6. Bab II Tinjauan Pustaka.doc
-
Upload
indahpratiwiindra -
Category
Documents
-
view
18 -
download
0
Transcript of 6. Bab II Tinjauan Pustaka.doc
Terapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Gangguan Obsesif Kompulsif
2.1.1 Berdasarkan Buku Ajar Psikiatri FKUI :
Obsesi adalah aktivitas mental seperti pikiran, perasaan, ide, impuls
yang berulang dan intrusive.
Kompulsi adalah pola perilaku tertentu yang berulang dan disadari
seperti menghitung, memeriksa dan menghindar.tindakan kompulsi
merupakan usaha untuk meredakan kecemasan yang berhubungan
dengan obsesi, namun tidak selalu berhasil meredakan ketegangan.
Gangguan obsesif-kompulsif digambarkan sebagai pikiran dan
tindakan yang berulang yang menghabiskan waktu atau
menyebabkan distress dan hendaya yang bermakna. Pasien dengan
gangguan ini menyadari bahwa pengalaman obsesi dan kompulsi
tidak beralasan sehingga bersifat egodistonik.
2.1.2 Berdasarkan Kaplan dan Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis edisi 2:
Obsesi adaalah pikiran, perasaan,gagasan, atau sensasi berulang dan
mengganggu.
Kompulsi adalah perilaku yang disadari, standar, dan berulang,
seperti menghitung, memeriksa, atau menghindar.
2.1.3 Berdasarkan Davison & Neale :
Gangguan obsesif-kompulsif adalah gangguan cemas, dimana
pikiran seseorang dipenuhi oleh gagasan-gagasan yang menetap dan
tidak terkontrol, dan ia dipaksa untuk melakukan tindakan tertentu
berulang-ulang, sehingga menimbulkan stres dan mengganggu
fungsinya dalam kehidupan sehari-hari.
2.1.4 Berdasarkan Dorland :
Obsession adalah pikiran, bayangan, atau dorongan yang berulang-
ulang, menetap, yang tidak diinginkan dan menyusahkan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 20 Oktober – 22 November 2014
6
Terapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif
(egodistonik) serta muncul secara involuntar dalam pikiran meskipun
sudah diupayakan untuk mengabaikan atau menekannya.
Obsessive adalah berkenaan atau ditandai dengan obsesi.
Compulsion adalah (1) Suatu impuls yang tidak tertahankan, untuk
melakukan sejumlah aksi yang bertentangan dengan pertimbangan
atau kehendak yang lebih baik. (2) Suatu tindakan kompulsif atau
ritual : suatu tindakan repetitif dan stereotipik, seperti mencuci
tangan, menyentuh, menghitung, dan memeriksa, dicetuskan untuk
suatu tujuan yang tidak disadarinya dan tidak ada tujuan.
Compulsive adalah (1) Berkenaan atau ditandai dengan kompulsi. (2)
Sifat perfeksionis, kaku, keras kepala, ragu-ragu, preokupasi dengan
pekerjaan : sifat pribadi dari gangguan personalitas obsesif-
kompulsif.
Obsessive Compulsive adalah berkenaan dengan obsesi dan
kompulsi, gangguan obsesi kompulsif, atau gangguan kepribadian
obsesif kompulsif.
2.2 Epidemiologi Gangguan Obsesif Kompulsif
Prevalensi gangguan obsesi kompulsif sebesar 2-2,4%. Sebagian besar
gangguan dialami pada saat remaja atau dewasa muda (umur 18-24 tahun),
tetapi bisa terjadi pada masa kanak. Perbandingan laki-laki : perempuan
berimbang, meskipun gangguan lebih umum terjadi pada laki-laki di masa
kecil atau masa remaja, sedangkan pada wanita terjadi di usia dua puluhan
dan seringkali dilatar belakangi oleh ciri kepribadian anankastik yang
menonjol.
2.3 Etiologi Gangguan Obsesif Kompulsif
2.3.1 Faktor Biologis
2.3.1.1 Neurotransmiter
2.3.1.1.1 Sistem Serotonergik.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 20 Oktober – 22 November 2014
7
Terapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif
Banyak percobaan obat klinis yang telah dilakukan
menyokong hipotesis bahwa disregulasi serotonin
terlibat di dalam pembentukan gejala obsesi dan
kompulsi pada gangguan ini. Data menunjukkan
bahwa obat serotonergik lebih efektif daripada obat
yang mempengaruhi sistem neurotransmiter lain
tetapi tidak jelas apakah serotonin terlibat sebagai
penyebab OCD. Studi klinis memeriksa kadar
metabolit serotonin (contoh: asam 5-
hidroksiindolasetat [5HIAA] didalam cairan
serebrospinal (CSS) serta afinitas dan jumlah tempat
ikatan trombosit pada imipramin yang telah dititrasi
dan melaporkan sebagai temuan dari hal ini pada
pasien dengan OCD. Pada satu studi, konsentrasi 5-
HIAA pada cairan serebrospinal menurun setelah
terapi dengan clomipramine, sehingga memberikan
fokus perhatian pada sistem serotonergik.
2.3.1.1.2 Sistem Noradrenergik.
Baru-baru ini, lebih sedikit bukti yang ada untuk
disfungsi sistem noradrenergik pada OCD. Laporan
yang tidak resmi menunjukkan sejumnlah perbaikan
gejala OCD dengan klonidin oral.
2.3.1.1.3 Neuroimunologi.
Terdapat hubungan positif antara infeksi
streptokokus dengan OCD. Infeksi streptokokus
grup A β-hemolitik dapat menyebabkan demam
reumatik dan sekitar 10 hingga 30 persen pasien
mengalami chorea Syndenham dan menunjukkan
gejala obsesif kompulsif. Awitan infeksi biasanya
terjadi pada usia sekitar 8 tahun untuk menimbulkan
gejala sisa itu
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 20 Oktober – 22 November 2014
8
Terapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif
2.3.1.2 Studi Pencitraan Otak
Berbagai studi pencitraan otak fungsional-contohnya positron
emission tomography (PET), menunjukkan peningkatan
aktivitas dilobus frontalis, ganglia basalis, dan cingulum pada
pasien dengan OCD. Terapi farmakologis dan perilaku
dilaporkan dapat membalikkan abnormalitas ini. Studi
computed tomography (CT) dan magnetic resonance imaging
(MRI) menemukan berkurangnya ukuran kaudatus bilateral
pada pasien dengan OCD. Prosedur neurologis yang
melibatkan cingulum kadang-kadang efektif di dalam terapi
pada pasien OCD.2
2.3.1.3 Genetik
Data genetik yang tersedia mengenai OCD menyokong
hipotesis bahwa gangguan ini memiliki komponen genetik
yang signifikan. Meskipun demikian, data ini belum
membedakan pengaruh budaya dan efek perilaku terhadap
transmisi gangguan ini. Studi kembar untuk gangguan ini
secara konsisten menemukan angka kejadian bersama yang
lebih tinggi bermakna untuk kembar monozigot daripada
dizigot. Studi keluarga pada pasien OCD menunjukkan bahwa
35 persen kerabat derajat pertama pasien OCD juga mengalami
gangguan ini.2
2.3.2 Faktor Perilaku
Menurut ahli teori pembelajaran, obsesi adalah stimulus yang
dipelajari. Stimulus yang relatif netral menjadi dikaitkan dengan rasa
takut atau ansietas melalui suatu proses pembelajaran responden yaitu
memasangkan stimulus netral dengan peristiwa yang berbahaya sifatnya
atau menimbulkan ansietas. Dengan demikian, objek dan pikiran yang
tadinya netral menjadi stimulus dipelajari yang mampu mencetuskan
ansietas atau ketidaknyamanan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 20 Oktober – 22 November 2014
9
Terapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif
Kompulsif dibentuk dengan cara yang berbeda. Ketika seseorang
menemukan bahwa suatu tindakan tertentu mengurangi ansietas yang
melekat dengan pikiran obsesional, ia akan mengembangkan strategi
penghindaran aktif dalam bentuk kompulsi atau perilaku ritualistik
untuk mengendalikan ansietasnya. Secara bertahap, karena efisiensinya
dalam mengurangi dorongan sekunder yang menyakitkan (ansietas),
strategi penghindaran menjadi terfiksasi seperti pola perilaku kompulsif
yang dipelajari. Teori pembelajaran memberikan konsep yang berguna
untuk menjelaskan aspek tertentu fenomena obsesif-kompulsif, contoh;
gagasan yang mampu mencetuskan ansietas tidak harus menakutkan
dengan sendirinya dan pembentukan pola perilaku kompulsif.2
2.3.3 Faktor Psikososial
2.3.3.1 Faktor kepribadian
OCD berbeda dengan gangguan kepribadian obsesi kompulsif.
Sebagian besar orang dengan OCD tidak memiliki gejala
kompulsif pramorbid dan ciri kepribadian seperti itu tidak
perlu atau tidak cukup untuk menimbulkan OCD. Hanya
sekitar 15 sampai 35 persen pasien OCD memiliki ciri
obsesional pramorbid.
2.3.3.2 Faktor Psikodinamik
Sigmund Freud awalnya mengkonsepkan keadaan yang
sekarang kita sebut OCD sebagai neurosis obsesif kompulsif.
Ia menganggap terdapat kemunduran defensif dalam
menghadapi dorongan oedipus yang mencetuskan ansietas. Ia
mendalilkan bahwa pasien dengan neurosis obsesif kompulsif
mengalami regresi perkembangan psikoseksual ke fase anal.
Walaupun terapi psikoanalitik tidak akan mengubah
obsesi atau kompulsi yang berkaitan dengan penyakit secara
langsung, tilikan psikodinamik dapat memberikan banyak
bantuan dalam memahami masalah dengan kepatuhan terapi,
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 20 Oktober – 22 November 2014
10
Terapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif
kesulitan interpersonal, dan masalah kepribadian yang
menyertai gangguan Aksis I.
Meskipun gejala OCD dapat didorong secara biologis,
pasien dapat menjadi tertarik untuk mempertahankan
simtomatologi karena adanya keuntungan sekunder.
Contohnya, pasien laki-laki yang tinggal dirumah untuk
merawatnya, secara tidak sadar dapat ingin bertahan pada
gejala OCD-nya karena gejala tersebut berarti ibunya tetap
memperhatikannya.
Kontribusi pemahaman psikodinamik lainnya melibatkan
dimensi interpersonal. Sejumlah studi menunjukkan bahwa
kerabat akan mengakomodasi pasien melalui partisipasi aktif
didalam ritual atau modifikasi kegiatan rutin sehari-hari yang
signifikan. Bentuk akomodasi keluarga ini berhubungan
dengan tekanan di dalam keluarga, sikap penolakan terhadap
pasien, dan fungsi keluarga yang buruk. Seringkali, anggota
keluarga terlibat dalam upaya mengurangi ansietas pasien atau
mengendalikan ekspresi kemarahan pasien. Pola keterkaitan ini
dapat terinternalisasi dan dimunculkan kembali ketika pasien
memasuki lingkungan terapi.
Akhirnya, satu kontribusi pemikiran psikodinamik
lainnya adalah mengenali presipitan yang memulai atau
memperberat gejala. Seringkali, kesulitan interpersonal
meningkatkan ansietas pasien sehingga juga meningkatkan
simtomatologi pasien. Riset mengesankan bahwa OCD dapat
dicetuskan oleh sejumlah stresor lingkungan, khususnya yang
melibatkan kehamilan, kelahiran anak, atau perawatan anak
oleh orang tua. Pengertian akan stresor tersebut dapat
membantu klinisi dalam rencana terapi keseluruhan yang
mengurangi peristiwa yang membuat stres itu sendiri atau
maknanya bagi pasien.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 20 Oktober – 22 November 2014
11
Terapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif
2.3.3.3 Faktor Psikodinamik Lain.
Di dalam teori psikoanalitik klasik, OCD dianggap sebagai
regresi dari fase oedipus ke fase perkembangan psikoseksual
anal. Ketika pasien dengan gangguan ini merasa terancam oleh
ansietas, mereka akan mengalami regresi ke tahap yang
berkaitan dengan fase anal.
Salah satu ciri yang menonjol pada pasien dengan OCD
adalah derajat preokupasi yang mereka alami terhadap agresi
atau kebersihan baik secara nyata dalam gejala maupun dalam
hubungan yang terletak di baliknya. Dengan demikian,
psikogenesis OCD dapat terletak pada gangguan pertumbuhan
dan perkembangan normal terkait fase perkembangan anal-
sadistik.
Ambivalensi. Ambivalensi adalah hasil langsung
perubahan ciri kehidupan impuls. Ambivalensi merupakan ciri
penting pada anak normal selama fase perkembangan anal-
sadistik; anak merasakan cinta dan kebencian yang kejam pada
objek yang sama, kadang-kadang bersamaan. Pasien dengan
OCD sering secara sadar mengalami cinta dan benci pada
suatu objek. Konflik emosi yang berlawanan ini terlihat pada
pola perilaku melakukan dan tidak melakukan pola perilaku
dan di dalam keraguan yang melumpuhkan dalam menghadapi
pilihan.
Pikiran Magis. Didalam pikiran magis, regresi membuka
cara berpikir awal bukannya impuls; yaitu fungsi ego,
dipengaruhi oleh regresi. Kelekatan terhadap pikiran magis
merupakan omnipotensi pikiran. Banyak pasien dengan OCD
yakin bahwa hanya dengan memikirkan suatu peristiwa di
dunia eksternal, mereka dapat menyebabkan suatu peristiwa
terjadi tanpa tindakan fisik perantara. Perasaan ini
menyebabkan mereka takut memiliki pikiran agresif
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 20 Oktober – 22 November 2014
12
Terapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif
2.4 Gambaran Klinis Gangguan Obsesif Kompulsif
Pada umumnya obsesi dan kompulsif mempunyai gambaran tertentu seperti :
1. Adanya ide atau impuls yang terus-menerus menekan ke dalam kesadaran
individu.
2. Perasaan cemas/takut akan ide atau impuls yang aneh
3. Obsesi dan kompulsi yang egoalien
4. Pasien mengenali obsesi dan kompulsif merupakan sesuatu yang abstrak
dan irasional
5. Individu yang menderita obsesi kompulsif merasa adanya keinginan kuat
untuk melawan
Ada 4 pola gejala utama gangguan obsesi kompulsif yaitu :
1. Kontaminasi; pola yang paling sering terjadi yang diikuti oleh perilaku
mencuci dan menghindari obyek yang dicurigai terkontaminasi
2. Sikap ragu-ragu yang patologik; obsesi tentang ragu-ragu yang diikuti
dengan perilaku kompulsi mengecek/memeriksa. Tema obsesi tentang
situasi berbahaya atau kekerasan (seperti lupa mematikan kompor atau
tidak mengunci rumah).
3. Pikiran yang intrusif; pola yang jarang, pikiran yang intrusif tidak disertai
kompulsi, biasanya pikiran berulang tentang seksual atau tindakan agresif.
4. Simetri; obsesi yang temanya kebutuhan untuk simetri, ketepatan sehingga
bertindak lamban, misalnya makan memerlukan waktu berjam-jam, atau
mencukur kumis dan janggut.
Pola yang lain : obsesi bertema keagamaan, trichotilomania, dan menggigit-
gigit jari.
2.5 Pedoman Diagnostik Gangguan Obsesif Kompulsif
2.5.1 Berdasarkan Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa PPDGJ III
Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesional dan
tindakan kompulsif, atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 20 Oktober – 22 November 2014
13
Terapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif
selama sedikitnya dua minggu berturut-turut, dan merupakan sumber
distres dan gangguan aktivitas.
Hal tersebut merupakan sumber penderitaan atau mengganggu
aktivitas penderita.
Gejala-gejala obsesional harus memiliki ciri-ciri berikut :
a) Harus dikenal/disadari sebagai pikiran atau impuls dari
diri individu sendiri;
b) Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang masih
tidak berhasil dilawan, meskipun ada lainnya yang tidak lagi
dilawan oleh penderita;
c) Pikiran untuk melaksanakan tindakan tersebut di atas
bukan merupakan hal yang memberi kepuasan atau kesenangan
(sekadar perasaan lega dari ketegangan atau anxietas tidak
dianggap sebagai kesenangan seperti dimaksud di atas);
d) Pikiran, bayangan, atau impuls tersebut harus
merupakan pengulangan yang tidak menyenangkan.
Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif,
dengan depresi. Penderita gangguan obsesif-kompulsif, seringkali
juga menunjukkan gejala depresif, dan sebaliknya penderita
gangguan depresi berulang (F33) dapat menunjukkan pikiran-pikiran
obsesif selama episode depresifnya. Dalam berbagai situasi dari
kedua hal tersebut, meningkatnya atau menurunnya gejala depresif
umunya dibarengi secara paralel dengan perubahan gejala obsesif.
Bila terjadi episode akut dari gangguan tersebut, maka diagnosis
diutamakan dari gejala-gejala yang timbul lebih dahulu. Diagnosis
gangguan obesesif-kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada
gangguan depresif pada saat gejala obsesif kompulsif tersebut
timbul. Bila dari keduanya tidak ada yang menonjol, maka lebih baik
menganggap depresi sebagai diagnosis yang primer. Pada gangguan
menahun, maka prioritas diberikan pada gejala yang lebih bertahan
saat gejala yang lain menghilang.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 20 Oktober – 22 November 2014
14
Terapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif
Gejala obsesif sekunder yang terjadi pada gangguan skizofrenia,
sindrom tourette, atau gangguan mental organik, harus dianggap
sebagai bagian dari kondisi tersebut.
2.5.1.1 Predominan Pikiran Obsesional Atau Pengulangan
Dapat berupa gagasan, bayangan mental atau dorongan
untuk berbuat. Meskipun isi pikiran tersebut berbeda-beda,
tetapi umumnya hampir selalu menyebabkan distress.
Kadanga-kadang berupa pikiran yang sepele yang tidak ada
habisnya untuk dipertimbangkan. Ketidakmampuan
mengambil keputusan atas berbagai alternatif tersebut
merupakan unsur penting dalam banyak penanggulangan
obsesional lainnya dan sering kali disertai ketidakmampuan
untuk mengambil keputusan mengenai hal-hal kecil tetapi
perlu dalam kehidupan sehari-hari.
2.5.1.2 Predominan Tindakan Kompulsif
Mayoritas tindakan kompulsif berkaitan dengan
kebersihan (khususnya mencuci tangan), memeriksa berulang
untuk meyakinkan bahwa situasi yang dianggapnya berpotensi
bahaya tidak dibiarkan terjadi, atau masalah kerapian dan
keteraturan. Perilaku ini dilandasi perasaan takut terhadap
bahaya yang mengancam dirinya atau yang bersumber dari
dirinya, dan tindakan ritual yang dilakukan merupakan ikhtiar
simbolik untuk menghindari bahaya tersebut. Tindakan ritual
kompulsif tersebut bisa menyita banyak waktu sampai
beberapa jam setiap hari dan kadang disertai ketidakmampuan
mengambil keputusan dan kelambanan yang mencolok. Secara
keseluruhan gejala-gejala tersebut di atas terjadi secara
seimbang pada laki-laki dan perempuan.
Tindakan ritual kompulsif lebih jarang disertai
depresi dan lebih responsive terhadap terapi perilaku.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 20 Oktober – 22 November 2014
15
Terapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif
2.5.1.3 Campuran Tindakan dan Pikiran Obsesional
Kebanyakan dari pasien obsesif-kompulsif
memperlihatkan unsur dari pikiran yang obsesional maupun
tindakan yang kompulsif. Subkategori ini digunakan apabila
keduanya secara seimbang sama menonjol. Namun jika salah
satu memang lebih jelas dominan, sebaiknya dinyatakan dalam
satu kategori yang spesifik, karena pikiran dan tindakan dapat
menunjukkan respon yang berbeda terhadap pengobatan yang
berbeda.
2.5.2 Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV
(DSM-IV-TR)
a. Salah satu obsesi atau kompulsi :
Obsesi didefinisikan sebagai berikut:
1. Pikiran, impuls, atau layangan yang berulang dan menetap yang
dialami, pada suatu saat selama gangguan, dirasakan mengganggu
dan tidak sesuai, dan menyebabkan kecemasan dan penderitaan
yang jelas.
2. Pikiran, impuls, atau bayangan tidak hanya kekhawatiran
berlebihan tentang masalah kehidupan yang nyata.
3. Orang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran,
impuls, atau bayangan tersebut untuk menetralkannya dengan
pikiran atau tindakan lain.
4. Orang menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan
obsesional adalah hasil dari pikirannya sendiri (tidak disebabkan
dari luar seperti penyisipan pikiran).
Kompulsi didefinisikan oleh (1) dan (2) :
1. Perilaku berulang (misalnya, mencuci tangan, mengurutkan,
memeriksa) atau tindakan mental (misalnya, berdoa, menghitung,
mengulangi kata-kata dalam hati) yang dirasakannya mendorong
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 20 Oktober – 22 November 2014
16
Terapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif
untuk melakukan sebagai respon terhadap suatu obsesi, atau
menurut dengan aturan yang harus dipatuhi secara kaku.
2. Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau
mengurangi penderitaan atau mencegah suatu kejadian atau
situasi yang menakutkan; akan tetapi, perilaku atau tindakan
mental tersebut tidak dihubungkan dengan cara yang realistik
dengan apa yang mereka maksudkan untuk menetralkan atau
mencegah, atau secara jelas berlebihan.
b. Pada suatu waktu selama perjalanan gangguan, orang menyadari
bahwa obsesi atau kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan.
Catatan : hal ini tidak berlaku untuk anak-anak.
c. Obsesi atau kompulsi menyebabkan penderitaaan yang jelas,
menghabiskan waktu (lebih dari 1 jam sehari), atau secara bermakna
mengganggu rutinitas normal, fungsi pekerjaan (atau akademik),
atau kegiatan atau hubungan sosial biasanya.
d. Jika terdapat gangguan Aksis I lainnya, isi dari obsesi dan kompulsi
tidak terkait dengan gangguan tersebut.
e. Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari zat
(misal, penyalahgunaan zat, pengobatan) atau suatu kondisi medis
umum.
Kondisi khusus jika :
Dengan tilikan buruk: jika selama episode, individu tidak menyadari
bahwa obsesi dan kompulsinya berlebihan atau tidak beralasan.
2.5.3 Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders 5th
edition (DSM-5)
Diagnostic criteria :
a. Presence of obsessions, compulsion, or both :
Obsessions are defined by (1) and (2) :
1. recurrent and persistent thoughts urges, or images that or
experience, at some time during the disturbance, as intrusive an
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 20 Oktober – 22 November 2014
17
Terapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif
unwated, and that is most individuals cause market anxiety or
distress.
2. the individual attempts to ignore or suppress such thoughts, urges,
or images, or to neutralize them with some other thought or action
(i.e., by performing a compulsion).
Compulsion are defined by (1) and (2) :
1. repetitive behaviours (e.g., hand washing, ordering, checking) or
mental acts (e.g., praying, counting, repeating words silently) that
the individual feels driven to perform in response to an onsession
or according to rules that must be applied rigidly.
2. the behaviour or mental acts are aimed at preventing or reducing
anxiety or distress or preventing some dreaded even or situation ;
however, this behaviours or mental acts are not connected in a
realistic way with what they are designed neutralize or prevent, or
are clearly excessive.
b. the obsession or compulsion are time-consuming (e.g., take more
than one hour per day) or cause clinically significant distress or
impairment in social, occupational, or other important areas of
functioning.
c. The obsessive-compulsive symptoms are not attributable to the
physiological affect of a substance (e.g., a drug of abuse, a
medication) or another medical condition.
d. The disturbance is not better explained by the symptoms of another
mental disorder (e.g., excessive worries, as in generalized anxiety
disorder, preoccupation with appearances, as in body dismorphic
disorder; hair pulling, as in trichotillomania (hair pulling disorder) ;
skin picking as in excoriation ( skin-picking) disorder; stereotypes,
as in stereotypic movement disorder ; ritualized eating behaviour, as
in eating disorder ; preoccupation with substance or gambling, as in
substance-related and additive disorder ; sexual urges or fantasies, as
on paraphilic disorder ; impulse, as in disruptive, impulse control,
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 20 Oktober – 22 November 2014
18
Terapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif
and conduct disorder ; guilty ruminations as in major deppresive
disorder, thought insertion or delusional preoccupation, as in
schizophrenia spectrum and other psychotic disorder ; or repetitive
patterns of behaviour, as in autism spectrum disorder.
300.3 (F42) : Obsessive Compulsive Disorder
Specify if: With good or fair insight: wiht poor insight: with absent
insight/ delusional beliefs; Tic-related.
2.6 Diagnosa Banding Gangguan Obsesif Kompulsif
2.6.1 Keadaan medis
Persyaratan diagnostik DSM-IV-TR pada distres pribadi dan gangguan
fungsional membedakan OCD dengan pikiran dan kebiasaan yang
sedikit berlebihan atau biasa. Gangguan neurologis utama
dipertimbangkan dan diagnosis banding adalah gangguan Tourette,
gangguan “tic” lainnya, epilepsy lobus temporalis dan kadang-kadang
trauma serta komplikasi pasca ensefalitis.
2.6.2 Gangguan Tourette
Gejala khas gangguan Tourette adalah tik motorik dan vokal yang
sering terjadi bahkan setiap hari. Gangguan Tourette dan OCD
memiliki awitan dan gejala yang serupa. Sekitar 90 persen orang
dengan gangguan Tourette memiliki gejala kompulsif dan sebanyak dua
pertiga memenuhi kriteria diagnostik OCD.
2.6.3 Keadaan Psikiatri Lain
Keadaan psikiatri lain yang dapat terkait erat dengan OCD adalah
hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan mungkin gangguan
pengendalian impuls lain, seperti kleptomania dan judi patologis. Pada
semua gangguan ini, pasien memiliki pikiran berulang (contohnya
kepedulian akan tubuh) atau perilaku berulang ( contohnya mencuri).
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 20 Oktober – 22 November 2014
19
Terapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif
2.7 Perjalanan Penyakit dan Prognosis Gangguan Obsesif Kompulsif
Lebih dari 50% pasien dengan gangguan obsesif kompulsif gejala
awalnya muncul mendadak. Permulaan gangguan terjadi setelah adanya
peristiwa yang menimbulkan stres, seperti kehamilan, masalah seksual,
kematian keluarga. Seringkali pasien merahasiakan gejala sehingga terlambat
datang berobat. Perjalanan penyakit bervariasi, sering berlangsung panjang,
beberapa pasien mengalami perjalanan penyakit yang berfluktuasi sementara
sebagian lain menetap dan terus-menerus ada.
Kira-kira 20-30 % pasien mengalami perbaikan gejala yang bermakna,
sementara 40-50% perbaikan sedang, sedangkan sisanya 20-40% gejalanya
menetap atau memburuk. Sepertiga gangguan obsesif kompulsif disertai
gangguan depresi, dan semua pasien dengan gangguan obsesif kompulsif
memiliki risiko bunuh diri.
Indikasi prognosis buruk adalah: kompulsi yang diikuti, awitan masa
kanak, kompulsi yang bizarre, memerlukan perawatan rumah sakit, ada
komorbiditas dengan gangguan depresi, adanya kepercayaan yang mengarah
ke waham dan adanya gangguan kepribadian(terutama kepribadian
skizotipal). Indikasi adanya prognosis yang baik adalah adanya penyesuaian
sosial dan pekerjaan yang baik, adanya peristiwa yang menjadi pencetus,
gejaja yang episodik.
2.8 Tatalaksana Gangguan Obsesif Kompulsif
Mengingat faktor utama penyebab gangguan obsesif kompulsif adalah
faktor biologik, maka pengobatan yang disarankan adalah pemberian
farmakoterapi dan terapi perilaku. Banyak pasien gangguan obsesif kompulsif
yang resisten terhadap usaha pengobatan yang diberikan baik dengan obat
maupun terapi perilaku. Walaupun dasar gangguan obsesif kompulsif adalah
biologik, namun gejala obsesif kompulsifnya mungkin mempunyai makna
psikologis penting yang membuat pasien menolak akan pengobatan.
Eksplorasi psikodinamik terhadap resistensi pasien terhadap pengobatan
sering memperbaiki kepatuhan berobat. Respon penderita gangguan obsesif
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 20 Oktober – 22 November 2014
20
Terapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif
kompulsif terhadap farmakoterapi sering kali hanya mencapai pengurangan
gejalasekitar 30 – 60% dan kebanyakan masih menunjukkan gejala secara
menahun. Namun demikian, umumnya penderita sudah merasa sangat
tertolong. Untuk mendapatkan hasil pengobatan yang lebih baik, perlu
disertai dengan terapi perilaku (behaviour therapy).
2.8.1 Terapi Farmakologi
Obat-obatan yang umum digunakan pada gangguan obsesif-
kompulsif adalah golongan trisiklik (clomipramine) dan SSRI
(contohnya fluoxetine, fluvoxamine, paroxetine, sertraline, dan
citalopram). Efek awal umumnya terlihat setelah 4 sampai 6 minggu
terapi walaupun 8 hingga 16 minggu biasanya diperlukan untuk
memperoleh keuntungan terapeutik maksimal.
2.8.1.1 Obat Anti Obsesif Kompulsif Trisiklik
Dari semua obat trisiklik, clomipramine adalah yang
paling selektif untuk ambilan kembali serotonin versus
ambilan kembali norepinefrin. Clomipramine merupakan obat
lini pertama untuk terapi OCD. Penggunaan dosis harus
dititrasi meningkat selama 2 sampai 3 minggu untuk
menghindari efek samping. Efek sampingnya antara lain :
Efek anti-histaminergik
Sedasi, rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja
psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun, dll.
Efek anti-kolinergik
Mulut kering, keluhan lambung, retensi urin, disuria,
pengliatan kabur, konstipasi, gangguan fungsi seksusal,
sinus takikardia, dll.
Efek anti-adrenergik alfa
Perubahan EKG, hipotensi ortostatik, dll.
Efek neurotoksis
Tremor halus, kejang-epileptik, agitasi, insomnia, dll.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 20 Oktober – 22 November 2014
21
Terapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif
Untuk pencegahan terhadap akibat yang merugikan dari efek
samping tersebut, sebelum penggunaan obat perlu dilakukan
pemeriksaan fisik dan laboratorium, terutama fungsi hati dan
fungsi ginjal, serta pemeriksaan EKG dan EEG, khususnya
pada anak-anak atau dewasa dengan riwayat kejang, dan pada
pasien usia lanjut.
Efek samping yang tidak berat (tergantung daya toleransi dari
penderita), umumnya dapat ditoleransi oleh penderita dan akan
menghilang dalam waktu sekitar 3 minggu bila tetap diberikan
dalam dosis yang sama. Efek samping yang tersering
dikeluhkan adalah mulut kering dan konstipasi. Pada keadaan
overdosis dapat terjadi intoksikasi trisiklik dengan gejala
eksitasi SSP, hipertensi, hiperpireksia, konvulsi, “toxic
confusional state” (confusion, delirium, disorientation).
Clomipramine mulai diberikan dari dosis rendah untuk
penyesuaian efek samping, mulai dengan 25-50 mg/hari (dosis
tunggal pada malam hari, waktu paruh 10 – 20 jam), dinaikkan
secara bertahap dengan penambahan 25mg/h, sampai tercapai
dosis efektif. Dosis efektif biasanya sampai 200-300 mg/h
(sangat tergantung toleransi penderita terhadap efek samping
obat). Dosis pemeliharaan umumnya agak tinggi meskipun
sifatnya individual, sekitar 100-200 mg/h. “lethal dose”
Clomipramine = lebih dari 1-2 gr/h (lebih kecil pada anak –
anak dan usia lanjut atau sudah ada penyakit organik sebagai
penyulit). Batas lamanya pemberian obat bersifat individual,
umunya diatas 6 bulan sampai tahunan, kemudian dihentikan
secara bertahap ddengan penurunan dosis berkala (tapering
off).
2.8.1.2 Obat anti Obsesif Kompulsif SSRI
Fluvoxamine, paroxetine, setraline, dan fluoxetin diindikasikan
untuk terapi gangguan obsesif kompulsif (OCD) pada orang
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 20 Oktober – 22 November 2014
22
Terapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif
berusia diatas 18 tahun. Fluvoxamine dan sertraline juga
disetujui untuk terapi gangguan obsesfi kompulsif pada
pediatrik (usia 6 – 17 tahun). Dosis SSRI yang efektif untuk
gangguan obsesif kompulsif lebih tinggi dibandingkan dosis
yang diperlukan untuk menterapi depresi. Fluoxetin efektif
untuk gangguan obsesif kompulsif pada dosis sebsar 20, 40,
dan 60 mg/ hari, dengan gradasi respon yang bergantung dosis.
Dosis sebesar 60 mg secara signifikan lebih efektif
dibandingkan dosis 20mg. Paroxetin efektif pada dosis sebesar
40 dan 60 mg ; dosis 20 mg tidak lebih baik dibandingkan
dengan plasebo. Respon dapat dinilai pada beberapa minggu
pertama terapi, tetapi 15 – 20% orang berespon hanya setelah
terapi yang lama. Gejala depresif komorbid berespon secara
signifikan lebih baik terhadap SSRI dibandingkan
clomipramine, nortriptiline, atau amitriptilin. Tampaknya tidak
ada peran penambahan lithium untuk terapi OCD. Kombinasi
SSRI dan clomipramine berpotensi berbahaya karena potensi
kardiotoksisitasnya.
2.8.2 Terapi Perilaku
Terapi perilaku pada seseorang dengan gangguan obsesif-
kompulsif dapat berupa exposure and response prevention dimana
pasien dipanjankan dengan stimulusnya namun diingatkan dan diawasi
untuk menahan perasaan kompulsifnya. Desensitisasi, thought stopping,
dan thought flooding, merupakan terapi yang dapat digunakan pada
pasien dengan gangguan obsesif kompulsif. Untuk keberhasilan dari
terapi perilaku, sebaiknya terapi ini digabungkan dengan obat-obatan,
psikoterapi, dan yang terutama memerlukan tingkat komitmen pasien
yang tinggi. Dalam proses terapi, diperlukan dukungan dari keluarga
yang cukup sehingga pasien dapat mempertahankan tingkat
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 20 Oktober – 22 November 2014
23
Terapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif
komitmennya terhadap terapi yang dijalaninya. Dalam kondisi tertentu,
terapi kelompok juga dapat membantu seorang pasien dalam terapinya.
2.8.2.1 Terapi Psikoanalisis
Terapi psikoanalisis untuk obsesif kompulsif mirip dengan
fobia dan kecemasan menyeluruh, yaitu mengangkat represi
dan memberi jalan pada pasien untuk menghadapi hal yang
benar-benar ditakutkannya. Karena pikiran yang menggangu
dan perilaku kompulsif melindungi ego dari konflik yang
ditekan, serta, keduanya merupakan target yang sulit untuk
intervensi terapeutik, dan prosedur psikoanalisis serta
psikodinamika terkait tidak efektif untuk menangani gangguan
ini (Esman,1989). Salah satu pandangan psikoanalisis
mengemukakan hipotesis bahwa keragu-raguan yang tampak
pada sebagian besar penderita obsesif-kompulsif berasal dari
kebutuhan terhadap kepastian benarnya suatu tindakan
sebelum tindakan tersebut dilakukan (Salzman,1985). Dengan
demikian, pasien harus belajar untuk mentoleransi
ketidakpastian dan kecemasan yang dirasakan semua orang
seiring mereka menghadapi kenyataan bahwa tidak ada sesuatu
yang pasti atau dapat dikendalikan secara mutlak dalam hidup
ini. Fokus akhir dalam terapi tetap berupa insight atas berbagai
penyebab simptom.
2.8.2.2 Pendekatan Behavioral : Pemaparan dan Pencegahan
Ritual (ERP-Exposure and Ritual prevention)
Pendekatan behavioral yang paling banyak digunakan,dinilai
cukup efektif bagi lebih dari separuh pasien penderita OCD
dan diterima secara umum untuk ritual kompulsif, dalam
metode ini (kadang disebut flooding) seseorang memaparkan
dirinya pada situasi yang menimbulkan tindakan kompulsif,
kemudian menghindari untuk tidak melakukan ritual yang
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 20 Oktober – 22 November 2014
24
Terapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif
biasa dilakukannya. Asumsinya adalah bahwa ritual tersebut
merupakan penguatan negatif karena mengurangi kecemasan
yang ditimbulkan oleh suatu stimulus atau peristiwa dalam
lingkungan. Mencegah seseorang melakukan ritual akan
memaparkannya pada stimulus yang menimbulkan kecemasan
sehingga memungkinkan terhapusnya kecemasan tersebut.
Kadangkala pemaparan dan pencegahan ritual ini dilakukan
melalui imajinasi, terutama jika tidak memungkinkan untuk
melakukannya secara nyata, contohnya, bila seseorang percaya
bahwa ia akan sakit parah apabila tidak melakukan ritual
tertentu.
2.8.2.3 Terapi Perilaku Rasional Emotif
Beberapa bukti mendukung efektivitas terapi perilaku rasional
emotif untuk mengurangi OCD (a.l., Emmelkamp &
Beens,1991). Pemikirannya adalah membantu pasien
menghapuskan keyakinan bahwa segala tindakan yang mereka
lakukan harus mutlak memberikan hasil sempurna. Terapi
kognitif dari beck dapat bermanfaat (Van Oppen dkk.,1995).
Dalam pendekatan ini, pasien didorong untuk menguji
ketakutan mereka bahwa sesuatu yang mengerikan akan terjadi
jika mereka tidak melakukan ritual kompulsif. Jelaslah, bagian
ini tidak terpisahkan dalam terapi kognitif semacam itu adalah
pemaparan dan pencegahan respon (atau ritual), karena untuk
mengevaluasi apakah tidak melakukan ritual kompulsif akan
memberikan konsekuensi yang mengerikan, pasien harus
menahan diri untuk tidak melakukan ritual tersebut.
2.8.3 Terapi elektro-konvulsi dan bedah psikis
Pada kasus-kasus yang ekstrim, dapat dipertimbangkan terapi elektro-
konvulsi dan bedah psikis. Yang umumnya digunakan terkait dengan
kasus gangguan obsesif-kompulsif adalah cingulotomy yang sukses
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 20 Oktober – 22 November 2014
25
Terapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif
pada 25-30 % pasien. Selain itu juga terdapat capsulotomy. Teknik
bedah nonablasi dimana menanamkan elektrode-elektrode pada
nukleus-nukleus ganglia basal. Terapi-terapi ini dilakukan dengan
bantuan MRI. Komplikasi dari terapi bedah tersebut umumnya adalah
kejang, yang dapat diterapi dengan fenitoin.
2.8.3.1 Operasi otak (Brain Surgery)
Perawatan ini termasuk operasi yang menghancurkan jaringan
otak dalam jumlah yang sangat kecil.
Intervensi ini hanyalah untuk individu yang tidak merespon
dengan baik terapi perilaku atau obat-obatan untuk OCD.
Jenis operasi otak ini terdiri dari:
Anterior cingulotomy
Ini adalah operasi otak yang melibatkan pengeboran melalui
tulang tengkorak dan menggunakan probe yang dipanaskan
untuk membakar sebuah wilayah di bagian otak yang disebut
korteks cingulate anterior. Sekitar 50% dari mereka yang tidak
merespon terapi perilaku atau obat-obatan untuk OCD
mendapatkan manfaat dari prosedur ini.
Anterior capsulotomy
Prosedur ini sangat mirip dengan operasi yang tercantum diatas
. Namun, dalam operasi ini, dokter beroperasi pada bagianyang
berbeda dari otak, yang disebut anterior limb kapsul internal.
Sekitar 50-60% dari orang-orang yang tidak merespon
terapi perilaku atau obat-obatan untuk OCD mendapat
manfaat dari prosedur ini.
Gamma Knife
Prosedur ini tidak perlu membuka tulang tengkorak. Pada
prosedur gamma knife, beberapa sinar gamma melewati tulang
tengkorak. Dengan sendirinya, papahan sinar gamma tunggal
tidak menimbulkan bahaya untuk jaringan otak.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 20 Oktober – 22 November 2014
26
Terapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif
Namun, ketika sinar gamma berpotongan, tingkat energinya
cukup tinggi untuk menghancurkan jaringan otak yang
ditargetkan. Versi terbaru dari prosedur ini disebut gamma
ventral capsulotomy. Hal ini karena prosedur dibatasi hanya
bagian ventral (bawah) setengah dari area otak yang disebut
kapsul anterior. Sekitar 60% dari orang-orang yang tidak
merespon terapi perilaku atau obat-obatan untuk OCD
mendapatkan manfaat dari prosedur ini.
2.8.3.2. Stimulasi otak dalam (DBS)
DBS telah digunakan sejak pertengahan 1980-an untuk
mengobati gejala gangguan pergerakan seperti penyakit
Parkinson.
DBS melibatkan penempatan elektroda di daerah-daerah sas
aran otak. Setelah elektroda ditempatkan,
mereka terhubung dengan kabel bawah kulit ke pulse
generator di bawah kulit (biasanya di bawah tulang
selangka). Digunakan dengan izin oleh Medrotonic, Inc
Pulse generator, kadang-kadang disebut "implan
neurostimulator," berisi baterai untuk daya dan microchip
untuk mengendalikan stimulasi. Dokter menggunakan hand-
held wand dan komputer kecil untuk mengontrol pulse
generator melalui kulit.
Pulse Generator ini mirip dengan alat pacu jantung.
Perbedaan terbesar adalah bahwa DBS elektrodanya di otak
bukan di jantung.
Di akhir 1990-an, berdasarkan hasil penelitian positif dalam
anterior capsulotomies, peneliti DBS pertama kalinya
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 20 Oktober – 22 November 2014
27
Terapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif
menanamkan elektroda di kapsul anterior pada pasien OCD
yang resisten. Hasil awal yang menjanjikan. Tiga dari empat
pasien merasakan manfaatnya. Sejak itu, percobaan lebih
besar dilakukan dan area target otak telah pindah sedikit
ke bagian otak lain yang disebut kapsul ventral / striatum
ventral (VC/VS).
Sebuah studi di seluruh dunia menemukan bahwa dari
26 penderita OCD yang resisten terhadap pengobatan,
61,5% menanggapi positif DBS. Tingkat respon ini sangat
mirip dengan operasi lain yang dijelaskan di atas. Namun,
perbandingan harus tentatif karena jumlah pasien yang diobati
dengan DBS ini masih relatif kecil.
DBS perlu membuka tulang tengkorak, tetapi tidak
menghancurkan jaringan otak apapun.
Dalam operasi lain yang tercantum di atas, ada sejumlah
jaringan otak yang hancur. DBS memungkinkan untuk
memberikan jumlah muatan listrik yang berbeda, memberikan
para dokter kebijakan dalam perawatan.
FDA baru menyetujui DBS untuk terapi pasien OCD yang
resisten di bawah Humanitarian Device
Exemption (HDE). Persetujuan HDE mengasumsikan jumlah
pasien relatif kecil yang akan menerima perawatan.
Penempatan elektroda dan keputusan tentang berapa banya
k rangsangan yang diberikan sangat penting. Karena DBS
untuk terapi pasien OCD yang resisten adalah prosedur yang
sangat khusus, disarankan terapi ini diberikan oleh lembaga
yang sudah pengalaman melakukan DBS sebelumnya.
Pasien yang memenuhi syarat untuk DBS memiliki sangat
sedikit atau tidak berespon sama sekali pada semua obat-
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 20 Oktober – 22 November 2014
28
Terapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif
obatan yang tersedia saat ini dan perilaku perawatan untuk
OCD.
Pada titik ini, tampaknya bahwa DBS perlu dilanjutkan
terus tanpa batas untuk terus merasakan manfaat. Sangat
penting bahwa seorang psikiater dengan
keahlian dalam DBS akan secara langsung terlibat dalam
perawatan pasien selama bulan-bulan dan tahun-tahun setelah
operasi.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran JiwaUniversitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 20 Oktober – 22 November 2014
29