BAB III Tinjauan Pustaka
Transcript of BAB III Tinjauan Pustaka
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Ikan Kakap Merah
3.1.1 Klasifikasi Ikan Kakap Merah
Menurut Saanin (1984), klasifikasi ikan Kakap Merah adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Animalia
Philum : Chordata
Sub Philum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub Kelas : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Sub Ordo : Percoidea
Famili : Lutjanidae
Genus : Lutjanus
Spesies : Lutjanus campechanus
Gambar . 3.1 Ikan Kakap Merah (Lutjanus campechanus)
20
Ikan Kakap adalah salah satu jenis ikan konsumsi yang mempunyai
potensi cukup besar untuk dikembangkan karena memiliki nilai ekonomis
tinggi. Ikan Kakap Merah merupakan ikan dasar yang selalu berkelompok
menempati karang, tandes atau rumpon. Ikan Kakap Merah yang mempunyai
nama inggris red snapper hampir bisa ditemui di semua lokasi di Indonesia
bahkan di dunia. Soal jenisnya kakap sendiri ada banyak macam
spesiesnya. Lantaran warna ikan ini merah, orang-orangpun menyebutnya
dengan nama Kakap Merah (Makmur, 2009).
3.1.2 Karakteristik Ikan Kakap Merah
Ciri-ciri ikan Kakap Merah yaitu, badan memanjang melebar, gepeng,
kepala cembung, bagian bawah penutup insang bergerigi. Gigi-gigi pada
rahang tersusun dalam ban-ban, ada gigi taring pada bagian terluar rahang
atas, sirip punggung berjari-jari keras 11 dan lemah 14, sirip dubur berjari-jari
keras 3 lemah 8-9, termasuk ikan buas, makannya ikan kecil dan invertebrata
dasar laut. Hidup menyendiri di daerah pantai sampai kedalaman 60 m. Dapat
mencapai panjang 45 - 50 Cm. Warna bagian atas kemerahan/merah ke-
kuningan, di bagian bawah merah ke-putihan. Garis-garis kuning kecil
diselingi warna merah pada bagian punggung di atas garis rusuk. Ikan ini
menghuni perairan tropis maupun subtropis, walau tiga dari genus Lutjanus
diketahui ada yang hidup di air tawar. Bahkan juvenil beberapa spesies dari
genus ini lainnya seringkali dijumpai pada hutan-hutan bakau yang ada
perairan payau. Tidak jarang pula juvenil-juvenil dari spesies yang
21
bersangkutan ditemukan pada batang-batang sungai yang bermuara pada
hutan-hutan bakau tersebu (Fachruddin, 2011).
Jenis yang berukuran kecil seringkali dijumpai beragregasi di dekat
permukaan peraoran karang pada waktu siang hari. Pada malam hari
umumnya menyebar guna mencari makanannya baik berupa jenis ikan
maupun crustacea. Ikan-ikan berukuran kecil untuk beberapa jenis ikan kakap
biasanya menempati daerah bakau yang dangkal atau daerah-daerah yang
ditumbuhi rumput laut. Potensi ikan kakap merah jarang ditemukan dalam
gerombolan besar dan cenderung hidup soliter dengan lingkungan yang
beragam mulai dari perairan dangkal, muara sungai, hutan bakau, daerah
pantai sampai daerah berkarang atau batu karang (Ratu, 2009).
3.2 Uji Mikrobiologi
Dalam pengujian mutu suatu bahan pangan diperlukan berbagai uji
yang mencakup uji fisik, uji kimia, uji mikrobiologi, dan uji organoleptik. Uji
mikrobiologi merupakan salah satu uji yang penting, karena selain dapat
menduga daya tahan simpan suatu makanan, juga dapat digunakan sebagai
indikator sanitasi makanan atau indikator keamanan makanan. Pengujian
mikrobiologi diantaranya meliputi uji kuantitatif untuk menetukan mutu dan
daya tahan suatu makanan, uji kualitatif bakteri patogen untuk menentukan
tingkat keamanannya, dan uji bakteri indikator untuk mengetahui tingkat
sanitasi makanan tersebut (Fardiaz, 1993).
22
3.3 Parameter Uji Mikrobiologi
Pengujian mikrobiologi pada sampel makanan akan selalu mengacu
kepada persyaratan makanan yang sudah ditetapkan. Parameter uji
mikrobiologi yang dipersyaratkan sesuai Standar Nasional Indonesia
meliputi ; Angka Lempeng Total, MPN Coliform, Uji Salmonella, Uji
Escherichia coli, Uji MPN Escherichia coli, dan Uji Angka Kapang (Fardiaz,
1993).
3.3.1 Angka Lempeng Total ( ALT)
Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui jumlah mikroba yang
ada pada suatu sampel, umumnya dikenal dengan Angka Lempeng Total
(ALT). Uji Angka Lempeng Total (ALT) dan lebih tepatnya ALT aerob
mesofil atau anaerob mesofil menggunakan media padat dengan hasil akhir
berupa koloni yang dapat diamati secara visual berupa angka dalam
koloni(cfu) per ml/g atau koloni/100ml. Cara yang digunakan antara lain
dengan cara tuang, cara tetes dan cara sebar (BPOM, 2008).
Standar plate Count (Angka Lempeng Total) adalah menentukan
jumlah bakteri dalam suatu sampel. Dalam test tersebut diketahui
perkembangan banyaknya bakteri dengan mengatur sampel, di mana total
bakteri tergantung atas formasi bakteri di dalam media tempat tumbuhnya dan
masing-masing bakteri yang dihasilkan akan membentuk koloni yang tunggal
( Djide, 2005).
23
3.3.2 Uji MPN Coliform
Coliform merupakan satu grup bakteri yang digunakan sebagai
indikator adanya polusi kotoran dan kondisi yang tidak baik terhadap air,
makanan, susu, dan produk – produk susu. Coliform sebagai suatu kelompok
dicirikan sebagai bakteri berbentuk batang, gram negative, tidak membentuk
spora, aerobik dan anaerobik fakultatif yang memfermentasi laktosa dengan
menghasilkan asam dan gas dalam waktu 48 jam pada suhu 35 ºC. adanya
bakteri coliform di dalam makanan atau minuman menunjukkan kemungkinan
adanya mikroba yang bersifat enteropatogenik dan atau toksigenik yang
berbahaya bagi kesehatan ( Widiyanti et al, 2004).
Teknik Most Probable Number (MPN) banyak digunakan untuk
menghitung populasi mikroba dalam bahan atau produk pangan.
Penghitungan mikroba dengan teknik MPN merupakan kombinasi antara
pertumbuhan populasi mikroba dan Tabel Mc Crady. Teknik MPN didasarkan
pada pengenceran contoh. Prinsipnya, bila contoh diencerkan terus – menerus
aka akhirnya akan diperoleh larutan yang tidak mengandung mikroba ( steril ).
Teknik ini akan memberikan hasil baik bila asumsinya terpenuhi, yaitu
(Afrianto, 2008) ;
a. Sel mikroba tersebar merata dalam contoh, dimana gaya tarik atau
tolak diantara mikroba tidak terjadi.
24
b. Larutan yang diinokulasi ke kaldu nutrient akan meperlihatkan
pertumbuhan positif apabila mengandung satu atau lebih mikroba
hidup.
c. Terhindar dari pencemaran yang berasal dari bahan dan peralatan.
Metode MPN digunakan medium cair di dalam tabung reaksi, dimana
perhitungan dilakukan berdasarkan jumlah tabung positif, yaitu yang
ditumbuhi oleh mikroba setelah diinkubasi pada suhu dan waktu tertentu.
Pengamatan tabung yang positif dapat dilihat dengan mengamati timbulnya
kekeruhan atau terbentuknya gas didalam tabung durham untuk mikroba
pembentuk gas. Pada umunya untuk setiap pengenceran digunakan tiga atau
lima seri tabung. Lebih banyak tabung yang digunakan menunjukkan
ketelitian yang lebih tinggi, tetapi alat gelas yang digunakan juga lebih
banyak. Dalam metode MPN, pengenceran harus dilakukan sedemikian rupa
sehingga beberapa tabung yang berisi medium cair yang diinokulasikan
dengan larutan hasil pengenceran tersebut mengandung satu sel, sedangkan
tabung lainnya tidak mengandung sel. Dengan demikian, setelah inkubasi
diharapkan terjadi pertumbuhan pada beberapa tabung yang dinyatakan
sebagai tabung positif, sedangkan tabung lainnya negative ( Fardiaz, 1993).
Hasil analisa metode MPN didapatkan dari mencocokkan dengan tabel
MPN, yaitu tabel yang memberikan The Most Probable Number atau Jumlah
Perkiraan Terdekat, yang tergantung dari kombinasi tabung positif (yang
mengandung bakteri Coli) dan negative (yang tidak mengandung bakteri Coli)
25
dari kedua tahap tes. Angka MPN tersebut mempunyai arti statistik dengan
derajat kepercayaan (level of significancy) 95% (Nuria et al, 2009);
a. Apabila hasil tabung yang positif terdapat pada kombinasi tabung
yang positif pada tabel MPN, maka jumlah bakteri E. coli dan
coliform dihitung menggunakan tabel MPN.
b. Apabila hasil tabung yang positif tidak terdapat pada kombinasi
tabung yang positif pada tabel MPN maka jumlah bakteri E.coli
dan Coliform dihitung dengan rumus sebagai berikut ;
Jumlah Bakteri (JPT/100ml) = A X 100
√ BxC
Keterangan : A = Jumlah tabung yang positif
B = Volume (ml) sampel dalam tabung yang negative
C = Volume (ml) sampel dalam semua tabung
Metode MPN merupakan uji deretan tabung yang menyuburkan
pertumbuhan koliform sehingga diperoleh nilai untuk menduga jumlah
koliform dalam sampel yang diuji. Uji positif akan menghasilkan angka
indeks. Angka ini disesuaikan dengan tabel MPN untuk menentukan jumlah
coliform dalam sampel. (Nuria et al, 2009).
3.3.3 Uji MPN Escheria coli
Berbagai cara pengujian E. coli telah dikembangkan, tetapi analisis
konvensional yang masih banyak dipraktikan adalah dengan 4 tahap analisis
yang memerlukan waktu 5-7 hari. Empat tahap analisis tersebut adalah uji
26
pendugaan dengan metode MPN (Most Probable Number), uji penguat pada
medium selektif, uji pelengkap dengan medium lactose broth, serta uji
identifikasi dengan melakukan reaksi IMViC (Indol, Methyl red, Voges –
Proskauer, dan Citrate). Jadi untuk dapat menyimpulkan E. coli berada dalam
air atau makanan diperlukan seluruh tahapan pengujian di atas. Apabila
dikehendaki untuk mengetahui serotype dari E. coli yang diperoleh untuk
memastikan apakah E. coli tersebut pathogen atau bukan, maka dapat
dilakukan uji serologi. Meskipun demikian, beberapa serotype pathogen
tertentu seperti O157:H7 yang ganas tidak dapat diuji langsung dengan
pengujian 4 tahap ini dan memerlukan pendekatan analisis khusus sejak awal
(Dwiari et al, 2008).
3.3.4 Uji IMViC
Uji yang dilakukan untuk mengetahui E. coli yang terdapat di dalam
contoh adalah uji IMViC, yang merupakan singkatan dari uji Indol, Methyl
Red, Voges – Proskaeur, dan Sitrat. Dari suspensi bakteri yang dibuat pada uji
konfirmasi, masing – masing diinokulasikan menggunakan jarum Ose ke
dalam tiga tabung yang masing – masing berisi medium yang berbeda, yaitu
(Fardiaz, 1993);
a. Tryptone Broth untuk uji Indol
b. MR – VP Broth (Protease Broth) untuk uji merah metil dan Voges
Proskauer.
27
c. Koser Citrate medium untuk uji penggunaan sitrat sebagai satu –
satunya sumber karbon.
Reaksi – reaksi yang terjadi pada uji IMViC ialah (Fardiaz, 1993) :
A. Uji Indol
Bakteri yang tergolong dalam grup fekal dapat memecah asam
amino triptofan, dan menghasilkan suatu senyawa berbau busuk yang
disebut indol. Bakteri yang telah ditumbuhkan di dalam medium yang
mengandung triptofan, kemudian diberi 3-5 tetes pereaksi kovacs yang
mengandung amil alcohol, atau diberi Kristal asam oksalat. Adanya
indol akan menyebabkan amil alcohol berubah warnanya menjadi
merah tua, atau warna Kristal asam oksalat menjadi merah muda. Uji
yang menggunakan penunjuk amil alcohol disebut metode Kovacs,
sedangkan yang menggunakan penunjuk asam oksalat disebut metode
Gnezda.
B. Uji Merah Metil (Methyl Red)
Selama fermentasi E. coli (fekal) akan menghasilkan asam
lebih banyak daripada E. aerogenes (non fekal). Asam yang dihasilkan
E. coli dapat menurunkan pH medium yang mengandung 0,5 %
glukosa sehingga mencapai pH 5, yang menyebabkan indicator merah
metil yang diteteskan ke dalam medium tersebut menjadi berwarna
merah. Asam yang dihasilkan oleh E. aerogenes hanya dapat
menurunkan pH sampai sekitar pH 6 atau lebih, sehingga merah metil
28
akan berwarna kuning. Kultur di dalam medium MR – VP yang telah
berumur 5-7 hari diberi tetes larutan merah metal. Warna merah
menunjukkan hasil uji positif, sedangkan warna kuning menunjukkan
hasil uji negative.
C. Uji Voges Proskauer
Uji Voges – Proskauer didasarkan atas pembentukkan asetil
metil karbinol (asetoin) oleh E. aerogenes, yaitu suatu hasil samping
dari metabolisme karbohidrat. VP, ditambahkan 0,6 ml larutan 0,5 %
alfa-naftol di dalam alcohol absolut, dan 0,2 ml larutan KOH 40 %.
Setelah dikocok, amati terbentuknya warna merah muda sampai merah
yang menunjukkan terbentuknya asetil metil karbinol. Asetil metil
karbinol dengan dengan adanya KOH dan udara akan teroksidasi
menjadi diasetil kemudian diasetil dengan adanya alfa – naftol dan
asam amino yang terdapat di dalam medium akan membentuk warna
merah.
D. Uji Sitrat
Uji ini didasarkan atas penggunaan sitrat di dalam medium
oleh E. aerogenes, dimana sitrat merupakan satu – satunya sumber
karbon di dalam medium tersebut. E. coli tidak dapat menggunakan
sitrat sebagai sumber karbon. Adanya pertumbuhan yang
menunjukkan penggunaan sitrat sebagai sumber karbon dapat dilihat
29
dari timbulnya kekeruhan di dalam Koser Citrate Medium setelah
inkubasi 3 – 4 hari.
3.4. Bakteri Coliform
Coliform adalah organisme yang biasa hidup di dalam pencernaan
manusia atau hewan yang berdarah panas. Bakteri bentuk coli dipakai sebagai
indikator karena organisme ini mudah ditemukan dengan cara yang
sederhana, dan tidak berbahaya. Sedangkan bakteri yang sering ditemukan
pada makanan adalah Lactobacillus lactis, Streptococcus lactis, Streptococcus
agalactiae, Streptococcus pyogenes, Mycobacterium tuberculosis,
Staphylococcus aureus, Proteus sp, Clostridium sp, dan Bacillus sp (Anonim,
2011).
Bakteri Coliform dapat dibedakan atas 2 grup yaitu : (1) Coliform
fecal, misalnya Escherichia coli, dan (2) Coliform non-fecal, misalnya
Enterobacter aerogenes. Coliform fecal adalah bakteri Coliform yang
menjadi penghuni normal dalam saluran pencernaan manusia dan hewan
berdarah panas. Selain itu, bakteri ini juga digunakan secara luas sebagai
indikator pencemaran. Coliform non-fecal adalah bakteri Coliform yang
ditemukan pada hewan atau tanaman-tanaman yang telah mati. Kuman ini
mampu menimbulkan penyakit pada tiap jaringan tubuh manusia (Suriawira,
1993).
30
Jika jumlah coliform dalam suatu perairan terdiri lebih dari 200
koloni/100 ml maka kemungkinan besar perairan tersebut mengandung
bakteri patogen. Kondisi perairan yang demikian, berpotensi menimbulkan
berbagai macam penyakit infeksi. Salah satunya adalah penyakit saluran
pencernaan seperti diare, kelompok coliform umumnya secara internasional
dipakai sebagai ukuran standar sanitasi bahan makanan baik makanan segar
maupun olahan yang berasal dari ikan, hewan ternak maupun hasil pertanian
(Maulanusantara, 2008).
3.5 Bakteri E.coli
Salah satu bakteri yang menyebabkan cepatnya proses pembusukan
adalah Escherichia coli. Pada dasarnya E.coli merupakan bakteri yang bersifat
opportunistic yaitu, dalam jumlah dan kondisi normal bakteri ini tidak bersifat
patogen, sebaliknya dalam kondisi yang tidak normal, bakteri ini berubah sifat
menjadi patogen. Bakteri ini merupakan bakteri gram negatif yang berbentuk
batang pendek atau coccus dan tidak membentuk spora ( Fardiaz S,1993).
Ditemukannya E.Coli merupakan indikasi awal bahwa suatu medium
telah terkontaminasi bakteri-bakteri strains E.Coli yang bersifat patogen
seperti Shigella, Salmonela, atau Yersinia. Bakteri-bakteri tersebutlah yang
dapat menyebabkan diare. Minimnya pengetahuan masyarakat awam tentang
bahaya akan bakteri E.Coli mengakibatkan kurangnya kesadaran untuk
31
mendeteksi dan mengambil langkah-langkah pencegahan terhadap bakteri
tersebut (Fardiaz S,1993).
Adapun klasifikasi ilmiah dari Escherichia coli adalah sebagai berikut
(Anonim, 2010) :
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Classis : Gamma Proteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Spesies : Escherichia coli
Gambar 3.2 Bakteri Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bakteri berbentuk batang dengan panjang
sekitar 2 micrometer dan diamater 0.5 micrometer. Volum sel Escherichia
coli berkisar 0.6 – 0.7 micrometer kubik. Bakteri ini umumnya hidup pada
rentang suhu 20 – 40 °C, dan optimum pada suhu 37°C. Dari sekian ratus
strain Escherichia coli yang teridentifikasi, hanya sebagian kecil bersifat
patogen, misalnya strain O157:H7. Bakteri ini merupakan jenis bakteri yang
menjadi salah satu tulang punggung dunia bioteknologi. Hampir semua
rekayasa genetika di dunia bioteknologi selalu melibatkan Escherichia coli
akibat genetikanya yang sederhana dan mudah untuk direkayasa. Riset di
Escherichia coli menjadi model untuk aplikasi ke bakteri jenis lainnya.
32
Bakteri ini juga merupakan media kloning yang paling sering dipakai. Teknik
rekombinan DNA tidak akan ada tanpa bantuan bakteri ini (Yalun, 2008).
Dalam penelitian mikrobiologi, Escherichia coli dipilih sebagai
indikator tercemarnya air atau makanan, karena keberadaannya dalam sumber
air atau makanan merupakan indikasi pasti terjadinya kontaminasi tinja
manusia. Adanya Escherichia coli menunjukkan suatu tanda praktek sanitasi
yang tidak baik karena Escherichia coli bisa dipindah sebarkan dengan
kegiatan tangan ke mulut atau dengan pemindahan pasif melewati makanan,
air, susu dan produk-produk lainnya (Supardi, 1999). Escherichia coli yang
terdapat pada makanan atau minuman yang masuk ke dalam tubuh manusia
dapat menyebabkan gejala seperti kolera, disentri, gastroenterisris, diare, dan
berbagai penyakit saluran pencernaan lain (Nurwantoro, dkk, 1997).
3.6. Mikroorganisme Penyebab Kerusakkan Pada Produk Perikanan
Mikroorganisme penyebab kerusakkan makanan adalah bakteri,
kapang dan khamir. Organisme utama penyebab kerusakkan pada produk
perikanan adalah bakteri, karena kondisi produk perikanan memang cocok
untuk pertumbuhan bakteri (Adawiyah, 2007). Kecepatan kerusakkan
mikrobiologis hasil perikanan tergantung pada kecepatan pertumbuhan
mikroba yang ada terutama bakteri pembusuk (Hadiwiyoto, 1993). Banyaknya
jumlah mikroba pembusuk mempengaruhi daya simpan produk perikanan.
Kebusukkan yang terjadi dipengaruhi oleh jenis produk, komposisi, proses
33
thermal, kontaminasi selama pengolahan serta suhu dan waktu penyimpanan
(Fardiaz, 1992).
Pada produk olahan ikan yang telah mengalami proses pemanasan,
termasuk pengasapan dan penggaraman, bakteri yang masih ada adalah
bakteri yang lebih tahan terhadap pemanasan seperti Bacillus, Micrococcus
dan beberapa khamir. Uji mikrobiologi terhadap produk olahan ikan dan
daging terdiri dari penetapan total mikroorganisme aerobic dengan suhu dan
waktu inkubasi yang berbeda – beda tergantung jenis produknya. Misalnya
pada suhu 7ºC selama 10 hari untuk menghitung mikroba psikrofilik, suhu
25ºC untuk ikan dan daging segar atau suhu 35ºC untuk produk yang telah
mengalami pemanasan (Fardiaz, 1992).
3.7 Pentingnya Pengujian Mikrobiologi Pada Produk Perikanan
Menurut Irianto dan Poernomo (2000), pengujian mikrobiologi sangat
penting untuk dilakukan pada produk hasil perikanan yang akan dikonsumsi.
Pengujian ini disebabkan karena adanya senyawa atau bahan kimia yang
mengkontaminasi produk hasil perikanan. Jumlah mikroorganisme dan bahan
pencemar fisik yang berbahaya yang tidak dikehendaki keberadaannya ini
melebihi batas yang telah ditentukan. Permasalahan yang timbul dapat berasal
dari produk itu sendiri atau akibat dari pengaruh luar, baik itu pengaruh
lingkungan maupun kegiatan manusia. Lingkungan tempat yang dapat
34
menyebabkan kontaminasi bakteri patogen, seperti Salmonella sp, Escherichia
coli, Vibrio sp, dan Staphylococcus sp.
Dalam Tarumingkeng (2001), pengujian dengan mikrobiologi
didasarkan pada jumlah bakteri maupun mikroba lainnya sebagai penyebab
turunnya mutu produk perikanan yang dihitung dengan menggunakan
pendekatan yang baku, salah satunya menggunakan perhitungan Angka
Lempeng Total (ALT) sehingga hasil yang diperoleh bersifat objektif.
35