tinjauan pustaka.doc

23
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan Nekrolisis epidermal toksik ditemukan pertama kali pada tahun 1956 sebanyak empat kasus oleh Alana Lyell, penyakit ini biasanya juga disebut Sindrom Lyell. NET ditemukan oleh Alana Lyell dengan gambaran berupa erupsi yang menyerupai luka bakar pada kulit akibat terkena cairan panas (scalding) (4) . Kondisi toksik mengacu pada beredarnya zat toksin dalam peredaran darah, dahulu kondisi ini dikira sebagai penyebab dari gejala-gejala nekrolisis epidermal toksik. Lyell menggunakan istilah ‘nekrolisis’ dengan menggabungkan gejala klinis epidermolisis dengan gambaran histopatologi ‘nekrosis’. Beliau juga menggambarkan keterlibatan pada membran mukosa sebagai bagian dari sindrom dan ditemukan hanya 1

description

T

Transcript of tinjauan pustaka.doc

BAB I

PENDAHULUAN1.1. Pendahuluan Nekrolisis epidermal toksik ditemukan pertama kali pada tahun 1956 sebanyak empat kasus oleh Alana Lyell, penyakit ini biasanya juga disebut Sindrom Lyell. NET ditemukan oleh Alana Lyell dengan gambaran berupa erupsi yang menyerupai luka bakarpada kulit akibat terkena cairan panas (scalding)(4).Kondisi toksik mengacu padaberedarnya zat toksin dalam peredaran darah, dahulu kondisi ini dikira sebagaipenyebab dari gejala-gejala nekrolisis epidermal toksik. Lyell menggunakan istilah nekrolisis dengan menggabungkan gejala klinis epidermolisis dengan gambaran histopatologi nekrosis. Beliau juga menggambarkan keterlibatan pada membran mukosa sebagai bagian dari sindrom dan ditemukan hanya terjadi sedikit inflamasi di daerah dermis, sebuah tanda yang kemudian disebut dermal silence(4).Nekrolisis Epidermal Toksik (NET) merupakan reaksi mukokutan akut dan episodik yang dapat mengancam jiwa. Keadaan umum lebih berat dibandingkan dengan Sindrom Steven Johnson (SSJ), ditandai epidermolisis generalisata dan kelainan pada selaput lendir di orifisium dan mata(1). Insidennya meningkat karena penyebab utamanya alergi obat dan hampir semua obat dapat dibeli bebas(2).Penyebab NET belum jelas, tetapi obat-obatan (sulfonamid dan butazones) dan spesies Staphylococcus merupakan penyebab utama. Akibatnya, istilah-istilah seperti staphylococcal-induced toxic epidermal necrolysis dan drug-induced scalded skinsyndrome menang selama beberapa dekade, tetapi sekarang dipisahkan karena terapi danprognosisnya berbeda. Oleh karena itu nekrolisis epidermal toksik atau NET merupakanpenyakit erupsi kulit yang umumnya timbul akibat obat-obatan dengan lesi berupa bulla dengan penampakan kulit seperti terbakar yang menyeluruh(4).BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Nekrolisis epidermal toksik atau Lyell's Syndrome adalah kelainan kulit yang memerlukan penanganan segera yang paling banyak disebabkan oleh obat-obatan.

Nekrolisis Epidermal Toksik (NET) merupakan reaksi mukokutaneous khas onset akut dan berpotensi mematikan, yang biasanya terjadi setelah dimulainya pengobatan baru.

Nekrolisis epidermal toksik merupakan varian yang paling berat dari penyakit bulosa seperti eritema multiforme dan sindrom Stevens-Johnson. Semua kelainan tersebut memberikan gambaran lesi kulit yang menyebar luas dan terutama pada badan dan wajah yang melibatkan satu atau lebih membran mukosa.

Pada Stevens-Johnson Syndrome (SJS) epidermal detachment meliputi kurang dari 10% luas permukaan kulit tubuh, transitional SJS-TEN ditentukan dengan epidermal detachment antara 10 sampai 30 % dan TEN detachment lebih dari 30 %.(9)2.2. Epidemiologi

Nekrolisis epidermal toksik merupakan penyakit yang langka. Insiden NET ditemukan 0,4 1,2 kasus per 1 juta orang per tahun. Berdasarkan data dari GroupHealth Cooperative of Puget Sound Seattle, Washington, yang mencakup sekitar260.000 individu, dari laporan pasien yang dirawat di rumah sakit dari tahun 1972-1986. Insiden eritema multiformis, SSJ, dan NET sebanyak 1,8 kasus per 1 juta orang pertahun, kasus untuk pasien dengan umur 20-64 tahun. Insiden EM, SSJ dan NET untukpasien yang berumur dibawah 20 tahun dan diatas 65 tahun meningkat menjadi 7 sampai 9 kasus per 1 juta orang per tahun(4).Dibandingkan dengan SSJ penyakit ini lebih jarang ditemukan dan umumnya mengenai orang dewasa seperti pada SSJ(2). NET bisa terjadi pada semua usia dengan resiko yang meningkat setelah usia 40-an(3).2.3. Etiologi

Etiologinya sama dengan SSJ. Penyebab utama juga alergi obat yang berjumlah 80-95% dari semua pasien. Penyebab utama ialah derivat penisilin (24%), disusul oleh paracetamol (17%) dan karbamazepin (14%)(2). Penyebab lainnya yaitu antibiotik golongan fenilbutason dan piroksikan, allopurinol, rifampicin, etambutol, natrium-diklofenak, ibuprofen, tiebendasol, analgetil dan antipiretik lainnya (1).Sumber : Fitzpatricks Dermatology in General Medicine, 2008.2.4. Patogenesis

Patogenesisnya belum jelas. Ada yang menganggap bahwa N.E.T. merupakan bentuk berat Sindrome Stevens-Johnson karena pada sebagian para penderita SJS penyakitnya berkembang menjadi NET. Keduanya dapat disebabkan oleh alergi obat dengan spectrum yang hampir sama. Anggapan lain N.E.T. berbeda dengan SJS karena pada N.E.T tidak didapati kompleks imun yang beredar seperti pada Sindrome Stevens-Johnson dan eritema multiformis. Gambaran histologiknya juga berlainan.

NET dipercaya merupakan immune-related cytotoxic reaction yang menghancurkan keratinosit yang mengekspresikan sebagai antigen asing. NET menyerupai reaksi hipersensitivitas dengan karakteristik reaksi lambat pada pajanan pertama dan reaksinya meningkat cepat pada pajanan ulang. Adanya bukti yang mendukung beberapa jalur immunopatologik yang mengacu pada apoptosis keratinosit, sebagai berikut :

Aktivasi Fas-ligand pada membran keratinosit ( death receptormediated apoptosis

Pelepasan protein dekstruktif (perforin and granzyme B) dari sitotoksik T limfosit akibat interaksi dengan sel yang mengekspresikan major histocompatability complex (MHC) class I.

Produksi berlebih dari T cell dan atau macrophage-derived cytokines (interferon-, tumor necrosis factor- [TNF-], and various interleukins).

Drug-induced secretion of granulysin dari CTLs, natural killer cells, dan natural killer T cells.

Gejala utama pada NET ialah epidermolisis karena sasarannya ialah epidermis. Gejala atau tanda lain yang dapat menyertai NET bergantung pada sel sasaran yang dikenai, misalnya akan terjadi leukopenia bila sel sasarannya leukosit dan dapat terlihat purpura jika trombosit menjadi sel sasaran(2).

2.5. Gejala Klinis

NET merupakan penyakit yang berat dan sering menyebabkan kematian karena gangguan keseimbangan cairan atau elektrolit atau karena sepsis. Gejalanya mirip SSJ yang lebih berat(2).

Penyakit mulai secara akut dengan gejala prodormal. Pasien tampak sakit berat dengan demam tinggi, kesadaran menurun (soporokomatosa). Kelainan kulit mulai dengan eritema generalisata kemudian timbul banyak vesikel dan bula, dapat pula disertai purpura. Lesi pada kulit dapat disertai lesi pada bibir dan selaput lendir mulut berupa erosi, ekskoriasi dan perdarahan sehingga terbentuk krusta berwarna merah kehitaman pada bibir. Kelainan semacam itu dapat pula terjadi di orifisium genitalia eksterna. Juga dapat disertai kelainan pada mata seperti pada SSJ(1,2).Pada NET yang terpenting adalah terjadinya epidermolisis, yaitu epidermis terlepas dari dasarnya yang kemudian menyeluruh. Adanya epidermolisis menyebabkan tanda Nikoisky positif pada kulit yang eritematosa, yaitu jika kulit ditekan dan digeser, maka kulit akan terkelupas. Epidermolisis mudah dilihat pada tempat yang sering terkena tekanan, yakni pada punggung dan bokong karena biasanya pasien berbaring. Pada sebagian pasien kelainan kulit hanya berupa epidermolisis dan purpura, tanpa disertai erosi, vesikel, dan bula. Kuku dapat terlepas (onikolisis). Kadang-kadang dapat terjadi perdarahan di traktus gastrointestinal(2).Morfologi dari lesi kulit telah dipelajari secara rinci. Pertama, lesi muncul tampakeritematosa, dusky redatau purpuric macules dari ukuran dan bentuk tidak teratur dan memiliki kecenderungan untuk menyatu. Pada tahap selanjutnya tampak keterlibatan mukosa yang terasa nyeri dengan tingkat progresivitas cepat untuk NET harus benar-benardicurigai. Jika kerusakan epidermal yang spontan tidak ditemukan, maka tanda Nikoisky harus dicari dengan mengerahkan tekanan mekanis tangensial dengan jari pada beberapaarea eritematosa. Pada keterlibatan epidermis berkembang menjadi nekrosis dengan dusky redmacular lession yang berwarna abu-abu yang khas. Proses ini dapat terjadi sangat cepat,beberapa jam ataupun hingga beberapa hari. Epidermis yang nekrotik kemudian terlepas dari dermis yang mendasarinya dan cairan yang mengisi ruang antara dermis dan epidermis, sehingga menimbulkan bulla. Bulla mempunyai gambaran khas mudah pecah dan dapat memanjang ke samping dengan sedikit tekanan dari jempol dari nekrotikepidermis tersebut akan berpindah ke lateral (Hansen Asboe-sign). Kulit basah menyerupai kertas rokok seperti ditarik keluar oleh trauma, meliputi daerah yang luas danperdarahan pada dermis, yang disebut sebagai scalding. Oleh karena itu pasien tersebut harus ditangani dengan sangat hati-hati. Bulla tegang biasanya terlihat pada permukaanpalmoplantar, di mana epidermis lebih tebal sehingga, lebih tahan terhadap trauma ringan(4).

Sumber : Fitzpatricks Dermatology in General Medicine, 2008.2.6. HistopatologiPemeriksaan histopatologi, lesi awal menunjukkan apoptosis keratinosit lapisan suprabasal dan pada lesi lanjut didapatkan adanya nekrosis di seluruh lapisan epidermis, kecuali stratum korneum dan terpisahnya lapisan epidermis dan dermis.

Sumber : Fitzpatricks Dermatology in General Medicine, 2008.2.7. DiagnosisDiagnosis bergantung pada gejala klinis dan pada gambaran histologis. Tanda-tanda klinis yang khas pada awalnya meliputi area eritematosa dan makula pucat pada kulit dimana Nikolsky sign positif dapat ditunjukkan oleh tekanan mekanis pada kulit yang mengakibatkan pelepasan epidermis dalam beberapa menit hingga beberapa jam ditandai dengan adanya lecet.(3)Epidermis yang menjadi nekrosis mudah terlepas pada titik tekanan atau pada trauma geseran menampakkan area terbuka yang luas, merah, kadang-kadang menjalar ke dermis. Pada area yang lain, masih terdapat epidermis.(1)

Gambar Tanda Nikolsky padakulit ditandai dengan pembangunanlecetPasien diklasifikasikan dalam satu dari tiga kelompok berdasarkan area total di mana epidermis dapat terlepas (detachable). Nikolski positif:

1. Sindrom Steven-Johnson < 10% BSA

2. Sindrom Steven-Johnson / NET overlap : 10 30 % BSA

3. NET > 30 % BSA.(3)

2.8. Diagnosis Banding Sindrom Stevens-JohnsonKeadaan umum biasanya buruk disertai vesikel dan bulla tanpa epidermolisis(2).

. Staphylococcus scalded skin syndrome (SSSS)Biasanya timbul pada anak-anakdengan lokalisasi tertentu. Berupa bulla nummular di leher, ketiak, lipat paha dan wajah kemudian menyeluruh. Setelah beberapa hari akan terjadi deskuamasi. SSSSjarang mengenai mukosa(7).

2.9. PenatalaksanaanObat yang tersangka menyebabkan alergi segera dihentikan. Ada pula cara pengobatan hanya mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit. Dapat juga dilakukan pengobatan menggunakan kortikosteroid. Cara pengobatan mirip pengobatan pada SSJ yang berat. Perbedaannya mengenai dosisnya, NET lebih parah daripada SSJ sehingga dosis kortikosteroid lebih tinggi, umumnya deksametason 40 mg sehari dosis iv. Bila setelah dua hari diobati dengan cara tersebut masih juga timbul lesi baru, hendaknya dipikirkan kemungkinan alergi terhadap obat yang diberikan pada waktu rawat inap. Obat yang tersering ialah antibiotik, jadi diganti(2). Sebagai pengobatan topical dapat digunakan sulfadiazine perak (krim dermazin, silvadene). Perak dimaksudkan untuk mencegah atau mengobati infeksi oleh kuman gram negatif, gram positif dan candida, sedangkan sulfa untuk kuman gram positif. Efek samping sulfadiazine perak ialah neutropenia ringan dan reversible, sehingga tidak perlu dihentikan. Pengobatan untuk mulut dan bibir sama dengan pengobatan SSJ(2).

a) Pengobatan Simptomatik Fluid replacement secepatnya

Suhu ruangan dipertahankan 28-39oC

Early nutritional support: pasang NGT Konsultasi disiplin ilmu lain: THT, mata, penyakit dalam, gigi dan mulut. Mata diperiksa oleh ophthalmologist setiap hari, beri artificial tears, tetes mata antibiotik dan vitamin A setiap 2 jam sekali selama fase akut. Mulut berkumur dengan larutan antiseptik atau antifungal beberapa kali sehari

b) Pengobatan Spesifik

Kortikosteroid

Intravenous immunoglobulin

Cyclosporine A

Plasmapheresis/hemodialysis

Anti-TNF agents(3)2.10. Komplikasi Infeksi sistemik dan septisemia

Syok dan gagal multi-organ (MODs)

Komplikasi pada ginjal berupa nekrosis tubular akut akibat terjadinya ketidakseimbangan cairan bersama-sama dengan glomerolunefritis. Pengelupasan membran mukus dalam mulut, tenggorokan dan saluran pencernaan, ini menimbulkan kesulitan dalam makan dan minum sehingga mengarah pada dehidrasi dan kekurangan gizi. Pengelupasan konjungtiva dan gangguan-gangguan mata lainnya bisa menyebabkan kebutaan. Infeksi kulit oleh bakteri, scars and nail dystrophy, hiperpigmentasi atau hipopigmentasi

Adhesi genital ( dyspareunia, nyeri dan perdarahan Pneumonia atau respiratory failure2.11. Prognosis

Jika penyebabnya infeksi, maka prognosisnya lebih baik daripada jika disebabkan alergi terhadap obat. Kalau kelainan kulit luas, meliputi 50-70% permukaan kulit, prognosisnya buruk.Jadi luas kulit yang dikenai mempengaruhi prognosisnya. Juga bila terdapat purpura yang luas dan leukopenia(2). Angka kematian NET 30-35%, jadi lebih tinggi daripada SSJ yang hanya 5 % atau 10-15% pada bentuk transisional, karena NET lebih berat. SCORTEN merupakan sistem skoring prognostik yang dikembangkanuntuk menghubungkan mortalitasdengan parameter yang terpilih(3).

Sumber : Fitzpatricks Dermatology in General Medicine, 2008. DAFTAR PUSTAKA

1. Duegio, MS, dkk. Vol 35. 2008. Nekrolisis Epidermal Toksik Dengan Pengobatan Immunoglobulin Intravena. MDVI. Jakarta.

2. Djuanda, A. 2013. Nekrolisis Epidermal Toksik. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi keenam. FKUI. Jakarta

3. Wolff, K, et al. Epidermal Necrolysis (Steven-Johnson Syndrome and Toxic Epidermal Necrolysis). In: Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. Seventh edition. Volume one. McGraw Hill Medical. USA. 2006. Pg: 349-355.4. Stevens-Johnson Syndrome and Toxic Epidermal Necrolysis. In: Bolognia JL, Jorizzo JL,Rapini RP, editors. Dermatology. 2nd ed.London: Mosby; 2008.5. Daili, E.S.S, dkk. 2005. Penyakit Kulit yang Umum di Indonesia Sebuah Panduan Bergambar. PT. Medical Multimedia Indonesia: Jakarta.6. http://www.avimedi.net/en/stevens-johnson-syndrome-photos.html7. TEN (Toxic Epidermal Nekrolisis).: Available from:http://www.pajjakadoi.co.tv/2010/01/ten-nekrolisis-epidermal-toksik.html8. Siregar, R.S. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. EGC: Jakarta. BukuKedokteran; 2004.9. Valeyrie and Roujeau, 2008. Epidermal Necrolysis (Stevens-Johnson Syndrome and Toxic Epidermal Necrolysis). Fitzpatricks Dermatology in General Medicine, USA : 7th edition, chapter 39, page 349-355.17