BAB III TINJAUAN PUSTAKA.doc

59
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gagal Jantung 2.1.1 Definisi Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk mempertahankan curah jantung (cardiac output = CO) dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Penurunan CO mengakibatkan volume darah yang efektif berkurang. Untuk mempertahankan fungsi sirkulasi yang adekuat maka di dalam tubuh terjadi suatu refleks homeostasis atau mekanisme kompensasi melalui perubahan - perubahan neurohumoral, dilatasi ventrikel. Salah satu respon hemodinamik yang tidak normal adalah peningkatan tekanan pengisian (filling pressure) dari jantung atau preload. 1,2,3 Beberapa istilah dalam gagal jantung: 2 Gagal jantung sistolik dan gagal jantung diastolic 1. Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, fatiq, kemampuan aktifitas fisik menurun, dan gejala hipoperfusi lainnya. 2. Gagal jantung diastolic adalah gangguan relaksasi atau pengisian ventrikel dengan fraksi ejeksi > 12

Transcript of BAB III TINJAUAN PUSTAKA.doc

Page 1: BAB III TINJAUAN PUSTAKA.doc

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gagal Jantung

2.1.1 Definisi

Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk mempertahankan curah

jantung (cardiac output = CO) dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.

Penurunan CO mengakibatkan volume darah yang efektif berkurang. Untuk

mempertahankan fungsi sirkulasi yang adekuat maka di dalam tubuh terjadi suatu

refleks homeostasis atau mekanisme kompensasi melalui perubahan - perubahan

neurohumoral, dilatasi ventrikel. Salah satu respon hemodinamik yang tidak normal

adalah peningkatan tekanan pengisian (filling pressure) dari jantung atau preload.1,2,3

Beberapa istilah dalam gagal jantung:2

Gagal jantung sistolik dan gagal jantung diastolic

1. Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung

memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan

kelemahan, fatiq, kemampuan aktifitas fisik menurun, dan gejala

hipoperfusi lainnya.

2. Gagal jantung diastolic adalah gangguan relaksasi atau pengisian

ventrikel dengan fraksi ejeksi > 50 %. Ada tiga macam gangguan fungsi

diastolic : (a). Gangguan relaksasi, (b), Pseudo-normal, (c), Tipe

restriktif.

Gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri

1. Gagal jantung kanan terjadi jika kelainannya melemahkan ventrikel kanan

seperti pada hipertensi pulmonal primer/sekunder, tromboemboli paru

kronik, sehingga terjadi kongesti vena sistemik, yang menyebabkan

edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugularis

2. Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan

vena pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak nafas dan orthopnea

12

Page 2: BAB III TINJAUAN PUSTAKA.doc

Gagal jantung akut dan gagal jantung kronis

1. Gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat

endokarditis, trauma atau infark miokard yang luas. Curah jantung yang

menurun secara tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa

disertai edema perifer.

2. Gagal jantung kronis contohnya adalah kardiomiopati dilatasi atau

kelainan multivalvular yang terjadi secara perlahan-lahan

2.1.2 Epidemiologi

Dengan bertambahnya kemajuan tekhnologi kedokteran sejak tahun 1968

kematian karena penyakit jantung menurun. Hal ini barang kali disebabkan karena

sebagian besar penderita hidup setelah serangan jantung tapi kemudian menderita

gagal jantung. Penelitian Framingham menunjukkan mortalitas 5 tahun sebesar 62%

pada pria dan 42% pada wanita.1

Berdasarkan perkiraan tahun 1989, di Amerika Serikat terdapat 3 juta

penderita di AS yang menderita gagal jantung dan setiap tahunnya bertambah dengan

400.000 orang. Walaupun angka-angka yang pasti belum ada untuk seluruh

Indonesia, tetapi dengan bertambah majunya fasilitas kesehatan dan pengobatan dapat

diperkirakan jumlah penderita gagal jantung akan bertambah setiap tahunnya.1

2.1.3 Etiologi

Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi cukup

penting untuk mengetahui penyebab dari gagal jantung. Di negara maju penyakit

arteri koroner dan hipertensi merupakan penyebab terbanyak sedangkan di negara

berkembang yang menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit jantung katup dan

penyakit jantung akibat malnutrisi. Pada beberapa keadaan, sangat sulit untuk

menentukan penyebab dari gagal jantung4,5.

13

Page 3: BAB III TINJAUAN PUSTAKA.doc

2.1.4 Patofisiologi

Gagal jantung merupakan kelainan multisistem dimana terjadi gangguan pada

jantung, otot skeletal dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta

perubahan neurohormonal yang kompleks.1,8

Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang

menyebabkan terjadinya penurunan curah jantung. Hal ini menyebabkan aktivasi

mekanisme kompensasi neurohormonal, Sistem Renin – Angiotensin – Aldosteron

(sistem RAA) serta kadar vasopresin dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk

memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung dapat terjaga. Aktivasi

sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga cardiac output dengan

meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas serta vasokonstriksi

perifer (peningkatan katekolamin). Apabila hal ini timbul berkelanjutan dapat

menyeababkan gangguan pada fungsi jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan

dapat menyebabkan terjadinya apoptosis miosit, hipertofi dan nekrosis miokard

fokal.1,8

Stimulasi sistem RAA menyebabkan peningkatan konsentrasi renin,

angiotensin II plasma dan aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor renal

yang poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang merangsang pelepasan

noradrenalin dari pusat saraf simpatis, menghambat tonus vagal dan merangsang

pelepasan aldosteron. Aldosteron akan menyebabkan retensi natrium dan air serta

meningkatkan sekresi kalium. Angiotensin II juga memiliki efek pada miosit serta

berperan pada disfungsi endotel pada gagal jantung.1,8

Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama yeng

memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat. Atrial

Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap peregangan

menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi. Pada otot skelet dan fungsi ginjal, stimulasi

sistem saraf simpatis serta perubahan neurohormonal yang kompleks.1,8

Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang

menyebabkan terjadinya penurunan cardiac output. Hal ini menyebabkan aktivasi

14

Page 4: BAB III TINJAUAN PUSTAKA.doc

mekanisme kompensasi neurohormonal, sistem Renin – Angiotensin – Aldosteron

(sistem RAA) serta kadar vasopresin dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk

memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung dapat terjaga.

Aktivasi .sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga cardiac output

dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas serta

vasokonstriksi perifer (peningkatan katekolamin).1,8,9

Apabila hal ini timbul berlanjutan, dapat menyebabkan gangguan pada fungsi

jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya apoptosis

miosit,hipertofi dan nekrosis miokard fokal. Stimulasi sistem RAA menyebabkan

peningkatan konsentrasi renin, angiotensin II plasma dan aldosteron. Angiotensin II

merupakan vasokonstriktor renal yang poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik

yang merangsang pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis, menghambat

tonus vagal dan merangsang pelepasan aldosteron.1,8

Aldosteron akan menyebabkan retensi natrium dan air serta meningkatkan

sekresi kalium. Angiotensin II juga memiliki efek pada miosit serta berperan pada

disfungsi endotel pada gagal jantung. Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang

berstruktur hampir sama yang memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan

susunan saraf pusat. Atrial Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai

respon terhadap peregangan menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi.1,8

Pada manusia Brain Natriuretic Peptide (BNP) juga dihasilkan di jantung,

khususnya pada ventrikel, kerjanya mirip dengan ANP. C-type natriuretic peptide

terbatas pada endotel pembuluh darah dan susunan saraf pusat, efek terhadap

natriuresis dan vasodilatasi minimal. Atrial and brain natriuretic peptide meningkat

sebagai respon terhadap ekspansi volume dan kelebihan tekanan dan bekerja

antagonis terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi aldosteron dan

reabsorbsi natrium di tubulus renal.1,8

Vasopressin merupakan hormon antidiuretik yang meningkat kadarnya pada

gagal jantung kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga didapatkan pada pemberian

diuretik yang akan menyebabkan hiponatremia.Endotelin disekresikan oleh sel

15

Page 5: BAB III TINJAUAN PUSTAKA.doc

endotel pembuluh darah dan merupakan peptide vasokonstriktor yang poten

menyebabkan efek vasokonstriksi pada pembuluh darah ginjal, yang bertanggung

jawab atas retensi natrium.8,9

Konsentrasi endotelin-1 plasma akan semakin meningkat sesuai dengan

derajat gagal jantung. Selain itu juga berhubungan dengan tekanan arteri pulmonal

pada pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab tersering adalah penyakit jantung

koroner, hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati hipertrofik,

selain penyebab lain seperti infiltrasi pada penyakit jantung amiloid. Walaupun masih

kontroversial, dikatakan 30 – 40 % penderita gagal jantung memiliki kontraksi

ventrikel yang masih normal. Pada penderita gagal jantung sering ditemukan

disfungsi sistolik dan diastolik yang timbul bersamaan meski dapat timbul sendiri.8,9

2.1.5 Klasifikasi

Beberapa sistem klasifikasi telah dibuat untuk mempermudah dalam

pengenalan dan penanganan gagal jantung. Sistem klasifikasi tersebut antara lain

pembagian berdasarkan Killip yang digunakan pada Infark Miokard Akut, klasifikasi

berdasarkan tampilan klinis yaitu klasifikasi Forrester, Stevenson dan New York

Heart Association. Klasifikasi berdasarkan Killip digunakan pada penderita infark

miokard akut, dengan pembagian:8

1) Derajat I : Tanpa gagal jantung

2) Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal

paru, S3 galop dan peningkatan tekanan vena pulmonalis.

3) Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru seluruh

lapangan paru.

4) Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan

darah sistolik 90

Klasifikasi Stevenson menggunakan tampilan klinis dengan melihat tanda

kongesti dan kecukupan perfusi. Kongesti didasarkan adanya ortopnea, distensi vena

juguler, ronki basah, refluks hepato jugular, edema perifer, suara jantung pulmonal

16

Page 6: BAB III TINJAUAN PUSTAKA.doc

yang berdeviasi ke kiri, atau square wave blood pressure pada manuver valsava.

Status perfusi ditetapkan berdasarkan adanya tekanan nadi yang sempit, pulsus

alternans, hipotensi simtomatik, ekstremitas dingin dan penurunan kesadaran. Pasien

yang mengalami kongesti disebut basah (wet) yang tidak disebut kering (dry). Pasien

dengan gangguan perfusi disebut dingin (cold) dan yang tidak disebut panas (warm).

Berdasarkan hal tersebut penderita dibagi menjadi empat kelas, yaitu:8,9

1) Kelas I (A) : kering dan hangat (dry – warm)

2) Kelas II (B) : basah dan hangat (wet – warm)

3) Kelas III (L) : kering dan dingin (dry – cold)

4) Kelas IV (C) : basah dan dingin (wet – cold)

Pembahagian menurut New York Heart Association adalah berdasarkan

fungsonal jantung yaitu:1-9

1) Kelas 1 : Penderita dapat melakukan aktivitas berat tanpa

keluhan.

2) Kelas 2 : Penderita tidak dapat melakukan aktivitas lebih

berat dari aktivitas sehari-hari tanpa keluhan.

3) Kelas 3 : Penderita tidak dapat melakukan aktivitas

sehari-hari tanpa keluhan.

4) Kelas 4 : Penderita sama sekali tidak dapat melakukan

aktivitas apapun dan harus tirah baring.

2.1.6 Manifestasi Klinis

Gambaran Klinik timbul sebagai akibat terjadinya :1-9

Mekanisme kompensasi : berdebar, keringat dingin takikardia

Sindroma low output : lesu, lemah, tak bergairah, bingung, konsentrasi menurun,

gelisah

Sindroma kongesti : sesak nafas edema paru, JVP meninggi, asites,

hepatomegali, edema tungkai, batuk darah

17

Page 7: BAB III TINJAUAN PUSTAKA.doc

Sindroma akibat remodeling : hipertrofi dan dilatasi ventrikel dan atrium, irama

gallop, bising jantung dan sebagainya.

2.1.7 Diagnosis

Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan Jasmani,

elektrokardiografi, foto toraks, Ekokardiografi Doppler dan kateterisasi. Secara klinis

pada penderita gagal jantung dapat ditemukan gejala dan tanda seperti sesak nafas

saat aktivitas, edema paru, peningkatan tekanan vena jugular, hepatomegali dan

edema tungkai. Dari hasil anamnesis perlu juga diketahui sekiranya pasien

mempunyai riwayat penyakit terdahulu seperti penyakit arteri koroner yang

signifikan, serangan jantung sebelumnya, hipertensi, diabetes, gagal ginjal atau

penggunaan alkohol yang signifikan.

Pemeriksaan fisik difokuskan pada pendeteksian kehadiran cairan ekstra

dalam tubuh seperti suara-suara napas tambahan, pembengkakan kaki serta

pengkarakteristikan yang hati-hati kondisi dari jantung seperti nadi, ukuran jantung,

suara-suara jantung, dan desah jantung.

Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif:2

1) Kriteria Mayor

a) Paroksismal nocturnal dispnea

b) Kardiomegali

c) Irama gallop

d) Distensi vena leher

e) Peningkatan tekanan JVP

f) Refluks Hepato Jugular

g) Ronkhi

h) Edema paru akut

2) Kriteria Minor

a) Edema ekstremitas

18

Page 8: BAB III TINJAUAN PUSTAKA.doc

b) Batuk malam hari

c) Hepatomegali

d) Efusi pleura

e) Takikardi

f) Penurunan kapasitas vital paru 1/3 dari normal

g) Dispnea D’effort

Major atau minor2

Penurunan BB ≥ 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan.

Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada satu kriteria mayor dan 2 kriteria

minor

2.1.8 Diagnosis Banding

Diagnosis gagal jantung mungkin dapat ditentukan dengan mengamati

beberapa kombinasi manifestasi klinis gagal jantung, bersama dengan karakteristik

yang ditemui dari satu bentuk etiologi penyakit jantung. Gagal jantung sulit

dibedakan dengan penyakit paru. Emboli paru juga ada dalam manifestasi gagal

jantung, tetapi hemoptisis, nyeri dada pleuritik, angkatan ventrikel kiri dan

karakteristik yang tidak cocok antara ventilasi dan perfusi harus mengarah ke

diagnosis ini.

Edema pergelangan kaki mungkin disebabkan oleh vena varikosa, edema

siklik, atau efek gravitasi tetapi pada pasien ini tidak ada hipertensi vena jugularis

saat istirahat atau dengan penekanan di atas abdomen. Edema sekunder terhadap

penyakit ginjal biasa dapat dikenal dengan tes fungsi ginjal yang sesuai dan urinalisis,

serta jarang berkaitan dengan peningkatan tekanan vena jugularis. Pembesaran hati

dan asites terjadi dalam pasien dengan sirosis hepatitis dan juga dapat dibedakan dari

gagal jantung dengan tekanan vena jugularis yang normal dan tidak adanya refluks

abdominojugularis yang positif.

19

Page 9: BAB III TINJAUAN PUSTAKA.doc

Diagnosis banding untuk gagal jantung dirincikan sebagai berikut:

1) Sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS)

2) Trauma Akut

3) Altitude sickness

4) Asma

5) Syok kardiogenik

6) Chronic obstructive pulmonary disease (COPD)

7) Overdosis Obatan

8) Infark miokard

9) Pneumonia

10) Fibrosis Pulmonal

11) Respiratory failure

12) Sepsis

2.1.9 Klasifikasi Gagal jantung

2.1.9.1 Gagal Jantung Kongestif

2.1.9.1.1 Definisi

Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan

fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi

kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai

peninggian volume diastolik secara abnormal. Penamaan gagal jantung kongestif

yang sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan.1,3

Gagal jantung adalah ketidak mampuan jantung untuk mempertahankan curah

jantung (Caridiac Output = CO) dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.

Apabila tekanan pengisian ini meningkat sehingga mengakibatkan edema paru dan

bendungan di system vena, maka keadaan ini disebut gagal jantung kongestif. Gagal

jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang

adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi.1,3

20

Page 10: BAB III TINJAUAN PUSTAKA.doc

2.1.9.1.2 Etiologi

Mekanisme yang mendasari terjadinya gagal jantung kongestif meliputi

gangguan kemampuan konteraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih

rendah dari curah jantung normal. Tetapi pada gagal jantung dengan masalah yang

utama terjadi adalah kerusakan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan

curah jantung normal masih dapat dipertahankan. Volume sekuncup adalah jumlah

darah yang dipompa pada setiap konteraksi tergantung pada tiga faktor:1,3

1) Preload adalah jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan

tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut otot jantung.

2) Konteraktillitas mengacu pada perubahan kekuatan konteraksi yang terjadi pada

tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan

kadar kalsium

3) Afterload mengacu pada besarnya tekanan venterikel yang harus dihasilkan

untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh

tekanan arteriol.

Pada gagal jantung, jika salah satu atau lebih faktor ini terganggu, maka curah

jantung berkurang.

2.1.9.2 Gagal Jantung Kiri

Kongestif paru terjadi pada venterikel kiri, karena venterikel kiri tidak mampu

memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru

menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru. Manifestasi klinis yang dapat terjadi

meliputi dispnu, batuk, mudah lelah, denyut jantung cepat (takikardi) dengan bunyi

S3, kecemasan dan kegelisahan.1

2.1.9.3 Gagal Jantung Kanan

2.1.9.3.1 Definisi

21

Page 11: BAB III TINJAUAN PUSTAKA.doc

Bila venterikel kanan gagal memompakan darah, maka yang menonjol adalah

kongestif visera dan jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak

mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat

mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena.1

2.1.9.3.2 Patofisiologi dan Manifestasi Klinis

Penurunan kontraksi venterikel akan diikuti penurunan curah jantung yang

selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah (TD), dan penurunan volume darah arteri

yang efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi neurohurmoral.

Vasokontriksi dan retensi air untuk sementara waktu akan meningkatkan

tekanan darah, sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan kontraksi jantung

melalui hukum Starling. Apabila keadaan ini tidak segera diatasi, peninggian

afterload, dan hipertensi disertai dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung

sehingga terjadi gagal jantung yang tidak terkompensasi. Dengan demikian terapi

gagal jantung adalah dengan vasodilator untuk menurunkan afterload venodilator dan

diuretik untuk menurunkan preload, sedangkan motorik untuk meningkatkan

kontraktilitas miokard.1

Manifestasi klinis yang tampak meliputi edema ekstremitas bawah (edema

dependen), yang biasanya merupakan pitting edema, pertambahan berat badan,

hepatomegali (pembesaran hepar), distensi vena jugularis (vena leher), asites

(penimbunan cairan di dalam rongga peritoneal), anoreksia dan mual, nokturia dan

lemah.1

1. Distensi Vena Jugularis

Bila ventrikel kanan tidak mampu berkompensasi, maka akan terjadi dilatasi

venterikel dan peningkatan volume curah jantung pada akhir diastolik dan terjadi

peningkatan laju tekanan darah pada atrium kanan. Peningkatan ini sebaliknya

memantau aliran darah dari vena kava yang diketahui dengan peningkatan vena

jugularis, dengan kata lain apabila terjadi dekompensasi venterikel kanan maka

22

Page 12: BAB III TINJAUAN PUSTAKA.doc

kondisi pasien dapat ditandai adanya edema tungkai kaki dan distensi vena jugularis

pada leher.

2. Edema

Edema merupakan terkumpulnya cairan di dalam jaringan interstisial lebih

dari jumlah yang biasa atau di dalam berbagai rongga tubuh mengakibatkan gangguan

sirkulasi pertukaran cairan elektrolit antara plasma dan jaringan interstisial. Jika

edema mengumpul di dalam rongga maka dinamakan efusi, misalnya efusi pleura dan

pericardium. Penimbunan cairan di dalam rongga peritoneal dinamakan asites.

Pada jantung terjadinya edema yang disebabkan terjadinya dekompensasi jantung

(pada kasus payah jantung), bendungan bersifat menyeluruh. Hal ini disebabkan oleh

kegagalan venterikel jantung untuk memopakan darah dengan baik sehingga darah

terkumpul di daerah vena atau kapiler, dan jaringan akan melepaskan cairan ke

intestisial.

Edema pada tungkai kaki terjadi karena kegagalan jantung kanan dalam

mengosongkan darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi semua

darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena. Edema ini di mulai pada kaki

dan tumit (edema dependen) dan secara bertahap bertambah keatas tungkai dan paha

dan akhirnya ke genitalia eksterna dan tubuh bagian bawah. Edema sakral jarang

terjadi pada pasien yang berbaring lama, karena daerah sakral menjadi daerah yang

dependen. Bila terjadinya edema maka kita harus melihat kedalaman edema dengan

pitting edema. Pitting edema adalah edema yang akan tetap cekung bahkan setelah

penekanan ringan pada ujung jari , baru jelas terlihat setelah terjadinya retensi cairan

paling tidak sebanyak 4,5 kg dari berat badan normal selama mengalami edema.

Grading edema, yaitu:

1+: pitting sedikit/ 2mm, menghilang dengan cepat

2+: pitting lebih dalam/ 4mm, menghilang dalam waktu 10-15 dtk

3+: lubang yang dalam/6mm, menghilang dalam waktu 1 mnt

4+: lubang yang sangat mendalam/ 8mm berlangsung 2-5 mnt, ekstremitas dep terlalu

terdistruksi

23

Page 13: BAB III TINJAUAN PUSTAKA.doc

3. Pengaruh posisi elevasi kaki ditinggikan terhadap pengurangan edema

Pengaruh posisi kaki ditinggikan 30 derajat terhadap pengurangan edema

adalah dapat membantu resusitasi jantung sehingga suplai darah keorgan-organ

penting seperti paru, hepar, ginjal dapat mengalir secara sempurna.

Tujuan utama dari peninggian posisi ini mencangkup peningkatan suplai

darah arteri ke eksteremitas bawah, pengurangan kongesti vena, mengusahakan

vasodilatasi pembuluh darah, pencegahan komperesi vaskuler (mencegah dekubitus),

pengurangan nyeri, pencapaian atau pemeliharaan integritas kulit.

Tindakan yang digunakan untuk pasien ini untuk mencapai salah satu sasaran

evalusasi dalam hal positif terhadap seberapa efektif nya pengaruh posisi terhadap

pengurangan edema.

2.1.9.4 Gagal jantung akut

1) Penyebab dan faktor presipitasi dari gagal jantung akut:2

Dekompensasi pada GJK yang sudah ada (Kardiomiopati)

Sindrom koroner akut

Krisis hipertensi

Aritmia akut

Regurgitasi valvuler, endokarditis, rupture korda tendinea, perburukan

regurgitasi katup yang sudah ada

stenosis katup aorta yang berat

miokarditis berat akut

tamponade jantung

diseksi aorta

kardiomiopati pascamelahirkan

factor presipitasi non-kardiovaskuler

sindrom high-output

Secara klinis dibagi menjadi:2

24

Page 14: BAB III TINJAUAN PUSTAKA.doc

1) Gagal jantung dekompensasi (de novo atau sebagai gagal jantung kronik yang

mengalami kompensasi) dengan gejala atau tanda gagal jantung akut dengan

gejala ringan dan belum memenuhi syarat untuk syok kardoigenik, edema paru,

atau krisis hipertensi

2) Gagal jantung akut hipertensif : dengan gejala atau tanda gagal jantung + tekanan

darah tinggi, dan gangguan fungsi jantungrelatif dan pada foto toraks terlihat

tanda edema paru akut

3) Edema paru akut kardiogenik yg diperjelas dengan foto toraks dan respiratory

distress berat dengan ronkhi terdengar pada refral lapangan paru dan ortopnea O2

saturasinya <90% sebelum terapi.

4) Syok kardiogenik (ditandai dengan penurunan tek.darah sistolik < 90 mmhgatau

berkurangnya tek.arteri rata-rata>>30 mmhg/ penurunan pengeluaran urin <<0.5

ml/kg/jam, dengan laju nadi lebih dari 60 kali permenitdengan atau tanpa adanya

kongesti organ

5) Dekompensasi akut pada gagal jantung kronik

Klasifikasi gagal jantung akut dapat juga dibagi berdasarkan dominasi:2

1) Forward (kanan dan kiri) AHF

2) Left heart backward failure, yang dominan gagal jantung kiri

3) Right heart backward failure, berhubungan dengan disfungsi paru dan jantung

sebelah kanan.

Tabel Bukti adanya kongesti dan perfusi rendah

Bukti adanya kongesti Bukti adanya perfusi yang rendah

Orthopnea

Tek.vena jugularis

Edema

Asites

Penyebaran ke-p2 kiri

Tek.nadi sempit

Extremitas dingin

Mengantuk/lemas

Suspek hipotensi atau ACE1

Suspek ↓ kadar + serum

25

Page 15: BAB III TINJAUAN PUSTAKA.doc

Ronkhi halus (jarang)

Gelombang valsava kuadrat

Reflek abdomino jugularis

Salah satu penyebab buruknya fungsi

ginjal

a. Penilaian diagnosis awal harus meliputi:

Pemeriksaan klinis melalui riwayat penyakit

EKG

Foto toraks

Pemeriksaan BNP/NT PRO BNP

Pemeriksaan Laboratorium

b. Penilaian klinis awal harus meliputi:

Preload dan afterload

Adanya komplikasi lain seperti kelainan valvular, aritmia, keadaan

komorbid, yang bersamaan seperti infeksi saluran nafas atas, dan kelainan

ginjal

Segera setelah penilaian awal : pasang iv line, tanda-tanda fisik, ekg,

saturasi o2 , harus dimonitor

2.1.9.5 Gagal jantung kronik

Gagal jantung kronis adalah suatu kondisi patologis, dimana terdapat

kegagalan jantung memompa darah yang sesuai dengan kebutuhan jaringan.2

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang2

1) Pemeriksaan laboratorik:

a) Darah tepi : Lekositosis

b) Urinalisis : Jumlah Urine berkurang

26

Page 16: BAB III TINJAUAN PUSTAKA.doc

Pemeriksaan darah perlu dikerjakan untuk menyingkirkan anemia sebagai

penyebab susah bernafas, dan untuk mengetahui adanya penyakit dasar serta

komplikasi.

Pada gagal jantung yang berat akibat berkurangnya kemampuan

mengeluarkan air sehingga dapat timbul hiponatremia dilusional, karena itu

adanya hiponatremia menunjukkan adanya gagal jantung yang berat.

Pemeriksaan serum kreatinin perlu dikerjakan selain untuk mengetahui adanya

gangguan ginjal, juga mengetahui adanya stenosis arteri renalis apabila terjadi

peningkatan serum kreatinin setelah pemberian angiotensin converting enzyme

inhibitor dan diuretik dosis tinggi. Pada gagal jantung berat dapat terjadi

proteinuria. Hipokalemia dapat terjadi pada pemberian diuretik tanpa

suplementasi kalium dan obat potassium sparring. Hiperkalemia timbul pada

gagal jantung berat dengan penurunan fungsi ginjal, penggunaan ACE-inhibitor

serta obat potassium sparring.

Pada gagal jantung kongestif tes fungsi hati (bilirubin, AST dan LDH)

gambarannya abnormal karena kongestif hati. Pemeriksaan profil lipid, albumin

serum fungsi tiroid dianjurkan sesuai kebutuhan. Pemeriksaaan penanda BNP

sebagai penanda biologis gagal jantung dengan kadar BNP plasma 100pg/ml dan

plasma NT-proBNP adalah 300 pg/ml. Pemeriksaan radionuklide atau multigated

ventrikulografi dapat mengetahui ejection fraction, laju pengisian sistolik, laju

pengosongan diastolik, dan abnormalitas dari pergerakan dinding. Angiografi

dikerjakan pada nyeri dada berulang akibat gagal jantung. Angiografi ventrikel

kiri dapat mengetahui gangguan fungsi yang global maupun segmental serta

mengetahui tekanan diastolik, sedangkan kateterisasi jantung kanan untuk

mengetahui tekanan sebelah kanan (atrium kanan, ventrikel kanan dan arteri

pulmonalis) serta pulmonary artery capillary wedge pressure.

27

Page 17: BAB III TINJAUAN PUSTAKA.doc

2) Radiografi toraks

Seringkali menunjukkan kardiomegali (rasio kardiotorasik > 50%).

Normalnya perfusi paru terlihat lebih banyak dibasis paru, namun dengan

kongesti vena paru (gagal LV) timbul diversi lobus atas dan, ketik tekanan vena

pulmonalis meningkat > 20 mmhg, terjadi edema interstitial yang menyebabkan

garis septal (Karley B) terutama pada basis. Ketika tekanan meningkat > 25

mmhg, terjadi edema hilar dengan distribusi kupu-kupu atau sayap kelelawar.dan

edema perivaskuler penyebabkan gambaran awan pada pembuluh

darah.pembesaran vena kava superior dan vena azigos dapat terlihat. Bila gagal

jantung menyebabkan efusi plura,maka biasannya bilateral, jika

unilateralcenderung lebih sering pada sebelah kanan. Efusi sisi kiri unilateral

harus difikirkan penyebab keganasan atau infark paru.

3) Elektrokardiografi

Pada elektrokardiografi 12 lead didapatkan gambaran abnormal pada

hampir seluruh penderita dengan gagal jantung, meskipun gambaran normal

dapat dijumpai pada 10% kasus. Gambaran yang sering didapatkan antara lain

gelombang Q, abnormalitas ST – T, hipertrofi ventrikel kiri, bundle branch block

dan fibrilasi atrium. Bila gambaran EKG dan foto dada keduanya menunjukkan

gambaran yang normal, kemungkinan gagal jantung sebagai penyebab dispnea

pada pasien sangat kecil kemungkinannya.

4) Ekokardiografi

Ekokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang sangat berguna

pada gagal jantung. Ekokardiografi dapat menunjukkan gambaran obyektif

mengenai struktur dan fungsi jantung.

Penderita yang perlu dilakukan ekokardiografi adalah semua pasien dengan tanda

gagal jantung, susah bernafas yang berhubungan dengan murmur, sesak yang

berhubungan dengan fibrilasi atrium, serta penderita dengan risiko disfungsi

ventrikel kiri (infark miokard anterior, hipertensi tak terkontrol, atau aritmia).

28

Page 18: BAB III TINJAUAN PUSTAKA.doc

Ekokardiografi dapat mengidentifikasi gangguan fungsi sistolik, fungsi diastolik,

mengetahui adanya gangguan katup, serta mengetahui risiko emboli.

Untuk melihat dimensi ruang jantung, fungsi ventrikel (sistolik dan

diastolic), dan abnormalitas gerakan dinding dapat dinilai dan penyakit katup

jantung dapat disingkirkan. Regurgitasi mitral seringkali disebabkan pembesaran

ventrikel kiri yang menyebabkan dilatasi anulus mitral.

5) EKG ambulatory jika curiga aritmia

6) Kateterisasi jantung

Curiga pada penyakit jantung koroner, kardiomiopati, infark miokard,

untuk penilaian resistensi vaskuler paru jika transplantasi dibutuhkan. Bila

kateterisasi diindikasikan maka lakukan ventrikulografi kontras dan juga

memberikan pengukuran fungsi LV lain.

7) Tes latihan fisik

Untuk menilai adanya iskemik miokard dan untuk mengukur komsumsi

oksigen maksimum dimana pada gagal jantung kapasitas fungsional menurun,

dan aritmia

2.1.8 Tatalaksana

1) Non-farmakologis1-3

Edukasi mengenai gagal jantung, penyebab dan bagaimana mengenalserta

upaya bila timbul keluhan, dan dasar pengobatan.

Istirahat, olahraga, aktivitas sehari-hari, edukasi aktifitas seksual serta

rehabilitasi

Edukasi pola diet, control asupan garam, air dan kebiasaan alcohol

Monitor berat badan, hati-hati dengan kenaikan berat badan yang tiba-tiba

Mengurangi berat badan dengan pasien obesitas

Hentikan kebiasaan merokok.

Pada perjalanan jauh dengan pesawat, ketinggian, udara panas, dan humiditas

memerlukan perhatian khusus

29

Page 19: BAB III TINJAUAN PUSTAKA.doc

Konseling mengenai obat, baik efek samping, dan menghindari obat-obat

tertentu seperti NSAID, antiaritmia kelas 1, verapamil, diltiazem,

dihidropiridin efek cepat, antidepresan trisiklik, steroid.

2) Farmakologis

a) Angiotensin-Converting Enzim (penyekat enzim konversi angiotensin)

Terapi awal jika tidak ada retensi cairan, jika dengan retensi cairan dan

diuretic

Harus dititrasi sampai dosis dianggap bermanfaat sesuai dengan bukti

klinis bukan berdasarkan perbaikan gejala

Harus diberikan jika ditemukan tanda dan gejala gagal jantung, segera

sesudah infark jantung, ↑ survival, ↓ angka reinfark

b) Glikosida Jantung (digitalis)

Indikasi pada fibrilasi atrium pada berbagai derajat gagal jantung, baik

dikombinasi dengan digoksin dan penyekat beta.

c) Vasodilator

Tidak ada peran spesifik vasodilator direk pada gagal jantung kronik (III, A).

d) Hidralazin-Isosorbid diningrat

Sebagai tambahan pada pasien,tidak toleran terhadap penyekat enzim konversi

angiotensin atau penyekat angiotensi dua. dosis besar hidralazin (300 mg) dengan

kombinasi isosorbid dinitrat 160 mg tanpa penyekat enzim konversi angiotensin.

e) Nitrat

Tambahan jika ada keluhan angina atau sesak (IIa, C). dengan pemakaian dosis

yang sering, dapat terjadi toleran (takipilaksis), oleh karena itu dianjurkan

interval 8-12 jam.

f) Obat Penyekat Kalsium

Felodipin dan amlodipin tidak direkomendasikan pada gagal jantung sistolik.

hanya digunakan sebagai obat tambahan hipertensi.

30

Page 20: BAB III TINJAUAN PUSTAKA.doc

g) Nesiritid

Memiliki efek dilatasi arteri, vena dan koroner dan menurunkan pre dan

afterload, meningkatkan curah jantung tanpa efek inotropik.

h) Inotropik Positif

Tidak dibenarkan pemakaina jangka panjang karna meningkatkan mortalitas.

Penyekat fosfodiesterase, seperti milrinon, enoksimon efektif bila digabung

dengan penyekat beta mempunyai efek vasodilatasi perifer dan koroner namun

disertai efek takiaritmia atrial dan ventrikel dan vasodilatasi berlebihan dapat

menyebabkan hipotensi.

i) Anti-trombotik

Gagal jantung kronik disertai fibrilasi atrium, riwayat fenomena tromboemboli,

bukti adanya thrombus yang mobil, pemakaian antikoagulan sangat dianjurkan.

Aspirin harus dihindari dengan gagal jantung yang memburuk.

j) Anti-aritmia

Antiaritmia kelas 1 tidak dianjurkan

Antiaritmia kelas II menurunkan kejadian meti mendadak, kombinasi dengan

amiodaron

Antiaritmia kelas III amiodaron efektif untuk supraventrikel dan ventrikel

aritmia, amiodaron rutin tidak dianjurkan pada gagal jantung

2.1.9 Komplikasi

Pada bayi dan anak yang menderita gagal jantung yang lama biasanya

mengalami gangguan pertumbuhan. Umumnya, berat badan akan mengalami

hambatan yang lebih berat daripada tinggi badan. Pada gagal jantung kiri dengan

gangguan pemompaan pada ventrikel kiri dapat mengakibatkan bendungan paru dan

selanjutnya dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel kanan akibat daripada

kompensasi jantung dan selanjutnya menimbulkan dyspnea. Pada gagal jantung

kanan dapat terjadinya hepatomegali, asites, bendungan pada vena perifer dan

gangguan gastrointestinal.

31

Page 21: BAB III TINJAUAN PUSTAKA.doc

2.1.10 Prognosis

Prognosis CHF tergantung dari derajat disfungsi miokardium. Menurut New

York Heart Assosiation, CHF kelas I-III mempunyai kadar mortalitas 1 tahun sekitar

25% dan kadar mortalitas 5 tahun sekitar 52%. Sedangkan kadar mortalitas 1 tahun

untuk CHF kelas IV adalah sekitar 40%-50%.8

2.2 Stenosis Mitral

2.2.1 Definisi Stenosis Mitral

Stenosis mitral merupakan suatu keadaan dimana terjadi gangguan aliran darah

dari atrium kiri melalui katup mitral oleh karena obstruksi pada level katup mitral.

Kelainan struktur mitral ini menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul

gangguan pengisian ventrikel kiri pada saat diastol.2

Stenosis Mitral adalah sumbatan katup mitral yang menyebabkan penyempitan

aliran darah ke ventrikel sehingga katup tidak terbuka penuh dan menghalangi aliran

darah.1,2 Pasien dengan stenosis mitral secara khas memiliki daun katup mitral yang

menebal, kommisura yang menyatu, dan korda tendineae yang menebal dan

memendek.2

Gambar Stenosis Mitralis.4

32

Page 22: BAB III TINJAUAN PUSTAKA.doc

2.2.2 Etiologi

Penyebab tersering adalah endokarditis reumatika, akibat reaksi yang

progresif dari demam reumatik oleh infeksi streptococcus. Diperkirakan 60% stenosis

mitral didasarkan atas penyakit jantung rematik. Penyebab lainnya walaupun jarang

yaitu stenosis mitral kongenital, vegetasi dari systemic lupus eritematosus (SLE),

deposit amiloid, mucopolysaccharhidosis, rheumatoid arthritis (RA), Wipple’s

disease, Fabry disease, akibat obat fenfluramin/phentermin, serta kalsifikasi annulus

maupun daun katup pada usia lanjut akibat proses degeneratif.2,4

2.2.3 Epidemiologi

Kalsifikasi biasanya terjadi pada usia lanjut dan biasanya lebih sering pada

perempuan dibandingkan dengan pria serta lebih sering pada keadaan gagal ginjal

kronik. Proses perubahan patologi sampai terjadinya gejala klinis (periode laten)

biasanya memakan waktu bertahun-tahun (10-20 tahun).2

2.2.4 Patologi

Pada stenosis mitral akibat demam rematik akan terjadi proses peradangan

(valvulitis) dan pembentukan nodul tipis di sepanjang garis penutupan katup. Proses

ini akan menimbulkan fibrosis dan penebalan daun katup, kalsifikasi, fusi komisura

serta pemendekan korda atau kombinasi dari proses tersebut. Keadaan ini akan

menimbulkan distorsi dari apparatus mitral yang normal, mengecilnya area katup

mitral menjadi seperti mulut ikan (fish mouth) atau lubang kancing (button hole). Fusi

dari komisura akan menimbulkan penyempitan dari orifisium, sedangkan fusi korda

mengakibatkan penyempitan dari orifisium sekunder.2

33

Page 23: BAB III TINJAUAN PUSTAKA.doc

Gambar Stenosis Mitral

Pada endokarditis reumatik, daun katup dan korda akan mengalami sikatrik

dan kontraktur bersamaan dengan pemendekan korda, sehingga menimbulkan

penarikan daun katup menjadi bentuk funnel shape.2

2.2.5 Patofisiologi

Pada keadaan normal katup mitral mempunyai ukuran 4-6 cm2, bila area

orifisium katup berkurang sampai 2 cm2, maka diperlukan upaya aktif atrium kiri

berupa peningkatan tekanan atrium kiri agar aliran transmitral yang normal dapat

terjadi. Stenosis mitral kritis terjadi bila pembukaan katup berkurang hingga menjadi

1 cm2.1 Pada tahap ini diperlukan suatu tekanan atrium kiri sebesar 25 mmHg untuk

mempertahankan cardiac output yang normal.2

Derajat berat ringannya stenosis mitral, selain berdasarkan gradien

transmitral, dapat juga ditentukan oleh luasnya area katup mitral, serta hubungan

antara lamanya waktu antara penutupan katup aorta dan kejadian opening snap.

Berdasarkan luasnya area katup mitral derajat stenosis mitral sebagai berikut:

Minimal : bila area >2,5 cm2

Ringan : bila area 1,4-2,5 cm2

Sedang : bila area 1-1,4 cm2

Berat : bila area <1,0 cm2

34

Page 24: BAB III TINJAUAN PUSTAKA.doc

Reaktif : bila area <2,0 cm2

Keluhan dan gejala stenosis mitral akan mulai muncul bila luas area katup

mitral menurun sampai seperdua dari normal (<2-2,5 cm2). Hubungan antara gradien

dan luasnya area katup serta waktu pembukaan katup mitral dapat dilihat pada tabel

berikut:

Derajat stenosis A2-OS interval Area Gradien

Ringan >110 msec >1,5 cm2 <5 mmHg

Sedang 80-110 msec >1 cm2-1,5 cm2 5-10 mmHg

Berat <80 msec <1 cm2 >10 mmHg

A2-OS: Waktu antara penutupan katup aorta dengan pembukaan katup mitral

Dengan bertambah sempitnya area mitral maka tekanan atrium kiri akan

meningkat bersamaan dengan progresi keluhan. Apabila area mitral <1 cm2 yang

berupa stenosis mitral berat maka akan terjadi limitasi dalam aktifitas.

Hipertensi pulmonal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada stenosis

mitral. Pada awalnya hipertensi pulmonal terjadi secara pasif akibat kenaikan tekanan

atrium kiri, terjadi perubahan pada vaskular paru berupa vasokonstriksi akibat bahan

neurohormonal seperti endotelin atau perubahan anatomi yaitu remodel akibat

hipertrofi tunika media dan penebalan intima (reactive hypertension).2

2.2.6 Perjalanan Penyakit

Stenosis mitralis merupakan suatu proses progresif kontinyu dan penyakit

seumur hidup. Merupakan penyakit a disease of plateaus yang pada mulanya hanya

ditemui tanda dari stenosis mitral yang kemudian dengan kurun waktu 10 – 20 th

akan diikuti dengan keluhan fibrilasi atrium dan akhirnya keluhan disabilitas.2

35

Page 25: BAB III TINJAUAN PUSTAKA.doc

Di luar negeri periode laten bisa berlangsung lebih lama sampai keluhan

muncul, sedangkan di Indonesia manifestasi muncul lebih awal, hal ini dapat terjadi

karena tidak atau lambatnya terdeteksi, pengobatan

yang kurang adekuat pada fase awalnya.2

Angka 10 tahun survival pada stenosis mitral yang tidak diobati berkisar 50%-

60%, bila tidak disertai keluhan atau minimal angka meningkat 80%. Dari kelompok

ini 60% tidak menunjukkan progresi penyakitnya. Tetapi bila simptom muncul

biasanya ada fase plateu selama 5-20 tahun sampai keluhan itu benar-benar berat,

menimbulkan disabilitas. Pada kelompok pasien kelas III-IV prognosis jelek dimana

angka hidup dalam 10 tahun < 15%.2

Apabila timbul fibrilasi atrium prognosisnya kurang baik (25% angka harapan

hidup 10 tahun) dibanding pada kelompok irama sinus (46% angka harapan hidup 10

tahun). Risiko terjadinya emboli arterial secara bermakna meningkat pada fibrilasi

atrium.2

2.2.7 Manifestasi Klinis

Kebanyakan penderita mitral stenosis bebas keluhan dan biasanya keluhan

utama berupa sesak napas dan dapat juga berupa fatigue. Pada stenosis mitral yang

bermakna dapat mengalami sesak pada aktifitas sehari-hari, paroksismal nokturnal

dispnea, ortopnea atau oedema paru yang tegas. Hal ini akan dicetuskan oleh berbagai

keadaan meningkatnya aliran darah melalui mitral atau menurunnya waktu pengisian

diastole, termasuk latihan, emosi, infeksi respirasi, demam, aktivitas seksual,

kehamilan serta fibrilasi atrium dengan respon ventrikel cepat.2

Aritmia atrial berupa fibrilasi atrium juga merupakan kejadian yang sering

terjadi pada stenosis mitral, yaitu 30-40%. Sering terjadi pada usia yang lebih lanjut

atau distensi atrium yang akan merubah sifat elektrofisiologi dari atrium kiri, dan hal

ini tidak berhubungan dengan derajat stenosis.2

Kadang-kadang pasien mengeluh terjadi hemoptisis yang dapat terjadi karena

apopleksi pulmonal akibat rupturnya vena bronchial yang melebar, sputum dengan

36

Page 26: BAB III TINJAUAN PUSTAKA.doc

bercak darah pada saat serangan paroksismal nocturnal dispneu, sputum seperti karat

(pink frothy) oleh karena adanya edema paru yang jelas, infark paru, dan bronchitis

kronis oleh karena edema mukosa bronkus.2

Manifestasi klinis dapat juga berupa komplikasi stenosis mitral seperti

tromboemboli, infektif endokarditis atau simtomatis karena kompresi akibat besarnya

atrium kiri seperti disfagia dan suara serak.2

2.2.8 Diagnosis

2.2.8.1 Anamnesa :

Diagnosis dari mitral stenosis ditegakkan dari riwayat penyakit, pemeriksaan

fisik, dan pemeriksaan penunjang seperti foto thoraks, elektrokardiografi (EKG) atau

ekokardiografi.2,3 Gejala khas stenosis mitral adalah dispneu, terutama akibat

pengurangan komplians vascular pulmonalis.5 Dari riwayat penyakit biasanya

didapatkan adanya:

1. Riwayat demam rematik sebelumnya, walaupun sebagian besar penderita

menyangkalnya.

2. Orthopneu

3. Dyspneu d’effort

4. Paroksismal nokturnal dispneu

5. Aktifitas yang memicu kelelahan / mudah lelah

6. Hemoptisis

7. Nyeri dada

8. Palpitasi

9. Edem paru

10. Kemudian, timbul payah ventrikel kanan yang dicerminkan oleh distensi vena,

pembesaran hati dan edema perifer

11. (gejala ini bias diperberat) oleh insufisiensi tricuspid fungsional.2,3,5

37

Page 27: BAB III TINJAUAN PUSTAKA.doc

2.2.8.2 Pemeriksaan fisik :

Dari pemeriksaan fisik didapatkan :

1. Sianosis perifer dan wajah

2. Bising diastol kasar (Diastolic rumble) pada daerah mitral.

3. Bising S1 meningkat.

4. Distensi vena jugularis

5. Nadi naik turun dengan cepat /irregular dan terdapat tekanan nadi yang lebar.

6. Respiratory distress

7. Digital clubbing

8. Systemic embolization

9. Tanda-tanda kegagalan jantung kanan seperti asites, hepatomegali dan oedem

perifer2,5,6

2.2.8.3 Pemeriksaan penunjang :

Dari pemeriksaan foto thoraks : didapatkan pembesaran atrium kiri serta

pembesaran arteri pulmonalis, penonjolan vena pulmonalis dan tanda-tanda

bendungan pada lapangan paru. Edema intertisial berupa garis kerley terdapat pada

30% pasien dengan tekanan atrium kiri <20 mmHg, pada 70% bila tekanan atrium

kiri >20% mmHg. Temuan lain dapat berupa garis Kerley A serta klasifikasi pada

daerah katub mitral :

1. Pembesaran atrium kiri, sehingga tampak adanya double counter di

sepanjang garis jantung.6,7

2. Vena –vena pulmonalis melebar karena bertambah isinya dan tampak pada

photo sebagai pembuluh darah lebar dan pendek di atas hilus dengan

dengan arah ke atas.7,8

3. Otot ventrikel kanan mengalami hipertrofi. Lama kelamaan hipertrofi ini

akan diikiuti oleh dilatasi ventrikel kanan. Dilatasi ventrikel kanan ini

akan Nampak pada foto jantung pada posisi lateral dan pada posisi PA.8

38

Page 28: BAB III TINJAUAN PUSTAKA.doc

4. Vascular paru baik yang arterial ataupun venous tampak bertambah

melebar.8

5. Ventrikel kiri biasanya tidak mengalami banyak perubahan. Pada keadaan

stenosis mitral yang berat, ventrikel kiri dapat menjadi kecil, begitu pula

aorta, karena kekurangan volume darah.8

6. Pembuluh darah paru bertambah terutama di daerah suprahilar kanan.8

7. Vena-vena tampak sebagai pembuluh darah yang pendek, lebar di hilus

kanan kiri bagian atas.8

Gambar photo thorax stenosis mitral posisi PA.9

Gambar moderate stenosis mitral posisi PA.10

39

Page 29: BAB III TINJAUAN PUSTAKA.doc

Gambar photo thorax stenosis mitral posisi lateral dan CT-scan.9

Dari Ekokardiografi Doppler merupakan modalitas pilihan yang paling sensitive

dan spesifik untuk diagnosis stenosis mitral. Dengan Doppler dapat ditentukan

gradient dari mitral, serta ukuran dari area mitral dengan cara mengukur “pressure

half time” terutama bila struktur katup sedemikian jelek karena kalsifikasi, sehingga

pengukuran dengan planimetri tidak dimungkinkan.2

Dari Ekokardiografitransesofageal merupakan pemriksaan ekokardiografi dengan

menggunakan transuder endoskop, sehingga jendela ekokardiografi akan lebih luas,

terutama untuk struktur katup, atrium kiri atau apendiks atrium. Dengan

ekokardiografi transesofagus lebih sensistif dalam dalam deteksi thrombus pada

atrium kiri atau terutama sekali apendiks atrium kiri.2

Kateterisasi merupakan standar baku untuk diagnosis dan menentukan berat ringan

stenosis mitral. Saat ini kateterisasi dipergunakan secara primer untuk prosedur

pengobatan intervensi non bedah yaitu valvulotomi dengan balon.2

40

Page 30: BAB III TINJAUAN PUSTAKA.doc

Dari pemeriksaan EKG dapat terlihat adanya gelombang P mitral berupa takik pada

gelombang P dengan gambaran QRS kompleks yang normal. Pada tahap lebih lanjut

dapat terlihat perubahan aksis frontal yang bergeser ke kanan dan kemudian akan

terlihat gambaran RS pada hantaran prekordial kanan.6,7

Dari pemeriksaan ekokardiografi akan memperlihatkan:

Ekokardiografi 2-D :

1. Sumbu pendek (kanan) yang menunjukan mengecilnya area katup mitral

menjadi bentuk mulut ikan ( fish mouth) atau lubang kancing (button hole).2

2. Sumbu panjang menunjukan dooming area mitral dan fusi dari korda.2

Gambar fish mouth dan dooming.2

Ekokardiografi transesofageal potongan 4- ruang :

1. Menunjukan penebalan daun katup mitral dengan fusi korda mengakibatkan

penyempitan dari orifisium sekunder.2

41

Page 31: BAB III TINJAUAN PUSTAKA.doc

Gambar katup mitral.2

2. Berkurangnya permukaan katup mitral.3

3. Berubahnya pergerakan katup posterior.3

4. Penebalan katup akibat fibrosis dan multiple mitral valve echo akibat

kalsifikasi.3

2.2.8 Diagnosis Banding

1) Insufisiensi mitral

Bentuk jantung pada insufisiensi mitral ini hampir sama dengan stenosis

mitral. Pada insufisiensi mitral, ventrikel kiri nampak besar; sedang pada

stenosis mitral ventrikel kiri normal atau mengecil.

2) Regurgitasi Aorta

Hipertrofi ventrikel kiri yang jelas, pengurangan bunyi jantung pertama (S1)

dan tidak adanya opening snap pada auskultasi menyokong kearah regurgitasi

aorta.

42

Page 32: BAB III TINJAUAN PUSTAKA.doc

2.2.9 Penatalaksanaan

Stenosis mitral merupakan kelainan mekanis, oleh karena itu obat-obatan

hanya bersifat suportif atau simtomatis terhadap gangguan fungsional jantung, atau

pencegahan terhadap infeksi. Beberapa obat-obatan seperti antibiotik golongan

penisilin, eritromisin, sefalosporin sering digunakan untuk demam rematik atau

pencegahan endokardirtis. Obat-obatan inotropik negatif seperti ß-blocker atau Ca-

blocker, dapat memberi manfaat pada pasien dengan irama sinus yang memberi

keluhan pada saat frekuensi jantung meningkat seperti pada latihan.2

Fibrilasi atrium pada stenosis mitral muncul akibat hemodinamik yang

bermakna akibat hilangnya kontribusi atrium terhadap pengisian ventrikel serta

frekuensi ventrikel yang cepat. Pada keadaan ini pemakaian digitalis merupakan

indikasi, dapat dikombinasikan dengan penyekat beta atau antagonis kalsium.2

Antikoagulan warfarin sebaiknya digunakan pada stenosis mitral dengan

fibrilasi atrium atau irama sinus dengan kecenderungan pembentukan trombus untuk

mencegah fenomena tromboemboli.2

Valvotomi mitral perkutan dengan balon, pertama kali diperkenalkan oleh

Inoue pada tahun 1984 dan pada tahun 1994 diterima sebagai prosedur klinik.

Mulanya dilakukan dengan dua balon, tetapi akhir-akhir ini dengan perkembangan

dalam teknik pembuatan balon, prosedur valvotomi cukup memuaskan dengan

prosedur satu balon.2

Intervensi bedah, reparasi atau ganti katup (komisurotomi) pertama kali

diajukan oleh Brunton pada tahun 1902 dan berhasil pertama kali pada tahun 1920.

Akhir-akhir ini komisurotomi bedah dilakukan secara terbuka karena adanya mesin

jantung-paru. Dengan cara ini katup terlihat jelas antara pemisahan komisura, atau

korda, otot papilaris, serta pembersihan kalsifikasi dapat dilakukan dengan lebih baik.

Juga dapat ditentukan tindakan yang akan diambil apakah itu reparasi atau

penggantian katup mitral dengan protesa.2

Indikasi untuk dilakukannya operasi adalah sebagai berikut:2

43

Page 33: BAB III TINJAUAN PUSTAKA.doc

1. Stenosis sedang sampai berat, dilihat dari beratnya stenosis (<1,7 cm2) dan

keluhan,

2. Stenosis mitral dengan hipertensi pulmonal,

3. Stenosis mitral dengan resiko tinggi terhadap timbulnya emboli, seperti:

Usia tua dengan fibrilasi atrium,

Pernah mengalami emboli sistemik,

Pembesaran yang nyata dari appendage atrium kiri.

Jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:2

1. Closed mitral commissurotomy, yaitu pada pasien tanpa komplikasi.

2. Open commissurotomy (open mitral valvotomy), dipilih apabila ingin dilihat

dengan jelas keadaan katup mitral dan apabila diduga adanya trombus di dalam

atrium.

Gambar open mitral valvotomy

3. Mitral valve replacement, biasa dilakukan apabila stenosis mitral disertai

regurgitasi dan kalsifikasi katup mitral yang jelas.

44

Page 34: BAB III TINJAUAN PUSTAKA.doc

2.2.10 Prognosis

Apabila timbul atrium fibrilasi prognosisnya kurang baik (25% angka harapan

hidup 10 tahun) dibandingkan pada kelompok irama sinus (46% angka harapan hidup

10 tahun). Hal ini dikarenakan angka resiko terjadinya emboli arterial secara

bermakna meningkat pada atrium fibrilasi.2

2.3 Reumatik Heart Disease

2.3.1 Defenisi Rheumatic Heart Disease

Demam rematik merupakan reaksi peradangan yang dapat mengenai banyak

organ tubuh terutama jantung , sendi , kulit , jaringan subcutan  dan sistem saraf pusat

yang disebabkan oleh infeksi grup A Streptococcus beta hemolitikus dengan masa

inkubasi 1- 3 minggu.

2.3.2 Insidensi 

Banyak didapat pada anak-anak dan orang usia muda ( 5 – 15 tahun ) .

Demam rematik ini sudah berkurang di negara berkembang  pada beberapa tahun

terakhir ini, tapi masih merupakan penyakit yang penting di negara berkembang.

2.3.3 Etiologi demam rematik

Penyakit ini terjadi setelah infeksi saluran nafas bagian atas oleh streptokokus

beta hemolitikus grup A, disini sebagai reaksi  jawaban atas antigen yang dikeluarkan

streptokokus dan dibentuklah antibodi. Jadi perubahan-perubahan yang menimbulkan

manifestasi demam rematik adalah reaksi imunologis  antara antigen – antibodi.

Antigen reaksi silang adalah molekul streptococcus grup A yang menyerupai

molekul inang dan selama infeksi menginduksi respons imun terhadap jaringan inang.

Molecular mimicry adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan reaksi

silang imunologis antara inang dan antigen bakteri. Reaksi silang ini bisa disebabkan

oleh antibodi maupun sel T yang dapat bereaksi baik dengan komponen streptococcus

maupun dengan antigen jaringan.

45

Page 35: BAB III TINJAUAN PUSTAKA.doc

Molecular mimicry antara inang dan antigen bakteri:

Sequence asam amino identik yang dimiliki molekul jaringan inang dan

molekul bakteri. Antibodi mengenali struktur yang mirip, seperti protein M

streptococcus dan protein myosin, keratin, tropomyosin, vimentin, dan laminin milik

inang, keduanya memiliki region yang identik 40%. Reaksi silang antar molekul yang

berbeda, seperti DNA dan protein, atau karbohidrat dan peptida. Dalam demam

rematik, antibodi terhadap streptococcus grup A yang bereaksi terhadap jaringan

jantung (heart-reactive Ab) bertahan ada pada pasien-pasien yang mengalami

rekurensi, dan ada hubungan antara titer heart-reactive Ab dengan rekurensi demam

rematik. Heart-reactive Ab dilaporkan menurun dalam 5 tahun sejak awal serangan

demam rematik. Protein yang terdapat pada dinding sel dan membran sitoplasma

streptococcus grup A merupakan antigen reaksi silang dengan myocardium (molekul

myosin), N-acetylglucosamine, dan laminin. Polisakarida streptococcus grup A

merupakan antigen reaksi silang dengan glikoprotein katup jantung. Kapsul asam

hyaluronat streptococcus grup A merupakan antigen reaksi silang dengan jaringan

sendi. Antigen reaksi silang dari protein M dan polisakarida streptococcus grup A

menimbulkan antibodi reaksi silang dan sel T reaksi silang terhadap berbagai antigen

inang seperti myosin, tropomyosin, keratin, vimentin, dan laminin serta molekul

MHC klas II.

2.3.4 Manifestasi Klinik

Sangat bervariasi, kadang-kadang sukar ditemukan pada saat pasien datang

pertama kali berobat, karena masa laten infeksi kuman streptococcus dan munculnya

demam rematik akut cukup singkat  (terutama artritis dan eritema marginatum) dan

akan lebih lama bila ada chorea, sedangkan karditis dengan nodul subkutan

diantaranya.

Lamanya demam rematik akut jarang melebihi 3 bulan, tetapi bila ada

karditis  akan berlangsung 6 bulan atau lebih. Kadang-kadang karditis ditemukan

pada serangan pertama demam rematik. Bila ringan (tanpa karditis), akan sembuh

46

Page 36: BAB III TINJAUAN PUSTAKA.doc

sebelum usia 25 tahun, tetapi bila berat (ada karditis), pengobatannya akan

berlangsung seumur hidup.

2.3.5 Diagnosis

Diagnosis demam rematik tergantung dari manifestasi major dan minor dan

culture /titer antibody streptococcus  ( Jones criteria . updated 1992  . AHA ) :

Manifestasi major :

-          Karditis

-          Polyarthritis

-          Chorea

-          Erythema marginatum

-          Subcutaneous nodule  

Manifestasi minor :

-          Arthralgia

-          Fever

-          Riwayat pernah menderita demam rematik

-          LED meningkat

-          C-reactive protein positif

-          PR interval memanjang

kultur positive dari tenggorokan dan titer antibody streptococcal meningkat.

Kriteria Diagnosa Demam Rematik 

1.     dua gejala Major.

2.     satu gejala Major dengan dua gejala Minor.

47

Page 37: BAB III TINJAUAN PUSTAKA.doc

Karditis

Merupakan manifestasi klinis yang penting dengan insiden 40 – 50 % ,

bisa mengenai endokardium, miokardium dan perikardium.   bila lebih

berat akan terjadi kardiomegali dengan murmur sistolik di katup mitral

( jarang di katup aorta ) dan gagal jantung . Takikardia adalah gejala awal

dari miokarditis . Demam rematik bila menyerang endokardium disebut

rhematic endocarditis = verrucous valvulitis terutama pada  (menurut

urutan seringnya) katup mitral, katup aorta, jarang katup trikuspid dan

tidak pernah katup pulmonal. Bila demam rematik mengenai perikardium

akan didapatkan cairan pada perkardium dan pada auskultasi terdengan

perikardial friction rub dan ada sakit dada. Dengan kata lain karditis dapat

diduga bila ditemukan ; bising jantung, kardiomegali, gagal jantung dan

pericardial friction rub . pada EKG ; PR interval memanjang, AV BLOK ,

VES, dan atrial fibrilasi.

Polyarthritis : pada 50 – 60 % penderita.

Biasanya sendi besar yang terkena dan berpindah-pindah tanpa adanya

cacat sendi.

Misal : sendi lutut, pergelangan tangan , pergelangan kaki , bahu  dan siku

nyeri timbulnya tiba-tiba dengan frekwensi nyeri meningkat dalam 12 –

24 jam yang diikuti reaksi radang (bengkak, panas, kemerahan). nyeri

akan hilang secara perlahan-lahan.(jarang lebih 1 minggu). Bila diberikan

aspirin tidak membaik dalam 24 – 48 jam , maka diagnosis demam remtik

diragukan .

Chorea : (sydenham’s chorea)

Merupakan manifestasi neurologi ; gerakan-gerakan yang cepat tidak

beraturan tanpa disadari yang akan ditemukan pada wajah dan anggota

48

Page 38: BAB III TINJAUAN PUSTAKA.doc

gerak tubuh yang biasanya unilateral disertai kelemahan otot-otot , emosi

yang labil. Gerakan-gerakan ini menghilang saat tidur.

Erythema Marginatum:

Jarang ditemukan , kira-kira didapat 5 %, berupa makula,besarnya

bermacam-macam, batas tepinya tajam dengan bagian centralnya pucat.

Tidak nyeri dan tidak gatal. Ditemukan pada badan, leher dan proksimal

extrimitas , tidak pernah pada muka.

Subcutaneous Nodule:

Besarnya nodul kecil ,kira-kira 0,5 – 2 cm, bundar, tidak nyeri tekan,

ditemukan pada daerah tonjolan extensor sendi-sendi lutut , bahu, tangan

dan daerah prosesus spinatus vertebrae thoracal dan lumbal. Arthralgia

dan Fever adalah tidak spesifik  untuk demam rematik. Jadi kriteria minor

ini untuk menyokong diagnosa demam rematik bila hanya ditemukan satu 

manifestasi major. Panas badan biasa nya > 39 derajat celcius.

2.3.6 Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang

·        Hb, hematokrit, lekosit, LED,  C-raective protein

·        EKG serial

·        Echocardiography : melihat anatomi ,katup-katup jantung,

pericardial effusion dan fungsi jantung.

·         X foto thorax

·         Titer ASTO dan anti- Deoxy-ribonuclease B

2.3.7 Komplikasi

·         Tromboemboli yang dapat menimbulkan stroke dan Deep Vein

Thrombosis

·         Subakut Bakterial Endokarditis

49

Page 39: BAB III TINJAUAN PUSTAKA.doc

·         Fibrilasi Ventrikel

2.3.8 Penatalaksanaan

Istirahat mutlak

Makanan lunak.

Aspirin dosis tinggi.

Benzanthine Penicillin G 1,2 juta U / IM  selama 10 hari. Kemudian

diberikan profilaktik sbb: untuk yang ringan 1 bulan sekali (sampai

umur 25 tahun), untuk yang berat (dengan karditis) 3 minggu sekali

(seumur hidup). Bisa diberikan penicillin V 125 – 250 mg po 2x/hari.

Sulfadiazine 0,5 gram po,1x/ hari dengan Berat badan < 27 kg. dan 1

gram 1x/hari bila > 27 kg.

Erythromycin 250 mg po,2x/hari ( untuk pasien alergi penicillin )

Corticosteroid pada kasus yang berat.

Pencegahan sekunder

Bila demam rematik akut telah sembuh, maka masalah utama adalah

pencegahan sekunder.

2.3.9 Prognosa 

Demam rematik tidak akan kambuh bila infeksi streptococcus teratasi.

Prognosa sangat baik bila karditis sembuh. Sebaliknya prognosa jelek bila karditisnya

lebih berat.

Penyakit jantung rematik angka survival < 40 %. Sedangkan demam rematik

tanpa karditis survival > 40 %

50