Bab ii uap artritis gout.pdf
-
Upload
- -
Category
Health & Medicine
-
view
1.116 -
download
9
Transcript of Bab ii uap artritis gout.pdf
11
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Artritis Gout atau artritis pirai adalah suatu peradangan sendi
sebagai manifestasi dari akumulasi endapan kristal monosodium urat,
yang terkumpul di dalam sendi sebagai akibat dari tingginya kadar
asam urat di dalam darah (hiperurisemia). Tidak semua orang dengan
hiperurisemia adalah penderita artritis pirai atau sedang menderita
artritis pirai. Akan tetapi, risiko terjadi artritis gout lebih besar dengan
meningkatnya konsentrasi asam urat darah. (Helmi, 2013:296).
Pada orang yang normal, jumlah kadar asam urat sekitar 1000 mg
dengan kecepatan metabolisme (turn over) sekitar 600 mg/hari.
Kandungan normal natrium urat didalam serum <7 mg/dl.
Berdasarkan hasil penelitian laboratorium klinis, kadar asam urat
normal pada wanita 2,4-5.7 mg/dl dan untuk pria lebih tinggi yaitu
3,4-7.0 mg/dl. Pada anak-anak kadar asam urat berkisar antara 3,0-4.0
mg/dl dan setelah pubertas pada pria mencapai 5.2 mg/dl. Apabila
kadar asam urat melebihi kadar normal tersebut, maka dinamakan
Hiperurisemia. (Suiraoka, 2012:116).
2. Anatomi Fisiologi
Menurut Tao (2013), secara sederhana sendi didefinisikan sebagai
daerah tempat tulang bertemu.
12
Ada tiga tipe utama sendi: sinovialis, kartilaginea dan fibrosa.
a. Sendi sinovialis
Paling umum pada tubuh: memungkinkan gerak bebas antara
dua tulang yang bersendi. Cairan pelumas, dikenal sebagai cairan
sinovial, yang ditemukan dalam rongga sendi antara kedua tulang,
member fasilitasi gerak. Rongga ini ditutupi oleh dua struktur:
kartilago artikularis pada permukaan ujung tulang dan membran
sinovialis yang dalam hubungannya dengan bagian luar kapsula
fibrosa, menyusun kapsula artikularis. Periosteum kedua tulang
yang bertemu ini bercampur bersama kapsula artikularis tersebut.
Periosteum dari kedua tulang ini menyatu bersama dengan
kapsula artikul. Seringkali sendi ini diperkuat oleh ligamentum
disekitar, yang terutama penting bilamana mencurigai adanya
cedera sendi yang umum.
Ada enam tipe sendi sinovialis, yaitu sebagai berikut:
Tabel 2.1 Tipe sendi sinovialis
Tipe Sendi Sinovialis Contoh Tipe GerakSendi geser (planejoints)
Artikulasioakromioklavikularis
Menggeser pada satusumbu
Sendi engsel (hingejoints)
Artikulasio kubiti Fleksi ekstensi
Sendi pelana (saddlejoints)
Artikulasiokarpometakarpal
Fleksi/ekstensi,abduksi/adduksi,sirkumduksi
Sendi kondiloidea(condyloid joints)
Artikulasiometakarpofalangeal
Sama sepertisendipelana, biasanya dengansumbu yang satu lebihbesar daripada sumbuyang lain
Sendi bola dan soket(ball and socket joints)
Artikulasio koksa Fleksi/ekstensi,abduksi/adduksi,sirkumduksi, rotasi kemedial/lateral
13
1 2 3Sendi putar (pivotjoints)
Artikulasioatlantoepistrofika
Rotasi (pronasi/supinasiseperti pada radius:rotasi atlas mengelilingidens pada artikulasioatlantoepistrofika)
Sumber: tao & kendall (2013:60)
Gambar:2.1 Anatomi Tulang kakihttpdyah-purnamasari.blog.unsoed.ac.idfiles201103diit-pada-asam-urat-pdf.pdf
b. Sendi kartilaginea
Dua tipe sendi kartilaginea ada pada tubuh di seluruh
perkembangan. Sendi kartilaginea primer dengan khas merupakan
persendian sementara tulang yang dibangun dari kartilago hialin:
sendi ini ada saat perkembangan tulang panjang dan pada
lempeng epifiseal. Sendi kartilaginea sekunder dibagun dari
fibrokartilago. Sebuah contoh tipe sendi ini adalah diskus
intervertebralis yang menggabungkan vertebra bersama dan
memungkinkan untuk pembatasan gerak tulang belakang.
14
c. Sendi fibrosa
Tulang yang bersendi dihubungkan oleh ligamentum atau
membrane fibrosa. Gerak pada sendi ini dapat terbatas atau tidak
ada, bergantung pada pembatasan fibrosa yang menghubungkan
tulang-tulang. Contohnya meliputi suara tulang tengkorak,
simfisis osium pubis dan sendi yang menghubungkan radius dan
ulna.
3. Etiologi
Penyakit ini dikaitkan dengan adanya abnormalitas kadar asam
urat dalam serum darah dengan akumulasi endapan kristal
monosodium urat, yang terkumpul didalam sendi. Keterkaitan antara
Gout dengan Hiperurisemia yaitu adanya produksi asam urat yang
berlebih, menurunnya eskresi asam urat melalui ginjal, atau mungkin
keduanya. (Helmi, 2013:298).
4. Tanda dan Gejala
Menurut Helmi (2013:298), tanda dan gejala artritis gout sebagai
berikut:
a. Tanda
1) Artritis gout tipikal
a) Beratnya serangan artritis menyebabkan penderita tidak
bisa berjalan, tidak dapat memakai sepatu dan
mengganggu tidur. Rasa nyeri digambarkan sebagai
excruciating pain dan mencapai puncak dalam 24 jam.
15
Tanpa pengobatan pada serangan permulaan dapat sembuh
dalam 3-4 hari.
b) Serangan biasanya bersifat monoartikuler.
c) Remisi sempurna antara serangan akut.
d) Hiperurisemia. Biasanya berhungan dengan serangan
Artritis Gout akut, tetapi diagnosis Artritis tidak harus
disertai Hiperurikemia. Fluktuasi asam urat serum dapat
menpresipitasi serangan gout.
e) Faktor pencetus. Faktor pencetus adalah trauma sendi,
alkohol, obat-obatan dan tindakan pembedahan. Biasanya
faktor-faktor ini sudah diketahui penderita.
2) Artritis gout atipikal
Gambaran klinik yang khas seperti artritis berat,
monoartikuler dan remisi sempurna tidak ditemukan. Akan
tetapi, yang biasanya timbul beberapa tahun sesudah serangan
pertama ternyata ditemukan bersama dengan serangan akut.
Jenis atipikal ini jarang ditemukan. Dalam menghadapi kasus
gout yang atipikal, diagnosis harus dilakukan secara cermat.
Untuk hal ini diagnosis dapat dipastikan dengan melakukan
punksi cairan sendi dan selanjutnya secara mikroskopis dilihat
kristal urat.
a. Gejala
Dalam evolusi artritis gout didapatkan 4 fase dan gejala sebagai
berikut:
16
1) Artritis gout akut
Manifestasi serangan akut memberikan gambaran yang
khas dan dapat langsung menegakkan diagnosis. Sendi yang
paling sering terkena adalah metatarsophalangeal pertama
(75%). Pada sendi yang terkena jelas terlihat gejala inflamasi
yang lengkap.
2) Artritis gout interkritikal
Fase ini adalah fase antara dua serangan akut tanpa gejala
klinik. Walaupun tanpa gejala, Kristal monosodium dapat
ditemukan pada cairan yang diaspirasi dari sendi. Kristal ini
dapat ditemukan pada sel sinovia, pada vakuoal sel sinovia dan
pada vakuola sel mononuclear leukosit.
3) Hiperurikemia asimtomatis
Fase ini tidak identik dengan artritis gout. Pada penderita
dengan keadaan ini sebaiknya diperiksa juga kadar kolesterol
darah karena peninggian asam urat darah hampir selalu disertai
peninggian kolesterol.
4) Artritis gout menahun dengan tofi
Tofi adalah penimbunan Kristal urat subkutan sendi dan
terjadi pada artritis gout menahun, yang biasanya sudah
berlangsung lama kurang lebih antara 5-10 tahun.
5. Patofisiologi
Kelainan Pada sendi metatarsofalangeal terjadi akibat ditemukan
penimbunan Kristal pada membran sinovia dan tulang rawan artikular.
17
Pada fase lanjut akan terjadi erosi tulang rawan, proliferasi sinovia
dan pembentukan panus, erosi kistik tulang serta perubahan gout
sekunder. Selanjutnya, terjadi tofus dan fibrosis serta ankilosis pada
tulang kaki.
Adanya gout pada sendi kaki menimbulkan respon lokal, sistemik
dan psikologis. Respons inflamasi lokal menyebabkan kompresi saraf
sehingga menimbulkan respon nyeri. Degenerasi kartilago sendi dan
respons nyeri menyebabkan hambatan mobilitas fisik. Peningkatan
metabolisme menyebabkan pemakaian energi berlebih sehingga klien
cenderung mengalami malaise, anoreksia dan status nutrisi klien tidak
seimbang. Pembentukan panus pada pergelangan kaki menyebabkan
masalah citra tubuh dan prognosis penyakit menimbulkan respons
ansietas. (Muttaqin, 2011:396).
18
6. Pohon Masalah
Gambar: 2.2 Pohon masalah artritis goutSumber: (Muttaqin. 2011:397)
Artritis gout pada kaki
Respons lokal
Penimbunan Kristal padasinovia dan tulang
Erosi tulang rawan, proliferasisinovia, pembentukan panus
Degenerasi kartilago
Multifaktor yang menyebabkanterjadinya penimbunan kristal urat
monohidrat
Respons sistemik
Peningkatanmetabolisme umum
Malaise, mual,anoreksia
Responspsikologis
Responsinflamasi lokal
Kompresi sarafkaki
Ansietas
Pembentukantofus pada
kaki
Perubahanbentuk kaki
Nyeri
Hambatan mobilitas
Gangguan konsep diri, citradiri
Ketidakseimbangannutrisi
19
7. Komplikasi
Komplikasi akibat tingginya kadar asam urat (Hiperurisemia)
a. Kencing batu
Kadar asam urat yang tinggi di dalam darah akan mengendap
di ginjal dan saluran perkencingan, berupa kristal dan batu.
b. Merusak ginjal
Kadar asam urat yang tinggi akan mengendap di ginjal
sehingga merusak ginjal.
c. Penyakit jantung
Dalam kasus penyakit jantung koroner, asam urat menyerang
endotel lapisan bagian paling dalam pembuluh darah besar. Jika
endotel mengalami disfungsi atau rusak, akan menyebabkan
penyakit jantung koroner.
d. Stroke
Asam urat bisa menumpuk di pembuluh darah yang
menyebabkan aliran darah tidak lancar dan meningkatkan resiko
penyakit stroke.
e. Merusak saraf
Jika tumpukan monosodium urat terletak dekat dengan saraf
maka bisa mengganggu fungsi saraf.
f. Peradangan tulang
Jika asam urat menumpuk dipersendian, lama-lama akan
membentuk tofus yang menyebabkan arthritis gout akut, sakit
rematik atau peradangan sendi bahkan bisa sampai terjadi
20
kepincangan. (Vitahealth, 2005 dan Kertia, 2009, ¶ 8, jtptunimus-
gdl-rohmatulum-5722-3-babii-27-05-2014-20.30wita).
8. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Helmi (2013:299), pemeriksaan penunjang artritis gout
adalah:
a. Laboratorium
1) Pemeriksaan cairan sinovia didapatkan adanya kristal
monosodium urat intraseluler
2) Pemeriksaan serum asam urat meningkat >7mg/dl
3) Urinalisis 24 jam didapatkan ekskresi >800 mg asam urat.
4) Urinalisis untuk mendeteksi risiko batu asam urat
5) Pemeriksaan kimia darah untuk mendeteksi fungsi ginjal,
hati, hipertrigliseridemia, tingginya LDL dan adanya diabetes
mellitus.
b. Radiodiagnostik
1) Radiografi untuk mendeteksi adanya kalsifikasi sendi.
2) Radiografi didapatkan adanya erosi pada permukaan sendi
dan kapsul sendi.
9. Penatalaksanaan
Menurut Helmi (2013:301-302), sasaran terapi gout artritis yaitu
mempertahankan kadar asam urat dalam serum dibawah 6 mg/dl dan
nyeri yang diakibatkan oleh penumpukan asam urat. Tujuan terapi
yang ingin dicapai yaitu mengurangi peradangan dan nyeri sendi yang
ditimbulkan oleh penumpukan kristal monosodium urat monohidrat.
21
kristal tersebut ditemukan pada jaringan kartilago, subkutan dan
jaringan particular, tendon, tulang, ginjal, serta beberapa tempat
lainnya. Selain itu, terapi gout juga bertujuan untuk mencegah tingkat
keparahan penyakit lebih lanjut karena penumpukan kristal dalam
medulla ginjal akan menyebabkan Chronic Urate Nephropathy serta
meningkatkan risiko terjadinya gagal ginjal. Terapi obat dilakukan
dengan mengobati nyeri yang timbul terlebih dahulu, kemudian
dilanjutkan dengan pengontrolan dan penurunan kadar asam urat
dalam serum darah.
a. Medis
Pengobatan artritis gout dilakukan antara lain:
1) Nonsteroid Anti-inflammatory Drugs (NSAID). Terdapat
beberapa NSAID, namun tidak semua memiliki infektivitas
dan keamanan yang baik untuk terapi goutakut.
2) Colchicine. Colchicine tidak direkomendasikan untuk terapi
jangka panjang gout akut. Colchicine hanya digunakan
selama saat kritis untuk mencegah serangan gout.
3) Corticosteroid. Kortikosteroid sering digunakan untuk
menghilangkan gejala gout akut dan akan mengontrol
serangan.
4) Probenecid. Digunakan terutama pada kondisi insufisiensi
ginjal GFR <50 ml/min).
5) Allopurinol. Seabagai penghambat xantin oksidase,
allopurinol segera menurunkan plasma urat dan konsentrasi
22
asam uarat disaluran urine, serta memfasilitasi mobilisasi
benjolan.
6) Uricosuric. Obat ini memblok reabsorpsi tubular dimana urat
disaring sehingga mengurangi jumlah urat metabolic,
mencegah pembentukan benjolan baru dan memperkecil
ukuran benjolan yang telah ada.
Apabila intervensi dan diagnosis artritis gout dilakukan pada
fase awal, intervensi ortopedi jarang dilakukan. Pembedahan
dengan bedah dilakukan pada kondisi artritis gout kronis.
b. Non-Medis
Diet bagi para penderita gangguan asam urat mempunyai
syarat-syarat sebagai berikut:
1) Pembatasan purin. Apabila telah terjadi pembengkakan sendi,
maka penderita gangguan asam urat harus melakukan diet
bebas purin.
2) Kalori sesuai dengan kebutuhan. Jumlah asupan kalori harus
benar disesuaikan dengan kebutuhan tubuh berdasarkan pada
tinggi dan berat badan.
3) Tinggi karbohidrat. Karbohidrat kompleks seperti nasi,
singkong, roti dan ubi sangat baik dikonsumsi oleh penderita
gangguan asam urat karena akan meningkatkan pengeluaran
asam urat melalui urine.
4) Rendah protein. Protein terutama yang berasal dari hewan
dapat meningkatkan kadar asam urat dalam darah. Sumber
23
makanan yang mengandung protein hewani dalam jumlah
yang tinggi , misalnya hati, ginjal, otak, paru dan limpa.
5) Rendah lemak. Lemak dapat menghambat ekskresi asam urat
melalui urine. Makanan yang digoreng, bersantan, serta
margarine dan mentega sebaiknya dihindari.
6) Tinggi cairan. Konsumsi cairan yang tinggi dapat membantu
membuang asam urat melalui urine. Oleh karena itu,
disarankan untuk menghabiskan minum minimal sebanyak
2,5 1 atau 10 gelas sehari. Air minum ini bisa berupa air putih
masak, teh, atau kopi.
7) Tanpa alkohol. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa kadar
asam urat mereka yang mengonsumsi alkohol lebih tinggi
dibandingkan mereka yang tidak mengonsumsi alkohol. Hal
ini adalah karena alkohol akan meningkatkan asam laktat.
Asam laktat ini akan menghambat pengeluaran asam urat dari
tubuh.
B. Konsep Dasar Keluarga
1. Pengertian Keluarga
Menurut Sudiharto (2007:22), banyak definisi yang diuraikan
tentang keluarga sesuai dengan perkembangan sosial masyarakat.
Berikut ini akan dikemukakan pengertian keluarga yaitu:
a. Keluarga merupakan unit pelayanan kesehatan yang terdepan
dalam meningkatkan derajat kesehatan komunitas. Apabila setiap
keluarga sehat, akan tercipta komunitas yang sehat. Masalah
24
kesehatan yang dialami oleh salah satu anggota keluarga dapat
mempengaruhi anggota keluarga yang lain. Masalah kesehatan
yang dialami oleh sebuah keluarga dapat mempengaruhi sistem
keluarga tersebut dan mempengaruhi komunitas setempat, bahkan
komunitas global.
b. Menurut Departemen Kesehatan (1988), keluarga adalah unit
terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga serta
beberapa orang berkumpul dan tinggal disatu atap dalam keadaan
saling ketergantungan.
c. Bailon dan Maglaya (1978), mendefinisikan keluarga sebagai dua
atau lebih individu yang bergabing karena hubungan darah,
perkawinan, atau adopsi. Mereka hidup dalam satu rumah tangga,
melakukan interaksi satu sama lain menurut peran masing-
masing, serta menciptakan dan mempertahankan suatu budaya.
d. Menurut Friedman (1998), definisi keluarga adalah dua atau lebih
individu yang tergabung karena ikatan tertentu untuk saling
membagi pengalaman dan melakukan pendekatan emosional,
serta mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari keluarga.
e. Menurut BKKBN (1999), keluarga adalah dua orang atau lebih
yang dibentuk berdasarkan ikatan perkawinan yang sah, mampu
memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materill yang layak,
bertaqwa kepada Tuhan, memiliki hubungan yang selaras dan
seimbang antara anggota keluarga dan masyarakat serta
lingkungannya.
25
2. Struktur Keluarga
Menurut Mubarak (2010:68-69) struktur keluarga, terdiri dari:
a. Patrilineal
Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari anak, saudara,
sedarah dalam beberapa generasi dimana hubungan disusun
melalui jalur ayah.
b. Matrilineal
Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara,
sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan di susun
melalui jalur garis ibu.
c. Matrilokal
Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga
sedarah istri.
d. Patrilokal
Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga
sedarah suami.
e. Keluarga kawinan
Adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pemberian
keluarga dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian
keluarga karena adanya hubungan suami atau istri.
3. Tipe Keluarga
Menurut Friedman (1986, dalam Ali, 2009:6-7) membagi tipe
keluarga seperti berikut ini:
a. Nuclear family (keluarga inti)
26
Terdiri dari orang tua dan anak yang masih menjadi
tanggungannya dan tinggal dalam satu rumah, terpisah dari sanak
keluarga lainnya.
b. Extended family (keluarga besar)
Satu keluarga yang terdiri dari satu atau dua keluarga inti
yang tinggal dalam satu rumah dan saling menunjang satu sama
lain.
c. Single parent family
Satu keluarga yang dikepalai oleh satu kepala keluarga dan
hidup bersama dengan anak-anak yang masih bergantung
kepadanya.
d. Nuclear dyad
Keluarga yang terdiri dari sepasang suami istri tanpa anak,
tinggal dalam satu rumah yang sama.
e. Blended family.
Suatu keluarga yang terbentuk dari perkawinan pasangan,
yang masing-masing pernah menikah dan membawa anak hasil
perkawinan terdahulu.
f. Three generation family.
Keluarga yang terdiri dari tiga generasi, yaitu kakek, nenek,
bapak, ibu, dan anak dalam satu rumah.
g. The single adult living alone.
Bentuk keluarga yang hanya terdiri dari satu orang dewasa
yang hidup dalam rumahnya.
27
h. Middle age atau elderly couple.
Keluarga yang terdiri dari sepasang suami istri paruh baya.
4. Peran Keluarga
a. Peran keluarga
Menurut Ali (2009:10-11), peran adalah seperangkat perilaku
interpersonal, sifat dan kegiatan yang berhubungan dengan
individu dalam posisi dan satuan tertentu. Setiap anggota keluarga
mempunyai peran masing masing yaitu:
1) Ayah, sebagai pemimpin keluarga, pencari nafkah, pendidik,
pelindung/pengayom dan pemberi rasa aman kepada anggota
keluarga.
2) Ibu, sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh, pendidik
anak-anak, pelindung keluarga dan juga sebagai pencari
nafkah tambahan keluarga.
3) Anak, berperan sebagai pelaku psikososial sesuai dengan
perkembangan fisik, mental, sosial dan spiritual.
b. Peran perawat keluarga
Menurut Setyowati (2008:43-45), ada banyak peran perawat
dalam membantu keluarga dalam menyelesaikan masalah atau
melakukan perawatan kesehatan keluarga, diantaranya sebagai
berikut:
1) Pendidik
2) Koordinator
3) Pelaksana
28
4) Pengawas kesehatan
5) Konsultan
6) Kolaborasi
7) Fasilitator
8) Penemu kasus
9) Modifikasi lingkungan
5. Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga menurut Friedmann (1986, dalam Murwani,
2009:170-172), dibagi menjadi 5 fungsi dasar yaitu:
a. Fungsi afektif
Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan
psikososial. Keberhasilan melaksanakan fungsi afektif tampak
pada kebahagian dan kegembiraan dari seluruh anggota keluarga.
keluarga yang berhasil melaksanakan fungsi afektif, anggota
keluarga dapat mengembangkan konsep diri yang positif.
b. Fungsi sosialisasi
Fungsi sosialisasi adalah proses mengembangkan dan
perubahan yang dilalui individu, yang menghasilkan interaksi
sosial dan berperan dalam lingkungan social.
c. Fungsi reproduksi
Fungsi reproduksi adalah fungsi untuk meneruskan
kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia.
d. Fungsi ekonomi
Fungsi ekonomi adalah fungsi keluarga untuk memenuhi
29
kebutuhan seluruh anggota keluarga, seperti kebutuhan akan
makan, minum, pakaian/sandang dan tempat perlindungan.
e. Fungsi perawatan kesehatan
Fungsi perawatan kesehatan keluarga adalah untuk mencegah
terjadinya gangguan kesehatan dan merawat anggota keluarga
yang sakit. Tugas kesehatan keluarga adalah:
1) Mengenal masalah kesehatan.
2) Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat.
3) Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit.
4) Mempertahankan/menciptakan suasana rumah yang sehat.
5) Mempertahankan hubungan dengan menggunakan fasilitas
kesehatan masyarakat.
6. Perkembangan Keluarga
Menurut Mubarak (2010:86-91), daur atau siklus kehidupan
keluarga terdiri dari delapan tahap perkembangan yang mempunyai
tugas dan resiko tertentu pada tiap tahap perkembangannya.
a. Tahap 1: pasangan baru nikah (keluarga baru). Tugas
perkembangan keluarga pada hubungan harmonis dengan saudara
dan kerabat serta merencanakan keluarga (termasuk merencanakan
jumlah anak yang diinginkan).
b. Tahap 2: menanti kelahiran (child bearing family), anak tertua
adalah bayi berusia kurang dari 1 bulan. Tugas perkembangan
keluarga pada tahap ini adalah menyiapkan anggota keluarga baru
30
(bayi dalam keluarga), membagi waktu untuk individu, pasangan
dan keluarga.
c. Tahap 3: keluarga dengan anak prasekolah, anak tertua 2,5 tahun
sampai dengan 6 tahun. Tugas perkembangan keluarga pada tahap
ini adalah menyatukan kebutuhan masing-masing anggota
keluarga, antara lain ruang atau kamar pribadi dan keamanan,
mensosialisasikan anak-anak, menyatukan keinginan anak-anak
yang berbeda dan memepertahankan hubungan yang “sehat” dalam
keluarga.
d. Tahap 4: keluarga dengan anak sekolah atau anak tertua berusia 7
tahun sampai 12 tahun. Tugas perkembangan keluarga pada tahap
ini adalah mensosialisasikan anak-anak termasuk membantu anak-
anak mencapai prestasi yang baik di sekolah, membantu anak-anak
membina hubungan dengan teman sebaya, mempertahankan
hubungan perkawinan yang memuaskan dan memenuhi kebutuhan
kesehatan masing-masing anggota keluarga.
e. Tahap 5: keluarga dengan remaja atau anak dengan anak tertua
berusia 13 sampai 20 tahun. Tugas perkembangan keluarga pada
tahap ini adalah mengimbangi kebebasan remaja dengan tanggung
jawab yang sejalan dengan maturitas remaja, memfokuskan
kembali hubungan perkawinan dan melakukan komunikasi yang
terbuka diantara orang tua dengan anak-anak remaja.
f. Tahap 6: keluarga dengan anak dewasa (pelepasan). Tugas
perkembangan keluarga pada tahap ini adalah menambah anggota
31
keluarga dengan kehadiran anggota keluarga yang baru melalaui
pernikahan anak-anak yang telah dewasa, menata kembali
hubungan perkawinan, menyiapkan datangnya proses penuaaan,
termasuk timbulnya masalah-masalah kesehatan.
g. Tahap 7: keluarga usia pertengahan. Tugas perkembangan keluarga
pada tahap ini adalah mempertahankan kontak dengan anak dan
cucu, memperkuat hubungan perkawinan dan meningkatkan usaha
promosi kesehatan.
h. Tahap 8: keluarga usia lanjut. Tugas perkembangan keluarga pada
tahap ini adalah menata kembali kehidupan yang memuaskan,
menyesuaikan kehidupan dengan penghasilan yang berkurang,
mempertahankan hubungan perkawinan, menerima kehidupan
pasangan, mempertahankan kontak dengan masyarakat dan
menemukan arti kehidupan.
7. Tugas Keluarga
Menurut Setiawati (2007:49), dalam menentukan penyebab atau
etiologi dalam peremusan diagnosa keperawatan dengan model single
diagnosa diangkat dari 5 tugas keluarga, antara lain:
a. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan
b. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan
c. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga
d. Ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan
e. Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan yang
ada
32
C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Keluarga
1. Pengkajian
Menurut Mubarak (2010:95-105), pengkajian adalah tahapan
seorang perawat mengumpulkan informasi secara terus menerus
terhadap anggota keluarga yang dibinanya. Secara garis besar data
dasar yang dipergunakan mengkaji status keluarga adalah:
a. Struktur dan karakteristik keluarga
b. Sosial, ekonomi dan budaya
c. Faktor lingkungan
d. Riwayat kesehatan dan medis dari setiap anggota keluarga
e. Psikososial keluarga
Hal-hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah:
a. Data umum
1) Nama kepala keluarga, umur, alamat, pendidikan, pekerjaan,
komposisi keluarga, status imunisasi dan genogram 3
generasi.
2) Tipe keluarga
3) Suku bangsa
4) Agama
5) Status sosial ekonomi keluarga
6) Aktifitas rekreasi keluarga dan waktu luang
b. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga
1) Tahap perkembangan keluarga saat ini, ditentukan oleh anak
tertua dari keluarga inti.
33
2) Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi,
menjelaskan bagaimana tugas perkembangan yang belum
terpenuhi dan kendalanya.
3) Riwayat keluarga inti, menjelaskan riwayat kesehatan
keluarga inti Meliputi: riwayat penyakit keturunan, riwayat
kesehatan masing-masing anggota keluarga dan sumber
pelayanan yang digunakan.
4) Riwayat keluarga sebelumnya, orang tua, dan hubungan masa
silam dengan kedua orang tua.
c. Pengkajian lingkungan
1) Karakteristik rumah, meliputi: gambaran tipe tempat tinggal,
denah rumah, sanitasi, pengcahayaan dan kerapian.
2) Karakteristik lingkungan dan komunitas tempat tinggal,
meliputi: tipe, keadaan, sanitasi, perusahaan dan sarana
sosial.
3) Mobilitas geografi keluarga. Menjelaskan lama keluarga
tinggal di daerah ini.
4) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
menjelaskan perkumpulan yang diikuti.
5) Sistem pendukung keluarga, meliputi: jumlah anggota
keluarga yang sehat, fasilitas kesehatan, jaminan kesehatan
yang dimiliki.
d. Struktur keluarga
1) Pola-pola komunikasi keluarga
34
Menjelaskan cara berkomunikasi antara anggota keluarga,
termasuk pesan yang disampaikan, bahasa yang digunakan,
komunikasi secara langsung atau tidak.
2) Struktur kekuatan keluarga
Menjelaskan siapa pembuat keputusan dalam keluarga.
3) Struktur peran
Menjelaskan peran masing-masing anggota keluarga baik
formal maupun informal.
4) Struktur nilai atau norma keluarga
Menjelaskan mengenai nilai norma yang dianut keluarga
dengan kelompok atau komunitas. Apakah sesuai dengan
nilai norma yang dianut, bagaimana latar belakang budaya.
e. Fungsi keluarga
1) Fungsi efektif
2) Fungsi sosialisasi
3) Fungsi perawatan kesehatan
4) Fungsi reproduksi
5) Fungsi fungsi ekonomi
f. Stress dan koping keluarga
1) Stresor jangka pendek, stressor yang dialami keluarga yang
memerlukan penyelesaian dalam waktu ± 6 bulan.
2) Stresor jangka panjang, stressor yang dialami keluarga yang
memerlukan penyelesaian lebih dari 6 bulan.
35
3) Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi atau stressor,
mengkaji sejauh mana keluarga berespon terhadap situasi
atau stresor.
4) Strategi koping yang digunakan, bila keluarga menghadapi
permasalahan.
5) Strategi adaptasi disfungsional, menjelaskan adaptasi
disfungsional yang digunakan keluarga bila menghadapi
permasalahan.
g. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga.
Metode yang dilakukan tidak beda pada pemeriksaan fisik di
klinik.
h. Harapan keluarga
Pada akhir pengkajian perawat menanyakan harapan keluarga
terhadap petugas kesehatan yang ada.
2. Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan
a. Analisa Data
Menurut Mubarak (2010:102), diagnosa keperawatan adalah
keputusan klinik mengenai individu, keluarga, atau masyarakat,
yang diperoleh melalui suatu proses pengumpulan data dan
analisis data secara cermat, memberikan dasar untuk menetapkan
tindakan dimana perawat bertanggung jawab untuk
melaksanakannya. Diagnosa keperawatan keluarga dirumuskan
berdasar data yang didapatkan pada pengkajian. Komponen
36
diagnosa keperawatan meliputi Problem atau masalah, Etiologi
atau penyebab dan Sign atau tanda yang dikenal dengan PES.
1) Problem atau masalah (P)
2) Etiology atau penyebab (E)
3) Sign atau tanda (S)
b. Diagnosa Keperawatan
Menurut Suprajitno (2004:43-46), tipologi diagnosis
keperawatan keluarga dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu:
1) Diagnosis aktual adalah masalah keperawatan yang sedang
dialami oleh keluarga dan memerlukan bantuan dari perawat
dengan cepat.
2) Diagnosis resiko tinggi adalah msalah keperawatan yang
belum terjadi, tetapi tanda untuk menjadi masalah
keperawatan aktual dapat terjadi dengan cepat apabila tidak
segera mendapat bantuan perawat.
3) Diagnosis potensial adalah suatu keadaan sejahtera dari
keluarga ketika keluarga telah mampu memenuhi kebutuhan
kesehatannya dan mempunyai sumber penunjang kesehatan
yang memungkinkan dapat ditingkatkan.
Skoring dilakukan bila perawat merumuskan dignosa keperawatan
lebih dari satu. Proses skoring menggunakan skala yang dirumuskan
oleh Bailon dan Maglaya (1978, dalam Suprajitno, 2004:45).
Tabel 2.2 Penentuan prioritas masalah dan skoring
No Kriteria Skor Bobot1 Sifat masalah 1
37
1 2 3 4 Tidak/kurang sehat Ancaman kesehatan Krisis/keadaan sejahtera
321
2 Kemungkinan masalah dapat diubah 2
Dengan mudah Hanya sebagian Tidak dapat
210
3 Potensial masalah untuk di cegah 1 Tinggi Cukup Rendah
321
4 Menonjolnya masalah 1 Masalah berat harus segera
ditangani Ada masalah tetapi tidak perlu
Segera ditangani Masalah tidak dirasakan
2
1
0
Proses skoringnya dilakukan untuk setiap diagnosis keperawatan:
1) Tentukan skornya sesuai dengan kriteria yang dibuat perawat.
2) Selanjutnya skor dibagi dengan skor tertinggi dan dikalikan
dengan bobot.
3) Jumlahkan skor untuk semua kriteria (skor maksimum sama
dengan jumlah bobot, yaitu 5).
Menurut Mubarak (2010:105-106), ada empat kriteria yang
dapat mempengaruhi penentuan prioritas masalah, yaitu:
1) Sifat masalah
Sifat masalah kesehatan dapat dikelompokkan kedalam
tidak atau kurang sehat diberikan bobot yang lebih tinggi,
SkorX Bobot
Angka tertinggi
38
karena masalah tersebut memerlukan tindakan yang segera dan
biasanya masalahnya dirasakan atau disadari oleh keluarga.
Krisis atau keadaan sejahtera diberikan bobot yang paling
sedikit atau rendah karena faktor kebudayaan biasanya dapat
memberikan dukungan bagi keluarga untuk mengatasi
masalah-masahnya dengan baik.
2) Kemungkinan masalah dapat diubah
Keberhasilan mengurangi atau mencegah masalah jika ada
tindakan (intervensi). Faktor-faktor yang perlu diperhatikan
dalam menentukan skor kemungkinan masalah dapat
diperbaiki adalah:
a) Pengetahuan dan teknologi serta tindakan yang dapat
dilakukan untuk menangani masalah.
b) Sumber-sumber yang ada pada keluarga, baik dalam fisik,
keuangan atau tenaga.
c) Sumber-sumber dari keperawatan, misalnya dalam bentuk
pengetahuan, ketrampilan dan waktu.
d) Sumber-sumber dimasyarakat, misalnya dalam bentuk
fasilitas kesehatan dan organisasi masyarakat.
3) Potensi masalah bila dicegah
Menyangkut sifat dan beratnya masalah yang akan timbul
dapat dikurangi atau dicegah. Faktor-faktor yang perlu
diperhatikan dalam menentukan skor kriteria potensi masalah
bisa dicegah adalah sebagai berikut:
39
a) Kepelikan masalah berkaitan dengan beratnya penyakit
atau masalah, prognosis penyakit atau kemungkinan
mengubah masalah. Umumnya makin berat masalah
tersebut makin sedikit kemungkinan untuk mengubah atau
mencegah sehingga makin kecil potensi masalah yang
akan timbul.
b) Lamanya masalah. Hal ini berkaitan dengan jangka waktu
terjadinya masalah tersebut. Biasanya lamanya masalah
mempunyai dukungan langsung dengan potensi masalah
bila dicegah.
c) Adanya kelompok resiko tinggi atau kelompok yang peka
atau rawan. Adanya kelompok tersebut pada keluarga akan
menambah potensi masalah bila dicegah.
4) Menonjolnya masalah
Merupakan cara keluarga melihat dan menilai masalah
mengenai beratnya masalah serta mendesaknya masalah untuk
diatasi. Hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan skor
pada kriteria ini, perawat perlu menilai persepsi atau
bagaimana keluarga tersebut melihat masalah. Dalam hal ini,
jika keluarga menyadari masalah dan merasa perlu untuk
menangani segera, maka harus diberi skor yang tinggi.
Menurut Muttaqin (2011:399), diagnosa keperawatan yang
sering muncul pada klien gout sebelum dan setelah intervensi
medis, meliputi:
40
1) Nyeri yang berhubungan dengan peradangan sendi,
penimbunan Kristal pada membrane sinovia, tulang rawan
artikular, erosi tulang rawan, proliferasi sinovia.
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan asupan nutrisi tidak adekuat.
3) Hambatan mobilitas fisik yang berhungan dengan penurunan
rentang gerak, kelemahan otot, nyeri pada gerakan dan
kekakuan pada sendi kaki.
4) Gangguan citra tubuh yang berhungan dengan terbentuknya
tofus, perubahan dan ketergantungan fisik serta psikologis
karena penyakit atau terapi.
5) Ansietas yang berhungan dengan rencana pembedahan, kondisi
sakit, perubahan peran keluarga, kondisi status sosioekonomi,
perubahan dan ketergantungan fisik serta psikologis karena
penyakit atau tearapi.
Menurut Sudiharto (2007:40-41), dalam menentukan penyebab
atau etiologi dalam peremusan diagnosa keperawatan dengan
model single diagnosa diangkat dari 5 tugas keluarga, antara lain:
1) Ketidakmampuan keluarga dalam mengenal masalah kesehatan
keluarga. Bisa disebabkan karena:
a) Kurang pengetahuan
b) Rasa takut akan akibat-akibat bila masalah diketahui:
(1) Sosial: takut dicap oleh masyarakat,
berkurang/hilangnya penghargaan
41
(2) Ekonomi: beban biaya, kemampuan financial
(3) Fisik dan psikologis
c) Sikap dan falsafah hidup
2) Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan dalam
melakukan tindakan yang tepat. Bisa disebabkan karena:
a) Tidak memahami mengenai sifat, berat dan luasnya
masalah
b) Masalah kesehatan tidak begitu menonjol
c) Keluarga tidak sanggup memecahkan masalah karena
kurang pengetahuan dan kurangnya sumber daya keluarga
d) Tidak sanggup memilih tindakan diantara beberapa pilihan
e) Ketidakcocokan pendapat dari anggota-anggota keluarga
f) Tidak tahu tentang fasilitas kesehatan yang ada
g) Takut dari akibat tindakan, baik secara sosial, ekonomi,
maupun secara fisik-psikologis
h) Sikap negatif (sikap yang membuat keluarga tidak
sanggup menggunakan akal untuk mengambil keputusan)
terhadap masalah kesehatan
i) Fasilitas kesehatan tidak terjangkau, dalam hal fisik
(lokasi) dan biaya
j) Kurang percaya terhadap petugas dan lembaga kesehatan
k) Kesalahan informasi terhadap tindakan yang diharapkan.
3) Ketidakmamapuan keluarga merawat anggota keluarga yang
sakit. Bisa disebabkan karena:
42
a) Tidak mengetahui keadaan penyakit, misalnya sifat,
penyebab, penyebaran, perjalanan penyakit, gejala dan
perawatannya, serta pertumbuhan dan perkembangan anak
b) Tidak mengetahui tentang perkembangan perawatan yang
dibutuhkan
c) Kurang/tidak ada fasilitas yang diperlukan untuk
perawatan
d) Tidak seimbangnya sumber-sumber yang ada dalam
keluarga. Misalnya: keuangan, anggota keluarga yang
bertanggung jawab, fasilitas fisik (ruangan) untuk
perawatan si sakit.
e) Sikap negatif terhadap yang sakit
f) Konflik individu dalam keluarga
g) Sikap dan pandangan hidup
h) Perilaku yang mementingkan diri sendiri.
4) Ketidakmampuan keluarga dalam memelihara lingkungan rumah
yang dapat mempengaruhi kesehatan dan perkembangan pribadi
anggota keluarga. Dapat disebabkan oleh :
a) Sumber-sumber keluarga tidak cukup, diantaranya keuangan,
tanggung jawab/wewenang, keadaan fisik rumah yang tidak
memenuhi syarat (isi rumah tidak teratur, berjejal atau
sempit)
b) Kurang dapat melihat keuntungan dan manfaat pemeliharaan
lingkungan rumah
43
c) Ketidaktahuan pentingnya sanitasi lingkungan
d) Konflik personal dalam keluarga :
e) Krisis identitas : ketidaktepatan peranan
f) Rasa iri
g) Merasa bersalah atau tersiksa
h) Ketidaktahuan tentang usaha pencegahan penyakit
i) Sikap dan pandangan hidup
j) Ketidakompakan keluarga karena sifat mementingkan
diri sendiri, tidak ada kesepakatan, acuh terhadap
anggota keluarga yang mempunyai masalah.
5) Ketidakmampuan keluarga dalam menggunakan sumber di
masyarakat guna memelihara kesehatan. Dapat disebabkan
karena
a) Tidak tahu bahwa fasilitas kesehatan itu ada
b) Tidak memahami keuntungan yang diperoleh
c) Kurang percaya terhadap petugas kesehatan dan lembaga
kesehatan
d) Pengalaman yang kurang baik dari petugas kesehatan
e) Rasa takut pada akibat dari tindakan (pencegahan,
diagnostik, pengobatan dan rehabilitasi), dari segi fisik,
psikologis, keuangan, maupun sosial (hilangnya
perhargaan dari kawan, orang lain atau lingkungan
sekitarnya)
f) Tidak terjangkau fasilitas yang diperlukan (jarak/biaya)
44
g) Tidak adanya fasilitas yang diperlukan
h) Rasa asing dan tidak adanya dukungan dari masyarakat
i) Sikap dan falsafah hidup
j) Kurang atau tidak adanya sumber daya keluarga:
(1) Tenaga: siapa nanti yang akan menjaga anak
(2) Keuangan: ongkos berobat
3. Intervensi Keperawatan
Menurut Mubarak (2010:106-107), rencana keperawatan keluarga
merupakan kumpulan tindakan yang direncanakan oleh perawat untuk
dilaksanakan dalam menyelesaikan atau mengatasi masalah
kesehatan/keperawatan yang telah diidentifikasi. Rencana
keperawatan yang berkualitas akan menjamin keberhasilan dalam
mencapai tujuan serta penyelesaian masalah. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam mengembangkan keperawatan keluarga
diantaranya:
a. Rencana keperawatan harus didasarkan atas analisis yang
menyeluruh tentang masalah atau situasi keluarga.
b. Rencana yang baik harus realistis, artinya dapat dilaksanakan dan
dapat menghasilkan apa yang diharapkan.
c. Rencana keperawatan harus sesuai dengan tujuan dan falsafah
instansi kesehatan.
d. Rencana keperawatan dibuat dengan keluarga. Hal ini sesuai
dengan prinsip bahwa perawat bekerja bersama keluarga bukan
untuk keluarga.
45
e. Rencana keperawatan sebaiknya dibuat secara tertulis. Hal ini
selain berguna untuk perawat juga akan berguna bagi anggota tim
kesehatan lainnya. Selain itu dengan rencana tertulis akan
membantu mengevaluasi perkembangan masalah keluarga.