6. Bab II Tinjauan Pustaka.doc

38
Terapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gangguan Obsesif Kompulsif 2.1.1 Berdasarkan Buku Ajar Psikiatri FKUI : Obsesi adalah aktivitas mental seperti pikiran, perasaan, ide, impuls yang berulang dan intrusive. Kompulsi adalah pola perilaku tertentu yang berulang dan disadari seperti menghitung, memeriksa dan menghindar.tindakan kompulsi merupakan usaha untuk meredakan kecemasan yang berhubungan dengan obsesi, namun tidak selalu berhasil meredakan ketegangan. Gangguan obsesif-kompulsif digambarkan sebagai pikiran dan tindakan yang berulang yang menghabiskan waktu atau menyebabkan distress dan hendaya yang bermakna. Pasien dengan gangguan ini menyadari bahwa pengalaman obsesi dan kompulsi tidak beralasan sehingga bersifat egodistonik. 2.1.2 Berdasarkan Kaplan dan Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis edisi 2: Obsesi adaalah pikiran, perasaan,gagasan, atau sensasi berulang dan mengganggu. Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha Periode 20 Oktober – 22 November 2014 6

Transcript of 6. Bab II Tinjauan Pustaka.doc

Page 1: 6. Bab II Tinjauan Pustaka.doc

Terapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Gangguan Obsesif Kompulsif

2.1.1 Berdasarkan Buku Ajar Psikiatri FKUI :

Obsesi adalah aktivitas mental seperti pikiran, perasaan, ide, impuls

yang berulang dan intrusive.

Kompulsi adalah pola perilaku tertentu yang berulang dan disadari

seperti menghitung, memeriksa dan menghindar.tindakan kompulsi

merupakan usaha untuk meredakan kecemasan yang berhubungan

dengan obsesi, namun tidak selalu berhasil meredakan ketegangan.

Gangguan obsesif-kompulsif digambarkan sebagai pikiran dan

tindakan yang berulang yang menghabiskan waktu atau

menyebabkan distress dan hendaya yang bermakna. Pasien dengan

gangguan ini menyadari bahwa pengalaman obsesi dan kompulsi

tidak beralasan sehingga bersifat egodistonik.

2.1.2 Berdasarkan Kaplan dan Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis edisi 2:

Obsesi adaalah pikiran, perasaan,gagasan, atau sensasi berulang dan

mengganggu.

Kompulsi adalah perilaku yang disadari, standar, dan berulang,

seperti menghitung, memeriksa, atau menghindar.

2.1.3 Berdasarkan Davison & Neale :

Gangguan obsesif-kompulsif adalah gangguan cemas, dimana

pikiran seseorang dipenuhi oleh gagasan-gagasan yang menetap dan

tidak terkontrol, dan ia dipaksa untuk melakukan tindakan tertentu

berulang-ulang, sehingga menimbulkan stres dan mengganggu

fungsinya dalam kehidupan sehari-hari.

2.1.4 Berdasarkan Dorland :

Obsession adalah pikiran, bayangan, atau dorongan yang berulang-

ulang, menetap, yang tidak diinginkan dan menyusahkan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 20 Oktober – 22 November 2014

6

Page 2: 6. Bab II Tinjauan Pustaka.doc

Terapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif

(egodistonik) serta muncul secara involuntar dalam pikiran meskipun

sudah diupayakan untuk mengabaikan atau menekannya.

Obsessive adalah berkenaan atau ditandai dengan obsesi.

Compulsion adalah (1) Suatu impuls yang tidak tertahankan, untuk

melakukan sejumlah aksi yang bertentangan dengan pertimbangan

atau kehendak yang lebih baik. (2) Suatu tindakan kompulsif atau

ritual : suatu tindakan repetitif dan stereotipik, seperti mencuci

tangan, menyentuh, menghitung, dan memeriksa, dicetuskan untuk

suatu tujuan yang tidak disadarinya dan tidak ada tujuan.

Compulsive adalah (1) Berkenaan atau ditandai dengan kompulsi. (2)

Sifat perfeksionis, kaku, keras kepala, ragu-ragu, preokupasi dengan

pekerjaan : sifat pribadi dari gangguan personalitas obsesif-

kompulsif.

Obsessive Compulsive adalah berkenaan dengan obsesi dan

kompulsi, gangguan obsesi kompulsif, atau gangguan kepribadian

obsesif kompulsif.

2.2 Epidemiologi Gangguan Obsesif Kompulsif

Prevalensi gangguan obsesi kompulsif sebesar 2-2,4%. Sebagian besar

gangguan dialami pada saat remaja atau dewasa muda (umur 18-24 tahun),

tetapi bisa terjadi pada masa kanak. Perbandingan laki-laki : perempuan

berimbang, meskipun gangguan lebih umum terjadi pada laki-laki di masa

kecil atau masa remaja, sedangkan pada wanita terjadi di usia dua puluhan

dan seringkali dilatar belakangi oleh ciri kepribadian anankastik yang

menonjol.

2.3 Etiologi Gangguan Obsesif Kompulsif

2.3.1 Faktor Biologis

2.3.1.1 Neurotransmiter

2.3.1.1.1 Sistem Serotonergik.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 20 Oktober – 22 November 2014

7

Page 3: 6. Bab II Tinjauan Pustaka.doc

Terapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif

Banyak percobaan obat klinis yang telah dilakukan

menyokong hipotesis bahwa disregulasi serotonin

terlibat di dalam pembentukan gejala obsesi dan

kompulsi pada gangguan ini. Data menunjukkan

bahwa obat serotonergik lebih efektif daripada obat

yang mempengaruhi sistem neurotransmiter lain

tetapi tidak jelas apakah serotonin terlibat sebagai

penyebab OCD. Studi klinis memeriksa kadar

metabolit serotonin (contoh: asam 5-

hidroksiindolasetat [5HIAA] didalam cairan

serebrospinal (CSS) serta afinitas dan jumlah tempat

ikatan trombosit pada imipramin yang telah dititrasi

dan melaporkan sebagai temuan dari hal ini pada

pasien dengan OCD. Pada satu studi, konsentrasi 5-

HIAA pada cairan serebrospinal menurun setelah

terapi dengan clomipramine, sehingga memberikan

fokus perhatian pada sistem serotonergik.

2.3.1.1.2 Sistem Noradrenergik.

Baru-baru ini, lebih sedikit bukti yang ada untuk

disfungsi sistem noradrenergik pada OCD. Laporan

yang tidak resmi menunjukkan sejumnlah perbaikan

gejala OCD dengan klonidin oral.

2.3.1.1.3 Neuroimunologi.

Terdapat hubungan positif antara infeksi

streptokokus dengan OCD. Infeksi streptokokus

grup A β-hemolitik dapat menyebabkan demam

reumatik dan sekitar 10 hingga 30 persen pasien

mengalami chorea Syndenham dan menunjukkan

gejala obsesif kompulsif. Awitan infeksi biasanya

terjadi pada usia sekitar 8 tahun untuk menimbulkan

gejala sisa itu

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 20 Oktober – 22 November 2014

8

Page 4: 6. Bab II Tinjauan Pustaka.doc

Terapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif

2.3.1.2 Studi Pencitraan Otak

Berbagai studi pencitraan otak fungsional-contohnya positron

emission tomography (PET), menunjukkan peningkatan

aktivitas dilobus frontalis, ganglia basalis, dan cingulum pada

pasien dengan OCD. Terapi farmakologis dan perilaku

dilaporkan dapat membalikkan abnormalitas ini. Studi

computed tomography (CT) dan magnetic resonance imaging

(MRI) menemukan berkurangnya ukuran kaudatus bilateral

pada pasien dengan OCD. Prosedur neurologis yang

melibatkan cingulum kadang-kadang efektif di dalam terapi

pada pasien OCD.2

2.3.1.3 Genetik

Data genetik yang tersedia mengenai OCD menyokong

hipotesis bahwa gangguan ini memiliki komponen genetik

yang signifikan. Meskipun demikian, data ini belum

membedakan pengaruh budaya dan efek perilaku terhadap

transmisi gangguan ini. Studi kembar untuk gangguan ini

secara konsisten menemukan angka kejadian bersama yang

lebih tinggi bermakna untuk kembar monozigot daripada

dizigot. Studi keluarga pada pasien OCD menunjukkan bahwa

35 persen kerabat derajat pertama pasien OCD juga mengalami

gangguan ini.2

2.3.2 Faktor Perilaku

Menurut ahli teori pembelajaran, obsesi adalah stimulus yang

dipelajari. Stimulus yang relatif netral menjadi dikaitkan dengan rasa

takut atau ansietas melalui suatu proses pembelajaran responden yaitu

memasangkan stimulus netral dengan peristiwa yang berbahaya sifatnya

atau menimbulkan ansietas. Dengan demikian, objek dan pikiran yang

tadinya netral menjadi stimulus dipelajari yang mampu mencetuskan

ansietas atau ketidaknyamanan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 20 Oktober – 22 November 2014

9

Page 5: 6. Bab II Tinjauan Pustaka.doc

Terapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif

Kompulsif dibentuk dengan cara yang berbeda. Ketika seseorang

menemukan bahwa suatu tindakan tertentu mengurangi ansietas yang

melekat dengan pikiran obsesional, ia akan mengembangkan strategi

penghindaran aktif dalam bentuk kompulsi atau perilaku ritualistik

untuk mengendalikan ansietasnya. Secara bertahap, karena efisiensinya

dalam mengurangi dorongan sekunder yang menyakitkan (ansietas),

strategi penghindaran menjadi terfiksasi seperti pola perilaku kompulsif

yang dipelajari. Teori pembelajaran memberikan konsep yang berguna

untuk menjelaskan aspek tertentu fenomena obsesif-kompulsif, contoh;

gagasan yang mampu mencetuskan ansietas tidak harus menakutkan

dengan sendirinya dan pembentukan pola perilaku kompulsif.2

2.3.3 Faktor Psikososial

2.3.3.1 Faktor kepribadian

OCD berbeda dengan gangguan kepribadian obsesi kompulsif.

Sebagian besar orang dengan OCD tidak memiliki gejala

kompulsif pramorbid dan ciri kepribadian seperti itu tidak

perlu atau tidak cukup untuk menimbulkan OCD. Hanya

sekitar 15 sampai 35 persen pasien OCD memiliki ciri

obsesional pramorbid.

2.3.3.2 Faktor Psikodinamik

Sigmund Freud awalnya mengkonsepkan keadaan yang

sekarang kita sebut OCD sebagai neurosis obsesif kompulsif.

Ia menganggap terdapat kemunduran defensif dalam

menghadapi dorongan oedipus yang mencetuskan ansietas. Ia

mendalilkan bahwa pasien dengan neurosis obsesif kompulsif

mengalami regresi perkembangan psikoseksual ke fase anal.

Walaupun terapi psikoanalitik tidak akan mengubah

obsesi atau kompulsi yang berkaitan dengan penyakit secara

langsung, tilikan psikodinamik dapat memberikan banyak

bantuan dalam memahami masalah dengan kepatuhan terapi,

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 20 Oktober – 22 November 2014

10

Page 6: 6. Bab II Tinjauan Pustaka.doc

Terapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif

kesulitan interpersonal, dan masalah kepribadian yang

menyertai gangguan Aksis I.

Meskipun gejala OCD dapat didorong secara biologis,

pasien dapat menjadi tertarik untuk mempertahankan

simtomatologi karena adanya keuntungan sekunder.

Contohnya, pasien laki-laki yang tinggal dirumah untuk

merawatnya, secara tidak sadar dapat ingin bertahan pada

gejala OCD-nya karena gejala tersebut berarti ibunya tetap

memperhatikannya.

Kontribusi pemahaman psikodinamik lainnya melibatkan

dimensi interpersonal. Sejumlah studi menunjukkan bahwa

kerabat akan mengakomodasi pasien melalui partisipasi aktif

didalam ritual atau modifikasi kegiatan rutin sehari-hari yang

signifikan. Bentuk akomodasi keluarga ini berhubungan

dengan tekanan di dalam keluarga, sikap penolakan terhadap

pasien, dan fungsi keluarga yang buruk. Seringkali, anggota

keluarga terlibat dalam upaya mengurangi ansietas pasien atau

mengendalikan ekspresi kemarahan pasien. Pola keterkaitan ini

dapat terinternalisasi dan dimunculkan kembali ketika pasien

memasuki lingkungan terapi.

Akhirnya, satu kontribusi pemikiran psikodinamik

lainnya adalah mengenali presipitan yang memulai atau

memperberat gejala. Seringkali, kesulitan interpersonal

meningkatkan ansietas pasien sehingga juga meningkatkan

simtomatologi pasien. Riset mengesankan bahwa OCD dapat

dicetuskan oleh sejumlah stresor lingkungan, khususnya yang

melibatkan kehamilan, kelahiran anak, atau perawatan anak

oleh orang tua. Pengertian akan stresor tersebut dapat

membantu klinisi dalam rencana terapi keseluruhan yang

mengurangi peristiwa yang membuat stres itu sendiri atau

maknanya bagi pasien.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 20 Oktober – 22 November 2014

11

Page 7: 6. Bab II Tinjauan Pustaka.doc

Terapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif

2.3.3.3 Faktor Psikodinamik Lain.

Di dalam teori psikoanalitik klasik, OCD dianggap sebagai

regresi dari fase oedipus ke fase perkembangan psikoseksual

anal. Ketika pasien dengan gangguan ini merasa terancam oleh

ansietas, mereka akan mengalami regresi ke tahap yang

berkaitan dengan fase anal.

Salah satu ciri yang menonjol pada pasien dengan OCD

adalah derajat preokupasi yang mereka alami terhadap agresi

atau kebersihan baik secara nyata dalam gejala maupun dalam

hubungan yang terletak di baliknya. Dengan demikian,

psikogenesis OCD dapat terletak pada gangguan pertumbuhan

dan perkembangan normal terkait fase perkembangan anal-

sadistik.

Ambivalensi. Ambivalensi adalah hasil langsung

perubahan ciri kehidupan impuls. Ambivalensi merupakan ciri

penting pada anak normal selama fase perkembangan anal-

sadistik; anak merasakan cinta dan kebencian yang kejam pada

objek yang sama, kadang-kadang bersamaan. Pasien dengan

OCD sering secara sadar mengalami cinta dan benci pada

suatu objek. Konflik emosi yang berlawanan ini terlihat pada

pola perilaku melakukan dan tidak melakukan pola perilaku

dan di dalam keraguan yang melumpuhkan dalam menghadapi

pilihan.

Pikiran Magis. Didalam pikiran magis, regresi membuka

cara berpikir awal bukannya impuls; yaitu fungsi ego,

dipengaruhi oleh regresi. Kelekatan terhadap pikiran magis

merupakan omnipotensi pikiran. Banyak pasien dengan OCD

yakin bahwa hanya dengan memikirkan suatu peristiwa di

dunia eksternal, mereka dapat menyebabkan suatu peristiwa

terjadi tanpa tindakan fisik perantara. Perasaan ini

menyebabkan mereka takut memiliki pikiran agresif

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 20 Oktober – 22 November 2014

12

Page 8: 6. Bab II Tinjauan Pustaka.doc

Terapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif

2.4 Gambaran Klinis Gangguan Obsesif Kompulsif

Pada umumnya obsesi dan kompulsif mempunyai gambaran tertentu seperti :

1. Adanya ide atau impuls yang terus-menerus menekan ke dalam kesadaran

individu.

2. Perasaan cemas/takut akan ide atau impuls yang aneh

3. Obsesi dan kompulsi yang egoalien

4. Pasien mengenali obsesi dan kompulsif merupakan sesuatu yang abstrak

dan irasional

5. Individu yang menderita obsesi kompulsif merasa adanya keinginan kuat

untuk melawan

Ada 4 pola gejala utama gangguan obsesi kompulsif yaitu :

1. Kontaminasi; pola yang paling sering terjadi yang diikuti oleh perilaku

mencuci dan menghindari obyek yang dicurigai terkontaminasi

2. Sikap ragu-ragu yang patologik; obsesi tentang ragu-ragu yang diikuti

dengan perilaku kompulsi mengecek/memeriksa. Tema obsesi tentang

situasi berbahaya atau kekerasan (seperti lupa mematikan kompor atau

tidak mengunci rumah).

3. Pikiran yang intrusif; pola yang jarang, pikiran yang intrusif tidak disertai

kompulsi, biasanya pikiran berulang tentang seksual atau tindakan agresif.

4. Simetri; obsesi yang temanya kebutuhan untuk simetri, ketepatan sehingga

bertindak lamban, misalnya makan memerlukan waktu berjam-jam, atau

mencukur kumis dan janggut.

Pola yang lain : obsesi bertema keagamaan, trichotilomania, dan menggigit-

gigit jari.

2.5 Pedoman Diagnostik Gangguan Obsesif Kompulsif

2.5.1 Berdasarkan Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa PPDGJ III

Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesional dan

tindakan kompulsif, atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 20 Oktober – 22 November 2014

13

Page 9: 6. Bab II Tinjauan Pustaka.doc

Terapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif

selama sedikitnya dua minggu berturut-turut, dan merupakan sumber

distres dan gangguan aktivitas.

Hal tersebut merupakan sumber penderitaan atau mengganggu

aktivitas penderita.

Gejala-gejala obsesional harus memiliki ciri-ciri berikut :

a) Harus dikenal/disadari sebagai pikiran atau impuls dari

diri individu sendiri;

b) Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang masih

tidak berhasil dilawan, meskipun ada lainnya yang tidak lagi

dilawan oleh penderita;

c) Pikiran untuk melaksanakan tindakan tersebut di atas

bukan merupakan hal yang memberi kepuasan atau kesenangan

(sekadar perasaan lega dari ketegangan atau anxietas tidak

dianggap sebagai kesenangan seperti dimaksud di atas);

d) Pikiran, bayangan, atau impuls tersebut harus

merupakan pengulangan yang tidak menyenangkan.

Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif,

dengan depresi. Penderita gangguan obsesif-kompulsif, seringkali

juga menunjukkan gejala depresif, dan sebaliknya penderita

gangguan depresi berulang (F33) dapat menunjukkan pikiran-pikiran

obsesif selama episode depresifnya. Dalam berbagai situasi dari

kedua hal tersebut, meningkatnya atau menurunnya gejala depresif

umunya dibarengi secara paralel dengan perubahan gejala obsesif.

Bila terjadi episode akut dari gangguan tersebut, maka diagnosis

diutamakan dari gejala-gejala yang timbul lebih dahulu. Diagnosis

gangguan obesesif-kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada

gangguan depresif pada saat gejala obsesif kompulsif tersebut

timbul. Bila dari keduanya tidak ada yang menonjol, maka lebih baik

menganggap depresi sebagai diagnosis yang primer. Pada gangguan

menahun, maka prioritas diberikan pada gejala yang lebih bertahan

saat gejala yang lain menghilang.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 20 Oktober – 22 November 2014

14

Page 10: 6. Bab II Tinjauan Pustaka.doc

Terapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif

Gejala obsesif sekunder yang terjadi pada gangguan skizofrenia,

sindrom tourette, atau gangguan mental organik, harus dianggap

sebagai bagian dari kondisi tersebut.

2.5.1.1 Predominan Pikiran Obsesional Atau Pengulangan

Dapat berupa gagasan, bayangan mental atau dorongan

untuk berbuat. Meskipun isi pikiran tersebut berbeda-beda,

tetapi umumnya hampir selalu menyebabkan distress.

Kadanga-kadang berupa pikiran yang sepele yang tidak ada

habisnya untuk dipertimbangkan. Ketidakmampuan

mengambil keputusan atas berbagai alternatif tersebut

merupakan unsur penting dalam banyak penanggulangan

obsesional lainnya dan sering kali disertai ketidakmampuan

untuk mengambil keputusan mengenai hal-hal kecil tetapi

perlu dalam kehidupan sehari-hari.

2.5.1.2 Predominan Tindakan Kompulsif

Mayoritas tindakan kompulsif berkaitan dengan

kebersihan (khususnya mencuci tangan), memeriksa berulang

untuk meyakinkan bahwa situasi yang dianggapnya berpotensi

bahaya tidak dibiarkan terjadi, atau masalah kerapian dan

keteraturan. Perilaku ini dilandasi perasaan takut terhadap

bahaya yang mengancam dirinya atau yang bersumber dari

dirinya, dan tindakan ritual yang dilakukan merupakan ikhtiar

simbolik untuk menghindari bahaya tersebut. Tindakan ritual

kompulsif tersebut bisa menyita banyak waktu sampai

beberapa jam setiap hari dan kadang disertai ketidakmampuan

mengambil keputusan dan kelambanan yang mencolok. Secara

keseluruhan gejala-gejala tersebut di atas terjadi secara

seimbang pada laki-laki dan perempuan.

Tindakan ritual kompulsif lebih jarang disertai

depresi dan lebih responsive terhadap terapi perilaku.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 20 Oktober – 22 November 2014

15

Page 11: 6. Bab II Tinjauan Pustaka.doc

Terapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif

2.5.1.3 Campuran Tindakan dan Pikiran Obsesional

Kebanyakan dari pasien obsesif-kompulsif

memperlihatkan unsur dari pikiran yang obsesional maupun

tindakan yang kompulsif. Subkategori ini digunakan apabila

keduanya secara seimbang sama menonjol. Namun jika salah

satu memang lebih jelas dominan, sebaiknya dinyatakan dalam

satu kategori yang spesifik, karena pikiran dan tindakan dapat

menunjukkan respon yang berbeda terhadap pengobatan yang

berbeda.

2.5.2 Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV

(DSM-IV-TR)

a. Salah satu obsesi atau kompulsi :

Obsesi didefinisikan sebagai berikut:

1. Pikiran, impuls, atau layangan yang berulang dan menetap yang

dialami, pada suatu saat selama gangguan, dirasakan mengganggu

dan tidak sesuai, dan menyebabkan kecemasan dan penderitaan

yang jelas.

2. Pikiran, impuls, atau bayangan tidak hanya kekhawatiran

berlebihan tentang masalah kehidupan yang nyata.

3. Orang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran,

impuls, atau bayangan tersebut untuk menetralkannya dengan

pikiran atau tindakan lain.

4. Orang menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan

obsesional adalah hasil dari pikirannya sendiri (tidak disebabkan

dari luar seperti penyisipan pikiran).

Kompulsi didefinisikan oleh (1) dan (2) :

1. Perilaku berulang (misalnya, mencuci tangan, mengurutkan,

memeriksa) atau tindakan mental (misalnya, berdoa, menghitung,

mengulangi kata-kata dalam hati) yang dirasakannya mendorong

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 20 Oktober – 22 November 2014

16

Page 12: 6. Bab II Tinjauan Pustaka.doc

Terapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif

untuk melakukan sebagai respon terhadap suatu obsesi, atau

menurut dengan aturan yang harus dipatuhi secara kaku.

2. Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau

mengurangi penderitaan atau mencegah suatu kejadian atau

situasi yang menakutkan; akan tetapi, perilaku atau tindakan

mental tersebut tidak dihubungkan dengan cara yang realistik

dengan apa yang mereka maksudkan untuk menetralkan atau

mencegah, atau secara jelas berlebihan.

b. Pada suatu waktu selama perjalanan gangguan, orang menyadari

bahwa obsesi atau kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan.

Catatan : hal ini tidak berlaku untuk anak-anak.

c. Obsesi atau kompulsi menyebabkan penderitaaan yang jelas,

menghabiskan waktu (lebih dari 1 jam sehari), atau secara bermakna

mengganggu rutinitas normal, fungsi pekerjaan (atau akademik),

atau kegiatan atau hubungan sosial biasanya.

d. Jika terdapat gangguan Aksis I lainnya, isi dari obsesi dan kompulsi

tidak terkait dengan gangguan tersebut.

e. Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari zat

(misal, penyalahgunaan zat, pengobatan) atau suatu kondisi medis

umum.

Kondisi khusus jika :

Dengan tilikan buruk: jika selama episode, individu tidak menyadari

bahwa obsesi dan kompulsinya berlebihan atau tidak beralasan.

2.5.3 Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders 5th

edition (DSM-5)

Diagnostic criteria :

a. Presence of obsessions, compulsion, or both :

Obsessions are defined by (1) and (2) :

1. recurrent and persistent thoughts urges, or images that or

experience, at some time during the disturbance, as intrusive an

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 20 Oktober – 22 November 2014

17

Page 13: 6. Bab II Tinjauan Pustaka.doc

Terapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif

unwated, and that is most individuals cause market anxiety or

distress.

2. the individual attempts to ignore or suppress such thoughts, urges,

or images, or to neutralize them with some other thought or action

(i.e., by performing a compulsion).

Compulsion are defined by (1) and (2) :

1. repetitive behaviours (e.g., hand washing, ordering, checking) or

mental acts (e.g., praying, counting, repeating words silently) that

the individual feels driven to perform in response to an onsession

or according to rules that must be applied rigidly.

2. the behaviour or mental acts are aimed at preventing or reducing

anxiety or distress or preventing some dreaded even or situation ;

however, this behaviours or mental acts are not connected in a

realistic way with what they are designed neutralize or prevent, or

are clearly excessive.

b. the obsession or compulsion are time-consuming (e.g., take more

than one hour per day) or cause clinically significant distress or

impairment in social, occupational, or other important areas of

functioning.

c. The obsessive-compulsive symptoms are not attributable to the

physiological affect of a substance (e.g., a drug of abuse, a

medication) or another medical condition.

d. The disturbance is not better explained by the symptoms of another

mental disorder (e.g., excessive worries, as in generalized anxiety

disorder, preoccupation with appearances, as in body dismorphic

disorder; hair pulling, as in trichotillomania (hair pulling disorder) ;

skin picking as in excoriation ( skin-picking) disorder; stereotypes,

as in stereotypic movement disorder ; ritualized eating behaviour, as

in eating disorder ; preoccupation with substance or gambling, as in

substance-related and additive disorder ; sexual urges or fantasies, as

on paraphilic disorder ; impulse, as in disruptive, impulse control,

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 20 Oktober – 22 November 2014

18

Page 14: 6. Bab II Tinjauan Pustaka.doc

Terapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif

and conduct disorder ; guilty ruminations as in major deppresive

disorder, thought insertion or delusional preoccupation, as in

schizophrenia spectrum and other psychotic disorder ; or repetitive

patterns of behaviour, as in autism spectrum disorder.

300.3 (F42) : Obsessive Compulsive Disorder

Specify if: With good or fair insight: wiht poor insight: with absent

insight/ delusional beliefs; Tic-related.

2.6 Diagnosa Banding Gangguan Obsesif Kompulsif

2.6.1 Keadaan medis

Persyaratan diagnostik DSM-IV-TR pada distres pribadi dan gangguan

fungsional membedakan OCD dengan pikiran dan kebiasaan yang

sedikit berlebihan atau biasa. Gangguan neurologis utama

dipertimbangkan dan diagnosis banding adalah gangguan Tourette,

gangguan “tic” lainnya, epilepsy lobus temporalis dan kadang-kadang

trauma serta komplikasi pasca ensefalitis.

2.6.2 Gangguan Tourette

Gejala khas gangguan Tourette adalah tik motorik dan vokal yang

sering terjadi bahkan setiap hari. Gangguan Tourette dan OCD

memiliki awitan dan gejala yang serupa. Sekitar 90 persen orang

dengan gangguan Tourette memiliki gejala kompulsif dan sebanyak dua

pertiga memenuhi kriteria diagnostik OCD.

2.6.3 Keadaan Psikiatri Lain

Keadaan psikiatri lain yang dapat terkait erat dengan OCD adalah

hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan mungkin gangguan

pengendalian impuls lain, seperti kleptomania dan judi patologis. Pada

semua gangguan ini, pasien memiliki pikiran berulang (contohnya

kepedulian akan tubuh) atau perilaku berulang ( contohnya mencuri).

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 20 Oktober – 22 November 2014

19

Page 15: 6. Bab II Tinjauan Pustaka.doc

Terapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif

2.7 Perjalanan Penyakit dan Prognosis Gangguan Obsesif Kompulsif

Lebih dari 50% pasien dengan gangguan obsesif kompulsif gejala

awalnya muncul mendadak. Permulaan gangguan terjadi setelah adanya

peristiwa yang menimbulkan stres, seperti kehamilan, masalah seksual,

kematian keluarga. Seringkali pasien merahasiakan gejala sehingga terlambat

datang berobat. Perjalanan penyakit bervariasi, sering berlangsung panjang,

beberapa pasien mengalami perjalanan penyakit yang berfluktuasi sementara

sebagian lain menetap dan terus-menerus ada.

Kira-kira 20-30 % pasien mengalami perbaikan gejala yang bermakna,

sementara 40-50% perbaikan sedang, sedangkan sisanya 20-40% gejalanya

menetap atau memburuk. Sepertiga gangguan obsesif kompulsif disertai

gangguan depresi, dan semua pasien dengan gangguan obsesif kompulsif

memiliki risiko bunuh diri.

Indikasi prognosis buruk adalah: kompulsi yang diikuti, awitan masa

kanak, kompulsi yang bizarre, memerlukan perawatan rumah sakit, ada

komorbiditas dengan gangguan depresi, adanya kepercayaan yang mengarah

ke waham dan adanya gangguan kepribadian(terutama kepribadian

skizotipal). Indikasi adanya prognosis yang baik adalah adanya penyesuaian

sosial dan pekerjaan yang baik, adanya peristiwa yang menjadi pencetus,

gejaja yang episodik.

2.8 Tatalaksana Gangguan Obsesif Kompulsif

Mengingat faktor utama penyebab gangguan obsesif kompulsif adalah

faktor biologik, maka pengobatan yang disarankan adalah pemberian

farmakoterapi dan terapi perilaku. Banyak pasien gangguan obsesif kompulsif

yang resisten terhadap usaha pengobatan yang diberikan baik dengan obat

maupun terapi perilaku. Walaupun dasar gangguan obsesif kompulsif adalah

biologik, namun gejala obsesif kompulsifnya mungkin mempunyai makna

psikologis penting yang membuat pasien menolak akan pengobatan.

Eksplorasi psikodinamik terhadap resistensi pasien terhadap pengobatan

sering memperbaiki kepatuhan berobat. Respon penderita gangguan obsesif

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 20 Oktober – 22 November 2014

20

Page 16: 6. Bab II Tinjauan Pustaka.doc

Terapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif

kompulsif terhadap farmakoterapi sering kali hanya mencapai pengurangan

gejalasekitar 30 – 60% dan kebanyakan masih menunjukkan gejala secara

menahun. Namun demikian, umumnya penderita sudah merasa sangat

tertolong. Untuk mendapatkan hasil pengobatan yang lebih baik, perlu

disertai dengan terapi perilaku (behaviour therapy).

2.8.1 Terapi Farmakologi

Obat-obatan yang umum digunakan pada gangguan obsesif-

kompulsif adalah golongan trisiklik (clomipramine) dan SSRI

(contohnya fluoxetine, fluvoxamine, paroxetine, sertraline, dan

citalopram). Efek awal umumnya terlihat setelah 4 sampai 6 minggu

terapi walaupun 8 hingga 16 minggu biasanya diperlukan untuk

memperoleh keuntungan terapeutik maksimal.

2.8.1.1 Obat Anti Obsesif Kompulsif Trisiklik

Dari semua obat trisiklik, clomipramine adalah yang

paling selektif untuk ambilan kembali serotonin versus

ambilan kembali norepinefrin. Clomipramine merupakan obat

lini pertama untuk terapi OCD. Penggunaan dosis harus

dititrasi meningkat selama 2 sampai 3 minggu untuk

menghindari efek samping. Efek sampingnya antara lain :

Efek anti-histaminergik

Sedasi, rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja

psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun, dll.

Efek anti-kolinergik

Mulut kering, keluhan lambung, retensi urin, disuria,

pengliatan kabur, konstipasi, gangguan fungsi seksusal,

sinus takikardia, dll.

Efek anti-adrenergik alfa

Perubahan EKG, hipotensi ortostatik, dll.

Efek neurotoksis

Tremor halus, kejang-epileptik, agitasi, insomnia, dll.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 20 Oktober – 22 November 2014

21

Page 17: 6. Bab II Tinjauan Pustaka.doc

Terapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif

Untuk pencegahan terhadap akibat yang merugikan dari efek

samping tersebut, sebelum penggunaan obat perlu dilakukan

pemeriksaan fisik dan laboratorium, terutama fungsi hati dan

fungsi ginjal, serta pemeriksaan EKG dan EEG, khususnya

pada anak-anak atau dewasa dengan riwayat kejang, dan pada

pasien usia lanjut.

Efek samping yang tidak berat (tergantung daya toleransi dari

penderita), umumnya dapat ditoleransi oleh penderita dan akan

menghilang dalam waktu sekitar 3 minggu bila tetap diberikan

dalam dosis yang sama. Efek samping yang tersering

dikeluhkan adalah mulut kering dan konstipasi. Pada keadaan

overdosis dapat terjadi intoksikasi trisiklik dengan gejala

eksitasi SSP, hipertensi, hiperpireksia, konvulsi, “toxic

confusional state” (confusion, delirium, disorientation).

Clomipramine mulai diberikan dari dosis rendah untuk

penyesuaian efek samping, mulai dengan 25-50 mg/hari (dosis

tunggal pada malam hari, waktu paruh 10 – 20 jam), dinaikkan

secara bertahap dengan penambahan 25mg/h, sampai tercapai

dosis efektif. Dosis efektif biasanya sampai 200-300 mg/h

(sangat tergantung toleransi penderita terhadap efek samping

obat). Dosis pemeliharaan umumnya agak tinggi meskipun

sifatnya individual, sekitar 100-200 mg/h. “lethal dose”

Clomipramine = lebih dari 1-2 gr/h (lebih kecil pada anak –

anak dan usia lanjut atau sudah ada penyakit organik sebagai

penyulit). Batas lamanya pemberian obat bersifat individual,

umunya diatas 6 bulan sampai tahunan, kemudian dihentikan

secara bertahap ddengan penurunan dosis berkala (tapering

off).

2.8.1.2 Obat anti Obsesif Kompulsif SSRI

Fluvoxamine, paroxetine, setraline, dan fluoxetin diindikasikan

untuk terapi gangguan obsesif kompulsif (OCD) pada orang

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 20 Oktober – 22 November 2014

22

Page 18: 6. Bab II Tinjauan Pustaka.doc

Terapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif

berusia diatas 18 tahun. Fluvoxamine dan sertraline juga

disetujui untuk terapi gangguan obsesfi kompulsif pada

pediatrik (usia 6 – 17 tahun). Dosis SSRI yang efektif untuk

gangguan obsesif kompulsif lebih tinggi dibandingkan dosis

yang diperlukan untuk menterapi depresi. Fluoxetin efektif

untuk gangguan obsesif kompulsif pada dosis sebsar 20, 40,

dan 60 mg/ hari, dengan gradasi respon yang bergantung dosis.

Dosis sebesar 60 mg secara signifikan lebih efektif

dibandingkan dosis 20mg. Paroxetin efektif pada dosis sebesar

40 dan 60 mg ; dosis 20 mg tidak lebih baik dibandingkan

dengan plasebo. Respon dapat dinilai pada beberapa minggu

pertama terapi, tetapi 15 – 20% orang berespon hanya setelah

terapi yang lama. Gejala depresif komorbid berespon secara

signifikan lebih baik terhadap SSRI dibandingkan

clomipramine, nortriptiline, atau amitriptilin. Tampaknya tidak

ada peran penambahan lithium untuk terapi OCD. Kombinasi

SSRI dan clomipramine berpotensi berbahaya karena potensi

kardiotoksisitasnya.

2.8.2 Terapi Perilaku

Terapi perilaku pada seseorang dengan gangguan obsesif-

kompulsif dapat berupa exposure and response prevention dimana

pasien dipanjankan dengan stimulusnya namun diingatkan dan diawasi

untuk menahan perasaan kompulsifnya. Desensitisasi, thought stopping,

dan thought flooding, merupakan terapi yang dapat digunakan pada

pasien dengan gangguan obsesif kompulsif. Untuk keberhasilan dari

terapi perilaku, sebaiknya terapi ini digabungkan dengan obat-obatan,

psikoterapi, dan yang terutama memerlukan tingkat komitmen pasien

yang tinggi. Dalam proses terapi, diperlukan dukungan dari keluarga

yang cukup sehingga pasien dapat mempertahankan tingkat

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 20 Oktober – 22 November 2014

23

Page 19: 6. Bab II Tinjauan Pustaka.doc

Terapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif

komitmennya terhadap terapi yang dijalaninya. Dalam kondisi tertentu,

terapi kelompok juga dapat membantu seorang pasien dalam terapinya.

2.8.2.1 Terapi Psikoanalisis

Terapi psikoanalisis untuk obsesif kompulsif mirip dengan

fobia dan kecemasan menyeluruh, yaitu mengangkat represi

dan memberi jalan pada pasien untuk menghadapi hal yang

benar-benar ditakutkannya. Karena pikiran yang menggangu

dan perilaku kompulsif melindungi ego dari konflik yang

ditekan, serta, keduanya merupakan target yang sulit untuk

intervensi terapeutik, dan prosedur psikoanalisis serta

psikodinamika terkait tidak efektif untuk menangani gangguan

ini (Esman,1989). Salah satu pandangan psikoanalisis

mengemukakan hipotesis bahwa keragu-raguan yang tampak

pada sebagian besar penderita obsesif-kompulsif berasal dari

kebutuhan terhadap kepastian benarnya suatu tindakan

sebelum tindakan tersebut dilakukan (Salzman,1985). Dengan

demikian, pasien harus belajar untuk mentoleransi

ketidakpastian dan kecemasan yang dirasakan semua orang

seiring mereka menghadapi kenyataan bahwa tidak ada sesuatu

yang pasti atau dapat dikendalikan secara mutlak dalam hidup

ini. Fokus akhir dalam terapi tetap berupa insight atas berbagai

penyebab simptom.

2.8.2.2 Pendekatan Behavioral : Pemaparan dan Pencegahan

Ritual (ERP-Exposure and Ritual prevention)

Pendekatan behavioral yang paling banyak digunakan,dinilai

cukup efektif bagi lebih dari separuh pasien penderita OCD

dan diterima secara umum untuk ritual kompulsif, dalam

metode ini (kadang disebut flooding) seseorang memaparkan

dirinya pada situasi yang menimbulkan tindakan kompulsif,

kemudian menghindari untuk tidak melakukan ritual yang

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 20 Oktober – 22 November 2014

24

Page 20: 6. Bab II Tinjauan Pustaka.doc

Terapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif

biasa dilakukannya. Asumsinya adalah bahwa ritual tersebut

merupakan penguatan negatif karena mengurangi kecemasan

yang ditimbulkan oleh suatu stimulus atau peristiwa dalam

lingkungan. Mencegah seseorang melakukan ritual akan

memaparkannya pada stimulus yang menimbulkan kecemasan

sehingga memungkinkan terhapusnya kecemasan tersebut.

Kadangkala pemaparan dan pencegahan ritual ini dilakukan

melalui imajinasi, terutama jika tidak memungkinkan untuk

melakukannya secara nyata, contohnya, bila seseorang percaya

bahwa ia akan sakit parah apabila tidak melakukan ritual

tertentu.

2.8.2.3 Terapi Perilaku Rasional Emotif

Beberapa bukti mendukung efektivitas terapi perilaku rasional

emotif untuk mengurangi OCD (a.l., Emmelkamp &

Beens,1991). Pemikirannya adalah membantu pasien

menghapuskan keyakinan bahwa segala tindakan yang mereka

lakukan harus mutlak memberikan hasil sempurna. Terapi

kognitif dari beck dapat bermanfaat (Van Oppen dkk.,1995).

Dalam pendekatan ini, pasien didorong untuk menguji

ketakutan mereka bahwa sesuatu yang mengerikan akan terjadi

jika mereka tidak melakukan ritual kompulsif. Jelaslah, bagian

ini tidak terpisahkan dalam terapi kognitif semacam itu adalah

pemaparan dan pencegahan respon (atau ritual), karena untuk

mengevaluasi apakah tidak melakukan ritual kompulsif akan

memberikan konsekuensi yang mengerikan, pasien harus

menahan diri untuk tidak melakukan ritual tersebut.

2.8.3 Terapi elektro-konvulsi dan bedah psikis

Pada kasus-kasus yang ekstrim, dapat dipertimbangkan terapi elektro-

konvulsi dan bedah psikis. Yang umumnya digunakan terkait dengan

kasus gangguan obsesif-kompulsif adalah cingulotomy yang sukses

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 20 Oktober – 22 November 2014

25

Page 21: 6. Bab II Tinjauan Pustaka.doc

Terapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif

pada 25-30 % pasien. Selain itu juga terdapat capsulotomy. Teknik

bedah nonablasi dimana menanamkan elektrode-elektrode pada

nukleus-nukleus ganglia basal. Terapi-terapi ini dilakukan dengan

bantuan MRI. Komplikasi dari terapi bedah tersebut umumnya adalah

kejang, yang dapat diterapi dengan fenitoin.

2.8.3.1 Operasi otak (Brain Surgery)

Perawatan ini termasuk operasi yang menghancurkan jaringan

otak dalam jumlah yang sangat kecil.

Intervensi ini hanyalah untuk individu yang tidak merespon

dengan baik terapi perilaku atau obat-obatan untuk OCD.

Jenis operasi otak ini terdiri dari:

Anterior cingulotomy

Ini adalah operasi otak yang melibatkan pengeboran melalui

tulang tengkorak dan menggunakan probe yang dipanaskan

untuk membakar sebuah wilayah di bagian otak yang disebut

korteks cingulate anterior.  Sekitar 50% dari mereka yang tidak

merespon terapi perilaku atau obat-obatan untuk OCD

mendapatkan manfaat dari prosedur ini.

Anterior capsulotomy

Prosedur ini sangat mirip dengan operasi yang tercantum diatas

. Namun, dalam operasi ini, dokter beroperasi pada bagianyang 

berbeda dari otak, yang disebut anterior limb kapsul internal.

Sekitar 50-60% dari orang-orang yang tidak merespon

terapi perilaku atau obat-obatan untuk OCD mendapat

manfaat dari prosedur ini.

Gamma Knife

Prosedur ini tidak perlu membuka tulang tengkorak. Pada

prosedur gamma knife, beberapa sinar gamma melewati tulang

tengkorak. Dengan sendirinya, papahan sinar gamma tunggal

tidak menimbulkan bahaya untuk jaringan otak.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 20 Oktober – 22 November 2014

26

Page 22: 6. Bab II Tinjauan Pustaka.doc

Terapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif

Namun, ketika sinar gamma berpotongan, tingkat energinya

cukup tinggi untuk menghancurkan jaringan otak yang

ditargetkan. Versi terbaru dari prosedur ini disebut gamma

ventral capsulotomy. Hal ini karena prosedur dibatasi hanya

bagian ventral (bawah) setengah dari area otak yang disebut

kapsul anterior. Sekitar 60% dari orang-orang yang tidak

merespon terapi perilaku atau obat-obatan untuk OCD

mendapatkan manfaat dari prosedur ini.

2.8.3.2. Stimulasi otak dalam (DBS)

DBS telah digunakan sejak pertengahan 1980-an untuk

mengobati gejala gangguan pergerakan seperti penyakit

Parkinson.

DBS melibatkan penempatan elektroda di daerah-daerah sas

aran otak. Setelah elektroda ditempatkan,

mereka terhubung dengan kabel bawah kulit ke pulse

generator di bawah kulit (biasanya di bawah tulang

selangka). Digunakan dengan izin oleh Medrotonic, Inc

Pulse generator, kadang-kadang disebut "implan

neurostimulator," berisi baterai untuk daya dan microchip

untuk mengendalikan stimulasi. Dokter menggunakan hand-

held wand dan komputer kecil untuk mengontrol pulse

generator melalui kulit.

Pulse Generator ini mirip dengan alat pacu jantung.

Perbedaan terbesar adalah bahwa DBS elektrodanya di otak

bukan di jantung.

Di akhir 1990-an, berdasarkan hasil penelitian positif dalam

anterior capsulotomies, peneliti DBS pertama kalinya

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 20 Oktober – 22 November 2014

27

Page 23: 6. Bab II Tinjauan Pustaka.doc

Terapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif

menanamkan elektroda di kapsul anterior pada pasien OCD

yang resisten. Hasil awal yang menjanjikan. Tiga dari empat

pasien merasakan manfaatnya. Sejak itu, percobaan lebih

besar dilakukan dan area target otak telah pindah sedikit

ke bagian otak lain yang disebut kapsul ventral / striatum

ventral (VC/VS).

Sebuah studi di seluruh dunia menemukan bahwa dari

26 penderita OCD yang resisten terhadap pengobatan,

61,5% menanggapi positif DBS. Tingkat respon ini sangat

mirip dengan operasi lain yang dijelaskan di atas. Namun,

perbandingan harus tentatif karena jumlah pasien yang diobati

dengan DBS ini masih relatif kecil.

DBS perlu membuka tulang  tengkorak, tetapi tidak

menghancurkan jaringan otak apapun.

Dalam operasi lain yang tercantum di atas, ada sejumlah

jaringan otak yang hancur. DBS memungkinkan untuk

memberikan jumlah muatan listrik yang berbeda, memberikan

para dokter kebijakan dalam perawatan.

FDA baru menyetujui DBS untuk terapi pasien OCD yang

resisten di bawah Humanitarian Device

Exemption (HDE). Persetujuan HDE mengasumsikan jumlah

pasien relatif kecil yang akan menerima perawatan.

Penempatan elektroda dan keputusan tentang berapa banya

k rangsangan yang diberikan sangat penting. Karena DBS 

untuk terapi pasien OCD yang resisten adalah prosedur yang

sangat khusus, disarankan terapi ini diberikan oleh lembaga

yang sudah pengalaman melakukan DBS sebelumnya.

Pasien yang memenuhi syarat untuk DBS memiliki sangat

sedikit atau tidak berespon sama sekali pada semua obat-

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 20 Oktober – 22 November 2014

28

Page 24: 6. Bab II Tinjauan Pustaka.doc

Terapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif

obatan yang tersedia saat ini dan perilaku perawatan untuk

OCD.

Pada titik ini, tampaknya bahwa DBS perlu dilanjutkan

terus tanpa batas untuk terus merasakan manfaat. Sangat

penting bahwa seorang psikiater dengan

keahlian dalam DBS akan secara langsung terlibat dalam

perawatan pasien selama bulan-bulan dan tahun-tahun setelah

operasi.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 20 Oktober – 22 November 2014

29