BAB I,II,III Prolap Uteri Dan HIsterektomi
description
Transcript of BAB I,II,III Prolap Uteri Dan HIsterektomi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Prolapsus uteri merupakan salah satu bentuk dari turunya peranakan, yaitu
turunnya rahim beserta jaringan penunjangnya kedalam liang atau rongga vagina.
Turunnya peranakan dapat terjadi karena adanya kelemahan pada otot besar panggul
sehingga satu atau lebih organ didalam panggul turun (Pajario, 2004).
Prolapsus uteri merupakan suatu keadaan dimana turunnya uterus melalui
hiatus genitalis yang disebabkan kelemahan ligamen-ligamen (penggantung), fasia
(sarung) dan otot dasar panggul yang menyokong uterus. sehingga dinding vagina
depan jadi tipis dan disertai penonjolan kedalam lumen vagina. Sistokel yang besar
akan menarik utero vesical junction dan ujung ureter kebawah dan keluar vagina,
sehingga kadang-kadang dapat menyebabkan penyumbatan dan kerusakan ureter.
Normalnya uterus tertahan pada tempatnya oleh ikatan sendi dan otot yang membentuk
dasar panggul. Faktor penyebab lain yang sering adalah melahirkan dan menopause,
persalinan lama dan sulit, meneran sebelum pembukaan lengkap, laserasi dinding
vagina bawah pada kala II, penatalaksanaan pengeluaran plasenta, reparasi otot-otot
dasar panggul menjadi atrofi dan melemah. Oleh karena itu prolapsus uteri tersebut
akan terjadi bertingkat-tingkat (Winkjosastro, 2005).
Menurut penelitian yang dilakukan WHO tentang pola formasi keluarga dan
kesehatan, ditemukan kejadian prolapsus uteri lebih tinggi pada wanita 2 yang
mempunyai anak lebih dari tujuh daripada wanita yang mempunyai satu atau dua anak.
Prolapsus uteri lebih berpengaruh pada perempuan di negaranegara berkembang yang
perkawinan dan kelahiran anaknya dimulai pada usia muda dan saat fertilitasnya masih
tinggi. Peneliti WHO menemukan bahwa laporan kasus prolapsus uteri jumlahnya jauh
lebih rendah daripada kasuskasus yang dapat dideteksi dalam pemeriksaan medik
(Koblinsky M, 2001).
Berdasarkan observasi kelompok pada tanggal 19 sampai 22 oktober 2015
tindakan operasi yang ada di RSU bunda jakarta yaitu Skin draf, laminektomi, pain
management, dan di RSU Bunda margonda SC, hernia inguinalis lateral dan
histerektomi indikasi prolaps uteri, dari semua tindakan tersebutkelompoklebih memilih
untuk membahas tentang asuhan keperawatan perioperatif dengan prolaps uteri yang
dilakukan tindakan laparatomi histerektomi radikal dikarenakan kelompok dapat
mengobservasi secara menyeluruh dari proses pre, intra dan post operasi pada pasien
1
tersebut, dan data yang didapat lebih lengkap dan pokok bahasan mudah dipahami oleh
kelompok.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk menjelaskan tentang asuhan keperawatanPerioperatifKepada Ny. K Dengan
Prolaps Uteri Yang Dilakukan Tindakan Laparatomi Histerektomi Radikal Di Rsu
Bunda Margonda
2. Tujuan Khusus
a. Untuk menjelaskan Definisi, etiologi, patofisiologi, klasifikasi, prolaps uteri
b. Untuk menjelaskan Definisi, etiologi, kalsifikasi histerektomi
c. Untuk menjelaskan ASKEP perioperatif (pengkajian,diagnosa,dan intervensi
keperawatan) secara teori
d. Untuk menjelaskan ASKEP perioperatif (pengkajian,diagnosa,dan intervensi
keperawatan, implementasi dan evaluasi) pada kasus
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori Prolap Uteri
1. Definisi prolap uteri
Prolaps uteri adalah turunnya uterus dari tempat yang biasa oleh karena
kelemahan otot atau fascia yang dalam keadaan normal menyokongnya. Atau
turunnya uterus melalui dasar panggul atau hiatus genitalis. (Wiknjosastro, 2008).
Pripsip terjadinya prolaps uteri adalah terjadinya Defek pada dasar pelvik yang
disebabkan oleh proses melahirkan akibat regangan dan robekan fasia endopelvik,
muskulus levator serta perineal body. Neuropati perineal dan parsial pudenda juga
terlibat dalam proses persalinan. Sehingga, wanita multipara sangat rentan terhadap
faktor resiko terjadi nya prolaps uteri (Prawirohardjo, 2005).
2. Etiologi Prolap Uteri
a. Partus yang berulang kali, terjadi terlampau sering
b. Partus dengan penyulit,
c. Tarikan pada janin pada pembukaan belum lengkap
d. Asites dan tumor-tumor di daerah pelvis pada nullipara,
e. kelainan bawaan berupa kelemahan jaringan penunjang uterus.
f. Faktor penyebab lain yang sering adalah melahirkan dan menopause.
g. Persalinan yang lama dan sulit,
h. Meneran sebelum pembukaan lengkap
i. Penataksanaan pengeluaran plasenta,
j. Pada Menopause, hormon esterogen telah berkurang sehingga otot-otot dasar
panggul menjadi atrofi dan melemah
(Wiknjosastro, 2008).
3. Klasifikasi prolapus uteri
Friedman dan Little (1961) mengemukakan beberapa macam klasifikasi yang
dikenal yaitu:
a. Prolapsus uteri tingkat I, dimana servik uteri turun sampai introitus vaginae;
proplasus uteri tingkat II, dimana serviks menonjol keluar dari introitus
vaginae; prolapsus uteri tingkat III, seluruh uterus keluar dari vagina, prolapsus
ini juga dinamakan prosidensia uteri.
3
b. Prolapsus uteri tingkat I, serviks masih berada didalam vagina; prolapsus uteri
tingkat III, serviks keluar dari introitus, sedang pada prosidensia uteri, uterus
seluruhnya keluar dari vagina.
c. Prolapsus uteri tingkat I, serviks mencapai introitus vaginae; prolapsus uteri
tingkat II, uterus keluar dari introitus kurang dari ½ bagian ; prlapsus uteri
tingkat III, uterus keluar dari introitus lebih besar dari ½ bagian.
d. Prolapsus uteri tingkat I, serviks mendekati prosessus spinosus; prolapsus uteri
tingkat II, serviks terdapat antara prosessus spinosus dan introitus vaginae;
prolapsus uteri tingkat III; serviks keluar dari introitus.
e. Klasifikasi ini sama dengan klasifikasi D, ditambah dengan prolapsus uteri
tingkat IV (prosidensia uteri)
f. Desensus uteri, uterus turun, tetapi serviks masih didalam vagina. Prolapsus
uteri tingkat I, uterus turun dengan serviks uteri turun paling rendah sampai
introitus vaginae; prolapsus uteri tingkat II, uterus untuk sebagian keluar dari
vagina; prolapsus uteri tingkat III, atau prosidensia uteri, uterus keluar
seluruhnya dari vagina, disertai dengan inversio vagina.
4. Manifestasi Klinik
a. Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genitalia
eksterna
b. Rasa sakit di panggul dan pinggang (backache). Biasanya jika penderita
berbaring, keluhan menghilang atau menjadi kurang .
c. Sistokel dapat menyebabkan gejala-gejala:
1) Miksi sering dan sedikit-sedikit. Mula-mula pada siang hari, kemudian bila
lebih berat juga pada malam hari;
2) Perasaan seperti kandung kencing tidak dapat dikosongkan seluruhnya
3) Stress incontinence, yaitu tidak dapat menahan kencing jika batuk
mengejan. Kadang- kadang dapat terjadi retensio uriena pada sistokel yang
besar sekali.
d. Rektokel dapat menjadi gangguan pada defekasi:
1) Obstipasi karena faeses berkumpul dalam rongga rektokel;
2) Baru dapat defeksi, setelah diadakan tekanan pada rektokel dari vagina
e. Prolapsus uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut:
4
1) Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita waktu berjalan
dan bekerja. Gesekan porio uteri oleh celana menimbulkan lecet sampai
luka dan dekubitus pada porsio uteri
2) Leukorea karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks, dan karena
infeksi serta luka pada porsio uteri
g. Enterokel dapat menyebabkan perasaan berat di rongga panggul dan rasapenuh
di vagina.
5. Anatomi dan fisiologi Uterus
a. Uterus (rahim)
Uterus adalah organ yang tebal, berotot, berbentuk buah pir,
terletak di dalam pelvis (panggul), antara rektum di belakang dan
kandung kencing di depan. Berfungsi sebagai tempat calon bayi
dibesarkan. Bentuknya seperti buah alpukat dengan berat normal 30-50
gram. Pada saat tidak hamil, besar rahim kurang lebih sebesar telur
ayam kampung. Diding rahim terdiri dari 3 lapisan :
1) Peritoneum
Yang meliputi dinding uterus bagian luar, dan merupakan
penebalan yang diisi jaringan ikat dan pembuluh darah limfe dan
urat saraf. Bagian ini meliputi tuba dan mencapai dinding abdomen
(perut).
2) Myometrium
Merupakan lapisan yang paling tebal, terdiri dari otot polos
yang disusun sedemikian rupa hingga dapat mendorong isinya
keluar saat proses persalinan.Diantara serabut-serabut otot terdapat
pembuluh darah, pembulh lymfe dan urat syaraf.
3) Endometrium
Merupakan lapisan terdalam dari uterus yang akan menebal
untuk mempersiapkan jika terjadi pembuahan. Tebalnya
sususnannya dan faalnya berubah secara siklis karena dipengaruhi
hormon-hormon ovarium. Dalam kehamilan endometrium berubah
menjadi decidua.
Fungsi uterus yaitu untuk menahan ovum yang telah di buahi
selama perkembangan. Sebutir ovum, sesudah keluar dari ovarium,
diantarkan melalui tuba uterina ke uterus. (pembuahan ovum secara
5
normal terjadi di dalam tuba uterina). Endometrium disiapkan
untuk penerimaan ovum yang telah dibuahi itu dan ovum itu
sekarang tertanam di dalamnya. Sewaktu hamil, yang secara
normal berlangsung selama kira-kira 40 minggu, uterus bertambah
besar, dindingnya menjadi tipis, tetapi lebih kuat dan membesar
sampai keluar pelvis masuk ke dalam rongga abdomen pada masa
pertumbuhan fetus.
Pada waktu saatnya tiba dan mulas tanda melahirkan mulai,
uterus berkontraksi secara ritmis dan mendorong bayi dan plasenta
keluar kemudian kembali ke ukuran normalnya melalui proses yang
dikenal sebagai involusi (Pearce, 2009).
6. Patofisiologi prolapsus genitalia
Sebagaimana telah diterangkan prolapsus uteri terdapat dalam beberapa tingkat,
dari yang paling ringan sampai prolapsus uteri totalis. Terutama akibat persalinan,
khususnya persalinan per vaginam yang susah, dan terdapatnya kelemahan-
kelemahan ligamen-ligamen yang tergolong dalam fasia endopelvik, dan otot-otot
serta fasia-fasia dasar panggul. Juga dalam keadaan tekanan intraabdominal yang
meningkat dan kronik akan memudahkan penurunan uterus, terutama apabila tonus
otot-otot mengurang seperti pada penderita dalam manopause.
Serviks uteri terletak diluar vagina, akan tergeser oleh pakaian wanita tersebut,
dan lambat laun menimbulkan ulkus, yang dinamakan ulkus dekubitus. Jika fasia di
bagian depan dinding vagina kendor biasanya trauma obstetrik, ia akan terdorong
oleh kandung kencing sehingga menyebabkan penonjolan dinding depan vagina
kebelakang yang dinamakan sistokel. Sistokel yang pada mulanya hanya ringan
saja, dapat menjadi besar karena persalinan berikutnya, yang kurang lancar, atau
yang diselesaikan dalam penurunan dan menyebabkan urethrokel. Urethrokel harus
dibedakan dari divertikulum uretra. Pada divertikulum keadaan uretra dan kandung
kencing normal, hanya dibelakang uretra ada lubang, yang membuat kantong antara
uretra dan vagina (Wiknjosastro, 2005).
Kekendoran fasia dibagian belakang dinding vagina oleh trauma obstetrik atau
sebab-sebab lain dapat menyebabkan turunnya rektum kedepan dan menyebabkan
dinding belakang vagina menonjol ke lumen vagina yang dinamakan rektokel.
Enterokel adalah hernia dari kavum dauglasi. Dinding vagina atas bagian belakang
turun dan menonjol kedepan. Kantong hernia ini dapat berisi usus atau omentum.
6
7. Penatalaksanaan
Pengobatan cara ini tidak seberapa memuaskan tetapi cukup membantu. Cara
ini dilakukan pada prolapsus uteri ringan tanpa keluhan, atau penderita masih ingin
mendapatkan anak lagi, ata penderita menolak untuk dioperasi, atau kondisinya
tidak mengizinkan untuk dioperasi.
a. Latihan-latihan otot dasar panggul
Latihan ini sangat berguna pada prolapsus uteri ringan, terutama yang
terjadi pada pasca persalinan yang belum lewat 6 bulan. Tujuannya untuk
menguatkan otot-otot dasar panggul dan otot-otot yang mempengaruhi miksi.
Latihan ini dilakukan selama beberapa bulan.Stimulasi otot-otot dengan alat
listrik
b. Kontraksi otot-otot dasar panggul dapat pula ditimbulkan dengan alat listrik,
elektrodenya dapat dipasang dalam pessarium yang dimasukkan ke dalam
vagina.
c. Pengobatan dengan pessarium
Pengobatan dengan pessarium sebenarnya hanya bersifat paliatif, yakni
menahan uterus ditempatnya selama dipakai. Oleh karena itu jika pessarium
diangkat, timbul prolapsus lagi. Prinsip pemakaian pessarium ialah bahwa alat
tersebut mengadakan tekanan pada dinding vagina bagian atas, sehingga bagian
dari vagina tersebut beserta uterus tidak dapat turun dan melewati vagina
bagian bawah. Pessarium yang paling baik untuk prolapsus genitalia adalah
pessarium cincin, terbuat dari plastik. Jika dasar panggul terlalu lemah dapat
digunkan pessarium Napier. Pessarium ini terdiri atas suatu gagang (steam)
dengan ujung atas suatu mangkok (cup) dengan beberapa lubang, dan ujung
bawah 4 tali. Mangkok ditempatkan dibawah serviks dengan tali-tali
dihubungkan dengan sabuk pinggang untuk memberi sokongan kepada
pessarium. Pessarium dapat dipakai selama beberapa tahun, asal saja penderita
diawasi secara teratur. Periksa ulang sebaiknya dilakukan 2-3 bulan sekali.
Vagina diperiksa dengan inspekulo untuk menentukan ada tidaknya perlukaan,
pessarium dibersihkan dan disucihamakan, dan kemudian dipasang kembali.
Kontraindikasi terhadap pemasangan pessarium adalah adanya radang pelvis
akut atau sub akut, dan karsinoma.
7
d. Pengobatan Operatif
Macam- macam operasi:
1) Ventrofiksasi
Pada wanita yang masih tergolong masih muda dan masih
menginginkan anak, dilakukan operasi untuk membuat uterus ventrofiksasi
dengan cara memendekkan ligamentum rotundum atau mengikatkan
ligamentum rotundum ke dinding perut atau dengan cara operasi Purandare.
2) Operasi Manchester
Dilakukan amputasi serviks uteri dan penjahitan ligamentum kardinale
yang telah dipotong, di muka serviks; dilakukan pula kolporafia anterior
dan kolpoperineoplastik. Amputasi serviks dilakukan untuk memperpendek
serviks yang memanjang (elongation kolli). Tindakan ini dapat
menyebabkan infertilitas, abortus, partus prematurus, dan distosia servikalis
pada persalinan. Bagian yang penting dari operasi Manchester ialah
penjahitan ligamentum kardinale di depan serviks karena dengan tindakan
ini ligamentum kardinale diperpendek, sehingga uterus akan terletak dalam
posisi anteversifleksi dan turunnya uterus dapat dicegah.
3) Histerektomi vaginal
Operasi ini tepat untuk dilakukan pada prolapsus uteri dalam tingkat
lanjut, dan pada wanita yang telah menopause. Setalah uterus diangkat,
puncak vagina digantungkan pada ligamentum rotundum kanan kiri, atas
pada ligamentum infundibulo pelvikum, kemudian operasi akan dilanjutkan
dengan kolporafi anterior dan kolpoperineorafi untuk mencegah prolaps
vagina di kemudian hari.
4) Kolpokleisis (operasi Neugebauer-Le Fort)
Pada waktu obat-obat serta pemberian anastesi dan perawatan
pra/ pasca operasi belum baik untk wanita tua yang seksual tidak aktif
lagi dapat dilakukan operasi sedarhana dengan menjahitkan dinding
vagina depan dengan dinding belakang, sehingga lumen vagina tertutup
dan uterus terletak diatas vagina. Akan tetapi, operasi ini tidak
memperbaiki sistokel dan rektokelnya sehingga dapat menimbulkan
inkontinensia urine. Obstipasi serta keluhan prolaps lainnya juga tidak
hilang.
8
8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat menyertai prolapsus uteri ialah:
a. Keratinisasi mukosa vagina dan porsio uteri.
Prosidensia uteri disertai degan keluarnya dinding vagina (inversio);
karena itu mukosa vagina dan serivks uteri menjadi tebal serta brkerut, dan
berwarna keputih-putihan.
b. Dekubitus
Jika serviks uteri terus keluar dari vagina, ujungnya bergeser dengan
paha dan pakaian dalam, hal itu dapat menyebabkan luka dan radang, dan
lambat laun timbul ulkus dekubitus. Dalam keadaan demikian, perlu dipikirkan
kemungkinan karsinoma, lebih-lebih pada penderita berusia lanjut. Pemeriksaan
sitologi/biopsi perlu dilakukan untuk mendapat kepastian akan adanya
karsinoma.
c. Hipertrofi serviks dan elangasio kolli
Jika serviks uteri turun dalam vagina sedangkan jaringan penahan dan
penyokong uterus masih kuat, maka karena tarikan ke bawah di bagian uterus
yang turun serta pembendungan pembuluh darah – serviks uteri mengalami
hipertrofi dan menjadi panjang dengan periksa lihat dan periksa raba. Pada
elangasio kolli serviks uteri pada periksa raba lebih panjang dari biasa.
d. Gangguan miksi dan stress incontinence
Pada sistokel berat- miksi kadang-kadang terhalang, sehingga kandung
kencing tidak dapat dikosongkan sepenuhnya. Turunnya uterus bisa juga
menyempitkan ureter, sehingga bisa menyebabkan hidroureter dan
hidronefrosis. Adanya sistokel dapat pula mengubah bentuk sudut antara
kandung kencing dan uretra yang dapat menimbulkan stress incontinence.
e. Infeksi jalan kencing
Adanya retensi air kencing mudah menimbulkan infeksi. Sistitis yang
terjadi dapat meluas ke atas dan dapat menyebabkan pielitis dan pielonefritis.
Akhirnya, hal itu dapat menyebabkan gagal ginjal.
f. Kemandulan
Karena serviks uteri turun sampai dekat pada introitus vaginae atau
sama sekali keluar dari vagina, tidak mudah terjadi kehamilan.
9
g. Kesulitan pada waktu partus
Jika wanita dengan prolapsus uteri hamil, maka pada waktu persalinan
dapat timbul kesulitan di kala pembukaan, sehingga kemajuan persalinan
terhalang.
h. Hemoroid
Feses yang terkumpul dalam rektokel memudahkan adanya obstipasi
dan timbul hemoroid.
i. Inkarserasi usus halus
Usus halus yang masuk ke dalam enterokel dapat terjepit dengan
kemungkinan tidak dapat direposisi lagi. Dalam hal ini perlu dilakukan
laparotomi untuk membebaskan usus yang terjepit itu (Wiknjosastro, 2008).
B. Tinjauan Teori Histerektomi
1. Definisi Histerektomi
Histerectomy adalah tindakan operatif yang dilakukan untuk mengangkat
rahim, baik sebagian (subtotal) tanpa serviks uteri ataupun seluruhnya (total)
berikut serviks uteri (Prawirohardjo, 2001).
2. Etiologi Histerektomi
a. Fibroids (tumor jinak yang tumbuh di dalam dinding otot rahim)
b. Kanker serviks, rahim atau ovarium
c. Endometriosis, kondisi berupa pertumbuhan sel endometrium di bagian lain
dari rahim
d. Adenomyosis, kelainan di mana sel endometrium tumbuh hingga ke dalam
dinding rahim (sering juga disebut endometriosis interna)
e. Prolapsis uterus, kondisi di mana rahim turun ke vagina karena ligamen yang
kendur atau kerusakan pada otot panggul bawah
f. Inflamasi Pelvis karena infeksi
3. Klasifikasi Histerektomi
a. Macam – macam histerektomi
1) Histerektomi total, yaitu mengangkat kandungan termasuk mulut rahim.
2) Histerektomi parsial (subtotal). Pada histerektomi jenis ini, kandungan
diangkat tetapi mulut rahim (serviks) tetap ditinggal. Karena itu, penderita
masih bisa terkena kanker mulut rahim, sehingga masih butuh pemeriksaan
Pap smear secara rutin.
10
3) Histerektomi & salfingo-ooforektomi bilateral, yaitu pengangkatan uterus,
mulut rahim, kedua tuba fallopi, & kedua ovarium. Pengangkatan ovarium
menyebabkan keadann seperti menopause.
4) Histerektomi radikal, dimana histerektomi diikuti dgn pengangkatan bagian
atas vagina serta jaringan & kelenjar limfe di sekitar kandungan. Operasi
ini biasanya dikerjakan pada beberapa jenis kanker tertentu.Prosedur ini
melibatkan operasi yang luas dari pada histerektomi abdominal totalis,
karena prosedur ini juga mengikut sertakan pengangkatan jaringan lunak
yang mengelilingi uterus serta mengangkat bagian atas dari vagina. Radikal
histerektomi ini sering dilakukan pada kasus-kasus karsinoma serviks
stadium dini. Komplikasi lebih sering terjadi pada histerektomi jenis ini
dibandingkan pada histerektomi tipe abdominal. Hal ini juga menyangkut
perlukaan pada usus dan sistem urinarius.
b. cara operasi histerektomi juga terbagi menjadi tiga jenis
1) Histerektomi abdominal,
Dimana pengangkatan kandungan dilakukan melalui irisan pada perut, baik
irisan vertikal maupun horisontal (Pfanenstiel). Keuntungan teknik ini
adalah dokter yang melakukan operasi dapat melihat dengan leluasa uterus
dan jaringan sekitarnya dan mempunyai cukup ruang untuk melakukan
pengangkatan uterus. Cara ini biasanya dilakukan pada mioma yang
berukuran besar atau terdapat kanker pada uterus. Kekurangannya, teknik
ini biasanya menimbulkan rasa nyeri yang lebih berat, menyebabkan masa
pemulihan yang lebih panjang, serta menimbulkan jaringan parut yang
lebih banyak.
2) Histerektomi vaginal
Dilakukan melalui irisan kecil pada bagian atas vagina. Melalui irisan
tersebut, uterus (dan mulut rahim) dipisahkan dari jaringan dan pembuluh
darah di sekitarnya kemudian dikeluarkan melalui vagina. Prosedur ini
biasanya digunakan pada prolapsus uteri. Kelebihan tindakan ini adalah
kesembuhan lebih cepat, sedikit nyeri, dan tidak ada jaringan parut yang
tampak.
3) Histerektomi laparoskopi.
Teknik ini ada dua macam yaitu histeroktomi vagina yang dibantu
laparoskop (laparoscopically assisted vaginal hysterectomy, LAVH) dan
histerektomi supraservikal laparoskopi (laparoscopic supracervical
11
hysterectomy, LSH). LAVH mirip dengan histerektomi vagnal, hanya saja
dibantu oleh laparoskop yang dimasukkan melalui irisan kecil di perut
untuk melihat uterus dan jaringan sekitarnya serta untuk membebaskan
uterus dari jaringan sekitarnya. LSH tidak menggunakan irisan pada bagian
atas vagina, tetapi hanya irisan pada perut. Melalui irisan tersebut
laparoskop dimasukkan. Uterus kemudian dipotong-potong menjadi bagian
kecil agar dapat keluar melalui lubang laparoskop. Kedua teknik ini hanya
menimbulkan sedikit nyeri, pemulihan yang lebih cepat, serta sedikit
jaringan parut.
C. Tinjauan Teoritis ASKEP Keperawatan
1. Pengkajian
a. Data Subyektif
1) Sebelum Operasi
a) Adanya benjolan diselangkangan/kemaluan.
b) Nyeri di daerah benjolan.
c) Mual, muntah, kembung.
d) Konstipasi.
e) Tidak nafsu makan.
2) Sesudah Operasi
a) Nyeri di daerah operasi.
b) Lemas.
c) Pusing.
d) Mual, kembung.
b. Data Obyektif
1) Sebelum Operasi
a) Nyeri bila benjolan tersentuh.
b) Pucat, gelisah.
c) Spasme otot.
d) Demam.
e) Dehidrasi.
2) Sesudah Operasi
a) Terdapat luka.
b) Puasa.
12
c) Selaput mukosa mulut kering.
2. Diagnosa keperawatan
a. Pre operatif
1) Nyeri berhubungan dengan eliminasi urin
2) Cemasan berhubungan dengan akan dilakukan tindakan pembedahan.
3) Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
inkontenensia urin
4) Body image bd ?
b. Intra operatif
1) Resiko cidera berhubungan dengan pengaturan posisi bedah, prosedur
invasiv bedah, anastesi regional.
2) Resiko perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan.
3) Resiko infeksi berhubungan dengan prosesur tindakan pembedahan
c. Post operatif
1) Nyeri berhubungan dengan luka operasi
2) Resiko Tinggi Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan muntah
setelah pembedahan.
3) Kerusakan Integritas kulit berhubungan dengan luka operasi
4) Resiko Tinggi hypertermi berhubungan dengan infeksi pada luka operasi.
5) Kurang pengetahuan tentang perawatan luka operasi berhubungan dengan
kurang informasi.
3. Intervensi keperawatan
a. Intervensi pre operatif
No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil
intervensi
1. Nyeri berhubungan dengan eliminasi urin terganggu
Nyeri berkurang sampai hilang secara bertahap
Tindakan Mandiri: 1. Observasi tanda-tanda vital2. Observasi keluhan nyeri,
lokasi, jenis dan intensitas nyeri
3. Jelaskan penyebab rasa sakit, cars menguranginya.
4. Beri posisi senyaman mungkin bunt pasien.
5. Ajarkan tehnik-tehnik relaksasi, tarik nafas dalam.
6. Ciptakan lingkungan yang tenang.
13
Tindakan kolaboratif: 1. Bed obat-obat analgetik
sesuai pesanan dokter.
2. Cemasan berhubungan dengan akan dilakukan tindakan pembedahan.
Ekspresi wajah tenang.
1. Kaji tingkat kecemasan pasien2. Jelaskan prosedur persiapan
operasi seperti pengambilan darah, waktu puasa, jam operasi.
3. Dengarkan keluhan pasien4. Beri kesempatan untuk
bertanya.5. Jelaskan pada pasien tentang
apa yang akan dilakukan di kamar operasi dengan terlebih dahulu dilakukan pembiusan.
6. Jelaskan tentang keadaan pasien setelah dioperasi.
3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan inkontenensia urin
Turgor kulit elastis.
1. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam.
2. Timbang berat badan tiap hari.
3. Kalau perlu pasang infus clan NGT sesuai program dokter.
b. Intervensi intra operatif
No Diagnosa keperawatan
Tujuan dan kriteria hasil
Intervensi
1. Resiko cidera berhubungan dengan pengaturan posisi bedah, prosedur invasiv bedah, anastesi regional.
Tidak terjadi cidera
1. Atur posisi pasien sesuai dengan kebutuhan operasi
2. Pasang pengaman tangan dan kaki
3. Pasang patient plate/ elektroda dengan benar
2. Resiko perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan.
Perdarahan dapat teratasi
1. Siapkan instrument operasi dengan lengkap
2. Cek persiapan operasi seperti persediaan darah
3. Kolaborasi dengan dokter dan tim medis lain bila terjadi perdarahan
3. Resiko infeksi berhubungan dengan prosesur tindakan
infeksi tidak terjadi
1. Cuci tangan bedah dengan baik dan benar
2. Lakukan aseptic dengan benar
14
pembedahan 3. Jaga kesterilan lapang operasi dan instrument operasi
c. Intervensi Post operatif
No Diagnosa keperawatan
Tujuan dan kriteria hasil
Intervensi
1. Nyeri berhubungan dengan luka operasi
Nyeri berkurang, secara bertahap
1. Kaji intensitas nyeri pasien.2. Observasi tanda-tanda vital
dan keluhan pasien.3. Letakkan klien di tempat tidur
dengan teknik yang tepat sesuai dengan pembedahan yang dilakukan.
4. Berikan posisi tidur yang menyenangkan clanaman.
5. Anjurkan untuk sesegera mungkin beraktivitas secara bertahap.
6. Berikan therapi analgetik sesuai program medis
7. Lakukan tindakan keperawatan dengan hati-hati.
8. Ajarkan tehnik relaksasi2. Resiko Tinggi
Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan muntah setelah pembedahan.
Turgor kulit elastis, tidak kering.Mual clan muntah ticlak ada
1. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam.
2. Monitor pemberian infus.3. Beri minum & makan secara
bertahap4. Monitor tanda-tanda
dehidrasi.5. Monitor clan catat cairan
masuk clan keluar.6. Timbang berat badan tiap
hari.7. Catat dan informasikan ke
dokter tentang muntahnya.3. Kerusakan Integritas
kulit berhubungan dengan luka operasi
Luka operasi bersih, kering, tidak ada bengkak. tidak ada perdarahan.
1. bservasi keadaan luka operasi dari tanda-tanda peradangan : demam, merah, bengkak dan keluar cairan.
2. Rawat luka dengan teknik steril.
3. Jaga kebersihan sekitar luka
15
operasi.4. Beri makanan yang bergizi
dan dukung pasien untuk makan.
5. Libatkan keluarga untuk menjaga kebersihan luka operasi clan lingkungannya.
6. Kalau perlu ajarkan keluarga dalam perawatan luka operasi.
4 Resiko Tinggi hypotermi berhubungan dengan lamanya terpapar udara dingin
Hypotermi teratasi
1. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam.
2. Beri terapi antibiotik sesuai program medik.
3. Beri penghangat.4. Monitor pemberian infus.5. Rawat luka operasi dengan
tehnik steril.6. Jaga kebersihan luka operasi.7. Monitor dan catat cairan
masuk dan keluar5 Kurang pengetahuan
tentang perawatan luka operasi berhubungan dengan kurang informasi.
Os mengerti perawatan luka operasi
1. Ajarkan kepada klien dan keluarga cara merawat luka operasi & menjaga kebersihannya.
2. Diskusikan tentang keinginan keluarga yang ingin diketahuinya.
3. Beri kesempatan keluarga untuk bertanya.
4. Jelaskan tentang perawatan dirumah, balutan jangan basah & kotor.
5. Anjurkan untuk meneruskan pengobatan/ minum obat secara teratur di rumah, dan kontrol kembali ke dokter.
16
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian pre operatif
1) Identitas Pasien
Nama : Ny. K
Umur : 63 th
Agama : Islam
Status : Umum
Pekerjaan : IRT
P. Terakhir : -
Kewarganegaraan : WNI
Kamar Perawatan : 213 RSU Margonda
Alamat : Kampung Gandong RT01 RW05 cileungsi
Tanggal Masuk : 20-10-2015 jam 14.30
Tanggal Pengkajian : 22-10-2015
No. Register : 1460 / 15JI.M5934
2) Identitas penanggung jawab
Nama : Tn. M
Hubungan : Anak klien
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Kampung Gandong RT01 RW05 cileungsi
3) Anamnesis
Keluhan Utama : Os mengatakan keluar benjolan di kemaluan
± sudah 1 tahun ini,
Keluhan tambahan : Os mengatakan keluar darah pervagina ± 3
bulan ini darah seperti menstruasi
Riwayat peny. Sekarang: Os mengatakan Nyeri (berdenyut) pada perut
bawah, rencana Operasi laparotomi
histerektomi radikal ,22 Oktober 2015
17
Riwayat penyakit terdahulu : Asma (-), Penyakit jantung (-), Hipertensi
(+), Hepatitis (-), Maag (+), Alergi obat (-), alergi makanan (-),
Riwayat operasi (+) Tindakan biopsi 15 Oktober 2015 hasil ca servik
Riwayat genikologi : G7P7A0 persalinan normal 7 kali
Menarche : 13 tahun
Dysmenorrhoea : Tidak
4) Pemeriksaan fisik
a. TD: 150/90 mmHg , Nadi: 90 x/menit, Pernapasan: 20 x/menit,
Suhu: 37,0 0C
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Keadaan umum : Sedang
5) Pemeriksaan Laboratorium
Parameter Hasil Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 10,3 g/dl 11,7-15,5
Eritrosit 4,05 106/ L 3,8-5,2
Hematokrit 32 % 32-47
Leukosit 14,5 103/L 3,6-11,0
Trombosit 350 103/L 150-440
Gula darah sesaat 82 mg/dl 60-100
SGOT 21 U/L 0-34
SGPT 12 U/L 0-40
Albumin 3,90 g/dl 3,40 - 4,80
Ureum 51 mg/dl 20 - 40
Kreatinin 1,3 mg/dl 0,6 – 1,5
6) Diagnosa Kerja
Prolap uteri grade IV, Ca cervix stadium 2a,
7) Diagnosa Banding: -
8) Persiapan Operasi
- Pasien mulai puasa 07.00 wib
- Informed concent tindakan medis sudah lengkap
18
- Mengganti pakaian pasien dengan pakaian dan topi kamar operasi
- Membaringkan pasien di ruangan penerimaan pasien di kamar operasi
- Melakukan sign in
- Serah terima pasien dengan petugas ruangan jam 14.00 wib
- Mengkonfirmasi identitas dan mengcroscek dengan gelang pasien
- Mengkonfirmasi lokasi operasi.
- Memasang infuse pada pasien di tangan kiri.
- Status pasien, data penunjang ( hasil Laboratorium ) telah lengkap
- Mengecek persediaan darah, persediaan darah PRC : 600 CC, FFP :
300 CC.
1. PRE OPERATIF
Analisa data pre operatif
No. Tanggal Data Fokus Masalah Penyebab1 22 oktober
2015, j 14.00DS : Os mengatakan merasa takut akan dioperasiDO : Os tampak bingung dan gelisah
Cemas Rencana procedure pembedahan
2 22 oktober 2015, j 14.00
DS : Os mengatakan nyeri di bagian pangkal paha ketika BAKDO : tampak benjolan berupa uterus yg keluar dari vaginaOs tampak meringis
Nyeri Eliminasi urine terganggu akibat uterus yg keluar
a. Diagnosa keperawatan pre operatif
1) Cemasan berhubungan dengan akan dilakukan tindakan pembedahan
2) Nyeri berhubungan dengan eliminasi urin
b. Intervensi Pre operatif
Dx 1: Cemas berhubungan dengan akan dilakukan tindakan pembedahan
a) Kaji tingkat kecemasan pasien
b) Jelaskan prosedur persiapan operasi seperti pengambilan darah,
waktu puasa, jam operasi.
c) Dengarkan keluhan pasien
d) Beri kesempatan untuk bertanya.
19
e) Jelaskan pada pasien tentang apa yang akan dilakukan di kamar
operasi dengan terlebih dahulu dilakukan pembiusan.
f) Jelaskan tentang keadaan pasien setelah dioperasi.
Dx 2 : Nyeri berhubungan dengan eliminasi urin
a. Observasi tanda-tanda vital
b. Observasi keluhan nyeri, lokasi, jenis dan intensitas nyeri
c. Jelaskan penyebab rasa sakit, cars menguranginya.
d. Beri posisi senyaman mungkin bunt pasien.
e. Ajarkan tehnik-tehnik relaksasi, tarik nafas dalam.
f. Ciptakan lingkungan yang tenang.
Tindakan kolaboratif:
g. Beri obat-obat analgetik sesuai pesanan dokter
c. Implementasi Keperawatan pre operatif
Dx 1: Cemas berhubungan dengan akan dilakukan tindakan pembedahan
a) Mengkaji tingkat kecemasan pasien
b) Menjelaskan prosedur persiapan operasi seperti pengambilan darah,
waktu puasa, jam operasi.
c) Mendengarkan keluhan pasien
d) Memberi kesempatan untuk bertanya.
e) Menjelaskan pada pasien tentang apa yang akan dilakukan di kamar
operasi dengan terlebih dahulu dilakukan pembiusan.
Dx 2 : Nyeri berhubungan dengan eliminasi urin
a) Mengobservasi tanda-tanda vital
TD : 140/70 , N : 90x/m, RR : 22x/m, SpO2 : 99%
b) Mengobservasi keluhan nyeri, lokasi, jenis dan intensitas nyeri
Nyeri skala 3 dari 0-10, Nyeri apabila BAK, nyeri timbul saat Os
bergerak atau menggeserkan badan di tempat tidurnya.
c) Menjelaskan penyebab rasa sakit, cara menguranginya.
d) Mengatur posisi senyaman mungkin buat pasien.
20
e) Mengajarkan tehnik-tehnik relaksasi, tarik nafas dalam.
Tindakan kolaboratif:
f) Memberi terapi injeksi obat analgetik sesuai terapi dokter
d. Evaluasi pre operatif
1) Os mengatakan masih merasa tagang menghadapi operasi
2) Os tampak mampu melakukan tehnik relaksasi nafas dalam
3) Os mengatakan nyeri sedikit berkurang
2. Intra operatif
Analisa data intra operatif
No. Tanggal Data Fokus Masalah Penyebab1 22 oktober
2015, j 14.00- 22.30
DS : -DO : Os berbaring di meja operasi, terpasang infuse line di tangan kiri, vemflon terpasang di tangan kanan cateter terpasang no 12, patient plate terpasang, ett no. 7 O2 5l/m, 4 jam berjalan operasi perdarahan di tabung suction ±350cc, kasa dgn e perdarahan 80 buah, big gauze kotak (kasa radikal)3 buah. observasiABC, hipotermi, kasa, iwl, ?
Resiko perdarahan
Procedure pembedahan
a. Diagnosa keperawatan Intra operatif
DX : Resiko perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan.
b. Intervensi Intra operatif
1) Siapkan instrument operasi dengan lengkap
2) Cek persiapan operasi seperti persediaan darah
3) Observasi perdarahan
4) Cek Hb cito bila diperlukan
5) Observasi in take dan out put cairan
6) Kolaborasi dengan dokter dan tim medis lain bila terjadi perdarahan
7) Ambil persiapan darah bila dibutuhkan tranfusi intra operasi
c. Implementasi Keperawatan Intra operatif
21
1) mengecek persiapan operasi seperti persediaan darah
2) menyiapkan instrument operasi dengan lengkap
3) mengObservasi perdarahan
4) mengecek Hb cito bila diperlukan
5) mengobservasi in take dan out put cairan
6) berkolaborasi dengan dokter dan tim medis lain karna terjadi
perdarahan
7) mengambil persiapan darah untuk tranfusi darah intra operasi
d. Evaluasi Intra operatif
Perdarahan terkontrol, hingga operasi selesai jumlah perdarahan ± 550
cc, cairan infuse gelafusal 500 cc, cairan infuse ring as 1000 cc, jumlah
urine ± 500cc. TD : 100/78mmHg, RR : 22x/m, N : 68x/m, SpO2 :
100%. Tranfusi darah dimasukan prc 600cc.
3. Post operasi
a. Pengkajian post operatif
Analisa data post op
No. Tanggal Data Fokus Masalah Penyebab
1 22 oktober 2015, j : 22.45
DS : -DO : Klien tampak menggigil, pucat, akral dingin TD : 110/72mmHg, N : 88x/m, RR : 24x/m, SpO2 : 99%, Suhu : 35ºC
Hypotermi Lingkungan
dingin
2 22 oktober 2015, J 22.45
DS : -DO : Klien tampak gelisah, ku : sedang, kesadaran : apatis sedasi
Resiko Injuri Disorientasi,
efek anastesi
sedasi
3 22 oktober 2015, j : 23.15
DS : Os mengatakan pusing, nyeri di bagian perutDO : OS tampak meringis, skala nyeri 7 dari 0-10
Nyeri Adanya luka
operasi
22
b. Diagnosa keperawatan post operatif
1) Hypotermi berhubungan dengan terpapar udara dingin yg lama.
2) Resiko injury berhubungan dengan efek anastesi
3) Nyeri berhubungan dengan luka operasi
c. Intervensi post operatif
DX 1 : hypotermi berhubungan dengan terpapar udara dingin yang lama.
1) Observasi TTV
2) Kaji tanda-tanda hipotermi
3) Kaji tanda perubahan warna kulit
4) Pantau intake dan output
5) Pertahankan suhu ruangan pemulihan
6) Beri selimut penghangat
7) Kolaborasi dalam pemberian obat
DX 2 : Resiko injury berhubungan dengan efek penggunaan obat-obat
anastesi umum.
1) Monitor TTV
2) Pasang side rail tempat tidur
3) Hindarkan lingkungan dari bahaya
4) Sediakan lingkungan yang aman
Dx 3 : Nyeri berhubungan dengan adanya luka operasi
1) Monitor TTV
2) Kaji skala nyeri, lokasi nyeri
3) Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
4) Beri posisi nyaman
5) Kolaborasi dalam pemberian obat analgetik.
d. Implementasi Keperawatan post operatif
DX 1 : hypotermi berhubungan dengan terpapar udara dingin yang lama.
23
1) mengbservasi TTV TD : 110/72mmHg, N : 88x/m, RR : 24x/m,
SpO2 : 99%, Suhu : 35ºC
2) mengaji tanda-tanda hipotermi Suhu : 35ºC
3) mengkaji tanda perubahan warna kulit, kulit terlihat pucat
4) memantau intake : infuse ring as 20 tpm, darah prc 600cc dan
output urine ±550cc
5) mempertahankan suhu ruangan pemulihan
6) memberi selimut penghangat
DX 2 : Resiko injury berhubungan dengan efek penggunaan obat-obat
anastesi umum.
1) Memonitor TTV TTV TD : 110/72mmHg, N : 88x/m, RR :
24x/m, SpO2 : 99%, Suhu : 35ºC
2) memasang side rail tempat tidur
3) menghindarkan lingkungan dari bahaya
4) menyediakan lingkungan yang aman
Dx 3 : Nyeri berhubungan dengan adanya luka operasi
1) memonitor TTV
2) mengkaji skala nyeri 7 dari 0-10, lokasi nyeri : disekitar perut
3) mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam
4) memberi posisi nyaman
5) berkolaborasi dalam pemberian obat analgetik keterolac 30 mg,
tramal 500mg iv
e. Evaluasi post operatif
Os mengatakan masih merasa pusing dan mengantuk, os mengatakan
nyeri sedikit berkurang setelah mendapatkan obat, os tampak lebih
tenang TTV TD : 125/74mmHg, N : 90x/m, RR : 20x/m, SpO2 : 99%,
Suhu : 36ºC .
24
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien datang ke IGD RSU Bunda Margonda hari selasa 20 oktober 2015 jam 14.30
wib. Pasien mengeluh keluar benjolan dari vagina ± 1 tahun yang lalu, terasa nyeri di
perut bagian bawah. Pasien mengatakan keluar darah dari vagina ± sejak 3 bulan yang
lalu, darah yang keluar seperti darah menstruasi. Pasien mengatakan sebelumnya pernah
operasi biopsi di RS Hermina Mekarsari tanggal 13 OKTOBER 2015 hasil pemeriksaan
patologinya karsinoma serviks.
Tanda – tanda vital di ruangan : TD 150/70mmHg, Nadi 90x/m, RR 20x/m, Suhu 380C
dan di Ruang Pre Op: TD 140/70mmHg, Nadi 90x/m, RR 22x/m, Suhu 360c. Dari hasil
pengkajian dapat dianalisa diagnosa keperawatan yang muncul saat pre operatif adalah
cemas berhubungan dengan prosedur pembedahan yang akan dilakukan, perubahan
status kesehatan. Menurut Nanda (2006) cemas adalah respon yang mempersepsikan
ancaman yang secara sadar ataupun diakui sebagai suatu bahaya.
Saat akan dilakukakan operasi, pembiusan dilakukan dengan general anestesi, pasien
terpasang ETT no 6 saturasi O2 100% dan mendapat terapi O2 8 liter/menit. Pasien
terpasang netral couter, operasi berjalan ± 7 jam. Selama operasi perdarahan cukup
namyak karena banyak memotong pembuluh darah besar sehingga dapat dianalisa
diagnose keperawatan yang muncul saat intra operatif adalah resiko perdarahan
berhubungan dengan tindakan pembedahan.
Pasien masuk recovery room (RR) dalam keadaan belum sadar penuh. Pasien terpasang
O2 binasal kanul 2 l/m. Dari keadaan tersebut dapat diambil masalah keperawatan
resiko aspirasi karena pasien dilakukan general anestesi. Selain itu dengan kondisi yang
belum sadar penuh tidak memungkinkan pasien untuk bergerak, sehingga masalah
keperawatan resiko cedera baik diam ditempat tidur maupun saat pemindahan pasien
diambil.
25
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pada pre ditemukan masalah keperawatan ketakutan berhubungan dengan
prosedur pembedahan yang akan dilakukan.
Pada intra ditemukan masalah keperawatan resiko combustio
berhubungan dengan penggunaan mesin electro surgical unit
Pada post operasi ditemukan diagnose keperawatan resiko aspirasi
berhubungan dengan perdarahan post op TE dan resiko cedera b.d proses
pemindahan pasien.
SARAN
Sebaiknya pasien pre operasi yang mengalami ketakutan dapat dialihkan
perhatiannya dari tersebut dengan cara mengajaknya berkomunikasi atau
music hipnoteraphy bila ada, dan dianjurkan untuk selalu berdoa
menjelang tindakan operasi
Pantau terus perdarahan yang keluar selama operasi berjalan, dan
perhatikan cairan yang masuk lewat infuse
Pindahkan pasien dengan lebih hati-hati dan tidak gugup
Pantau selalu posisi pasien (harus dalam posisi SIM) sampai pasien sadar
Penuh.
26