Prolap Organ Panggul

download Prolap Organ Panggul

of 25

Transcript of Prolap Organ Panggul

BAB 1 PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Prolaps organ panggul (POP) merupakan masalah kesehatan wanita yang umum terjadi dan sangat mengganggu, serta penanganannya sering kali memerlukan biaya yang sangat tinggi.1,2 Meskipun prolaps organ panggul umumnya tidak

menimbulkan kematian, tetapi biasanya dapat memperburuk kualitas hidup pasien termasuk menimbulkan kelainan pada kandung kemih, sistem saluran cerna serta gangguan fungsi seksual. Seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup dan meningkatnya populasi usia lanjut maka prevalensi prolaps organ panggul pun semakin meningkat. Insidens dan prevalensi prolaps organ panggul yang tepat masih sulit diperkirakan.3 Sejumlah laporan menyatakan sekitar 20% pembedahan ginekologik elektif kasus mayor merupakan pembedahan untuk prolaps organ panggul, dan meningkat hingga 59% pada wanita usia lanjut.2 Data tahun 1997 menunjukkan bahwa setidaknya terdapat 350.000 operasi prolaps organ panggul yang dilakukan di Amerika Serikat.4 Pada tahun 2001, suatu penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa 51% pasien wanita yang datang untuk pemeriksaan ginekologik tahunan ternyata menderita POP.5 Selain itu, sebanyak 11% wanita yang berusia lebih dari 80 tahun akan mengalami operasi prolaps organ panggul, dan sekitar 30% kasus membutuhkan pembedahan ulang. Insidens prolaps organ panggul meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Sekitar separuh populasi wanita berusia 50 tahun mengeluhkan gejala prolaps. Sepertiga kasus histerektomi terjadi pada wanita usia menopause dan 81% histeresktomi dengan pendekatan melalui vagina (atau sekitar 16% dari seluruh histerektomi) dilakukan atas indikasi terjadinya prolaps organ panggul. Insidens histerektomi untuk prolaps organ panggul adalah sekitar 30 tiap 10.000 tindakan histerektomi setiap tahunnya, dengan puncak insidens pada usia 65-69 tahun. Diperkirakan, biaya kesehatan negara untuk masalah ini mencapai lebih dari satu miliar dollar Amerika Serikat. Biaya tersebut belum meliputi biaya atas hilangnya produktivitas dan tidak hanya terbatas pada satu kali prosedur pembedahan saja.3,5 Suatu penelitian menunjukkan bahwa risiko rekurensi atau berulangnya prolaps

organ panggul terjadi paling banyak pada wanita yang berusia lebih muda dan yang sudah mengalami prolaps organ panggul derajat berat sebelumnya. Prolaps organ panggul lebih sering terjadi setelah persalinan, tetapi umumnya tanpa disertai gejala atau bersifat asimptomatik. Sejumlah penelitian memperkirakan bahwa 50% dari wanita yang pernah melahirkan mengalami berbagai derajat prolaps organ panggul, dan 10-20% di antaranya mempunyai gejala. Hanya 2% wanita nulipara yang mengalami prolaps dan biasanya lebih sering berupa prolaps uterus daripada prolaps vagina.

Pencegahan terjadinya prolaps turut berperan dalam pertimbangan risiko dan manfaat atas perlu tidaknya dilakukannya pembedahan Caesar elektif yang masih terus menjadi kontroversi.1,3 Oleh karena itu, pengetahuan tentang epidemiologi, etiologi, dan khususnya patofisiologi prolaps organ panggul diharapkan dapat membantu para penyedia layanan kesehatan termasuk dokter umum, dokter spesialis kebidanan dan kandungan serta bidan agar dapat memberikan layanan yang optimal bagi persalinan ibu. Artikel ini membahas dengan ringkas data epidemiologi, etiologi dan patofisiologi prolaps organ panggul terkini. Patofisiologi prolaps organ panggul bersifat multifaktorial, dan melibatkan berbagai faktor risiko dan etiologi termasuk prinsipprinsip biomekanik yang dipakai sebagai suatu metode untuk memahami patofisiologi prolaps organ panggul.

Prolaps organ panggul (POP) cukup banyak terjadi dan merupakan indikasi operasi pada lebih dari 200.000 kasus di Amerika. Prediksi perempuan yang mencari pertolongan karena prolaps organ panggul meningkat 45% pada beberapa tahun kedepan.

Kesulitan saat menelaah referensi untuk prevalensi POP adalah karena POP yang mempunyai derajat ringan dibelakang introitus vagina hanya ada kurang dari 5%, dan karena seluruh kelainan penyokong organ panggul dimasukkan ke dalam subyek yang diteliti (kelainan apeks vagina, dinding anterior, dan dinding posterior vagina). Prevalensi rate rawat jalan perempuan yang mengalami POP adalah 30-93%. Insidensi dan prevalensi POP dan rektokel meningkat sesuai dengan usia dan

paritas, walaupun ada nulipara yang mengalami rektokel yang bermakna tetapi keadaan ini jarang ditemukan, selain itu juga tergantung pada populasi perempuan yang diteliti. Insidensi rektokel pada populasi umum berkisar antara 20-80%, dan jelas terdapat insidensi tinggi perempuan dengan rektokel asimptomatik. Penelitian Raz dkk menemukan persentase pasien rektokel yang meningkat bermakna sesuai dengan derajat prolaps organ panggul. Prolaps dinding vagina anterior berat sering berhubungan secara bermakna dengan prolaps dinding posterior vagina. Pada pasien dengan disfungsi defekasi, insidensi rektokel bervariasi antara 27 61%. Rektokel yang berukuran lebih dari 2 cm lebih berhubungan dengan gejala yang timbul sehingga lebih jelas secara klinis. bentuk kelainan lain POP merupakan akibat dari posisi normal perempuan adalah posisi berdiri. Etiologi rektokel multifaktorial, diduga penyebabnya adalah

peregangan dan robekan septum rektovagina dan jaringan sekitarnya yang umumnya diakibatkan oleh : persalinan pervaginam, trauma obstetrik pada vagina dan panggul dapat

menyebabkan kelemahan septum rektovaginal, kerusakan nervus perineal dan kelemahan seluruh fasia endopelvik serta otot dasar panggul. peningkatan kronis tekanan intraabdominal, rektokel juga dapat disebabkan oleh konsekuensi tingginya tekanan intra kanalis rektalis melawan tekanan daerah tumpul vagina yang bertekanan rendah. BMI tinggi, kekurangan estrogen, konstipasi kronis, merokok, kelemahan kongenital pada sistem penyokong organ panggul. Faktor iatrogenik : kegagalan perbaikan defek penyokong pada operasi rekonstruksi panggul. Kegagalan penyambungan kembali fasia endopelvik pada badan perineum saat

persalinan pervaginam akan menyebabkan defek pada tempat tertentu di fasia tersebut Tindakan yang mengakibatkan gaya tarik di panggul berubah / perubahan

vaginal axis misalnya prosedur ventral suspension dari uretra, uterus atau vagina yang akan meningkatkan paparan cavum Douglas terhadap peningkatan tekanan intraabdominal, fiksasi posterior apeks vagina, dan kegagalan deteksi serta koreksi enterokel occult, serta pemendekan vagina yang cukup besar.

Hal yang penting untuk diingat adalah rektokel merupakan suatu defek pada jaringan penyokong vagina bukan merupakan suatu defek dari rektum. Fasia yang paling penting dalam septum rektovagina diduga adalah fasia Denonvilliers, yang berfusi kedalam lapisan dalam dinding vagina posterior. Pada saat melahirkan fasia Denonvilliers itu dapat terlepas di bagian perlekatan kaudal dan lateralnya terhadap badan perineal.

Anatomi : Secara anatomis organ panggul dipertahankan berada pada posisinya pada tulang panggul oleh otot levator ani yang berfusi di bagian posterior (dasar panggul). Otot levator ani melekat pada tulang panggul di anterior dan posterior, di bagian lateral otot ini melekat pada arcus tendineus musculi levatoris ani yang terdapat pada otot obturator interna dibagian sisi panggul. Levator ani akan bersatu di tengah pada bagian posterior dan bergabung dengan ligamen anokoksigeus membentuk levator plate. Pemisahan otot levator ani di anterior disebut dengan levator hiatus. Pada bagian inferior levator hiatus diliputi/dikelilingi diafragma urogenital. Uretra, vagina dan rektum berjalan melalui levator hiatus dan diafragma urogenital saat keluar dari panggul. DeLancey mengemukakan bagian ini sebagai penyokong panggul level

Paracolpium menahan vagina dari arah lateral dinding panggul pada level I. Serabutserabut ini berjalan secara vertikal dan berada di posterior sakrum. Pada level II vagina dilekatkan pada arcus tendineus fascia pelvis dan fasia levator ani superior.

Secara histologi, apeks dinding vagina posterior terdiri atas mukosa, lapisan otot superficial dan dalam serta lapisan adventitia. Lapisan fibromuskular itu disebut dengan septum rektovagina. Kleeman dkk mengemukakan gambaran histologi septum rektovagina yang terdiri dari : bagian apeks umumnya merupakan jaringan lemak dengan bagian tengah lapisan adventitia mengandung jaringan lemak, jaringan fibrosa, pembuluh darah, saraf, dan jaringan elastik. Bagian distal yang berfusi dengan badan perineal mengandung jaringan ikat padat.

B. RUMUSAN MASALAH

PENGERTIAN PROLAPSUS ORGA PANGGUL

KLASIFIKASI PROLAPS ORGAN PANGGUL

ETIOLOGI PROLAPS ORGAN PANGGUL

PATOFISIOLOGI PROLAPS ORGAN PANGGUL

PENCEGAHAN &PENANGANAN

BAB II PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN

Prolaps organ panggul merupakan turunnya atau herniasi isi organ panggul melalui saluran vagina akibat kelemahan pada struktur penyokong dasar panggul.3 Berikut ini akan dibahas tentang klasifikasi POP dan anatomi dasar panggul agar dapat membantu kita memahami patofisiologi terjadinya prolaps organ panggul.

B. KLASIFIKASI PROLAPS ORGAN PANGGUL Prolaps organ panggul mulanya diklasifikasikan berdasarkan derajat kerusakan anatomi yang dialami pasien, yakni tergantung pada lokasi defek dan perkiraan organ panggul yang mengalami gangguan. Dalam perkembangannya, sejumlah sistem penentuan derajat prolaps telah diajukan. Hal ini menunjukkan bahwa penentuan derajat prolaps yang memiliki keterulangan atau reprodusibilitas yang baik sulit dilakukan. Sehingga, kita sulit membandingkan berbagai pemeriksaan pada suatu waktu dengan pemeriksaan yang diakukan di kemudian hari pada wanita yang sama maupun pada wanita yang berbeda.

1. Berdasarkan kerusakan anatomi Prolaps organ panggul dapat diklasifikasikan berdasarkan kerusakan struktur anatomi dan organ yang terlibat (Gb. 1). Uretrokel Prolaps dinding vagina anterior bagian bawah, dan hanya meliputi uretra Sistokel Prolaps dinding vagina anterior bagian atas meliputi kandung kemih. Umumnya, juga terkait dengan prolaps uretra, sehingga disebut juga sebagai sistouretrokel . Prolaps uterus Istilah ini dipakai untuk menggambarkan prolaps uterus, serviks dan vagina bagian atas Enterokel Prolaps dinding vagina posterior bagian atas, yang biasanya juga meliputi sebagian kecil usus halus Rektokel dinding vagina posterior bagian bawah berupa penonjolan rektum ke dalam vagina

Gb. 1. Klasifikasi prolaps organ panggul berdasarkan kerusakan anatomi. Sumber: Allsion Howard dan American Urogynecologic Society.

Namun, istilah-istilah di atas tidak dapat menggambarkan struktur apa yang terlibat pada sisi lain tonjolan vagina yang terjadi. Sehingga, seringkali menimbulkan asumsi yang salah, khususnya pada wanita yang telah menjalani pembedahan prolaps sebelumnya. Oleh karena itu, lebih sering dipakai istilah prolaps dinding vagina anterior, prolaps dinding vagina posterior dan prolaps apikal.

2. Berdasarkan sistem skoring POPQ Gejala prolaps seringkali sulit dihubungkan dengan lokasi anatomisnya dan derajat keparahannya umumnya tidak spesifik.2 Gejala umumnya meliputi terasa adanya tonjolan atau vagina terasa berat, gejala iritasi kandung kemih berulang, sulit berkemih, inkontinensia urin atau alvi, kesulitan saat buang air besar serta nyeri punggung dan nyeri panggul. Semua gejala prolaps tersebut dinilai berdasarkan derajat keparahannya berdasarkan suatu metode evaluasi standar yang disebut sistem kuantifikasi prolaps organ panggul atau pelvic organ prolapse quantification (POP-Q).

The International Continence Society (ICS) mengajukan sistem POP-Q sebagai sistem skoring prolaps terstandarisasi untuk menilai derajat prolaps dengan lebih obyektif. Sistem ini mempunyai derajat keterulangan yang baik.

Sistem skoring POP-Q melibatkan pengukuran sejumlah titik di dinding vagina anterior, posterior, serviks dan badan perineum terhadap suatu titik rujukan yang tetap, yakni himen atau selaput dara.

Gb. 2. Sistem skoring prolaps POP-Q yang diajukan oleh ICS Penentuan derajat beratnya prolaps organ panggul berdasarkan sistem POPQ adalah sebagai berikut: - Derajat O: Tidak tampak prolaps. - Derajat 1: Ujung prolaps paling distal berada > 1 cm dari atas himen - Derajat 2: Ujung prolaps paling distal berada < 1 cm dari himen - Derajat 3: Ujung prolaps paling distal berada 1 cm di bawah himen, tetapi panjang tonjolan 72 tahun dengan jumlah prolaps sebesar 25, 41,2, 20,6, 13,2 untuk masing-masing kelompok usia.20 Meskipun demikian, metode penelitian tersebut masih terbatas karena metode pemeriksaan POPQ yang merupakan cara terbaik menentukan prolaps organ panggul, tidak banyak diterapkan. Pada dasarnya, hasil penelitian ini dapat diabaikan.

6. Faktor hormonal Telah diketahui bahwa terdapat dkk. penurunan menunjukkan jumlah bahwa jaringan kolagen

pascamenopause.

Copas P,

reseptor estrogen,

progesteron dan androgen terdapat pada fasia levator ani, tetapi reseptor estogen tidak didapatkan pada serat otot levator ani. Reseptor estrogen ditemukan pada dinding vagina dan ligamen sakrouterina pada wanita premenopause dan jumlah reseptor tersebut menurun pada wanita pascamenopause dan reseptor tersebut berkorelasi positif dengan lamanya menopause. Estrogen dapat mempengaruhi metabolisme kolagen, yakni dapat merangsang degradasi kolagen dengan meningkatkan aktivitas matriks metaloproteinase-2.2 Liu dkk. menganalisis proliferasi fibroblas yang berasal dari ligamen kardinale pasien dengan dan tanpa prolaps setelah pemberian 17-estradiol. Fibroblas dari kelompok prolaps secara signifikan menunjukkan tingkat proliferasi yang lebih rendah daripada kelompok kontrol pada setiap kadar estradiol yang dipakai. Meskipun demikian, secara klinis, terapi sulih hormon mungkin tidak bermanfaat dalam tatalaksana POP.21 Sebaliknya, Lang dkk menunjukkan bahwa terdapat hubungan langsung

antara reseptor estrogen serta lamanya masa menopause dengan POP dan inkontinensia urin tipe stress, sehingga mungkin terapi estrogen dapat bermanfaat.

7. Pembedahan panggul sebelumnya Riwayat pembedahan yang lalu juga dapat mempengaruhi insidens terjadinya prolaps. Teknik kolposuspensi, yang memfiksasi forniks lateral vagina ke ligamen iliopektinea ipsilateral, akan berpotensi menimbulkan defek pada dinding vagina posterior, yang merupakan faktor predisposisi timbulnya rektokel dan enterokel.23 Sekitar 25% wanita yang telah menjalani kolposuspensi Burch akan membutuhkan pembedahan lebih lanjut untuk prolaps yang dialami. Prosedur suspensi jarum dan fiksasi ligamen sakrospinosum juga berhbungan dengan meningkatnya insidens prolaps berulang. Pengaruh histerektomi terhadap POP telah lama diteliti. Histerektomi yang dilakukan atas indikasi apapun meningkatkan risiko prolaps, tetapi risiko rekurensi POP tertinggi didapatkan pada wanita dengan histerektomi yang dilakukan untuk mengatasi POP yang telah terjadi sebelumnya.3 Gangguan fasia endopelvis, ligamen sakrouterina dan kardinale yang menyokong persarafan oleh histerektomi dapat mengganggu fungsi dasar panggul. Prosedur mempertahankan serviks pada histerektomi dapat mencegah robekan ligamen sakrouterina dan ligamen kardinale, sehingga dapat mencegah kemungkinan prolaps di kemudian hari.1 Meskipun demikian, faktor lainnya seperti proses penuaan dan menurunnya estrogen pasca menopause juga penting.

PRINSIP-PRINSIP BIOMEKANIKA DALAM PATOFISIOLOGI PROLAPS ORGAN PANGGUL Selain berbagai mekanisme kompleks lainnya seperti peningkatan tekanan intraabdomen kronik dan perubahan metabolisme kolagen, prinsip biomekanika perlu dipahami guna dapat mengerti mekanisme regangan, yang merupakan mekanisme utama dalam patofisiologi prolaps organ panggul. Biomekanika merupakan ilmu tentang gaya, gerak dan sifat mekanik lainnya seperti elastisitas dan regangan. Prinsip biomekanika diperlukan untuk memahami fungsi normal, perubahan fungsi ketika lingkungan di dalam dan di luar tubuh berubah, serta mekanisme tubuh untuk mengembalikan fungsinya semula.

Konsep mekanika tekanan (stress) dan regangan (strain) dipakai untuk mempelajari sifat elastisitas jaringan. Tekanan merupakan ukuran gaya tekan (force) pada satuan luas jaringan tertentu. Regangan (strain) merupakan perubahan panjang jaringan pada semua resultan arah gerak, termasuk pemendekan atau sentakan jaringan yang terjadi ketika jaringan mendapatkan gaya tekan. Hubungan antara tekanan dan regangan digambarkan dalam bentuk rasio untuk mengukur kekuatan atau elastisitas jaringan (Gb. 6)

regangan atau tekanan yang berlebihan akan menyebabkan robekan jaringan pangul atau deformitas .yang permanen dan meningkatkan risiko prolaps organ panggul. Berdasarkan arah gerakan, regangan pada jaringan dapat berupa gaya kompresi, gaya regang atau puntiran. Respons jaringan terhadap regangan dapat bervariasi tergantung pada waktu terjadinya regangan atau tekanan, misalnya apakah regangan tersebut terjadi mendadak, atau perlahan tetapi berulang. Selain itu, berbagai faktor lainnya seperti isi cairan jaringan, permeabilitas, serta sifat jaringan itu sendiri juga mempengaruhi hal tersebut; misalnya jaringan kolagen memberikan respons yang teratur pada tekanan yang konstan, sedangkan jaringan lain akan memberikan respons yang meningkat tajam atau bahkan menyebabkan deformitas, bahkan pada tekanan yang konstan. Suhu jaringan juga mempengaruhi elastisitas jaringan karena suhu mempengaruhi viskositas dan pergerakan cairan dalam jaringan tubuh. Regangan atau tekanan berlebihan akan dapat melampui elastisitas jaringan tubuh sehingga menyebabkan robekan jaringan bahkan

deformitas jaringan permanen sehingga jaringan tidak dapat lagi kembali ke bentuknya yang semula.

Sayangnya, data mengenai penelitian biomekanika terhadap fungsi panggul pada wanita masih sangat terbatas. Sejumlah penelitian meneliti tekanan panggul yang merupakan terusan tekanan intraabdomen pada wanita selama latihan fisik dan aktivitas harian. Penelitian lainnya meneliti tentang regangan mempengaruhi saraf pudendus selama persalinan. Ditunjukkan bahwa saraf pudendus mempunyai elastisitas yang sangat besar, karena saraf pudendus mampu meregang lebih banyak dalam mengatasi gaya regang yang besar, yang biasanya dapat merusak saraf perifer lainnya (perubahan panjang sebesar 35% dibandingkan 15%).

Patofisiologi mekanisme regangan pada prolaps organ panggul yang rinci masih belum diketahui. ODell dan Morse menerapkan suatu kerangka konsep teori tentang mekanisme prinsip-prinsip biomekanik dalam mempengaruhi patofisiologi POP. (Gb. 7). Kerangka konsep tersebut menggambarkan prinsip-prinsip biomekanika yang berperan (regangan, tekanan, suhu dan lamanya stressor) serta hubungannya dengan faktor ekstrinsik POP yang dapat dimodifikasi.

IMPLIKASI KLINIS Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa terdapat faktor intrinsik dan ekstrinsik dalampatofisiologi POP, tetapi bukti-bukti yang jelas masih terus diteliti dan hingga saat ini kemampuan para ahli dalam mengenali wanita berisiko tinggi masih sangat terbatas.

Meskipun demikian, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa hal yang dapat menjadi faktor risiko POP, yakni usia ibu, jaringan penyambung yang abnormal, trauma panggul sebelumnya, riwayat pembedahan dan terapi radiasi. Berdasarkan pemeriksaan fisik, kita juga dapat mengidentifikasi faktor risiko POP misalnya adanya atrofi jaringan, berkurangnya tonus otot pada perineum (dikenal juga dengan defisiensi badan perineum), pemeriksaan neurologik menunjukkan hasil yang abnormal dan berkurangnya kekuatan kontraksi otot levator ani volunter.

Secara ringkas, pengetahuan mengenai faktor risiko dan patofisiologi POP saat ini dapat membantu kita untuk mengembangkan penanganan pencegahan POP di tingkat layanan primer seperti yang terlihat pada tabel 2.

E. PECEGAHAN cukup melakukan senam kegel sebanyak 10 kali dan dilakukan setiap hari. Selain mudah, senam ini juga terhitung murah dan bisa dilakukan di mana saja. senam kegel itu sendiri adalah suatu gerakan senam yang berguna untuk memperkuat otototot dasar panggul terutama otot pubococcugeal, sehingga bisa memperkuat otototot saluran kandung kemih yang bisa mencegah ngompol serta menguatkan otototot vagina. melakukan gaya hidup sehat dan menghindari terjadinya obesitas dan melatih otot kandung kemih juga bisa dilakukan oleh para wanita untuk melakukan pencegahan terhadap sebab-sebab lainnya.

F. PENANGANAN Untuk menangani keluhan disfungsi dasar panggul prolaps (peranakan turun) bisa menggunakan cincin vagina yang dapat bertahan selama 4 tahun, cincin ini biasanya memiliki diameter 60 cm sampai 80 cm atau bisa juga dengan melakukan operasi. Sedangkan apabila gangguan sudah sampai pada taraf gangguan yang berat, penyakit ini bisa diatasi dengan merangsang kerja otot-otot terkait menggunakan alat atau dengan tindakan operatif.

Tindakan operatif dilakukan kalau gangguan itu sudah sama sekali tidak bisa ditahan. Selain untuk memperbaiki organ, tindakan operatif dilakukan untuk mengangkat rahim bagi mereka yang sudah tidak ingin punya anak.

Oleh karena itu, disarankan Junizaf, jika seorang wanita merasa seringkali atau tidak bisa menahan buang air kecil dan memiliki lubang vagina yang longgar sehingga tidak memberikan kepuasan pada pasangan, maka sebaiknya jangan abaikan gejala tersebut dan segera tangani.

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN

Prolaps organ panggul adalah turunnya organ panggul ke dalam vagina (liang sanggama) yang merupakan suatu masalah kompleks yang tidak hanya disebabkan lemahnya jaringan penyangga pada vagina, tapi juga pada fungsi saluran kemih , kandung kemih dan fungsi buang air besar serta fungsi seksual.

B. SARAN

Mudah-mudahan dengan adanya makalah ini kita semua dapat mengetahui tentang prolaps organ panggul, mengenali cirri-cirinya, penyebabnya serta cara menanganinya.

DAFTAR PUSTAKAPrawirohardjo,Sarwono (2008). Ilmu Kebidanan, penerbit PT Bina Pustaka, jakarta Prawirohardjo,Sarwono (2008). Ilmu Kandungan, penerbit PT Bina Pustaka, jakarta Nasruddin, (2009). Diktat Kuliah Ginekologi. Manuaba, Ida Ayu Chandranita (2009). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita,Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta EGC. Manuaba,Fajar (2008). Gawat Darurat Obstetri Ginekologi & Obstetri Ginekologi Sosial Untuk Profesi Bidan, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta EGC. Thompson,Fiona (2008). Panduan Lengkap Kebidanan, Penerbit PALMALL, Yogyakarta. Williams (2009). Obstetri Williams, Penerbit Buku Kedokteran, jakarta EGC. Yulianingsih,Anik Maryunani (2009). Asuhan Kegawatdaruratan Dalam Kebidanan, Penerbit Trans Info Media, Jakarta. Maulana,Mirza (2009). Seluk Beluk Reproduksi Dan Kehamilan, Penerbit Garailmu, Jogjakarta. Benson,Ralph c (2008).Buku Saku Obstetri & Ginekologi, Penerbit Buku Kedokteran, ed.9, Jakarta EGC.