BAB III TP
description
Transcript of BAB III TP
BAB III
GEOTEKNIK DAN METODE PEMBONGKARAN
3.1 Kajian Geoteknik
Geoteknik adalah bidang kajian rekayasa kebumian yang
berkonsentrasi pada aplikasi teknologi teknik sipil untuk konstruksi yang
melibatkan material alam yang terdapat pada atau dekata permukaan bumi.
Geoteknik tambang merupakan aplikasi dari rekayasa geoteknik pada
kegiatan tambang terbuka dan tambang bawah. Aplikasi geoteknik
melibatkan disiplin ilmu mekanika tanah, mekanika batuan, geologi dan
hidrologi. Peranan geoteknik dalam perancangan tambang adalah melakukan
pendekatan kepada kondisi massa tanah dan batuan yang kompleks,
menggunakan teknik-teknik dan instrument-instrument yang tersedia dlam
rekayasa geoteknik, sehingga sifat-sifat dan perilaku massa tanah dan batuan
betul-betul telah dikuasai, sepenuhnya sebelum membangun suatu struktur
(lereng, terowongan, sumuran) pada massa tanah dan batuan tersebut.
Tujuan utama program penyelidikan geoteknik dalam suatu proyek
pertambangan adalah untuk :
1. Memperoleh data kuantitatif kondisi geologi, hidrologi, hidrogeologi,sifat
fisik dan mekanik.
2. Mengetahui karakteristik massa batuan atau tanah sebagai dasar
perancangan penambangan.
3. Menyusun suatu klasifikasi dari berbagai tipe urutan stratigrafi batuan atap
atau lantai, dan untuk mengkaji stabilitas relatifnya dibawah tegangan
terinduksi akibat penambangan.
4. Mengembangkan rancangan lereng yang stabil untuk tambang terbuka atau
rancangan masuk/pilar (untuk tambang bawah tanah) untuk penambangan
yang akan datang berdasarkan analisis sensitivitas terhadap kondisi
geoteknik dari strata atau kedalaman overburden.
29
30
Menurut Kepmen Pertambangan dan Energi Nomor :
555K/26/M.PE/1995
Pasal 241
Tinggi permuka kerja dan lebar teras kerja :
1. Kemiringan, tinggi dan lebar teras harus dibuat dengan baik dan aman
untuk keselamatan para pekerja agar terhindar dari material atau benda
jatuh.
2. Tinggi jenjang (bench) untuk pekerjaan yang dilakukan pada lapisan yang
mengandung pasir, tanah liat, kerikil, dan material lepas lainnya harus:
a. Tidak boleh lebih dari 2,5 meter apabila dilakukan secara manual;
b. Tidak boleh lebih dari 6 meter apabila dilakukan secara mekanik dan
c. Tidak boleh lebih dari 20 meter apabila dilakukan dengan
menggunakan clamshell, dragline, bucket wheel excavator atau alat
sejenis kecuali mendapat persetujuan Kepala Pelaksanaan Inspeksi
Tambang.
3. Tinggi jenjang untuk pekerjaan yang dilakukan pada material kompak
tidak boleh lebih dari 6 meter, apabila dilakukan secara manual.
4. Dalam hal penggalian dilakukan sepenuhnya dengan alat mekanis yang
dilengkapi dengan kabin pengaman yang kuat, maka tinggi jenjang
maksimum untuk semua jenis material kompak 15 meter, kecuali
mendapat persetujuan Kepala Pelaksanaan Inspeksi Tambang.
5. Study kemantapan lereng harus dibuat apabila:
a. Tinggi jenjang keseluruhan pada sistem penambangan berjenjang
lebih dari 15 meter, dan
b. Tinggi setiap jenjang lebih dari 15 meter
6. Lebar lantai teras kerja sekurang-kurangnya 1,5 kali tinggi jenjang atau
disesuaikan dengan alat-alat yang digunakan sehingga dapat bekerja
dengan aman dan harus dilengkapi dengan tanggul pengaman (safety bem)
pada tebing yang terbuka dan diperiksa pada setiap gilir kerja dari
kemungkinan adanya rekahan, tekanan, atau kelemahan lainnya.
31
3.1.1 Uji Sifat Fisik Andesit
Uji sifat fisik pada penelitian ini dilakukan terhadap tiga contoh batuan
andesit. Dari hasil perhitungan uji ini akan akan diperoleh sifat-sifat fisik
batuan seperti bobot isi natural (ρn), bobot isi kering (ρd), bobot isi jenuh
(ρs), kandungan air alamiah (w), porositas batuan (n) dan angka pori (e).
Hasil uji sifat fisik yang telah dilakukan dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1
Hasil uji sifat fisik batuan
No Kode
contoh
Litologi ρn(gr/cm3)
ρd(gr/cm3)
ρs(gr/cm3)
w%
S%
n%
e
1 SF 1 Andesit 2,30 2,21 2,41 3,9
5
46,03 19,75 0,25
2 SF 2 Andesit 2,28 2,24 2,38 1,7
3
28,00 14,08 0,16
3 SF 3 Andesit 2,32 2,23 2,43 3,7
9
44,44 19,75 0,25
Rata-rata 2,30 2,23 2,40 3,1
6
39,49 17,86 0,22
Keterangan :
ρn = bobot isi alamiah (gr/cm3)
ρd = bobot isi kering (gr/cm3)
ρs = bobot isi jenuh (gr/cm3)
w = kandungan air alamiah (%)
S = derajat kejenuhan (%)
n = porositas (%)
e = angka pori
3.1.2 Uji Kuat Tekan Uniaksial
Dari tabel 3.2, nilai rata-rata kuat tekan uniaksial adalah 27.08
MPa. Sehingga dapat diklasifikasikan dalam golongan low strength
(Bieniawski, 1973). Pada penelitian ini, laju pembebanan yang diberikan
berkisar 0,14 MPa/s. Besar laju pembebanan ini masih dalam selang laju
32
pembebanan standar yang disarankan Horibe (1970) yaitu 0,1 – 1,0 MPa/s.
Walaupun tidak masuk ke dalam selang laju pemnebanan yang disarankan
ISRM yaitu 0,5 – 1,0 MPa/s.
Tabel 3.2
Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial (UCS)
No
Kode contoh
litologi Panjang(mm)
Diameter(mm)
σc
(Mpa)E
(Gpa)
υ Waktu(s)
Laju pembebanan
(MPa/s)1 UCS 1 Andesit 100,55 44,93 26,50 8,01 0,25 206 0,13
2 UCS II Andesit 100,38 44,92 27,78 8,04 0,24 197 0,14
3 UCS
III
Andesit 99,20 44,87 29,11 7,61 0,24 186 0,16
Rata-rata 27,8 7,89 0,24 196,33 0,14
3.1.3 Uji Kuat Tarik Tak Langsung (Brazilian Test)
Uji kuat tarik tak langsung (Brazilian test) pada penelitian ini
memberikan nilai kuat tarik rata-rata sebesar 3,11 MPa (lihat Tabel 3.3).
Tabel 3.3
Hasil Uji Kuat Tarik Tak Langsung (Brazilian test)
No Kode contoh
Litologi L/D σt
(Mpa)Waktu
(s)Laju pembebanan
(MPa/s)1 BZ I Andesit 0,50 2,80 55 0,05
2 BZ II Andesit 0,52 3,27 86 0,04
3 BZ III Andesit 0,50 3,26 88 0,04
Rata-rata 3,11 76,33 0,04
3.1.4 Uji Triaksial
Hasil uji triaksial konvensional dan multitahap adalah nilai tekanan
pemampatan (σ3), tegangan aksial (σ1) saat contoh batuan runtuh dan
regangan aksial (ԑa) contoh batuan. Ketiga data hasil pengujian tersebut
kemudian dianalisis menggunakan kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb,
Bieniawski dan Hoek-Brown.
33
Hasil Uji Triaksial Metode Konvensional dan Multitahap. Menurut
Hoek (2000), untuk menentukan sifat mekanik batuan melalui uji triaksial
diperlukan sekurang-sekurangnya lima contoh batuan. Pada penelitian ini,
Untuk menetukan sifat mekanik batu andesit, uji triaksial menggunakan
tekanan pemampatan sebesar 5, 12,5, 19, 25 dan 30 MPa. Pada uji triaksial
konvensional, kelima tekanan pemampatan tersebut dilakukan pada tujuh
contoh batuan. Pada awalnya uji triaksial konvensional hanya
menggunakan lima contoh batuan, namun kemudian ditambahkan dua
contoh batuan dengan memberikan tekanan pemampatan yang dipilih
secara acak dari tekanan pemampatan pada lima contoh batuan
sebelumnya. Hasil pengujian triaksial metode konvensional dapat dilihat
dari Tabel 3.4
Tabel 3.4
Hasil Uji Triaksial Konvensional
No Kode contoh σ3 (Mpa) σ1 (Mpa) E (Gpa) α (0)
1 TX konv I5
62,48 6,1 39
2 TX konv VI 75,06 7,07 43
3 TX konv II 12,5 100,21 8,08 37
4 TX konv III19
142,60 8,9 38
5 TX konv VII 130,02 8,34 39
6 TX konv IV 25 153,10 8,47 36
7 TX konv V 30 180,09 8,75 6
Keterangan: α = Sudut post-peak behaviourNilai modulus Young (E) didapatkan dengan
menggunakan persamaan 3.1 pada kurva tegangan regangan TX konvensional. Sedangkan sudut post-peak behaviour (α)
didapatkan dari besar sudut kurva tegangan-regangan setelah batuan runtuh (lihat Gambar 3.3).
Tabel 3.4 memperlihatkan contoh batuan dengan tekanan pemampatan yang sama akan memberikan tekanan
34
pemampatan yang berbeda. Hal ini disebabkan karena keheterogenan
contoh batuan
E = ∆ σ1−σ3
∆ εa ........................................................................................(3.1)
Keterangan :
σ3 = Tegangan lateral (MPa)
σ1 = Tegangan aksial (MPa)
ԑa = Regangan aksial (%)
Gambar 3.1
Kurva tegangan regangan triaksial konvensional
Triaksial metode multitahap menggunakan dua contoh batuan
Andesit hasil pengujian triaksial metode multitahap dapat dilihat dari
Tabel 3.5.
35
Tabel 3.5
Hasil Uji Triaksial Multitahap
No σ3 (Mpa) MS I MS II
σ1(Gpa) E (Gpa) σ1(Gpa) E (Gpa)
1 5,00 63,14 8,15 69,77 8,7
2 12,50 93,13 8,84 99,89 8,5
3 19,00 121,55 8,57 126,85 8,7
4 25,00 142,07 8,11 150,63 6,5
5 30,00 162,59 8,15 166,49 8,14
3.2 Metode Pembongkaran Andesit
Andesit merupakan batuan dengan tingkat kekerasan yang tinggi.
Sehingga metode yang tepat dalam melakukan pembongkaran adalah dengan
pemboran dan peledakan. Dalam suatu proses penambangan bahan galian,
kegiatan pembongkaran yang efektif dan efisien merupakan unsur penting,
dalam menjaga keberlanjutan produksi bahan galian.
3.3 KegiatanPemboran
Kegiataan pemboran dilakukan untuk menyediakan lubang ledak.
Beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan antara lain geometri
pemboran, bidang bebas, jenis material, kapasitas alat bor.. Oleh karena itu,
agar hasil dari suatu proses peledakan baik itu dilihat dari fragmentasi batuan
dan kondisi dari tambang yang terbentuk terkoordinasi dengan baik, maka
pola pemboran yang baik, aman dan efisien adalah “Staggered Dill Pattern”
dan pola peledakan yang digunakan adalah “Staggered ‘V’ Cut”.
3.4 KegiatanPeledakan
Peledakan adalah merupakan kegiatan pemecahans uatu material
(batuan) dengan menggunakan bahan peledak atau proses terjadinya ledakan.
Suatu operasi peledakan batuan akan mencapai hasil optimal apabila
perlengkapan dan peralatan yang dipakai sesuai dengan metode peledakan
yang diterapkan .
36
Dalam membicarakan perlengkapan dan peralatan peledakan perlu
hendaknya terlebih dahulu dibedakan pengertian antara kedua hal tersebut.
Peralatan peledakan (Blasting equipment) adalah alat-alat yang dapat
digunakan berulang kali, misalnya blasting machine, crimper dan sebagainya.
Sedangkan perlengkapan peledakan hanya dipergunakan dalam satu kali
proses peledakan atau tidak bisa digunakan berulang kali. Untuk setiap
metode peledakan, perlengkapan dan peralatan yang diperlukan berbeda-
beda. Oleh karena itu agar tidak terjadi kerancuan dalam pengertian, maka
dibuat sistematika berdasarkan tiap-tiap metode peledakan dalam arti bahwa
perlengkapan dan peralatan akan dikelompokan berdasarkan metodenya.
Dalam perhitungan secara teori untuk merancang peledakan pada
penambangan andesit yang dilakukan di quary A dab B, yang didasarkan
pada pemenuhan target produksi Andesit, dengan menggunakan metode R.L.
Ash, sebagai berikut :
1. Burden (B) : Kb x De
12 ft
2. Spacing (S) : Ks x B
3. Kedalamanlubang tembak (H) : Khx B
4. Sub Drilling (J) : Kj x B
5. Steming (T) : Kt x B
Di mana :
Kb =burden ratio
Ks =spacing ratio
Kh =hole depth ratio
Kj =sub drilling ratio
Kt =stemming ratio
De =diameterlubangbor, inchi
Penentuan burden tergantung dari harga Kb yang berkaitan dengan
berat jenis batuan dari bahan peledak yang menggunakan rumus :
Kb = Kbstandard x Af1 x Af2
37
Af1 = ( DDstd )
1/3
Af2 = ( SG .Ve2
SG . Vestd2 )1 /3
Di mana :
Kb =burden ratio standard, 30
Af1 =faktor koreksi untuk batuan
Af2 =faktor koreksi untuk bahan peledak
D std =bobot isi batuan standard, 160 lb / cuft
D =bobot isi batuan yang akan diledakkan
SG std =berat jenis bahan peledak standard, 1,20
SG =berat jenis bahan peledak yang akan digunakan
Ve std =kecepatan detonasi dari dari bahan peledak standard, 12.000 fps
Ve =kecepatan detonasi bahan peledak yang digunakan, fps
Kegiatan peledakan andesit di quarry menggunakan bahan peledak
jenis ANFO, dengan SG 0,85 gr/cm3dan Ve 12467,192 fps. Sedangkan bobot
isi batu andesit di lokasi penambangan adalah 1,93ton/ m3.
Sehingga dapat diperoleh perhitungan :
Af1 = ( DDstd )
1/3
= ( 120,48lb /cuft160 lb/cuft )
1/ 3
= 0,909 = 0,91
Af2 = ( SG .Ve2
SG . Vestd2 )1 /3
= ( 0 , 85 x 12467 , 1922
1 , 2 x 12. 0002 )1/3
= ( 132116244,9172800000 )
1 /3
= 0,9144
Kb standard = 30
Kb terkoreksi = 30 x 0,91 x 0,9144 = 24,96
38
Diameter lubang bor yang digunakan adalah 3,5 inchi, sehingga geometri
peledakan dapat dihitung sebagai berikut :
1. Burden (B)
B = KbxDe
12 = 24,96 x 3,5
12 ft = 7,28ft = 2,2 m
2. Spacing (S)
Besar dari spacing ditentukan oleh harga Ks, yang secara teori ditentukan
berdasarkan pada cara peledakannya. Sedangkan pola peledakan yang
diterapkan pada saat ini adalah serentak dalam satu baris dan beruntun
antar baris, maka harga Ks = 2. Menurut Dyno Nobel, untuk peledakan
dengan pola staggered pattern akan menghasilkan distribusi energi
peledakan yang optimal jika menggunakan spasi 1,15 x B. Oleh karena itu
maka dianggap perlu dilakukannya perubahan terhadap jarak spasi yaitu :
S = Ks x B
= 1,15 x 2,2 m = 2,53 m ≈ 2,5 m
3. Stemming(T)
Panjang stemming tergantung dari harga Kt yang besarnya antara 0,5 – 1.
Kt yang diambil adalah 0,5 sehingga diperoleh panjang stemming sebagai
berikut :
T = Kt x B
= 0,5 x 2,2 m = 1,1 m
4. Kedalamanlubangtembak (H)
Kedalaman lubang tembak sudah ditentukanya itu 5m. Dari angka tersebut
akan diperiksa apakah masih dalam batas harga hole depth ratio (Kh) yang
besarnya antara 1,5 – 4.
Kh = H / B = 5 / 2,2 = 2,27
Berarti Kh masih dalam batas harga yang diperbolehkan, sehingga
kedalaman lubang 5m masih memenuhi kriteria.
5. Kolom isian (PC)
PC = H - T
= 5m - 1,1 m = 3,9 m
39
6. Sub Drilling (J)
Besar sub drilling tergantung dari harga Kj yang dipakai. Kj yang dipakai
disini adalah 0,2 sehingga besarnya sub drilling adalah :
J = Kj x B
= 0,2 x 2,2 m = 0,44 m
7. Tinggi jenjang (L)
L = H - J
= 5 m - 0,44 m = 4,56 m
8. Loading density (de)
de = 0,508 x De2 x SG
= 0,508 x (0,0889 m)2x 850 kg/m3
= 3,4 kg/m
Kebutuhan bahan peledak untuk setiap lubang
= Pc x de
= 3,9m x 3,4 kg/m
= 13,26 kg/lubang
Gambar III.1
Kolom Lubang ledak
40
9. Menentukan jumlah bahan peledak untuk 1 kali peledakan:
Sasaran produksi per hari =6439,39 m3
Volume blok: Panjang = 35 mLebar = 40 mTinggi = 5 m
Gambar III.2
Dimensi Blok Penambangan
Baris = 40
Burden = 402,2 = 18 baris
Kolom = 35
spacing = 352,5= 14 kolom
Jumlah lubang ledak = 18 x 14 = 252
Sehingga volume yang terbongkar per hari:
V = p x l x t
= 35 m x 40 m x 5 m
= 7000 m3
Kebutuhan bahan peledak setiap 1 kali peledakan:
= 13,26 kg x 252 lubang
= 3.341,52 kg setiap 1 kali peledakan