang sama dengan penelitian Joenes dkk, namun

perbedaannya bermakna.18

8

Page 9: Bab1-Bab5

Selain itu, volume saliva dipengaruhi pula oleh beberapa benda yang

kita konsumsi seperti rokok, minuman beralkohol, dan obat-obatan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hidayani dan Handajani, 2007,

ditemukan bahwa volume saliva pada kelompok perokok lebih rendah

dibandingkan kelompok bukan perokok, walau perbedaannya tidak

bermakna. Berdasarkan penelitian oleh Rahayu dan Handajani, dilaporkan

bahwa konsumsi minuman beralkohol dapat menurunkan derajat keasaman

dan volume saliva. Tjay dan Rahardja juga berpendapat bahwa alcohol

diduga menyebabkan terjadinya penurunan sekresi kelenjar pencernaan

termasuk kelenjar saliva, karena efeknya menekan susunan saraf pusat baik

saraf simpatis maupun parasimpatis. Pendapat yang sama juga dikemukakan

oleh Sauer dkk., bahwa zat yang mempunyai efek hipnotik sedative dapat

mengganggu neurotransmitter pada glandula saliva sehingga dapat

memperlambat sekresi saliva yang selanjutnya berdampak pada pH saliva.

Berdasarkan penelitian oleh Handajani, Puspita, dan Amelia, 2007,

dilaporkan bahwa pemakaian kontrasepsi pil dan suntik dapat menurunkan

pH dan volume saliva. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Anggreani

dkk., dikemukakan bahwa penggunaan baking soda dapat meningkatkan

volume saliva.1,11,12

Selain semua hal yang telah disebutkan, volume saliva dipengaruhi pula

oleh stres dan kondisi psikis. Haskell dan Goyfard mengemukakan bahwa

gangguan emosional seperti stres, putus asa, dan rasa takut dapat

menyebabkan mulut kering. Rasa cemas dan depresi juga dapat menyebabkan

9

Page 10: Bab1-Bab5

penurunan aliran saliva dan xerostomia. Kondisi stres akut juga menyebabkan

perubahan signifikan pada saliva seperti penurunan pada pengeluaran IgA

dan peningkatan amylase pada saliva. Hal ini disebabkan oleh keadaan

emosional dari sistem saraf outonom dan menghalangi sistem saraf simpatis

dalam sekresi saliva. Yunus, 2008, juga mengemukakan bahwa terapi radiasi

penderita kanker kepala dan leher dapat menurunkan volume saliva. Namun

hal ini juga mungkin dapat dihubungkan dengan kondisi emosional pasien itu

sendiri.12,15,19

2.2 STRES

Stres merupakan bagan kunci dalam suatu penelitian mengenai kesehatan. Stres

pada dasarnya dipusatkan pada dua komponen utama dari stres, yaitu stresor yang

diartikan sebagai kondisi lingkungan dan reaksi seseorang terhadap stres. Sebuah

penelitian empiris berdasarkan pada teknik model persamaan struktur menemukan

bahwa pengalaman stres paling diwakili dengan baik oleh dua faktor gagasan dari

stres. Faktor pertama adalah kondisi lingkungan dan faktor kedua adalah kombinasi

dari penaksiran stres dan respon emosional.20

Terdapat banyak definisi mengenai stres. Stres dapat didefinisikan sebagai

suatu fenomena dari lingkungan luar – rangsangan sakit, kebisingan, percekcokan

dengan orang lain – dalam hal ini, stres dianggap sebagai variable independent. Stres

juga dapat dianggap sebagai respon seseorang – menimbulkan perasaan simpatik,

pelepasan dari catecalamines atau cortisol, kecemasan (anxiety), amarah, terhadap

orang lain – dalam hal ini stres bertindak sebagai variable dependent. Selain itu

10

Page 11: Bab1-Bab5

Sandin, 1999, mengungkapkan stres juga dapat dilihat sebagai suatu interaksi

(transaksi) antara inidividu dan lingkungan – sebuah proses.21

2.2.1 Sumber Stres

Berdasarkan penelitian oleh Siegel dan Lane, 1982, mengungkapkan banyak

dari remaja bahkan tidak puas dengan penampilan fisik mereka. Wang dan Ko, 1999,

mengemukakan bahwa perempuan lebih mudah merasa kecewa daripada laki-laki,

sebagian besar karena mereka khawatir terhadap penampilan fisik mereka.

Berdasarkan penelitian Lan, 2003, mengungkapkan bahwa gejala fisiologis seperti

sakit kepala merupakan tanda dari mental overload (membebani mental sampai

melampaui batas). Tanda-tanda lain seperti keletihan, depresi, kecemasan (anxiety),

ketidakpuasan terhadap diri sendiri, perubahan dalam kebiasaan tidur, dan

penaikan/penurunan berat badan yang drastic. Feng, 1992, juga menjelaskan bahwa

penetapan cita-cita (hasil akhir) yang tinggi, menjadi perfeksionis, dan

membandingkan diri sendiri dengan orang lain, dan degradasi diri akan

menyebabkan terjadinya stres dan berakhirkan depresi.22

Berdasarkan penelitian Liu dan Chen, 1997, keluarga dengan konflik yang terus

menerus dikarakteristikkan dengan komunikasi yang buruk antara orang tua dengan

anak dan kurangnya dalamnya perngertian terhadap harapan masing-masing. Orang

tua yang totaliter jarang menunjukkan perhatian mereka pada anak-anaknya. Liu dan

Chen, 1997, juga mengungkapkan bahwa kendali atau hukuman yang orang tua

bebankan hanya akan menambah stres psikologis pada anak mereka.22

Chiang, 1995, mengemukakan bahwa sekolah adalah salah satu dari sumber

utama stres bagi remaja. Stres bisa berasal dari tugas yang terlalu banyak,

11

Page 12: Bab1-Bab5

ketidakpuasan terhadap prestasi sekolah, persiapan sebelum ujian, kurangnya

ketertarikan terhadap suatu mata pelajaran tertentu, dan hukuman dari guru.

Biasanya, orang tua sangat khawatir dengan prestasi dan kelakuan moral dari anak

mereka. Liu dan Chen, 1997, mengungkapkan bahwa orang tua berharap anak

mereka tidak hanya hormat pada guru mereka dan mengikuti norma-norma moral,

tetapi juga menjadi orang-orang terkemuka di masa depan. Berdasarkan penelitian

Cheng, 1999, stres yang berasal dari harapan guru, orang tua, dan diri sendiri yang

tinggi biasanya menjadi penderitaan yang mendalam bagi siswa yang belajar di

sekolah.22

Kebanyakan remaja terburu-buru dalam membangun hubungan dengan lawan

jenis. Berdasarkan penelitian Wang dan Ko, 1999, mengungkapkan bahwa

bagaimanapun juga, membangun hubungan heteroseksual merupakan tantangan dan

juga stresor bagi remaja. Selain itu faktor sosial juga berpengaruh. Berdasarkan

penelitian Feng, 1992, stres timbul bukan hanya pada lingkungan yang rumit dan

kompetitif, tetapi juga pada lingkungan yang monoton dan kurang stimuli.22

2.2.2 Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi

Dalam beberapa penelitian sebelumnya ditemukan bahwa tingkat stres pada

mahasiswa kedokteran gigi cukup tinggi. Berdasarkan penelitian Khalid, 2000,

prevalensi stres pada dokter gigi di Malaysia sebesar 89,7%. Berdasarkan penelitian

Peker dkk, 2009, dan Polychronopoulou dan Divaris, 2010, tingkat stres yang tinggi

pada dokter gigi dimulai sejak sekolah di kedokteran gigi dan memiliki manifestasi

yang berbeda tergantung lama pembelajarannya. Berdasarkan penelitian Gotter dkk,

2008, Schmitter dkk, 2008, dan Murphy dkk, 2009, menunjukkan bahwa tingkat stres

12

Page 13: Bab1-Bab5

pada mahasiswa kedokteran gigi lebih tinggi dibandingkan mahasiswa kedokteran.

Ada pula penelitian yang menemukan bahwa tingkat stres lebih tinggi pada

mahasiswa klinik daripada mahasiswa preklinik. Berdasarkan penelitian

Polychronopoulou dan Divaris, 2005, mengemukakan bahwa sumber stres pada

mahasiswa kedokteran gigi berasal dari banyaknya kuliah, ujian dan peringkat,

kurangnya kepercayaan diri akan menjadi dokter gigi yang sukses, melengkapi syarat

kelulusan, kurangnya waktu untuk mengerjakan tugas sekolah, dan kurangnya waktu

santai. Berdasarkan penelitian Alzahem dkk., 2010, mengungkapkan bahwa sumber

stres pada mahasisiwa kedokteran gigi berasal dari lima faktor, antara lain faktor

lingkungan hidup, faktor personal, faktor lingkungan pembelajaran, faktor akademik,

dan faktor klinik.9,10,23

2.3 DEPRESI

Depresi merupakan masalah kesehatan jiwa yang utama dewasa ini. Depresi

adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan kemurungan dan

kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga kehilangan gairah hidup; tidak

mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing Ability/RTA, masih

baik); kepribadian tetap utuh (tidak mengalami keretakan kepribadian/splitting of

personality); perilaku dapat terganggu, tetapi dalam batas-batas normal. Depresi, jika

tidak terdiagnosis atau tidak diketahui, dapat minimbulkan kerusakan pada upaya

dalam mengontrol motor symptoms dandapat menciptakan ketegangan besar di

keluarga dan pasangan di mana ketika pasien paling membutuhkan dukungan. Selain

13

Page 14: Bab1-Bab5

itu ditemukan pula bahwa depresi memiliki hubungan yang erat dengan

bertambahnya risiko kematian (mortalitas).7,8,24,25

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Birmaher et al., 1996, prevalensi

seumur hidup dari Major Depressive Disorder (MDD) telah diestimasi antara 15-

22%, sementara angka batas prevalensi berkisar antara 0,4-8,3%. Berdasarkan data

statistik di Kanada, 2002., 6,3% dari sampel remaja dan dewasa muda (usia 14-24

tahun) memenuhi standar untuk dapat dikatakan menderita MDD (sampel berasal

dari Kanada). Penelitian lain yang dilakukan oleh Roberts, Andrews, Lewinsohn, dan

Hops, 1990, mengemukakan prevalensi depresi sekitari 22-33% pada remaja yang

diukur dengan menggunakan Beck Depression Inventory.26

Cash, H., 1998, dalam penelitiannya mengemukakan bahwa 1 dari 5 orang

pernah mengalami depresi dalam kehidupannya. Selanjutnya ditemukan bahwa 5%-

15% dari pasien-pasien depresi melakukan bunuh diri setiap tahun. Katzenstein, L.,

1998, dalam survei yang dilakukan mendapatkan fakta bahwa lebih dari 70% pasien

depresi tidak terdiagnosa oleh dokter. Dimatteo, M.R., dkk, 2000, dalam

penelitiannya menemukan data bahwa depresi terjadi pada 25% pasien yang

menjalani pengobatan medis dan 50% pasien (di AS) tidak taat terhadap rekomendasi

pengobatan yang diberikan oleh dokter; hal ini membuktikan terdapatnya kumulatif

dari adanya hubungan antara ketaatan berobat dan depresi yang cukup bermakna

(signifikan).24

2.4 KECEMASAN (ANXIETY)

14

Page 15: Bab1-Bab5

Gejala kecemasan, baik yang sifatnya akut maupun kronik (menahun)

merupakan komponen utama bagi hampir semua gangguan kejiwaan (psychiatric

disorder). Kecemasan (ansietas/anxiety) adalah gangguan alam perasaan (affective)

yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan

berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing

Ability/RTA, masih baik); kepribadian masih tetap utuh (tidak mengalami keretakan

kepribadian/splitting of personality); perilaku dapat terganggu, tetapi masih dalam

batas-batas normal. tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality

Testing Ability/RTA, masih baik); kepribadian tetap utuh (tidak mengalami keretakan

kepribadian/splitting of personality); perilaku dapat terganggu, tetapi dalam batas-

batas normal. Menurut Spielberger, 1966, mengemukakan kecemasan (anxiety)

merupakan keadaan emosional yang terdiri atas kekhawatiran atau rasa takut,

sementara ciri dari kecemasan mengarah pada kecenderungan merasa situasi-situasi

yang ada sebagai hal yang dapat mengancam (ancaman). Secara klinis gejala

kecemasan dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu: gangguan cemas (anxiety

disorder), gangguan cemas menyeluruh (generalized anxiety disorder/GAD),

gangguan panic (panic disorder), gangguan fobia (phobic disorder), dan gangguan

obsesif-kompulsif (obsessive-compulsive disorder).24,27

Berdasarkan penelitian Kashani dan Orvaschel, 1988, gangguan cemas (anxiety

disorder) merupakan penyakit yang paling umum ditemui di Amerika Serikat

(United States) dan merupakan tipe dari gangguan mental (mental disorder) yang

paling sering ditemukan pada remaja. Berdasarkan penelitian yang dilakukan

Costello, Mustillo, Erkanli, Keeler, dan Angold, 2003, gangguan kecemasan

15

Page 16: Bab1-Bab5

merupakan gangguan psikologis yang paling umum dialami oleh anak-anak usia

sekolah dan remaja di seluruh dunia. Prevalensi dari anxiety disorder pada sampel

dari komunitas remaja sangat berbeda-berbeda. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan Costello dan Angold, 1995; Essau, Conradt dan Petermann, 2000; Kashani

dan Orvascal, 1988; Lewinsohn et al., 1993; Verhulst, van der Ende, Ferninand dan

Kasius, 1997; Woodward dan Fergusson, 2001; anxiety disorder diperkirakan terjadi

sebesar 5,7% - 28,8% dari komunitas remaja, tergantung pada seluk beluk dari

metode, standar/kriteria diagnostik, dan detail-detail dari penelitian. Sedangkan

berdasarkan penelitian oleh Bernsrein dan Borchardt, 1991; Boyd, Konstanski,

Gullone, Ollendick, dan Shek, 2000, prevalensi dari gangguan kecemasan pada anak-

anak dan remaja berkisar anatara 4,0%-25,0%, dengan nilai rata-rata 8,0%. Namun

berdasarkan penelitian Tomb dan Hunter, 2004, penaksiran ini mungkin saja

mengalami kekeliruan (terlalu rendah) karena ada banyak kejadian gangguan

kecemasan pada anak-anak dan remaja yang tidak terdiagnosa karena gejalanya

tampak alami.26,28

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Essau, Conradt, dan Petermann, 2000,

kecemasan (anxiety) berhubungan erat dengan efek-efek negatif yang ada pada

hubungan sosial, emosional, dan prestasi akademik anak-anak. Efek spesifik yang

ada, menurut Albano, Chorpita, dan Barlow, 2003; Weeks, Coplan, dan Kingsbury,

2009, termasuk hubungan sosial dan kemampuan menanggulangi yang buruk dan

berdasarkan Bokhorst, Goossens, dan De Ruyter, 2001; Weeks et al., 2009, berupa

rasa kesepian, rendahnya penghargaan diri, persepsi tentang penolakan sosial, dan

kesulitan dalam pergaulan. Yang tak kalah penting, beradasarkan penelitian oleh

16

Page 17: Bab1-Bab5

Donovan dan Spence, 2000; McLoone, Hudson, dan Rapee, 2006; Rapee, Kennedy,

Ingram, Edwards, and Sweeney, 2005, terjadi pula penghindaran terhadap sekolah,

penurunan dalam kemampuan pemecahan masalah (problem-solving), dan penurunan

dalam prestasi akademik. Menurut Good dan Kleinman, 1985; Guamaccia, 1997,

kecemasan (anxiety) dipertimbangkan sebagai fenomena universal yang ada tanpa

melihat kultur (kebudayaan), walaupun konteks dan manifestasinya dipengaruhi oleh

kepercayaan kebudayaan dan penerapannya.28

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ogliari, Citterio, Zanomi, Fagnani,

Patriarca, Cirrincione, Stazi, dan Battaglia, 2006, faktor genetik memberikan

kontribusi terhadap etiologi gangguan kecemasan (anxiety disorder). Diketahui pula

dalam penelitian yang dilakukan Feigon, Waldman, Levy, dan Hay, 2001, faktor

lingkungan seperti keluarga, kesehatan lingkungan, dan parental psikopatologi juga

berpengaruh terhadap timbulnya kecemasan (anxiety). Hampir sama, penelitian oleh

Chorpita dan Barlow, 1998, mengemukakan bahwa perkembangan daya dalam

pengurangan penguasaan lingkungan dapat memperbesar perkembangan gangguan

kecemasan pada anak-anak. Barlow, 2002, mengemukakan bahwa bentuk dari

kecemasan berhubungan dengan rendahnya kemampuan mengontrol kejadian-

kejadian atau situasi yang menyebabkan perasaan takut dan khawatir. Barlow

percaya bahwa kecemasan berhubungan dengan kejadian-kejadian dan perasaan yang

tidak apat dikontrol, menyebabkan kecemasan sebagai masalah individual yang

mengalami gangguan kecemasan (anxiety disorder).29

17

Page 18: Bab1-Bab5

BAB III

RERANGKA KONSEP

Keterangan:

: Variabel yang diteliti.

: Variabel yang tidak diteliti.

Aliran Saliva

Faktor-faktor risiko:- Rangsangan mekanis- Rangsangan kimiawi- Rasa sakit- Diet- Obat-obatan- Usia- Konsentrasi ion Hidrogen

Stres

Depresi Kecemasan

Xerostomia

Penurunan volume (jumlah) saliva

Page 19: Bab1-Bab5

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah Observasional Analitik.

4.2 DESAIN PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional study.

4.3 LOKASI PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Hasanuddin, Makassar.

4.4 WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 21 Mei – 5 Juli 2012.

4.5 POPULASI PENELITIAN

Semua mahasiswa preklinik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin,

Makassar, pada tahun 2012 (berjumlah 327 orang).

Page 20: Bab1-Bab5

4.6 KRITERIA SAMPEL

1. Kriteria Inklusi :

a) Mahasiswa preklinik FKG Unhas yang tidak merokok.

b) Mahasiswa preklinik FKG Unhas yang tidak mengkonsumsi alkohol

dan obat-obatan yang mempengaruhi volume saliva.

c) Mahasiswa preklinik FKG Unhas yang tidak menggunakan protesa dan

alat ortodontik.

2. Kriteria Eksklusi :

a) Mahasiswa preklinik FKG Unhas yang tidak bersedia berpartisipasi

dalam penelitian.

4.7 JUMLAH SAMPEL

Menurut pendapat Gay dan Diehl, jumlah sampel ideal untuk populasi yang

lebih besar dari 100 dan kurang dari 1000 adalah 30% dari jumlah populasi.

Pada penelitian ini, jumlah populasi adalah sebesar 327, sehingga jumlah

sampel ideal yang digunakan adalah 98 orang. Untuk mengantisipasi terjadinya

drop out, maka ditambah 10% dari jumlah sampel sehingga jumlah sampel

menjadi 107 orang.

4.8 METODE PENGAMBILAN SAMPEL

Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode proportional

random sampling. Pada penelitian ini, seluruh populasi sejumlah 327 orang

20

Page 21: Bab1-Bab5

terdiri dari tiga tingkatan, yaitu angkatan 2009, 2010, dan 2011. Setelah itu dari

setiap tingkatan diambil sampel sebanyak 30% dari total jumlah populasi di

setiap angkatan dengan cara diacak dengan menggunakan cara pengundian

untuk mendapatkan 107 nama, yang selanjutnya ditetapkan sebagai sampel.

Jumlah sampel minimal dari tiap angkatan yaitu dari angkatan 2011 sebanyak

32 orang, angkatan 2010 sebanyak 36 orang, angkatan 2009 sebanyak 30

orang.

4.9 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN:

Kuesioner, alat tulis-menulis termasuk buku catatan dan pulpen, stopwatch,

dan gelas ukur.

4.10 PENENTUAN VARIABEL PENELITIAN

1. Variabel Bebas: Stres, depresi, dan kecemasan.

2. Variabel Tergantung: Volume saliva.

4.11 DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL

1. Stres adalah suatu fenomena dari lingkungan luar yang dapat berupa

rangsangan sakit, kebisingan, percekcokan terhadap orang lain, amarah, dsb

yang diukur melalui kuesioner.

21

Page 22: Bab1-Bab5

2. Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan

kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan yang diukur

dengan kuesioner.

3. Kecemasan adalah gangguan alam perasaan (affective) yang ditandai

dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan

berkelanjutan yang diukur lewat kuesioner.

4. Volume saliva adalah jumlah saliva yang diukur dalam satuan milliliter

(ml) dengan menggunakan gelas ukur.

4.12 PROSEDUR PENELITIAN

1. Sebelum penelitian dilaksanakan, survei awal dilakukan untuk mengetahui

dan mendata jumlah mahasiswa preklinik Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Hasanuddin.

2. Peneliti menghitung sampel menurut Gay dan Diehl, sehingga diperoleh

jumlah sampel sebesar 107 orang. Sampel kemudian dipilih dengan teknik

proportional random sampling.

3. Setelah sampel penelitian ditentukan dan didapatkan, penelitian dinyatakan

dimulai. Peneliti mengubungi setiap sampel, mendatanginya, kemudian

memberikan informed consent untuk ditandatangani oleh sampel sebagai

tanda persetujuannya mengikuti penelitian. Setelah itu, peneliti kemudian

membagikan kuesioner untuk diisi oleh sampel dan dilanjutkan dengan

pengukuran volume saliva pada sampel.

22

Page 23: Bab1-Bab5

4. Apabila jumlah sampel minimal tereksklusi dan tidak mencukupi, maka

sampel dipilih kembali secara acak dari populasi dan dengan kriteria seleksi

sampel sesuai dengan jumlah sampel minimal yang terekslusi.

5. Penelitian dinyatakan berakhir bila seluruh sampel telah mengisi kuesioner

yang dibagikan dan diukur volume salivanya.

6. Kuesioner dan volume saliva kemudian akan dikumpulkan, dinilai, dan

dilakukan pengolahan data, sehingga diperoleh hasil penelitian.

4.13 ALUR PENELITIAN

23

Penelitian berakhir ketika seluruh

sampel yang telah ditentukan telah

menjawab kuesioner yang dibagikan dan

diukur volume salivanya.

Seluruh sampel yang telah

ditentukan akan dihubungi

didatangi, diberi informed consent, dibagi kuesioner,

lalu diukur volume salivanya.

Survey awal penelitian: sampel

ditentukan berdasarkan jumlah, teknik sampling, dan

kriteria seleksi sampel.

Analisis Data

Page 24: Bab1-Bab5

4.14 KRITERIA PENILAIAN

1. Kuesioner pada penelitian ini menggunakan Depression Anxiety and Stres

Scale (DASS).28

2. Kuesioner Depression Anxiety and Stres Scale (DASS) terdiri dari 42

pertanyaan yang terdiri dari tiga skala yang didesain untuk mengukur tiga

jenis keadaan emosional, yaitu depresi, kecemasan, dan stres pada

seseorang. Setiap skala terdiri dari 14 pertanyaan. Skala untuk depresi

dinilai dari nomor 3, 5, 10, 13, 16, 17, 21, 24, 26, 31, 34, 37, 38, 42. Skala

untuk kecemasan dinilai dari nomor 2, 4, 7, 9, 15, 19, 20, 23, 25, 28, 30,

36, 40, 41. Skala untuk stres dinilai dari nomor 1, 6, 8, 11, 12, 14, 18, 22,

27, 29, 32, 33, 35, 39. Subjek menjawab setiap pertanyaan yang ada. Setiap

pertanyaan dinilai dengan skor antara 0-3. Setelah menjawab seluruh

pertanyaan, skor dari setiap skala dipisahkan satu sama lain kemudian

diakumulasikan sehingga mendapat total skor untuk tiga skala, yaitu

depresi, kecemasan, dan stres.29

3. Interpretasi skor DASS adalah sebagai berikut:

Depresi Kecemasan Stres

Normal 0-9 0-7 0-14

Ringan 10-13 8-9 15-18

Sedang 14-20 10-14 19-25

Parah 21-27 15-19 26-33

Sangat Parah 28+ 20+ 34+

24

Page 25: Bab1-Bab5

4. Volume saliva diukur menggunakan stopwatch dan gelas ukur.

Pengambilan saliva (metode tanpa stimulasi) dilakukan antara jam 12.00-

15.00 WITA karena pada posisi dan waktu ini aliran saliva mencapai level

tertingginya. Sebelumnya subjek diminta untuk berpuasa minimal 60 menit

sebelum pengambilan sampel. Subjek berkumur sekitar 1 menit untuk

menghilangkan sisa-sisa makanan. Pengambilan saliva dilakukan pada

posisi berdiri. Awalnya subjek diminta untuk menelan saliva kemudian

diminta mengumpulkan saliva dalam mulut dengan cara menelan saliva

agar tidak tertelan. Setelah 5 menit saliva ditampung dalam gelas plastik,

lalu diukur volumenya. Saliva yang dikumpul diukur dalam satuan

milliliter.2,11

4.15 DATA PENELITIAN

1. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer di mana

diperoleh langsung oleh peneliti melalui pengisian kuesioner.

2. Pengolahan data akan dilakukan dengan Program SPSS 16 untuk Windows.

3. Uji hipotesis yang digunakan untuk hasil akhir penarikan kesimpulan

adalah regresi linear untuk melihat pengaruh antara empat variabel.

Variabel-variabel yang akan diregresikan adalah stres, depresi, kecemasan,

dan volume saliva. Penyajian data disajikan lewat tabel.

25

Page 26: Bab1-Bab5

BAB V

HASIL PENELITIAN

Telah dilakukan penelitian mengenai pengaruh depresi, kecemasan, dan stres

dengan volume saliva pada mahasiswa preklinik fakultas kedokteran gigi. Penelitian ini

mengambil tempat di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin (FKG-UH) dan

dilakukan pada tanggal 21 Mei-5 Juli 2012. Sampel mencangkup tiga angkatan pada

FKG-UH, yaitu angkatan 2009, 2010, dan 2011. Penelitian ini proportional random

sampling dengan mengambil sampel yang memenuhi kriteria seleksi sampel, baik

inklusi maupun eksklusi yang telah ditentukan sebelumnya. Adapun, jumlah sampel

menggunakan ketentuan Gay dan Diehl, yaitu 30% dari jumlah populasi dan

dijumlahkan 10% untuk estimasi drop-out, sehingga diperoleh jumlah sampel 107. Pada

penelitian ini, delapan sampel drop-out, sehingga jumlah sampel seluruhnya adalah 99

orang.

Depresi, kecemasan, dan stres diukur dengan menggunakan kuesioner DASS

(Depression Anxiety and Stres Scale). Adapun, volume saliva diukur langsung dengan

menggunakan gelas ukur. Melalui kuesioner DASS, nilai depresi, kecemasan, dan stres

yang menunjukkan tingkat keparahan masing-masing diperoleh. Kuesioner ini telah diuji

reabilitas dan validitasnya sebelumnya. Selanjutnya, depresi, kecemasan, dan stres akan

Page 27: Bab1-Bab5

dihubungkan masing-masing dengan jumlah volume saliva. Hasil penelitian akan

diolah menggunakan program SPSS 16.0 dan ditampilkan dalam tabel sebagai berikut:

Tabel V.1. Distribusi karakteristik sampel penelitian (N=99)Karakteristik sampel penelitian Frekuensi (n) Persen (%) Mean ± SDJenis kelamin

Laki-laki 23 23.2Perempuan 76 76.8

Usia (tahun) 19.80 ± 1.00Angkatan

2009 30 30.32010 32 32.32011 37 37.4

Depresi 6.16 ± 4.10Kecemasan 9.56 ± 4.55Stres 13.41 ± 5.17Volume saliva 2.34 ± 1.14

Tabel V.1 menunjukkan distribusi karakteristik sampel penelitian yang

berjumlah 99 orang secara keseluruhan. Berdasarkan jenis kelamin, terlihat sebanyak 23

laki-laki (23.2%) dan 76 perempuan (76.8%), dengan rata-rata usia secara keseluruhan

adalah 19 tahun 8 bulan. Sampel penelitian terbagi atas tiga angkatan, yaitu 30 orang

mahasiswa dari angkatan 2009, 32 orang mahasiswa dari angkatan 2010, dan 37 orang

mahasiswa dari angkatan 2011. Pada tabel ini, juga diperlihatkan nilai depresi,

kecemasan, stres yang diperoleh melalui akumulasi dari jawaban kuesioner DASS.

Secara keseluruhan, nilai rata-rata depresi adalah 6.16, diikuti dengan rata-rata nilai

kecemasan adalah 9.56 dan nilai rata-rata stres adalah 13.41. Berdasarkan nilai rata-rata

tersebut dapat disimpulkan bahwa depresi, kecemasan, dan stres pada mahasiswa tidak

dialami sama sekali atau dialami, namun hanya pada kadar atau waktu tertentu. Tabel ini

juga memperlihatkan hasil pengukuran volume saliva melalui gelas ukur yang diukur

27

Page 28: Bab1-Bab5

langsung pada masing-masing sampel. Hasilnya diperoleh rata-rata volume saliva

sampel penelitian adalah 2.34 ml.

Tabel V.2. Distribusi depresi, kecemasan, dan stres berdasarkan jenis kelaminDerajat keparahan depresi, kecemasan, dan stres

Jenis KelaminTotal

Laki-laki PerempuanDepresi

Normal 19 (82.6%) 62 (81.6%) 81 (100%)Ringan 2 (8.7%) 11 (14.5%) 13 (100%)Sedang 1 (4.3%) 3 (3.9%) 4 (100%)Parah 1 (4.3%) 0 (0%) 1 (!))%)Sangat parah 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)

KecemasanNormal 6 (26.1%) 25 (32.9%) 31 (100%)Ringan 9 (39.1%) 15 (19.7%) 24 (100%)Sedang 6 (26.1%) 27 (35.5%) 33 (100%)Parah 1 (4.3%) 6 (7.9%) 7 (100%)Sangat parah 1 (4.3%) 3 (3.9%) 4 (100%)

StresNormal 14 (60.9%) 42 (55.3%) 56 (100%)Ringan 2 (8.7%) 25 (32.9%) 27 (100%)Sedang 7 (30.4%) 8 (10.5%) 15 (100%)Parah 0 (0%) 1 (1.3%) 1 (100%)Sangat parah 0 (0%) 0 (0%) 0 (100%)

Total 23 (100%) 76 (100%) 99 (100%)

Tabel V.2 memperlihatkan distribusi depresi, kecemasan, dan stres berdasarkan jenis

kelamin. Derajat keparahan depresi, kecemasan, dan stres ini merupakan konversi nilai

dari kuesioner DASS sesuai dengan referensi acuan. Pada tabel ini, terlihat bahwa tidak

ada seorang pun yang memiliki tingkat depresi dan stres yang sangat parah, akan tetapi

terdapat satu laki-laki (4.3%) dan tiga perempuan (3.9%) yang memiliki tingkat

kecemasan yang sangat parah. Adapun, sebanyak 62 perempuan (81.6%) dan 19 laki-

laki (82.6%) memiliki tingkat depresi yang normal dan pada tingkat inilah distribusi

sampel terbanyak. Pada derajat kecemasan, sampel terbanyak pada tingkat kecemasan

28

Page 29: Bab1-Bab5

sedang dan ringan, yaitu sebanyak 27 perempuan (35.5%) memiliki tingkat kecemasan

sedang dan sebanyak 9 laki-laki (39.1%) memiliki tingkat kecemasan ringan. Adapun,

pada derajat keparahan stres, sampel paling banyak memiliki tingkat stres yang normal,

baik untuk laki-laki maupun perempuan.

Tabel V.3. Distribusi depresi, kecemasan, dan stres berdasarkan angkatanDerajat keparahan depresi, kecemasan, dan stres

AngkatanTotal

2009 2010 2011Depresi

Normal 24 (80.0%) 28 (87.5%) 29 (78.4%) 81 (100%)Ringan 5 (16.7%) 3 (9.4%) 5 (13.5%) 13 (100%)Sedang 1 (3.3%) 0 (0%) 3 (8.1%) 4 (100%)Parah 0 (0%) 1 (3.1%) 0 (0%) 1 (100%)Sangat parah 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)

KecemasanNormal 11 (36.7%) 10 (31.2%) 10 (27.0%) 31 (100%)Ringan 6 (20.0%) 9 (28.1%) 9 (24.3%) 24 (100%)Sedang 13 (43.3%) 9 (28.1%) 11 (29.7%) 33 (100%)Parah 0 (0%) 1 (3.1%) 6 (16.2%) 7 (100%)Sangat parah 0 (0%) 3 (9.4%) 1 (2.7%) 4 (100%)

StresNormal 16 (53.3%) 16 (50.0%) 24 (64.9%) 56 (100%)Ringan 8 (26.7%) 12 (37.5%) 7 (18.9%) 27 (100%)Sedang 6 (20.0%) 4 (12.5%) 5 (13.5%) 15 (100%)Parah 0 (0%) 0 (0%) 1 (2.7%) 1 (100%)Sangat parah 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (100%)

Total 30 (100%) 32 (100%) 37 (100%) 99 (100%)

Tabel V.3 memperlihatkan distribusi depresi, kecemasan, dan stres berdasarkan

angkatan. Terlihat tidak ada angkatan yang memiliki derajat keparahan depresi dan stres

hingga sangat parah. Adapun, mahasiswa angkatan 2009 dan 2011 memiliki sampel

terbanyak dengan derajat keparahan depresi yang normal, kecemasan yang sedang, dan

stres yang normal. Sebanyak 24 orang mahasiswa angkatan 2009 memiliki derajat

depresi yang normal diikuti dengan 13 orang mahasiswa yang memiliki kecemasan

29

Page 30: Bab1-Bab5

sedang, dan 16 orang mahasiswa yang memiliki stres normal. Pada mahasiswa angkatan

2011, sebanyak 29 orang mahasiswa memiliki derajat depresi normal, 11 orang

mahasiswa dengan kecemasan sedang dan 24 orang mahasiswa dengan stres normal.

Pada mahasiswa angkatan 2010, derajat keparahan depresi, kecemasan, dan stres

terbanyak adalah normal, yaitu 28 orang mahasiswa untuk depresi, 10 orang mahasiswa

untuk kecemasan, dan 16 orang mahasiswa untuk stres.

Tabel V.4. Distribusi rata-rata nilai depresi, kecemasan, stres, dan volume saliva

Jenis KelaminDepresi Kecemasan Stres Volume SalivaMean ± SD Mean ± SD Mean ± SD Mean ± SD

Jenis KelaminLaki-laki 6.70 ± 5.14 9.30 ± 4.89 13.26 ± 6.58 2.439 ± 1.08Perempuan 6.00 ± 3.75 9.63 ± 4.47 13.46 ± 4.71 2.305 ± 1.16

Angkatan2009 5.93 ± 3.80 8.30 ± 3.28 13.83 ± 5.09 2.167 ± 0.982010 5.88 ± 3.89 9.69 ± 5.43 13.00 ± 5.19 2.484 ± 0.852011 6.59 ± 4.56 10.46 ± 4.47 13.43 ± 5.31 2.346 ± 1.44

Total 6.16 ± 4.10 9.56 ± 4.54 13.41 ± 5.17 2.37 ± 1.14

Tabel V.4 memperlihatkan distribusi rata-rata nilai depresi, kecemasan, stres dan

volume saliva. Nilai rata-rata depresi laki-laki (6.70) lebih tinggi dari perempuan (6.00),

namun, nilai rata-rata kecemasan dan stres pada perempuan (secara berturut-turut 9.63

dan 13.46) lebih tinggi daripada laki-laki (9.30 dan 13.26) dengan volume saliva paling

sedikit. Berdasarkan jenis kelamin juga dapat dilihat bahwa nilai rata-rata depresi untuk

laki-laki (6.70) tergolong normal, nilai rata-rata kecemasan (9.30) tergolong ringan, dan

nilai rata-rata stres (13.26) tergolong normal. Demikian pula untuk perempuan, nilai

rata-rata depresi (6.00) tergolong normal, nilai rata-rata kecemasan (9.63) tergolong

ringan, dan nilai rata-rata stres (13.46) tergolong normal. Berdasarkan angkatan,

mahasiswa angkatan 2009 memiliki nilai rata-rata untuk depresi, kecemasan, dan stres

30

Page 31: Bab1-Bab5

secara berturut-turut adalah 5.93 (normal), 8.30 (ringan), dan 13.83 (normal). Untuk

mahasiswa angkatan 2010, nilai rata-rata untuk depresi, kecemasan, dan stres secara

berturut-turut adalah 5.88 (normal), 9.69 (normal), dan 13.00 (normal). Untuk

mahasiswa angkatan 2011, nilai rata-rata untuk depresi, kecemasan, dan stres secara

berturut-turut adalah 6.59 (normal), 10.46 (ringan) dan 13.43 (normal). Secara

keseluruhan, mahasiswa angkatan 2011 memiliki rata-rata nilai depresi dan kecemasan

yang paling tinggi, sedangkan mahasiswa angkatan 2009 yang memiliki rata-rata nilai

stres yang paling tinggi (13.83) dan memiliki volume saliva paling sedikit (2.167).

Tabel V.5. Hubungan depresi, kecemasan, dan stres dengan volume saliva

Variabel n Mean ± SDVolume Saliva

Mean ± SD p-value Koefisien korelasi (r)Depresi 6.16 ± 4.10 2.37 ± 1.14 0.001* -0.343

Normal 81 2.48 ± 1.09Ringan 13 1.71 ± 1.27Sedang 4 1.78 ± 0.82Parah 1 0.80Sangat Parah 0 0

Kecemasan 9.56 ± 4.54 2.37 ± 1.14 0.000* -0.374Normal 31 2.90 ± 1.10Ringan 24 2.38 ± 1.07Sedang 33 1.98 ± 0.91Parah 7 1.94 ± 1.71Sangat Parah 4 1.30 ± 0.34

Stres 13.41 ± 5.17 2.37 ± 1.14 0.000* -0.403Normal 56 2.68 ± 1.07Ringan 27 1.93 ± 1.01Sedang 15 1.58 ± 0.69Parah 1 5.50Sangat Parah 0 0

*Pearson’s Correlation test: p<0.05; significant

Tabel V.5 memperlihatkan hubungan antara depresi, kecemasan, dan stres

dengan volume saliva. Pada tabel ini, terlihat rata-rata volume saliva untuk masing-

masing derajat keparahan. Terlihat bahwa semakin tinggi tingkat keparahan depresi

31

Page 32: Bab1-Bab5

kecemasan dan stres akan menyebabkan semakin menurunnya volume saliva. Hal ini

didukung dengan hasil uji statistik korelasi Pearson, yang mendapatkan nilai p-value

untuk depresi, kecemasan, stess, secara berturut-turut adalah 0.001, 0.000, dan 0.000.

Seluruh nilai p-value kurang dari 0.05 (p<0.05), artinya terdapat hubungan yang

signifikan antara depresi, kecemasan, dan stres dengan volume saliva. Tabel ini juga

menunjukkan nilai koefisien korelasi untuk depresi sebesar -0.343, artinya semakin

tinggi tingkat keparahan depresi akan diikuti dengan penurunan volume saliva sebesar

34.3%. Adapun, nilai koefisien korelasi kecemasan sebesar -0.374, artinya semakin

cemas seseorang, maka akan diikuti dengan penurunan volume saliva sebesar 37.4%,

sedangkan nilai koefisien korelasi untuk stres adalah -0.403 yang berarti semakin tinggi

tingkat stres seseorang akan diikuti dengan penurunan volume saliva sebesar 40.3%.

Tabel V.6 Pengaruh depresi, kecemasan, dan stres terhadap volume saliva

Variabel

Volume SalivaUnstandarized Coefficients

Standarized Coefficients p-value

β Std Error BetaDepresi -0.020 0.036 -0.073 0.050*Kecemasan -0.052 0.028 -0.210 0.012*Stres -0.061 0.025 -0.279 0.006*Constant 3.628 0.305 0.000

Adjusted R2: 0.168*Regression linear test: p<0.05; significant

Pada tabel V.6 terlihat pengaruh depresi, kecemasan, dan stress terhadap volume

saliva. Tabel ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan variable depresi, kecemasan,

dan stress memiliki pengaruh yang signifikan terhadap volume saliva. Terlihat pula

bahwa nilai β depresi -0.020 yang artinya setiap peningkatan nilai depresi akan

32

Page 33: Bab1-Bab5

menurunkan 0.02 kali volume saliva. Pada kecemasan diperoleh nilai -0.052 yang berarti

setiap peningkatan nilai kecemasan akan menurunkan 0.052 kali volume saliva.

Sedangkan pada stres diperoleh nilai -0.061 yang artinya setiap peningkatan nilai stres

akan menurunkan 0.061 kali volume saliva.

33

Page 34: Bab1-Bab5

34